Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH EKONOMI MONETER SYARIAH

INSTRUMEN KEBIJAKAN MONETER SYARIAH DI NEGARA ARAB SAUDI


Paper ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Moneter Syariah
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Mohammad Nur Rianto Al Arif, M.Si.

Disusun Oleh:

Kelompok 1

1. Naila Nazhirah 11210860000021

2. M. Qayyum Mutholib 11210860000047

3. Rahmah Fitri Emiati 11210860000052

4. Ruli Hafi Pratama 11210860000055

5. M. Rayhan Khafiz 11210860000126

5C – Ekonomi Syariah

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Swt. yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan paper
dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Moneter Syariah yang
berjudul “Instrumen Kebijakan Moneter Syariah Di Negara Arab Saudi ” ini tepat
pada waktunya.
Laporan ini telah kami susun dengan maksimal dan menurut referensi dari
beberapa website, buku, maupun jurnal yang telah kami baca, sehingga dapat
memperlancar serta mendukung proses pembuatan laporan. Untuk itu, kami
menyampaikan banyak terima kasih atas bimbingan dosen Ekonomi Moneter
Syariah dalam pembuatan paper ini. Terlepas dari itu semua, kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasa.
Kami menyadari bahwa di dalam laporan ini masih banyak kekurangan,
dengan tangan terbuka kami menerima kritik dan saran agar kami dapat
memperbaiki paper ini supaya lebih baik dan dapat berguna dengan sebaik
mungkin. Akhir kata kami berharap semoga paper tentang “Instrumen Kebijakan
Moneter Syariah Di Negara Arab Saudi ” ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

Tangerang, 04 November 2023

Tim Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 1


DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2
A. Pendahuluan ..................................................................................................... 3
B. Instrumen Kebijakan Moneter Syariah di Negara Arab Saudi ...................... 4
C. Analisis Kritis Terhadap Instrumen Moneter Syariah di Arab Saudi .......... 10
D. Perbandingan dengan Instrumen Moneter Syariah di Indonesia ................... 16
E. Simpulan ........................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23

2
A. Pendahuluan
Kebijakan moneter merupakan peraturan dan ketentuan yang dikeluarkan
oleh otoritas moneter yang memiliki peran penting dalam mengelola
perekonomian suatu negara. Kebijakan tersebut untuk mengontrol uang yang
beredar, inflasi, stabilitas ekonomi suatu negara, serta memiliki dampak yang
signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dicapai dengan
beberapa cara, seperti perubahan suku bunga, operasi pasar terbuka, serta
amandemen cadangan aset dan simpanan tertentu. Dalam pelaksanaanya,
strategi kebijakan moneter dilakukan berbeda-beda disetiap negara, sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai dan mekanisme transaksi yang berlaku pada
perekonomian negara tersebut.
Dalam beberapa tahun terakhir, instrumen kebijakan moneter syariah
semakin mendapatkan perhatian di negara-negara dengan mayoritas penduduk
Muslim, terutama di Timur Tengah yang memiliki ekonomi yang besar dan
kompleks, di mana Islam memiliki pengaruh yang kuat dalam kehidupan
sehari-hari. Salah satu negara yang memiliki pengaruh kuat dalam
pengembangan instrumen kebijakan moneter syariah adalah Arab Saudi . Arab
Saudi tidak hanya berperan penting dalam dunia Islam, tetapi juga memiliki
perekonomian yang signifikan. Dengan kekayaan alam yang berlimpah dan
pasar keuangan yang berkembang pesat, Arab Saudi juga memiliki peluang
dan tantangan dalam mengembangkan instrumen kebijakan moneter di
berbagai sektor agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Tugas ini bertujuan untuk memberikan pemahaman serta wawasan baru
terhadap pembaca mengenai instrumen kebijakan moneter syariah di Negara
Arab Saudi , serta bagaimana perbandingannya dengan instrumen kebijakan
moneter syariah yang telah diterapkan di Indonesia. Melalui tugas ini, kami
berharap dapat memberikan kontribusi penting tentang peran instrumen
kebijakan moneter syariah di negara Arab Saudi dan bagaimana mereka dapat
menjadi model inspiratif untuk negara-negara lain dalam pengembangan
sistem keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

3
B. Instrumen Kebijakan Moneter Syariah di Negara Arab Saudi
Kebijakan moneter di Arab Saudi dilaksanakan oleh Badan Moneter
Arab Saudi (SAMA) dan terutama didasarkan pada kebijakan nilai tukar tetap
mata uang. Bank Sentral Saudi Arabian Monetary Authority (SAMA) adalah
Bank Sentral Arab Saudi yang mengatur kebijakan moneter negara secara
keseluruhan. SAMA memiliki banyak fungsi yakni mencakup stabilisasi nilai
mata uang dalam lingkungan keterbukaan sehubungan dengan transaksi
pertukaran dan arus modal menerbitkan mata uang nasional, Riyal Saudi,
mengawasi bank-bank komersial, mengelola cadangan devisa, dan memastikan
pertumbuhan dan kesehatan sistem keuangan. Serta mengoperasikan sejumlah
sistem keuangan elektronik lintas bank seperti Saudi Payments Network
(MADA). Bank sentral SAMA menggunakan sejumlah instrumen kebijakan
moneter untuk tujuan ini, termasuk menetapkan suku bunga untuk bank
komersial, yang dijaga agar tetap mendekati nilai tukar dolar, pengelolaan aset
luar negeri, dan pengenalan surat berharga pemerintah jangka pendek dan
menengah.
Karena Arab Saudi merupakan negara dengan perekonomian berbasis
minyak, kebijakan moneter tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap
nilai tambah yang diciptakan oleh sektor minyak. Selain itu, karena sebagian
kegiatan non-minyak didanai oleh pemerintah, yang sumber dayanya sebagian
besar berasal dari pendapatan ekspor minyak, maka tindakan SAMA tidak
dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap bagian kegiatan ini. Oleh
karena itu, kita harus membedakan antara kekayaan yang diciptakan oleh
aktivitas minyak dan kekayaan yang diciptakan oleh aktivitas non-minyak.
SAMA telah menerapkan kebijakan moneter yang bertujuan untuk
mencapai stabilitas harga, mendukung berbagai sektor perekonomian sejalan
dengan perkembangan perekonomian domestik dan internasional , dan
membantu bank-bank domestik dalam menjalankan peran pembiayaannya
dalam perekonomian domestik Arab Saudi menggunakan berbagai instrumen
kebijakan moneter untuk mengatur suplai uang dan menjaga stabilitas mata

4
uang. Beberapa instrumen kebijakan moneter yang umum digunakan oleh Bank
Sentral Saudi Arabian Monetary Authority (SAMA) meliputi:
1. Kebijakan Cadangan Minimum (Minimum Reverse Policy)
a. Reverse REPO
Sebagai kelanjutan dari upayanya menjaga stabilitas moneter,
SAMA memutuskan untuk mempertahankan tingkat Reverse REPO
sebesar 0,50 persen dan tingkat repo sebesar 1,0 persen pada kuartal
kedua tahun 2021. Rata-rata transaksi REPO harian SAMA
mencapai SAR 396,4 juta pada kuartal kedua tahun 2021
dibandingkan SAR 0,19 juta pada kuartal satu tahun 2021. Rata-rata
transaksi Reverse REPO harian mencapai SAR 74,7 miliar pada Q2
2021 dibandingkan dengan SAR 101,6 miliar pada Q1 2021. Rasio
cadangan kas dipertahankan pada 7,0 persen untuk giro dan 4,0
persen untuk deposito berjangka dan tabungan.
b. Cash Reverse Ratio (CRR)
Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Pengendalian
Perbankan, bank diwajibkan untuk menyimpan persentase simpanan
nasabahnya di SAMA sebagai cadangan kas yang telah ditentukan.
Ini merupakan prinsip yang dirancang sebagai langkah kebijakan
moneter dan untuk memastikan bahwa bank memiliki likuiditas
yang cukup untuk menutupi simpanan nasabahnya. Cash Reverse
Ratio (CRR) adalah instrumen kebijakan likuiditas yang paling kuat
yang tersedia untuk SAMA. Namun, hal ini hanya diterapkan untuk
menerapkan perubahan struktural dalam likuiditas bank
(pengendalian penciptaan kredit) dan bukan untuk melakukan
penyesuaian likuiditas jangka pendek. Perubahan pada rasio
cadangan minimum sering kali menghasilkan efek yang cukup
besar, dan tidak selalu diinginkan. SAMA terakhir kali
menyesuaikan cadangan ini (dari 12% menjadi 7% pada kewajiban
giro, dan 2% pada tabungan/deposito tidak berubah) pada bulan
Februari 1980. Persyaratan cadangan yang lebih rendah berdampak

5
pada suntikan cadangan permanen ke dalam sistem perbankan yang
pada saat itu mengalami ketidakseimbangan antara sumber dan
penggunaan dana akibat kuatnya aktivitas ekonomi dan
melonjaknya permintaan kredit pada tahun 1970an. Persyaratan
cadangan dikenakan pada kewajiban kepada non-bank dan lembaga
keuangan. Transaksi antar bank di pasar domestik bebas dari
persyaratan cadangan. Simpanan riyal bank luar negeri pada bank
domestik tunduk pada persyaratan cadangan. Persyaratan cadangan
telah kehilangan efektivitasnya dalam mengarahkan likuiditas dan
kebijakan moneter.
c. Statutory Liquidity Ratio (SLR)
Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Pengendalian
Perbankan, bank diwajibkan untuk memelihara jumlah minimum
likuiditas tertentu sebesar 20% dari kewajiban permintaan dan
jangka waktu (dikenal sebagai rasio likuiditas menurut undang-
undang). Sebagai akibat dari penerapan rasio cadangan, likuiditas
bebas yang tersedia bagi bank untuk pemberian pinjaman adalah
selisih antara total simpanan dan total jumlah yang membentuk rasio
cadangan kas dan rasio likuiditas.

2. Operasi Pasar Terbuka


Operasi pasar terbuka melibatkan masuknya bank sentral SAMA
(Kebanyakan surat berharga pemerintah) di pasar uang, dengan tujuan
mempengaruhi likuiditas pasar uang. Mengingat larangan riba dalam
sistem Islam, Bank sentral bisa Investasi pemerintah yang diterbitkan
oleh negara, berupa sukuk syariah dan sertifikat transaksi jual beli.
Bertujuan untuk menyerap kelebihan uang tunai di pasar, atau melibatkan
masyarakat dalam berbagai proyek pembangunan dan produksi, atau
untuk membiayai pengeluaran darurat yang melebihi kapasitas.
Pasar obligasi memberikan instrumen kebijakan tambahan kepada
SAMA dalam bentuk operasi pasar terbuka. Operasi pasar terbuka adalah

6
instrumen pengendalian kredit yang fleksibel dimana bank sentral, atas
inisiatifnya sendiri, mengubah posisi likuiditas bank dengan melakukan
transaksi langsung di pasar dibandingkan menggunakan pengaruhnya
secara tidak langsung dengan memvariasikan biaya kreditnya. Badan
Moneter Arab Saudi ingin mengurangi likuiditas bank-bank komersial,
maka mereka akan menerbitkan obligasi senilai jumlah yang ingin ditarik
dari bank-bank komersial, dan bank komersial akan mengajukan
penawaran dengan sejumlah harga.
Kesuksesan operasi pasar terbuka bergantung pada kepemilikan
sekuritas oleh bank sentral serta ukuran dan kedalaman pasar. Di Arab
Saudi, pasar obligasi sedang dalam tahap awal pembentukan. Hampir
seluruh hutang publik dipegang oleh beberapa institusi dan bank. Hal ini
memberikan dampak negatif pada SAMA dalam skala besar karena hal
ini akan terlalu mengganggu harga sekuritas. Selain itu, risiko bagi
SAMA dalam melakukan transaksi pasar sekunder pada tahap ini adalah
memperoleh dan mengakumulasi utang pemerintah dalam jangka waktu
yang lama.

3. Foreign Exchanges Swaps


Transaksi swap valuta asing bertujuan untuk mempengaruhi aliran
modal, sehingga mengurangi gangguan terhadap kebijakan moneter yang
timbul dari pasar valuta asing. Sejauh ini signifikansinya terhadap
kebijakan pasar uang, swap valuta asing dapat dianalogikan dengan
transaksi pembelian kembali surat berharga. Swap lebih fleksibel dalam
hal jangka waktu dan volume yang dapat diperdagangkan dalam satu
transaksi. Operasi bantuan yang dapat dibalik untuk menguras kelebihan
likuiditas dapat dengan mudah dilaksanakan. Swap mata uang asing,
yang dilakukan pada harga pasar yang berlaku, mempengaruhi likuiditas
sistem tetapi umumnya tidak memberikan pengaruh langsung terhadap
nilai tukar. Swap banyak digunakan untuk menyediakan likuiditas
darurat pada sistem perbankan selama krisis. Swap valuta asing antar

7
bank secara aktif diperdagangkan untuk jangka waktu hingga satu tahun,
terutama untuk manajemen likuiditas dan terkadang digunakan untuk
spekulasi mata uang.

4. Penempatan Dana Publik (Placement of Public Funds)


Sebagai bagian dari operasi pasar uang, SAMA menerapkan
kebijakannya dalam menggunakan dana lembaga pemerintah yang
dimilikinya untuk ditempatkan pada bank. Penempatan dana publik
tersebut sepenuhnya merupakan kebijakan SAMA dan melengkapi
instrumen utama untuk menyempurnakan likuiditas sehari-hari (REPO
dan swap valuta asing). Namun pada dasarnya, penempatan dana harus
dilihat sebagai penyediaan dukungan likuiditas jangka panjang (gross
atau rough-tuning). Hal ini dilakukan dengan menempatkan simpanan
pada bank domestik atas nama lembaga pemerintah otonom atau dana
intervensi, dibandingkan dengan pembelian langsung surat utang negara
di pasar negara maju. Operasi semacam ini menyediakan likuiditas dalam
jangka waktu yang lebih lama dibandingkan transaksi REPO reguler
sebagai respons terhadap pola likuiditas yang dapat diprediksi (seperti
fluktuasi musiman). Dana ini juga dapat digunakan untuk memberikan
pinjaman kepada bank-bank yang sedang mengalami krisis atau
semacamnya.

5. Suku Bunga
SAMA dapat mengubah suku bunga acuan untuk mempengaruhi
tingkat suku bunga di pasar keuangan. Peningkatan suku bunga dapat
membantu mengendalikan inflasi, sementara penurunan suku bunga
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Untuk meningkatkan efisiensi bank dalam mengelola
likuiditasnya, SAMA terus mempertahankan batas langganan mingguan
surat utang negara untuk bank domestik sebesar SAR 10,0 miliar pada
Q2 2021. Rata-rata suku bunga penawaran antar bank Saudi (SAIBOR)

8
tiga bulan turun menjadi 0,7937 persen pada kuartal kedua tahun 2021.
Perbedaan bunga tiga bulan antara deposito riyal (SAIBOR) dan dolar
(LIBOR) adalah 64 basis poin yang lebih menguntungkan riyal pada
kuartal kedua.

6. Kebijakan Nilai Tukar


Target stabilisasi nilai tukar menjadi bagian dari instrumen
kebijakan moneter Saudi Arabian Monetary Authority melalui
pertukaran mata uang asing dan sesekali melalui intervensi mata uang
asing. Arab Saudi menerapkan kebijakan pegged exchange rate Saudi
riyal terhadap dolar AS sejak tahun 1981. Kebijakan ini memberikan
kredibilitas pada kebijakan moneter dan stabilitas perdagangan serta
aliran pendapatan dan aset keuangan. Meskipun demikian, hal ini juga
menunjukkan bahwa Arab Saudi juga memiliki fleksibilitas yang cukup
terbatas dalam menjalankan kebijakan moneternya karena suku bunga
kebijakan jangka pendeknya mengikuti kondisi suku bunga federal
Reverse Amerika Serikat. Dengan tidak adanya kebijakan suku bunga
independen, otoritas moneter menggunakan campuran kebijakan fiskal,
operasi manajemen likuiditas, dan peraturan makroprudensial dalam
mempengaruhi kegiatan ekonomi dan mengelola sektor keuangan.
Di Arab Saudi, nilai tukar menjadi pusat kebijakan moneter.
Intervensi bank sentral di bawah rezim nilai tukar tetap dipengaruhi oleh
dua faktor yaitu tingkat arus keluar dan tingkat perbedaan suku bunga
dolar/riyal. Oleh karena itu, sasaran bank sentral berfokus pada stabilitas
harga internal dan pertimbangan neraca pembayaran. Di Arab Saudi,
nilai tukar memiliki peran yang sangat penting dalam kebijakan moneter.
Target stabilisasi nilai tukar menjadi strategi kebijakan moneter untuk
mencapai sasaran akhir kebijakan moneter. Intervensi bank sentral di
bawah kebijakan nilai tukar fixed exchange rate dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu tingkat foreign exchange outflow dan tingkat perbedaan suku
bunga dolar terhadap riyal. Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya

9
bahwa Arab Saudi memiliki rezim kebijakan pegged exchange rate dan
kebijakan moneter yang diarahkan melalui penargetan nilai tukar dan
stabilitas keuangan. Dalam transaksi jual-beli dolar kepada bank
komersial di Arab Saudi, Saudi Arabian Monetary Authority melakukan
intervensi di pasar spot dolar AS/Saudi Riyal serta forward jika
diperlukan untuk menstabilkan kondisi pasar uang yang tidak stabil
akibat adanya aktivitas spekulatif.
Strategi kebijakan ini tentu memiliki berbagai kelebihan seperti
menjaga kepercayaan investor terhadap mata uang, sehingga dapat
mendorong tabungan dan investasi domestik dan memperkecil capital
outflow. Selain itu, kelebihan penargetan nilai tukar dengan sistem
pegged exchange rate dapat mengurangi tekanan inflasi yang terkait
dengan devaluasi. Di sisi lain, penerapan strategi kebijakan pegged
exchange rate tidak menciptakan penerapan kebijakan moneter yang
independen karena sangat erat kaitannya dengan kondisi eksternal. Nilai
tukar tidak dapat digunakan untuk menyesuaikan shocks dan
ketidakseimbangan internal. Selain itu, pegged exchange rate dapat
dimanfaatkan bagi pelaku yang melakukan spekulasi.

C. Analisis Kritis Terhadap Instrumen Moneter Syariah di Arab Saudi


Dari penjelasan diatas mengenai kebijakan moneter di Negara Arab
Saudi dapat disimpulkan bahwa negara Arab Saudi menggunakan banyak
kebijakan moneter Ekspansif dibanding kebijakan moneter kontraktif.
Kebijakan moneter ekspansif adalah kebijakan yang bertujuan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi. Kebijakan moneter Arab Saudi juga erat
berkaitan dengan kebijakan nilai tukar tetapnya. Kebijakan nilai tukar ini
bertujuan untuk menstabilkan nilai tukar harapan dan menjaga stabilitas inflasi
pada tingkat yang rendah. Selain itu, menurut penelitian dari (Al- jasser &
Banafe, 2008) kebijakan moneter di Arab Saudi dipengaruhi oleh harga
minyak yang diproduksinya.
Keberhasilan negara Arab Saudi dalam menerapkan kebijakan moneter

10
yang bersifat ekpansif cukup signifikan. Terbukti dalam beberapa tahun
kebelakang, Arab Saudi mampu mendorong pertumbuhan ekonomi secara
masif. Akan tetapi, terdapat beberapa hal yang harus dievaluasi atau dianalisis
kritis terhadap kebijakan moneter negara Arab Saudi yang diteliti oleh
pemakalah antara lain sebagai berikut:
1. Dalam data BTI (Bertelsmann Transformation Index)

Arab Saudi cukup mampu mengendalikan inflasinya dari tahun 2018-


2019. Tidak pernah mencapai angka 3%, tetapi pada tahun 2020 sejak
wabah covid-19 melanda, negara Arab Saudi tidak mampu
mengandalikan kenaikan inflasi bahkan sampai sekarang belum stabil.
Sejalan dengan hal tersebut, negara Arab Saudi perlu meninjau ulang
mengenai kebijakan ekonominya. Karena menurut pemakalah, negara
Arab Saudi tidak hanya berfokus kepada percepatan pertumbuhan
ekonomi tetapi harus memperhatikan resiko dalam menerapkan
kebijakan moneter yang ekspansif.
2. Kebijakan negara Arab Saudi dipengaruhi oleh harga minyak bumi yang
di produksinya, hal ini dikarenakan negara Arab Saudi merupakan
pemasok utama minyak bumi di skala global.

11
Dalam data IMF (International Monetary Fund) atau bisa disebut data
moneter Internasional, tercatat bahwa minyak bumi menyumbang sekitar
85% bahkan hampir 90% pendapatan dari ekspor terdiri dari 40% dari
keseluruhan PDB. Hal ini menunjukkan bahwa Arab Saudi bergantung
pada harga minyak produksinya, yang berarti akan menjadi ancaman
untuk Arab Saudi ketika harga minyak bumi turun drastis maka akan
membuat perekonomian dari Arab Saudi juga ikut menurun karena
ketergantungan akan minyak yang diproduksinya.

Terbukti pada saat harga minyak bumi turun pada Tahun 2016
pertumbuhan negara Arab Saudi berkurang bahkan hanya dipatok pada
rata-rata 1,2%, terendah dalam tujuh tahun terakhir. Hal ini tentu
membuat Arab Saudi harus membuat kebijakan lain dalam hal mengelola

12
minyak yang diproduksinya, seperti kebijakan Arab Saudi yang harus
mempertahankan pangsa pasar minyaknya, diversifikasi ekonomi untuk
mengurangi untuk mengatur cadangan minyak bumi di Arab Saudi.
3. Kebijakan nilai tukar tetap yang dilakukan oleh negara Arab Saudi
berhasil membuat peningkatan stabilitas nilai tukar Riyal terhadap dolar
AS, terbukti pada tahun 2023 ini Arab Saudi menetapkan nilai tukar tetap
pada tingkat 3.75 SAR per dolar AS. Hal ini menunjukkan keberhasilan
Arab Saudi dalam menetapkan kebijakan moneter tersebut, dalam jangka
panjang patokan tersebut harus selalu ditinjau ulang secara berkala untuk
memastikan tetap sesuai. Selain itu, pemerintah juga harus mendukung
kebijakan ini dengan menentukan nilai tukar yang tak semata-mata dan
tidak didasarkan pada pemikiran emosional tetapi didasarkan untuk
kepentingan strategis nasional.

4.
Sejalan dengan penurunan harga minyak pada tahun 2016, Arab Saudi
mencetuskan kebijakan baru yakni VISION 2030. Kebijakan ini
bertujuan untuk memperbaiki dan menjadi solusi dari permasalahan
ekonomi termasuk dalam mencegah kerugian dari harga minyak yang
fluktuatif. Kebijakam ini juga berfokus kedalam tiga tema yaitu
masyarakat yang dinamis, pengembangan ekonomi, dan yang terakhir
adalah bangsa yang memiliki ambisi. Menurut peneliti, hal tersebut harus
terus dilakuakn dan dikelola secara teratur, karena dalam segala
kebijakan yang dibuat pasti akan ada dampaknya baik dari segi positif

13
maupun negatif. Oleh karena itu, sinergi antara pemerintah, bank sentral
serta masyarakat harus tercipta untuk mewujudkan kebijakan VISION
2030.
5. Kebijakan suku bunga yang rendah yang diterapkan oleh negara Arab
Saudi akan berdampak pada pengurangan pendapatan bank, karena
mereka akan memperoleh bunga yang lebih rendah dari pinjaman yang
mereka berikan. Hal ini dapat menyebabkan bank harus mengurangi
biaya operasional atau menaikkan suku bunga deposito untuk
mempertahankan keuntungannya. Selain itu, Suku bunga rendah dapat
membuat investasi jangka panjang menjadi kurang menarik, karena
investor akan lebih memilih untuk berinvestasi pada instrumen yang
menawarkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Oleh karena itu,
kebijakan suku bunga rendah perlu dipertimbangkan dengan hati-hati,
karena memiliki risiko bagi sektor perbankan dan investasi jangka
panjang.
Selanjutnya, terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan yang peneliti
lihat. Diantaranya sebagai berikut:
a. Kelebihan
• Karena kebijakan moneter yang ekspansif ini membuat pertumbuhan
ekonomi negara Arab Saudi terus menaik. Hal ini dikarenakan dalam
kebijakan ekpansif memang bertujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.

14
Bukti nyata dari hal tersebut adalah dalam konferensi G20 yang
diadakan di Indonesia 2022, negara Arab Saudi adalah negara
dengan pertumbuhan paling besar yaitu mencapai 8,6% YoY Pada
kuartal III Tahun 2022. Selain itu, mengingat bahwa negara ini
merupakan ekportir utama minyak.
• Selain itu, negara Arab Saudi berhasil mendukung pertumbuhan
ekonominya dengan kebijakan nilai tukar tetap. Hal ini dibuktikan
dengan stabilnya nilai tukar Riyal saudi terhadap dollar Amerika
yaitu sebesar 3.750 USD/SAR pada tahun 2023 tak jauh dengan
tahun sebelumnya. Hal ini merupakan usaha dari SAMA (Bank
Sentral Arab Saudi) yang berkomitmen untuk menjaga kestabilan
nilai tukar SAR. SAMA telah menggunakan berbagai macam
kebijakan moneter misalnya penjualan dan pembelian valuta asing.
Pada tahun 2020, SAMA juga menurunkan suku bunga acuan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi dan penurunan suku bunga ini
juga membantu memperthankan stabilitas nilai tukar SAR.
b. Kekurangan
• Resiko peningkatan inflasi, ketika kebijakan moneter ekspansif
dilakukan akan menurunkan tingkat suku bunga dan mendorong
permintaan agregat, yang dapat menyebabkan kenaikan harga.
Selain itu, ketika kebijakan ekspansif dilakukan maka bank setral

15
akan memperbanyak uang yang beredar. Hal ini akan menyebabkan
tingkat inflasi semakin tinggi.

Terbukti pada tahun 2020 maningkat hingga 3,4%. Tingkat tersebut


menaik dikarenakan wabah covid-19 yang tahun tahun sebelumnya
tidak pernah mencapai 3%, bahlan sampai saat ini terus meningkat.
• Dalam kebijakan moneter ekpansif juga akan berpotensi
meningkatkan defisit anggaran, karena pemerintah harus
mengeluarkan banyak uang untuk membiayai belanja publik.
Tercatat Arab Saudi pada tahun 2023 ini mengalami kenaikan defisit
anggaran sebesar 10% dari PDB, data ini lebbih tinggi dari defisit
anggaran tahun sebelumnya sebsar 8% dari PDB. Hal ini akan
berdampak pada kenaikan inflasi karena harga-harga akan
cenderung naik, selain itu hal juga akan berdampak pada daya beli
masyarakat yang semakin menurun dan akan berujung pada tingkat
penurunan konsumsi msayarakat.

D. Perbandingan dengan Instrumen Moneter Syariah di Indonesia


Bank Sentral mempraktikkan kebijakan moneter dengan seperangkat alat
langsung dan tidak langsung untuk mengendalikan jumlah uang beredar dan

16
mengatur pergerakan modal antara dalam dan luar untuk mengendalikan inflasi
dan mencapai stabilitas moneter. Menurut Umar Chapra kebijakan moneter
Islam dan konvensional berbeda dalam hal target dan instrumennya. Alternatif
yang mendasar alat kebijakan moneter tradisional, yang efektif dan sesuai
dengan ketentuan Syariah karena tidak berhubungan dengan riba sehingga
tidak ada jaminan nilai nominal atau tingkat pengembalian, dan pada saat yang
sama dapat mencapai tujuan kebijakan moneter dalam hal kemampuannya
mencapai stabilitas dalam perekonomian. Oleh karena itu, kebijakan moneter
berbasis Islam tidak menetapkan suku bunga sebagai target atau sasaran
operasionalnya.
Berikut adalah perbandingan instrumen moneter Arab Saudi dan
Indonesia:
1. Statutory Liquidity Ratio dan Giro Wajib Minimum
Arab Saudi dan Indonesia memiliki instrumen kebijakan moneter
yang berbeda, yaitu Statutory Liquidity Ratio (SLR) di Arab Saudi dan
Giro Wajib Minimum di Indonesia. Meskipun memiliki pengertian yang
berbeda, kedua instrumen ini memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk
mengendalikan likuiditas di pasar keuangan.
Instrumen Statutory Liquidity Ratio mewajibkan bank komersial
untuk menyimpan dana cadangan minimum di Bank Sentral Arab Saudi
tanpa bunga. Dana cadangan ini harus setara dengan 20% dari jumlah
simpanan giro dan simpanan berjangka. Akibatnya, likuiditas bebas yang
tersedia akan berkurang, yang dapat berdampak pada struktur pinjaman,
baik jangka pendek maupun jangka panjang. Giro Wajib Minimum atau
biasa dinamakan juga statutory reserve requirement, adalah simpanan
minimum bank-bank umum dalam bentuk giro pada BI yang besarnya
ditetapkan oleh BI berdasarkan Persentase tertentu dari dana pihak
ketiga. GWM adalah kewajiban bank dalam rangka mendukung
pelaksanaan prinsip kehati-hatian perbankan (Prudential Banking) serta
berperan sebagai instrumen moneter yang berfungsi mengendalikan
jumlah peredaran uang.

17
Mekanisme Statutory Liquidity Ratio

Statutory Liquidity Ratio (SLR) digunakan oleh Bank Sentral Arab


Saudi (SAMA) untuk mengendalikan likuiditas di pasar keuangan. SLR
mewajibkan bank komersial di Arab Saudi untuk menyimpan dana
cadangan minimum di SAMA, tanpa bunga. SAMA dapat mengubah
rasio SLR untuk mengendalikan likuiditas. Jika SAMA ingin
mengurangi likuiditas, maka SAMA dapat menaikkan rasio SLR. Hal ini
akan memaksa bank komersial untuk mengurangi pinjamannya ke sektor
riil, dan menyebabkan suku bunga pinjaman di sektor riil meningkat.
Sebaliknya, jika SAMA ingin meningkatkan likuiditas, maka SAMA
dapat menurunkan rasio SLR. Hal ini akan mendorong bank komersial
untuk meningkatkan pinjamannya ke sektor riil, dan menyebabkan suku
bunga pinjaman di sektor riil menurun.

Mekanisme Giro Wajib Minimum atau Statutory Reserve


Requirement

Adapun Giro Wajib Minimum (GWM) pada bank syariah ditetapkan


sesuai dengan ketetapan BI dan Imbauan Moral (Moral Suassion) untuk
perbankan syariah kurang lebih memiliki pengertian yang sama dengan
yang dilakukan BI terhadap perbankan konvensional. Besaran GWM
adalah 5% dari dana pihak ketiga yang berbentuk IDR (rupiah) dan 3%
dari dana pihak ketiga yang berbentuk mata uang asing. Jumlah tersebut
dihitung dari rata-rata harian dalam satu masa laporan untuk periode
masa laporan sebelumnya. Sedangkan dana pihak ketiga yang dimaksud
adalah sebagai berikut:

1) Giro wadiah;
2) Tabungan mudharabah;
3) Deposito investasi mudharabah; dan
4) Kewajiban lainnya.

18
Dana Pihak Ketiga dalam IDR tidak termasuk dana yang diterima oleh
bank dari Bank Indonesia dan BPR. Sedangkan Dana Pihak Ketiga dalam
mata uang asing meliputi kewajiban kepada pihak ketiga, termasuk bank
dan Bank Indonesia yang terdiri atas:

1) Giro wadiah;
2) Deposito investasi mudharabah; dan
3) Kewajiban lainnya.

BI mengenakan denda terhadap kesalahan dan keterlambatan


penyampaian laporan mingguan yang digunakan untuk menentukan
GWM. Bank yang melakukan pelanggaran juga terkena sanksi.

2. Reverse REPO

Reverse REPO adalah transaksi jual beli surat berharga antara


Bank Indonesia dan Peserta OPT, di mana Bank Indonesia menjual surat
berharga kepada Peserta OPT dengan kewajiban membeli kembali surat
berharga tersebut dari Peserta OPT pada harga dan jangka waktu yang
disepakati. Untuk meningkatkan ketersediaan alternatif pengelolaan
likuiditas di pasar keuangan, diperlukan penambahan mekanisme
transaksi surat berharga syariah. Mekanisme transaksi ini dapat berupa
repurchase agreement (REPO) syariah. Reverse REPO Surat Berharga
Syariah Negara yang selanjutnya disingkat RR-SBSN, ataudapat disebut
Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan
berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan
terhadap aset SBSN dalam mata uang Rupiah. Transaksi REPO syariah
hanya dapat menggunakan surat berharga syariah yang diterbitkan oleh
Bank Sentral, pemerintah, atau korporasi. Transaksi Reverse REPO di
Saudi Arabia dan Indonesia memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk
mengatur likuiditas di sistem perbankan. Transaksi ini dapat digunakan
untuk menambah likuiditas atau mengurangi likuiditas, tergantung pada
kebutuhan.

19
Mekanisme Reverse REPO Saudi Arabia
Bank Sentral Arab Saudi (SAMA) menggunakan REPO untuk
mengatur likuiditas bank dan cadangan bank. Reverse REPO memiliki
suku bunga yang lebih rendah daripada REPO. Bank domestik dapat
menggunakan REPO untuk memenuhi kebutuhan likuiditas dan
memfasilitasi operasi pembuatan pasar sekunder. Bank tidak dapat
menggunakan hasil REPO untuk membeli dolar dari SAMA dan tidak
dapat menggunakan REPO untuk mendanai aset jangka panjang.
Bank di Arab Saudi dapat menyimpan kelebihan dana mereka di
Bank Sentral Arab Saudi (SAMA) untuk jangka waktu yang pendek
dengan suku bunga yang lebih rendah daripada suku bunga pasar.
Mekanisme ini disebut reverse REPO. Reverse REPO merupakan
instrumen yang dapat digunakan untuk mengatur likuiditas di sistem
perbankan.
Mekanisme Reverse REPO Indonesia
Transaksi reverse repo adalah transaksi pembelian surat berharga oleh
peserta OPT Syariah dari Bank Indonesia dengan kewajiban penjualan
kembali oleh peserta OPT Syariah sesuai dengan harga dan jangka waktu
yang disepakati. Surat berharga yang memenuhi prinsip syariah di
antaranya adalah SBSN, SukBI dan surat berharga lain yang memiliki
kualitas tinggi dan mudah dicairkan yang memenuhi prinsip syariah yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia dapat melakukan
reverse repo SBSN sebagai salah satu instrumen moneter dalam OPT
syariah. Transaksi ini dilakukan dalam rangka pengurangan likuiditas
bank atau saat diterapkannya kebijakan kontraksi moneter. Transaksi
reverse repo OPT syariah dapat dilakukan dengan menggunakan SBSN
Jangka Panjang dan SBSN Jangka Pendek dengan jangka waktu 1-12
bulan yang dilakukan melalui mekanisme lelang melalui BI-SSSS
dengan metode fixed rate tender dan variable rate tender. Transaksi
reverse repo SBSN dilakukan menggunakan akad al-bai' atau akad jual

20
beli yang disertai dengan al wa'ad atau janji oleh bank umum syariah.

3. Operasi Pasar Terbuka


Tujuan Operasi Pasar Terbuka adalah untuk mempengaruhi
kondisi likuiditas pasar uang. OPT menjadi instrumen kebijakan yang
sering digunakan oleh otoritas moneter karena memiliki beberapa
keunggulan, yaitu berorientasi pasar, keterlibatan bank dan pialang
bersifat tidak mengikat, arah kebijakan mudah ditangkap oleh pasar, dan
tidak membebankan pajak pada bank. Operasi Pasar Terbuka meliputi
tindakan menjual dan membeli surat-surat berharga oleh bank sentral.
Mekanisme Operasi Pasar Terbuka Arab Saudi dengan Indonesia
Sebenarnya mekanisme operasi pasar terbuka di negara Arab Saudi
dengan negara indonesia tidak berbeda jauh karena pada dasarnya
kebijakan operasi pasar terbuka dilakukan oleh bank sentral untuk
mempengaruhi jumlah uang beredar di pasar. Kebijakan ini dilakukan
dengan membeli atau menjual surat berharga pemerintah di pasar
terbuka. Berikut adalah beberapa perbedaan dari kebijakan operasi pasar
terbuka dari negara Arab Saudi dengan Indonesia. Berikut beberapa
instrumen yang digunakan dalam Operasi Pasar Terbuka di Indonesia,
yaitu: Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sertifikat Bank Indonesia Syariah
(SBIS), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), Reverse Repo, Sertifikat
Bank Syariah Negara (RR-SBSN), Sertifikat Deposito, Commercial
Paper, Call Money , Wesel dan Promes, Repurchase Agreement, Bill of
Exchange, Banker’s acceptance.
Aspek Arab Saudi Indonesia
Tujuan Inflasi dan pertumbuhan Inflasi, pertumbuhan
ekonomi ekonomi dan stabilitas
nilai tukar
Penyelenggara SAMA (Bank Sentral BI ( Bank Indonesia)
Arab Saudi )

21
Instrumen Sukuk dan REPO REPO
Frekuensi Setiap Minggu Setiap Bulan
Volume Besar Sedang

E. Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa Arab Saudi telah mampu menjadi negara dengan nilai mata uang yang
stabil di dunia, karena Arab Saudi menerapkan kebijakan moneter yang terbuka
tanpa pembatasan. Hal tersebut dapat diketahui dengan tercapainya stabilitas
perekonomian serta terjaganya nilai tukar mata uang Saudi Riyal. Jika
dibandingkan dengan kebijakan moneter di Indonesia, maka dapat diartikan
bahwa setiap kebijakan-kebijakan moneter yang diterapkan di sebuah Negara
pasti memiliki sebuah keuanggulan dan kekurangan tergantung pada kondisi
perekonomian negara dan bank sentralnya juga tergantung pada kondisi
internasional. Sejalan dengan hal itu sebuah negara harus menyiapkan strategi
cadangan untuk mengatasi masalah yang ada ketika kebijakan moneternya
berdampak negatif pada negaranya sediri.

22
DAFTAR PUSTAKA

https://accounting.binus.ac.id/2022/11/21/kebijakan-moneter-di-negara-negara-
anggota-gulf-cooperation-council/
https://www.bi.go.id/id/statistik/metadata/seki/Documents/7_Operasi_Moneter_D
PM-SEKI_Rev_2016%20(Indonesia)%20new.pdf
https://bti-project.org/en/reports/country-report/SAU
A Ramady, M (2005). The Saudi Arabian Economy: policies, achievements, and
challenges. 79-108.
Ajuna, L. H. (2017). Kebijakan Moneter Syariah. Jurnal Al-Buhuts Volume. 13,
Nomor 1, 104-117.
Al-Jasser M, & Banafe A (2005). Monetary policy instruments and procedures in
Saudi Arabia. Journals SSRN Electronic Journal, 212-215.
Amar, A. B., Hachicha, N., & Saadallah, R. (2015). The Effectiveness of Monetary
Policy Transmission Channels in the Presence of Islamic Banks: The Case
of Saudi Arabia. INTERNATIONAL JOURNAL OF BUSINESS, 237-260.
Bayuni, E. M., & Srisusilawati, P. (2018). KONTRIBUSI INSTRUMEN
MONETER SYARIAH TERHADAP PENGENDALIAN INFLASI DI
INDONESIA. Amwaluna: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah Vol. 2

23
No. 1 , 19-33.
Dzarivauri, R. (2023). REFORMASI KEBIJAKAN ARAB SAUDI: VISION 2030
DAN IMPLIKASINYA PADA SEKTOR PEREKONOMIAN. JURNAL
ANALISIS SOSIAL POLITIK VOLUME 7 NO. 1, 25-35.
Hardi, E. A. (2020). UANG FIAT DAN OPERASI PASAR TERBUKA:
TINJAUAN EKONOMI ISLAM. Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah
Al-Intaj Vol. VI No. 1, 21-35.
Hiya, N., & Siregar, S. (2022). Studi Literatur Kebijakan Moneter Islam Tanpa
Bunga. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 8(01), 868-875.
Jawadi, F., & Ftiti, Z. (2019). Oil price collapse and challenges to economic
transformation of Saudi Arabia: A time-series analysis. Energy Economics
Volume 80, 12-19. From ScienceDirect:
https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S014098831830485
7
Lone, F. A., & Alshehri, S. (2015). Growth and Potential of Islamic Banking in
GCC: The Saudi Arabia Experience. Journal of Islamic Banking and
Finance, Vol. 3 (1), 35-43.
Mati, A., & Rehman, S. (2023, September 28). Saudi Arabia's Economy Grows as
it Diversifies. From International Monetary Fund:
https://www.imf.org/en/News/Articles/2023/09/28/cf-saudi-arabias-
economy-grows-as-it-diversifies
Medani, A. M. (2020). Using the Islamic Financial Engineering in Design and
Innovation a Government Sukuk of the Saudi Arabian Monetary Agency
(SAMA) for Liquidity Management. 31-55.
(2021). Monetary and Banking Developments Second Quarter. Research and
International Affairs Deputyship SAMA Saudi Central Bank.
Saudi Arabia’s Oil Dependence: Challenges Ahead. (2016, ApriL). From Italian
Institute For Internasional Political Studies:
https://www.ispionline.it/en/publication/saudi-arabias-oil-dependence-
challenges-ahead-14997
Sukamto, & Aisah, S. (2021). Relevansi Konsep Moneter Islam M Umar Chapra

24
dengan Kebikakan Moneter di Indonesia. Malia: Jurnal Ekonomi Islam,
165-180.
Tidjani, S. (2015). PERBANKAN ISLAM ARAB SAUDI: KEMAJUAN YANG
TERTINGGAL. Jurnal CMES Vol 8, No 1, 18-29.

25

Anda mungkin juga menyukai