Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

MANAJEMEN PERBANK SYARIAH

DOSEN PENGAMPU: SRI NIRWANA S.Z.

Disusun Oleh:

KELOMPOK 4

1. DWI ADI SAPUTRA


2. HADI HAZLAN Z.H
3. ARYA

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH FAKULTAS


SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI NW LOMBOK
TIMUR
2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala Puji Kami Panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha


Esa Sehingga Kami Dapat Menyelesaikan Tugas Ini Tepat Waktu
Yang Telah Ditentukan.
Adapun TujuanDari ,Makalah Yang Berjudul MANAJEMEN
PERBANK SYARIAH Ini Adalah Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah PERBANKAN SYARIAH Pada Smester 4 Jurusan Hukum
Ekonimi Syari’ah Fakultas Syari’ah Pada Tahun Ajaran 2022/2023.
Dengan Selesainya Makalah Ini Tidak Lepas Dari Bantuan
Segala Pihak.Kami Juga Tidak Lupa Berterimakasih Pada:
1.SRI NIRWANA S.Z Sebagai Dosen Pengampu Kami
Pada Mata Kuliah PERBANKAN SYARIAH Yang Telah
Membimbing Kami.
2.OrangTua Yang Telah Mendukung Kami Dalam Hal
Saran &Prasarana Sehingga Kami Dapat Menyelesaikan Tugas
Ini.

Kami Menyadari Bahwa Dalam Penulisan Makalah Ini


Masih Banyak Terdapat Kekurangan.Oleh Karna Itu Kritik Dan
Saran Yang Membangun Senantiasa Kami Nantikan ,Agar Dalam
Penulisan Makalah Berikutnya Lebih Baik.Semoga Makalah Ini
Bermanfaat Bagi Yang Membacanya.

Anjani,25 MEI 2023

Kelompok 4
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Latar belakang manajemen bank syariah dapat dipahami melalui konteks
historis dan perkembangan bank syariah serta prinsip-prinsip dasar yang
mendasari pendirian dan operasional bank tersebut. Beberapa poin latar
belakang manajemen bank syariah adalah sebagai berikut:

1. Konteks Historis: a. Bank syariah berasal dari prinsip-prinsip hukum Islam


yang mengatur kegiatan ekonomi umat Muslim. Prinsip-prinsip ini telah
ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW dan terus berkembang sepanjang
sejarah Islam. b. Perkembangan bank syariah modern dimulai pada tahun
1970-an, ketika beberapa negara mulai memperkenalkan lembaga
keuangan berbasis syariah sebagai alternatif bagi sistem keuangan
konvensional yang didasarkan pada bunga (riba). c. Bank Islam Pertama,
Bank Nizwa, didirikan di Oman pada tahun 1973. Kemudian, berbagai
negara Muslim lainnya, seperti Sudan, Iran, dan Pakistan, juga
mengembangkan lembaga keuangan berbasis syariah.
2. Prinsip-prinsip Dasar: a. Prinsip utama dalam manajemen bank syariah
adalah kepatuhan terhadap syariah atau hukum Islam. Hal ini melibatkan
larangan terhadap riba (bunga), spekulasi, perjudian, dan praktik lainnya
yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. b. Prinsip bagi
hasil (profit-sharing) menjadi salah satu karakteristik utama bank syariah.
Pendapatan bank berasal dari keuntungan bersama antara bank dan
nasabah, sesuai dengan akad atau kontrak yang saling menguntungkan. c.
Prinsip adanya aspek moral dan etika dalam setiap kegiatan bisnis dan
transaksi adalah juga bagian penting dalam manajemen bank syariah. Bank
syariah diharapkan menjalankan praktik bisnis yang adil, jujur, dan
berwawasan lingkungan.
3. Pertumbuhan dan Dampak Global: a. Industri bank syariah telah
mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam beberapa dekade terakhir,
baik di negara-negara dengan mayoritas Muslim maupun di negara-negara
non-Muslim. b. Pertumbuhan ini tidak hanya mencakup peningkatan
jumlah bank syariah, tetapi juga berkaitan dengan produk dan layanan
yang semakin beragam, termasuk pembiayaan, asuransi, dan investasi
berbasis syariah. c. Bank syariah juga telah memberikan dampak sosial
dan ekonomi yang signifikan dengan memberikan akses keuangan kepada
masyarakat yang sebelumnya tidak terlayani oleh sistem keuangan
konvensional.

Latar belakang manajemen bank syariah ini penting untuk memahami


dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang mendasari pendirian, operasional,
serta tantangan dan peluang yang dihadapi oleh lembaga keuangan
berbasis syariah.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Memahami Prinsip-prinsip Dasar Bank Syariah
2. Mengetahui Struktur Organisasi Bank Syariah
3. Mengetahui Produk dan Layanan Bank Syariah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Prinsip-prinsip Dasar Bank Syariah
1. Prinsip kepatuhan syariah dalam operasional bank

Prinsip kepatuhan syariah merupakan fondasi penting dalam


operasional bank syariah. Prinsip ini mengacu pada kewajiban bank
untuk menjalankan aktivitasnya sesuai dengan ketentuan hukum Islam.
Berikut adalah beberapa prinsip kepatuhan syariah dalam operasional
bank syariah:

1. Larangan Riba: Bank syariah harus sepenuhnya menghindari transaksi


yang melibatkan riba (bunga). Riba adalah pertumbuhan atau tambahan
yang dihasilkan dari pinjaman uang atau transaksi keuangan yang
bersifat bunga. Bank syariah menggunakan prinsip keuntungan bersama
atau bagi hasil (profit-sharing) dalam mengelola dana dan memberikan
pembiayaan kepada nasabah.
2. Larangan Maysir dan Qimar: Bank syariah harus menghindari praktik
perjudian atau spekulasi yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Maysir merujuk pada perjudian, sedangkan Qimar mengacu pada
praktik spekulatif yang tidak jelas dan berisiko tinggi. Bank syariah
harus memastikan bahwa semua transaksi dan produknya tidak
melibatkan elemen perjudian atau spekulasi yang tidak sesuai dengan
prinsip syariah.
3. Larangan Haram: Bank syariah harus menghindari transaksi atau
investasi dalam sektor-sektor yang diharamkan dalam agama Islam,
seperti alkohol, tembakau, perjudian, industri pornografi, dan riba.
4. Prinsip Transparansi: Bank syariah diharapkan untuk melaksanakan
prinsip transparansi dalam operasionalnya. Hal ini mencakup
pengungkapan informasi yang jelas dan akurat kepada nasabah
mengenai ketentuan, risiko, dan syarat-syarat yang terkait dengan
produk dan layanan yang disediakan.
5. Prinsip Etika dan Tanggung Jawab Sosial: Bank syariah diharapkan
untuk menjalankan kegiatan operasionalnya dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai etika Islam. Prinsip ini melibatkan praktik bisnis yang adil,
jujur, dan bertanggung jawab secara sosial, termasuk dalam aspek
lingkungan, masyarakat, dan kontribusi terhadap pembangunan
berkelanjutan.

Dalam rangka mematuhi prinsip kepatuhan syariah, bank syariah


biasanya membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas
untuk memberikan nasihat dan pengawasan terkait dengan kepatuhan
syariah. DPS bertanggung jawab untuk memastikan bahwa operasional
bank sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan memberikan fatwa atau
pendapat hukum terkait dengan transaksi dan kegiatan bank.

Prinsip kepatuhan syariah merupakan fondasi yang sangat penting


dalam operasional bank syariah, yang memastikan bahwa bank
beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dalam menyediakan
produk dan layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat Muslim.
2. Prinsip bagi hasil (profit-sharing) dalam pembiayaan

Prinsip bagi hasil (profit-sharing) merupakan salah satu prinsip


fundamental dalam pembiayaan bank syariah. Prinsip ini melibatkan
pembagian keuntungan dan kerugian antara bank dan nasabah yang
terlibat dalam transaksi pembiayaan. Berikut ini adalah penjelasan lebih
lanjut tentang prinsip bagi hasil dalam pembiayaan bank syariah:

1. Konsep Dasar:
 Prinsip bagi hasil didasarkan pada prinsip syariah yang menghendaki
adanya keterlibatan bersama dalam keuntungan dan kerugian. Dalam
konteks pembiayaan bank syariah, bank bertindak sebagai mitra
pembiayaan bagi nasabah, bukan sebagai pemberi pinjaman yang
membebankan bunga.
 Pada dasarnya, bank syariah dan nasabah melakukan perjanjian untuk
berbagi keuntungan atau kerugian yang dihasilkan dari proyek atau
usaha yang didanai oleh bank.
2. Mekanisme Pembiayaan:
 Dalam pembiayaan berbasis bagi hasil, bank syariah dapat
menggunakan beberapa mekanisme, seperti mudharabah, musharakah,
atau wakalah.
 Mudharabah adalah mekanisme pembiayaan di mana bank
menyediakan dana (modal) dan nasabah menyediakan usaha atau kerja
keras. Keuntungan yang dihasilkan dibagi sesuai dengan kesepakatan
sebelumnya, dengan pembagian yang proporsional antara bank dan
nasabah.
 Musharakah adalah bentuk kemitraan antara bank dan nasabah dalam
membiayai suatu proyek atau usaha. Keuntungan dan kerugian dibagi
sesuai dengan proporsi kepemilikan modal masing-masing pihak.
 Wakalah adalah mekanisme di mana bank bertindak sebagai agen atau
perwakilan nasabah untuk melakukan investasi atau transaksi tertentu.
Keuntungan yang dihasilkan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan
antara bank dan nasabah.
3. Pembagian Keuntungan dan Kerugian:
 Pembagian keuntungan dan kerugian dalam prinsip bagi hasil dapat
dilakukan berdasarkan persentase yang disepakati sebelumnya.
Persentase ini dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan bilateral antara
bank dan nasabah, dengan mempertimbangkan risiko, kontribusi modal,
dan faktor-faktor lain yang relevan.
 Dalam situasi kerugian, pembagian kerugian juga dilakukan sesuai
dengan kesepakatan. Bank syariah dapat menanggung sebagian atau
seluruh kerugian yang timbul, sesuai dengan persentase kepemilikan
modal dan kesepakatan yang telah ditetapkan.
4. Prinsip Pengawasan dan Transparansi:
 Prinsip bagi hasil dalam pembiayaan bank syariah juga melibatkan
pengawasan dan transparansi. Bank syariah memiliki kewajiban untuk
memberikan laporan keuangan dan informasi yang jelas dan akurat
kepada nasabah, termasuk mengenai pembagian keuntungan atau
kerugian yang terjadi.
 Dewan Pengawas Syariah (DPS) atau otoritas pengawas bank syariah
5. Keuntungan Prinsip Bagi Hasil:
 Prinsip bagi hasil memiliki beberapa keuntungan dalam konteks
pembiayaan bank syariah.
 Mendorong partisipasi aktif dan keterlibatan nasabah dalam usaha yang
didanai oleh bank, karena mereka memiliki kepentingan langsung
dalam kesuksesan proyek atau usaha tersebut.
 Mendorong pengambilan keputusan yang lebih bijaksana dan berhati-
hati dalam pembiayaan, karena bank dan nasabah sama-sama
bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang dihasilkan.
 Meningkatkan keadilan dan kesetaraan antara pihak-pihak yang terlibat
dalam transaksi. Bank syariah bukan hanya mendapatkan keuntungan
dari bunga tetap, tetapi juga berbagi risiko dan memberikan peluang
bagi nasabah untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
3. Prinsip larangan riba dan transaksi ribawi
Prinsip larangan riba merupakan salah satu prinsip fundamental dalam
sistem keuangan syariah. Riba adalah riba al-nasi'ah, yaitu tambahan
atau pertumbuhan yang timbul sebagai akibat dari suatu transaksi
pinjaman uang atau utang dengan persyaratan pengembalian yang lebih
tinggi dari jumlah pokok yang dipinjamkan. Selain itu, terdapat juga
riba al-fadl, yaitu kelebihan dalam pertukaran barang yang sejenis
dengan jumlah yang tidak adil.

Dalam konteks transaksi ribawi, ada beberapa poin yang perlu


dipahami:

1. Larangan Riba: Bank syariah tidak diperbolehkan melakukan atau


terlibat dalam transaksi yang melibatkan riba. Ini berarti bank tidak
dapat menarik atau membayar bunga pada pinjaman atau penempatan
dana. Sebagai gantinya, bank syariah menggunakan prinsip bagi hasil
atau profit-sharing dalam kegiatan pembiayaannya.
2. Transaksi Ribawi: Transaksi ribawi merujuk pada jenis transaksi
tertentu yang dilarang dalam hukum Islam. Beberapa contoh transaksi
ribawi antara lain:
a. Bai' al-Riba (Jual beli ribawi): Transaksi jual beli yang melibatkan
riba al-fadl, seperti jual beli barang dengan pertukaran yang tidak adil
atau dengan tambahan yang tidak wajar.
b. Qard al-Riba (Pinjaman dengan riba): Transaksi peminjaman uang
dengan persyaratan pengembalian yang melibatkan tambahan bunga
atau riba.
c. Rahn al-Riba (Jaminan dengan riba): Transaksi jaminan atau gadai
yang melibatkan tambahan atau pembayaran tambahan dalam bentuk
bunga.
d. Bay' al-Mu'awamah (Jual beli pura-pura): Transaksi jual beli di mana
harga jual dan beli disepakati secara pura-pura, tetapi sebenarnya
terdapat kesepakatan tambahan yang tidak ditunjukkan.
3. Alternatif dalam Transaksi: Bank syariah menggunakan prinsip-prinsip
seperti murabahah (jual beli dengan markup), istisna (pemesanan),
ijarah (sewa), dan wakalah (perwakilan) dalam transaksi mereka.
Prinsip-prinsip ini memungkinkan bank untuk menyediakan produk dan
layanan keuangan tanpa melanggar larangan riba.
4. Pengawasan dan Kepatuhan: Bank syariah perlu memiliki sistem
pengawasan dan kontrol yang kuat untuk memastikan kepatuhan
terhadap larangan riba dan transaksi ribawi. Dewan Pengawas Syariah
(DPS) berperan penting dalam memberikan nasihat dan pengawasan
terkait kepatuhan syariah.

Prinsip larangan riba dan transaksi ribawi merupakan landasan utama


dalam sistem keuangan syariah. Dengan mematuhi prinsip ini, bank
syariah dapat menawarkan solusi keuangan yang sesuai dengan prinsip-
prinsip Islam dan memberikan alternatif yang adil dan beretika bagi
masyarakat.

B. Struktur Organisasi Bank Syariah


1. Model struktur organisasi bank syariah

Struktur organisasi bank syariah dapat bervariasi tergantung pada


ukuran, kompleksitas, dan ruang lingkup kegiatan bank tersebut.
Namun, berikut ini adalah contoh umum dari model struktur organisasi
bank syariah:

1. Dewan Komisaris: Dewan Komisaris bertanggung jawab atas


pengawasan umum dan pengambilan keputusan strategis bank. Anggota
dewan komisaris biasanya terdiri dari pemegang saham utama,
pemegang saham minoritas, dan individu dengan keahlian khusus di
bidang keuangan, hukum, atau bisnis.
2. Direksi: Direksi adalah kelompok eksekutif yang bertanggung jawab
atas pengelolaan operasional sehari-hari bank syariah. Direksi terdiri
dari direktur utama (CEO) dan para direktur yang mengawasi fungsi
dan departemen kunci seperti keuangan, risiko, pemasaran, operasional,
dan sumber daya manusia.
3. Dewan Pengawas Syariah (DPS): DPS memiliki peran penting dalam
mengawasi kepatuhan bank terhadap prinsip-prinsip syariah. DPS
terdiri dari ulama atau pakar hukum Islam yang memberikan fatwa dan
nasihat tentang transaksi dan operasional bank agar sesuai dengan
prinsip syariah.
4. Divisi Pemasaran dan Penjualan: Divisi ini bertanggung jawab untuk
mengelola hubungan dengan nasabah, memasarkan produk dan layanan
bank, serta melakukan kegiatan penjualan. Tim ini bekerja untuk
menarik nasabah baru, mempertahankan nasabah yang ada, dan
menyediakan solusi keuangan syariah yang sesuai dengan kebutuhan
nasabah.
5. Divisi Keuangan dan Investasi: Divisi ini bertanggung jawab atas
pengelolaan keuangan bank syariah, termasuk pengelolaan likuiditas,
pengelolaan risiko, dan investasi. Tim ini melakukan analisis keuangan,
mengelola portofolio investasi syariah, dan menjaga keseimbangan
antara keuntungan dan risiko.
6. Divisi Operasional: Divisi operasional bertanggung jawab atas proses
operasional harian bank syariah, termasuk pemrosesan transaksi,
administrasi, teknologi informasi, dan manajemen risiko operasional.
Tim ini memastikan kelancaran operasi bank dan kepatuhan terhadap
standar prosedur yang ditetapkan.
7. Divisi Layanan Nasabah: Divisi ini bertanggung jawab untuk
memberikan pelayanan terbaik kepada nasabah. Tim ini menangani
pertanyaan nasabah, memberikan informasi produk dan layanan, serta
menangani keluhan atau masalah yang mungkin timbul.
8. Divisi Kepatuhan dan Audit Intern: Divisi ini bertanggung jawab untuk
memastikan kepatuhan bank terhadap peraturan dan regulasi yang
berlaku serta prinsip-prinsip syariah. Tim ini melakukan audit internal,
mengevaluasi kepatuhan, dan memberikan rekomendasi untuk
perbaikan jika ditemukan ketidaksesuaian.

2. Peran dan tanggung jawab dewan pengawas syariah


Dewan Pengawas Syariah (DPS) memiliki peran penting dalam
mengawasi dan memastikan kepatuhan bank syariah terhadap prinsip-
prinsip syariah. Berikut ini adalah beberapa peran dan tanggung jawab
yang umumnya diemban oleh DPS:

1. Memberikan Fatwa dan Nasihat: DPS memiliki kewenangan untuk


memberikan fatwa atau pendapat hukum terkait dengan transaksi dan
operasional bank syariah. Mereka memastikan bahwa kegiatan bank
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan menghindari transaksi yang
bertentangan dengan ajaran Islam.
2. Mengawasi Kepatuhan Syariah: DPS bertanggung jawab untuk
memastikan bank syariah mematuhi prinsip-prinsip syariah dalam
semua aspek kegiatan mereka. Mereka melakukan evaluasi dan
pengawasan terhadap produk, layanan, transaksi, dan kebijakan bank
untuk memastikan kesesuaian dengan prinsip syariah.
3. Mengembangkan Kebijakan dan Standar: DPS terlibat dalam
pengembangan kebijakan dan standar operasional bank syariah yang
sesuai dengan prinsip syariah. Mereka memberikan panduan dan
pedoman kepada bank mengenai praktik terbaik dalam memenuhi
persyaratan syariah.
4. Mengevaluasi Produk dan Layanan: DPS melakukan evaluasi terhadap
produk dan layanan yang ditawarkan oleh bank syariah untuk
memastikan kesesuaian dengan prinsip-prinsip syariah. Mereka
mengkaji struktur produk, mekanisme pembagian keuntungan, dan
ketentuan kontrak untuk memastikan tidak ada unsur riba atau transaksi
ribawi.
5. Audit dan Pengawasan: DPS melakukan audit dan pengawasan
terhadap kegiatan bank syariah untuk memastikan kepatuhan terhadap
prinsip syariah. Mereka melaksanakan review internal dan eksternal,
memeriksa laporan keuangan, dan memastikan kegiatan bank telah
sesuai dengan fatwa dan ketentuan syariah yang berlaku.
6. Konsultasi dan Pelatihan: DPS memberikan konsultasi kepada bank
syariah terkait masalah syariah yang kompleks atau kontroversial.
Mereka juga dapat menyelenggarakan pelatihan dan seminar untuk
meningkatkan pemahaman dan kesadaran tentang prinsip-prinsip
syariah di kalangan pegawai bank.
7. Independensi dan Etika: DPS diharapkan menjaga independensi dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka. Mereka harus
menjunjung tinggi etika dan integritas dalam memberikan pendapat atau
fatwa syariah serta melaksanakan pengawasan terhadap bank syariah.

Peran dan tanggung jawab DPS sangat penting dalam memastikan


bahwa bank syariah beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
dan memberikan kepercayaan kepada nasabah serta masyarakat umum
bahwa kegiatan bank tersebut sesuai dengan nilai-nilai Islam.

3. Fungsi komite-komite dalam manajemen bank syariah

Dalam manajemen bank syariah, terdapat beberapa komite yang


memiliki fungsi khusus dalam pengambilan keputusan, pengawasan,
dan pengelolaan bank syariah. Berikut ini adalah beberapa komite
umum dalam manajemen bank syariah beserta fungsi-fungsinya:

1. Komite Manajemen Risiko: Komite Manajemen Risiko bertanggung


jawab untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola risiko yang
dihadapi oleh bank syariah. Fungsi-fungsi utama komite ini meliputi:
 Mengembangkan kebijakan dan prosedur pengelolaan risiko.
 Memantau dan mengevaluasi risiko kredit, risiko pasar, risiko
likuiditas, dan risiko operasional.
 Mengidentifikasi dan mengimplementasikan strategi mitigasi risiko.
 Memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan persyaratan pengelolaan
risiko.
2. Komite Investasi: Komite Investasi memiliki peran dalam pengelolaan
portofolio investasi bank syariah. Fungsi-fungsi utama komite ini
meliputi:
 Menentukan kebijakan investasi bank syariah.
 Mengidentifikasi peluang investasi yang sesuai dengan prinsip syariah.
 Mengevaluasi dan memantau kinerja investasi bank syariah.
 Memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip investasi syariah.
3. Komite Audit: Komite Audit bertanggung jawab untuk melakukan
pengawasan independen terhadap kegiatan operasional dan keuangan
bank syariah. Fungsi-fungsi utama komite ini meliputi:
 Melakukan audit internal dan eksternal terhadap kegiatan bank syariah.
 Memastikan kepatuhan terhadap standar akuntansi syariah dan regulasi
yang berlaku.
 Mengawasi efektivitas sistem pengendalian internal.
 Memberikan rekomendasi untuk perbaikan dan tindakan perbaikan.
4. Komite Kepatuhan Syariah: Komite Kepatuhan Syariah memiliki peran
penting dalam memastikan kepatuhan bank syariah terhadap prinsip-
prinsip syariah. Fungsi-fungsi utama komite ini meliputi:
 Memastikan produk dan layanan bank syariah sesuai dengan prinsip
syariah.
 Menilai dan memberikan nasihat terkait kepatuhan syariah.
 Melakukan evaluasi terhadap kegiatan operasional dan transaksi bank
syariah.
 Mengawasi implementasi fatwa dan pedoman syariah.
5. Komite Remunerasi: Komite Remunerasi bertanggung jawab untuk
mengembangkan kebijakan dan menetapkan sistem remunerasi yang
adil dan kompetitif untuk pegawai bank syariah. Fungsi-fungsi utama
komite ini meliputi:
 Menetapkan kebijakan remunerasi berdasarkan kinerja individu dan
kinerja bank secara keseluruhan.
 Memastikan keadilan dan kesesuaian remunerasi dengan industri
perbankan dan prinsip syariah.
 Mengevaluasi

C. Produk dan Layanan Bank Syariah

1. Pembiayaan syariah (mudharabah, musharakah,


murabahah, dll.)
Pembiayaan syariah adalah bentuk pembiayaan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah Islam. Berikut ini adalah beberapa bentuk
pembiayaan syariah yang umum digunakan:

1. Mudharabah: Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara pihak yang


menyediakan modal (shahibul mal) dan pihak yang mengelola modal
(mudharib). Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sebelumnya,
sedangkan kerugian ditanggung oleh pihak yang menyediakan modal.
Mudharabah digunakan dalam pembiayaan proyek atau usaha dengan
salah satu pihak memberikan modal dan pihak lainnya memberikan
tenaga kerja atau keahlian.
2. Musharakah: Musharakah adalah bentuk kerjasama atau kemitraan
antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha atau proyek. Setiap
pihak berkontribusi dengan modal dan berbagi keuntungan sesuai
dengan kesepakatan. Keuntungan dan kerugian dibagi sesuai dengan
proporsi kepemilikan modal masing-masing pihak.
3. Murabahah: Murabahah adalah pembiayaan dengan prinsip jual beli.
Bank syariah membeli barang yang diinginkan oleh nasabah dan
menjualnya dengan markup (margin keuntungan) kepada nasabah
dengan pembayaran yang ditentukan. Transaksi murabahah biasanya
digunakan dalam pembiayaan pembelian barang seperti kendaraan,
properti, atau barang modal.
4. Ijarah: Ijarah adalah bentuk pembiayaan dengan prinsip sewa-menyewa.
Bank syariah membeli barang yang diinginkan oleh nasabah dan
menyewakannya kepada nasabah dengan pembayaran sewa yang
ditentukan dalam jangka waktu tertentu. Pembiayaan ijarah umumnya
digunakan dalam pembiayaan peralatan, mesin, kendaraan, atau
properti.
5. Istisna: Istisna adalah pembiayaan yang digunakan untuk membiayai
pembuatan atau produksi barang tertentu sesuai dengan spesifikasi yang
disepakati. Bank syariah membayar biaya produksi kepada produsen,
dan barang tersebut akan dijual kepada nasabah dengan harga yang
ditentukan.
6. Qardhul Hasan: Qardhul Hasan adalah bentuk pembiayaan yang
diberikan dalam bentuk pinjaman tanpa bunga atau dengan bunga yang
sangat rendah kepada individu atau perusahaan yang membutuhkan.
Pembiayaan ini bersifat sosial dan biasanya digunakan untuk membantu
individu atau perusahaan dalam keadaan darurat atau kebutuhan
mendesak.

Pembiayaan syariah didasarkan pada prinsip keadilan, transparansi, dan


berbagi risiko antara pihak yang terlibat. Bank syariah menjalankan
kegiatan pembiayaan ini dengan memastikan bahwa mereka tidak
melibatkan unsur riba (bunga) atau transaksi ribawi yang dilarang
dalam prinsip syariah.
2. Produk simpanan syariah (tabungan, deposito, sertifikat
wakalah, dll.)
Produk simpanan syariah adalah produk perbankan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah Islam. Berikut ini adalah beberapa jenis produk
simpanan syariah yang umum digunakan:

1. Tabungan Syariah: Tabungan syariah adalah jenis simpanan yang


memberikan keuntungan sesuai dengan prinsip syariah. Bank syariah
menggunakan dana tabungan nasabah untuk membiayai proyek atau
investasi yang sesuai dengan prinsip syariah, dan nasabah akan
mendapatkan imbal hasil (profit-sharing) sesuai dengan kesepakatan.
2. Deposito Syariah: Deposito syariah adalah simpanan dengan jangka
waktu tertentu dan suku bunga yang telah ditetapkan sebelumnya. Bank
syariah menggunakan dana deposito untuk kegiatan investasi yang
sesuai dengan prinsip syariah. Nasabah akan menerima imbal hasil
berupa bagi hasil (profit-sharing) berdasarkan kesepakatan yang telah
ditetapkan.
3. Sertifikat Wakalah: Sertifikat Wakalah adalah instrumen investasi
syariah yang diterbitkan oleh bank syariah. Investor membeli sertifikat
wakalah dengan jumlah tertentu dan bank menggunakan dana tersebut
untuk melakukan investasi sesuai dengan prinsip syariah. Keuntungan
dari investasi tersebut akan dibagikan kepada pemegang sertifikat
wakalah sesuai dengan kesepakatan.
4. Sertifikat Mudharabah: Sertifikat Mudharabah adalah instrumen
investasi syariah yang diterbitkan oleh bank syariah. Pemegang
sertifikat mudharabah berperan sebagai pemilik modal, sementara bank
syariah bertindak sebagai mudharib yang mengelola modal tersebut.
Keuntungan dari usaha yang dibiayai oleh sertifikat mudharabah akan
dibagi antara bank syariah dan pemegang sertifikat mudharabah sesuai
dengan kesepakatan.
5. Rekening Dana Nasabah Berbasis Mudharabah (RDNBM): RDNBM
adalah produk simpanan yang beroperasi berdasarkan prinsip
mudharabah. Nasabah menyetor dana ke rekening ini, dan bank syariah
menggunakan dana tersebut untuk investasi sesuai dengan prinsip
syariah. Keuntungan yang dihasilkan dari investasi tersebut akan
dibagikan antara nasabah dan bank syariah sesuai dengan kesepakatan.

Produk simpanan syariah didesain dengan prinsip-prinsip syariah,


seperti larangan riba (bunga) dan transaksi ribawi. Bank syariah
berkomitmen untuk menjaga keadilan dan kebersamaan dalam
pembagian keuntungan kepada nasabah sesuai dengan prinsip syariah.
Setiap produk simpanan syariah dapat memiliki fitur dan persyaratan
yang berbeda, namun semuanya berlandaskan pada prinsip keadilan dan
kehalalan dalam aktivitas ekonomi.

3. Instrumen investasi syariah (sukuk, reksa dana syariah,


dll.)
Instrumen investasi syariah adalah instrumen yang sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah Islam. Berikut ini adalah beberapa jenis
instrumen investasi syariah yang umum digunakan:

1. Sukuk: Sukuk adalah instrumen investasi syariah yang mirip dengan


obligasi konvensional. Sukuk mewakili kepemilikan aset atau proyek
yang sesuai dengan prinsip syariah. Investor sukuk memperoleh
pendapatan berupa pembayaran periodik yang dihasilkan dari aset atau
proyek tersebut. Sukuk dapat diterbitkan untuk membiayai proyek
infrastruktur, pembelian aset, atau kegiatan bisnis lainnya.
2. Reksa Dana Syariah: Reksa dana syariah adalah bentuk investasi
kolektif yang mengumpulkan dana dari berbagai investor untuk
diinvestasikan dalam portofolio efek syariah. Manajer investasi reksa
dana syariah akan mengelola dan mengalokasikan dana tersebut ke
instrumen investasi syariah, seperti saham syariah, sukuk, atau
instrumen pasar uang yang sesuai dengan prinsip syariah. Keuntungan
dan risiko dari investasi tersebut dibagi di antara para pemegang unit
penyertaan.
3. Saham Syariah: Saham syariah adalah saham yang berasal dari
perusahaan yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Perusahaan-perusahaan ini mematuhi larangan dalam bisnis yang
haram, seperti industri alkohol, perjudian, atau industri yang melibatkan
riba. Investor dapat membeli saham syariah untuk memperoleh
keuntungan dari pertumbuhan nilai saham dan pembagian dividen yang
sesuai dengan prinsip syariah.
4. Dana Pensiun Syariah: Dana pensiun syariah adalah dana pensiun yang
dioperasikan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dana ini
diinvestasikan dalam instrumen investasi syariah, seperti saham syariah,
sukuk, dan instrumen pasar uang yang sesuai dengan prinsip syariah.
Tujuan dana pensiun syariah adalah untuk menyediakan dana pensiun
yang adil dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah kepada peserta
dana.
5. Wakaf Saham: Wakaf saham adalah bentuk investasi syariah di mana
sejumlah saham diberikan sebagai wakaf kepada badan amal atau
lembaga sosial. Dividen atau keuntungan yang dihasilkan dari saham
tersebut akan digunakan untuk tujuan amal yang telah ditentukan
sebelumnya, seperti pendidikan, kesehatan, atau bantuan sosial.

Instrumen-instrumen investasi syariah tersebut didesain untuk


memenuhi prinsip-prinsip syariah, seperti larangan riba, larangan
investasi dalam bisnis yang haram, dan pembagian keuntungan yang
adil. Setiap instrumen investasi syariah memiliki karakteristik dan
risiko yang berbeda, namun semuanya mengikuti prinsip-prinsip
investasi yang sesuai dengan prinsip syariah.
D. Manajemen Risiko dalam Bank Syariah
1. Identifikasi risiko dan pengelolaan risiko khusus bank
syariah
Bank syariah, seperti institusi keuangan lainnya, menghadapi berbagai
risiko dalam operasional mereka. Berikut adalah beberapa risiko khusus
yang sering dihadapi oleh bank syariah dan langkah-langkah dalam
pengelolaan risiko tersebut:

1. Risiko Keuangan: Risiko keuangan meliputi risiko likuiditas, risiko


pasar, dan risiko kredit. Untuk mengelola risiko keuangan ini, bank
syariah harus memiliki kebijakan dan prosedur yang memadai untuk
mengidentifikasi, mengukur, dan mengendalikan risiko tersebut. Hal ini
melibatkan manajemen likuiditas yang efektif, pemantauan pasar yang
cermat, penilaian kredit yang ketat, dan diversifikasi portofolio
pembiayaan.
2. Risiko Syariah: Risiko syariah terkait dengan kepatuhan terhadap
prinsip-prinsip syariah dalam operasional bank. Untuk mengelola risiko
syariah, bank syariah harus memiliki Dewan Pengawas Syariah yang
berperan dalam memberikan panduan dan nasihat syariah serta
melakukan audit syariah secara berkala. Proses pengawasan dan
pemantauan yang ketat diperlukan untuk memastikan kepatuhan
terhadap prinsip-prinsip syariah dalam setiap produk dan layanan yang
disediakan oleh bank.
3. Risiko Reputasi: Risiko reputasi dapat timbul jika bank syariah tidak
dapat mempertahankan citra dan kepercayaan nasabah serta masyarakat
terhadap prinsip-prinsip syariah yang dijalankannya. Untuk mengelola
risiko reputasi, bank syariah perlu menjaga transparansi dalam
operasional mereka, memberikan pelayanan yang baik kepada nasabah,
dan mematuhi standar etika yang tinggi. Manajemen komunikasi dan
respons yang efektif dalam menghadapi isu-isu yang berkaitan dengan
prinsip syariah juga penting dalam mengelola risiko reputasi.
4. Risiko Hukum dan Kepatuhan: Risiko hukum dan kepatuhan terkait
dengan perubahan peraturan dan regulasi, serta risiko pelanggaran
terhadap ketentuan hukum. Bank syariah harus memiliki unit kepatuhan
yang bertugas untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan dan
regulasi yang berlaku. Hal ini meliputi pemantauan dan penilaian
terhadap setiap kegiatan operasional bank, serta pemenuhan persyaratan
hukum yang relevan.
5. Risiko Operasional: Risiko operasional terkait dengan kegagalan
sistem, proses, atau manusia dalam menjalankan operasional bank.
Untuk mengelola risiko operasional, bank syariah perlu memiliki
prosedur yang baik, pemantauan dan pengendalian risiko yang efektif,
serta kebijakan dalam menghadapi bencana atau insiden yang mungkin
terjadi. Pelatihan dan pengembangan staf juga penting untuk
memastikan pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam
mengelola risiko operasional.

2. Risiko akad (risiko transaksi dan pembiayaan)

Risiko akad adalah risiko yang terkait dengan pelaksanaan kontrak atau
akad dalam transaksi dan pembiayaan syariah. Berikut adalah beberapa
risiko akad yang sering dihadapi oleh bank syariah dan langkah-langkah
dalam pengelolaan risiko tersebut:

1. Risiko Pemahaman: Risiko pemahaman terjadi ketika salah satu pihak


dalam transaksi atau pembiayaan syariah tidak memahami dengan jelas
hak dan kewajibannya. Untuk mengelola risiko ini, bank syariah harus
menyediakan informasi dan penjelasan yang memadai kepada nasabah
mengenai struktur dan mekanisme transaksi atau pembiayaan yang
dilakukan. Pendidikan dan literasi keuangan syariah kepada nasabah
juga penting untuk memastikan pemahaman yang baik.
2. Risiko Dokumen: Risiko dokumen berkaitan dengan kesalahan atau
kekurangan dalam penyusunan dokumen kontrak atau akad. Bank
syariah harus memiliki prosedur yang ketat dalam penyusunan
dokumen dan pemeriksaan ulang secara teliti untuk memastikan
keakuratan dan kecocokan dengan prinsip syariah. Penggunaan jasa
konsultan hukum syariah juga dapat membantu dalam mengelola risiko
dokumen.
3. Risiko Kecurangan: Risiko kecurangan terjadi jika terdapat tindakan
manipulasi atau penyimpangan dari prinsip syariah dalam pelaksanaan
akad atau transaksi. Bank syariah perlu memiliki sistem pengawasan
dan pengendalian yang kuat untuk mencegah dan mendeteksi adanya
kecurangan. Audit syariah yang independen dan pemantauan internal
yang ketat dapat membantu mengurangi risiko kecurangan.
4. Risiko Default: Risiko default adalah risiko ketidakmampuan pihak
yang meminjam atau menerima pembiayaan untuk memenuhi
kewajibannya sesuai dengan akad yang disepakati. Bank syariah harus
melakukan analisis kredit yang cermat dan penilaian risiko untuk
meminimalkan risiko default. Penggunaan pengaman (collateral) yang
sesuai dengan prinsip syariah juga dapat membantu mengelola risiko
ini.
5. Risiko Litigasi: Risiko litigasi terkait dengan sengketa atau tuntutan
hukum yang timbul dari pelaksanaan akad atau transaksi syariah. Bank
syariah perlu menjaga kepatuhan terhadap peraturan dan regulasi yang
berlaku serta menjalankan akad dengan cermat. Penyelesaian sengketa
melalui mekanisme arbitrase atau alternatif yang sesuai dengan prinsip
syariah juga dapat mengurangi risiko litigasi.

Pengelolaan risiko akad dalam transaksi dan pembiayaan syariah


melibatkan pemahaman yang baik tentang prinsip syariah, prosedur
yang ketat, pengawasan yang efektif, serta pendekatan yang proaktif
dalam mengatasi risiko yang mungkin timbul. Kolaborasi dengan pakar
hukum syariah dan audit syariah yang independen juga penting dalam
mengelola risiko akad secara efektif.

3. Risiko reputasi dan risiko hukum terkait dengan prinsip


syariah

Risiko reputasi dan risiko hukum terkait dengan prinsip syariah adalah
dua risiko khusus yang dihadapi oleh bank syariah. Berikut ini adalah
penjelasan lebih lanjut tentang masing-masing risiko:

1. Risiko Reputasi: Risiko reputasi terkait dengan citra dan persepsi yang
dimiliki oleh bank syariah dalam hal kepatuhan terhadap prinsip
syariah. Pelanggaran atau kesalahan dalam menjalankan prinsip syariah
dapat merusak citra bank dan kepercayaan nasabah serta masyarakat
pada institusi tersebut. Risiko reputasi dapat muncul akibat
pengungkapan pelanggaran syariah, skandal, atau perlakuan yang tidak
adil terhadap nasabah.

Pengelolaan risiko reputasi melibatkan transparansi dalam operasional


bank, penerapan tata kelola yang baik, pemenuhan prinsip syariah
dengan konsisten, dan memberikan pelayanan yang berkualitas kepada
nasabah. Bank syariah juga perlu memastikan adanya komunikasi yang
efektif dan responsif terhadap isu-isu terkait prinsip syariah untuk
mempertahankan kepercayaan dan reputasi yang baik.

2. Risiko Hukum: Risiko hukum terkait dengan pelanggaran terhadap


peraturan dan regulasi yang berlaku dalam operasional bank syariah.
Bank syariah harus mematuhi ketentuan hukum yang mengatur prinsip
syariah, seperti larangan riba, larangan transaksi ribawi, dan prinsip-
prinsip lainnya. Pelanggaran hukum dapat berakibat pada sanksi
hukum, denda, atau tuntutan hukum yang merugikan bank syariah.

Pengelolaan risiko hukum melibatkan pemahaman yang mendalam


tentang peraturan dan regulasi yang berlaku, pemantauan yang cermat
terhadap perubahan hukum terkait prinsip syariah, serta implementasi
kebijakan dan prosedur yang sesuai. Bank syariah perlu memiliki unit
kepatuhan yang bertanggung jawab untuk memastikan pemenuhan
persyaratan hukum yang relevan dan menghindari pelanggaran.

Pengelolaan risiko reputasi dan risiko hukum terkait dengan prinsip


syariah membutuhkan komitmen yang kuat dari pihak bank syariah
untuk menjalankan prinsip syariah secara konsisten dan adil. Selain itu,
keterlibatan dewan pengawas syariah, penerapan standar etika yang
tinggi, dan audit syariah yang independen juga penting dalam
mengidentifikasi dan mengelola risiko reputasi dan risiko hukum terkait
dengan prinsip syariah.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam kesimpulannya, manajemen bank syariah memiliki peran penting
dalam menjalankan operasional yang sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah. Berikut adalah beberapa poin penting yang dapat disimpulkan
mengenai manajemen bank syariah:

1. Kepatuhan Syariah: Manajemen bank syariah harus memastikan kepatuhan


terhadap prinsip-prinsip syariah dalam semua aspek operasional mereka.
Ini melibatkan pemahaman yang mendalam tentang prinsip syariah,
kepatuhan terhadap fatwa dan panduan syariah, serta pemantauan dan
audit syariah yang ketat.
2. Struktur Organisasi: Bank syariah memiliki struktur organisasi yang unik
dengan adanya Dewan Pengawas Syariah dan komite-komite yang
berperan penting dalam memastikan kepatuhan syariah dan pengelolaan
risiko yang efektif.
3. Pengelolaan Risiko: Bank syariah harus memiliki sistem pengelolaan
risiko yang baik untuk mengidentifikasi, mengukur, dan mengendalikan
risiko yang terkait dengan operasional mereka. Hal ini melibatkan
identifikasi risiko khusus yang unik bagi bank syariah, seperti risiko akad,
risiko syariah, dan risiko reputasi.
4. Produk dan Layanan: Bank syariah menawarkan produk dan layanan yang
sesuai dengan prinsip syariah, seperti pembiayaan syariah, simpanan
syariah, dan instrumen investasi syariah. Manajemen bank syariah harus
memastikan kualitas dan kepatuhan prinsip syariah dalam semua produk
dan layanan yang mereka tawarkan.
5. Tanggung Jawab Sosial: Bank syariah juga memiliki tanggung jawab
sosial dalam memberikan kontribusi positif kepada masyarakat dan
ekonomi berdasarkan prinsip syariah. Hal ini dapat dilakukan melalui
program-program keuangan inklusif, kegiatan amal, dan pengembangan
ekonomi berkelanjutan.

Secara keseluruhan, manajemen bank syariah memainkan peran penting


dalam menjaga kepatuhan terhadap prinsip syariah, mengelola risiko yang
unik, dan memberikan produk dan layanan syariah yang bermanfaat bagi
nasabah dan masyarakat secara umum. Dengan penerapan manajemen
yang baik, bank syariah dapat menjadi lembaga keuangan yang
profesional, etis, dan berkelanjutan dalam menjalankan fungsi mereka.

B. DAFTAR PUSTAKA
2. Usmani, M. T. (2002). Introduction to Islamic Finance: Theory and Practice.
Idaratul Ma'arif, Karachi.
3. Chapra, M. U. (2008). The Islamic Vision of Development in the Light of
Maqasid al-Shari'ah. Islamic Development Bank, Jeddah.
4. Ariff, M., Iqbal, M., & Mirakhor, A. (2012). Handbook of Islamic Banking.
Edward Elgar Publishing.
5. Hassan, M. K., & Lewis, M. K. (Eds.). (2007). Handbook of Islamic Banking.
Edward Elgar Publishing.
6. Siddiqi, M. N. (2009). Islamic Banking and Finance in Theory and Practice: A
Survey of State of the Art. Islamic Research and Training Institute, Islamic
Development Bank, Jeddah.
7. El-Gamal, M. A. (2006). Islamic Finance: Law, Economics, and Practice.
Cambridge University Press.
8. Al-Suwailem, S. (2017). Contemporary Islamic Finance: Innovations,
Applications, and Best Practices. Wiley.
9. Warde, I. (2000). Islamic Finance in the Global Economy. Edinburgh University
Press.
10. Obaidullah, M., & Khan, T. (2008). Islamic Banking and Finance: Fundamentals
and Contemporary Issues. Bloomsbury Publishing.
11. Wilson, R. (2017). Introduction to Islamic Banking and Finance. Routledge.

Anda mungkin juga menyukai