Anda di halaman 1dari 146

PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS

PADA BANGUNAN
(Bagian Satu)

i
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang.


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian maupun
keseluruhan isi buku ini dalam bentuk apapun, tanpa izin tertulis dari
penerbit.
Judul Buku : Pedoman Perancangan Utilitas pada
Bangunan Bagian I
Penulis : Ir. Khotijah Lahji, M.T.
Dr. Ing. Ir. Eka Sediadi R.
Wara Judawati H. Dipl. Arch
Diterbitkan oleh : Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta
Cetakan Pertama : Juni 2010
ISBN : 978-979-26-8964-8

Sanksi Pelanggaran :
Pasal 72 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau
Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan atau denda
paling sedikit Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) atau penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau denda paling banyak
Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan
atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak terkait
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana penjara paling
l ama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak
Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

ii
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS
PADA BANGUNAN
(Bagian Satu)
Khotijah Lahji
Eka Sediadi, R
Wara Judawati, H

PENERBIT UNIVERSITAS TRISAKTI iii


PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Perpustakaan Nasional : KATALOG DALAM TERBITAN (KDT)


Ir. Khotijah Lahji, M.T.
Dr. Ing. Ir. Eka Sediadi R.
Wara Judawati H. Dipl. Arch
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN
(Bagian Satu) -- Jakarta :
Penerbit Universitas Trisakti, 2010
xiv, 132 hlm. ; 15,5 x 23 cm

ISBN : 978-979-26-8964-8

1. Bangunan I. Judul. II. Eka Sediadi R III. Wara Judawati H.

696

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena dengan
rahmat serta karunia-Nya akhirnya penyusunan buku ini dapat
diselesaikan. Adapun maksud dan tujuan diterbitkannya buku ini
adalah untuk memberikan pedoman serta membantu mahasiswa
arsitektur dan praktisi pemula dalam menyelesaikan permasalahan
utilitas pada perancangan atau pelaksanaan sebuah bangunan.
Pada perancangan bangunan baik bangunan rendah maupun
tinggi, tidak hanya memikirkan masalah struktur dan konstruksinya
saja, tetapi juga harus memikirkan bagaimana kelengkapan bangunan
yang diperlukan. Kelengkapan bangunan tersebut termasuk di dalam
utilitas yang terdiri dari elektrikal, mekanikal, alat transportasi vertikal
maupun horizontal, tata udara, tata cahaya, pemipaan, dan sebagainya.
Banyaknya materi yang termasuk di dalam utilitas, maka buku
ini akan dibagi dalam dua bagian, yaitu buku Pedoman Perancangan
Utilitas pada Bangunan Bagian 1 dan buku Pedoman Perancangan
Utilitas pada Bangunan Bagian 2.
Buku Pedoman Perancangan Utilitas pada Bangunan
Bagian 1 membahas tentang pedoman perancangan kelistrikan,
eskalator, ban berjalan (moving way), ramp berjalan (moving ramp),
perancangan elevator (lift), dan tata udara (AC).

v
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Sedangkan buku Pedoman Perancangan Utilitas pada


Bangunan Bagian 2 membahas tentang pedoman perancangan
tata cahaya, pencegahan dan pemadaman kebakaran, tanggap darurat
dan K3, pemipaan, dan utilitas pada kawasan.
Adapun materi yang dibahas pada buku ini adalah sebagai berikut :
Pada bab pertama membahas mengenai sumber pasokan
listrik, perancangan listrik pada bangunan, distribusi jaringan listrik
pada jaringan peralatan bangunan, serta teknologi photovoltaic (PV)
sebagai energi alternatif pada bangunan.
Pada bab kedua membahas mengenai sejarah, perkembangan,
dan perhitungan kebutuhan alat transportasi vertikal yang meliputi
eskalator, ban berjalan (moving way), dan ramp berjalan (moving ramp).
Pada bab ketiga membahas mengenai sejarah, jenis, dan sistem
kerja elevator (lift) serta perhitungan jumlah kebutuhannya pada
bangunan.
Pada bab keempat membahas mengenai prinsip, jenis, dan
perhitungan kebutuhan tata udara (AC) pada bangunan.
Dengan diterbitkannya buku ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada para teman sejawat yang telah membantu
dalam memberikan masukan yang berarti serta semua pihak yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada Lisa Taurisia sebagai mahasiswa
jurusan Arsitektur Universitas Trisakti yang telah membantu dalam
mengedit buku ini.

vi
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan buku ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis memohon maaf apabila
terdapat kekurangan dan kesalahan yang tidak disengaja. Penulis juga
sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
dari pembaca.
Semoga buku ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan
dengan sebaik-baiknya.

Jakarta, Februari 2010


Penulis,
Ir. Khotijah Lahji, M.T.
DR. Ing. Ir. Eka Sediadi R.
Wara Judawati H. Dipl. Arch

vii
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

viii
SAMBUTAN

Bangunan bertingkat dalam arsitektur tidaklah menjadi hasil


para arsitek dan ahli struktur saja, tetapi menjadi paduan beberapa
disiplin ilmu yang akan menyelesaikan bangunan bertingkat,
terutama bangunan tinggi. Bangunan sebagai karya arsitektur
adalah suatu hasil rekayasa yang menggabungkan antara seni, ilmu
kestabilan bangunan (struktur dan konstruksi), ilmu mekanikal dan
elektrikal, dan fisika bangunan. Dalam perancangan arsitektur bangunan
sebagai karya seni harus dapat dihuni dan dipakai oleh penggunanya
dengan rasa aman dan nyaman.
Integrasi antara seni dan teknologi menjadi syarat mutlak
untuk memecahkan permasalahan dalam rancang bangun dalam
produk-produk arsitektur, terutama bangunan bertingkat. Selain
keterpaduan tersebut, ada beberapa aspek yang cukup penting,
salah satunya adalah utilitas bangunan. Utilitas bagunan ini sering
disebut sebagai perlengkapan bangunan yang terdiri dari perancangan
mekanikal dan elektrikal yang dibutuhkan pada bangunan.
Para penulis buku Pedoman Perancangan Utilitas pada Bangunan
Bagian 1 dan 2, sebagai dosen senior pada jurusan Arsitektur FTSP
Universitas Trisakti, yang menekuni dan mengajar dalam bidang
struktur dan konstruksi bangunan, fisika bangunan, dan utilitas

ix
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

bangunan yang semua materi itu tergabung dalam laboratorium


Teknologi Bangunan, serta sebagai peneliti yang berfokus pada
kenyamanan bangunan (fisika bangunan), energi dalam arsitektur,
dan utilitas bangunan.
Harapan kami buku ini dapat memberikan pengetahuan dasar
yang bermanfaat bagi praktisi muda atau pihak-pihak terkait,
khususnya para mahasiswa arsitektur untuk membantu dalam
penyelesaian tugas-tugas perancangan arsitektur yang terkait
dengan kebutuhan utilitas bangunan.

Jakarta, 14 Februari 2010


Dr. Ir. Agus Saladin, M.A.
Ketua Jurusan Arsitektur FTSP Usakti

x
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................... V


SAMBUTAN ......................................................................... IX
DAFTAR ISI .......................................................................... xi
BAB I PEDOMAN PERANCANGAN KELISTRIKAN ............ 1
1.1. ENERGI LISTRIK PADA BANGUNAN .................. 1
1.1.1. SUMBER PASOKAN LISTRIK
DALAM BANGUNAN .............................. 2
1.1.2. PRINSIP PERANCANGAN KELISTRIKAN
DAN RUANG .......................................... 11
1.1.3. DISTRIBUSI JARINGAN LISTRIK
PADA JARINGAN .................................... 16
1.2. TEKNOLOGI PHOTOVOLTAIK (PV) SEBAGAI
ENERGI ALTERNATIF PADA BANGUNAN ............. 23
1.2.1. TIPE SEL SURYA/PHOTOVOLTAIK (PV) ...... 24
1.2.2. SIFAT MODUL PV .................................... 25
1.2.3. SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK
TENAGA SURYA (GENERATOR PV) .......... 27
1.2.4. INTEGRASI MODUL PV DI BANGUNAN
(BUILDING INTEGRATED PV/BIPV) ........... 30

xi
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

1.2.5. ASPEK YANG MEMENGARUHI PRODUKSI


PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA
SURYA/GENERATOR PV .......................... 41
BAB II PEDOMAN PERANCANGAN ESKALATOR,
BAN BERJALAN (MOVING WAY),
DAN RAMP BERJALAN (MOVING RAMP) .............. 47
2.1. ESKALATOR ....................................................... 47
2.1.1. SEJARAH SINGKAT ESKALATOR .............. 47
2.1.2. ESKALATOR SAAT INI
DAN PERKEMBANGANNYA .................... 50
2.1.3. PRINSIP PERENCANAAN ESKALATOR
PADA BANGUNAN ................................. 52
2.2. BAN BERJALAN (MOVING WAY) DAN
RAMP BERJALAN (MOVING RAMP).................... 64
2.2.1. BENTUK DAN DIMENSI BAN BERJALAN
DAN RAMP BERJALAN ........................... 64
2.2.2. PRINSIP PERENCANAAN ESKALATOR
PADA BANGUNAN ................................. 67
BAB III PEDOMAN PERANCANGAN ELEVATOR (LIFT) ...... 69
3.1. SEJARAH ELEVATOR (LIFT) ................................. 69
3.2. MACAM-MACAM DAN
SISTEM KERJA ELEVATOR .................................. 71
3.3. PRINSIP PERENCANAAN ELEVATOR
PADA BANGUNAN ............................................ 78
3.4. ELEVATOR KEBAKARAN .................................... 95
3.5. INOVASI ELEVATOR ........................................... 96

xii
BAB IV PERANCANGAN TATA UDARA (AC) ..................... 99
4.1. PRINSIP TATA UDARA MEKANIK (AC)................. 99
4.2. MACAM-MACAM SISTEM AC........................... 101
4.3. PRINSIP PERANCANGAN AC
PADA BANGUNAN ............................................ 110
DAFTAR PUSTAKA................................................................ 125
BIODATA PENULIS ................................................................ 129

xiii
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

xiv
PEDOMAN PERANCANGAN ESKALATOR

BAB 2
PEDOMAN PERANCANGAN ESKALATOR,
BAN BERJALAN (MOVING WAY), DAN
RAMP BERJALAN (MOVING SAMP)

Bangunan bertingkat, baik bertingkat sedang atau bertingkat


tinggi, memerlukan alat transportasi vertikal selain tangga, yaitu lift,
eskalator, ramp, moving ramp dan sebagainya. Dalam bab ini yang
akan dijelaskan adalah eskalator, moving ramp dan moving walk.
Untuk bangunan yang sifatnya bangunan umum misalnya pertokoan,
sekolah dengan jumlah populasi yang cukup dan tinggi bangunan
sedang maka lebih banyak menggunakan moving ramp dan eskalator.
2.1. ESKALATOR
2.1.1. SEJARAH SINGKAT ESKALATOR
Pada awalnya sejarah munculnya eskalator adalah berasal dari
aplikasi tangga berjalan dengan bentuk lereng dengan sudut 45°,
dan bentuk segi tiga yang berputar yang didesain/ditemukan N.
Ames (1859) yang pada saat itu juga digunakan sebagai pengangkutan
orang pada tahun 1892 oleh Jesse Reno.

47
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Gambar 2.1. Desain awal Gambar 2.2. Desain awal


eskalator dengan bentuk linier dengan segitiga berputar

Gambar 2.3. Desain tangga berjalan ditemukan oleh Jesse Reno (1892)

Pada awal tahun 1900 George Wheeler menemukan jenis


transportasi vertikal jenis lereng yang dilengkapi dengan railing
(pembatas tangan)

48
PEDOMAN PERANCANGAN ESKALATOR

Gambar 2.4. Tangga berjalan dengan bentuk miring

Gambar 2.5. Desain eskalator Gambar 2.6. Detail untrade/injakan


dengan railing eskalator

Dari ketiga macam penemuan di atas kemudian dikombinasikan


satu dengan yang lain dan dipelopori oleh perusahaan modern
yaitu Otis yang dimulai pada tahun 1922. Kemudian perusahaan
tersebut mengembangkan, alat transportasi ini tidak hanya sebagai
pengangkutan penumpang saja melainkan sebagai pengangkutan
barang, sehingga muncul moving ramp dan moving walk untuk
pengangkutan.

49
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Gambar 2.7. Eskalator saat ini yang dipelopori oleh Otis

2.1.2. ESKALATOR SAAT INI DAN PERKEMBANGANNYA


Pada bangunan yang bersifat umum sebagai contoh pertokoan,
sekolah , lobby kantor, lobby hotel, bangunan transportasi (bandara,
stasiun dan terminal bus) dan bangunan yang sifatnya rekreatif,
maka eskalator selain sebagai transportasi vertikal yang dapat
digunakan mengangkut orang dalam jumlah banyak dengan waktu
yang cukup singkat. Sering kali eskalator dijadikan sebagai pusat
perhatian dalam bangunan. Oleh sebab itu, penempatan eskalator
sebaiknya dilokasikan pada jalur sirkulasi utama dan dapat dilihat
dengan mudah oleh para pemakai bangunan. Eskalator mempunyai
kecepatan yang relatif lebih lambat dibandingkan dengan elevator.

50
PEDOMAN PERANCANGAN ESKALATOR

Gambar 2.8. Eskalator pada pertokoan

Gambar 2.9. Eskalator sebagai elemen bangunan yang menjadi pusat


perhatian pengguna bangunan

51
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

2.1.3. PRINSIP PERENCANAAN ESKALATOR PADA BANGUNAN


Eskalator digerakkan dengan motor listrik yang berputar secara
tetap dan dilengkapi dengan pegangan tangan yang bergerak sama
cepatnya dengan kecepatan eskalator atau ramp berjalan. Eskalator
atau moving ramp dapat bergerak maju atau mundur karena terdiri dari
segmen-segmen yang dihubungkan satu dengan yang lain.
Pemilihan alat angkut transportasi ini berdasarkan pada jumlah
maksimum manusia yang harus diangkut/dipindahkan dalam jangka
waktu pendek. Kemampuan kelompok eskalator harus cocok dengan
waktu tersibuk yang direncanakan, misalnya stasiun kereta api dan
pusat perbelanjaan.
Eskalator dapat melayani maksimal 6 lantai. Dalam merancang
eskalator diperhatikan lobby eskalator dengan panjang minimal dari
titik point 3,6 m. Tata letak eskalator dapat disusun sebagai berikut :

Gambar 2.10. Lobby eskalator

52
PEDOMAN PERANCANGAN ESKALATOR

A. TATA LETAK ESKALATOR


Tata letak eskalator dapat disusun sebagai berikut:

Gambar 2.11. Tata letak eskalator

53
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Gambar 2.12. Macam-macam penyusunan eskalator

Gambar 2.13. Eskalator untuk pengantar penumpang


pada lift kereta ganda

B. DIMENSI DAN KECEPATAN ESKALATOR


Kecepatan eskalator yang biasa digunakan antara 45-60 meter/
detik (dapat dipercepat sampai di atas 0,70 m/detik), dengan sudut
kemiringan maksimum yang bisa diterima 30°-35° dan ketinggian
maksimum 20 meter. Eskalator/moving ramp dapat diatur secara
otomatis, yaitu pada waktu tertentu berhenti dan akan berjalan jika
ada sinyal yang menunjukkan ada penumpang yang akan menggunakannya.
Mesin atau motor penggerak diletakkan di bawah lantai.

54
PEDOMAN PERANCANGAN ESKALATOR

Tabel 2.1. Rekomendasi tipe eskalator (lebar injakan),


kecepatan, dan kapasitas

Keterangan :
Eskalator untuk lebar 60 cm diestimasikan setiap injakan 1,25 orang atau 5 orang
setiap 4 injakan/step
Eskalator untuk lebar 80 cm diestimasikan setiap injakan 1,5 orang atau 3 orang
setiap 2 injakan/step
Eskalator untuk lebar 100 cm diestimasikan setiap injakan 2 orang

Eskalator mempunyai 3 bagian komponen :


1. Bagian bawah adalah ruang akses naik menuju lantai berikutnya, pada
bangunan bawah merupakan ruang untuk pit (mesin penggerak)
2. Bagian bidang kerja merupakan tangga berjalan
3. Bagian atas adalah ruang akses eskalator yang di bawahnya
terdapat ruang motor mesin
Ruang yang dibutuhkan untuk eskalator adalah jumlah panjang
bagian bawah, bagian bidang kerja, dan bagian atas. Adapun dimensi
ruang untuk eskalator ditentukan oleh ketinggian lantai ke lantai dengan
sudut kemiringan 30°-35°.

55
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Perhitungan ruang yang dibutuhkan untuk eskalator adalah


sebagai berikut:

Gambar 2.14. Skema perhitungan dimensi ruang eskalator

Keterangan:
B : panjang bidang kerja escalator
H : tinggi lantai ke lantai

56
PEDOMAN PERANCANGAN ESKALATOR

Tabel 2.2. Rekomendasi ukuran ketinggian, panjang bidang kerja,


panjang total eskalator

Keterangan:
A : panjang pit (bagian bawah)
B : panjang bidang kerja (bagian bidang kerja)
C : panjang ruang mesin (bagian atas)

Tabel 2.3. Rekomendasi lebar eskalator

Gambar 2.15. Ukuran


tipe eskalator

57
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Gambar 2.16. Dimensi detail eskalator

C. ESTIMASI PENGGUNAAN ESKALATOR


Dalam menentukan jumlah, kapasitas, dan dimensi eskalator
yang dibutuhkan pada bangunan tergantung pada jumlah okupansi
dan daya angkut pada waktu sibuk lantai ke lantai ditetapkan
setiap 5 menit, maka yang harus ditentukan adalah:
a. Jumlah pemakai bangunan = Luas netto : Luas m²/orang

58
PEDOMAN PERANCANGAN ESKALATOR

Tabel 2.4. Kebutuhan m² tiap orang

59
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

b. Arus okupansi lantai ke lantai dalam 5 menit atau per jam


Jumlah daya angkut penumpang eskalator pada waktu jam
sibuk dalam bangunan dapat diperlihatkan pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.5. Rekomendasi jumlah populasi yang akan diangkut

Dalam mengestimasikan eskalator yang harus diperhatikan


adalah kecepatan eskalator dalam satu gedung yang diaplikasikan
di tiap lantai harus mempunyai kecepatan yang sama, hal tersebut
dikarenakan pertimbangan keselamatan pemakai bangunan.

Contoh soal 1 : Aplikasi eskalator, dengan traffic satu arah (naik)


pada bangunan

Bangunan kantor terdiri dari 5 lantai, setiap lantai 500 orang,


arus penumpang pada tiap lantai/5 menit mencapai 20 %.
Tinggi lantai ke lantai : 3,6 m. Hitung jumlah eskalator, kapasitas
eskalator, lebar eskalator, dan tentukan luas yang diperlukan dalam
tiap-tiap lantai.

Jawab :

Diasumsikan daya angkut per 5 menit adalah 20 % (tabel 2.5) dari


500 orang = 100 orang tiap lantai.

60
PEDOMAN PERANCANGAN ESKALATOR

Lembar kerja :

Dari data lembar kerja disimpulkan:


a. Lantai 1 ke 2 membutuhkan eskalator dengan daya angkut
500 orang
b. Lantai 2 ke 3 membutuhkan eskalator dengan daya angkut
375 orang
c. Lantai 3 ke 4 membutuhkan eskalator dengan daya angkut
250 orang
d. Lantai 4 ke 5 membutuhkan eskalator dengan daya angkut
125 orang
Dalam mengestimasikan Eskalator yang harus diperhatikan
adalah kecepatan eskalator dalam satu gedung di tiap lantai harus
mempunyai kecepatan yang sama, hal tersebut dikarenakan
pertimbangan keselamatan pemakai bangunan.
Dari tabel 2.1. :
a. Lantai 1 ke 2 dipilih eskalator lebar 100 cm, kecepatan
@ 45 m/menit, jumkah 2 unit
b. Lantai 2 ke 3 dipilih eskalator lebar 80 cm, kecepatan
@ 45 m/menit, jumkah 2 unit
c. Lantai 3 ke 4 dipilih eskalator lebar 60 cm, kecepatan
@ 45 m/menit, jumkah 2 unit
d. Lantai 4 ke 5 dipilih eskalator lebar 60 cm, kecepatan
@ 45 m/menit, jumkah 1 unit

61
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Sehingga masing-masing lantai membutuhkan eskalator


naik 1 buah, dengan spesifikasi seperti di atas (lebar dapat berubah
disesuaikan daya angkut, tetapi kecepatan harus sama).
Dimensi ruang yang dibutuhkan, lihat tabel 2.2 dan tabel 2.3

Contoh soal 2 : Aplikasi eskalator dengan dua arah naik-turun


pada bangunan
Bangunan pertokoan 6 lantai, tinggi lantai ke lantai 4,2 m,
luas 3.700m², akan menggunakan eskalator perjalanan 2 arah naik
dan turun. Hitung jumlah eskalator, kapasitas eskalator, lebar
eskalator, dan tentukan luas yang diperlukan pada tiap lantai.
Jawab :
Diasumsikan jumlah pemakainya adalah 3.700 : 3,7 = 1.000 orang
tiap lantai/jam x 2 (naik dan turun)

Total daya angkut tiap lantai : 2 x 1.000 orang = 2.000 orang

62
PEDOMAN PERANCANGAN ESKALATOR

Lembar kerja :

Dari lembar kerja estimasi di atas, didapat jumlah eskalator,


tipe (lebar), dan kecepatan, maka dengan cara yang sama seperti
pada contoh soal 1 dapat ditentukan dimensi masing-masing
eskalator dan ruang yang dibutuhkan.
Perancangan dan tata letak eskalator sangat dianjurkan
untuk kantor dan pusat perbelanjaan yang mempunyai tinggi
kurang dari enam lantai:
a. Luas lantai 10.000 m2, cocok memakai sepasang eskalator
beralur tunggal
b. Luas lantai 20.000 m2, cocok memakai sepasang eskalator
beralur ganda
Untuk kompleks pertokoan/pusat perbelanjaan, setiap 10.000 m2,
disediakan satu buah lift dan eskalator beralur tunggal untuk setiap
luas 3000 m2.
Dari beberapa tata letak eskalator yang telah dijelaskan,
yang paling banyak digunakan adalah konfigurasi silang,
karena luas lantai yang digunakan paling sedikit dengan luas
konfigurasi lainnya, serta efisien dalam penggunaan strukturnya,
sedangkan tata letak yang parallel yang paling mahal.

63
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

2.2. BAN BERJALAN (MOVING WAY) DAN RAMP BERJALAN


(MOVING RAMP)

2.2.1. BENTUK DAN DIMENSI BAN BERJALAN DAN RAMP


BERJALAN
Moving way dan moving ramp mempunyai sistem kerja yang
sama dengan eskalator, dan yang membedakan satu dengan yang
lain adalah sudut kemiringannya saja dan injakan (tread) merupakan
injakan datar (flat), dengan tujuan alat transportasi ini selain
digunakan alat pengangkutan orang juga merupakan alat angkutan
barang. Penggunaan moving way dan moving ramp sangat praktis
untuk perancangan bangunan perbelanjaan, stasiun kereta api,
terminal dan bandara.
Moving way mempunyai sudut kemiringan 0° sampai 5° yang
banyak digunakan di bangunan bandara, stasiun, dan industri dalam
proses produksinya. Adapun yang mempunyai sudut 6° sampai 15°
disebut moving ramp. Adapun sudut ideal moving ramp adalah
12°. Sebagai gambaran besaran dan sudut kemiringan serta dimensi
ruang yang diperlukan untuk moving way dan moving ramp adalah
sebagai berikut :

64
PEDOMAN PERANCANGAN ESKALATOR

Gambar 2.17. Moving ramp Gambar 2.18. Moving


pada bangunan stasiun walk pada gedung parkir

Sudut kemiringan serta dimensi ruang yang diperlukan untuk


moving way dan moving ramp adalah sebagai berikut :

Dimensi Ban berjalan (Moving walk) dalam mm

65
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Dimensi Ramp berjalan (Moving ramp) dalam mm

Gambar 2.19. Dimensi moving walk dan moving ramp

Bagian komponen dari moving walk hampir sama dengan


eskalator, terdiri dari bagian bawah yaitu injakan dan bagian mesin
perputaran untuk menggerakkan injakan flat. Adapun bagian atas
adalah balustrade dan rel pegangan (handrail). Kecepatan moving
way dan moving ramp sangat tergantung oleh sudut kemiringannya.

Tabel 2.6. Rekomendasi kecepatan maksimum moving way


dan moving ramp

66
PEDOMAN PERANCANGAN ESKALATOR

2.2.2. PRINSIP PERENCANAAN MOVING WAY/MOVING


RAMP PADA BANGUNAN
Untuk menentukan kapasitas dan jumlah moving way dan moving
ramp pada bangunan publik komersial, industri, bangunan
transportasi adalah sebagai berikut :
 Menghitung luasan tiap lantai
 Menghitung jumlah populasi dan barang
 Menentukan jumlah daya angkut per 5 menit pada tiap lantai
(sama seperti eskalator)

Gambar 2.20. Grafik Penentuan tipe moving walk/ramp dengan perbandingan


jumlah orang/okupansi dan kecepatan

67
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Tabel 2.7. Rekomendasi lebar moving walk/ramp

Contoh soal :
Bangunan perbelanjaan dengan luas bangunan tiap lantai 12.000 m²,
jumlah 3 lantai, dibutuhkan moving ramp naik dan turun dengan sudut
kemiringan 12°. Hitung jumlah alat transportasi vertikal ini dan tentukan
tipe dan kebutuhan ruangnya?
Jawab :
Jumlah orang tiap lantai /jam : 2 m²/orang/jam, maka jumlah
populasi/okupansi 12.000 / 2 = 6.000 orang
Lembar kerja :

LATIHAN :

1. Sebutkan macam-macam penyusunan tata letak eskalator!


2. Berapakah sudut kemiringan moving way dan moving ramp?
3. Berapakah jumlah lantai maksimal pelayanan dengan eskalator?
4. Sebutkan 3 bagian komponen dari eskalator!
5. Berapakah kecepatan maksimum moving way dan moving ramp
berdasarkan sudut kemiringannya?

68
PEDOMAN PERANCANGAN ELEVATOR (LIFT)

BAB 3
PEDOMAN PERANCANGAN ELEVATOR
(LIFT)

Di dalam bangunan tinggi, sirkulasi vertikal sangat diperlukan


untuk mentransfer manusia dan barang pada tiap lantai. Kebutuhan
sarana elevator diletakkan pada ruang/zona mekanikal dan elektrikal
(inti bangunan) maupun pada area void sebagai elemen estetika
(tidak berada pada inti bangunan). Pada bab ini menjelaskan sejarah
elevator, macam-macam sistem kerja elevator, prinsip perencanaan
elevator, dan elevator kebakaran.

3.1. SEJARAH ELEVATOR (LIFT)

Pada tahun 1852, ditemukan alat transportasi pertama oleh Elisha


Graves Otis. Tahun 1857 pertama kali elevator penumpang digunakan
di New York oleh Otis. Pada tahun 1861 Otis meninggal kemudian
pekerjaan tersebut diwariskan kepada anaknya Charles dan Norton,
kemudian kedua anak tersebut mendirikan suatu perusahaan yang
memproduksi elevator pertama Otis Brother Company di tahun 1867.
Pada tahun 1873, sudah lebih dari 2.000 unit elevator digunakan
pada gedung-gedung di Amerika, perkantoran, hotel, pusat
perbelanjaan, rumah sakit, dan lain-lain. Lalu lima tahun kemudian, Otis
mengeluarkan elevator hydrolik. Pada era yang lebih baru elevator
Otis ini digunakan sebagai transportasi vertikal bangunan pencakar langit.

69
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Pada tahun 1889, Otis mengeluarkan elevator pertama listrik


dengan sistem direct connected geared pertama yang sukses.
Pada tahun 1903 Otis mengeluarkan elevator dengan sisten
gearless traction, yang sampai pada saat ini digunakan sebagai alat
transportasi vertikal yang handal.

Gambar 3.1. Contoh elevator dengan gearless pertama

Gambar 3.2. Mesin gearless pertama dari Otis

70
PEDOMAN PERANCANGAN ELEVATOR (LIFT)

3.2. MACAM-MACAM DAN SISTEM KERJA ELEVATOR


Lift digerakkan dengan sistem :
1. Dongkrak (hydraulic lift)
Untuk lift jenis ini, motor akan diletakkan di bawah, seperti
terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.3. Hydraulic Lift

Lift dengan sistem hidraulik, hanya dapat melayani maksimal


8 lantai.
Karakteristik lift hidraulik :
a. Tidak mengakibatkan tambahan beban di puncak gedung

71
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

b. Kecepatan relative rendah (1 meter/detik)


c. Hanya mampu melayani lantai yang jumlahnya sedikit
d. Ada kemungkinan bau minyak tercium ke dalam kereta lift
e. Sangat efektif untuk mengangkut beban
f. Alas lantai kereta dapat tepat berada pada level bangunan
secara tepat
g. Tidak membutuhkan beban pengimbang
h. Menimbulkan suara yang lebih berisik dibandingkan dengan
yang memakai motor traksi (tarik)

2. Tarik (traction lift)


Kecepatan lift dengan motor di atas mempunyai kecepatan
antara 2,5 – 9,0 meter/detik.
Motor diletakkan di atas atau di bawah, seperti terlihat
pada gambar di bawah ini :

Gambar 3.4. Traction Lift

72
PEDOMAN PERANCANGAN ELEVATOR (LIFT)

Rumah lift khususnya untuk sistem traksi dapat dibagi menjadi


3 bagian : (Sumber : Strakosch, Vertical Transportation)
1. Ruang mesin, tempat meletakkan mesin/motor traksi lift dan
tempat panel control, yang mengatur perjalanan kereta lift.
Ruangan ini dilengkapi dengan mesin pengatur udara (exhauser
atau air conditioning/AC), yang menjadikan ruang tersebut tidak
panas sehingga akan mengurangi panasnya mesin lift.

Gambar 3.5. Ruang mesin lift

73
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Gambar 3.6. Ruang mesin untuk satu lift

Gambar 3.7. Ruang mesin untuk beberapa lift

74
PEDOMAN PERANCANGAN ELEVATOR (LIFT)

2. Ruang luncur (hoistway), tempat meluncurnya kereta lift dan beban


pengimbang (yang memakai sistem tarik), serta meletakkan rel
peluncur kereta. Ruang peluncur harus tahan api (beton bertulang
atau batubata) serta mempunyai ukuran tergantung ukuran
kereta lift. Pada kereta luncur ini terdapat pintu lift dengan
jumlah sesuai kebutuhan (satu atau dua arah) dan dilengkapi
dengan tombol-tombol untuk mengatur pemberhentian kereta lift.

Gambar 3.8. Ruang luncur

3. Ruang pit, tempat pemberhentian akhir yang terletak paling


bawah, berupa buffer sangkar dan buffer pengimbang.
Karena letaknya paling bawah, maka harus mempunyai dinding
tahan air. Ukuran luas dan kedalaman tergantung dari ukuran

75
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

kereta dan ukuran kedalaman tergantung dari kecepatan lift


serta tinggi bangunan.

Gambar 3.9. Pit lift

Dalam perancangan sistem pelayanan lift, ada beberapa aspek


yang perlu diperhatikan :
(Sumber : SNI)
1. Aspek yang perlu ditinjau
a. Kelompok konfigurasi
b. Tata letak
c. Perhitungan jumlah, kapasitas dan kecepatan lift, merujuk
pada criteria

76
PEDOMAN PERANCANGAN ELEVATOR (LIFT)

2. Faktor yang memengaruhi perhitungan dan pemilihan system


a. Tipologi bangunan/fungsi bangunan
b. Jumlah lantai yang dilayani
c. Jarak lantai ke lantai
d. Jumlah penghuni setiap lantai
e. Lantai-lantai dengan fungsi khusus
f. Fungsi/lokasi gedung dan pola sirkulasi saat sibuk
g. Penentuan kecepatan lif dan penentuan kapasitas lift
3. Hal-hal yang memengaruhi hasil yang optimal, antara lain
a. Jumlah prosentase kapasitas penghuni bangunan (Kp)
luas lantai efektif/bersih pada bangunan tinggi.
Hal ini dapat diperhitungkan sesuai dengan fungsi bangunan,
misalnya jumlah kamar hotel, jumlah tempat tidur pasien
rumah sakit, jumlah unit keluarga dalam suatu apartemen.
b. Saat terjadi arus padat (waktu puncak).
Seperti pada bangunan perkantoran atau sekolah yaitu pada
pagi hari (orang datang) dan pada sore hari (orang pulang)
serta jumlah pengguna lift, baik waktu lift naik atau turun.
c. Saat waktu puncak diperhitungkan selama lima menit
kapasitas tiap kereta/5 menit (Kk).
d. Dalam operasional pelayanan lift tidak selalu berhenti setiap lantai
sehingga dapat diperhitungkan kemungkinan stop yang
terjadi pada seluruh bangunan.
e. Menentukan waktu yang diperlukan untuk perjalanan lift
dengan menentukan kecepatan lif yang sesuai dan kapasitas
kereta.

77
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

3.3. PRINSIP PERENCANAAN ELEVATOR PADA BANGUNAN

Dalam perancangan lift, ada beberapa ketentuan yang berkaitan


dengan dimensi ruang mesin, ruang luncur lift (shaft lift), ruang pit
lift, dan akses yang diperlukan serta pencahayaan dan penghawaan
(ventilasi).
Selain itu perlu juga diperhitungkan adalah waktu yang
diperlukan untuk operasional lift:
a. Interval yang disyaratkan pada setiap tipologi bangunan.
b. Tuntutan arus sirkulasi (kecepatan).
c. Waktu yang diperlukan pada saat kereta beroperasi : waktu
tutup pintu (Tt), waktu buka pintu (Tb), waktu transfer
penumpang masuk dan keluar (Ttr), waktu yang diperlukan
untuk perjalanan lif naik dan turun (TP), dan waktu
in effisiensi (T in.eff).
Kecepatan lift dipengaruhi oleh fungsi bangunan dan ketinggiann
bangunan yang berkisar mulai dari 1-7 m/dtk. Ada juga lift
berkecepatan tinggi atau sering disebut Express Elevator, dengan
kecepatan 7-9 m/dtk yang melayani dari lantai dasar sampai lantai
puncak tanpa berhenti pada lantai lain.
Pembagian daerah (zone) dalam melayani penumpang, lift
dibagi dalam:
1. Daerah rendah (low zone), untuk bangunan dengan ketinggian
10 – 20 lantai.
2. Daerah menengah (medium zone), untuk bangunan dengan
ketinggian 21 – 30 lantai.
3. Daerah atas (high zone), untuk bangunan dengan ketinggian
bangunan di atas 30 lantai.

78
PEDOMAN PERANCANGAN ELEVATOR (LIFT)

Bangunan dengan ketinggian lebih dari 40 lantai, akan digunakan


sistem transportasi multi zone, dilengkapi dengan skylobby. Di dalam
skylobby, terdapat semua unsur utilitas bangunan, misalnya tangki
air (water tank), cooling tower, mesin elevator dan lain-lain. Di lantai
skylobby biasanya terdiri dari dua lantai, sehingga untuk menghubungkan
zona bawah dengan zona di atasnya, dihubungkan dengan eskalator.

Gambar 3.10. Eskalator menghubungkan dua lantai sky lobby

Fungsi sky lobby : (Sumber : Jimmy, Sistem Bangunan Tinggi)


1. Lantai perpindahan untuk menuju lift-lift lokal dalam zona
di atasnya (dengan eskalator)
2. Tempat berkumpul untuk sementara (mengungsi) pada saat
ada keadaan darurat (kebakaran, gempa bumi) sambil menunggu
pertolongan
3. Karena ada lift-lift lokal yang melayani zona-zona, maka diperlukan
ruang mesin lift langsung di atasnya.

79
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Gambar 3.11. Bangunan tinggi dengan sky lobby dan tanpa sky lobby

Langkah-langkah merancang jumlah kebutuhan lift, dapat dihitung


berdasarkan :
Dalam menentukan jumlah lift yang ideal, perolehannya
mendekati akurat, dan apabila dilakukan pengecekan waktu tunggu
sesuai dengan interval yang disyaratkan (Tabel 3.4).

80
PEDOMAN PERANCANGAN ELEVATOR (LIFT)

Untuk menentukan jumlah lift akan ditentukan 4 variabel:


(Sumber: Strakosch. Vertikal Transportations)
a. Jumlah orang
b. Ketinggian bangunan
c. Waktu
d. Kapasitas tiap kereta
Merancang lift untuk satu zona:
Tahap 1. Menentukan jumlah penghuni/orang yang akan
diangkut
a. Menentukan tipologi bangunan/fungsi bangunan
b. Menghitung luas netto tiap tipikal lantai dikalikan
dengan jumlah lantai (Tabel 3.1)
c. Menghitung tinggi bangunan = jumlah lantai x tinggi lantai
ke lantai
d. Menghitung prosentase Kapasitas penumpang yang akan
diangkut oleh lift (KPtotal) sesuai tabel 3.2.
e. Menghitung Pada saat waktu puncak diperhitungkan selama
lima menit kapasitas tiap kereta/5 menit (Kk)

Kk : K a p a s i t a s t i a p k e r e t a /
5 menit
p : 80% dari kapasitas tiap
kereta
I : interval (tabel sesuaikan
dengan tipologi/fungsi
bangunan)

81
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Tahap 2. Menentukan tinggi bangunan (H)

Catatan: Apabila tinggi lantai dalam satu bangunan tidak sama, maka ketinggian
lantainya dijumlahkan saja.

Tahap 3. Menentukan Jumlah lift (N)

N : Jumlah lift
KP : Prosentase kapasitas penumpang
Kk : kapasitas tiap kereta/5menit

Tahap 4. Menghitung waktu yang diperlukan dalam perjalanan lift


Setelah Tahap 1 dan 2 selesai, lakukan pengecekan interval :
setelah jumlah lift didapat dicek kembali waktu tunggu (interval)
apakah telah memenuhi persyaratan ideal sesuai tabel 4, jika interval
terlalu lama (besar) dicoba kembali dengan menaikkan kecepatan,
menambah kapasitas tiap lift atau alternatif yang terakhir
adalah menambah jumlah lift, dengan tujuan mendapatkan interval
yang sesuai.
Menghitung waktu yang digunakan pada saat perjalanan lift :
a. Menghitung kemungkinan berhenti/stop selama perjalanan
lift dengan rumus (S) adalah:

L : jumlah lantai
p : 80% dari kapasitas 1 kereta

82
PEDOMAN PERANCANGAN ELEVATOR (LIFT)

b. Menghitung waktu buka pintu (Tb) dan tutup pintu (Tt):


Ditentukan Tb: 3,6 detik, Tt: 3,9 detik, sehingga pada waktu
kondisi lift berhenti

c. Menentukan waktu mentransfer penumpang (Ttr) :

d. Waktu yang dipergunakan untuk Perjalanan (TP) :


Tinggi bangunan (H) dibagi dengan kecepatan lift (V) yang
telah ditentukan:

H = 2 x jumlah lantai x
tinggi lantai ke lantai
V = kecepatan lift

e. Waktu in effisiensi akibat operasional

f. Waktu total yang diperlukan

83
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Tahap 5. Pengecekan terhadap waktu tunggu (interval)


I : interval
T total : waktu perjalanan lift
N : jumlah lift

Apabila bangunan terdiri dari 2 atau lebih jumlah zona, maka


yang harus diperhatikan adalah
a. Kecepatan antara zona 1 dan zona 2 dst tidak sama (lihat
tabel 3), untuk mendapatkan waktu tunggu/interval yang
sesuai (tabel 4).
b. Ketinggian bangunan zona 2 : tinggi zona1 + dengan tinggi
zona 2 dan seterusnya.
c. Untuk zona 2 dan seterusnya waktu lobby dapat diabaikan.
d. Perlu diperhatikan jika ada pengaturan bukaan pada lantai
ganjil dan genap maka kemungkinan stop dapat dibagi 2.
Data-data yang diperlukan dalam menghitung lift adalah
sebagai berikut :

Tabel 3.1. Perkiraan netto area pada bangunan tinggi

84
PEDOMAN PERANCANGAN ELEVATOR (LIFT)

Tabel 3.2. Rekomendasi prosentase beban puncak lift

Tabel 3.3. Rekomendasi perkiraan/kecepatan


yang direkomendasikan m/detik

85
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Tabel 3.4. Rekomendasi waktu tunggu (interval)

Tabel 3.5. Rekomendasi kapasitas lift pada bangunan

86
PEDOMAN PERANCANGAN ELEVATOR (LIFT)

Tabel 3.6. Rekomendasi berat dan ukuran lift dalam meter

Estimasi empiris yang dapat dilakukan pada bangunan


tertentu adalah :
Bangunan Hotel
Selain estimasi perhitungan untuk menentukan jumlah lift,
juga harus dipertimbangkan klasifikasi hotel, dan hal-hal lain
sebagai berikut :
a. Untuk setiap 100 kamar perlu disediakan satu lift barang
b. Kapasitas lift minimal 16 orang
c. Lift yang digunakan harus mampu mengangkut barang
bawaan tamu
d. Ruang kamar tidak boleh berdekatan dengan ruang mesin
lift
Bangunan Apartemen
Ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang lift
dalam bangunan apartemen, yaitu :
1. Bagi setiap 300 unit perlu disediakan satu lift barang
2. Kapasitas lift, minimal 12 orang
3. Unit hunian tidak boleh berdekatan dengan ruang mesin lift

87
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Klasifikasi apartemen juga dapat menentukan dalam merancang


jumlah lift.
Cara meletakkan lift dalam perancangan bangunan
Lift sebagai penghubung antara lantai bawah dengan lantai
di atasnya, maka letak lift harus mudah dicapai dari ruangan-ruangan
di sekitarnya, mudah terlihat, dan tidak mengganggu segi arsitektur.
Lift dapat diletakkan secara berdampingan atau berhadapan
dan setiap deret (dalam satu kesatuan) maksimum empat buah,
sehingga kalau terdapat lebih dari empat lift, maka akan diletakkan
berhadapan. Dalam kondisi lift yang berhadapan, lobby lift (ruang
menunggu di depan lift), sebaiknya tidak dipakai sebagai ruang/
jalan penghubung (harus ditutup di satu sisinya).

88
PEDOMAN PERANCANGAN ELEVATOR (LIFT)

Gambar 3.12. Susunan/konfigurasi lift

89
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Pengaturan lift
Gambar di bawah ini adalah pengaturan operasional lift,
sehingga tidak semua lift berhenti di setiap lantai, misalnya akan berhenti
di setiap lantai genap atau ganjil atau terletak di lantai “tengah”,
sehingga dapat melayani dua lantai sekaligus.

Lift melayani lantai Lift melayani lantai Lift melayani 2 lantai


ganjil (kiri) ganjil
atau lantai genap
(kanan)

Gambar 3.13. Pengaturan operasional lift

Contoh Soal 1. Perhitungan Lift (low zone):


1. Sebuah bangunan perkantoran dengan luas 1500 m2/lantai,
terdiri dari 15 lantai, tinggi lantai ke lantai 4 m. Hitung jumlah
lift dan perlu anda cek waktu tunggunya/interval dan tentukan
luas shaf lif dan kedalaman pit lif, serta dimensi ruang mesin
dan ketinggian overhead?
2. Upaya apa yang dilakukan jika waktu tunggu terlalu cepat/
lambat?

90
PEDOMAN PERANCANGAN ELEVATOR (LIFT)

Jawab:

Menghitung Lift
a. Jumlah pemakai bangunan dan kapasitas kereta dan
kecepatan yang akan digunakan :
 Luas netto area = 75 % dari luas total = 1125 m² (Tabel 3.1)
 Okupansi tiap lantai = 1125 : 10 = 122 orang (Tabel 3.2)
 Total okupansi = (15-1) x 122 orang = 1708 orang
(jumlah lantai dikurangi satu karena diasumsikan bahwa
122 orang adalah penggunaan lantai 1)
 Kecepatan yang disarankan untuk bangunan 10-20 lt adalah
3 sampai 3,5 meter/detik (Tabel 3.3)
 Kapasitas total akan diangkut lift (KPtotal) = (13%) x 1708 =
222 orang … (1)
 Daya angkut tiap kereta tiap 5 menit (Kk)
p = 80 % dari kapasitas tiap kereta (Tabel 3.5)

bangunan 15 lantai kantor ideal kapasitas lift


16 org
p = 80 % x 16 org = 13 org
interval kantor 30-45 detik
= 3900 : 45 = 87 orang … (2)
b. Jumlah lift yang dibutuhkan adalah (N)

91
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

c. Pengecekan interval:

Apabila interval tidak sesuai dengan waktu tunggu yang


disarankan (30-45 detik), maka dicoba kembali menghitung dengan
mengubah kecepatan lift menjadi 3,5 meter/detik. Apabila telah
dilakukan perhitungan kembali interval sesuai dengan yang
disarankan maka sudah tepat perhitungannya.

92
PEDOMAN PERANCANGAN ELEVATOR (LIFT)

Menentukan dimensi Lift


a. Dimensi shaf lif dengan kapasitas 16 orang = 2,6 m x 2,9 m
(masih dapat disesuaikan dengan merk lif yang akan
digunakan) (Tabel 3.6)
b. Tinggi pit lif = 1,2 m (Tabel 3.6)
c. Ruang mesin lift = 3,25 m x 5,6 m (masih dapat berubah
disesuaikan dengan merk lif yang digunakan) (Tabel 3.6)
d. Tinggi overhead = 4 m (Tabel 3.6)

Contoh Soal 2. Perhitungan Lift (high zone) :


1. Sebuah bangunan perkantoran dengan luas 1.500 m2/lantai,
terdiri dari 30 lantai, tinggi lantai ke lantai 4 m, hitung jumlah
lift dan perlu anda cek waktu tunggunya dan tentukan luas
shaf lif dan kedalaman pit lif, serta dimensi ruang mesin serta
ketinggian overhead?
2. Upaya apa yang dilakukan jika waktu tunggu
terlalu cepat /lambat?

Jawab:
Zona 1 : 15 lantai
Zona 2 : 15 lantai
Jawab zona 1 : perhitungan zona 1 sama seperti
soal 1 di atas
Jawab zona 2 : L = 15 lantai + 1 lantai lobby dasar
Kecepatan zona 2 untuk ketinggian 30 lantai
(Tabel 3.3) = 6 m/dt
Kapasitas lift yang direkomendasikan = 16 orang,
p = 13 orang
Prosentase netto area = 80 % dari luas total : 1.200 m² Jumlah penghuni
zona 2 = 15 x 1.200 m²/10m² = 1.800 orang (Tabel 3.2)

93
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Seperti pada perhitungan low zone, apabila interval tidak


sesuai dengan waktu tunggu yang disarankan (30-45 detik), maka
dicoba kembali menghitung dengan mengubah kecepatan (V) lift
menjadi 6,5 meter/detik atau memperkecil/meniadakan waktu
T in eff. Apabila telah dilakukan perhitungan kembali Interval sesuai
dengan yang disarankan maka sudah tepat perhitungannya.

94
PEDOMAN PERANCANGAN ELEVATOR (LIFT)

3.4. ELEVATOR KEBAKARAN


Syarat lift kebakaran (khusus dipakai oleh regu pemadam
kebakaran) : (Sumber : SNI)
1. Sumber tenaga dari generator.
2. Saluran kabel harus tahan api (fire resistence) selama satu jam.
3. Luas kereta minimal 2,0 m2, lebar pintu 1,0 m dan dapat
menampung 30 kg tabung kebakaran.
4. Waktu perjalanan tidak lebih dari 60 detik.
5. Setelah kunci kebakaran ON dan tombol pemadam kebakaran
(PK) ditekan, maka tombol lain tidak berfungsi.
6. Tiap daerah operasi kerja kelompok disediakan satu buah lift
untuk regu pemadam kebakaran.
7. Setelah lift tiba di tempat yang dituju, pintu tidak otomatis
terbuka, tetapi tombol DO harus terus-menerus ditekan.
8. Ruang mesin lift, ruang luncur dan pintu-pintu lift harus tahan
api selama satu jam. Pintu-pintu harus kedap asap.
9. Pemberhentian di lantai paling bawah harus mudah dicapai oleh
kendaraan regu pemadam, yaitu setelah saklar kebakaran
diaktifkan lift langsung ke terminal bawah khusus untuk regu
pemadam kebakaran.
Pada kondisi normal, lift ini dipergunakan sebagai lift barang.
Dalam keadaan darurat (gempa, kebakaran, aliran listrik terputus),
maka :
1. Semua unit lift harus turun ke lobby, pintu terbuka.
2. Lift yang sedang ke atas, sampai lantai tertentu (pintu tetap
tertutup), langsung kembali ke bawah (ke lobby).
3. Lift yang sedang turun tidak melayani panggilan pada lantai
di bawahnya, terus langsung ke lobby.

95
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

4. Lift yang sedang parkir di suatu lantai, langsung menutup pintu


dan turun ke lobby.

3.5. INOVASI ELEVATOR


Ada beberapa inovasi teknologi elevator dengan perkembangan
teknologi dalam bidang transportasi vertikal pada bangunan untuk
mengefisiensikan tinggi bangunan dan mempermudah pemeliharaan
maka ada beberapa inovasi baru pada industry transportasi vertikal
di antaranya adalah:
1. Elevator tanpa ruang mesin
Jika dibandingkan dengan elevator traksi dan hidrolik,
elevator ini mempunyai kelebihan tidak membutuhkan ruang
mesin yang tinggi sehingga dapat mengefisiensikan ruang yang
dibutuhkan.

Gambar 3.14. Elevator tanpa ruang mesin

96
PEDOMAN PERANCANGAN ELEVATOR (LIFT)

Tabel 3.7. Dimensi dan kecepatan elevator tanpa ruang mesin

2. Mobile elevator
Elevator ini adalah inovasi baru dengan konstruksi yang fleksibel
(dapat dipindah dan ditambah secara vertikal). Biasanya elevator
fleksibel ini digunakan pada suatu bangunan yang mempunyai
atrium atau void.

97
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Gambar 3.15. Elevator tanpa ruang mesin


Sumber: Produk Mitsubishi

LATIHAN :
1. Sebutkan macam-macam alat transportasi vertikal!
2. Jelaskan macam-macam dan system kerja elevator!
3. Apa saja 3 bagian rumah lift khususnya untuk sistem traksi
(traction lift)?
4. Apa sajakah fungsi dari sky lobby?
5. Sebuah bangunan perkantoran dengan luas 1.000 m2/lantai,
terdiri dari 10 lantai, tinggi lantai ke lantai 4 m. Hitung jumlah
lift dan perlu anda cek waktu tunggunya/interval dan tentukan
luas shaf lif dan kedalaman pit lif, serta dimensi ruang mesin
dan ketinggian overhead?

98
PERANCANGAN TATA UDARA (AC)

BAB 4
PERANCANGAN TATA UDARA (AC)

Dalam perancangan arsitektur, aspek kenyamanan dalam ruang


merupakan salah satu variable keberhasilan dalam merancang
sebuah bangunan baik itu bangunan sederhana maupun bangunan
kompleks atau bangunan tinggi. Kenyamanan di dalam arsitektur
meliputi kenyamanan termal, visual, dan audio. Kenyamanan yang
akan dibahas adalah kenyamanan termal. Kenyamanan termal dapat
dicapai melalui penghawaan alami dan buatan. Pada bab ini
menerangkan prinsip tata udara mekanik, macam-macan sistem AC,
dan prinsip perancangan AC pada bangunan.

4.1. PRINSIP TATA UDARA MEKANIK (AC)


Perancangan penghawaan buatan harus senantiasa mengolah
potensi arsitektural bangunan untuk mendapatkan kualitas udara
dalam ruang yang sebaik-baiknya dengan penggunaan energi yang
seefisien mungkin. Ada beberapa pertimbangan yang harus
diperhatikan dalam menentukan sistem AC dan kapasitas AC pada
bangunan adalah :
a. Orientasi bangunan utara-selatan guna meminimalkan panas
radiasi matahari yang akan langsung masuk ke dalam ruang.
Orientasi timur barat memang tidak dapat dihindari akan tetapi
dapat diupayakan secara maksimal dengan beberapa elemen

99
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

arsitektur dan elemen lanskap (elemen arsitektur adalah


tritisan yang panjang, aplikasi dinding transparan minimal,
elemen lanskap adalah peneduh hijau/tanaman, dalam
Enviro magazine menyebutkan bahwa menghijaukan ruang
luar akan dapat menurunkan suhu mikro mencapai 25 %,
dengan demikian perbedaan suhu luar dan dalam ruang akan
lebih kecil sehingga beban AC akan berkurang.
b. Menata konvigurasi dengan bangunan dengan mengeliminer
panas dan kelembaban, kelompokan ruang yang menjadi
sumber panas, bau, dan lembab agar tidak termasuk
dalam ruang yang akan dikondisikan.
c. Membuat skala prioritas di mana ruang yang membutuhkan
AC saja sehingga penghematan dapat dilakukan dan produktifitas
kerja optimal.
d. Menggunakan bahan selubung bangunan yang dapat
menahan panas atau yang mempunyai transmisi panas
rendah tetapi mempunyai mutu yang sesuai dengan
penggunaannya.
e. Menata ruang dalam yang optimal, misal fungsi ruang
sebagai kantor yang luas hendaknya penyekat antar ruang
tidak terlalu tinggi sehingga pelayanan AC dapat melayani
ruang yang cukup besar.
f. Memilih sistem AC yang cocok untuk fungsi bangunan
tertentu, misalnya perkantoran dan pertokoan dalam jumlah
yang besar direkomendasikan sistem AC sentral dengan AHU,
karena jam kerja bangunan ini tertentu dan lama
penggunaan AC hampir sama, sedangkan bangunan hotel
dengan kapasitas besar juga direkomendasikan AC sentral
dengan AHU dan FCU.

100
PERANCANGAN TATA UDARA (AC)

Gambar 4.1. Prinsip Perancangan AC

4.2. MACAM-MACAM SISTEM AC


Dari prinsip perancangan Sistem AC dibagi menjadi 2 tipe :
1. SISTEM LANGSUNG
Pada tata udara jenis ini udara dalam ruang diturunkan
suhunya oleh refrigerant ke dalam ruang tanpa melalui
pendaktingan/pipa penyaluran udara dingin, yang termasuk dalam
sistem ini adalah :

a. Tipe AC Unit
AC unit saat ini sudah jarang digunakan selain karena memang
kapasitas kecil (0,5pk – 2pk) dan mempunyai suara bising yang
timbul dalam ruang karena mesin AC, compressor, dan kondensor
letaknya jadi satu dengan pendingin/evaporator.
Sistem kerja AC ini adalah sebagai berikut :

101
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Gambar 4.2. Skema proses pertu- Gambar 4.3. Proses aliran freon
karan udara

b. Tipe AC Split
Sistem AC ini mempunyai 2 komponen, yaitu terdiri dari mesin
(kompresor, kondensor) yang berada di luar ruang dan kipas udara
pendingin/diffuser berada di dalam ruang. Sistem distribusi udara
pada AC split ini ada dua macam distribusi tunggal dengan kapasitas
0,5-2 pk (single Split) dan distribusi ganda dengan kapasitas 4-8 pk
(multiple Split). Skema kerja AC distribusi tunggal adalah sebagai
berikut :

102
PERANCANGAN TATA UDARA (AC)

Gambar 4.4. AC Split tunggal Gambar 4.5. Komponen mesin luar

Sistem AC Split dengan distribusi multi skema distribusi dapat


digambarkan sebagai berikut :

AC dengan sistim multi split

AC split ganda AC multi/parallel 3 split AC multi/parallel 4 split

Gambar 4.6. Sistem AC multi split

103
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Ada beberapa tipe diffuser/blower yang dapat digunakan sebagai


supply udara dingin dengan kemampuan dan karakteristiknya :

Gambar 4.7. Tipe (a) diffuser plafon dengan supplai dari samping

Pengaplikasiannya dalam ruang sebagai betikut :

Gambar 4.8. Blower atau diffuser pada plafon

104
PERANCANGAN TATA UDARA (AC)

Gambar 4.9. Aplikasi diffuser tipe (a) dengan blow 4 arah pada restoran

Gambar 4.10. Tipe (b) diffuser kaset plafon dengan supplai udara
di bagian bawah

Gambar 4.11. Aplikasi diffuser tipe (b) dengan blow 4 arah pada restoran

105
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Gambar 4.12. Detail pemasangan diffuser tipe (b)

Gambar 4.13. Komponen diffuser tipe (b)

Gambar 4.14. Tipe (c) diffuser Gambar 4.15. Keluarnya udara


plafon satu arah dingin dari satu sisi blower

106
PERANCANGAN TATA UDARA (AC)

Yang perlu diperhatikan dalam merancang perletakan


komponen AC multi split adalah jarak penempatan mesin luar
dengan diffuser AC di dalam ruang.

Gambar 4.16. Panjang jaringan AC multi split

Tabel 4.1. Sistem pembagian diffuser pada AC Multi Split

107
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

c. Sistem AC paket
AC ini mempunyai dua komponen yaitu komponen outdoor
(mesin compressor dan kondensor) dan komponen indoor (mesin
pendinggin evaporator/diffuser). Kedua komponen ini digabung
menjadi satu paket/unit. Kapasitas AC ini 5-10 pk. Sistem kerja
AC ini adalah sebagai berikut :

Gambar 4.17. Komponen AC Gambar 4.18. Aplikasi AC


paket satu paket satu

Sistem kerja AC paket ini terdiri dari dua komponen AC,


compressor dan kondensor terletak di luar ruang dan evaporator/
diffuser terletak di dalam ruang, sistem kerjanya dapat digambarkan
sebagai berikut :

Gambar 4.19. Skema AC paket

108
PERANCANGAN TATA UDARA (AC)

Dalam sistem ini, refrigerant yang digunakan adalah air es


dengan suhu 5°C (water chiller). Air es diproduksi dalam chiller,
mesin pembuat air es yang menggunakan refrigerant sebagai pendingin.
Cara ini banyak dipakai pada bangunan tinggi, karena penghematan
tempat dalam penyebaran udara dingin

Gambar 4.20. Skema AC sentral

4.3. PRINSIP PERENCANAAN AC PADA BANGUNAN


Elemen AC sentral adalah : Mesin chiller, kondensor, kompresor,
AHU, Pompa, Cooling tower, ducting penyaluran udara dingin,
ducting sirkulasi udara kembali. Dalam upaya pengoptimalisasian tinggi
bangunan, salah satu aspeknya adalah sistem AC yang digunakan
terutama AC sentral yang pendistribusian udara dingin maupun
sirkulasi udara kembali, dengan demikian upaya desainer bangunan
adalah menentukan sistem struktur yang sesuai sehingga ketinggian
dari lantai ke lantai dapat dioptimasikan.

109
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

4.3. PRINSIP PERENCANAAN AC PADA BANGUNAN


Elemen AC sentral adalah : Mesin chiller, kondensor, kompresor,
AHU, Pompa, Cooling tower, ducting penyaluran udara dingin,
ducting sirkulasi udara kembali. Dalam upaya pengoptimalisasian tinggi
bangunan, salah satu aspeknya adalah sistem AC yang digunakan
terutama AC sentral yang pendistribusian udara dingin maupun
sirkulasi udara kembali, dengan demikian upaya desainer bangunan
adalah menentukan sistem struktur yang sesuai sehingga ketinggian
dari lantai ke lantai dapat dioptimasikan.

Gambar 4.21. Prefab balok berlubang untuk penempatan jaringan utilitas

Gambar 4.22. Peletakan dakting AC pada elemen struktur bangunan (balok)

110
PERANCANGAN TATA UDARA (AC)

Perencanaan Sistem pendaktingan AC pada bangunan yang


cukup besar :

Gambar 4.23. Denah distribusi AC sentral

Gambar 4.24. Pola sirkulasi pendaktingan udara dingin


Aplikasi AC sentral pada bangunan (Sumber : Hartono, Utilitas)
a. Pada bangunan perkantoran bertingkat tinggi sistem AC
yang digunakan adalah AC sental dengan AHU, satu AHU
dapat melayani satu lantai, atau satu AHU dapat melayani
2-3 lantai apabila luasan lantai tidak terlalu besar

111
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Gambar 4.25. Skema AC sentral pada bangunan bertingkat Perkantoran

b. Aplikasi AC sentral pada hotel, pada lantai yang sifatnya


umum sekaligus sebagai fasilitas hotel manggunakan AC
sentral dengan AHU, adapun lantai tipikal unit kamar
menggunakan FCU (Fan Coil Unit).

Gambar 4.26. Skema AC sentral pada bangunan bertingkat Hotel dengan Fan
Coil Unit pada unit kamar dan AHU pada zona fasilitas hotel

112
PERANCANGAN TATA UDARA (AC)

Catatan: 1 unit chiller dapat melayani beberapa AHU


(Air Handling Unit), satu unit AHU dapat melayani tiap lantai dan
apabila bangunan luas maka dalam satu lantai dapat terdiri dari 2
atau lebih AHU, atau sebaliknya dalam 2 lantai 1 AHU. Hal tersebut
karena panjang dakting maksimal vertikal-horizontal (dari AHU
sampai pada titik diffuser terjauh 50-60 m).

Tabel 4.2. Berat dan kebutuhan ruang Komponen AC

Tabel 4.3. Dimensi komponen AC

113
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Tabel 4.4. Beban AC pada tipologi bangunan dalam TR

Cat: Tabel di atas dengan catatan tinggi plafon maximal 300 m, atau pendinginan
setiap 100 m3 membutuhkan 1 TR
1TR = 1,5 pk (hp) = 1,25 kw

Dari ketiga tabel di atas maka dapat menentukan kapasitas


AC dan dimensi ruang yang diperlukan (berdasarkan empiris).
Pentahapan untuk menghitung beban AC adalah :
a. Tentukan tipologi ruang, dan luas ruang (bruto area) yang
akan dikondisikan .
b. Carilah beban AC dengan menggunakan (tabel 4.4).
c. Apabila beban AC telah ditemukan tabel (tabel 4.2 dan tabel
4.3) untuk menentukan dimensi ruang masing-masing
komponen AC.

114
PERANCANGAN TATA UDARA (AC)

Contoh perhitungan AC:


1. Suatu bangunan kantor 10 lantai dengan luas tipikal lantai
1.000 m 2, tentukan kapasitas AC masing-masing lantai,
tentukan dimensi ruang komponen AC sentral dengan media
air.
Jawab:
• AC sentral yang digunakan adalah AC sentral AHU
• Kapasitas beban pendinginan AC pada tiap lantai =
1.000 : 25 = 40 TR (tabel 4.4), selanjutnya sebagai kapasitas
AHU, jika luas dari konvigurasi denah panjang dakting secara
vertikal-horizontal maximum 60 meter maka diperlukan
1 unit AHU. Luas ruang AHU = 40 x 0,5 m² = 20 m² (tabel
4.2), pengecekan terhadap tabel 4.3 yaitu ukuran mesin
AHU 2 x 2,5 x 1,6, sehingga ruang yang dibutuhkan adalah
(2,2 x 2) + (2 x 2,5) = 22,5 m² (silakan mana yang dipakai)
• Kapasitas beban pendinginan untuk 10 lantai adalah =
10 x 40 TR = 400 TR. Maka luas ruang chiller = 400 x 0,2
= 80 m² (tabel 4.4). Kapasitas chiller dapat dibagi menjadi
beberapa unit.
• Skematik kerja disesuaikan dengan gambar skematik AC
sentral kantor.
2. Suatu bangunan hotel terdiri dari 14 lantai dengan ukuran
20 m x 60 m, 2 lantai di bawah sebagai fasilitas hotel sehingga
butuh AC sentral dengan AHU, dan lantai 3-14 lantai
membutuhkan AC sentral dengan FCU. Lantai tipikal hotel terdiri
dari 10-20 unit ruang tidur yang disewakan . Rencanakan sistem
AC dan tentukan dimensi ruang komponen AC (ruang chiller,
AHU, dan FCU)

115
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Jawab :
• AC sentral yang digunakan adalah AC sentral AHU pada
lantai 1 dan 2, dan lantai 3-14 menggunakan FCU.
• Kapasitas pendingin lantai 1 atau 2 = 1200 : 30 = 40 TR
(tabel 4.4), untuk kapasitas AHU, jika luas dari konvigurasi
denah panjang dakting secara vertikal-horizontal maximum
60 meter maka diperlukan 1 unit AHU. Luas ruang AHU
= 40 x 0,5 m² = 20 m² (table 4.2), pengecekan terhadap
tabel 4.3 yaitu ukuran mesin AHU 2 x 2,5 x 1,6 sehingga
ruang yang dibutuhkan adalah (2,2 x 2) + (2 x 2,5) = 22,5 m²
(silakan mana yang dipakai)
• Untuk lantai 3-14 distribusi udara dingin menggukan FCU,
dan selasar/koridor biasanya tanpa menggunakan AC,
jumlah FCU sesuai jumlah kamar (10 s.d 20 unit kamar).
Sehingga kapasitas FCU disesuaikan dengan besaran unit
kamar.
• Kapasitas beban pendinginan untuk 14 lantai adalah
= 14 x 40 TR = 560 TR. Maka luas ruang chiller = 560 x 0,2 = 112 m²
(tabel 4.4).
Perhitungan yang lebih akurasi (berdasarkan teori fisika
bangunan) dalam menentukan beban pendinginan AC ada beberapa
aspek yang berpengaruh di antaranya adalah :
Faktor external :
a. Orientasi bangunan terhadap radiasi matahari
b. Luas/volume ruang yang akan dikondisikan
c. Material selubung : dinding dan atap
Faktor internal :
a. Pencahayaan buatan
b. Peralatan yang digunakan

116
PERANCANGAN TATA UDARA (AC)

c. Penghuni bangunan
d. Ventilasi
Maka pentahapan perhitungan beban pendingin AC :
Tahap 1 :
Perlu diketahui jumlah okupansi/pemakai bangunan dengan
sifat aktifitas yang dilakukan di dalam ruangan/bangunan, adapun
untuk menentukan jumlah okupansi adalah luas bruto akan dibagi
dengan luas tiap orang, menentukan data suhu eksternal (To°C)
dan menentukan suhu yang akan dikondisikan (Ti°C), maka
akan terjadi perbedaan suhu eksternal dan suhu internal (∆t), demikian
juga kelembabannya (∆RH).
Luas bruto
Jumlah okupansi =
Luas per orang

Ket: Luas per orang 15-20 m²

Tahap 2 :
Menghitung beban pendingin AC dengan data sebagai berikut :
a. Data volume ruang dan jumlah pertukaran udara yang
dibutuhkan :

volume ruang (P x L x T) x Air change x 35,31


CFM infiltrasi ruang (B) =
60
Keterangan:
P, L T dalam meter dan Air change = 3 kali per jam (Sumber : Satwiko,
Sadar energi)

b. Relatif humadity adalah 50-80%, dan temperatur yang akan


dikondisikan adalah antara 25-27°C (Ti), suhu luar sebaiknya
diukur terlebih dahulu, tetapi di Indonesia suhu rata-rata terpanas

117
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

adalah 30-31° C (To), dengan demikian ada perbedaan antara


suhu luar dan suhu dalam ruang yang akan dikondisikan.
c. Menentukan besaran panas penerangan yang ada,
disesuaikan dengan standar pemakaian penerangan tiap-
tiap tipologi bangunan (tabel 4.5).
d. Menentukan beban panas akibat okupansi, sangat tergantung
dengan jenis kegiatan dalam ruang (tabel 4.6).
e. Menentukan jenis dan dimensi material selubung,
kemudian menentukan panas yang ditimbulkan akibat
tansmisi panas, apabila selubung ada yang menggunakan
kaca maka beban panas adalah radiasi matahari (tabel 4.7)

Tahap 3 :
Menghitung detail jumlah beban panas :
a. Beban kalor melalui bidang kaca (beban sensible)
Utara = —— m² x 800 Btu/h/m2 = —— Btuh
2
Selatan = —— m² x 400 Btu/h/m = —— Btuh
2
Timur = —— m² x 900 Btu/h/m = —— Btuh
2
Barat = —— m² x 1000 Btu/h/m = —— Btuh
____________
(1) Btuh

Utara = —— m² x U Btu/h/m2 x Dt °F = —— Btuh


Selatan = —— m² x U Btu/h/m2 x Dt °F = —— Btuh
b. Beban kalor oleh transmisi (U) dinding dan atap bangunan:
Timur = —— m² x U Btu/h/m2 x Dt °F = —— Btuh
2
Barat = —— m² x U Btu/h/m x Dt °F = —— Btuh
____________
(2) Btuh

118
PERANCANGAN TATA UDARA (AC)

Atap = —— m² x 6 x U Btu/h/m2 x Dt °F = —— Btuh


____________
(3) Btuh
Cat: nilai a dan b tergantung dari material yang akan digunakan (tabel 4.7)
c. Beban kalor intern (akibat okupansi)
Beban sensible orang = okupansi x c Btu = ——— Btuh
Beban latent orang = okupansi x d Btu = ——— Btuh
Beban sensible penerangan x 1,25 x 3,4 Btu= —— Btuh
Beban sensible peralatan = ——— Btuh
___________
(4) Btuh
d. Panas ventilasi atau infiltrasi:
volume ruang (P x L x T) x PU x 35,31
CFM infiltrasi ruang (B) = ————————————————
60
e. Beban kalor infiltrasi udara luar:
Beban sensible = CFM x (∆t) x 1,08 Btuh = —— Btuh
Beban latent = CFM x (∆RH) gr-lb x 0,67 Btuh = —— Btuh
__________
(5)
Btuh
f. Total beban pendinginan (1)+(2)+ (3)+(4)+(5) = —— Btuh
Kapasitas 1 Ton Refrigeran (TR) = 12.000 Btu, maka kapasitas
AC adalah :

119
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Daya listrik yang dibutuhkan adalah : 1 TR =1,25 kw


Daya listrik yang dibutuhkan unuk pendinginan adalah = Total TR x
1,25 kw

Tahap 4 :
Mengestimasikan dimensi dakting AC
Dakting AC terbuat dari lembaran metal yang dibentuk
persegi panjang atau bulat dengan finishing glass wool dengan
aluminium foil, panjang maksimal 50-60 meter.
a. Luas dakting (cm²) = (A)
Keterangan:
A : Luas dakting dalam cm²
B : CFM (cubic/feet/minute)
C : Kecepatan aliran udara dalam FPM
1 feet = 30,48 cm, 1 inci = 2,54 cm

b. Syarat ukuran ducting adalah :

P max = 4 x L, ,
Jarak minimum ruang plat-lantai dengan
plafon
atau jarak balok-plafon = L + 10 cm

120
PERANCANGAN TATA UDARA (AC)

Tabel 4.5. Rekomendasi panas penerangan pada fungsi bangunan

Tabel 4.6. Rekomendasi beban panas okupansi

121
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Tabel 4.7. Rekomendasi nilai transmisi panas pada material


selubung bangunan (dinding dan atap)

Dari tabel di atas maka hendaknya diperhatikan dalam


menggunakan material yang tepat, yang mempunyai nilai transmisi
panas lebih kecil sehingga dapat mengurangi beban AC yang cukup

122
PERANCANGAN TATA UDARA (AC)

berarti atau dengan mengurangi perbedaan suhu luar dan suhu


dalam (∆t) 1-2°C saja akan dapat mengurangi jumlah energi yang
cukup signifikan.

Tabel 4.8. Rekomendasi kecepatan aliran udara dingin


pada dakting (C)

Tabel 4.9. Rekomendasi kecepatan udara balik/ outlet

LATIHAN :

1. Aspek yang harus diperhatikan dalam merancang pendingin


udara?
2. Apa yang diketahui tentang sistem AC?
3. Aspek arsitektural atau unsur-unsur arsitektural apa yang dapat
mengendalikan energi penggunaan AC?

123
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

4. Jelaskan sistem AC pada bangunan tinggi perkantoran,


apartemen, dan hotel!
5. Suatu bangunan kantor 2 lantai dengan luas tipikal 350 m²,
dengan tinggi lantai ke lantai adalah 325 cm, dengan atap
genting, rangka kayu dengan sudut kemiringan 30°, plafon
dari triplek 4 mm, rangka aluminium hollow, dinding batu bata
plester luar dalam. Hitung kapasitas AC dan tentukan sistem
AC yang digunakan, dengan tujuan penghematan energi
dan effisiensi material bangunan!

124
BIODATA PENULIS

BIODATA PENULIS

Ir. Khotijah Lahji, M.T.


Dosen Tetap Jurusan Arsitektur FTSP
Universitas Trisakti sejak tahun 1991 sampai sekarang. Dari
1992 sampai saat ini sebagai dosen tidak tetap pada
jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Tarumanagara, Jakarta.
Lahir di Tuban, 22 Desember 1962. Lulus Sarjana Teknik
Arsitektur pada tahun 1988 dari Universitas Diponegoro, Semarang.
Lulus Magister Teknik Sipil Universitas Trisakti tahun 1996 sekaligus sebagai
ketua tim Penyusunan Kurikulum yang berbasis Kompetensi jurusan
Arsitektur FTSP Usakti.
Tahun 2002 sebagai koordinator mata kuliah Perancangan
Arsitektur dan sekaligus sebagai ketua tim Penyusunan Kurikulum
yang berbasis Kompetensi jurusan Arsitektur FTSP Usakti.
Tahun 2008 sebagai Kepala Praktikum Utilitas dan Fisika Bangunan
pada Laboratorium Teknologi Bangunan Jurusan Arsitektur FTSP
Usakti sampai sekarang. Pada saat ini aktif sebagai praktisi Arsitektur.
Melaksanakan kegiatan penelitian di bidang Arsitektur, dengan fokus
Kenyamanan Ruang dalam Arsitektur dan Konservasi Energi dalam
Utilitas Bangunan.

129
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Dr. Ing. Ir. Eka Sediadi R.

Dosen Tetap Jurusan Arsitektur FTSP


Universitas Trisakti sejak 1986, selesai Sarjana Teknik
Arsitektur 1985 di Jurusan Teknik Arsitektur FT
Universitas Trisakti, studi Program Doktor (S3) di
Fachbereich Architektur Universitaet Hannover, Jerman
tahun 1990, selesai dan mendapat gelar DOKTOR-INGENIEUR (Dr.-Ing.)
dari Universitaet Hannover tahun 1996. Saat ini selain mengajar di
Jurusan Arsitektur FTSP Universitas Trisakti juga menjabat Dekan
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) Universitas Trisakti.
Pernah membantu sebagai Asisten Arsitek di Institut Fuer
Industrialisierung Des Bauens/IB (Institute for Building Industrialization),
Hannover pada proyek Rancangan Integrasi Photovoltaics (PV)
pada Bangunan Rumah Tinggal.
Melakukan penelitian di bidang Arsitektur, Lingkungan dan
Perkotaan dengan fokus pada pemanfaatan potensi iklim setempat/
local dalam Arsitektur. Presiden dan anggota Steering Committee
Tetap SENVAR (International Seminar on Environment and
Architecture). Menjabat Pengurus Pusat IAI (Ikatan Arsitek Indonesia)
periode 2001-2003, menjadi anggota tetap ISES (International Solar
Energy Society) sejak tahun 1997 sampai saat ini.

130
BIODATA PENULIS

Wara Judawati H. Dipl. Arch

Dosen Tetap Jurusan Arsitektur FTSP


Universitas Trisakti sejak 1972 sampai sekarang dan
sebagai Dosen Tidak Tetap di jurusan Desain Interior
FSRD Universitas Trisakti sejak 1981 sampai sekarang.
Lahir di Yogyakarta 9 April 1944. Lulus sebagai
Sarjana Arsitektur pada 1969 dari Polytecnical University for the
Building Industry and Transportation, Faculty of Architecture,
Budapest, Hongaria, dengan gelar Diplom Architecture (dipl. Arch.).
Pada 1985 lulus Akta Mengajar Lima (Akta V) dari Universitas Terbuka,
Jakarta.
Selain mengajar, pernah menjabat sebagai Kepala Studio
Konstruksi Bangunan (Tahun 1973-1986), Sekretaris JurusanArsitektur
(1986-1992), Ketua Jurusan Arsitektur (1992-1994) dan Pembantu
Dekan II (Administrasi keuangan) FTSP Universitas Trisakti 1994-1997.
Menjabat sebagai Kepala Laboratorium Teknologi Bangunan di
Jurusan Arsitektur sejak 2003 sampai sekarang.

131
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

132
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

Bloss, W.H. Grundlage der Solarzellen. In: Guenther Lehner


et.al.:Solartechnik, Grundlagen, Anwendungen, Zukunftaussichten.
Verlag TUEV Rheinland, Koeln, 1981.
Guise, David. Design and Techno in Architecture. New York : John
Wiley & Sons,1985.
Humm, Othmar; Toggweiler, Peter, Photovoltaik und Architektur.
Birkhaeuser Verlag, Basel,1993.
Koethe, Hans, Stromversorgung mit Solarzellen. Francis Verlag
GmbH, Muenchen, 1991
Juwana, Jimmy S, Sistem Bangunan Tinggi. Jakarta : Erlangga, 2005.
Laukamp, H. et.al, Die Integration von Solarmodulen in Gebaeude.
In: Working Document. International Workshop Mounting
Technologies for Building Integrated PV-Modules, 1992.
Laukamp, H, Photovoltaik an Gebaeuden. In: Photovoltaik-Anlagen.
Begleitsbuch zum Seminar Photovoltaik-Anlagen. Osbayerisches
Technologie-Transfer-Institut e.V. (OTTI), Regensburg, 1994.
Merrit, Prederick, Building Engineering and Sytem Design. Van
Nostrand Reinhold Company, 1979

125
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

Mc Guiness, William J.; Stein, Benjamin, Mechanical and Electrical


Equipment for Building Fifth Edition. New York: John Willey &
Son, 1985.
Parloar, RP, Building Services, Engineer for Architects. Australia :
Integral Publishing, 1994.
Purbo, Hartono, Utilitas Bangunan. Yogyakarta: Djambatan, 1995
Satwiko, Prasasto, Fisika Bangunan 1. Yogyakarta: Penerbit Andi,
2004
Satwiko, Prasasto, Fisika Bangunan 2. Yogyakarta: Penerbit Andi,
2004
Sediadi/Institut IB Hanover, Die Aktive Sonnenenergienutzung in
Jakarta, Indonesien. Institut Industrialisierung des Bauens,
Hannover (Disertasi), 1996.
SmartSolarFab, SmartSolarFab® in Alzenau, Germany, 2008
SNI (Standar Nasional Indonesia) 03-6573-2001. Tata Cara
Perancangan Transportasi Vertikal dalam Gedung. Bandung :
Yayasan LPMB Departemen Pekerjaan Umum
Soegijanto, R.M, Total Solar Insolation Jakarta, In Procedings Seminar
Kebijaksanaan Konservasi Energi Pada Bangunan Gedung.
Jakarta, 1989.
SolarThinFilms Inc. 2007. http://www.solarthinfilms.com
Stein, Benjamin, Mechanical and Electrical for Building. New York :
Mc Grow Hill, 1973.
Strakosch, George R, Vertical Transportation, Elevator & Escalator.
New York: John Willey & Son, 1967.
Suntech, Just Roof, Building Integrated PV Roofing System. MSK
Solar Buildings. Suntech Power Co. Ltd. www.msk.ne.jp, 2008.

126
DAFTAR PUSTAKA

Tanggoro, Dwi; Sukardi, Kuntjoro; Somaatmadja, A Sadili, Struktur


Bangunan Tinggi dan Bentang Lebar. Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia (UIP), 2006.
Weik, H.; Engelhorn, H, Waerme Und Strom Aus Sonnenenergie.
SET GmbH, Altlussheim, 1989.

127
PEDOMAN PERANCANGAN UTILITAS PADA BANGUNAN I

128

Anda mungkin juga menyukai