Anda di halaman 1dari 3

Negara Yahudi

Gagasan tentang negara Israel muncul di Eropa pada abad ke 18. Itu merupakan reaksi terhadap
sentimen anti-Yahudi yang luas, lama, dan mendalam di sana.
Sentimen anti-Yahudi itu mendorong Theodhor Herzl, seorang Yahudi kelahiran Austria,
mendirikan Gerakan Zionis pada 1897. Kaum Zionis mulai menggagas sebuah negara sendiri.
Menurut Herzl, bangsa Yahudi hanya akan survive jika meilki negeri sendiri, yakni Negara
Yahudi.
Pada awalnya, Herzl dan para tokoh Zionis berpikir Negara Yahudi bisa didirikan di belantara
Afrika (Rhodesia/Zimbabwe) atau di belantara Amerika Latin (Amazon). Mereka berharap
diaspora Yahudi yang terserak di seluruh dunia bisa berpindah ke situ.
Gagasan negara Yahudi di Afrika/Amerika Latin tak laku. Rencana diubah: Palestina belakangan
dipilih karenaada bonus dalih agama (Tanah yang dijanjikan dalam kitab Perjanjian Lama). Kali
ini cukup sukses. Yahudi mulai berdatangan ke Palestina, yang kala itu jajahan Inggris.
Banjir pemukiman Yahudi ke Palestina didukung oleh kolonial Inggris. Pada 1917, pemerintah
Inggris di bawah Perdana Menteri Arthur James Balfour megeluarkan Deklarasi Balfour yang
pada intinya mendukung berdirinya Negara Yahudi di Palestina.
Di sisi lain, Inggris juga menjanjikan kemerdekaan bagi Arab Palestina di Palestina kala itu,
irang Yahudi hidup berdampingan damai dengan orang Arab (Islam mau pun Kristen). Sejumlah
tokoh Palestina menginginkan negeri yang multietnis dan multiagama jika merdeka dari Inggris.
Palestina pada kenyataannya memang pusat dari tiga agama besar (Islam, Yahudi, dan Kristen).
Tapi, gagasan negeri multietniis dan multiagama di Palestina hancur oleh konflik Arab vs
Yahudi pecah dan meluas setelah Deklarasi Balfour dan kampanye Zionisme yang makin gencar.
Sentiment anti-Yahudi di Eropa memuncak pada perang dunia II, lewat pembantaian Holocaust
ala Nazi Jerman. Makin banyak orang Yahudi berpindah ke Palestina, mendesak dan mengusir
orang-orang Arab dari tanahnya bergenerasi. Israel memproklamirkan kemerdekaan pada 1948.
Setelah merdeka, Israel menarik kian banyak pemukim Yahudi di Eropa. Pada 1950, Israel
menerbitkan UU Law of Return: setiap Yahudi (di mana saja) berhak tinggal di Israel dan
otomatis menjadi warga negara Israel. Orang Arab makin terdesak dan terusir dari tanahnya
sampai kini.
***
Danny sekolah di yeshiva yang didirikan oleh ayahnya sendiri, sedangkan Reuven masuk di
yeshiva Broonklyn di mana yeshiva tersebut sering mendapat cibiran dan diremehkan oleh
yeshiva lainnya. Perbedaan di antara keduanya sangat kentara saat mereka bertanding bisbol.
Tampak kedatangan regu Danny di lapangan bisbol masih memakai pakaian tzitzit di mana
pakaian ini dipakai oleh para pengikut Hasidisme; pakaian yang kental dengan ortodoksi ajaran
dalam Kitab Suci Taurat secara harfiah.
Sedangkan, Reuven dan teman Ortodoks-Sekulernya lebih nyaman memakai pakaian yang
cenderung cair atau kaku atas nilai dan ajaran dalam agamanya: kaos oblong, celana jengki,
celana pendek, kaos berkerah, dan pantolan (hal. 12).
Persahabatan mereka terjalin karena insiden di lapangan bisbol. Reuven awalnya membenci
Danny dan regu bisbolnya yang selama pertandingan selalu meneriakkan apikorsim (sebutan
kafir atau tidak percaya Tuhan dan Taurat atau mereka yang di luar tradisi Hasidisme) pada
mereka. Kebenciannya memuncak saat lemparan Danny kurang bisa diantisipasi Reuven dan
mengenai matanya hingga harus dilarikan ke rumah sakit.
Meski sempat menaruh kebencian pada Danny, dan nasihat ayahnya sendiri sebagai sesama
Yahudi, Reuven akhirnya memaafkannya dan menjadi teman diskusi dan ngobrol. Selepas
Reuven keluar dari rumah sakit, mereka berdua kerap menghabiskan waktunya di perpustakaan
kota.
Jalinan persahabatan mereka tidak selalu berjalan mulus.
Kendati keduanya terbuka dalam bacaan dan ilmu pengetahuan, bukan berarti di antara keduanya
tidak memiliki pergulatannya sendiri antara solidaritas dan menggapai pengetahuan. Menarik
dalam hal ini ketika Reuven tercengang melihat Danny belajar bahasa Jerman ketika banyak
kaum Yahudi dibantai oleh Nazi. “Bukankah karya-karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris?” tanya Reuven. “Hanya karena Hitler berbicara bahasa Jerman bukan berarti bahasa
Jerman bejat … (hal. 194-195).”
Ayah Danny cenderung berpandangan bahwa lebih baik menanti kedatangan messiah daripada
“menciptakan” messiah seperti keinginan kaum Yahudi Sekuler. Konsep messiah mengingatkan
saya pada “tipologi sekte” Bryan Wilson yang dinukil Bruinessen. Ia membagai beberapa
tipologi beserta bentuk gerakannya. Perdebatan antarkomunitas Yahudi ini bisa dikatakan
termasuk dalam tipe revolusioner yang ditandai adanya gerakan messianik yang diusung oleh
kelompok Yahudi Sekuler ayahnya Reuven. Gerakan ini bersanding dengan gerakan Zionisme.
maka kaum Yahudi dapat survive dan diaspora Yahudi dapat berkumpul di satu wilayah.
Secara historis, gerakan Zionisme yang menggagas negara Yahudi ini telah lama digaungkan
oleh Theodor Herzl tahun 1897. Keberadaan negara Yahudi dianggap penting mengingat banyak
kaum Yahudi yang berdiaspora, yang kemudian dapat berkumpul dalam satu wilayah. Wilayah
yang dimaksud adalah Palestina di mana wilayah tersebut juga mendapat pembenaran agama,
yakni: tanah yang dijanjikan dalam kitab Perjanjian Lama.
Pencaplokan wilayah yang dilakukan kaum Yahudi ini bersitegang dengan Inggris yang masih
menduduki wilayah Palestina. Dengan bantuan Amerika, kaum Yahudi berhasil menduduki
wilayah Palestina setelah perdana menteri Arthur James Balfour mendukung pendirian negara
Yahudi melalui Deklarasi Balfour tahun 1917.
Perubahan ini yang coba diperjuangkan ayahnya Reuven berdasar “pencipataan” Messiah.
Ayah Reuven mempertanyakan komunitas Yahudi Amerika, terutama Yahudi Hasidik, yang
masih menanti kedatangan Messiah. Sudah terlalu lama kaum Yahudi menderita selama
beberapa tahun akibat kekejaman Nazi. Baginya, “Dan Palestina harus jadi tanah air Yahudi!
Kita telah cukup menderita! Berapa lama lagi kita harus menunggu Messiah? (hal. 245).”
Para anti-Zionis menjauhi, sengit, dan menghina paham para Zionis di mana Reuven sendiri
tergabung dalam gerakan Zionis yang digaungkan oleh ayahnya sendiri. Bahkan mereka sampai
tidak bertegur sapa.
menghabiskan waktu kerjanya dengan menulis jurnal publikasi dan artikel di koran Amerika.
Reuven.
Ketika keduanya akan bertanding bisbol, kedatangan regu.
Dengan melihat gaya penampilan atau berpakaian di antara keduanya.
sebuah komunitas yang tertutup dengan komunitas Yahudi lainnya.
serta hubungan kedekatan antara ayah dan anaknya.
Dalam agama Islam, misalnya, kita akrab dengan perdebatan klasik tentang pemisahan agama
dengan negara atau hubungan negara dan agama yang bersifat integral.
pendirian negara (bersyariat) Islam atau negara pergulatan antara kedua komunitas Yahudi di
Amerika
Potok juga menyajikan perselisihan antarkomunitas Yahudi di Amerika tentang Messiah:
perbedaan “pandangan agama” atas pendirian negara Yahudi (baca: Israel) yang digalakkan oleh
gerakan Zionis.
Novel ini berawal dari persahabatan dua anak Yahudi yang lahir dan besar di keluarga pengikut
komunitas Yahudi yang berbeda.
Perbedaan di antara keduanya tampak kentara dalam mode berpakaian yang mereka kenakan.
Potok menunjukkan bahwa dalam komunitas Yahudi-Amerika juga punya perselisihan terkait
persinggungan di antara komunitas sektarian Yahudi-Amerika, dan hubungan antara seorang
anak dan ayahnya.

Anda mungkin juga menyukai