Anda di halaman 1dari 73

Panduan Penentuan

Beban dan Target Cakupan


Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis
di Indonesia Tahun 2019-2024

KEMENTERIAN KESEHATAN - 2018


KATA PENGANTAR

Estimasi insiden TB di Indonesia yang dilakukan tahun 2017 menunjukkan angka


842.000 kasus. Angka ini berbeda dengan estimasi insiden TB tahun 2016, yaitu
sebesar 1.020.000. Perbedaan ini terjadi karena digunakan metode yang berbeda
antara tahun 2017 dengan 2016. Estimasi insiden tahun 2017 dianggap lebih tepat
karena metode yang digunakan memiliki presisi yang lebih baik.

Pemerintah bertekad untuk mencapai Eliminasi TB tahun 2030 dengan target


Case Detection Rate (CDR) di tahun 2020 sebesar 70%. Karena adanya perubahan
estimasi insiden pada tahun 2017 dan agar target eliminasi TB tahun 2030 dapat
tercapai, perlu ada perubahan target cakupan penemuan TB.

Apresiasi saya sampaikan kepada Komli TB yang bersama jajaran Ditjen P2P
telah menyusun dan menerbitkan buku berjudul Panduan untuk Menentukan
Beban dan Target Cakupan Penemuan dan Pengobatan TB di Indonesia 2019 –
2024. Dengan memanfaatkan panduan ini maka insiden TB dan target penemuan
kasus TB yang harus dicapai di tingkat Provinsi dan di tingkat Kabupaten/ Kota
dapat ditentukan.

Buku ini dimaksudkan untuk digunakan oleh para pengelola program TB tingkat
Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/kota. Dengan terbitnya buku ini diharapkan
seluruh jajaran kesehatab di Pusat dan Daerah dapat menghitung beban TB,
menentukan target penemuan kasus TB di wilayahnya, dan melakukan upaya
pencapaian target menuju Eliminasi TB tahun 2030.

Semoga buku ini bermanfaat bagi upaya mempercepat terwujudnya Indonesia


Bebas TB sebelum 2050.

Jakarta, Desember 2018


Direktur Jenderal P2P

dr. Anung Sugihantono, M.Kes

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia iii


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ________________________________________________ III

DAFTAR ISI _________________________________________________________ V

DAFTAR TABEL __________________________________________________ VII

DAFTAR GAMBAR _________________________________________________ IX

BAB 1 PENDAHULUAN _____________________________________________ 1

1.1 Latar belakang_______________________________________________________ 1


1.1.1 Insiden Tuberkulosis ............................................................................... 1
1.1.2 Estimasi Insiden TB berdasarkan Hasil Survei Nasional Prevalensi .. 3
1.1.3 Estimasi Insiden dengan Analisis Pemodelan Capture-Recapture ...... 3

1.2 Tujuan _______________________________________________________________ 3

1.3 Ruang lingkup _______________________________________________________ 4

1.4 Dasar hukum ________________________________________________________ 4

1.5 Upaya Pencapaian Target ___________________________________________ 4

BAB 2 PERHITUNGAN INSIDEN TB DI TINGKAT NASIONAL ______ 5

2.1 Perhitungan insiden berdasarkan data SPTB 2013-2014 _____________ 5

2.2 Perhitungan insiden berdasarkan data IVS 2017-2018 ______________ 10

BAB 3 PERHITUNGAN INSIDEN TB DI TINGKAT WILAYAH ______ 17

3.1 Data dan variabel ___________________________________________________ 18

3.2 Proses perhitungan _________________________________________________ 21

3.3 Workbook nasional _________________________________________________ 22

3.4 Tingkat kabupaten/kota ____________________________________________ 26

3.5 Tingkat provinsi ____________________________________________________ 34

BAB 4 PERHITUNGAN TARGET PENEMUAN DAN PENGOBATAN


TB__________________________________________________________________ 41

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia v


4.1 Perhitungan target di tingkat nasional ______________________________ 42

4.2 Perhitungan target di tingkat provinsi ______________________________ 44

4.3 Perhitungan target di tingkat kabupaten/kota ______________________ 52

4.4 Perhitungan target di tingkat kecamatan ___________________________ 55


4.4.1 Kecamatan di kabupaten yang tidak ada kotanya ..............................56
4.4.2 Kecamatan di kabupaten yang ada kotanya ........................................58

BAB 5 SIMPULAN DAN PENUTUP _________________________________ 61

REFERENSI ________________________________________________________ 63

vi Panduan Penentuan Beban dan Target


DAFTAR TABEL

Tabel 1 Hasil penghitungan insiden TB dengan model deterministik sederhana . 8


Tabel 2 Hasil penghitungan insiden TB dengan Model 2 dan perbandingannya
dengan Metode 1 ........................................................................................................ 9
Tabel 3 Model Regresi Poisson yang digunakan .................................................... 12
Tabel 4 Hasil estimasi u, SE(u), 95%CI (u), dan AIC ............................................ 13
Tabel 5 Prevalensi, jumlah penduduk, dan beban kumulatif TB per kawasan ... 25
Tabel 6 Insiden TB per kawasan ............................................................................. 26
Tabel 7 Nilai skor menurut kawasan...................................................................... 29
Tabel 8 Hasil estimasi insiden TB, cakupan penemuan dan pengobatan TB, dan
TB-HIV menurut provinsi tahun 2017 ................................................................... 36
Tabel 9 Perkiraan angka insiden TB di Indonesia, 2017-2024 ............................. 43
Tabel 10 Target cakupan penemuan dan pengobatan TB dan kasus TB yang
harus ditemukan, 2019-2024 ................................................................................... 44
Tabel 11 Target angka cakupan penemuan dan pengobatan TB dan jumlah kasus
TB yang harus ditemukan dan diobati tahun 2019 ............................................... 46
Tabel 12 Target angka cakupan penemuan dan pengobatan TB dan jumlah kasus
TB yang harus ditemukan dan diobati tahun 2020 ............................................... 47
Tabel 13 Target angka cakupan penemuan dan pengobatan TB dan jumlah kasus
TB yang harus ditemukan dan diobati tahun 2021 ............................................... 48
Tabel 14 Target angka cakupan penemuan dan pengobatan TB dan jumlah kasus
TB yang harus ditemukan dan diobati tahun 2022 ............................................... 49
Tabel 15 Target angka cakupan penemuan dan pengobatan TB dan jumlah kasus
TB yang harus ditemukan dan diobati tahun 2023 ............................................... 50
Tabel 16 Target angka cakupan penemuan dan pengobatan TB dan jumlah kasus
TB yang harus ditemukan dan diobati tahun 2024 ............................................... 51
Tabel 17 Jumlah temuan kasus, perkiraan insiden TB, target dan cakupan
penemuan dan pengobatan TB tahun 2019 ............................................................ 54
Tabel 18 Jumlah temuan kasus dan target penemuan dan pengobatan TB
menurut kecamatan di Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2019 ............................................................................................................... 57
Tabel 19 Jumlah temuan kasus dan target penemuan dan pengobatan TB
menurut kecamatan di Kabupaten dan Kota Magelang, Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2019 ............................................................................................................... 59

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia vii


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Distribusi estimasi insiden TB per 100.000/tahun berdasarkan Metode


1, Metode 2, dan Esemble dari kedua metode tersebut ......................................... 10
Gambar 2 Hasil pemadanan data IVS dan NTP .................................................... 11
Gambar 3 Distribusi kasus TB menurut notifikasi dan diagnosis status ............ 15
Gambar 4 Tren estimasi insiden kasus TB per 100.000 penduduk dari kedua
metode (berdasarkan data SPTB (orange) dan IVS (biru) dan tren notifikasi
(hitam) ...................................................................................................................... 17
Gambar 5 Distribusi jumlah penduduk di setiap kabupaten/kota........................ 19
Gambar 6 Distribusi proporsi penduduk yang tinggal di daerah perkotaan/urban
di setiap kabupaten/kota ......................................................................................... 20
Gambar 7 Distribusi proporsi penduduk yang tinggal di rumah dengan luas per
kapita kurang dari 8 meter persegi di setiap kabupaten/kota .............................. 20
Gambar 8 Distribusi proporsi penduduk dengan tingkat pendidikan SMP atau
lebih rendah di setiap kabupaten/kota ................................................................... 20
Gambar 9 Distribusi prevalensi HIV di setiap kabupaten/kota ............................ 21
Gambar 10 Distribusi proporsi penduduk yang terpajan polusi udara di setiap
kabupaten/kota ......................................................................................................... 21
Gambar 11 Proses SUBSET untuk estimasi insiden dan penentuan target
penemuan dan pengobatan TB tingkat wilayah .................................................... 22
Gambar 12 Worksheet Method................................................................................ 23
Gambar 13 Worksheet Input 1 ................................................................................ 23
Gambar 14 Worksheet Input 2 ................................................................................ 24
Gambar 15 Worksheet perhitungan skor variabel dan total skor per
kabupaten/kota ......................................................................................................... 27
Gambar 16 Worksheet perhitungan estimasi insiden TB dan cakupan penemuan
dan pengobatan TB per kabupate/kota ................................................................... 30
Gambar 17 Worksheet perhitungan estimasi insiden TB-HIV per kabupate/kota
................................................................................................................................... 31
Gambar 18 Worksheet ringkasan estimasi per kabupate/kota ............................. 32
Gambar 19 Distribusi estimasi jumlah insiden TB di setiap kabupaten/kota ..... 32
Gambar 20 Distribusi estimasi insiden TB per 100.000 penduduk di setiap
kabupaten/kota ......................................................................................................... 33
Gambar 21 Distribusi estimasi cakupan penemuan dan pengobatan TB
berdasarkan fasyankes di setiap kabupaten/kota .................................................. 33
Gambar 22 Distribusi estimasi cakupan penemuan dan pengobatan TB
berdasarkan domisili di setiap kabupaten/kota ..................................................... 33

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia ix


Gambar 23 Perbandingan estimasi cakupan penemuan dan pengobatan TB
berdasarkan fasyankes dan domisili di kabupaten/kota di DI Yogyakarta dan
beberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah............................................................. 34
Gambar 24 Worksheet untuk estimasi di tingkat provinsi ................................... 35
Gambar 25 Distribusi estimasi jumlah insiden kasus TB di setiap provinsi ....... 37
Gambar 26 Distribusi estimasi insiden TB per 100.000 penduduk di setiap
provinsi ..................................................................................................................... 37
Gambar 27 Distribusi estimasi cakupan penemuan dan pengobatan TB di setiap
provinsi ..................................................................................................................... 37
Gambar 28 Perkiraan jumlah insiden TB per provinsi ......................................... 38
Gambar 29 Perkiraan jumlah insiden TB per 100.000 penduduk per provinsi ... 39
Gambar 30 Perkiraan angka cakupan penemuan dan pengobatan TB per
provinsi ..................................................................................................................... 40
Gambar 31 Tren capaian temuan kasus TB baru dan kambuh ............................ 41
Gambar 32 Tren angka insiden TB per 100.000 penduduk pada tahun 2000-2017
(GTB 2018) dan prediksi pada tahun 2018-2019 ................................................... 42
Gambar 33 Tren angka insiden TB pada tahun 2000-2017 (GTB 2018) dan
prediksi pada tahun 2018-2019............................................................................... 43
Gambar 34 Distribusi angka penemuan dan pengotaban TB per kabupaten/kota
di Provinsi Bali......................................................................................................... 53
Gambar 35 Distribusi perkiraan angka insiden TB per kabupaten/kota di
Provinsi Bali tahun 2019 ......................................................................................... 53
Gambar 36 Peta kecamatan di Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi
Selatan ...................................................................................................................... 56
Gambar 37 Kecamatan di Kabupaten dan Kota Magelang................................... 58

x Panduan Penentuan Beban dan Target


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Beban masalah penyakit Tuberkulosis di dunia dan setiap wilayah


direpresentasikan dalam angka kejadian Insiden, Prevalensi, dan Kematian
akibat penyakit Tuberkulosis (TB) berdasarkan data yang dikumpulkan melalui
sistem surveilans dan berbagai studi atau survei yang relevan.

Sedangkan angka kematian dihitung berdasarkan Sampel Registrasi Survei


untuk penyebab Kematian, atau menghitung berdasarkan angka insisiden Case
Fatality Ratio.

1.1.1 Insiden Tuberkulosis

Angka insiden TB tidak pernah diukur melalui studi di populasi, karena


membutuhkan studi longitudinal pada subyek kohort yang sangat banyak, butuh
biaya yang sangat mahal dan butuh dukungan logistik yang kompleks.

Sistem notifikasi kasus tuberkulosis dapat digunakan sebagai penduga insiden


tuberkulosis di suatu negara dengan sistem surveilans yang baik, yaitu jumlah
kasus yang tak terlaporkan minimal, dan akses layanan kesehatan yang
berkualitas yang mendorong sedikit kasus yang tidak terdeteksi. Dibantu dengan
studi inventori dimungkinkan mengukur tingkat ketidaklaporan kasus
tuberkulosis yang sudah berobat di fasilitas layanan kesehatan. Selain itu hasil
studi inventory dimungkinkan untuk mengestimasi angka insiden bila kondisi
data memungkinkan.

Ada empat metode yang digunakan secara global untuk menghitung angka
insiden tuberkulosis di setiap negara:

1. Berdasarkan notifikasi kasus dengan kombinasi pendapat ekspert tentang


besar gap angka deteksi kasus.

2. Berdasarkan hasil Survei Prevalensi Tuberkulosis Nasional

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 1


3. Berdasarkan data notifikasi kasus yang dilakukan pembobotan dengan
faktor standar yang memperhitungkan under-reporting dan under-
diagnosis.

4. Berdasarkan pemodelan analisis capture-recapture.

Diringkaskan tentang metode-metode tersebut dijelaskan secara singkat dengan


kelebiham dan kelemahannya. Metode pertama dengan memanfaatkan pendapat
para ahli dalam pertemuan konsesus untuk menduga besar tingkat kasus
tuberkulosis yang tidak terlaporkan dan belum terdeteksi dalam kurun tren
selama tiga tahun berdasarkan survei risiko infeksi atau interpolasi angka gap
deteksi selama tiga tahun.

Keterbatasan metode yang mendasari pendapat para ahli tentang masalah gap
pada pelaporan dan deteksi kasus sering dipertanyakan kesahihannya, sulit
dihindari konflik kepentingan, serta keterbatasan sarana layanan, kualitas
layanan diagnostik dan perilaku penduduk dalam mencari pengobatan
tuberkulosis. Kualitas layanan diagnostik, seringkali sulit mendapatkan data
orang dengan tuberkulosis yang sudah terkonfirmasi.

Pada metode kedua mendasari hasil Survei Nasional Prevalensi Tuberkulosis.


Insiden diestimasi berdasarkan Prevalensi yang didapat dari metode Survei dan
perkiraan durasi penyakit. Bila kondisi equilibrium, maka angka insiden bisa
diperoleh dengan membagi prevalensi dengan rata-rata durasi penyakit.

Kelemahan metode ini, besar ketidakpastian cukup besar, karena sulit


memperoleh angka durasi penyakit yang spesifik di wilayah tersebut. Walaupun
demikian, estimasi insiden dengan menggunakan metode ini jauh lebih baik
dibandingkan dengan konsesus pendapat ahli.

Metode ketiga ini dapat dilakukan bila sistem surveilans dapat diandalkan seperti
negara maju, dengan memprtimbangkan tingkat under-reporting dan under-
diagnosis. Biasanya data surveilans cukup konsisten dengan memperhatikan
rasion Kematian TB dan Notifikasi, bila terdapat fluktuasi maka ada masalah
dalam pelaporan,

Metode ke empat dengan melakukan analisis pemodelan Capture-recapture untuk


memperoleh angka insiden. Angka insiden Tuberkulosis sangat baik, karena kecil
ketidakpastiannya (estimasi intervalnya tidak lebar).

2 Panduan Penentuan Beban dan Target


1.1.2 Estimasi Insiden TB berdasarkan Hasil Survei Nasional Prevalensi

Walaupun rancangan survei hanya digunakan mengukur prevalensi, bukan untuk


mengestimasi langsung insiden namun dengan menggunakan angka prevalensi
tersebut dimungkin untuk mengestimasi insiden.

Ada dua metode yang digunakan, pertama dengan menggunakan model


determistik sederhana dan rasio yang tak diobati dan diobati. Kedua
mengestimasi insiden dari prevalensi dibagi dengan durasi penyakit.
Kekurangannya pada variasi durasi penyakit yang sangat besar sehingga sulit
untuk mendapat angka yang lebih pasti.

Dari hasil perhitungan menggunakan gabungan kedua metode tersebut,


didapatkan angka insiden tuberkulosis sekitar juta kasus tuberkulosis pada
semua usia dan semua jenis penykait (paru dan di luar paru) di tahun 2013
dengan variasi dari 0.7 juta sampai 1.4 juta kasus.

Variasi estimasi yang cukup lebar, disebabkan oleh variasi ketidakpastian akibat
penyampelan (sampling) pada prevalensi tuberkulosis pada dewasa,
ketidakpastian saat mengestimasi TB anak dan TB di ekstra-paru, serta
ketidakpastian tentang durasi penyakit.

1.1.3 Estimasi Insiden dengan Analisis Pemodelan Capture-Recapture

Tujuan utama Studi Inventori adalah mengukur besar under-reporting. Ada


keuntungan yang diperoleh dari hasil studi inventori, yaitu kita dapat
mengestimasi besar kasus yang belum terdeteksi oleh layanan kesehatan. Hasil
analisis pemodelan capture-recapture dapat diperoleh estimasi insiden dengan
lebih baik yaitu variasi estimasi (uncertainty) nya lebih kecil. Variasi estimasi
yang terjadi disebabkan hanya oleh sampling uncertainty dari studi inventori dan
uncertainty estimasi kasus yang belum terdetaksi.

1.2 Tujuan

Buku ini berisi penjelasan tentang teknik perhitungan estimasi insiden TB pada
tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Buku ini juga berisi tentang
penjelasan cara menentukan target penemuan kasus TB di tingkat nasional,
provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan. Target penemuan kasus TB di tingkat
nasional dan provinsi telah ditetapkan di dalam buku ini.

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 3


1.3 Ruang lingkup

Buku ini ditujukan untuk pengelola program TB baik ditingkat nasional, provinsi,
kabupaten/kota.

1.4 Dasar hukum

Dasar hukum dari penulisan buku ini adalah Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 67 Tahun 2016 tentang Program Penanggulangan Tuberkulosis.

1.5 Upaya Pencapaian Target

Untuk pencapaian target penemuan dan pengobatan kasus TB diperlukan


langkah perencanaan sumber daya dan penggerakan pelaksanaan di setiap
tingkat administrasi provinsi/kabupaten/kota. Penghitungan kebutuhan sumber
daya di setiap tingkat administrasi mengacu pada Peta Jalan Menuju Eliminasi
TB Tahun 2030 dan sesuai dengan kebijakan RPJMN Bidang Kesehatan 2020-
2024 dan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2020-2024.

Upaya pencapaian target penemuan dan pengobatan kasus TB adalah sesuai


dengan amanat PP nomor 2 tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal.
Upaya pencapaian target sangat ditentukan oleh dukungan seluruh jajaran lintas
sektor dan peran serta seluruh lapisan masyarakat termasuk organisasi
kemasyarakatan, organisasi profesi, kalangan swasta, dan dunia usaha.

4 Panduan Penentuan Beban dan Target


BAB 2 PERHITUNGAN INSIDEN TB DI
TINGKAT NASIONAL

Di dalam sub-bab ini akan dibahas tentang dua metode penghitungan estimasi
insiden TB di tingkat nasional yang disarankan oleh WHO berdasarkan
ketersediaan data di suatu negara.

2.1 Perhitungan insiden berdasarkan data SPTB 2013-2014

Pada tahun 2013-2014, Indonesia telah melaksanakan Survei Prevalensi TB


(SPTB) di populasi umum secara nasional. Tujuan utama dari survei ini adalah
untuk mengetahui tingkat prevalensi TB paru pada penduduk dewasa (umur 15
tahun atau lebih) di Indonesia, baik di tingkat nasional maupun tingkat kawasan,
yaitu Sumatera, Jawa-Bali, dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Jumlah
penduduk dewasa yang berpartisipasi di dalam survei ini sebanyak 67.944
penduduk dewasa yang tersebar di 156 klaster yang terpilih dalam survei ini.

Estimasi prevalensi TB paru yang terkonfirmasi secara bakteriologis (yang


selanjutnya disebut TB paru dalam tulisan ini) pada penduduk dewasa adalah
759,1 (95% CI 589,7-960,8) kasus per 100.000 penduduk dewasa. Estimasi
prevalensi di kawasan Sumatera sebesar 913,1 (696,7-1.176,7) kasus per 100.000
penduduk dewasa, di kawasan Jawa-Bali 593,1 (447,2-770,6) kasus per 100.000
penduduk dewasa, dan di kawasan KTI sebesar 842,1 (634,7-1.091,8) kasus per
100.000 penduduk dewasa.

Untuk mengestimasi insiden TB semua bentuk (termasuk TB ekstra paru) untuk


semua umur (termasuk anak) dari angka prevalensi, maka perlu diketahui juga
angka prevalensi TB semua bentuk untuk semua umur di Indonesia. Angka
estimasi prevalensi TB dari SPTB adalah angka estimasi prevalensi TB paru di
penduduk dewasa. Untuk itu perlu dilakukan ekstrapolasi angka prevalensi
tersebut. Ada dua fase ekstrapolasi yang dilakukan, yaitu

(1) ektrapolasi untuk mendapatkan estimasi angka prevalensi TB paru untuk


semua umur

(2) ektrapolasi untuk mendapatkan estimasi angka prevalensi TB semua bentuk


untuk semua umur

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 5


Untuk mendapatkan angka estimasi prevalensi TB paru untuk semua kelompok
umur maka perlu dilakukan estimasi angka prevalensi TB paru pada anak dengan
cara mengalikan prevalensi TB paru pada penduduk dewasa dengan rasio
notifikasi atau penemuan kasus TB paru pada anak terhadap kasus dewasa,

𝑝
"𝑝𝑎𝑟𝑢;𝑎𝑛𝑎𝑘 = 𝑝
"𝑝𝑎𝑟𝑢;𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎 × 𝑟𝑎𝑛𝑎𝑘/𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎

dengan:

• 𝑝̂123454 adalah estimasi prevalensi TB paru pada penduduk dewasa (hasil


SPTB 2013-2014), yaitu 759,1 (95% CI 589,7-960,8) per 100.000 penduduk
dewasa

• 𝑟4647/123454 adalah rasio tingkat notifikasi kasus TB paru anak terhadap


dewasa (data notifikasi Program TB Nasional, 2008-2012), secara rerata
dari data 5 tahun tersebut adalah 0,3 dengan simpangan baku (SD) 0,056

• Asumsi yang digunakan adalah rasio tingkat notifikasi kasus TB paru


anak terhadap dewasa sama dengan rasio prevalensi TB paru anak
terhadap dewasa

Setelah estimasi angka prevalensi TB paru pada anak didapatkan, selanjutnya


dapat dihitung estimasi angka prevalensi TB paru untuk semua kelompok umur
dengan cara menghitung rata-rata tertimbang antara prevalensi TB paru pada
anak dan pada penduduk dewasa,

𝑝
"849: = ;"
𝑝𝑝𝑎𝑟𝑢;𝑎𝑛𝑎𝑘 × c= + ;"
𝑝𝑝𝑎𝑟𝑢;𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎 × (1 − c)=

dengan:

• c adalah proporsi anak terhadap total populasi, nilai ini diperkirakan


sebesar 0,297 (data BPS dan UNDP)

Selanjutnya dapat dihitung angka estimasi prevalensi TB semua bentuk pada


semua umur dengan cara membagi prevalensi TB paru pada semua umur dengan
proporsi kasus TB paru pada semua umur yang ternotifikasi, atau satu dikurang
proporsi kasus TB ekstra paru pada semua umur yang ternotifikasi,

𝑝̂849:
𝑝̂ CD =
1 − Pr (𝐸𝑃)

6 Panduan Penentuan Beban dan Target


dengan:

• Pr (𝐸𝑃) adalah proporsi kasus baru TB ektra paru yang ternotifikasi (data
notifikasi Program TB Nasional, 2008-2012), secara rerata dari data 5
tahun tersebut adalah 0,09 dengan simpangan baku (SD) 0,007

• Asumsi yang digunakan dalam penghitungan ini adalah (1) proporsi kasus
TB ekstra paru terhadap TB semua bentuk yang ternotifikasi sama dengan
pada kasus TB di populasi dan (2) proporsi kasus TB ektra paru sama
untuk semua kelompok umur

Hasil penghitungan angka estimasi prevalensi TB tersebut adalah sebagai


berikut:

• Estimasi prevalensi TB paru per 100.000 penduduk adalah 600 (95% CI:
466 – 734),

• Estimasi prevalensi TB semua bentuk per 100.000 penduduk adalah 659


(95% CI: 512 – 806), dan

• Estimasi jumlah kasus prevalensi TB adalah 1.600.000 (95% CI: 1,200,000


– 1,900,000)

Uncertainty estimates (dalam bentuk 95% CI) untuk setiap penghitungan estimasi
prevalensi menggunakan metode propagation.

Selanjutnya, setelah menghitung angka estimasi prevalensi TB semua bentuk


untuk semua umur, maka dapat dihitung angka estimasi insidens TB semua
bentuk dengan dua metode, yaitu

• Metode 1: menggunakan model deterministik sederhana berdasarkan


rasio kasus yang tidak diobati terhadap kasus yang diobati, dengan rumus
insiden = prevalensi/durasi, dengan asumsi angka durasi sama dengan
angka di dunia yang didapat dari berbagai penelitian di beberapa negara.

• Metode 2: menggunakan rumus insiden = prevalensi/durasi, dengan


angka durasi ini berbeda dengan yang digunakan dalam Metode 1. Kalau
di Metode 1 tanpa membedakan kelompok kasus sedangkan dalam Metode
2, angka durasi ini dibedakan untuk 4 kelompok kasus yang berbeda, yaitu
(1) kasus TB yang telah ternotifikasi dengan status HIV negatif, (2) kasus
TB yang belum ternotifikasi dengan status HIV negatif, (3) kasus TB yang

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 7


telah ternotifikasi dengan status HIV positif, dan (4) kasus TB yang belum
ternotifikasi dengan status HIV positif.

Metode 1

Model deterministik yang digunakan dalam metode 1 adalah

di mana S adalah jumlah suspek TB, I adalah kasus baru TB (insiden) dari S
dengan proporsi yang menjadi kasus TB sebesar b. Selanjutnya dari kasus insiden
TB ini ada sebagian yang belum diobati (U) dan sebagian lagi diobati (T), dengan
proporsi yang diobati sebesar d. Dari kasus insiden TB saat belum diobati
mempunyai tingkat kesembuhan sebesar (qU) dan tingkat kematian sebesar (µU).
Dari kasus insiden TB yang telah diobati mempunyai tingkat kesembuhan sebesar
(qT) dan tingkat kematian sebesar (µT).

Hasil penghitungan estimasi insiden di Indonesia dan di beberapa negara adalah


sebagai berikut:

Tabel 1 Hasil penghitungan insiden TB dengan model deterministik sederhana

Prevalensi Durasi Insidens


Negara U T
(per 1.000) (tahun) (per 1.000/ tahun)

Cambodia 2002 260 42 12 (10 – 15) 2,9 (1,9 – 4,0) 4,0 (2,5 – 5,8)

Cambodia 2011 205 80 8,3 (7,1 – 9,8) 1,2 (0,8 – 1,6) 6,7 (4,5 – 9,3)

Myanmar 2009 300 79 6,1 (5,0 – 7,5) 1,8 (1,1 – 1,6) 3,3 (2,0 – 4,8)

Thailand 2012 136 60 2,5 (1,9 – 3,5) 1,1 (0,5 – 1,6) 2,3 (1,0 – 3,5)

Indonesia 2013 407 122 6,6 (5,2 – 8,1) 1,6 (1,0 – 2,2) 4,1 (2.4 – 5.8)

Keterbatasan dalam metode ini adalah (1) bahwa informasi tentang kepositifan
kultur untuk kasus TB yang diobati (T) saat mulai pengobatan tidak tersedia
(hanya tersedia untuk sputum mikroskopis), T mungkin over-estimates dan

8 Panduan Penentuan Beban dan Target


estimasi durasi dan insiden mungkin bias, dan (2) bahwa SPTB 2013-2014 tidak
didesain untuk mengestimasi U/T dengan presisi yang telah ditetapkan untuk
penentuan jumlah sampel.

Metode 2

Metode 2 menggunakan rumus estimasi prevalensi dari insiden, sehingga jika


prevalensi diketahui, angka insiden bisa diestimasi. Durasi penyakit dibedakan
menjadi 4 kategori dengan durasi penyakit mengikuti distribusi Uniform, yaitu

• Ternotifikasi dengan status HIV negatif: ~U(0,2-2) tahun

• Belum ternotifikasi dengan status HIV negatif: ~U(1-4) tahun

• Ternotifikasi dengan status HIV positif: ~U(0,01-1) tahun

• Belum ternotifikasi dengan status HIV positif: ~U(0,01-0,2) tahun

Keterbatasan dalam metode ini adalah bahwa informasi tentang durasi penyakit
untuk suatu waktu dan di suatu negara tidak diketahui sehingga akan
menyebabkan bias dalam melakukan estimasi insiden ketika angka durasi
penyakit yang dipakai tidak tepat untuk negara tersebut.

Tabel 2 Hasil penghitungan insiden TB dengan Model 2 dan perbandingannya


dengan Metode 1

Prevalensi Insidens – Metode 1 Insidens – Metode 2


Negara
(per 1.000) (per 1.000/ tahun) (per 1.000/ tahun)

Cambodia 2002 12 (10 – 15) 4,0 (2,5 – 5,8) 2,2 (1,5 – 2,9)

Cambodia 2011 8,3 (7,1 – 9,8) 6,7 (4,5 – 9,3) 3,8 (2,2 – 5,8)

Myanmar 2009 6,1 (5,0 – 7,5) 3,3 (2,0 – 4,8) 3,4 (2,0 – 5,1)

Thailand 2012 2,5 (1,9 – 3,5) 2,3 (1,0 – 3,5) 1,1 (0,7 – 1,6)

Indonesia 2013 6,6 (5,2 – 8,1) 4,1 (2,4 – 5,8) 4,3 (2,2 – 7,2)

Angka estimasi insiden TB di Indonesia dari kedua metode tersebut sangat


kompatibel, hal ini dapat dilihat dari angka estimasi titik yang tidak berbeda dan
estimasi intervalnya proporsi overlapping-nya sangat tinggi (Lihat Tabel 2).
Distribusi estimasi insiden TB dari kedua metode tersebut dan gabungannya
seperti terlihat pada Gambar 1.

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 9


Ensemble
402 (276 – 552) per 100.000/tahun

Metode 1
410 (240 – 580) per 100.000/tahun

Method 2
430 (220 – 720) per 100.000/tahun

Gambar 1 Distribusi estimasi insiden TB per 100.000/tahun berdasarkan Metode 1,


Metode 2, dan Esemble dari kedua metode tersebut

Gabungan estimasi insiden TB dari kedua metode tersebut menghasilkan estimasi


insiden TB di tahun 2013 sebesar 402 (276 – 552) per 100.000/tahun atau insiden
TB absolut sebesar 1 juta (690 ribu – 1,4 juta). Beberapa kemungkinan penyebab
besarnya uncertainty dari estimasi insiden ini, diindikasikan dari lebarnya
estimasi interval, adalah

• SPTB 2013-2014 tidak didesain untuk mengestimasi angka insiden TB

• Sampling uncertainty untuk estimasi prevalensi TB paru terkonfirmasi


secara bakteriologis pada penduduk dewasa

• Uncertainty untuk estimasi proporsi TB ekstra-paru dari seluruh bentuk


TB dan estimasi prevalensi TB paru pada anak

• Uncertainty untuk durasi penyakit TB.

2.2 Perhitungan insiden berdasarkan data IVS 2017-2018

Pada tahun 2017-2018, Indonesia melaksanakan Studi Inventori TB (selanjutnya


disebut IVS 2017-2018) yang tujuan utama dari studi ini adalah untuk mengukur
tingkat under-reporting kasus TB di dalam sistem pelaporan TB nasional (SITT
dan eTB manager).

10 Panduan Penentuan Beban dan Target


Studi ini melaporkan total 21.320 kasus TB yang tersebar di 1.681 fasilitas
layanan kesehatan dan laboratorium, baik milik pemerintah maupun swasta yang
berada di 23 kabupaten/kota terpilih dalam studi ini.

Pemilihan kabupaten/kota dilakukan secara probability proportional to


population sampling, artinya peluang suatu kabupaten/kota untuk terpilih
sebanding dengan total populasi di kabupaten/kota tersebut. Semakin besar
populasi di suatu kabupaten/kota maka semakin besar juga peluang
kabupaten/kota tersebut terpilih dalam studi ini. Pencatatan kasus TB dilakukan
di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan yang melakukan pengobatan terhadap
pasien TB. Pencatatan dilakukan selama tiga bulan dari 1 Januari – 31 Maret
2017. Hasil kasus TB yang dicatat di studi ini selanjutnya dipadankan dengan
data yang tercatat di sistem pencatatan kasus TB di Program TB Nasional (NTP)
dengan menggunakan probabilistic record-linkage. Jumlah data NTP yang
dipadankan dengan data IVS adalah 13.211 kasus.

Dari hasil pemadanan (matching) data diketahui bahwa ada sebanyak 22.681
yang unik dari kedua data tersebut. Ada sebanyak 9.470 (42%) kasus TB yang
tercatat di data IVS tetapi tidak tercatat di data NTP. Sebaliknya ada sebanyak
1.361 (6%) kasus TB yang tercatat di NTP tetapi tidak tercatat di data IVS.
Sedangkan jumlah kasus TB yang tercatat di kedua sumber data tersebut adalah
11.850 (52%) kasus (Lihat Gambar 2).

Gambar 2 Hasil pemadanan data IVS dan NTP

Dari data hasil pemadanan tersebut selanjutnya digunakan untuk mengestimasi


jumlah kasus TB yang tidak tercatat (ter-capture) baik di data IVS (public atau

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 11


private) maupun di data NTP. Proporsi kasus TB yang di luar kedua data tersebut
akan digunakan untuk memperkirakan total kasus TB yang belum terdiagnosis
atau tidak ada di 3 data tersebut, yaitu NTP (A), IVS public (B), dan IVS private
(C). Metode yang digunakan untuk memperkirakan jumlah kasus TB yang belum
terdiagnosis adalah capture-recapture dengan menggunakan log-linier model
seperti regresi Poisson. Dengan menggunakan tiga sumber data A, B, dan C,
jumlah kasus TB dapat digambarkan dalam sebuah saturated log-linear model,
yaitu

ln 𝐸L𝑛MN7 O = 𝑢 + 𝑢P 𝐼(𝑖 = 1) + 𝑢D 𝐼(𝑗 = 1) + 𝑢T 𝐼(𝑘 = 1) + 𝑢PD 𝐼(𝑖 = 𝑗 = 1)


+ 𝑢PT 𝐼(𝑖 = 𝑘 = 1) + 𝑢DT 𝐼(𝑗 = 𝑘 = 1) + 𝑢PDT 𝐼(𝑖 = 𝑗 = 𝑘 = 1)

dimana 𝑢PD , 𝑢PT , dan 𝑢DT adalah two-way interaction terms antara berbagai
sumber data, dan 𝑢PDT adalah three-way interaction term.

Dari model tersebut dapat diperkirakan jumlah kasus TB yang belum


terdiagnosis, yaitu

ln 𝐸(𝑛UUU ) = 𝑢

Pemilihan model terbaik biasanya dilakukan dengan menggunakan AIC (Akaike


Information Criterion). Model dengan nilai AIC terendah merupakan model
terbaik. Ada lima model Regresi Poisson yang digunakan (Lihat Tabel 3).

Tabel 3 Model Regresi Poisson yang digunakan

NTP*
NTP* NTP* IVSpublic*
Model IVSpublic*
IVSpublic IVSprivate IVSprivate
IVSprivate

Model 1 Ya Ya Ya Ya

Model 2 Tidak Tidak Ya Tidak

Model 3 Ya Tidak Tidak Tidak

Model 4 Tidak Ya Tidak Tidak

Model 5 Tidak Tidak Tidak Tidak

Hasil jumlah kasus TB yang belum terdiagnosis (u), SE(u), 95%CI dari u, dan nilai
AIC dapat dilihat pada Tabel 4.

12 Panduan Penentuan Beban dan Target


Tabel 4 Hasil estimasi u, SE(u), 95%CI (u), dan AIC

Model u SE(u) 95%CI (u) AIC

Model 1 5.113,7 478,3 4.257,2 – 6.142,6 79,2

Model 2 1.087,7 33,1 1.024,7 – 1.154,4 3.670,6

Model 3 31.096,6 812,2 29.544,8 – 32.729,9 4.124,0

Model 4 3.340,8 71,0 3.204,6 – 3.482,8 12.732,3

Model 5 4.927,1 88,0 4.757,5 – 5.102,7 14.211,3

Dari kelima model tersebut ditetapkan Model 1 menjadi terbaik karena


mempunyai nilai AIC terkecil dan digunakan untuk memperkirakan proporsi
kasus TB yang belum terdiagnosis. Proporsi kasus TB yang belum terdiagnosis
dihitung dengan menggunakan rumus

𝑢
Pr(𝑢) =
𝑢+𝑑

dengan:

• u adalah perkiraan jumlah kasus TB yang belum terdiagnosis di 23


kabupaten/kota sampel IVS
• d adalah jumlah kasus TB yang terdiagnosis di fasilitas pelayanan
kesehatan di 23 kabupaten/kota sampel IVS, yaitu 22.681 kasus

Jadi estimasi proporsi kasus TB yang belum terdiagnosis adalah 0,184.

Uncertainty dari estimasi proporsi tersebut dihitung dengan rumus

SE(𝑢) × Pr(𝑢)
SE(Pr(𝑢)) =
𝑢

dengan:

• SE(u) adalah standard error dari u, yaitu 478,3


• Pr (𝑢) adalah proporsi kasus TB yang belum terdiagnosis (undiagnosed
cases), Pr(𝑟) = 0,184

Jadi SE(Pr(u)) = 0,0172.

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 13


Setelah estimasi proporsi kasus TB yang belum terdiagnosis diketahui maka
estimasi insiden TB dapat dihitung dengan menggunakan rumus

𝑛⁄(1 − Pr (𝑟))
𝐼=
(1 − Pr (𝑢))

dengan:

• n adalah jumlah kasus TB baru dan kambuh yang ternotifikasi di tahun


2017, n = 402.572 (di luar kasus TB yang dinotifikasi saat penyisiran di
beberapa rumah sakit)
• Pr (𝑟) adalah proporsi kasus TB yang tidak terlaporkan ke sistem
pencatatan Program TB Nasional (under-reporting), Pr(𝑟) = 0,413 dengan
SE = 0,0241
• Pr (𝑢) adalah proporsi kasus TB yang belum terdiagnosis (undiagnosed
cases), Pr(𝑟) = 0,184 dengan SE = 0,0172

Uncertainty estimasi insiden dihitung berdasarkan SE setiap parameter dengan


menggunakan metode propagation. Hasil penghitungan estimasi insiden di tahun
2017 adalah 842.000 (767.000 – 919.000) kasus TB, dengan rate 319 (290 – 349)
per 100.000 penduduk. Sumber uncertainty estimasi dapat disebabkan oleh:

• Sampling uncertainty untuk estimasi proporsi under-reporting kasus TB


dari Studi Inventory TB
• Uncertainty untuk estimasi proporsi kasus TB yang tidak terdiagnosis
hasil analisis capture-recapture dengan regresi Poisson

Distribusi kasus TB menurut notifikasi dan diagnosis status dapat di lihat pada
Gambar 3.

14 Panduan Penentuan Beban dan Target


Gambar 3 Distribusi kasus TB menurut notifikasi dan diagnosis status

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 15


BAB 3 PERHITUNGAN INSIDEN TB DI
TINGKAT WILAYAH

Pada sub-bab sebelumnya telah dihitung estimasi insiden TB dengan dua metode
dan data yang berbeda, yaitu data SPTB 2013-2014 dan IVS 2017-2018. Hasil
estimasi insiden TB dengan menggunakan data IVS dianggap lebih baik karena
FIG. B4.4.4 TABLE B4.4.1
tingkat uncertainty yang lebih rendah (estimasi interval yang lebih sempit) dan
Trends in estimated rates of TB incidence and case Level of TB under-reportin
datanya lebihnotifications,
baru. Estimasi interval dari
2000–2017. data time
Updated IVS series
beradaofdi dalamcare
estimasi
provider, type of TB c
interval dari data SPTB. Perbandingan hasil estimasi dari kedua
incidence rates for 2000–2017 are shown in blue, metode tersebut
accounting for sampling de
previous estimates for 2000–2016
setelah dimodelkan dari 2000-2017 lihat Gambar 4. that were based
on the 2013–2014 national TB prevalence survey are
shown in orange and case notifications are shown in
Total
black. Shaded areas represent uncertainty bands.
By type of health provider
Primary health care (“puskes
per 100 000 population per year

600 Non-primary health care


H
Incidence rate

By TB case type
400 Bacteriologically confirmed
Clinically diagnosed
By site of disease
Pulmonary
200 Extra-pulmonary
By age
<15 years
0 ≥15 years
2000 2005 2010 2015
By sex
Female
Male
Gambar 4 Tren estimasi insiden kasus TB per 100.000 penduduk dari kedua metode
FIG. data
(berdasarkan B4.4.5 By strata
SPTB (orange) dan IVS (biru) dan tren notifikasi (hitam)
TB incidence in Indonesia, 2017 broken down into Sumatera
Bali/Java
those cases detected and notified, those detected Other
and not notified (or underreported) and those not a
Clinics, general practitioners, labor
detected
Setelah ditetapkan at all insiden TB pada tingkat nasional yaitu 842.000
angka
(767.000 – 919.000) kasus TB yang merupakan beban pada tingkat nasional,
Undetected
selanjutnya perlu dilakukan untuk menghitung estimasi beban pada tingkat
18%
wilayah yaitu tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Untuk melakukan hal
tersebut telah dikembangkan tool yang dapat digunakan oleh perencana program
di tingkat pusat maupun wilayah. Tool yang dapat digunakan untuk menghitung
Notified Incident cases
Sub-national Estimate
53% of TB Burden di Indonesia ini selanjutnya disebut
SUBSET.
GP networks. The inventory stud
Detected not for how to strengthen approache
notified
providers.
29%

Conclusions and next steps


The 2017 national TB inventory s
largest study of its kind ever con
Cakupan Penemuan dan Pengobatan
in support Tuberkulosis
of engagement with privatedi Indonesia
sector health-care 17 data, as well as imp
high-quality
providers. policy and programmatic implica
Following official and wide disse
Tujuan tool ini adalah untuk

1) Mengestimasi angka insiden TB di tingkat provinsi dan kabupaten/kota


2) Menentukan target penemuan kasus TB di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota

Prinsip tool ini adalah

1) Berdasarkan data
2) Dibangun berdasarkan hasil prevalensi survei
3) Sederhana
4) Dapat digunakan dan didiseminasi oleh kabupaten/kota

3.1 Data dan variabel

Dalam melakukan estimasi, diperlukan alokator atau variabel untuk


mendistribusikan beban TB nasional ke seluruh kabupaten/kota. Variabel ini
harus berhubungan dengan TB, dan mempunyai konsep dan definisi yang jelas
dan sama untuk setiap kabupaten/kota. Variabel-variabel tersebut adalah

1) Jumlah Populasi (N)


2) Persentase penduduk yang tinggal di daerah urban
3) Persentase penduduk dengan luas tempat tinggal per kapita < 8m2
4) Persentase penduduk yang telah menyelesaikan pendidikan hanya sampai
tingkat SMP
5) Persentase penduduk yang terinfeksi HIV
6) Persentase penduduk yang terpapar polusi udara

Data yang diperlukan adalah

1) Tingkat kabupaten/kota
a. Jumlah populasi (Sumber: Proyeksi, BPS)
b. Angka notifikasi TB (sumber: Nasional TB Program (NTP))
c. Persentase Penduduk yang tinggal di daerah urban (sumber: BPS,
Susenas)
d. Persentase penduduk dengan luas tempat tinggal per kapita <8m2
(sumber: BPS, Susenas)
e. Persentase penduduk yang telah menyelesaikan pendidikan hanya
sampai tingkat SMP (sumber: BPS, Susenas)

18 Panduan Penentuan Beban dan Target


f. Persentase penduduk yang terinfeksi HIV (sumber: Subdit AIDS,
Kemenkes)

2) Tingkat kawasan (Sumatera, Jawa-Bali, dan KTI)


a. Risiko Relatif (RR) TB berdasarkan daerah urban/rural (Sumber:
NPS)
b. RR TB berdasarkan luas tempat tinggal perkapita < 8m2 (sumber:
NPS)
c. RR TB berdasarkan tingkat pendidikan (sumber: NPS)
d. RR TB berdasarkan status HIV (sumber: Clinical Infectious
Diseases, Volume 50, Issue Supplement_3, 15 May 2010, Pages
S201–S207, https://doi.org/ 10.1086/651492)
e. Prevalensi TB per 100.000 penduduk (source: NPS)

3) Tingkat nasional
a. Estimasi insiden TB
b. Target cakupan penemuan dan pengobatan TB

Sebaran data per kabupaten/kota yang dipakai dalam model ini adalah sebagai
berikut

Gambar 5 Distribusi jumlah penduduk di setiap kabupaten/kota

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 19


Gambar 6 Distribusi proporsi penduduk yang tinggal di daerah perkotaan/urban di
setiap kabupaten/kota

Gambar 7 Distribusi proporsi penduduk yang tinggal di rumah dengan luas per
kapita kurang dari 8 meter persegi di setiap kabupaten/kota

Gambar 8 Distribusi proporsi penduduk dengan tingkat pendidikan SMP atau lebih
rendah di setiap kabupaten/kota

20 Panduan Penentuan Beban dan Target


Gambar 9 Distribusi prevalensi HIV di setiap kabupaten/kota

Gambar 10 Distribusi proporsi penduduk yang terpajan polusi udara di setiap


kabupaten/kota

3.2 Proses perhitungan

Secara umum, proses ini menggunakan 2 workbook, yaitu “national workbook”


dan “provincial workbook”. Gambaran proses estimasi beban dan penentuan
target capaian penemuan dan pengobatan TB dapat dijelaskan pada gambar
berikut ini.

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 21


National workbook

Estimasi insiden
tingkat kabupaten/kota

Estimasi insiden
tingkat provinsi

Penentuan target cakupan


penemuan dan pengobatan Provincial workbooks
tingkat provinsi

Estimasi insiden tingkat


kabupaten/kota (Review)

Penentuan target cakupan


penemuan dan pengobatan
di tingkat kabupaten/kota

Gambar 11 Proses SUBSET untuk estimasi insiden dan penentuan target penemuan
dan pengobatan TB tingkat wilayah

3.3 Workbook nasional

Workbook di tingkat nasional atau Workbook Nasional ini digunakan untuk


mendapatkan angka estimasi insiden TB di provinsi berdasarkan estimasi pada
setiap kabupaten/kota dan menetapkan target penemuan kasus TB di tingkat
provinsi. Workbook ini terdiri dari 10 worksheet yaitu:

1) Method

Worksheet ini berisikan informasi awalan terkait data yang dipakai dalam
workbook nasional. Tampilan worksheet method seperti pada Gambar 12.

22 Panduan Penentuan Beban dan Target


Gambar 12 Worksheet Method

2) Input 1

Worksheet ini berisikan seluruh data yang dibutuhkan untuk melakukan estimasi
pada tingkat kabupaten/kota. Data yang diinput adalah sebagai berikut:

1) Nama dan kode kabupaten, provinsi, dan kawasan (sesuai data BPS)
2) Jumlah Populasi (Sumber: Hasil proyeksi, BPS)
3) Angka Notifikasi TB (menurut fasyankes dan domisili) dan TB-HIV
(Sumber: National TB Program (NTP))
4) Proporsi penduduk yang tinggal di area urban, proporsi penduduk yang
tinggal di <8m2 per orang, dan proporsi penduduk yang telah
menyelesaikan pendidikan hanya sampai tingkat SMP (Sumber : Susenas,
BPS)
5) Jumlah penduduk yang terinfeksi HIV (Sumber: Estimasi, Subdit AIDS)
6) Proporsi penduduk yang terpapar polusi udara (Sumber: BMKG)

Gambar 13 Worksheet Input 1

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 23


3) Input 2

Worksheet ini berisikan informasi untuk input pada tingkat nasional yaitu
insiden TB dan target penemuan dan pengobatan TB dan pada tingkat kawasan
yaitu RR untuk setiap faktor risiko dan prevalensi TB.

Gambar 14 Worksheet Input 2

Pada worksheet ini dilakukan penginputan data Risk Ratio TB untuk setiap
variabel pada setiap kawasan. Data ini yang akan digunakan sebagai multiplier
atau pengali dalam pembuatan skor variabel di setiap kabupaten/kota. Data yang
diinput berasal dari hasil SPTB 2013-2014 untuk variabel status urban/rural, luas
lantai per kapita, dan tingkat pendidikan, namun untuk status HIV berasal dari
data Subdit AIDS, Kemenkes dan polusi udara dari data Informasi Air Quality
Index di Indonesia. Sedangkan untuk angka prevalensi yang digunakan adalah
angka prevalensi TB paru pada penduduk dewasa yang didapatkan dari hasil
SPTB 2013-2014.

Angka prevalensi per kawasan ini kemudian digunakan untuk mengalokasikan


angka insiden TB nasional ke angka insiden TB per kawasan. Angka insiden TB
per kawasan dihitung dengan mengalikan angka insiden TB nasional dengan
proporsi kasus prevalensi (beban kumulatif) TB pada kawasan tersebut.

24 Panduan Penentuan Beban dan Target


Penentuan target penemuan kasus TB pada tingkat nasional didasarkan pada
persentase penemuan dan pengobatan TB yang ingin dicapai pada strategi
pengendalian TB nasional yang telah ditetapkan dan estimasi angka insiden TB
nasional. Perkiraan beban kumulatif kasus TB di suatu kawasan dihitung dengan
mengalikan angka prevalensi TB di kawasan tersebut dengan jumlah penduduk
di kawasan tersebut, yaitu

𝑃9 × 𝑁9
𝐵9 =
100.000

dengan:

• Br adalah perkiraan beban kumulatif TB di kawasan r


• Pr adalah prevalensi TB (per 100.000 penduduk) di kawasan r
• Nr adalah jumlah penduduk di kawasan r

Contoh perhitungan beban kumulatif kasus TB di tingkat kawasan adalah sebagai


berikut:

Diketahui bahwa prevalensi TB per 100.000 penduduk pada Kawasan Sumatera


adalah 913 dan jumlah penduduk di Kawasan Sumatera adalah 56.742.000 orang,
maka perkiraan beban kumulatif kasus TB di kawasan Sumatera adalah (913 x
56.742.000)/100.000 = 518.050 (28% dari total beban kumulatif nasional). Hasil
penghitungan beban kumulatif kasus TB di setiap kawasan terdapat di Tabel 5.

Tabel 5 Prevalensi, jumlah penduduk, dan beban kumulatif TB per kawasan

Jumlah
Prevalensi Proporsi
penduduk Beban
Kawasan (per 100 ribu beban
(dalam kumulatif
penduduk) kumulatif
ribuan)
Sumatera 913 56.742 518.050 28%
Jawa-Bali 593 152.032 901.551 48%
KTI 842 52.317 440.509 24%

Kemudian angka proporsi beban kumulatif di kawasan tersebut dikalikan dengan


angka insiden nasional untuk memperkirakan angka insiden di suatu kawasan
dengan rumus

𝐵9
𝐼9 = ×𝐼
∑ 𝐵9

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 25


dengan:

• ∑ 𝐵9 adalah total beban kumulatif seluruh kawasan atau angka beban


kumulatif nasional
• I adalah angka insiden TB nasional

Sehingga untuk contoh di atas akan didapatkan perkiraan angka insiden TB di


Kawasan Sumatera sebesar 28% × 842.000 = 234.501 kasus. Hasil penghitungan
insiden TB di setiap kawasan terdapat di Tabel 6.

Tabel 6 Insiden TB per kawasan

Insiden TB
Kawasan Batas rendah Batas tinggi
(nilai tengah)
Sumatera 234.501 213.613 255.946
Jawa Bali 408.097 371.747 445.418
KTI 199.401 181.640 217.636

Perhitungan batas rendah dan tinggi insiden TB per kawasan menggunakan cara
yang sama. Selanjutnya angka insiden TB per kawasan yang didapat akan
dialokasikan untuk setiap kabupaten/kota.

3.4 Tingkat kabupaten/kota

Pada worksheet ini akan dilakukan perhitungan skor per variabel dan total skor
per kabupaten/kota (sebagai alokator) yang digunakan untuk memperkirakan
insiden TB di setiap kabupaten/kota. Estimasi insiden TB per provinsi dihitung
dengan menjumlahkan insiden TB per kabupaten/kota dalam suatu provinsi.
Estimasi insiden TB per provinsi ini akan digunakan sebagai salah satu faktor
dalam menentukan target penemuan dan pengobatan TB di setiap provinsi.

Langkah-langkah untuk mengestimasi insiden TB di setiap kabupaten/kota


adalah sebagai berikut :

1) Membuat skor untuk setiap variabel alokator

Skor adalah penjumlahan dua skor, yaitu (1) skor untuk penduduk risiko tinggi
dan (2) skor untuk penduduk risiko rendah. Skor risiko tinggi adalah perkalian
antara proporsi penduduk yang berisiko lebih tinggi dengan faktor pengali risiko
tersebut. Skor risiko rendah adalah proporsi penduduk yang berisiko lebih rendah.

26 Panduan Penentuan Beban dan Target


Skor variabel tersebut dihitung dengan mengalikan proporsi penduduk yang
memenuhi kondisi suatu variabel dengan risk ratio atau faktor pengali risiko
untuk variabel tersebut ditambah dengan proporsi penduduk yang tidak
memenuhi kondisi variabel tersebut, yaitu

(b) (b) (b)


𝑠M = ;𝑝M × 𝑟 c;b = + ;1 − 𝑝M =

dengan :

(b)
• 𝑝M adalah proporsi penduduk yang memenuhi kondisi variabel (𝑣) di
kabupaten/kota i
• 𝑟 c;b adalah faktor pengali untuk variabel (𝑣) pada kawasan R

Gambar 15 Worksheet perhitungan skor variabel dan total skor per kabupaten/kota

Misal proporsi penduduk yang tinggal di daerah perkotaan/urban di kabupaten


Simeulue adalah 20% dan diketahui bahwa risiko TB di daerah perkotaan di
Sumatera 1.72 kali lebih tinggi dibanding di daerah pedesaan/rural maka skor
untuk variabel urban pada kabupaten Simeulue adalah

(:9f46)
𝑠eeUe = (0,2 × 1,72) + (1 − 0,2) = 1,15

Nilai skor untuk variabel urban berkisar antara minimal 1 dan maksimal nilai
faktor pengali risiko di suatu kawasan. Misalnya pada setiap daerah yang
termasuk dalam Kawasan Sumatera dengan RR=1,72, maka skor akan bernilai 1

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 27


jika 100% penduduk tinggal di daerah pedesaan dan skor akan bernilai 1,72 jika
100% penduduk tinggal di daerah perkotaan.

Cara yang sama dilakukan untuk variabel lain di setiap kabupaten/kota yaitu
proporsi penduduk yang tinggal di rumah dengan luas rumah per kapita kurang
dari 8 m2, proporsi penduduk yang mempunyai tingkat pendidikan tertinggi SMP
atau lebih rendah, dan proporsi penduduk dengan status HIV positif.

2) Menghitung skor total untuk setiap kabupaten/kota

Setelah mendapatkan nilai skor dari masing masing variabel, langkah


selanjutnya adalah menghitung skor total untuk setiap kabupaten/kota. Skor total
dihitung dengan mengalikan seluruh skor variabel dan jumlah penduduk, yaitu

(b)
𝑠M = 𝑁M × j 𝑠M
∀b

(lmnn9/748Mo4pqrs ) (:9f46) (mn3 21:t4oMn6) (uMbv) (4M9 8nmm:oMn6)


𝑠M = 𝑁M × 𝑠M × 𝑠M × 𝑠M × 𝑠M × 𝑠M

dengan:

• 𝑁M adalah jumlah populasi di kabupaten/kota i


(lmnn9/748Mo4pqrs )
• 𝑠M adalah skor variabel luas tempat tinggal per kapita < 8m2
di kabupaten/kota i
(:9f46)
• 𝑠M adalah skor variabel urban di kabupaten/kota i
(mn3 21:t4oMn6)
• 𝑠M adalah skor variabel tingkat pendidikan SMP atau lebih
rendah di kabupaten/kota i
(uMbv)
• 𝑠M adalah skor variabel HIV positif di kabupaten/kota i
(4M9 8nmm:oMn6)
• 𝑠M adalah skor variabel polusi udara di kabupaten/kota i

3) Menghitung skor total di setiap kawasan

Skor total per kawasan didapat dengan menjumlahkan skor total seluruh
kabupaten/kota yang berada di suatu kawasan. Hasil perhitungan total skor di
setiap kawasan seperti pada Tabel 7.

28 Panduan Penentuan Beban dan Target


Tabel 7 Nilai skor menurut kawasan

Kawasan Skor

Sumatera 88.579
Jawa Bali 243.248
KTI 89.286

4) Menghitung perkiraan insiden TB di setiap kabupaten/kota

Langkah selanjutnya adalah menghitung estimasi insiden TB di setiap


kabupaten/kota dengan cara mengalikan skor relatif kabupaten/kota dengan
angka insiden TB di kawasan. Skor relatif kabupaten/kota adalah skor
kabupaten/kota dibagi dengan skor kawasan. Rumus perhitungan insiden TB
kabupaten/kota adalah sebagai berikut

𝑠M
𝐼M = × 𝐼9
𝑠9

dengan:

• 𝐼M adalah estimasi insiden TB di kabupaten/kota i


• 𝑠M adalah skor kabupaten/kota i, 𝑠9 adalah skor kawasan r
5w
• 5x
adalah skor relatif kabupaten/kota i

• 𝐼9 adalah estimasi insiden TB di kawasan r

Contoh di Kabupaten Simeulue, Provinsi Aceh yang termasuk dalam Kawasan


Sumatera mempunyai skor 143 dan skor untuk Kawasan Sumatera adalah 88.578
(lihat Tabel 7), sehingga skor relatif kabupaten/kota i adalah

143/88.578 = 0,001614

Estimasi insiden TB di Kawasan Sumatera adalah 234.501 kasus, sehingga


estimasi insiden TB di Kabupaten Simeulue adalah

143
𝐼ueeUe = × 234501 = 378,6 ≈ 379
88578

Estimasi insiden TB (batas rendah dan batas tinggi) di suatu kabupaten/kota


dihitung dengan rumus seperti di atas dengan mengganti nilai estimasi insiden

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 29


TB di kawasan di mana kabupaten/kota tersebut berada dengan nilai estimasi
batas rendah dan batas tinggi insiden di kawasan tersebut.

5) Menghitung estimasi cakupan penemuan dan pengobatan di setiap


kabupaten/kota

Salah satu cara untuk memeriksa hasil perhitungan insiden TB di kabupaten/kota


adalah dengan menghitung nilai cakupan penemuan dan pengobatan di
kabupaten/kota tersebut. Angka cakupan penemuan dan pengobatan dihitung
dengan membagi angka kasus TB yang ditemukan dan diobati saat ini di
kabupaten/kota dengan estimasi insiden TB di kabupaten/kota tersebut. Jika
terdapat angka cakupan penemuan dan pengobatan sangat tinggi (misalnya lebih
dari 80%) atau sangat rendah (misalnya kurang dari 20%), maka tinjau kembali
perhitungan yang dilakukan, karena dianggap terlalu beda dibandingkan dengan
angka cakupan penemuan dan pengobatan di tingkat nasional yaitu sekitar 50%.
Perhitungan cakupan penemuan dan pengobatan dibedakan antara cakupan
penemuan dan pengobatan menurut kabupaten/kota tempat fasyankes yang
melaporkan kasus TB berada dan menurut kabupaten/kota tempat domisili kasus
TB.

Gambar 16 Worksheet perhitungan estimasi insiden TB dan cakupan penemuan dan


pengobatan TB per kabupate/kota

30 Panduan Penentuan Beban dan Target


6) Menghitung estimasi insiden TB-HIV di setiap kabupaten/kota

Worksheet ini digunakan untuk menghitung estimasi jumlah kasus TB-HIV pada
setiap kabupaten/kota berdasarkan angka estimasi insiden TB-HIV nasional yang
diperoleh dari Global TB Report. Angka nasional insiden TB-HIV ini selanjutnya
dikalikan proporsi estimasi kasus HIV di suatu kabupaten/kota terhadap angka
nasional estimasi kasus HIV untuk mendapatkan angka estimasi insiden TB-HIV
di setiap kabupaten/kota. Rumus perhitungan estimasi kasus TB-HIV di
kabupaten/kota i adalah

𝐻M
𝑇𝐻M = 𝑇𝐻 ×
𝐻

dengan:

• 𝑇𝐻M adalah angka estimasi insiden TB-HIV di kabupaten/kota i


• 𝑇𝐻 adalah angka nasional estimasi insiden TB-HIV
• 𝐻M adalah estimasi kasus HIV di kabupaten/kota i
• 𝐻 adalah estimasi kasus HIV di Indonesia

Gambar 17 Worksheet perhitungan estimasi insiden TB-HIV per kabupate/kota

7) Menghitung ringkasan statistik di setiap kabupaten/kota

Worksheet ini berisikan ringkasan hasil perhitungan yang telah dilakukan pada
setiap kabupaten/kota. Worksheet ini untuk mempermudah dalam perhitungan
estimasi insiden di tingkat provinsi.

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 31


Gambar 18 Worksheet ringkasan estimasi per kabupate/kota

Sebaran hasil estimasi insiden TB (absolut dan rate per 100.000 penduduk) dan
cakupan penemuan dan pengobatan TB per kabupaten/kota dapat dilihat di peta
berikut ini.

Gambar 19 Distribusi estimasi jumlah insiden TB di setiap kabupaten/kota

32 Panduan Penentuan Beban dan Target


Gambar 20 Distribusi estimasi insiden TB per 100.000 penduduk di setiap
kabupaten/kota

Gambar 21 Distribusi estimasi cakupan penemuan dan pengobatan TB berdasarkan


fasyankes di setiap kabupaten/kota

Gambar 22 Distribusi estimasi cakupan penemuan dan pengobatan TB berdasarkan


domisili di setiap kabupaten/kota

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 33


Gambar 23 Perbandingan estimasi cakupan penemuan dan pengobatan TB
berdasarkan fasyankes dan domisili di kabupaten/kota di DI Yogyakarta dan
beberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah

Dari peta di atas menunjukkan angka cakupan penemuan dan pengobatan kasus
TB menurut kabupaten/kota di mana faskes melaporkan (A) dan menurut
kabupaten/kota di mana kasus TB berdomisili (B) di beberapa kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Dari peta A diketahui bahwa di setiap
kota, yaitu Kota Salatiga, Kota Magelang, Kota Surakarta, dan Kota Yogyakarta,
mempunyai angka cakupan yang tinggi bahkan melebihi 100% jika dibandingkan
dengan perkiraan insiden TB di kota-kota tersebut. Namun jika dilihat dari
cakupan menurut domisili, semua menunjukkan angka cakupan antara 20-60%.
Hal ini disebabkan karena kasus TB yang bertempat tinggal di kabupaten yang
berada di dekat dengan kota, misal kabupaten Boyolali, Karanganyar, dan
Sukoharjo yang mengelilingi Kota Surakarta, atau Kota Magelang yang berada di
tengah Kabupaten Magelang, sebagian mencari pelayanan kesehatan ke kota
yang mungkin lebih mudah untuk dicapai daripada ke ibukota kabupaten.

3.5 Tingkat provinsi

Langkah selanjutnya adalah melakukan estimasi insiden TB di tingkat provinsi


dengan menjumlahkan angka estimasi insiden TB di setiap kabupaten/kota yang
sebelumnya telah dihitung sesuai dengan provinsinya masing-masing. Pada
tingkat provinsi juga dihitung estimasi cakupan penemuan dan pengobatan TB
baik berdasarkan fasyankes maupun domisili, dan juga dihitung estimasi insiden

34 Panduan Penentuan Beban dan Target


TB-HIV seperti pada Tabel 8. Berikut adalag contoh worksheet untuk menghitung
estimasi di setiap provinsi.

Gambar 24 Worksheet untuk estimasi di tingkat provinsi

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 35


Tabel 8 Hasil estimasi insiden TB, cakupan penemuan dan pengobatan TB, dan TB-
HIV menurut provinsi tahun 2017

Cakupan
Provinsi Notifikasi Insiden TB Insiden TB-HIV
penemuan
Nilai Batas Batas Nilai Batas Batas
Fasilitas Domisili Fasilitas Domisili
tengah rendah tinggi tengah rendah tinggi
Aceh 7209 7229 20101 18311 21940 36% 36% 485 269 768

Sumut 26111 26151 62671 57088 68402 42% 42% 1307 726 2070

Sumbar 9297 9305 22917 20875 25012 41% 41% 747 415 1182

Riau 10185 10194 27569 25113 30090 37% 37% 856 476 1355

Jambi 3923 3932 13649 12433 14897 29% 29% 431 240 683

Sumsel 15100 15031 33693 30692 36774 45% 45% 475 264 751

Bengkulu 2465 2477 7741 7052 8449 32% 32% 260 145 412

Lampung 10153 10224 29438 26816 32130 34% 35% 320 178 506

Babel 2123 1920 5909 5383 6449 36% 32% 75 42 119

Kepri 4360 4017 10814 9851 11803 40% 37% 248 138 393

DKI Jakarta 37693 34935 47319 43104 51646 80% 74% 5319 2955 8422

Jabar 84799 84456 127754 116374 139437 66% 66% 3525 1958 5581

Jateng 51767 46643 82879 75497 90458 62% 56% 3708 2060 5872

DIY 3495 3375 9053 8247 9881 39% 37% 254 141 402

Jatim 54771 52401 95697 87173 104449 57% 55% 3567 1981 5647

Banten 17113 17761 33019 30078 36039 52% 54% 865 480 1369

Bali 3531 3495 12376 11274 13508 29% 28% 1626 904 2575

NTB 6769 6788 17694 16118 19312 38% 38% 410 228 650

NTT 7065 7089 18811 17135 20531 38% 38% 816 453 1292

Kalbar 5914 5928 17192 15661 18764 34% 34% 297 165 470

Kalteng 3384 3414 9358 8524 10214 36% 36% 234 130 370

Kalsel 7570 6702 15051 13711 16428 50% 45% 366 203 580

Kaltim 6144 6160 14425 13140 15744 43% 43% 731 406 1157

Kaltara 1704 1702 2765 2519 3018 62% 62% 167 93 264

Sulut 7098 6155 9510 8663 10380 75% 65% 476 265 754

Sulteng 5166 5175 10195 9287 11127 51% 51% 221 123 350

Sulsel 17163 17155 30948 28191 33778 55% 55% 879 488 1392

Sultra 3917 3927 8982 8182 9803 44% 44% 235 131 373

Gorontalo 1932 1933 4296 3913 4689 45% 45% 104 58 165

Sulbar 1988 1995 4434 4039 4840 45% 45% 73 40 115

Maluku 4571 4421 6571 5986 7172 70% 67% 361 201 572

Malut 2167 1913 4183 3810 4565 52% 46% 120 67 190

Papua Barat 2052 2066 6501 5922 7096 32% 32% 2031 1128 3216

Papua 11671 10433 18486 16839 20176 63% 56% 4409 2449 6981

Nasional 440370 426502 842000 767000 919000 52% 51% 36000 20000 57000

36 Panduan Penentuan Beban dan Target


Gambar 25 Distribusi estimasi jumlah insiden kasus TB di setiap provinsi

Gambar 26 Distribusi estimasi insiden TB per 100.000 penduduk di setiap provinsi

Gambar 27 Distribusi estimasi cakupan penemuan dan pengobatan TB di setiap


provinsi

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 37


Jawa Barat
Jawa Timur
Jawa Tengah
Sumatera Utara
DKI Jakarta
Sumatera Selatan
Banten
Sulawesi Selatan
Lampung
Riau
Sumatera Barat
Aceh
Nusa Tenggara Timur
Papua
Nusa Tenggara Barat
Kalimantan Barat
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Jambi
Bali
Kepulauan Riau
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Tengah
DI Yogyakarta
Sulawesi Tenggara
Bengkulu
Maluku
Papua Barat
Bangka Belitung
Sulawesi Barat
Gorontalo
Maluku Utara
Kalimantan Utara

0 25.000 50.000 75.000 100.000 125.000


Perkiraan jumlah insiden TB tahun 2017

Gambar 28 Perkiraan jumlah insiden TB per provinsi

38 Panduan Penentuan Beban dan Target


Papua Barat
Papua
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Bangka Belitung
Sumatera Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Bengkulu
Jambi
Aceh
Sulawesi Utara
Maluku
Gorontalo
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Sulawesi Selatan
Lampung
Kalimantan Barat
Maluku Utara
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Barat
Bali
Jawa Barat
Banten
Jawa Timur
Jawa Tengah
DI Yogyakarta

0 200 400 600 800


Perkiraan jumlah insiden TB per 100.000 penduduk tahun 2017

Gambar 29 Perkiraan jumlah insiden TB per 100.000 penduduk per provinsi

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 39


DKI Jakarta
Sulawesi Utara
Maluku
Jawa Barat
Papua
Jawa Tengah
Kalimantan Utara
Jawa Timur
Sulawesi Selatan
Banten
Maluku Utara
Sulawesi Tengah
Kalimantan Selatan
Gorontalo
Sulawesi Barat
Sumatera Selatan
Sulawesi Tenggara
Kalimantan Timur
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Kepulauan Riau
DI Yogyakarta
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Riau
Kalimantan Tengah
Bangka Belitung
Aceh
Lampung
Kalimantan Barat
Bengkulu
Papua Barat
Jambi
Bali

0 10 20 30 40 50 60 70 80
Perkiraan angka cakupan penemuan dan pengobatan TB tahun 2017 (persen)

Gambar 30 Perkiraan angka cakupan penemuan dan pengobatan TB per provinsi

40 Panduan Penentuan Beban dan Target


BAB 4 PERHITUNGAN TARGET
PENEMUAN DAN PENGOBATAN TB

Pada sub-bab ini dijelaskan cara perhitungan target cakupan penemuan dan
pengobatan TB di tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan. Untuk target
penemuan kasus TB di tingkat provinsi, dapat menggunakan worksheet yang
telah disediakan dan nilai sudah ditetapkan sesuai dengan tren capaian
penemuan kasus TB baru dan kambuh di tingkat provinsi selama tiga tahun
terakhir, yaitu 2015-2017.

INDONESIA Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau


517746 8316 28768 11404 14077

328895 5916 22960 6964 5691

Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung


3872 20274 2957 11891 2204

3492 9302 1824 8458 1520


Jumlah kasus TB baru dan kambuh yang ditemukan

Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta


5267 52308 99706 54502 4336

2855 22260 64860 36722 2644

Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur
61168 20153 4180 7354 8447

43874 13836 2853 5988 5675

Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Utara
6720 4304 8302 8191 2767

5007 2461 5094 4058 651

Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo


6427 6244 20784 4348 2442

5359 3869 12992 3543 1420

Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua


2452 5211 2105 2098 14278

1499 3574 1702 2013 6718


2015
2016
2017
2018
2019

2015
2016
2017
2018
2019

2015
2016
2017
2018
2019

2015
2016
2017
2018
2019

2015
2016
2017
2018
2019

Tahun

Gambar 31 Tren capaian temuan kasus TB baru dan kambuh

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 41


Angka pada tahun 2018 dan 2019 merupakan angka prediksi dengan asumsi tren
linier dan usaha penemuan kasus TB baru dan kambuh pada tahun 2018 dan 2019
tidak terlalu berbeda dengan tahun sebelumnya. Model ini selanjutnya akan
digunakan untuk menentukan target jumlah kasus TB baru dan kambuh yang
harus ditemukan di tahun 2019-2024.

4.1 Perhitungan target di tingkat nasional

Untuk menghitung target penemuan dan pengobatan kasus TB pada tahun 2019-
2014 dari angka cakupan penemuan dan pengobatan TB yang telah ditetapkan
maka perlu diperkirakan angka insiden TB di tahun-tahun tersebut. Dari tren
data insiden rate (per 100.000 penduduk) yang ada di Global TB Report dapat
diprediksi insiden rate pada tahun 2018-2024 dengan asumsi tren eksponensial
seperti pada grafik di bawah ini.

500
Perkiraan insiden TB per 100.000 penduduk

400

300

200

100
2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

2018

2019

2020

2021

2022

2023

2024

Tahun

Estimasi titik (GTB2018) Estimasi interval (GTB2018)

Prediksi titik (2018-24) Prediksi interval (2018-24)

Gambar 32 Tren angka insiden TB per 100.000 penduduk pada tahun 2000-2017
(GTB 2018) dan prediksi pada tahun 2018-2019

42 Panduan Penentuan Beban dan Target


Dari prediksi tren insiden TB per 100.000 penduduk tersebut dan perkiraan
jumlah penduduk di tahun-tahun tersebut maka dapat ditentukan perkiraan tren
insiden TB di tahun 2018-2024 seperti pada gambar berikut ini.

1.000.000

900.000
Perkiraan insiden TB

800.000

700.000

600.000

500.000
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Tahun

Estimasi titik (GTB2018) Estimasi interval (GTB2018)

Prediksi titik (2018-24) Prediksi interval (2018-24)

Gambar 33 Tren angka insiden TB pada tahun 2000-2017 (GTB 2018) dan prediksi
pada tahun 2018-2019

Perkiraan angka insiden TB di Indonesia tahun 2017 dan prediksi angka insiden
TB tahun 2018-2024 adalah seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 9 Perkiraan angka insiden TB di Indonesia, 2017-2024

Insiden TB Insiden TB
Tahun
(dalam ribuan) (per 100.000 penduduk)
2017 842 (767 – 919) 319 (291 – 348)
2018 843 (768 – 919) 316 (288 – 344)
2019 843 (768 – 919) 313 (285 – 341)
2020 844 (768 – 919) 310 (282 – 337)
2021 844 (767 – 919) 307 (279 – 334)
2022 843 (766 – 916) 304 (276 – 330)
2023 842 (764 – 915) 301 (273 – 327)
2024 841 (762 – 913) 298 (270 – 323)

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 43


Dengan usaha penemuan kasus yang tidak berbeda dengan tahun sebelumnya
maka perkiraan kasus yang ditemukan pada tahun 2019 adalah sekitar 518 ribu
kasus TB baru dan kambuh. Dengan demikian perkiraan angka cakupan
penemuan dan pengobatan TB di tingkat nasional pada tahun 2019 adalah sekitar
61%, naik sekitar 8-9% dibanding tahun 2017 dan berbeda cukup besar
dibandingkan target angka penemuan dan pengobatan TB di tahun 2019 yaitu
75%. Untuk mencapai angka cakupan penemuan dan pengobatan TB ini di tahun
2019 maka diperlukan upaya yang strategis dan masif untuk menemukan kasus
TB di tahun depan.

Sebelum menghitung target penemuan kasus TB di tingkat provinsi, telah


ditetapkan angka cakupan penemuan dan pengobatan TB di Indonesia selama 6
tahun kedepan, yaitu tahun 2019-2024 sebagaimana tercantum dalam Stranas
TB. Target cakupan penemuan dan pengobatan TB dan perkiran jumlah kasus TB
yang harus ditemukan dan diobati dengan prediksi angka insiden TB seperti pada
Tabel 9 adalah seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 10 Target cakupan penemuan dan pengobatan TB dan kasus TB yang harus
ditemukan, 2019-2024

Angka cakupan penemuan Jumlah kasus yang


Tahun
dan pengobatan TB harus ditemukan
2019 75% 632.250
2020 80% 675.200
2021 85% 717.400
2022 90% 758.700
2023 90% 757.800
2024 90% 756.900

4.2 Perhitungan target di tingkat provinsi

Setelah target penemuan dan pengobatan kasus TB di tingkat nasional telah


ditetapkan maka selanjutnya perlu ditetapkan target penemuan dan pengobatan
TB di tingkat provinsi. Perhitungan target penemuan dan pengobatan TB per
provinsi di tahun 2019 dilakukan dengan mengalokasikan secara proporsional
target penemuan dan pengobatan di tingkat nasional yaitu sebesar 632.250 kasus
TB berdasarkan perkiraan kasus TB yang ditemukan per provinsi di tahun 2019
dengan asumsi tren linier seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, yang
selanjutnya disebut dengan alokator provinsi. Alokator target provinsi ini juga

44 Panduan Penentuan Beban dan Target


akan digunakan untuk menentukan target di tingkat provinsi pada tahun 2020-
2024.

Perhitungan target penemuan dan pengobatan TB di provinsi i pada tahun t


dihitung dengan mengalikan proporsi capaian penemuan dan pengobatan kasus
TB di provinsi tersebut terhadap capaian penemuan dan pengobatan kasus TB di
tingkat nasional dengan target penemuan dan pengobatan kasus TB di tingkat
nasional yang telah ditetapkan, yaitu:

(o)
(o) 𝐶
𝑇M = M(o) × 𝑇 (o)
𝐶

dengan:

(𝑡)
• 𝑇𝑖 adalah target kasus TB yang harus ditemukan dan diobati di provinsi
i pada tahun t
• 𝑇 (o) adalah target kasus TB yang harus ditemukan dan diobati di Indonesia
pada tahun t
(o)
• 𝐶M adalah perkiraan capaian kasus TB yang ditemukan dan diobati tanpa
adanya upaya lebih dalam menemukan kasus TB di provinsi i pada tahun
t dibandingkan tahun-tahun sebelumnya
(o)
• 𝐶 (o) adalah penjumlahan angka 𝐶M untuk seluruh provinsi
(€)
Tw
• T (€)
adalah alokator target provinsi i pada tahun t

Jika target angka cakupan penemuan dan pengobatan TB di suatu provinsi lebih
besar dari 100% maka akan diubah secara manual menjadi maksimum 90% untuk
tahun 2019-2021 dan 95% untuk tahun 2022-2024. Hal ini bertujuan agar gap
angka target cakupan antar provinsi dapat diminimalkan. Untuk target angka
cakupan di provinsi lainnya diproporsionalkan terhadap angka perkiraan insiden
TB di tahun tersebut.

Target angka cakupan penemuan dan pengobatan TB dan jumlah kasus TB yang
harus ditemukan dan diobati di setiap provinsi pada tahun 2019-2024 dapat di
lihat di tabel-tabel berikut ini.

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 45


Tabel 11 Target angka cakupan penemuan dan pengobatan TB dan jumlah kasus TB
yang harus ditemukan dan diobati tahun 2019

Jumlah kasus
Target cakupan
yang harus
Provinsi Estimasi insiden penemuan dan
ditemukan dan
pengobatan
diobati
Aceh 20125 54% 10881
Sumut 62745 60% 37643
Sumbar 22944 65% 14922
Riau 27601 67% 18419
Jambi 13665 36% 4917
Sumsel 33733 79% 26528
Bengkulu 7750 50% 3869
Lampung 29473 53% 15559
Babel 5916 49% 2884
Kepri 10827 64% 6891
DKI Jakarta 47375 90% 42638
Jabar 127906 90% 115115
Jateng 82978 86% 71315
DIY 9064 63% 5674
Jatim 95811 84% 80037
Banten 33058 80% 26369
Bali 12391 44% 5470
NTB 17715 54% 9623
NTT 18833 59% 11053
Kalbar 17212 51% 8792
Kalteng 9369 60% 5631
Kalsel 15069 72% 10863
Kaltim 14442 74% 10718
Kaltara 2768 90% 2492
Sulut 9521 88% 8410
Sulteng 10207 80% 8171
Sulsel 30985 88% 27196
Sultra 8992 63% 5689
Gorontalo 4301 74% 3195
Sulbar 4440 72% 3209
Maluku 6579 90% 5921
Malut 4188 66% 2754
Papua Barat 6509 42% 2745
Papua 18508 90% 16657
Nasional 843000 75% 632250

46 Panduan Penentuan Beban dan Target


Tabel 12 Target angka cakupan penemuan dan pengobatan TB dan jumlah kasus TB
yang harus ditemukan dan diobati tahun 2020

Jumlah kasus
Target cakupan
yang harus
Provinsi Estimasi insiden penemuan dan
ditemukan dan
pengobatan
diobati
Aceh 20149 60% 12094
Sumut 62819 65% 40948
Sumbar 22971 74% 16964
Riau 27634 80% 22028
Jambi 13681 37% 5079
Sumsel 33773 90% 30396
Bengkulu 7760 57% 4399
Lampung 29508 58% 17190
Babel 5923 54% 3225
Kepri 10840 73% 7882
DKI Jakarta 47431 90% 42688
Jabar 128057 90% 115252
Jateng 83076 90% 74768
DIY 9074 71% 6426
Jatim 95925 90% 86332
Banten 33098 90% 29788
Bali 12406 49% 6099
NTB 17736 59% 10414
NTT 18856 65% 12337
Kalbar 17233 56% 9680
Kalteng 9380 69% 6431
Kalsel 15087 81% 12293
Kaltim 14459 86% 12461
Kaltara 2772 90% 2495
Sulut 9532 90% 8579
Sulteng 10219 90% 9197
Sulsel 31022 90% 27919
Sultra 9003 68% 6119
Gorontalo 4306 85% 3641
Sulbar 4445 82% 3639
Maluku 6587 90% 5928
Malut 4193 71% 2978
Papua Barat 6516 44% 2857
Papua 18530 90% 16677
Nasional 844000 80% 675200

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 47


Tabel 13 Target angka cakupan penemuan dan pengobatan TB dan jumlah kasus TB
yang harus ditemukan dan diobati tahun 2021

Jumlah kasus
Target cakupan
yang harus
Provinsi Estimasi insiden penemuan dan
ditemukan dan
pengobatan
diobati
Aceh 20149 74% 14840
Sumut 62819 78% 49297
Sumbar 22971 90% 20674
Riau 27634 90% 24871
Jambi 13681 43% 5821
Sumsel 33773 90% 30396
Bengkulu 7760 71% 5501
Lampung 29508 71% 20982
Babel 5923 67% 3977
Kepri 10840 90% 9756
DKI Jakarta 47431 90% 42688
Jabar 128057 90% 115252
Jateng 83076 90% 74768
DIY 9074 88% 8011
Jatim 95925 90% 86332
Banten 33098 90% 29788
Bali 12406 60% 7503
NTB 17736 70% 12478
NTT 18856 81% 15192
Kalbar 17233 68% 11779
Kalteng 9380 86% 8072
Kalsel 15087 90% 13578
Kaltim 14459 90% 13013
Kaltara 2772 90% 2495
Sulut 9532 90% 8579
Sulteng 10219 90% 9197
Sulsel 31022 90% 27919
Sultra 9003 81% 7292
Gorontalo 4306 90% 3876
Sulbar 4445 90% 4000
Maluku 6587 90% 5928
Malut 4193 85% 3566
Papua Barat 6516 51% 3300
Papua 18530 90% 16677
Nasional 844000 85% 717400

48 Panduan Penentuan Beban dan Target


Tabel 14 Target angka cakupan penemuan dan pengobatan TB dan jumlah kasus TB
yang harus ditemukan dan diobati tahun 2022

Jumlah kasus
Target cakupan
yang harus
Provinsi Estimasi insiden penemuan dan
ditemukan dan
pengobatan
diobati
Aceh 20125 81% 16246
Sumut 62745 85% 53061
Sumbar 22944 90% 20650
Riau 27601 95% 26221
Jambi 13665 44% 5980
Sumsel 33733 95% 32046
Bengkulu 7750 79% 6122
Lampung 29473 78% 22865
Babel 5916 74% 4373
Kepri 10827 90% 9745
DKI Jakarta 47375 95% 45006
Jabar 127906 95% 121510
Jateng 82978 95% 78829
DIY 9064 90% 8157
Jatim 95811 95% 91020
Banten 33058 95% 31405
Bali 12391 66% 8233
NTB 17715 75% 13373
NTT 18833 89% 16684
Kalbar 17212 74% 12800
Kalteng 9369 90% 8432
Kalsel 15069 95% 14316
Kaltim 14442 95% 13720
Kaltara 2768 95% 2630
Sulut 9521 95% 9045
Sulteng 10207 95% 9697
Sulsel 30985 95% 29436
Sultra 8992 86% 7776
Gorontalo 4301 95% 4086
Sulbar 4440 95% 4218
Maluku 6579 95% 6250
Malut 4188 90% 3769
Papua Barat 6509 52% 3416
Papua 18508 95% 17582
Nasional 843000 90% 758700

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 49


Tabel 15 Target angka cakupan penemuan dan pengobatan TB dan jumlah kasus TB
yang harus ditemukan dan diobati tahun 2023

Jumlah kasus
Target cakupan
yang harus
Provinsi Estimasi insiden penemuan dan
ditemukan dan
pengobatan
diobati
Aceh 20101 82% 16396
Sumut 62671 84% 52744
Sumbar 22917 90% 20625
Riau 27569 95% 26190
Jambi 13649 42% 5685
Sumsel 33693 95% 32008
Bengkulu 7741 81% 6267
Lampung 29438 78% 22982
Babel 5909 75% 4431
Kepri 10814 90% 9733
DKI Jakarta 47319 95% 44953
Jabar 127754 95% 121366
Jateng 82879 95% 78735
DIY 9053 90% 8148
Jatim 95697 95% 90912
Banten 33019 95% 31368
Bali 12376 67% 8326
NTB 17694 75% 13242
NTT 18811 90% 16885
Kalbar 17192 75% 12834
Kalteng 9358 90% 8422
Kalsel 15051 95% 14299
Kaltim 14425 95% 13704
Kaltara 2765 95% 2627
Sulut 9510 95% 9034
Sulteng 10195 95% 9685
Sulsel 30948 95% 29401
Sultra 8982 85% 7664
Gorontalo 4296 95% 4081
Sulbar 4434 95% 4213
Maluku 6571 95% 6243
Malut 4183 90% 3765
Papua Barat 6501 50% 3272
Papua 18486 95% 17561
Nasional 842000 90% 757800

50 Panduan Penentuan Beban dan Target


Tabel 16 Target angka cakupan penemuan dan pengobatan TB dan jumlah kasus TB
yang harus ditemukan dan diobati tahun 2024

Jumlah kasus
Target cakupan
yang harus
Provinsi Estimasi insiden penemuan dan
ditemukan dan
pengobatan
diobati
Aceh 20077 82% 16547
Sumut 62596 84% 52509
Sumbar 22889 90% 20601
Riau 27536 95% 26159
Jambi 13633 40% 5424
Sumsel 33653 95% 31970
Bengkulu 7732 83% 6404
Lampung 29403 79% 23110
Babel 5902 76% 4487
Kepri 10802 90% 9721
DKI Jakarta 47263 95% 44900
Jabar 127602 95% 121222
Jateng 82781 95% 78642
DIY 9042 90% 8138
Jatim 95584 95% 90804
Banten 32980 95% 31331
Bali 12362 68% 8419
NTB 17673 74% 13135
NTT 18789 90% 16910
Kalbar 17172 75% 12877
Kalteng 9347 90% 8412
Kalsel 15033 95% 14282
Kaltim 14408 95% 13687
Kaltara 2762 95% 2624
Sulut 9499 95% 9024
Sulteng 10183 95% 9674
Sulsel 30911 95% 29366
Sultra 8971 84% 7569
Gorontalo 4291 95% 4076
Sulbar 4429 95% 4208
Maluku 6563 95% 6235
Malut 4178 90% 3746
Papua Barat 6493 48% 3146
Papua 18464 95% 17541
Nasional 841000 90% 756900

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 51


4.3 Perhitungan target di tingkat kabupaten/kota

Berdasarkan target penemuan dan pengobatan TB di tingkat provinsi yang telah


ditetapkan Ditjen P2P bersama Dinas Kesehatan Provinsi, maka Dinas
Kesehatan Provinsi selanjutnya menetapkan target penemuan dan pengobatan
TB di kabupaten/kota yang ada di wilayahnya. Target penemuan kasus di tingkat
kabupaten /kota ini ditetapkan bersama-sama oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di provinsi tersebut. Penghitungan target
penemuan di Kabupaten/ Kota adalah sebagai berikut :

Angka target penemuan dan pengobatan kasus TB per kabupaten/kota dihitung


dengan mengalikan proporsi penemuan dan pengobatan kasus TB di
kabupaten/kota tersebut terhadap penemuan dan pengobatan kasus TB di tingkat
provinsi pada tahun sebelumnya dengan target penemuan di tingkat provinsi yang
telah ditetapkan, yaitu

(o•e)
(o)
𝑁MN (o)
𝑇MN = (o•e)
× 𝑇M
𝑁M

di mana:

(𝑡)
• 𝑇𝑖𝑗 adalah target kasus TB yang harus ditemukan dan diobati di
kabupaten/kota j provinsi i pada tahun t
(𝑡)
• 𝑇𝑖 adalah target kasus TB yang harus ditemukan dan diobati di provinsi
i pada tahun t
(o•e)
• 𝑁MN adalah jumlah kasus TB yang ditemukan dan diobati di
kabupaten/kota j provinsi i pada tahun t-1
(o•e)
• 𝑁M adalah jumlah kasus TB yang ditemukan dan diobati di provinsi i
pada tahun t-1

Angka penemuan kasus ini menggunakan data rata-rata penemuan kasus 3


tahun terakhir. Untuk kabupaten/kota yang hanya mempunyai data satu tahun
terakhir, menggunakan data satu tahun terakhir. Jika oleh suatu hal tidak
tersedia data sama sekali maka penetapan angka penemuan kasus di
kabupaten/kota tersebut dilakukan bersama Dinas Kesehatan Provinsi yang
bersangkutan.

52 Panduan Penentuan Beban dan Target


Contoh: Dari hasil angka penemuan kasus per kabupaten/kota di Provinsi Bali
tahun 2017 didapat distribusi temuan per kabupaten/kota seperti pada Gambar
34.

Gambar 34 Distribusi angka penemuan dan pengotaban TB per kabupaten/kota di


Provinsi Bali

Dan distribusi perkiraan angka insiden TB tahun 2019 di setiap kabupaten/kota


di Provinsi Bali adalah seperti pada Gambar 35.

Gambar 35 Distribusi perkiraan angka insiden TB per kabupaten/kota di Provinsi


Bali tahun 2019

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 53


Diketahui bahwa pada tahun 2017, jumlah kasus TB yang ditemukan di Provinsi
Bali ada sebanyak 3.531 kasus dan target penemuan dan pengobatan TB di
Provinsi Bali adalah 5.470 kasus TB (cakupan di tingkat provinsi adalah 44%).
Jika target penemuan dan pengobatan TB per kabupaten/kota di Provinsi Bali
dialokasikan secara proporsional terhadap jumlah kasus TB yang ditemukan
tahun 2017 per kabupaten/kota maka target dan cakupan penemuan dan
pengobatan TB per kabupaten/kota adalah seperti Tabel 17.

Contoh penghitungan target penemuan dan pengobatan kasus TB di Kabupaten


Jembrana pada tahun 2019 adalah

(ƒUe„) 202
𝑇‚2rf9464 = × 5470 = 312,9 ≈ 313
3531

dengan angka cakupan penemuan dan pengobatan kasus TB adalah

(ƒUe„) 313
𝐶‚2rf9464 = × 100% = 44,6% ≈ 45%
702

Tabel 17 Jumlah temuan kasus, perkiraan insiden TB, target dan cakupan
penemuan dan pengobatan TB tahun 2019

Temuan Estimasi Target Cakupan


Kabupaten/kota
2017 insiden
Jembrana 202 702 313 45%
Tabanan 228 991 353 36%
Badung 460 1.729 713 41%
Gianyar 239 1.652 370 22%
Klungkung 114 521 177 34%
Bangli 63 532 98 18%
Karang Asem 245 950 380 40%
Buleleng 701 1.652 1.086 66%
Kota Denpasar 1.279 3.632 1.981 55%
Provinsi Bali 3.531 12.361 5.470 44%

Dari tabel di atas diketahui bahwa jika target penemuan dan pengobatan TB
dialokasikan secara proporsional terhadap jumlah temuan kasus TB di
kabupaten/kota maka angka cakupan penemuan dan pengobatan TB per
kabupaten/kota adalah cukup bervariasi. Angka cakupan terendah ada di
Kabupaten Bangli (18%) sedangkan tertinggi di Kabupaten Buleleng (66%).

54 Panduan Penentuan Beban dan Target


4.4 Perhitungan target di tingkat kecamatan

Perhitungan target penemuan kasus TB di tingkat kecamatan dapat dilakukan


dengan memperhatikan apakah kabupaten yang akan melakukan perhitungan
target TB di tingkat kecamatan mempunyai wilayah kota didalamnya atau tidak.
Prinsip perhitungan target penemuan kasus di tingkat kecamatan sama dengan
di tingkat kabupaten/kota yang dengan mengalokasikan target temuan kasus di
tingkat kabupaten/kota secara proporsional terhadap angka temuan kasus di
fasyankes yang ada di kecamatan. Angka temuan yang digunakan dapat berupa
data histori/tren selama beberapa tahun terakhir, misalnya 3 tahun terakhir,
tergantung ketersediaan data.

Angka target penemuan dan pengobatan kasus TB per kecamatan dihitung


dengan mengalikan proporsi penemuan dan pengobatan kasus TB di semua
fasyankes yang berada di kecamatan tersebut terhadap penemuan dan
pengobatan kasus TB di tingkat kabupaten/kota pada tahun sebelumnya dengan
target penemuan di tingkat kabupaten/kota yang telah ditetapkan, yaitu

(o•e)
(o)
𝑁MN7 (o)
𝑇MN7 = (o•e)
× 𝑇MN
𝑁MN

dengan:

(𝑡)
• 𝑇𝑖𝑗𝑘 adalah target kasus TB yang harus ditemukan dan diobati di
kecamatan k kabupaten/kota j provinsi i pada tahun t
(𝑡)
• 𝑇𝑖𝑗 adalah target kasus TB yang harus ditemukan dan diobati di
kabupaten/kota i provinsi i pada tahun t
(o•e)
• 𝑁MN7 adalah jumlah kasus TB yang ditemukan dan diobati di kecamatan
k kabupaten/kota j provinsi i pada tahun t-1, atau rata-rata dari beberapa
tahun sebelumnya
(o•e)
• 𝑁MN adalah jumlah kasus TB yang ditemukan dan diobati di
kabupaten/kota j provinsi i pada tahun t-1, atau rata-rata dari beberapa
tahun sebelumnya

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 55


4.4.1 Kecamatan di kabupaten yang tidak ada kotanya

Untuk kabupaten yang tidak ada kota didalamnya maka target penemuan dan
pengobatan TB dilakukan secara independen hanya untuk kabupaten tersebut.
Contoh: penentuan target penemuan dan pengobatan TB di setiap kecamatan di
Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan.

Gambar 36 Peta kecamatan di Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan

Diketahui bahwa angka penemuan kasus TB di kabupaten tersebut dari tahun


2015-2017 adalah 223, 262, dan 320 yang mana angka cakupan penemuan ini
sekitar 33%. Diketahui dari hasil estimasi insiden TB di kabupaten tersebut pada
tahun 2019 adalah 959 dan pada tahun 2019 angka cakupan ditargetkan naik 2
kalinya atau sekitar 66% sehingga pada tahun 2019 di kabupaten tersebut harus
ditemukan kasus TB baru termasuk kambuh dan bukan dalam pengobatan dari
tahun sebelumnya sebanyak 633 kasus. Target angka temuan kasus TB tahun
2019 di setiap kecamatan adalah seperti pada Tabel 18.

Contoh perhitungan target penemuan dan pengobatan TB di Kecamatan Burau,


Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2019 adalah

(ƒUe„) 21
𝑇D:94: = × 633 = 49
268

56 Panduan Penentuan Beban dan Target


Tabel 18 Jumlah temuan kasus dan target penemuan dan pengobatan TB menurut
kecamatan di Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2019

Temuan Temuan Temuan Rata- Target


Kecamatan Jml PKM
2015 2016 2017 rata
Burau 1 18 24 20 21 49
Wotu 1 16 17 15 16 38
Tomoni 1 16 20 15 17 40
Tomoni Timur 1 7 3 7 6 13
Angkona 1 9 18 13 13 32
Malili 3 43 54 40 46 108
Towuti 4 36 30 27 31 73
Nuha 1 20 25 29 25 58
Wasuponda 2 15 16 13 15 35
Mangkutana 1 23 16 16 18 43
Kalaena 1 5 14 12 10 24
Lainnya (RS) 2 15 25 113 51 121
Kab. Luwu
223 262 320 268 633
Timur
Di samping puskesmas, ada dua rumahsakit di Kabupaten Luwu juga melakukan
pengobatan TB dengan angka rata-rata temuan kasus TB selama 3 tahun adalah
51 kasus TB per tahun, sehingga target penemuan dan pengobatan kasus TB
untuk kedua rumahsakit tersebut adalah

(ƒUe„) 51
𝑇c† 1M ‡:3: CMr:9 = × 633 = 121
268

Untuk kecamatan yang mempunyai lebih dari satu puskesmas, seperti Kecamatan
Malili, Towuti, dan Wasuponda, pembagian target penemuan dan pengobatan TB
di setiap puskesmas dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

1) Proporsional terhadap jumlah kasus yang ditemukan dan diobati dalam


beberapa tahun terakhir (misalnya dalam 3 tahun terakhir)

2) Berdasarkan kemampuan puskesmas pada saat ini yang mungkin berbeda


dibandingkan dengan waktu lalu sehingga tidak tercermin di dalam jumlah
kasus yang ditemukan dan diobati pada waktu lalu

3) Kalau data-data tersebut pada tingkat puskesmas tidak tersedia, pembagian


target dapat dilakukan dengan membagi rata

Cara pembagian yang dipilih ditentukan oleh Dinas Kabupaten/Kota dan


Puskesmas terkait.

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 57


4.4.2 Kecamatan di kabupaten yang ada kotanya

Untuk kabupaten yang ada kota didalamnya maka target penemuan dan
pengobatan TB dilakukan untuk kabupaten dan kota tersebut secara bersama.
Misal Kabupaten dan Kota Magelang di Provinsi Jawa Tengah.

Gambar 37 Kecamatan di Kabupaten dan Kota Magelang

Pada contoh ini, target penemuan dan pengobatan kasus TB digabung antara
kabupaten dan kota. Misal dari hasil estimasi insiden TB tahun 2019 di
Kabupaten dan Kota Magelang adalah 2.876 dan 631, atau secara total adalah
3.507 kasus TB. Misalkan pada tahun 2019 ingin dicapai cakupan penemuan dan
pengobatan TB sebesar 75% atau sebanyak 2.630 kasus maka perhitungan target
penemuan dan pengobatan TB di setiap kecamatan adalah seperti pada Tabel 19.

Contoh perhitungan target untuk Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang


adalah

58 Panduan Penentuan Beban dan Target


(ƒUe„) 18
𝑇†4m4r46 = × 2630 = 34
1407

dan untuk Kecamatan Magelang Selatan, Kota Magelang adalah

(ƒUe„) 6
𝑇ˆ4‰2m46‰ †2m4o46 = × 2630 = 11
1407

Tabel 19 Jumlah temuan kasus dan target penemuan dan pengobatan TB menurut
kecamatan di Kabupaten dan Kota Magelang, Provinsi Jawa Tengah Tahun 2019

Temuan Temuan Temuan Rata- Target


Kecamatan Jml PKM
2015 2016 2017 rata
Kab. Magelang
SALAMAN 2 17 9 29 18 34
BOROBUDUR 1 13 5 35 18 34
NGLUWAR 1 7 4 9 7 13
SALAM 1 20 13 16 16 30
SRUMBUNG 1 9 8 15 11 21
DUKUN 1 4 4 7 5 9
MUNTILAN 2 23 21 28 24 45
MUNGKID 2 11 16 28 18 34
SAWANGAN 2 7 9 9 8 15
CANDIMULYO 1 10 3 8 7 13
MERTOYUDAN 2 4 14 21 13 24
TEMPURAN 1 13 7 18 13 24
KAJORAN 2 19 22 27 23 43
KALIANGKRIK 1 5 8 23 12 22
BANDONGAN 1 34 21 34 30 56
WINDUSARI 1 14 16 13 14 26
SECANG 2 21 11 45 26 49
TEGALREJO 1 32 17 31 27 50
PAKIS 1 3 0 0 1 2
GRABAG 2 11 15 42 23 43
NGABLAK 1 4 1 4 3 6
Lainnya (RS) 2 109 101 105 105 196
Kota Magelang
MGL. SELATAN 2 5 6 7 6 11
MGL. TENGAH 2 16 4 16 12 22
MGL. UTARA 1 8 18 12 13 24
Lainnya (RS) 4 987 844 1031 954 1784
TOTAL 1406 1197 1613 1407 2630

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 59


60 Panduan Penentuan Beban dan Target
BAB 5
SIMPULAN DAN PENUTUP

Dari penjelasan yang telah dijabarkan dalam panduan ini maka dapat
disimpulkan bahwa:

1) Penetapan angka kejadian tuberkulosis di Indonesia yang dapat diandalkan,


merupakan langkah penting dalam upaya kita untuk mengakhiri masalah
tuberkulosis di tahun 2030 atau lebih cepat.

2) Hasil Studi Inventori 2017-18 dimanfaatkan secara optimal untuk


memperbaiki angka indisen tuberkulosis di Indonesia dengan ‘uncertainty’
jauh lebih kecil dibandingkan estimasi insiden tuberkulosis berdasarkan hasil
Survei Nasional Prevalensi TB di tahun 2013-14.

3) Berbasis estimasi insiden tuberkulosis yang baru, dilakukan penetapan angka


insiden per wilayah provinsi dan kabupaten/kota dengan metode yang disebut
‘SUBSET’. Metode SUBSET tersebut juga disempurnakan dengan
memperhatikan faktor-faktor risiko wilayah dan karakeristik penduduk di
wilayah tersebut.

4) Bagi Pengelola program TB di setiap wilayah diberikan pedoman dan contoh


agar dapat melakukan penetapan jumlah target penemuan kasus
tuberkulosis.

5) Pedoman ini diharapkan dapat membantu pemahaman kita tentang situasi


beban tuberkulosis secara nasional dan sub-nasional, sehingga membantu
dalam prencanaan program eliminasi tuberkulosis secara lebih baik.

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 61


REFERENSI

1) The End TB Strategy: Global strategy and targets for tuberculosis


prevention, care and control after 2015. World Health Organization. 2014

2) Global Tuberculosis Report. World Health Organization. 2018

3) Methods used by WHO to estimate the Global burden of TB disease.


Glaziou P, Sismanidis C, Pretorius C, Floyd K. Global TB Programme,
World Health Organization, Geneva, Switzerland

4) Current WHO methods used for the estimation of TB incidence: strengths


and limitations. Anderson L, Floyd K, Glaziou P, Sismanidis B. Global TB
Programme, World Health Organization, Geneva, Switzerland

5) Outdoor Air Pollution Affects Tuberculosis Development Based on


Geographical Information System Modeling. Rajaei E, et al. Biomedical
and Biotechnology Research Journal. 2018

6) Is ambient air pollution another risk factor of tuberculosis. Kim J. Korean


Journal International Medicine. 2014

7) Ambient air pollution exposures and newly diagnosed pulmonary


tuberculosis in Jinan, China: a time series study. Liu Y, et al. Scientific
Reports, Nature. 2018

8) HIV Infection—Associated Tuberculosis: The Epidemiology and the


Response. Getahun H, et al. Clinical Infectious Diseases, Volume 50, Issue
Supplement_3, 15 May 2010, Pages S201–S207

Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia 63

Anda mungkin juga menyukai