Anda di halaman 1dari 15

BAB I

TINJAUN PUSTAKA
1. Pengertian
Frakture adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh trauma (Mansjoer, Arif, et al. 2006). Sedangkan menurut Linda
Juall C (2008) fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang disebabkan adanya
tekanan eksternal yang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Humerus atau tulang lengan atas adalah tulang panjang pada lengan yang
terletak antara bahu dan siku. Pada sistem rangka terletak diantara skapula (tulang
belikat) dan radius-ulna (tulang pengumpil-hasta). Secara anatomis tulang
hemurus dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: bagian atas humerus, badan
humerus (corpus humerus), dan bagian bawah humerus. Kepala bonggol humerus
(caput humerus) bersendi dengan cavitas glenoidales dari skapula. Penyambungan
ini dikenal dengan sendi bahu yang memiliki jangkauan gerak yang luas. Pada
persendian ini terdapat dua bursa yaitu bursa subacromialis dan bursa
subscapularis. Bursa subacromialis membatasi otot supraspinatum dan otot
deltoideus. Bursa subscapularis memisahkan fossa subscapularis dari tendon otot
subscapularis.
Kestabilan sendi humerus dibantu oleh otot rottator cuff. Pada bagian siku
terdapat persendian dengan ulna sehingga memungkinkan gerak fleksi dan
ekstensi. Gerakan ini terjadi pada bagian troklea humerus. Terdapat dua cekungan
pada ujung bawah humerus, yaitu fossa coronoidea dan fossa olecrani. Selain itu,
terdapata banyak otot yang melekat pada humerus. Otot-otot tersebut
memungkinkan gerakan pada siku dan bahu. Otot khusus rotator cuff melekati
bagian atas humerus dan dapat melakukan rotasi serta abduksi pada bahu.
Terdapat pula otot pada lengan bawah yang melekati humerus seperti otot
pronator teres dan otot fleksor dan ekstensor lengan bawah.
nya struktur dari tulang humerus (Mansjoer, Arif, et al, 2000).Fraktur
humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan oleh benturan /
trauma langsung maupun tak langsung (Sjamsuhidajat, R. 2004).
Jadi fraktur humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan
oleh benturan/trauma langsung maupun tak langsung karena diskontinuitas atau
hilangnya struktur dari tulang humerus.
2. Klasifikasi
Frakture atau patah tulang humerus terbagi atas:
a. Fraktur suprakondilar humerus, jenis fraktur ini dapat dibedakan menjadi:
1. Jenis ekstensi: terjadi karena trauma langsung pada humerus distal melalui
benturan pada siku dan lengan bawah pada posisi supinasi dan lengan siku
dalam posisi ekstensi dengan tangan terfiksasi.
2. Jenis fleksi: banyak pada anak yang terjadi akibat jatuh pada telapak
tangan dengan tangan dan lengan bawah dalam posisi pronasi dan siku
dalam posisi sedikit fleksi.
b. Frakture interkondiler humerus: sering terjadi pada anak.
c. Frakture batang humerus: frakture ini disebabkan oleh trauma langsung yang
mengakibatkan fraktur transfersal atau gaya memutar tak langsung yang
mengakibatkan fraktur spiral (fraktur yang arah garis patahnya berbentuk
spiral yang disebabkan trauma rotasi).
d. Fraktur kolum humerus: dapat terjadi pada kolum anatomikum (terletak
dibawah kaput humeri) dan kolum sirurgikum (terletak dibawah tuberkulum).
3. Etiologi
Penyebab frakture humerus diantaranya adalah:
a. Akibat peristiwa trauma: karena adanya tekanan tiba – tiba dengan kekuatan
yang melebihi batas kemampuan tulang yang berupa pemukulan,
penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Trauma ada dua,
yaitu:
1. Trauma langsung: tulang bisa patah pada tempat yang terkena benturan,
kemungkinan ada kerusakan pada jaringan lunak.
2. Trauma tidak langsung: tulang dapat mengalami frakture pada tempat
yang jauh dari tempat terkena benturan, kerusakan jaringan lunak pada
fraktur kemungkinan tidak terjadi.
b. Akibat tekanan: disebabkan adanya tekanan yang berulang-ulang sehingga
dapat menyebabkan retak pada tulang.
c. Kondisi abnormal pada tulang: fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal
pada tulang jika tulang tersebut lemah misalnya oleh tumor atau tulang
tersebut dalam kondisi rapuh (osteoporosis).
4. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis pada fraktur humerus adalah:
a. Nyeri terus menerus dan meningkat, terjadi karena adanya spasme otot dan
kerusakan sekunder sehingga fragmen tulang tidak bisa digerakkan.
b. Deformitas atau kelainan bentuk. Terdapat perubahan pada fragmen tulang
yang disebabkan oleh adanya deformitas tulang dan fraktur itu sendiri. Hal
ini akan tampak saat dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.
c. Terdapat gangguan fungsi. Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat
digunakan dan cenderung menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas
tidak berfungsi secara teratur karena fungsi normal otot tergantung pada
integritas tulang yang mana tulang tersebut saling berdekatan.
d. Bengkak dan memar, terjad karena adaya hematoma pada jaringan lunak.
e. Pemendekan. Pada frakture tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata
pada ekstremitas yang disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempetan di
atas dan di bawah lokasi fraktur humerus.
f. Krepitasi. Suara derik tulang dapat didengar atau dirasakan ketika humeri
digerakkan yang disebabkan oleh trauma langsung maupun tak langsung.
5. Patofisiologi
Trauma yang terjadi pada tulang humerus dapat menyebabkan fraktur. Fraktur
dapat berupa fraktur tertutup ataupun terbuka. Fraktur tertutup tidak disertai
kerusakan jaringan lunak di sekitarnya sedangkan fraktur terbuka biasanya
disertai kerusakan jaringan lunak seperti otot tendon, ligamen, dan pembuluh
darah. Tekanan yang kuat dan berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka
karena dapat menyebabkan ragmen tulang keluar menembus kulit sehingga akan
menjadikan luka terbuka dan akan menyebabkan peradangan dan kemungkinan
terjadinya infeksi. Keluarnya darah dari luka terbuka dapat mempercepat
pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen tulang disebabkan karena adanya
kejang otot pada daerah fraktur menyebabkan disposisi pada tulang sebab tulang
berada pada posisi yaang kaku.
6. Komplikasi
a. Dislokasi bahu. Fraktur dislokasi baik anterior maupun posterior sering
terjadi. Dislokasi biasanya dapat direduksi secara tertutup dan kemudian
diterapi seperti biasa.
b. Cedera saraf. Kelumpuhan saraf radialis dapat terjadi pada fraktur humerus
jika tidak ditangani dengan benar.
c. Lesi saraf radialis. Ketidakmampuan melakukan ekstensi pergelangan tangan
sehingga pasien melakukan fleksi jari secara efektif dan tidak dapat
menggenggam lagi.
d. Kekakuan sendi. Kekakuan pada sendi terjadi jika tidak dilakukan aktivitas
lebih awal.
e. Non-union. Penyembuhan tulang tidak terjadi walaupun ttelah memakan
waktu lama karena:
1. Terlalu banyak tulang rusak pada cedera sehingga tidak ada yang
menjembatani fragmen.
2. Terjadi nekrosa tulang karena tidak ada aliran darah.
3. Anemi endoceime imbalance yaitu ketidakseimbangan endokrin atau
penyebab sistemik yang lain.
7. Pencegahan
Menurut Long B.C (1996; 356) untuk mencegah terjadinya fraktur humerus
dapat dilakukan 3 hal, yaitu:
a. Dengan membuat lingkungan lebih aman.
b. Memberikan HE pada masyarakat mengenai:
1. Bahaya minum saat mengemudi.
2. Pentingnya pemakaian sabuk pengaman.
3. Berhati-hati saat mengangkat beban berat.
4. Berhati-hati saat olahraga.
c. Berikan HE pada wanita tentang osteoporosis yang mencakup dampak dan
cara mengatasinya.
8. Penatalaksanaan
Menurut Sjamsuhidajat (1998) prinsip pengelolaan patah tulang adalah
reposisi dan imobilisasi. Penatalaksanaan yang bisa dilakukan antar lain:
a. Proteksi, misalnya untuk fraktur dengan kondisi ringan.
b. Immobilisasi dengan fiksasi atau immobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap
perlu imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen.
c. Reposisi dan immobilisasi.
d. Reposisi dengan traksi terus-menerus selama masa tertentu disertai
immobilisasi.
e. Reposisi diikuti immobilisasi fiksasi luar.
f. Reposisi secara non operatif diikuti dengan pemasangan fiksasi dalam pada
tulang secara operatif.
g. Reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan
pemasangan fiksasi internal.
h. Eksisi fragmen patahan tulang dan menggantinya dengan prostetis.
Pada prinsipnya pengobatan fraktur humerus dapat dilakukan secara tertutup
dengan cara:
a. Fragmen-fragmen dikembalikan pada posisi anatomis (reposisi).
b. Dilakukan immobilisasi sampai terjadi penyambungan fragmen-fragmen
tersebut (fiksasi atau immobilisasi).
c. Pemulihan fungsi (restorasi).
Hal di atas dapat dilakukan karena adanya toleransi yang baik terhadap
pemendekan, serta rotasi rotasi fragmen patahan tulang. Pengobatan secara
tertutup dapat dilakukan dengan traksi skelet. Secara umum, tindakan yang
dilakukan pada pasien dengan fraktur tertutup antara lain:
a. Anjurkan pasien melakukan aktifitas seperti biasa sesegera mungkin selama
kondisi pasien memungkinkan.
b. Ajarkan pasien dalam mengontrol nyeri.
c. Ajarkan pasien untuk aktif sebatas kemampuannya dalam kondisi
immobilisasi fraktur.
d. Lakukan latihan untuk mempertahankan kondisi otot yang tidak rusak dan
untuk meningkatkan kekuatan otot.
e. Ajarkan pasien cara menggunakan alat bantu secara aman.
f. Bantu pasien dalam memodifikasi lingkungan rumah mereka agar aman bagi
pasien.
g. Ajarkan pasien untuk perawatan mandiri dan informasikan tentang
pengobatan.
h. Monitoring potensial komplikasi, dan pertimbangkan kebutuhan pengawasan
pelayanan kesehatan lanjutan
1.4 WOC

Trauma langsung Trauma tak langsung Kondisi patologis

FRAKTUR HUMERUS

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang

MK: Nyeri
Perubahan jaringan sekitar
Kerusakan
fragmen tulang
Pergeseran Laserasi Spasme
fragmen kulit otot
Tekanan sumsum tulang >
tulang tinggi dari kapiler
MK: Pening
Putus katan
Deformitas Kerusakan Reaksi stres
vena/a tekanan
integritas klien
rteri kapiler
kulit
Gangguan MK: resiko
fungsi infeksi Pelepasan
perdarahan Pelepasan katekolamin
histamin
MK: Kehilangan
Gangguan Asam lemak
volume Protein plasma
mobilitas termobilisasi
cairan hilang
fisik

MK: Shock Lemak berikatan


edema dengan trombosit
hipovolemik

Penekanan pembuluh darah Lemak berikatan


dengan trombosit
Penurunan perfusi
jaringan
emboli

MK: Gangguan
Penyumbatan
perfusi jaringan
pembuluh darah
II. ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Contoh Kasus


Tn. K (20 tahun) korban kecelakaan lalu lintas dibawa ke rumah sakit
dengan keluhan lengan kiri tidak dapat di gerakan. Pasien mengalami penurunan
kesadaran selama 30 menit kemudian dibawa ke rumah sakit dan dilakukan
operasi debridement untuk pembersihan luka serta pemasangan skin traksi. TTV :
TD 110/70 mmHg, nadi 100/menit, RR 20x/menit, suhu : 37,5 o C. Tn. K mdi
diagnosa close fraktur humerus sinistra.
2.2 Asuhan Keperawatan
3.1.1 Pengkajian
1. Anamnesa
Identitas Klien
Nama : Tn. K
Umur : 20 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Status perkawinan : Belum Kawin
Alamat : Surabaya
Keluhan utama : Lengan kiri tidak bisa digerakan dan terasa sangat
nyeri.
Riwayat penyakit sekarang : pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan
lengan kiri tidak bisa digerakkan setelah kecelakaan beberapa jam yang lalu.
pasien mengalami KLL, menghindari mobil motor jatuh ke sebelah kiri
dengan lengan kiri pasien menahan beban. pasien mengalami penurunan
kesadaran selama 30 menit kemudian dibawa ke rumah sakit dan dilakukan
operasi debridement untuk pembersihan luka serta pemasangan skin traksi.
Riwayat penyakit dahulu : -
Riwayat penyakit keluarga : tidak ada keluarga yang menderita patah tulang
sebelumnya
2. Pemeriksaan Fisik
TTV : TD 110/70 mmHg, nadi 100/menit, RR 20x/menit, suhu : 37,5o C
ROS (Review of System)
B1 (Breathing) : RR= 20x/min, irama nafas reguler, bunyi nafas vesikuler.
B2 (Blood) : sklera konjungtiva anemis, TD=110/70 mmHg, nadi 100xmin.
B3 (Brain) : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, dan mukosa mulut
tidak mengalami peradangan
B4 (Bladder) : warna urine jernih kekuningan
B5 (Bowel) : mual muntah (+), makan 3x/hari porsi tidak habis. Tn. K
mengatakan perutnya mual saat makan. Tn.K makan mandiri.
B6 (Bone) : gerak sendi terbatas,
kekuatan otot
5 3
5 5
keterangan: 5= kekuatan otot penuh
4= ada gerakan tapi tidak penuh
3= bisa melawan gravitasi
2= bisa gerak tapi tidak bisa melawan gravitasi
1= tidak ada kekuatan.
Close Fraktur Humerus Sinistra, terpasang skin traksi.
Nyeri (+)
P : setiap saat dan semakin hebat saat terjadi pergerakan
Q : tumpul menyebar
R : lengan kiri menjalar sampai dengan jari-jari tangan kiri
S : skala 9
T : saat terjadi pergerakan
terdapat luka bekas operasi pasca pemasangan traksi.
Personal Higien: seka (+) pagi dan sore dibantu keluarga, sikat gigi (-), kuku
bersih pendek, ganti baju 2hari sekali.
2.3 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan laserasi kulit
3. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas
4. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka dan bekas luka operasi
2.4 Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang
Tujuan : klien menyatakan nyeri berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
- Dalam 1x24 jam skala nyeri turun menjadi 4-5.
- Pasien tampak tenang dan tidak menahan sakit.
- Pasien tampak rileks, RR=20x/min, Nadi= 100x/min
Intervensi Rasional
1. Pertahankan imobilasasi bagian Mengurangi nyeri dan mencegah
yang sakit dengan tirah baring, malformasi.
gips, bebat dan atau traksi

2. Tinggikan posisi ekstremitas Meningkatkan aliran balik vena,


yang terkena. mengurangi edema/nyeri.

3. Lakukan dan awasi latihan gerak Mempertahankan kekuatan otot dan


pasif untuk area yang terdapat meningkatkan sirkulasi vaskuler.
fraktur (ekstremitas sinistra atas)
dan ROM aktif untuk daerah
yang bebas frakture (ekstremitas
bawah sinistra dextra dan
ekstremitas atas dextra).
Meningkatkan sirkulasi umum,
4. Lakukan tindakan untuk menurunakan area tekanan lokal
meningkatkan kenyamanan dan kelelahan otot.
(masase, perubahan posisi)
Mengalihkan perhatian terhadap
5. Ajarkan penggunaan teknik nyeri, meningkatkan kontrol
manajemen nyeri (latihan napas terhadap nyeri yang mungkin
dalam, imajinasi visual, aktivitas berlangsung lama.
dipersional)

6. Lakukan kompres dingin selama Menurunkan edema dan


fase akut (24-48 jam pertama) mengurangi rasa nyeri.
sesuai keperluan di area sekitar
luka dan fraktur.

7. Kolaborasi pemberian analgetik Menurunkan nyeri melalui


sesuai indikasi. mekanisme penghambatan rangsang
nyeri baik secara sentral maupun
perifer.
8. Evaluasi keluhan nyeri (skala,
petunjuk verbal dan non verval, Menilai perkembangan masalah
perubahan tanda-tanda vital) klien.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan laserasi kulit


Tujuan : klien menyatakan ketidaknyamanan hilang
Kriteria Hasil :
- lesi berkurang sesuai dengan tahap penyembuhan luka
Intervensi Rasional
1. Pertahankan tempat tidur Menurunkan risiko
yang nyaman dan aman kerusakan/abrasi kulit yang lebih
(kering, bersih, alat tenun luas.
kencang, bantalan bawah
siku, tumit).
2. Masase kulit terutama daerah
penonjolan tulang dan area Meningkatkan sirkulasi perifer
distal bebat/gips. dan meningkatkan kelemasan kulit
dan otot terhadap tekanan yang
3. Menjaga skin traksi dengan relatif konstan pada imobilisasi.
dengan rawat luka. Mencegah gangguan integritas
kulit dan jaringan akibat
4. Observasi keadaan kulit, kontaminasi fekal.
penekanan gips/bebat Menilai perkembangan masalah
terhadap kulit, insersi klien.
pen/traksi.

3. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas


Tujuan : Klien dapat meningkatkan mobilitas fisik pada lengan
yang mengalami fraktur
Kriteria Hasil :
- klien dapat menggerakkan ujung-ujung jari
- klien dapat mengangkat bahu
Intervensi Rasional
1. Pertahankan pelaksanaan Memfokuskan perhatian,
aktivitas rekreasi terapeutik meningkatakan rasa kontrol
(radio, koran, kunjungan diri/harga diri, membantu
teman/keluarga) sesuai keadaan menurunkan isolasi sosial.
klien.
Meningkatkan sirkulasi darah
2. Bantu latihan rentang gerak muskuloskeletal,
pasif aktif pada ekstremitas yang mempertahankan tonus otot,
sakit maupun yang sehat sesuai mempertahakan gerak sendi,
keadaan klien. mencegah kontraktur/atrofi dan
mencegah reabsorbsi kalsium
karena imobilisasi.
3. Berikan papan penyangga kaki, Mempertahankan posis
gulungan trokanter/tangan fungsional ekstremitas.
sesuai indikasi.
4. Bantu dan dorong perawatan diri Meningkatkan kemandirian
(kebersihan/eliminasi) sesuai klien dalam perawatan diri
keadaan klien. sesuai kondisi keterbatasan
5. Ubah posisi secara periodik klien.
sesuai keadaan klien. Menurunkan insiden komplikasi
kulit dan pernapasan (dekubitus,
6. Dorong/pertahankan asupan atelektasis, penumonia)
cairan 2000-3000 ml/hari. Mempertahankan hidrasi
adekuat, men-cegah komplikasi
7. Berikan diet TKTP. urinarius dan konstipasi.
Kalori dan protein yang cukup
diperlukan untuk proses
penyembuhan dan mem-
8. Kolaborasi pelaksanaan pertahankan fungsi fisiologis
fisioterapi sesuai indikasi. tubuh.
Kerjasama dengan fisioterapis
9. Evaluasi kemampuan mobilisasi perlu untuk menyusun program
klien dan program imobilisasi. aktivitas fisik secara individual.
Menilai perkembangan masalah
klien.

4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penyumbatan pembuluh


darah
Tujuan : klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik
Kriteria Hasil :
- akral hangat, tidak pucat dan tidak sianosis, dapat bergerak secara aktif
Intervensi Rasional
1. Dorong klien untuk secara Meningkatkan sirkulasi darah
rutin melakukan latihan dan mencegah kekakuan sendi.
menggerakkan jari/sendi distal
cedera. Mencegah stasis vena dan
2. Hindarkan restriksi sirkulasi sebagai petunjuk perlunya
akibat tekanan bebat/spalk penyesuaian keketatan
yang terlalu ketat. bebat/spalk.
3. Pertahankan letak tinggi Meningkatkan drainase vena dan
ekstremitas yang cedera menurunkan edema kecuali pada
kecuali ada kontraindikasi adanya keadaan hambatan aliran
adanya sindroma arteri yang menyebabkan
kompartemen. penurunan perfusi.
Mungkin diberikan sebagai upaya
4. Berikan obat antikoagulan profilaktik untuk menurunkan
(warfarin) bila diperlukan. trombus vena.
Mengevaluasi perkembangan
5. Pantau kualitas nadi perifer, masalah klien dan perlunya
aliran kapiler, warna kulit dan intervensi sesuai keadaan klien
kehangatan kulit distal cedera,
bandingkan dengan sisi yang
normal.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka dan bekas luka operasi
Tujuan : Klien mengalami penyembuhan luka sesuai waktu
Kriteria Hasil :
- bebas drainase purulen atau eritema dan demam
Intervensi Rasional
1. Lakukan perawatan pen steril Mencegah infeksi sekunderdan
dan perawatan luka sesuai mempercepat penyembuhan luka.
protokol Meminimalkan kontaminasi.
2. Ajarkan klien untuk
mempertahankan sterilitas
insersi pen. Antibiotika spektrum luas atau
3. Kolaborasi pemberian spesifik dapat digunakan secara
antibiotika dan toksoid tetanus profilaksis, mencegah atau
sesuai indikasi. mengatasi infeksi. Toksoid
tetanus untuk mencegah infeksi
tetanus.
Leukositosis biasanya terjadi
4. Analisa hasil pemeriksaan pada proses infeksi, anemia dan
laboratorium (Hitung darah peningkatan LED dapat terjadi
lengkap, LED, Kultur dan pada osteomielitis. Kultur untuk
sensitivitas luka/serum/tulang) mengidentifikasi organisme
penyebab infeksi.
5. Observasi tanda-tanda vital dan Mengevaluasi perkembangan
tanda-tanda peradangan lokal masalah klien.
pada luka.

Anda mungkin juga menyukai