Anda di halaman 1dari 26

Mini Risearch:

PERSEPSI JEMAAT GKLI HERMON


TERHADAP IBADAH BERBASIS KITAB AMOS

Disusun Oleh:

Donna Aritonang

220402004

Dosen Pengampu:

Dr. Iwan Setiawan Tarigan, M.Th

Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Tarutung

Tahun Akademik 2023


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Masing-masing gereja tentunya memiliki liturgi dan ibadah ritual yang berbeda-beda. GKLI
sebagai salah satu lembaga gereja di Indonesia juga membangun pemahaman liturgi dan
ibadah yang dilandasi dengan berbagai prinsip. Bahkan jemaat gerejawi pun punya
pemahaman yang bereda-beda tentang ibadah termasuk di gereja GKLI. GKLI adalah
singkatan dari Gereja Kristen Luther Indonesia yang berkantor pusat di Sihabonghabong
Parlilitan, Desa Sihotang Hasugian Dolok II, Kecamatan Parlilitan. GKLI Hermon adalah
bagian dari GKLI Resort Dolok Sanggul II yang beralamat di Jl. GKLI Hermon Desa
Bonanionan Kec. Dolok Sanggul, Kab. Humbang Hasundutan. GKLI Hermon beranggotakan
15 kepala keluarga dan jumlah keseluruhan anggota jemaat adalah 77 jiwa.
Penelitian ini bertujuan untuk menggali persepsi anggota jemaat GKLI Hermon terhadap
ibadah berbasis Kitab Amos. Kitab Amos adalah salah satu kitab yang menekankan
pentingnya keadilan dan kebenaran sebagai panggilan untuk hidup benar di hadapan Tuhan
dan penelitian ini berupaya memahami bagaimana pesan tersebut diterima dan diterapkan
dalam konteks ibadah di GKLI Hermon.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menggali dan mengetahui bagaimana persepsi jemaat GKLI Hermon tentang ibadah
berbasis kitab Amos
2. Membuat laporan dalam bentuk makalah
C. Identifikasi masalah
1. Apakah Jemaat GKLI yang diwakili oleh responden mengetahui konsep ibadah menurut
kitab Amos ?
2. Bagaimanakah pemahaman Jemaat GKLI yang diwakili oleh responden tentang, apakah
ibadah itu ?
3. Apakah tujuan mereka melakukan ibadah ?
4. Bagaimanakah penerapan ibadah yang benar menurut jemaat yang diwakili responden?.
5. Bagaimanakah pemahaman mereka tentang ibadahyang diterima Tuhan ?
6. Manakah yang lebih dikehendaki Tuhan dalam ibadah; korban persembahan dalam
perayaan ibadahkah atau persembahan hati yang taat melakukan kehendaknya?
D. Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian ini adalah Jemaat GKLI Hermon yang beralamat di Jl. GKLI Hermon
Desa Bonanionan Kec. Dolok Sanggul, Kab. Humbang Hasundutan. GKLI Hermon
beranggotakan 15 kepala keluarga.
E. Proses Penelitian
Untuk melaksanakan penelitian tentang persepsi Jemaat GKLI Hermon terhadap ibadah
berbasis kitab Amos secara sistemik, sistematis, dan komprehensif, hal-hal yang harus
diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Penelitian dilakukan secara individu
2. Dari 15 kepala keluarga, penulis memilih 5 yang mewakili keluarga di Jemaat GKLI
Hermon.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Latar Belakang Kitab Amos
Kitab Amos adalah salah satu kitab dalam Alkitab yang termasuk dalam kelompok nabi-nabi
kecil dalam Perjanjian Lama. Kitab Amos berisi nubuat dan pesan-pesan dari Tuhan yang
disampaikan melalui nabi Amos kepada bangsa Israel pada masa pemerintahan raja Uzia dan
Yerobeam II sekitar abad ke-8 sebelum masehi. Kitab Amos ini juga lebih banyak
membahas isu-isu keadilan sosial, moralitas, dan seruan nabi Amos untuk menegur
ketidakadilan di antara bangsa Israel pada zamannya.
Kitab Amos dinamai sesuai dengan nama nabi yang menulisnya yaitu Amos. Amos
hidup pada masa pemerintahan Uzia (787-736), raja Yehuda, dan Yerobeam II putra Yoas
(787-747), raja Israel.1 Ia bukanlah seorang nabi profesional yang dididik di sekolah para
nabi. Tuhan memanggilnya di padang gurun dan memerintahkannya untuk pergi ke Betel.
Pada saat itu kerajaan utara sedang mengalami masa kemakmuran di mana raja Yerobeam
berhasil memperluas wilayahnya hampir sama dengan Daud, Salomo, dan raja Uzia. Asyur
belum menjadi kerajaan yang kuat.
Bisa dibayangkan rakyatnya hidup dalam kemakmuran, kemewahan dan kesenangan.
Meski begitu, ada banyak hal yang tidak beres, yang membawa mereka pada kehancuran.
Mereka adalah orang-orang yang cenderung keras kepala dan sombong. Orang-orang kaya
sangat bangga dengan kekayaan mereka dan memanjakan diri dengan anggur dan musik.

1
Christoph Barth, Teologi Perjanjian Lama 4 (Jakarta: BPK Gunung Mulia: 1989), 128.
Orang-orang tidak lagi memperhatikan hukum untuk orang miskin, ketidakadilan di mana ada
korupsi. Sejalan dengan itu, sang nabi menyampaikan pesan keadilan, pertobatan, campur
tangan Tuhan, kasih karunia dan pengampunan, dan kemenangan Tuhan.2
Namun demikian, ada beberapa konsep atau nilai yang dapat dikaitkan dengan ibadah dalam
konteks Kitab Amos.
Konteks Sejarah Israel dalam Nubuatan Nabi Amos
Berdasarkan riwayat yang ditulis dalam 1 Samuel 8:5–20 diceritakan tentang keinginan Israel
untuk memiliki seorang raja yang akan memerintah, mengadili, dan memimpin perang.
Terlepas dari penjelasan yang panjang lebar yang diberikan Samuel kepada mereka, kaum
tani akan merasakan beratnya kehadiran raja bersama seluruh pasukan dan perwiranya.
Ladang dan kebun anggur milik rakyat benar-benar diambil dan diberikan kepada pegawai
raja tidak lama setelah Saul dipilih menjadi raja. Oleh karena itu, suatu golongan baru
dibentuk dalam masyarakat Israel, yaitu golongan pemerintah yang dikenakan biaya oleh
rakyat biasa.3
Israel menikmati keamanan, kedamaian, kejayaan, dan kemakmuran selama
pemerintahan Daud. Semua ini dihasilkan dari kesuksesan dalam politik dan ekonomi.
Salomo menggantikan Daud setelah dia meninggal. Dengan membangun hubungan
internasional, Salomo memperkuat kerajaan (1 Rajah 5 :1-18). Tampaknya kerajaan Israel
cukup berhasil dibangun selama pemerintahan Salomo dalam berbagai aspek politik, sosial,
dan ekonomi. Kerajaan yang dibangun Salomo serupa dengan yang dibangun Daud, terkesan
terpusat di Yerusalem dan sentralistis. Disebabkan fakta bahwa raja Salomo hanya dapat
membangun istana-istana dan Bait Suci yang indah dengan menaikkan pajak, suku-suku
harus membayar pajak yang sangat besar. Akibatnya, banyak orang yang mengeluh dan
kerajaan Israel akhirnya terpecah menjadi dua bagian setelah dia meninggal. 4
Salah satu faktor yang mendorong munculnya kelas baru dalam masyarakat, yaitu
kaum pedagang untuk perdagangan internasional. Dari sini muncul kelas-kelas baru dalam
kehidupan Israel, seperti yang digambarkan oleh G. Lenski dalam bukunya Power and
Privilege, seperti raja dan keluarganya yang dianggap sebagai golongan bangsawan, serta
pegawai, perwira, dan imam-imam yang sering menerima hadiah dari raja atau menjadi kaya
karena rampasan perang. Dalam kehidupan ekonomi dan sosial, kaum pedagang adalah

2
Susila Tirta, Merefleksikan Ibadah Nabi-nabi abad Delapan Dalam Ibadah New Normal, Kurios, Vol 8 No.1
(2022), 277
3
Wismoady Wahono, Di sini Kutemukan (Jakarta: BPK Gunung Mulia,2011), 129
4
Robert B. Coote, Amos Among The Prophets:Composition and Theology (Philadelphia: Fortress Press, 1981),
70-79
golongan yang kuat. Selanjutnya, pada umumnya masyarakat yang memiliki kehidupan
ekonomi yang pas-pasan termasuk kaum petani atau masyarakat paling bawah adalah
golongan paling lemah.5
Inilah orang-orang yang tinggal di kota-kota dalam rumah yang bagus dan kuat, dan
karena mereka dilindungi oleh tembok yang besar dan dijaga oleh tentara, mereka kurang
menderita jika serangan musuh terjadi, sedangkan kaum tani semakin merosot. Sebagian dari
mereka mengeluh tentang pajak yang tinggi, tetapi mereka masih dapat bertahan sebagai
petani yang merdeka. Tanahnya dimiliki oleh orang kaya di kota, dan mereka hanya pekerja
yang kadang-kadang ditindas oleh tuan-tuan mereka. Perkembangan ini tidak hanya tidak
sesuai dengan kehendak Tuhan, tetapi bahkan harus dianggap sebagai konsekuensi negatif
dari pemutusan perjanjian Tuhan oleh orang-orang yang telah mengikuti perintahNya. 6Inilah
yang dikritik oleh Amos yakni ketenteraman yang semu karena penuh dengan ketidakadilan.
Konteks Sosial dan Politik dalam Kitab Amos
Kitab Amos adalah salah satu kitab dalam Perjanjian Lama yang berisi nubuat-nubuat nabi
Amos yang berkaitan dengan kondisi sosial dan politik pada masanya. Pada masa itu,
terdapat kesenjangan sosial yang sangat besar antara kelas atas dan kelas bawah. Kekayaan
dan kekuasaan terpusat pada kaum elit, sementara rakyat jelata hidup dalam kemiskinan dan
kesulitan. Nabi Amos mengecam ketidakadilan sosial ini dan menyerukan perubahan.
Sementara itu, politik pada masa itu juga dipenuhi dengan korupsi dan kekerasan. Raja-raja
Israel dan Yehuda terlibat dalam peperangan dan konflik yang merugikan rakyatnya. Nabi
Amos mengutuk tindakan-tindakan ini dan menyerukan perdamaian dan keadilan.
Sejarah politik Israel berubah setelah memerintah selama empat puluh tahun Salomo
di kerajaan Israel Raya, yang disebut sebagai "abad keemasan Israel" (971–931). Namun,
setelah Salomo wafat, muncul periode baru yang menunjukkan sejarah kerajaan Israel yang
cepat runtuh. Dimulai dengan perpecahan di mana sepuluh suku Israel Utara, termasuk
Efraim dan Manasye, memisahkan diri dari suku Israel Selatan, menghasilkan dua kerajaan
bersaudara: Yehuda dipimpin oleh Raja Rehabeam, anak Salomo dari Yehuda, dan Israel
dipimpin oleh Yerobeam bin Nebat dari Efraim. Israel runtuh pada 722 SZB, sedangkan
Yehuda bertahan sampai 586 SZB.7

5
Gerhard E. Lenski, Power and Privilege: A Theory of Social Stratification (Capel Hill and London: The University
of North Carolina Press, 1984), 284
6
H. Rothlisberger, FirmanKu seperti Api: Para Nabi Israel (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010),27-28.
7
Op-cit, Wismoady Wahono, 141
Secara umum, kerajaan Israel terpecah menjadi dua karena tiga hal: (1) keinginan
wilayah Utara untuk melepaskan diri dari dominasi politik Yerusalem dan Yehuda melalui
pemberlakuan pajak yang berat yang telah ditetapkan sejak masa pemerintahan Salomo; (2)
frustrasi yang dialami masyarakat karena sistem rodi yang sangat menindas (1 Rajah 12:1-
20), dan (3) pandangan kritis yang ditunjukkan oleh profetis, yang melalui nabi Ahia32
meyakinkan bahwa Meskipun bangsa Yehuda mengakui hak mereka untuk memerintah
berdasarkan asas pewarisan takhta dari generasi ke generasi, di Israel Utara Allah memilih
seorang raja melalui para nabi (1 Raja 12:21-24). 8 Area Selatan, dengan ibu kotanya
Yerusalem, dihuni oleh orang Yehuda dan Benyamin. Keturunan Daud selalu mengelola
wilayah ini. Kesepuluh suku lain tinggal di bagian utara. Yerobeam adalah raja Pertama
daerah tersebut. Samaria menjadi ibu kota wilayah kerajaan setelah Omri memerintah (879-
869 SZB). Namun, Yehu—seorang panglima—mengambil alih kerajaan Israel pada tahun
842 SZB. Ia berusaha untuk membunuh semua keturunan Omri dan mengubah cara hidup
orang Israel (II Raj. 10). Situasi ini dimanfaatkan oleh bangsa Aram, yang dipimpin oleh raja
Hazael, yang bersemayam di Damaskus. Setelah kerajaan Asyur menjadi penguasa politik,
keadaan ini menjadi lebih kacau. Bangsa Asyur dapat menjinakkan Aram dan bangsa-bangsa
lain di sekitar Israel (900-600 SZB). Kediktatoran mereka membuat bangsa-bangsa di
sekitarnya, termasuk Israel, tunduk, dan mereka bahkan memperluas wilayah jajahan mereka.
Kerajaan Asyur mengalami sedikit kerusakan pada sekitar tahun 800 SZB.36:
Kerajaan Asyur sendiri akhirnya runtuh, sehingga dua abad kemudian hampir tidak ada lagi
kesan kerajaan yang indah. Negara-negara taklukan Asyur tampaknya dengan mudah bekerja
sama untuk merdeka. Pemimpin Israel dan Yehuda juga ingin menjadi yang pertama.
Kekuasaan Israel raya yang pernah ada di masa Raja Salomo akan dikembalikan. Raja
Yerobeam II berhasil memperluas wilayah kerajaannya di bagian utara dan memulihkan
batas-batas yang sudah ada (II Raj. 14:25). Israel mulai memperbaiki dirinya sendiri.
Pemulihan yang signifikan juga terjadi. Tidak hanya intervensi dari luar negeri dapat
dihindari, tetapi konflik di dalam negeri juga telah mereda. Israel sedang mengalami masa
kejayaan. Banyak kota dibangun dan orang kaya baru muncul. Israel mengalami pemulihan
spiritual dan nasional. Namun, ketidakadilan sosial muncul di Utara seiring dengan
pembagian ekonomi dan kekuasaan, yang menciptakan perbedaan yang jelas antara yang kuat
dan yang lemah. Para nabi pada masa itu sangat memperhatikan keadaan ini. Nabi Amos juga
mengkritik ketidakadilan sosial yang terjadi di Israel Utara semata-mata karena belas kasihan
terhadap rakyat. Amos mengungkapkan kritikannya itu karena hukum Tuhan bertentangan
8
Th. C. Vriezen, Agama Israel Kuno (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 254.
dengan ketidakadilan sosial. Dia menekankan bahwa bangsa harus bertanggung jawab
menanggung hukuman atas tindakan mereka tersebut (Amsal 3:2). 9 Dia berpendapat bahwa
melanggar hak sesama manusia sama dengan melanggar perjanjian dengan Tuhan. Karena
Tuhan mengadakan perjanjian dengan semua orang Israel, bukan hanya mereka yang
berkuasa, karena setiap orang dinilai sama. Amos berpendapat bahwa ummat Allah tidak
hanya mencakup kerajaan Yehuda, yang dipimpin oleh keturunan Daud, tetapi juga kerajaan
Israel, yang terpisah secara politik dan keagamaan. Amos mengecam perpisahan itu (Amsal
5:5), tetapi pada dasarnya umat Israel tetap menjadi umat pilihan Allah (Amsal 2:10), dan
Amos sendiri meremehkan pilihan itu (Amsal 9:7), karena dia tidak memberikan jaminan
kepada bangsa Israel seolah-olah mereka tidak akan menghadapi hukuman yang ditimpakan
Tuhan kepada bangsa lain yang melanggar hak sesama manusia. Sebaliknya, perjanjian dan
representasi yang tidak diterima dengan baik hanya menjadi dasar untuk hukuman yang lebih
berat (Am. 2:6-16). "Hari Tuhan" berubah menjadi hari kegelapan (Am. 5:20). Dengan kata
lain, itu adalah hukuman Tuhan, dan tidak ada yang dapat melepaskan diri; Allah memiliki
otoritas penuh atas orang-orang yang Dia pilih.10
Konteks Keagamaan
Protes nabi terhadap ibadah-ibadah Israel yang terlihat sangat teratur ternyata
merupakan pembohongan yang tidak berguna (Am 5:4-5, 21-24). Bangsa Israel tampaknya
melakukan ibadah dengan giat pada masa Amos (Am 4:5), tetapi ia menyatakan bahwa
ibadah di Betel dan Gilgal merupakan perbuatan yang tidak baik. Mereka melakukan ibadah
hanya sebagai kebiasaan tanpa pertobatan. Di tempat-tempat itu terjadi tindakan religius yang
tidak memuliakan Tuhan. Ini didasarkan pada istilah Ibrani pasya, yang secara harafiah
berarti memberontak. Di tempat-tempat ini, orang Israel tidak menyembah Yahweh, tetapi
mereka menyembah dewa-dewi Kanaan, seperti Dewi Asima di Samaria, Dewa Sakut, dan
banyak patung berhala.11 Misalnya, perayaan pesta Marzeach, yang menunjukkan solidaritas
dalam pesta dengan memberikan persembahan secara khusus di "rumah Marzeach", yang
dikelola oleh kerajaan, dan diadakan dengan biaya yang mahal. Di satu sisi, Marzeach
berpesta di Bethel, festival ziarah di Samaria, dan di sisi lain, tidak satu pun kaum tani yang
hadir. Para nabi menunjukkan kepada Israel betapa salahnya mereka berpikir bahwa Tuhan
akan menerima ibadah mereka yang resmi sementara mereka melupakan sesama manusia. Ini

9
A.Th. Kramer, Singa Telah Mengaum: Para Nabi dalam Perjanjian Lama (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996),
25.
10
Jeane Ch. Obadja, Survei Ringkas Perjanjian Lama (Surabaya: Momentum, 2004), 159.
11
Marthinus T. Mauwene, Perjanjian Lama dan Teologi Kontekstual (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 209-
210.
ditunjukkan dalam Amos 6:4, "Yang berbaring di tempat tidur dari gading dan duduk
berjuntai di ranjang, yang memakan anak domba dari kelompok kambing domba dan anak
lembu dari kelompok hewan tambun”. Selain itu, Hosea mengkritik orang Israel karena
mereka mengikuti ibadah kafir, termasuk kebiasaan kafir yang berasal dari agama Asyur
ketika mereka menguasai Israel (Hos 4:11–14). 12 Selain itu, kehidupan agama Israel telah
berubah menjadi ibadah kepada Baal (Hos. 1-3, 4:1). Sinkretisme meningkat pesat di Israel
bahkan oleh para pemimpin ibadat sendiri, di Israel utara. Berhala dan Baalisme merajalela di
bukit-bukit pengorbanan.13

Garis Besar Kitab Amos


Kitab Amos dalam Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) dibagi dalam sembilan pasal yaitu:
Pasal 1 : Judul (ay.1). Hukuman atas bangsa-bangsa (ay.2- pasal 2:3)
Pasal 2: Hukuman atas Yehuda (ay.3-5). Hukuman atas Israel (ay.6-16)
Pasal 3: Nabi sebagai penyambung lidah (ay. 1-8); Pemberitaan tentang keruntuhan Israel
(ay.9-15).
Pasal 4: Terhadap perempuan Samaria yang mabuk kemewahan (ay.1-3); Ibadah orang Israel
adalah ibadah yang jahat (ay.5-4); Orang Israel tidak mau berbalik kepada Tuhan
(ay.6-13).
Pasal 5: Ratapan mengenai Israel (ay. 1-3); Jalan yang menuju hidup (ay.4-6). Melawan
perkosaan keadilan (ay.7-13). Hidup dan mati (ay.14-17). Hari Tuhan (ay.18-20).
Ibadah Israel dibenci Tuhan (ay.21-27).
Pasal 6 : Rasa tenteram yang palsu (ay. 1-14).
Pasal 7: Penglihatan pertama: belalang (ay. 1-3); Penglihatan kedua: api (ay.4-6); Penglihatan
ketiga: tali sipat (ay.7-9); Amos diusir (ay.10-17).
Pasal 8: Penglihatan keempat: bakul dengan buah-buahan (ay. 1-3); Peringatan terhadap
orang-orang yang menghisap sesama (ay.4-8); Gerhana matahari dan ratapan (ay.9-
10); Lapar dan haus (ay.11-14).
Pasal 9: Penglihatan kelima: Tuhan dekat mesbah (ay.1-6); Bangsa pilihan ditolak Allah
(ay.7-10); Janji mengenai keselamatan (ay.11-15).
Menurut Norman K. Gottwald, kesembilan pasal ini menyajikan kesatuan tulisan yang
menarik, yang terdiri dari pidato penghakiman, penglihatan, pujian, nyanyian pujian, nasihat
atau peringatan, ratapan, narasi pendek, dan kesimpulan penuh dari janji-janji keselamatan.
12
David F. Hinson, Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 177.
13
Darmawijaya, Warta Nabi Abad ke-VIII (Yogyakata: Kanisius, 1990), 23
Karya-karya ini secara khusus dibagi ke dalam bagian-bagian yang dapat dibedakan dengan
jelas. Ada nubuat-nubuat tentang Damsyik, Gaza, Edom, Amon, Moab, Yehuda, dan Israel
yang membentuk suatu urutan yang dibangun dengan ketat, di mana masing-masing diantar
atau diperkenalkan melalui formula "tiga" perbuatan jahat, bahkan empat, Aku (Yahweh)
tidak akan menarik kembali keputusan-Nya, yaitu penghakiman atau kemurkaan Yahweh
(Am. 1,2). Kumpulan pidato yang menentang penghakiman atas Israel Utara, termasuk
prediksi kesengsaraan dan ejekan yang dilakukan dalam bentuk perintah seperti imam yang
ditekankan dengan formula "Dengarkanlah perkataan ini" (Am 3-6). Serangkaian penglihatan
yang melaporkan penghakiman yang akan datang atas negeri itu disela oleh sebuah catatan
naratif tentang pertemuan sang nabi dengan imam Amazia, dan pidato-pidato penghakiman
berikutnya (Am 7:1-;9:6). Kitab ini diakhiri dengan ancaman kehancuran total yang agak
dilunakkan oleh jaminan nasional (9:7-15). Ada perbedaan yang tajam dalam teks ini antara
Firman Allah dengan kata ganti orang pertama dalam sekitar 20 nubuat (wahyu yang
disampaikan oleh para utusan) dan wahyu kenabian dengan kata ganti orang ketiga dalam
sekitar 12 nubuat (pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh para saksi mata). Jenis yang
pertama dibingkai dengan formulasi seperti "Yahweh berfirman" dan "Yahweh berfirman".
Ada banyak penelitian mendalam tentang tatanan kehidupan dari bentuk-bentuk wahyu yang
digunakan oleh sang nabi dan ada banyak spekulasi tentang apakah sumber-sumber wahyu ini
berhubungan dengan tatanan kelembagaan sang nabi dan dengan demikian dapat
menyingkapkan pesan yang berperan dalam masyarakat.14

Tujuan dari tulisan Amos


Dalam pemberitaannya, Amos memberikan peringatan yang keras bagi orang Israel tentang
konsekuensi yang akan mereka hadapi jika orang Israel tetap tidak setia pada Allah dan
melakukan ketidakadilan terhadap sesama mereka sendiri. Karena penyampaian yang begitu
keras, Amos diusir (Am. 7:10), hampir menyerah, dan berhenti menyampaikan nubuat yang
diberikan oleh Allah kepadanya yang harus disampaikan kepada umat Israel. Namun, Amos
tetap melakukan tugasnya sebagai nabi.15 Namun, sindiran ini pasti sangat menyentuh dan
tepat sasaran terutama untuk mereka yang berkuasa, pemimpin, dan elit.
Dalam Amos 3:8, nabi Amos menunjukkan keunikannya yang sebenarnya dengan
mengatakan sesuatu seolah-olah dia tidak menyadarinya. Karena itulah sikap ekstatis, ciri

14
https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12406/4/T2_752014018_BAB%20IV.pdf diakses tgl 29
Nopember 2023 pkl 06.45
15
Gerhand Von Rad, Old Testament Theology Volume II (London: SCM Press, 1975), 130-131.
khas seorang nabi pada zaman itu, Amos melakukannya. Ia menyatakan bahwa dia
menyampaikan nubuat karena desakan Allah terhadapnya. Ia mirip dengan mengaum singa.
Setidaknya dengan pernyataan itu, Amos ingin menunjukkan bahwa Allah tidak tahan lagi
melihat ketidakadilan yang terjadi di Israel Utara. Tentu saja, ini didasarkan pada kekuatan
kasih Allah yang masih ada dan mungkin terus ada pada orang-orang di Israel Utara. Namun,
Amos tidak hanya menubuatkan hari yang gelap atau kematian. Amos menubuatkan tentang
hari yang terang dan janji keselamatan di akhir kitabnya (9:1-15). Amos secara umum
menyatakan bahwa keadilan sosial kurang di masa pemerintahan raja Yerobeam bin Yosia di
Israel Utara (786–746 SZB). Kerajaan Israel Utara mengalami "zaman keemasan" selama
pemerintahan raja ini. Ini disebabkan oleh fakta bahwa selama pemerintahannya, kerajaan-
kerajaan besar di Utara dan Selatan, Asyur dan Mesir, menjadi lemah karena wilayah jajahan
yang memberontak saling mengurangi kekuatan dan kekuasaan negara-negara besar lainnya,
terutama Aram dan Asyur. Oleh karena itu, keadaan politik dan keamanan Palestina relatif
aman. Situasi ini dapat dimanfaatkan Israel Utara dengan baik, membangun kehidupan
ekonominya dan mencapai tingkat kemakmuran yang luar biasa. Meskipun demikian, selama
era kemakmuran itu, kehidupan sosial Israel mengalami kerusakan moral. Kesuksesan seperti
ini menumbuhkan kebanggaan isme dan keyakinan bahwa Allah berkenan pada Israel.
Dengan meningkatnya perdagangan internasional, para pedagang menjadi kaya, tetapi
kekayaan ini dihasilkan dari praktik-praktik ketidakadilan dan ketamakan. Orang miskin
tidak hanya dianiaya tetapi juga diabaikan ketika ingin mendapatkan keadilan, Semuanya
dikuasai oleh orang kaya atau para pemilik kekayaan termasuk para imam dan hakim.
Ibadah hanyalah bersifat formal.
Secara khusus, bagian yang berbicara tentang rasa tenteram yang palsu dalam Amos
6:1–7 memiliki hubungan dengan teks-teks sebelumnya yang memungkinkan Amos untuk
mengangkat nubuat ini. Teks-teks sebelumnya menunjukkan jenis ketidakadilan yang
dilakukan oleh para penguasa dan kaum elit, yang menindas kaum lemah dan menjual orang
miskin, menjadikan mereka sebagai budak-budak, dan mengubah hukum sesuai keinginan
mereka sendiri tanpa memperhatikan nasib kaum lemah. Pasal 2, 3, 4 dan 5 telah dibahas
sebelumnya. Allah mengutus Amos untuk bernubuat di Betel, di wilayah kerajaan Israel,
karena kemurtadan rohani, pelanggaran moral, dan ketidakstabilan politik kerajaan Utara.
Pada pasal dua, Amos mengecam jenis ketidakadilan sosial yang dilakukan oleh para
elit: mereka menjual orang benar demi uang dan menjual orang miskin hanya untuk sepasang
kasut; mereka menginjak-injak kepala orang lemah ke dalam debu dan membelokan jalan
orang sengsara; anak dan ayah menjamah seorang perempuan muda; mereka merebahkan diri
di setiap mezbah di atas pakaian gadaian orang, dan minum anggur orang yang kena denda di
bait Allah mereka (ayat 6-8).
Pada pasal tiga, Allah memanggil nabi Amos untuk menegur bangsa Israel dengan
keras dan memberi tahu mereka bahwa Samaria akan runtuh karena dosa mereka. Kemarahan
Allah kepada Israel bahkan digambarkan sebagai seekor singa yang mengaum untuk
menerkam mangsanya. Pemerasan, penganiayaan, dan pemutarbalikan hukum adalah jenis
kejahatan yang dikecam pada bagian ini.
Pada pasal empat, nabi dengan keras menentang perempuan Samaria yang mabuk
kemewahan (ayat 1-3), dan menyatakan bahwa ibadah orang Israel adalah perbuatan jahat
(ayat 4-5). Umat Israel terus menolak untuk berbalik kepada Tuhan, meskipun Amos
mengecam mereka (ayat 6-13). Akibatnya, dalam pasal lima, nabi menubuat bahwa hari
Tuhan akan datang sebagai hari hukuman (ayat 21-27) dan membawa mereka ke penjara.
Inilah yang menurut saya menjadi alasan mengapa Amos dengan keras mengecam
kesombongan hidup umat Israel yang merasa tenteram, aman, sejahtera, dan makmur ketika
mereka mengorbankan orang lemah dan miskin. Amos dengan keras mengecam mereka dan
menegaskan bahwa ketenteraman yang mereka nikmati hanyalah ilusi atau palsu.

B. Konsep Ibadah dalam Konteks Kitab Amos:


Definsi Ibadah
Definisi "ibadah" dalam KBBI adalah perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Tuhan yang
dilandasi dengan ketaatan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya;
menyembah atau melakukan penyembahan; menunaikan segala kewajiban yang
diperintahkan Tuhan; menyangkut hal (cara dan sebagainya) menyembah. 16 Itu berarti ibadah
lebih menitikberatkan pada bagaimana sikap manusia sebagai umat Tuhan menanggapi
tindakan Tuhan dan diimplementasikan dalam ritual pribadi yang didasarkan pada Firman
dan melalui cara hidup.
Martin Luther mendefinisikan ibadah sebagai waktu ketika Tuhan berbicara kepada jemaat
melalui Firman-Nya dan jemaat berbicara kepada-Nya serta merespons dalam doa dan pujian.
Hubungan antara Tuhan dan umat-Nya dapat dilihat melalui keintiman dalam ibadah, tetapi
juga dapat diekspresikan melalui cara dan gaya hidup sehari-hari. Menurut Calvin, ibadah
adalah bagian integral dari ajaran dasar dan melalui ibadah, ajaran-ajaran tersebut
disampaikan kepada umat.17 Berdasarkan pendapat kedua tokoh tersebut, mereka memberikan
16
https://kbbi.web.id/ibadah diakses tgl 29 Nopember 2023 pkl 04,15
17
Zega Sabarlah, Refleksi Teologis Tentang Makna Ibadah Yang Sejati, Vol.3 No.1, 2022, 103-113
pandangan bagaimana pengajaran Firman bagi umat memiliki timbal balik yakni umat
bertanggung jawab untuk melayani Tuhan dalam ibadah sebagai respon terhadap Tuhan.
Tentu saja ibadah bukanlah suap terhadap Tuhan, bukan karena kepentingan pribadi atau
rutinitas, tetapi ibadah dilakukan karena rasa tanggung jawab yang ada sebagai umat dengan
melihat Firman sebagai dasarnya. Sehingga ibadah tidak dilihat sebagai sekedar kewajiban
tetapi dasar dari sebuah hubungan yang intim antara umat dengan Tuhan sendiri. Menurut
Willem A. Van Gemeren Ibadah adalah tempat atau cara untuk menjalin hubungan manusia
dengan Tuhan sebagai pencipta. Bahkan kehidupan orang percaya seharusnya menjadi
sebuah ibadah di hadapan Tuhan. Inti dari ibadah adalah pemahaman tentang Tuhan dan
manusia. Keberadaan, sifat dan karya Allah di satu sisi dan keberadaan manusia di sisi lain
menjadi dasar teologis mengapa manusia harus menyembah, memuja dan memuliakan Allah.
Melalui ibadah, manusia menjalin hubungan vertikal dengan yang ilahi dan merealisasikan
nilai-nilai spiritualnya dalam kehidupan bersama sebagai hubunga horizontal.18
Pemikiran Utama Amos tentang Ibadah
Ciri khas Amos adalah pemberitaan Firman yang keras. Kata-katanya yang penuh ancaman
yang mengandung pesan penghakiman, bahwa kerajaan Israel akan jatuh secara tiba-tiba. Ia
mengutuk orang kuat yang memeras orang kecil dan menindas yang lemah (3:9-10; 4:1; 5:10-
12). Ia menyoroti sistem sosial yang tidak tepat (6:12). Keadaan bangsa Israel ketika Amos
mengkritik ibadah Israel sangatlah menyedihkan. Penindasan dan ketidakadilan terjadi
dimana-mana. Orang-orang melakukan kejahatan sosial dalam berbagai aspek kehidupan. 19
Dalam kitab Amos 7:14-15, Amos berkata, “Aku bukan seorang nabi, dan aku juga bukan
salah satu dari para nabi, tetapi aku adalah seorang petani dan pengumpul buah ara.” Tetapi
Tuhan melarang aku menggembalakan ternak, dan Tuhan berfirman kepadaku, “Pergilah dan
bernubuat.” terhadap umat-Ku Israel.20 Amos prihatin dengan ketidakadilan ketika dia
mengatakan bahwa orang Israel “menjual orang benar demi uang” (Amos 2:6). Amos
menunjukkan bahwa sistem peradilan telah hancur, mengakibatkan orang kaya dan berkuasa
memanipulasi hukum demi kepentingan mereka sendiri melalui korupsi, penyuapan dan
penindasan terhadap orang miskin (Amandemen No.5:10-11, 15). 21Amos juga mencatat
bahwa ibadah rutin Israel telah terbukti merupakan penipuan yang tidak berguna (Amos 5:4-
5; 21-24). Daripada menerima restorasi, mereka malah menganjurkan dan membenarkan
sikap aman dan berpuas diri. Amos tampaknya sangat sinis dan negatif terhadap aliran sesat
18
Van Gemeren Willem A., Pengintrpretasian Kitab Para Nabi, (Surabaya: Momentum: 207), 22
19
Ludji Barnabas, Tasiran Beberapa Teks Perjanjian Lama (Bandung: Bina Media Informasi, 2009), 89.
20
Emil G. Kareling, The Prophets (USA: Rand McNally & Company, 1969), 211.
21
Otto Kaiser, Introduction To The Old Testament (Oxford: Basil Blackwell, 1984), 64.
tersebut.Amos 4:4-5 mengatakannya dengan sangat sinis: “Datanglah ke Betel dan lakukan
kejahatan, dan ke Gilgal dan lakukan kejahatan besar!” (Av. 4:4a.b.). Amos 4:4-5 berbicara
tentang kerusakan kehidupan beragama di zaman ini. 22 Dalam nubuatan yang menentang
bangsa-bangsa, kata “kejahatan” digunakan dalam konteks hubungan antarmanusia. Saat ini
kata “perbuatan yang jahat” digunakan dalam konteks hubungan manusia dengan Tuhan.
Panggilan ke Betel dan Gilgal membuat ibadah orang Israel saat itu tidak ada artinya lagi dan
malah menjadi ungkapan kejahatan umat.23 Pada dasarnya, keduanya merupakan ekspresi
ketidaktaatan manusia kepada Tuhan.Segala ibadah yang dilakukan oleh orang yang
kehidupan moralnya tidak bertanggung jawab tidak dapat diterima. Ketidaksukaan Allah
terhadap pesta dan kemewahan ibadah terlihat jelas dalam Amos 5:21-27. Menarik sekali
bagaimana Amos menggambarkan sikap tidak mengasihi Tuhan ini melalui gambaran
antropologis.24
Amos hidup pada masa pemerintahan Uzia (787-736), raja Yehuda dan putra
Yerobeam II Yoas (787-747), Raja Israel.25 Dia bukanlah seorang nabi profesional yang
dilatih di sekolah para nabi.Tuhan memanggilnya ke padang gurun dan menyuruhnya pergi
ke Betel. Pada masa ini, Kerajaan Utara mengalami masa kemakmuran ketika Raja Yerobeam
berhasil memperluas wilayahnya hampir sampai ke wilayah Daud dan Sulaiman serta Raja
Uzia. Saat itu Asyur belum menjadi kerajaan yang kuat. Sebagian orang pada masa itu hidup
dalam kekayaan, kemewahan dan kesenangan. Namun, ada banyak hal yang salah dan justru
berujung pada kehancuran. Mereka itu adalah orang-orang yang cenderung keras kepala dan
sombong. Mereka sangat bangga dengan kekayaan mereka dan menikmatinya dengan anggur
dan musik. Kebanyakan dari antara mereka tidak lagi memperhatikan hak-hak masyarakat
miskin, ketidakadilan merajalela dan korupsi dimana-mana. Untuk itulah Nabi
menyampaikan pesan keadilan, pertobatan, campur tangan Ilahi, rahmat dan pengampunan,
serta kemenangan akhir dari Tuhan.26 Keadaan agama mereka pada waktu itu adalah sebagian
besar orang meninggalkan ketaatan mereka kepada Tuhan dan menyembah berhala. Seolah-
olah bangsa itu lupa bahwa penyembahan berhala selalu menyebabkan kesengsaraan dimulai
sejak Yerobeam I mendirikan penyembahan anak lembu emas di Betel (I Raja 12:27-33),
Mereka terus berpesta dan menyembah anak lembu emas itu. Bukan hanya di Betel, tetapi
juga di Gilgal, Betsyeba, Samaria, dan Dan (Am. 4:4, 5:5, 8:14). Hukum Taurat, pesta, dan

22
Ibid, Ludji Barnabas, 90.
23
Loccit, Ludji Barnabas
24
Shalom M. Paul, A Commentary On The Book Of Amos (Minneapolis: Fortress Press, 1985), 232.
25
Barth, Theologia Perjanjian Lama 4.
26
J. Jocz, The Spiritual History Of Israel (London: Eyre & Spottiswoode, 1961), 56.
adat istiadat hanya dilaksanakan secara formil. Oleh karena itu, Amos dikirim ke Betel, di
mana Tuhan ingin memberikan peringatan yang keras kepada Israel utara dimana Yerobeam
II beribadah di bait Allah, tempat ibadah umatnya.27
Amos dikirim kepada bangsa yang sombong dan egois yang tidak menginginkan dan
tidak memerlukan pemberitaan yang keras namun Amos memanfaatkan kehadiran banyak
orang yang datang ke Betel untk mengingatan mereka. Dalam seruannya Hati Allah marah
melihat kemunafikan dan formalitas yang hampa dari ibadah Israel. Allah tidak menyukai
perayaan agama mereka dan korban yang mereka berikan tidak berarti apa-apa bagi Allah.
Ibadah agama berarti kebenaran dan keadilan (5:21–24). 28 Menurut Amos dalam ayat 21, 22,
23, 24, kata kerja yang digunakan di sini adalah gabu-ngan kata, yang berarti bahwa Tuhan
marah dan menolak perayaan agama mereka. Tuhan menyerukan bahwa Ia tidak ingin
menangani semua itu dan menolak semua kebiasaan agama mereka. Kebiasaan itu
sebenarnya tidaklah salah; letak kesalahan adalah dalam diri mereka adalah kelakuan mereka
tidak sesuai dengan ibadah penyembahan mereka kepada Allah. Kelakuan mereka
menunjukkan ketidaktaatan mereka terhadap hukum-Nya (Yesaya 1:11–15). Tuhan menolak
ketika para penyembah itu menekan orang miskin dan tetangga-tetangga mereka. Mereka
juga menolak untuk memberlakukan kebenaran dan keadilan. Bahkan kaum wanita menjadi
pemimpin dalam percabulan dan pemerasan (4:1). Israel menyembah dewa lain yang tidak
dapat membantu mereka, dan keadilan dapat dibeli di tempat-tempat suci.
Amos mulai menentang tradisi peribadatan dan imamat Israel yang dahulunya
mendominasi kehidupan spiritual mereka. Mereka telah menyimpang dari kebenaran itu
sendiri, kehidupan spiritual mereka yang konvensional gagal diberlakukan. Kehidupan
spiritual yang mereka lakukan melalui aktivitas ibadah tidak pernah berkenan kepada Tuhan
Mereka percaya bahwa kehidupan spiritual yang mereka jalani melalui ibadah akan
menjamin bahwa mereka akan hidup tenang dan diterima Allah. Amos berpendapat bahwa
ibadah mereka tidak dapat menjamin bahwa mereka akan tenang dan diterima Allah, karena
satu-satunya jalan ketentraman Israel adalah harus mencari Tuhan (Amsal 5:4). Amos
mengatakan itu karena hati mereka telah menjauh dari Tuhan dan hanya menggunakan agama
untuk menyenangkan Allah mereka. Namun Allah tidak tertarik pada apa yang dilakukan
manusia itu dengan cara menciptakan pemujaan bagi diri-Nya. Sebaliknya, Tuhan lebih
tertarik pada hati manusia dan ingin mereka bertindak dan beribadah dengan benar, bukan
hanya dalam upacara korban saja, tetapi juga dalam keluhan mereka sehari-hari. Dia ingin

27
B. J Boland, Tafsiran Amos, (Jakarta: BPK Gunung Mulia: 1997),89
28
Opcit, Otto Kaiser, 116.
mereka menyembah dalam Roh dan Kebenaran dan bertobat.29 Amos juga mengatakan bahwa
mereka tidak hanya perlu melakukan upacara korban untuk memperkuat hubungan mereka
dengan Tuhan, tetapi mereka juga harus menyembahnya dengan tulus. Amos menginginkan
jawaban "ya" atas pertanyaannya, dan jawaban itu membangunkan Israel untuk pesan Tuhan,
yang menuntut ketaatan dan perjanjian, bukan hanya ritual. Amos meminta orang Israel yang
melakukan ibadah sinkretisme (ibadah bukan hanya kepada Tuhan tetapi juga kepada
berhala) untuk membuang berhala mereka dan bertahan dalam janji kebenaran dan keadilan.
Walau bagaimanapun, mereka mengasihi cara agamanya (Amsal 4:5). Mereka
mengutamakan upacara agama daripada ketaatan hati. 30 Bangsa Israel di masa nabi Amos
percaya bahwa ibadah ritual adalah satu-satunya cara untuk menyembah Tuhan. Akibatnya,
mereka melakukan ibadah dengan sangat semangat dan semarak. Mereka rajin dan antusias
melakukan upacara keagamaan, rajin, dan memperbanyak hewan kurban. Dengan kata lain,
mereka tampaknya melakukan upacara keagamaan dan perayaan agama dengan lancar.
Namun, itu hanyalah kebiasaan dan seremoni. Mereka percaya bahwa mereka sudah berhasil
menyenangkan hati Tuhan dengan cara ini. Pandangan bangsa Israel tentang ibadah sama
dengan bangsa-bangsa di sekitar Israel. Bangsa Israel percaya bahwa Tuhan dapat
disenangkan dengan banyak persembahan dan Ia tidak akan mengingat kesalahan mereka.
Amos berpendapat bahwa pemahaman keagamaan yang berkembang dalam
masyarakat itu adalah kesalahan yang sangat besar. Sebenarnya, tujuan ibadah adalah
menyatukan ibadah ritual dengan tindakan umat setiap hari. Bangsa Israel melakukan
penyelamatan Allah hanya dengan ibadah ritual. Meskipun demikian, ibadah ritual dan
ibadah dalam bentuk perbuatan dan tingkah laku sosial terhadap sesama dan lingkungan
adalah satu dan sama. Oleh karena itu, Amos mengecam pelanggaran hukum yang dilakukan
oleh negara itu (2:6-8; 4:6-13; 5:7-18). Amos mengatakan kepada orang Israel bahwa mereka
harus mencari Tuhan, karena mencari Tuhan sama dengan mencari kehidupan (5:14-15).
Seruan itu bertujuan untuk menghentikan tindakan jahat yang dilakukan Israel.31
Untuk memahami konsep keadilan yang diharapkan dapat melawan ketidakadilan
yang ada, kita perlu mempelajari teks secara menyeluruh karena itu berhubungan dengan
jenis ketidakadilan sosial yang dilakukan oleh kaum elit dan penguasa yang dikecam oleh
Allah melalui nubuatan nabi Amos.
Keadilan Sosial dan Kebenaran sebagai Bagian dari Ibadah:

29
Opcit, J. Jocz, 221
30
Koch, Klaus, The Prophets: Volume One The Assyrian Period, Philadelphia, Fortress Press, 1983, 97.
31
Ludji Barnabas, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama 2 (Bandung: Bina Media Informasi, 2009),74.
Amos menekankan bahwa ibadah yang benar tidak cukup hanya dengan persembahan atau
ritual saja. Meskipun persembahan korban adalah bagian dari ibadah, namun tanpa
kebenaran, keadilan, dan belas kasihan, ibadah menjadi sia-sia.
Bagi Amos, keadilan sosial adalah bagian integral dari ibadah yang diterima oleh Tuhan. Ia
mengecam ketidakadilan di tengah-tengah masyarakat dan menegaskan bahwa Tuhan
menuntut agar umat-Nya hidup dalam kebenaran dan keadilan terhadap sesama. Ada dua kata
kunci utama yang Amos tekankan sebagai bagian dari ibadah yakni: "keadilan" dan
"kebenaran". Mispath adalah kata yang digunakan untuk "keadilan". Kata ini merupakan kata
maskulin yang berarti "keputusan, hukum, kasus, hak, pengadilan, aturan, dan kebiasaan".
Kata "keadilan" atau mispath berkaitan dengan perilaku hakim, yang tidak hanya
memutuskan perkara, tetapi juga melibatkan seluruh proses yang dimulai dengan
persidangan, pembelaan para pihak, dan diakhiri dengan pernyataan satu pihak sebagai
"benar" dan pihak lain sebagai "salah". 32 Dalam kesaksian Perjanjian Lama, pengadilan dan
keputusan menjadi tanggung jawab kepala keluarga. Kemudian, dalam komunitas desa yang
sudah mapan, peradilan menjadi tanggung jawab kepala keluarga tertentu dengan melibatkan
anggota masyarakat. Sementara itu, pengambilan keputusan didasarkan pada pedoman adat
istiadat suatu bangsa (bdk. Ul. 21:18-21; Rut 4:1). Dengan demikian, keadilan adalah praktik
tradisional atau adat (bdk. 2 Raja-raja 17:33).
Sedaqa digunakan untuk "kebenaran", yang merupakan bentuk feminin dari
"kejujuran dan keadilan". Kebenaran dapat berarti sesuai atau sesuai dengan ukuran atau
norma tertentu. Dalam bahasa Arab, seseorang dapat berbicara tentang kurma yang "benar",
yang berarti memenuhi persyaratan, sesuai dengan apa yang diharapkan. Dalam Perjanjian
Lama, kurban yang benar adalah kurban yang dipersembahkan sesuai dengan persyaratan
sistem ibadah kurban.33 Menurut Amos, keadilan dan kebenaran selalu dikaitkan dengan sifat-
sifat Allah. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan kata "mispath" dan "sedaqa". Bagi Amos,
keadilan dan kebenaran bukanlah ide yang abstrak, tetapi bersifat pribadi. Secara teologis,
kedua hal ini menggambarkan Allah dalam karya-Nya dengan umat manusia. Secara sosial,
sifat-sifat ini harus menjadi ciri hubungan manusia dengan sesamanya. Dengan demikian,
kebenaran adalah ketaatan kepada Allah dengan melakukan apa yang dituntut dari kita
sebagai manusia. Di sisi lain, keadilan adalah prinsip dasar keadilan yang mewujudkan sikap
pribadi terhadap Tuhan.

32
Opcit, B. J Boland, 68
33
John H. Walton dan Andrew E. Hill, Survei Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas: 1991), 24
Dengan demikian, kata "keadilan" dan "kebenaran" adalah kiasan yang digunakan
untuk menggambarkan situasi kehidupan umat Allah di Israel Utara pada masa pemerintahan
Yerobeam II. Dengan aman dan nyaman mereka berbaring di atas tempat tidur gading, sambil
mendorong rakyat untuk bekerja keras. Mereka berpesta dengan daging yang berlimpah,
ketika banyak orang masih bertanya-tanya apa yang akan mereka makan keesokan harinya.
Mereka bernyanyi dengan kecapi dan nyanyian, sementara mereka membiarkan orang-orang
bernyanyi sambil menangis. Mereka menggunakan ibadah sebagai kesempatan untuk mabuk-
mabukan. Sementara orang-orang beribadah untuk meminta kekuatan agar dapat berjuang
sepanjang hari.34 Di Israel Utara pada masa pemerintahan Yerobeam II, hukum Taurat
disalahgunakan karena hukum Taurat telah menjadi rusak dan merosot.Para hakim
bersekongkol dengan orang-orang kaya sehingga keadilan dan kebenaran, yang juga
merupakan perlindungan bagi orang-orang kecil (orang miskin dan lemah), telah lenyap.
Amos sangat mengkritik ketidakadilan sosial di Israel. Dia tidak melakukannya untuk
menunjukkan kehebatannya, tetapi dia melakukan kritik ini berdasarkan kepercayaan kepada
Allah yang maha adil dan maha kasih. Orang kaya, berkuasa, dan terkemuka telah menjadi
kaya secara tidak adil dan tidak benar dengan merampas hak milik orang lain, bahkan hak
hidup orang lain, demi kepentingan mereka sendiri. Inilah yang membuat Amos dengan tegas
mengkritik setiap tindakan mereka yang menjual orang benar tanpa kesalahan, sehingga
mereka akhirnya dijual sebagai budak oleh golongan elit (II Raj 4:1).35
Tuhan tidak menyukai ibadah ritual bangsa Israel yang penuh dengan kemunafikan
dan kepura-puraan. Di sisi lain, mereka terus menyelewengkan keadilan dan kebenaran dalam
kehidupan sehari-hari. Namun, Tuhan ingin agar bangsa Israel melakukan keadilan dan
kebenaran dalam hidup mereka (Am 5:15-24). Ketika bangsa Israel mengembara di padang
gurun, Tuhan tidak pernah meminta persembahan dari mereka, dan ketika mereka menetap di
tanah perjanjian, Tuhan tidak meminta mereka pergi ke Betel, Gilgal, dan Batsyeba (Am. 5:5,
25), melainkan Tuhan ingin mereka mencari Tuhan dan kehendak-Nya (Am. 5:4, 6, 14),
tetapi sebaliknya, bangsa Israel mempraktikkan ibadah mereka yang salah. Oleh karena itu,
Allah menghukum bangsa Israel dengan mengirim mereka ke pembuangan bersama dengan
berhala-berhala mereka (Am. 5:26-27). Singkatnya, pada perayaan keagamaan di Betel,
Amos maju ke depan untuk menyatakan, atas nama Tuhan, bahwa Tuhan membenci dan
memandang rendah segala macam perayaan, bahwa Tuhan bahkan tidak ingin melihat apa

34
Eka Darmaputera, Gereja Terus Bertumbuh, (Jakarta: Kairos Books: 2005), 16
35
Op-cit, B.J. Boland, Tafsiran Kitab Amos., 24.
yang mereka persembahkan dan tidak ingin mendengar puji-pujian mereka yang hanya untuk
kesenangan mereka sendiri, tanpa tujuan keagamaan yang benar36
Disamping itu bagian dari ibadah menurut konsep kita Amos yang juga penting
adalah : Tanggung Jawab Sosial dan Moral dalam Ibadah dimana Konsep ibadah dalam Kitab
Amos menyoroti tanggung jawab sosial dan moral umat Israel. Amos menekankan bahwa
pelayanan kepada Tuhan tidak bisa dipisahkan dari sikap dan perilaku yang benar di dalam
masyarakat; Pentingnya Kehidupan yang Benar dimana Amos menekankan bahwa kehidupan
yang benar dan bertanggung jawab di dalam masyarakat adalah bagian dari ibadah yang
sejati. Hal ini termasuk menghormati Tuhan dalam hubungan dengan sesama dan memelihara
keadilan sosial. Panggilan untuk Mengubah Cara Hidup dimana pesan Amos adalah
panggilan untuk perubahan cara hidup yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Ia menyerukan
agar umat Israel meninggalkan perilaku dosa dan kembali kepada Tuhan dengan hati yang
tulus.
Dari pemaparan diatas dapat dikatakan bahwa dalam Kitab Amos, konsep ibadah
terhubung erat dengan keadilan sosial, moralitas, dan pengabdian yang berasal dari hati yang
tulus. Ibadah bukan hanya tentang ritual, tetapi juga tentang bagaimana umat Tuhan hidup di
dalam masyarakat dan bagaimana mereka memperlakukan sesama serta menjalankan
keadilan dan kasih dalam tindakan sehari-hari. Namun demikian, fokus utama Kitab Amos
adalah lebih pada panggilan untuk hidup yang benar di hadapan Tuhan dan sesama manusia
daripada memberikan panduan yang rinci mengenai ibadah formal sebagai rutinitas. Kitab ini
menegaskan bahwa ibadah yang diterima Tuhan terjadi ketika hati manusia terbuka untuk
mengikuti kehendak-Nya, hidup dalam keadilan, dan memelihara kasih serta belas kasihan
terhadap sesama.

36
Th. Kramer, Singa Telah Mengaum, (Jakarta: BPK Gunung Mulia: 1991), 16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif, dengan pendekatan;
a. studi literatur atau penelitian kepustakaan sebagai kajian teoristis untuk
menggali dan mendalami konsep ibadah dalam kitab Amos, yang dilakukan
dengan cara mengumpulkan data dari berbagai karya ilmiah baik berupa
artikel digital, buku-buku dan teks Alkitab yang relevan dengan topik
pembahasan dalam penelitian ini. Pengolahan data dilakukan dengan cara
mencari literatur di jurnal ilmiah, buku, teks-teks Alkitab, membaca,
mendeskripsikan, memaparkan dan menarik kesimpulan.
b. Wawancara terhadap 5 orang anggota jemaat (responden) yang mewakili
warga jemaat GKLI Hermon yang berbeda usia dan pekerjaannya. Pertanyaan
berkaitan pada pemahaman mereka tentang ibadah; apa itu ibadah, keadilan,
panggilan moral dan maknanya dalam kehidupan mereka.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN WAWANCARA

A. HASIL PENELITIAN
Berdasarkan wawancara penulis dengan 5 orang anggota jemaat,mereka memaparkan
pemahaman mereka mengenai apakah ibadah yang benar itu dan bagaimana penerapan
ibadah yang benar dalam kehidupan mereka sehari-hari menurut mereka, lalu apakah tujuan
mereka melakukan ibadah; apakah mereka melakukannya hanya memenuhi hukum
seremonial belaka atau sebagai rutinitas saja atau mereka melakukannya dengan hati yang
tulus dan terbuka karena mengikuti kehendakNya ?
Dalam wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan para responden, tentang apakah
ibadah yang benar itu dan bagaimana penerapan ibadah yang benar dalam kehidupan mereka
sehari-hari, pendapat mereka beragam. Responden pertama ( wawancara dengan Ibu RS
berusia 40 tahun dan pekerjaanya adalah sebagai guru honorer di salah satu SMA Negeri di
Dolok Sanggul) yakni Ibu R.S berpendapat bahwa ibadah yang benar adalah membangun
hubungan dengan Tuhan dengan memberikan atau meluangkan waktu khusus untuk Tuhan,
fokus dengan Tuhan bukan memikirkan yang lain dan bukan hanya sebatas berdoa,
pengampunan tetapi termasuk melakukan FirmanNya. Selanjutnya ketika ditanya apakah
tujuannya melakukan ibadah; apakah ia melakukannya hanya unuk memenuhi hukum
seremonial belaka atau sebagai rutinitas saja atau mereka melakukannya dengan hati yang
tulus dan terbuka karena mengikuti kehendakNya. Beliau berpendapat bahwa tujuannya
melakukan ibadah tersebut adalah untukmemuliakan Tuhan dan dilakukan dengan hati yang
tulus dan terbuka, bukan karena terpaksa. Dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
adalah mengasihi sesama tanpa membeda-bedakan serta berusaha berlaku berlaku jujur dan
adil.
Menurut responden kedua (wawancara dengan Ibu MS berusia 37 tahun dan pekerjaannya
adalah tenaga honorer di kantor Kejaksaan). Beliau berpendapat bahwa ibadah yang benar
adalah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan dengan hati yang tulus dan penuh kesadaran,
bukan karena terpaksa atau dibuat-buat. Selanjutnya ketika ditanya apakah tujuannya
melakukan ibadah; apakah ia melakukannya hanya unuk memenuhi hukum seremonial
belaka atau sebagai rutinitas saja atau mereka melakukannya dengan hati yang tulus dan
terbuka karena mengikuti kehendakNya. Beliau berpendapat bahwa tujuannya melakukan
ibadah tersebut adalah untukmemuliakan Tuhan dan dilakukan dengan hati yang tulus dan
terbuka, bukan karena terpaksa. Dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari adalah
mengasihi sesama tanpa membeda-bedakan serta berusaha berlaku berlaku jujur dan adil.
Menurut responden ketiga (wawancara dengan salah seorang anggota punguan naposo
berinisial AP berusia 30 tahun yang pekerjaanya adalah menjual makanan dan minuman di
rumahnya). Menurutnya ibadah adalah bersekutu dengan Tuhan baik di rumah maupun di
gereja. Selanjutnya ketika ditanya apakah tujuannya melakukan ibadah; apakah ia
melakukannya hanya unuk memenuhi hukum seremonial belaka atau sebagai rutinitas saja
atau mereka melakukannya dengan hati yang tulus dan terbuka karena mengikuti
kehendakNya. Beliau berpendapat bahwa tujuannya melakukan ibadah tersebut adalah
untukmemuliakan Tuhan dan dilakukan dengan hati yang tulus dan terbuka, bukan karena
terpaksa. Dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari adalah mengasihi sesama tanpa
membeda-bedakan serta berusaha berlaku berlaku jujur dan adil.
Menurut responden keempat (wawancara dengan salah seorang kaum Bapak berinisial MS
berusia 52 tahun yang pekerjaanya adalah menjual makanan dan minuman di salah satu
kantin sekolah). Menurutnya ibadah adalah datang kepada Tuhan memberi diri dan waktu
untuk berdoa, memuji Tuhan dan mendengar FirmanNya, dan memberi persembahan sebagai
rasa syukur kepada Tuhan melalui gerejaNya. Selanjutnya ketika ditanya apakah tujuannya
melakukan ibadah; apakah ia melakukannya hanya unuk memenuhi hukum seremonial
belaka atau sebagai rutinitas saja atau mereka melakukannya dengan hati yang tulus dan
terbuka karena mengikuti kehendakNya. Beliau berpendapat bahwa tujuannya melakukan
ibadah tersebut adalah untukmemuliakan Tuhan dan dilakukan dengan hati yang tulus dan
terbuka, bukan karena terpaksa. Dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari adalah
mengasihi sesama tanpa membeda-bedakan serta berusaha berlaku berlaku jujur dan adil.
Menurut responden kelima (wawancara dengan Ibu berinisial OpM berusia 57 tahun yang
pekerjaanya adalah petani) Menurut beliau, ibadah adalah menghormati Tuhan dan
mengingat perintahNya serta setia bersekutu denganNya, datang ke gereja setiap hari Minggu
dan ikut persekutuan. Selanjutnya ketika ditanya apakah tujuannya melakukan ibadah;
apakah ia melakukannya hanya unuk memenuhi hukum seremonial belaka atau sebagai
rutinitas saja atau mereka melakukannya dengan hati yang tulus dan terbuka karena
mengikuti kehendakNya. Beliau berpendapat bahwa tujuannya melakukan ibadah tersebut
adalah untukmemuliakan Tuhan dan dilakukan dengan hati yang tulus dan terbuka, bukan
karena terpaksa. Dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari adalah mengasihi sesama
tanpa membeda-bedakan serta berusaha berlaku berlaku jujur dan adil.

B. WAWANCARA
Responden 1
Nama : Ibu RS (Perempuan)
Pekerjaan : Guru Honorer
Umur : 40 thn
Tgl wawancara : 08 Desember 2023
1. Apakah Ibu/Saudara mngetahui konsep ibadah menurut kitab Amos ? Saya
tidak mengetahuinya.
2. Menurut pemahaman Ibu/saudara, apakah ibadah itu ? Menurut saya, ibadah
yang adalah membangun hubungan dengan Tuhan dengan memberikan atau
meluangkan waktu khusus untuk Tuhan, fokus dengan Tuhan bukan
memikirkan yang lain dan bukan hanya sebatas berdoa, pengampunan tetapi
termasuk melakukan FirmanNya.
3. Apakah tujuan Ibu/Saudara melakukan ibadah ? Tujuan saya melakukan
ibadah adalah untuk memuliakan Tuhan lewat perkataan dan perbuatan. saya
berusaha melakukannya dengan hati yang tulus dan terbuka, bukan karena
terpaksa.
4. Bagaimanakah penerapan ibadah yang benar menurut Ibu/Saudara ? Menurut
saya penerapan ibadah yang benar adalah mengasihi sesama dalam kehidupan
sehari-hari tanpa membeda-bedakan serta berusaha berlaku berlaku jujur dan
adil.
5. Menurut Ibu/Saudara ibadah seperti apakah yang diterima Tuhan ? Menurut
saya ibadah yang diterima Tuhan adalah ibadah yang dilakukan dengan
ketaatan yang sungguh-sungguh.
6. Manakah yang lebih dikehendaki Tuhan dalam ibadah; korban persembahan
dalam perayaan ibadahkah atau persembahan hati yang taat melakukan
kehendaknya? Menurut saya persembahan hati kita yang taat kepadaNyalah
yang dikehendaki Tuhan

Responden 2
Nama : Ibu MS (perempuan)
Pekerjaan : Tenaga Honorer Kantor Kejaksaan
Umur : 37 thn
Tgl wawancara : 08 Desember 2023
1. Apakah Ibu/Saudara mngetahui konsep ibadah menurut kitab Amos ? Saya
tidak mengetahuinya.
2. Menurut pemahaman Ibu/saudara, apakah ibadah itu ? Menurut saya, ibadah
yang adalah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan dengan hati yang tulus dan
penuh kesadaran, bukan karena terpaksa atau dibuat-buat
3. Apakah tujuan Ibu/Saudara melakukan ibadah ? Tujuan saya melakukan
ibadah adalah untuk memenuhi panggilan Tuhan menghormati hari Minggu
dan menguduskannya.
4. Bagaimanakah penerapan ibadah yang benar menurut Ibu/Saudara ? Menurut
saya penerapan ibadah yang benar adalah menampakkan buah-buah iman
dalam kehidupan sehari-hari.
5. Menurut Ibu/Saudara ibadah seperti apakah yang diterima Tuhan ? Menurut
saya ibadah yang diterima Tuhan adalah ibadah yang dilakukan dengan
sungguh-sungguh tidak hanya di kata tapi juga perbuatan.
6. Manakah yang lebih dikehendaki Tuhan dalam ibadah; korban persembahan
dalam perayaan ibadahkah atau persembahan hati yang taat melakukan
kehendaknya? Menurut saya persembahan hati kita yang taat kepadaNyalah
yang dikehendaki Tuhan.

Responden 3
Nama : Sdr. AP (Laki-laki)
Pekerjaan : Pedagang makanan dan minuman
Umur : 30 thn
Tgl wawancara : 09 Desember 2023
1. Apakah Saudara mngetahui konsep ibadah menurut kitab Amos ? Saya tidak
mengetahuinya.
2. Menurut pemahaman Saudara, apakah ibadah itu ? Menurut saya, ibadah
adalah bersekutu dengan Tuhan baik di rumah maupun di gereja pada hari
Minggu.
3. Apakah tujuan Saudara melakukan ibadah ? Tujuan saya melakukan ibadah
adalah untuk menyenangkan hati Tuhan melalui doa, pujian dan mendengar
FirmanNya setiap hari Minggu.
4. Bagaimanakah penerapan ibadah yang benar menurut Saudara ? Menurut saya
penerapan ibadah yang benar adalah taat melakukan perintahNya.
5. Menurut Saudara ibadah seperti apakah yang diterima Tuhan ? Menurut saya
ibadah yang diterima Tuhan adalah ibadah yang dilakukan dengan sungguh-
sungguh
6. Manakah yang lebih dikehendaki Tuhan dalam ibadah; korban persembahan
dalam perayaan ibadahkah atau persembahan hati yang taat melakukan
kehendaknya? Menurut saya persembahan hati kita yang taat kepadaNyalah
yang dikehendaki Tuhan.

Responden 4
Nama : Sdr. MS (Laki-laki)
Pekerjaan : Pedagang makanan dan minuman di kantin Sekolah SD
Umur : 52 thn
Tgl wawancara : 10 Desember 2023
1. Apakah Bpk/Saudara mngetahui konsep ibadah menurut kitab Amos ? Saya
tidak mengetahuinya.
2. Menurut pemahaman Bpk/saudara, apakah ibadah itu ? Menurut saya, ibadah
adalah datang kepada Tuhan memberi diri dan waktu untuk berdoa, memuji
Tuhan dan mendengar FirmanNya, dan memberi persembahan sebagai rasa
syukur kepada Tuhan melalui gerejaNya..
3. Apakah tujuan Bapak/Saudara melakukan ibadah ? Tujuan saya melakukan
ibadah adalah supaya hati saya damai dan hidupku dan keluargaku diberkati
Tuhan.
4. Bagaimanakah penerapan ibadah yang benar menurut Bpk/Saudara ? Menurut
saya penerapan ibadah yang benar adalah melakukan perintahNya dengan
berbuat kebaikan.
5. Menurut Bpk/Saudara ibadah seperti apakah yang diterima Tuhan ? Menurut
saya ibadah yang diterima Tuhan adalah ibadah yang dilakukan dengan tulus
dan ikhlas
6. Manakah yang lebih dikehendaki Tuhan dalam ibadah; korban persembahan
dalam perayaan ibadahkah atau persembahan hati yang taat melakukan
kehendaknya? Menurut saya persembahan hati kita yang taat kepadaNyalah
yang dikehendaki Tuhan.

Responden 5
Nama : Ibu OpM (Perempuan)
Pekerjaan : Petani
Umur : 57 thn
Tgl wawancara : 10 Desember 2023
1. Apakah Ibu/Saudara mngetahui konsep ibadah menurut kitab Amos ? Saya
tidak mengetahuinya.
2. Menurut pemahaman Ibu/saudara, apakah ibadah itu ? Menurut saya, ibadah
adalah menghormati Tuhan dan mengingat perintahNya serta setia bersekutu
denganNya, datang ke gereja setiap hari Minggu dan ikut persekutuan.
3. Apakah tujuan Ibu/Saudara melakukan ibadah ? Tujuan saya melakukan
ibadah adalah untuk memuliakan Tuhan dan mendatangkan berkat bagiku.
4. Bagaimanakah penerapan ibadah yang benar menurut Ibu/Saudara ? Menurut
saya penerapan ibadah yang benar adalah berbuat kebaikan sperti yang
dkehendaki Tuhan
5. Menurut Ibu/Saudara ibadah seperti apakah yang diterima Tuhan ? Menurut
saya ibadah yang diterima Tuhan adalah ibadah yang dilakukan dengan tulus
dan ikhlas
6. Manakah yang lebih dikehendaki Tuhan dalam ibadah; korban persembahan
dalam perayaan ibadahkah atau persembahan hati yang taat melakukan
kehendaknya? Menurut saya persembahan hati kita yang taat kepadaNyalah
yang dikehendaki Tuhan.

BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil kajian pustaka, saya dapat menyimpulkan bahwa konsep ibadah dalam
kitab Amos menekankan; Tuhan tidak menyukai kemewahan dan kemeriahan ibadah karena
Orang-orang Israel tidak lagi taat kepada Tuhan dan mereka menyembah berhala pada waktu
itu. Sepertinya bangsa itu lupa bahwa penyembahan berhala selalu menyebabkan
kesengsaraan. Hati Allah dan nabi-Nya marah melihat ritual ibadah Israel yang mewah dan
tidak masuk akal. Allah tidak menyukai perayaan agama mereka, dan korban yang mereka
berikan tidak ada artinya. Tuhan lebih peduli dengan hati mereka dan ingin mereka bertindak
dan beribadah dengan benar, bukan hanya dalam upacara korban, tetapi juga dalam
kehidupan sehari-hari mereka. Ibadah yang benar menurut Kitab Amos juga adalah ibadah
yang dilakukan dengan tulus dan ikhlas, serta disertai dengan perbuatan baik dan keadilan
sosial. Amos menekankan bahwa ibadah yang tidak disertai dengan keadilan sosial tidak akan
diterima oleh Tuhan.
Selain itu, Amos juga menekankan bahwa ibadah yang hanya dilakukan secara formal dan
sekedar untuk memenuhi hukum seremonial belaka sebagai rutinitas saja tanpa adanya
perubahan perilaku dan hati tidak akan memuaskan Tuhan. Oleh karena itu, ibadah harus
menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan diiringi dengan perbuatan baik yang
mencerminkan kasih dan keadilan.
Dan berdasarkan hasil wawancara penulis dengan 5 orang responden dari anggota
jemaat GKLI Hermon disimpulkan bahwa sebagian dari mereka ada yang sudah memahami,
sedikit memahami dan kurang memahami ibadah seperti konsep Amos tentang ibadah;
bahwa ibadah yang benar adalah menjalin hubungan yang intim dengan Tuhan sebagai
ungkapan rasa syukur dengan memberi hati dan hidup untuk Tuhan, dengan tulus dan penuh
kesadaran, bukan karena terpaksa atau dibuat-buat. Melakukan perintahNya, mengasihi Allah
dan mengasih sesama tanpa membeda-bedakan serta berlaku jujur dan adil dimanapun dan
dalam keadaan apapun.

DAFTAR PUSTAKA
Christoph Barth, Teologi Perjanjian Lama 4 (Jakarta: BPK Gunung Mulia: 1989), 128.
Susila Tirta, Merefleksikan Ibadah Nabi-nabi abad Delapan Dalam Ibadah New Normal, Kurios, Vol 8 No.1
(2022), 277
Wismoady Wahono, Di sini Kutemukan (Jakarta: BPK Gunung Mulia,2011), 129
Robert B. Coote, Amos Among The Prophets:Composition and Theology (Philadelphia: Fortress Press, 1981),
70-79
Gerhard E. Lenski, Power and Privilege: A Theory of Social Stratification (Capel Hill and London: The University
of North Carolina Press, 1984), 284
H. Rothlisberger, FirmanKu seperti Api: Para Nabi Israel (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010),27-28.
Th. C. Vriezen, Agama Israel Kuno (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 254.
A.Th. Kramer, Singa Telah Mengaum: Para Nabi dalam Perjanjian Lama (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), 25.
Jeane Ch. Obadja, Survei Ringkas Perjanjian Lama (Surabaya: Momentum, 2004), 159.
Marthinus T. Mauwene, Perjanjian Lama dan Teologi Kontekstual (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 209-210.
David F. Hinson, Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 177.
Darmawijaya, Warta Nabi Abad ke-VIII (Yogyakata: Kanisius, 1990), 23
https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12406/4/T2_752014018_BAB%20IV.pdf diakses tgl 29
Nopember 2023 pkl 06.45
Gerhand Von Rad, Old Testament Theology Volume II (London: SCM Press, 1975), 130-131.
https://kbbi.web.id/ibadah diakses tgl 29 Nopember 2023 pkl 04,15
Zega Sabarlah, Refleksi Teologis Tentang Makna Ibadah Yang Sejati, Vol.3 No.1, 2022, 103-113
Van Gemeren Willem A., Pengintrpretasian Kitab Para Nabi, (Surabaya: Momentum: 207), 22
Ludji Barnabas, Tasiran Beberapa Teks Perjanjian Lama (Bandung: Bina Media Informasi, 2009), 89.
Emil G. Kareling, The Prophets (USA: Rand McNally & Company, 1969), 211.
Otto Kaiser, Introduction To The Old Testament (Oxford: Basil Blackwell, 1984), 64.
Shalom M. Paul, A Commentary On The Book Of Amos (Minneapolis: Fortress Press, 1985), 232.
J. Jocz, The Spiritual History Of Israel (London: Eyre & Spottiswoode, 1961), 56.
B. J Boland, Tafsiran Amos, (Jakarta: BPK Gunung Mulia: 1997),89
Koch, Klaus, The Prophets: Volume One The Assyrian Period, Philadelphia, Fortress Press, 1983, 97.
Ludji Barnabas, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama 2 (Bandung: Bina Media Informasi, 2009),74.
John H. Walton dan Andrew E. Hill, Survei Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas: 1991), 24
Eka Darmaputera, Gereja Terus Bertumbuh, (Jakarta: Kairos Books: 2005), 16
Th. Kramer, Singa Telah Mengaum, (Jakarta: BPK Gunung Mulia: 1991), 16

Anda mungkin juga menyukai