Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN SEPSIS

NEONATORUM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Keperawatan


Departemen Keperawatan Anak
Di Ruang Bayi RSUD Dr. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin

Oleh:

Nama : Rachmawati Eka Putri Kesuma, S.Tr.Kep

NIM : P17212215113

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN ANAK


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES MALANG
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pada pasien dengan Sepsis Neonatorum di Ruang Bayi


RSUD Dr. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin periode tanggal 20 Desember s/d 25
Desember Tahun Akademik 2021/2022.

Telah disetujui dan disahkan pada tanggal … Bulan Desember Tahun 2021

Malang, Desember 2021

Preceptor Lahan RS Preceptor Akademik


A. Konsep Penyakit
1. Definisi

Sepsis adalah suatu kondisi dimana terdapat mikroorganisme


maupun toksin penyebab infeksi dalam darah atau jaringan tubuh,
bersamaan dengan munculnya manifestasi sistemik dari infeksi tersebut
(Dellinger et al., 2013).

Sepsis neonatorum adalah sindrom klinis penyakit sistemik yang


disebabkan oleh mikroorganisme penyebab infeksi seperti bakteri, virus,
jamur, dan protozoa, pada satu bulan pertama setelah lahir (IDAI, 2009).

2. Klasifikasi
Sepsis neonatorum menjadi tiga kategori, yatu sepsis awitan dini
atau early onset sepsis (EOS), sepsis awitan lambat atau late onset sepsis
(LOS), dan sepsis nosokomial (IDAI, 2009).
Marcdante et al., (2011), sepsis awitan dini adalah sepsis yang
terjadi dalam kurun waktu ≤72 jam setelah lahir, sering disebabkan oleh
penularan infeksi genitourinarius ibu dan dimulai sejak dalam
kandungan. Selain itu juga dijelaskan bahwa manifestasi yang paling
menonjol pada EOS adalah gangguan pernapasan, terutama pada kasus
berat, dan pada bayi EOS yang prematur, tahap awalnya sering sulit
dibedakan dengan sindrom gawat napas.
LOS adalah sepsis yang terjadi >72 jam setelah kelahiran, biasanya
terjadi pada bayi usia cukup bulan yang pulang dalam keadaan sehat dan
yang menjadi penyebab utama adalah infeksi nosokomial (hospital-
acquired), yaitu didapat dari ruang perawatan atau infeksi community-
acquired, yaitu didapat dari lingkungan. LOS berbeda dengan EOS yang
umumnya disebabkan oleh faktor-faktor pada masa intrauterin (Agarwal,
Deorari, & Paul, 2014).
Pada beberapa penelitian dan referensi, sepsis dibagis menjadi dua
kategori besar yaitu EOS dan LOS, dimana sepsis nosokomial masuk
kedalam kategori LOS, namun IDAI (2009), sepsis nosokomial
merupakan kategori terpisah dan merupakan kategori sepsis ketiga.
Dijelaskan lebih lanjut bahwa sepsis nosokomial adalah infeksi yang
umumnya terjadi pada neonatus dengan intervensi medis, sedang
menjalani perawatan, dan perawatan dan intervensi yang berhubungan
dengan monitor invasif dan berbagai teknik yang digunakan di ruang
gawat intensif.

3. Etiologi

Berbicara mengenai infeksi, maka penyebabnya merupakan


mikroorganisme seperti virus, jamur, atau bakteri. Terdapat berbagai
mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan sepsis, Effendi (2013)
menjelaskan bahwa tingkat kesejahteraan suatu negara mempengaruhi
jenis organisme dan pola kepekaan terhadap infeksi, pada negara maju
penyebab EOS tertinggi adalah group B Streptococcus (GBS) dan E. coli
dan pada LOS yaitu Coagulase Negative Staphylococci (CONS), GBS,
dan Staphylococci aureus, sementara di negara berkembang keseluruhan
penyebab adalah organisme gram negatif, seperti Klebsiella, E. coli, dan
Pseudomonas dan gram positif, seperti Streptococcus pneumoniae dan
Streptococcus pyogenes.

Sementara itu, Kliegman et al., (2016) membagi mikroorganisme


penyebab sepsis neonatorum berdasarkan patogenesisnya, pada infeksi
intrauterin penyebab infeksi tertinggi adalah sifilis, rubela, CMV,
toksoplasmosis, parvovirus B19, dan varisela. Sementara, pada masa
intrapartum yang tertinggi adalah HSV, HIV, hepatitis B virus, C virus,
dan tuberkulosis (TB), dan pada infeksi postpartum yang paling tinggi
adalah TB yang biasanya tertular oleh tenaga medis dan HIV yang
umumnya tertular oleh Ibu dengan HIV melalui ASI. Infeksi intrapartum
dan postpartum biasanya disebabkan oleh mikroorganisme yang berkoloni
di organ genitourinaria atau traktus gastrointestinal bagian bawah, bakteri
yang paling sering adalah GBS dan E. coli serta virus CMV, HSV,
enterovirus, dan HIV. Semua mikroorganisme tersebut dapat
menyebabkan sepsis melalui ketiga jalur infeksi, namun belum tentu
menjadi penyebab utama.

Infeksi jamur, baik Candida albicans dan non-albicans, lebih sering


terjadi pada bayi dengan berat lahir kurang dari 1.500 gram dan
berhubungan dengan pemberian nutrisi parenteral, kateter sentral, operasi
abdomen, steroid atau antibiotic spectrum luas, baik Candida albicans dan
non-albicans akan terisolasi (Bansal, Agrawal, & Sukumaran, 2013).

4. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya sepsis neonatorum secara garis besar dibagi


menjadi tiga, yaitu infeksi antenatal atau intrauterin, infeksi intranatal, dan
infeksi pascanatal. Jalur antenatal terjadi karena ibu sedang menderita
suatu penyakit infeksi dari mikroorganisme patogen seperti rubela,
poliomyelitis, coxsackie, variola, vaccinia, bakteri treponema palidum, E.
coli, dan listeria monositogen, yang berada dalam sirkulasi ibu kemudian
melewati plasenta dan masuk ke dalam sirkulasi janin dan menyebabkan
sepsis, dengan atau tanpa menyebabkan korioamnionitis, yaitu infeksi pada
plasenta dan cairan amnion. Pada dasarnya, janin atau neonatus baru akan
terpapar mikroorganisme patogen ketika membran plasenta telah ruptur
dan melalui jalan lahir atau lingkungan ekstrauterin. Jalan lahir ibu dengan
kolonisasi organisme aerob dan anaerob memiliki kemungkinan terpapar
pada janin dan terjadi infeksi asenden, yaitu naiknya mikroorganism
menuju plasenta dan menyebabkan amnionitis (Kliegman et al., 2016).

Infeksi pascanatal, merupakan jalur yang sebagaian besar dapat


dicegah kejadiannya, terjadi setelah bayi dilahirkan dengan lengkap,
biasanya terjadi karena diluar faktor ibu seperti kontaminasi penggunaan
alat, perawatan yang tidak terjaga kesterilnnya, atau tertular oleh orang
lain, dan pada neonatus sering terjadi diruang perawatan atau rumah sakit.
Jalur ini sebagian besar dapat dicegah (Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK
UI, 2007).
5. Pathway

6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis adalah hal yang penting dalam mendiagnosis
sepsis neonatorum dan manifestasi dapat timbul baik secara spesifik atau
tidak spesifik. Manifestasi tidak spesifik biasanya terjadi pada EOS, yaitu
hipotermia atau hipertermia, letargi, poor cry, tidak bisa minum ASI,
perfusi memburuk berupa pemanjangan capillary refill, hipotonia, refleks
neonatus tidak ada, bradikardi atau takikardi, distres pernapasan, apnea,
hipoglikemia/hiperglikemia, atau asidosis metabolik. Manifestasi spesifik
adalah manifestasi yang mengenai organ- organ spesifik, misalnya pada
sistem saraf pusat terjadi pembonjolan ubun-ubun besar (UUB), iritabel,
stupor/koma, kejang, atau retraksi leher yang sering terjadi pada
meningitis, pada jantung terjadi hipotensi atau syok, pada sistem
pencernaan terjadi intoleransi makanan, diare, distensi abdomen, pada
hepar dapat terjadi hepatomegali atau ikterus, dan lain-lain (Agrawal,
Deorari, & Paul, 2014).

Manifestasi Klinis Tes


Lab
Suhu >38.5°C atau < Leukositosis (>20,000 ×
36°C 109/L) Leukopeni (<4000 ×
Takikardi/bradikardi 109/L)
Aritmia Immature to total neutrophil (I/T) (>
Hipertensi 0.2) Angka Trombosit <100,000 ×
Mottled 109/L
skin C-reactive protein (CRP) >15 mg/L
Oliguria Procalcitonin (PCT) >2 ng/mL
Apnea Asidosis metabolik; base excess (BE)
Takipnea >10 Glukosa Darah > 180 mg/dL atau
Increased oxygen need <45 mg/dL
Intoleransi makanan, distensi abdomen,
poor sucking
Ptekie atau sklerema, iritabilitas, hipotoni.

Tabel 3. Diagnosis sepsis neonatorum (Bansal, Agrawal, & Sukumaran,


2013).

Karena hasil pemeriksaan penunjang tidak didapatkan dalam waktu


sebentar serta sebagai dasar pengobatan awal yang berhubungan sepsis
secara segera, IDAI (2009) membentuk kriteria kecurigaan besar sepsis,
kategori pertama adalah bayi usia ≤3 hari dengan ibu yang memiliki
riwayat infeksi rahim, demam, atau ketuban pecah dini (KPD) dan bayi
memiliki dua atau lebih gejala pada kategori A, atau tiga atau lebih gejala
pada kategori B (tabel 4) dan kategori kedua adalah bayi usia >3 hari yang
memiliki dua atau lebih gejala pada kategori A, atau tiga atau lebih gejala
pada kategori B.

Kategori A Kategori B
Sulit bernapas (apnea, napas >60 kali Tremor
per menit, retraksi dinding dada, Letargi atau lunglai
grunting, sianosis sentral) Mengantuk atau aktivitas berkurang
Kejang Iritabel atau rewel, muntah, perut
Tidak sadar kembung
Suhu tubuh tidak normal atau tidak Tanda-tanda mulai muncul sesudah hari
stabil ke empat
Persalinan di lingkungan yang kurang Air ketuban bercampur mekonium
higienis Malas minum, sebelumnya minum
Kondisi memburuk secara cepat dan dengan baik
dramatis
Tabel 4. Kategori yang berhubungan dengan sepsis neonatorum (IDAI, 2009).

7. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah rutin
(hb,leuko,trombosit,CT,BT,LED,SGOT,SGPT)
2. Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab.
3. Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal
fungsi dapat mendeteksi organisme.
4. DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan
peningkatan neutrofil immatur yang menyatakan adanya infeksi.
5. Laju endah darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat
menandakan adanya inflamasi.

8. Penatalaksanaan

Setelah neonatus terdiagnosis sepsis neonatorum atau kecurigaan


besar sepsis, WHO (2008), menyebutkan bahwa tatalaksana yang dapat
diberikan adalah pemberian antibiotik awal secara intravena berupa
ampisilin (50 mg/kgBB/kali IV setiap 6-jam) ditambah aminoglikosida
(gentamisin 5-7 mg/kgBB/kali IV sekali sehari, amikasin 10-20
mg/kgBB/hari IV). Namun, bila organisme tidak dapat ditemukan dari
pemeriksaan penunjang dan bayi tetap menunjukkan tanda-tanda sepsis
sesudah 48 jam, ganti ampisilin dengan sefotaksim dan pemberian
gentamisin tetap dilanjutkan, kemudian antibiotik spesifik diberikan untuk
lanjutan terapi, disesuaikan dengan hasil kultur dan sensitivitas, gejala
klinis, dan pemeriksaan laboratorium serial (seperti CRP). Selain itu,
pemberian antibiotik pada pada sepsis nosokomial disesuaikan dengan
pola kuman setempat, jika disertai meningitis, terapi antibiotik diberikan
dengan dosis meningitis selama 14 hari untuk gram positif dan 21 hari
untuk gram negatif (IDAI, 2009).

Terapi suportif juga diperlukan selain mengobati infeksi itu sendiri


untuk mencegah komplikasi atau memperparah kondisi. Pedoman
tatalaksana suportif oleh WHO (2008), yang masih dijadikan referensi
pedoman tatalaksana sepsis di Indonesia, pertama adalah menangani suhu
abnormal bayi dengan menjaga bayi tetap kering dan tertutup rapat, jaga
suhu ruangan tetap hangat (minimal 25 oC), pastikan bayi berada dekat
dengan ibu dan sesering mungkin mendapatkan kontak skin-to-skin atau
dengan kangaroo mother care (KMC) selama 24 jam per hari (sama
efektifnya dengan inkubator atau alat penghangat lain), dan sebisa
mungkin tidak menggunakan antipiretik (misal, parasetamol) untuk
menurunkan demam, melainkan mengontrol lingkungan seperti yang
dijelaskan sebelumnya. Mengontrol kebutuhan nutrisi dan cairan dengan
meningkatkan jumlah dan frekuensi pemberian ASI, jika bayi mengalami
gangguan pernapasan atau kesulitan menghisap payudara, berikan ASI
melalui pipa nasogastrik 6-8 kali sehari (atau 8-12 kali pada bayi baru lahir
berusia 1-2 minggu), jika bayi sedang diberikan cairan IV pantau agar
tidak melebihi kebutuhan cairan tubuh bayi yang dapat menyebabkan
gagal jantung, pada kondisi hipoglikemia dengan kadar glukosa darah
kapiler <2.5 mmol/ litre (<45 mg/dl), berikan glukosa 10% 10ml/kg
dengan pipa nasogastrik (WHO, 2008).

Selain itu, jagalah patensi jalan napas dan pemberian oksigen untuk
mencegah hipoksia dan pemasangan ventilator mekanik jika dibutuhkan,
melakukan transfusi komponen juga dapat dilakukan jika dibutuhkan, atau
melakukan manajemen khusus sesuai kasus misalnya kejang, gangguan
metabolik, gastrointestinal, atau hiperbilirubin, berikan imunoterapi
dengan immunoglobulin antibodi monoklonal atau transfusi tukar (IDAI,
2009).

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
1. Airway
a. Yakinkan kepatenan jalan napas
b. Berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau
nasopharyngeal)
c. Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli
anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU
2. Breathing
a. Kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan
gejala yang signifikan
b. Kaji saturasi oksigen
c. Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan
kemungkinan asidosis
d. Berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
e. Auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
f. Foto thorak
3. Circulation
a. Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda
signifikan
b. Monitoring tekanan darah
c. Periksa waktu pengisian kapiler
d. Pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
e. Berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
f. Pasang kateter
g. Lakukan pemeriksaan darah lengkap
h. Siapkan untuk pemeriksaan kultur
i. Catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau
temperature kurang dari 36oc
j. Siapkan pemeriksaan urin dan sputum
k. Berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
4. Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis
padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji
tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU.
5. Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan
tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
Tanda ancaman terhadap kehidupan Sepsis yang berat
didefinisikan sebagai sepsis yang menyebabkan kegagalan fungsi
organ. Jika sudah menyembabkan ancaman terhadap kehidupan maka
pasien harus dibawa ke ICU, adapun indikasinya sebagai berikut:
1. Penurunan fungsi ginjal
2. Penurunan fungsi jantung
3. Hyposia
4. Asidosis
5. Gangguan pembekuan
6. Acute respiratory distress syndrome (ards) – tanda cardinal oedema
pulmonal

Pengkajian Umum
1. Aktifitas: Gejala : Malaise
2. Sirkulasi
Tanda :
a. Tekanan darah normal atau sedikit dibawah normal (selama
hasil
b. curah jantung tetap meningkat).
c. Denyut perifer kuat, cepat (perifer hiperdinamik):
lemah/lembut/mudah
d. hilang, takikardi ekstrem (syok).
e. Suara jantung : disritmia dan perkembangan S3 dapat
mengakibatkan
f. disfungsi miokard, efek dari asidosis atau ketidak seimbangan
elektrolit.
g. Kulit hangat, kering, bercahaya (vasodilatasi),
pucat,lembab,burik
h. (vasokontriksi).
3. Eliminasi Gejala : Diare
4. Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, Mual, Muntah: Penurunan haluaran,
konsentrasi urine, perkembangan ke arah oliguri,anuria.
5. Nyeri/Kenyamanan: Kejang abdominal,lakalisasi rasa sakit atau
ketidak nyamanan, urtikaria,pruritus.
6. Pernafasan
Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman
pernapasan,penggunaan kortikosteroid, infeksi baru, penyakit viral.
Suhu : umumnya meningkat (37,9°C atau lebih) tetapi mungkin
normal pada lansia atau mengganggu pasien, kadang subnormal.
Luka yang sulit atau lama sembuh, drainase purulen,lokalisasi
eritema. Ruam eritema macular
7. Seksualitas
Gejala : Pruritus perineal.
Tanda : Maserasi vulva, pengeringan vaginal purulen.
8. Pendidikan kesehatan
Gejala : Masalah kesehatan kronis atau melemah,
misalnya hati,ginjal,sakitjantung, kanker,DM, kecanduan alcohol.
Riwayat splenektomi: Baru saja menjalani operasi / prosedur
invasive, luka traumatic.Penggunaan antibiotic ( baru saja atau
jangka panjang )

2. Diagnosa Keperawatan
1. (D.0004) Gangguan ventilasi spontan berhubungan kelelahan
otot pernafasan
2. (D.0005) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
hambatan upaya nafas
3. (D.0009) Perfusi Perifer tidak efektif berhubungan penurunan
konsentrasi hemoglobin
4. (D0024) Ikterik neonatus berhubungan dengan usia kurang dari
7 hari
5. (D.0029) Pola menyusu tidak efektif berhubungan dengan
ketidakadekuatan refleks hisap bayi
3. Rencana Keperawatan

DIAGNOSA KODE SLKI KODE SIKI


KEPERAWATAN
SDKI
Gangguan ventilasi D.0004 Setelah dilakukan tindakan keperawatan L. 01007 Pemantauan respirasi
spontan b.d 3x24 jam diharapkan ventilasi adekuat Observasi
kelelahan otot dengan kriteria hasil : 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman
pernafasan Ventilasi spontan dan upaya nafas
1. PCO2 membaik 2. Monitor pola nafas
2. PO2 membaik 3. Monitor adanya produksi
sputum/sekret
4. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
5. Auskultasi bunya nafas
6. Monitor saturasi oksigen
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil pemeriksaan
3. Bantuan ventilator
Pola nafas tidak efektif D.0005 inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak Pemantauan Respirasi
berhubungan dengan memberikan ventilasi adekuat membaik Observasi:
hambatan upaya nafas dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola nafas, monitor saturasi
1. Dipsnea menurun oksigen
2. Penggunaan otot bantu nafas menurun 2. Monitor frekuensi, irama, kedalaman
3. Frekuensi nafas membaik dan upaya napas
4. Kedalaman nafas menurun 3. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
Terapeutik
4. Atur Interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
Edukasi
5. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
6. Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
Terapi Oksigen
Observasi:
7. Monitor kecepatan aliran oksigen
8. Monitor posisi alat terapi oksigen
9. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
10. Monitor integritas mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik:
1. Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan
trakea, jika perlu
2. Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
1. Ajarkan keluarga cara menggunakan
O2 di rumah
Kolaborasi
Kolaborasi penentuan dosis oksigen
Perfusi Perifer Tidak D.0009 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi
Efektif berhubungan keperawatan 3x24 jam diharapkan perfusi Observasi:
dengan penurunan perifer meningkat dengan kriteria hasil : 1. Periksa sirkulasi perifer
konsentrasi 1. Warna kulit pucat menurun 2. Identifikasi faktor risiko gangguan
hemoglobin 2. Edema perifer membaik sirkulasi
3. Kelemahan otot menurun 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau
4. Pengisian kapiler membaik bengkak pada ekstremitas
5. Akral menurun Terapeutik
6. Turgor kulit membaik 4. Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area keterbatasan
perfusi
5. Hindari pengukuran tekanan darah pada
ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
6. Hindari penekanan dan pemasangan
torniquet pada area yang cedera
7. Lakukan pencegahan infeksi
8. Lakukan hidrasi
Edukasi
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan menggunakan obat penurun
tekanan darah, antikoagulan, dan
penurun kolestrol, jika perlu
4. Anjurkan untuk melakukan perawatan
kulit yang tepat
5. Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi
6. Informasikan tanda dan gejala darurat
yang harus dilaporkan
Ikterik neonatus D.0024 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan L.03091 Fototerapi Neonatus (I.03091)
berhubungan dengan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan Observasi:
usia kurang dari 7 hari integritas kulit dan jaringan meningkat 1. Monitor ikterik dan sklera dan kulit bayi
dengan kriteria hasil : 2. Monitor suhu dan tanda vital setiap 4
1. Kerusakan jaringan menurun jam sekali
2. kerusakan lapisan kulit menuru 3. Monitor efek samping fototerapi (mis.
Hipertermi, diare, rush pada kulit,
penurunan berat badan)
Terapeutik
4. Siapkan lampu fototerapi dan inkubator
atau kotak bayi
5. Lepaskan pakaian bayi kecuali popok
6. Berikan penutup mata pada bayi
7. Ukur jarak antara lampu dan permukaan
kulit bayi
8. Biarkan tubuh bayi terpapar sinar
fototerapi secara berkelanjutan
9. Ganti segera alas dan popok bayi jika
BAB/BAK
Edukasi:
Anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit
Pola menyusu tidak D.0029 Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pemberian Makan dengan Tabung Enteral
efektif berhubungan 3x24 jam diharapkan masalah 1. Monitor penempatan selang yang tepat
dengan ketidakefektifan pola makan bayi dengan dengan memeriksa rongga mulut, residu
ketidakadekuatan kriteria hasil : lambung, atau mendengarkan suara saat
refleks hisap bayi 1. Status Nutrisi Bayi udara dimasukkan dan ditarik, sesuai
a. Terpenuhinya intake nutrisi prosedur
b. Terpenuhinya intake makanan 2. Tandai selang di titik keluar untuk
lewat selang mempertahankan penempatan yang
2. Keberhasilan Menyusui bayi tepat
a. Refleks menghisap yang baik 3. Tinggikan kepala 30 sampai 45 derajat
b. Refleks menelan yang baik
c. Minimal 8 kali menyusu per hari selama pemberian makanan
d. Buang air kecil per hari sesuai 4. Gunakan teknik yang bersih dalam
usia memberikan makanan lewat selang
DAFTAR PUSTAKA

Behrman. 2019. Nelson ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC.


Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia : Definisi dan Indicator Diagnostic. Jakarta : DPP PPNI
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia :Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : DPP PPNI
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Luaran Keperawatan
Indonesia :Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : DPP PPNI
Ngastiyah. 2012. Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai