Anda di halaman 1dari 24

A.

LATAR BELAKANG
Ilmu logam adalah ilmu mengenai bahan-bahan logam dimana ilmu ini berkembang
bukan berdasarkan teori saja melainkan atas dasar pengamatan, pengukuran dan
pengujian.
Pengujian bahan logam saat ini semakin meluas baik dalam konstruksi, permesinan,
bangunan, maupun bidang lainnya. Hal ini disebabkan karena sifat logam yang bisa diubah,
sehingga pengetahuan tentang metalurgi terus berkembang.
Untuk mengetahui kualitas suatu logam, pengujian sangat erat kaitannya dengan
pemilihan bahan yang akan dipergunakan dalam konstruksi suatu alat, selain itu juga bisa
untuk membuktikan suatu teori yamg sudah ada ataupun penemuan baru dibidang
metalurgi. Dalam proses perencanaan, dapat juga ditentukan jenis bahan maupun
dimensinya, sehingga apabila tidak sesuai dapat dicari penggantinya yang lebih tepat.
Disamping tidak mengabaikan faktor biaya produksi dan kualitasnya.
Adapun pengujian yang akan kita lakukan adalah:
 Uji Kekerasan
 Uji Jomini
 Uji Struktur Mikro
 Uji Impak
 Uji Tarik

B. MAKSUD DAN TUJUAN


1. Maksud Pengujian
Melalui praktikum ini, mahasiswa diharapkan dapat :
a) Mengenal alat pengujian, mengetahui bagaimana cara menggunakan, kemampuan dan
sifat-sifatnya.
b) Untuk mengetahui parameter - parameter pengujian
c) Untuk mengetahui perhitungan suatu pengujian material yang dikaitkan dengan
penggunaanya didalam praktek.
d) Mengetahui sifat – sifat karakteristik dan spesifik dari material logam.
e) Mempratekkan teori – teori yang diperoleh dalam mata kuliah ilmu logam kedalam
praktikum pengujian material
f) Melengkapi syarat mata kuliah dan syarat mengikuti Praktek Kerja Nyata.
g) Menambah pengetahuan dan kemampuan menyusun suatu laporan.
2. Tujuan Pengujian
Melalui pengujian ini diharapkan dapat mengetahui sifat – sifat logam seperti sifat
mekanik, sifat fisik dan lain sebagainya. Sifat mekanik adalah kemampuan suatu bahan
untuk menerima beban atau gaya tanpa menimbulkan kerusakan pada benda tersebut.
Beberapa sifat mekanik antara lain :
 KEKUATAN ( STRENGHT )
Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan bahan
menjadi patah, kekuatan ini terdiri dari : kekuatan tarik, kekuatan tekan, kekuatan geser,
dan lain sebagainya.
 KEKERASAN ( HARDNESS )
Menyatakan kemampuan bahan untuk tahan terhadap goresan, pengikisan
( abrasi ).Sifat ini berkaitan terhadap sifat tahan aus ( wear resistance ).

 KEKENYALAN ( ELASTICITY )
Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan
terjadinya perubahan bentuk yang permanent setelah tegangan dihilangkan. Tetapi apabila
tegangan melampaui batas maka perubahan bentuk akan terjadi walaupun beban
dihilangkan.
 KEKAKUAN ( STIFNESS )
Adalah kemampuan bahan untuk menerima tegangan atau beban tanpa mengakibatkan
terjadinya perubahan bentuk atau defleksi.
 PLASTISITAS ( PLASTICITY )
Menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah deformasi plastis ( yang
permanent ) tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Sifat ini sering disebut sebagai
keuletan ( ductility ).
 KETANGGUHAN ( TOUGHNESS )
Menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah energi tanpa mengakibatkan
terjadinya kerusakan atau banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan suatu
bahan.
 MERANGKAK ( CREEP )
Merupakan kecenderungan suatu logam untuk mengalami deformasi plastis yang besarnya
merupakan fungsi waktu pada saat menerima beban yang besarnya relatif besar.
 KELELAHAN ( FATIQUE )
Merupakan kecenderungan dari logam untuk patah bila menerima tegangan berulang –
ulang yang besarnya masih jauh dibawah batas kekuatan elastisnya.
BAB II
PENGUJIAN BAHAN

A. SIFAT MEKANIS BAHAN

1. Sifat mekanis logam


Sifat mekanik suatu bahan adalah kemampuan bahan untuk menahan beban-beban
yang dikenakan kepadanya. Dimana beban-beban tersebut dapat berupa beban tarik,
tekan, bengkok, geser, puntir,atau beban kombinasi.beberapa sifat mekanis logam antara
lain:
 Kekuatan (strenght)
Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan bahan
tersebut menjadi patah.
 Kekerasan (hardness)
Dapat didefinisikan sebagai kemampuan bahan untuk tahan terhadap goresan , pengikisan
(abrasi), penetrasi. Sifat ini berkaitan erat dengan sifat keausan (wear resistance).
 Kekenyalan (elasticity)
Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan
terjadinya perubahan bentuk yang permanen setelah tegangan dihilangkan.
 Kekakuan (stiffness)
menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan / beban tanpa mengakibatkan
terjadinya perubahan bentuk (deformasi) atau defleksi.
 Plastisitas (plasticity)
Menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah deformasi plastis (yang
permanen) tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Sifat ini sangat diperlukan bagi
bahan yang akan diproses dengan berbagai proses pembentukan seperti, forging, rolling,
extruding dan sebagainya. Sifat ini sering juga disebut sebagai keuletan atau kekenyalan
(ductility). Bahan yang mampu mengalami deformasi plastis yang cukup tinggi dikatakan
sebagai bahan yang mempunyai keuletan atau kekenyalan tinggi, dimana bahan tersebut
dikatakan ulet atau kenyal (ductile).

B. PENGUJIAN BAHAN

Melalui pengujian kita dapat mengetahui sifat – sifat mekanik logam dan sifat fisik
lainnya.Seperti kekerasan,kekuatan,kekenyalan,kekakuan dan plastisitas bahan.Adapun
jenis pengujiannya antara lain:

1. Pengujian Destruktif
Sesuai dengan namanya pengujian ini bersifta merusak bahan yang diuji sehingga
bahan yang diuji akan rusak atau cacat. Bahan yang diuji adalah bahan yang telah
memenuhi bentuk dan jenis secara internasional .
umumnya ada beberapa pengujian destruktif yaitu:
1.1 Pengujian Kekerasan

Salah satu sifat mekanik dahan yang penting adalah kekerasan. Untuk mengetahui
nilai kekerasan dari suatu bahan, dilakukan pengujian kekerasan menurut suatu metode
tertentu.
Pengujian kekerasan ini bertujuan :
1. Untuk memperoleh harga kekerasan suatu logam.
2. Untuk mengetahui perubahan suatu sifat dan perubahan suatu kekerasan dari logam
setelah di Heat Treatment.
3. Untuk mengetahui kekerasan baja terhadap kecepatan pendinginan.

4. Untuk mengetahui perbedaan kekerasan yang disebabkan oleh media pendingin.


Pengertian Kekerasan
Kekerasan suatu bahan pada umumnya, menyatakan terhadap deformasi dan untuk
logam dengan sifat tersebut merupakan ukuran ketahanannya terhadap deformasi plastik
atau deformasi permanen. apabila yang menyatakan kekerasan sebagai ukuran terhadap
lekukan dan ada pula yang mengartikan kekerasan sebagai ukuran kemudahan dan
kuantitas khusus yang menunjukkan sesuatu mengenai kekuatan dan perlakuan panas
dari suatu logam.
Terdapat 3 jenis ukuran kekerasan secara umum, yang bergantung pada cara
pengujian ketiga jenis tersebut adalah:
1. Kekerasan goresan ( Stracht Hardness ), adalah kekerasan yang diukur dari hasil goresan
yang terdapat pada benda kerja. misalnya cara pengujian MOHS.
2. Kekerasan Lekukan ( Identation Hardness ), adalah harga kekerasan yang diukur dari hasil
lekukan yang terdapat pada benda kerja.
3. Kekerasan Pantulan ( Rebound ) atau kekerasan dinamik ( Dinamic Hardness ), adalah
harga kekerasan yang diukur dari hasil pantulan yang lakukan pada saat pengujian.
Misalnya cara penekanan : BRINELL, MEYER, VICKERS, ROCKWELL, dan lain-lain.
Penentuan kekerasan untuk keperluan industri biasanya digunakan metode.
Pengukuran ketahanan penetrasi bola kecil, kerucut atau piramida. Pengujian kekerasan
adalah salah satu dari sekian banyak pengujian yang dipakai. Karena dapat dilaksanakan
pada benda uji yang kecil tanpa kesukaran mengenai spesifikasinya.
Pengukuran kekerasan digolongkan dalam kelompok pengujian tak merusak. dan
diterapkan untuk inspeksi sebagai suku cadang karena kekerasan dengan kekuatan tarik
sedang ketahanan aus berbanding terbalik dengan kekerasan.
- Pengaruh Proses Perlakuan Panas Terhadap Kekerasan
Macam-masam proses perlakuan panas
1. Thermal Treatments.
2. Thermochemical Treatment.
3. Inovatif Surface Treatment.
Pada tiap perlakuan panas diatas mempunyai pengaruh yang berbeda – beda pada
kekerasan misalnya thermochemical treatments, pengaruhnya terhadap kekerasan hanya
pada kedalaman tertentu dari benda kerja, sesuai dengan yang diinginkan pada pengujian
kekerasan yang dilakukan, perlakuan panas yang digunakan adalah thermal treatment
yang meliputi : annealing ( full annealing, recrystalization annealing, stress relief
annealing ), normalizing, hardening, tempering.
Tiap-tiap perlakuan panas memberikan efek yang berbeda pada bahan yang dikenai,
sedangkan pada thermal treatment prosesnya meliputi:

1. Hardening
Adalah proses pemanasan logam ( baja ) diatas temperature kritis untuk beberapa
waktu, lalu dicelupkan kedalam media pendingin, dengan cara seperti ini tingkat kekerasan
akan meningkat. Hardening juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang bertujuan
untuk mendapatkan struktur martensite yang keras dengan sifat kekerasan yang tinggi dan
kekenyalan yang rendah.
2. Tempering
Adalah memanaskan kembali baja yang telah dikeraskan untuk menghilangkan
tegangan dalam. Pada proses tempering baja yang telah diheat treatments dipanasi
kembali pada suhu 150 oC - 650 oC.
3. Anealing
Adalah proses heat treatment dimana pemanasannya dilakukan sampai mencapai
temperature tertentu, dan ditahan pada temperature tertentu yang diinginkan, kemudian
didinginkan perlahan. Tujuan anealing adalah untuk menghilangkan tegangan dalam. Pada
peristiwa ini dilakukan pemanasan sampai diatas suhu kritis ( ±60 oC ), kemudian setelah
suhu rata didinginkan diudara.
4. Normalizing
Adalah suatu proses heat treatments yang dilakukan untuk mendapatkan struktur
butiran yang halus dan seragam. Pada proses ini dilakukan pemanasan diatas suhu kritis
721 oC ( ±60 oC ), kemudian setelah merata didinginkan diudara.
Pada percobaan kita menggunakan proses annealing yang bertujuan :
 Melunakkan regangan sisa
 Menghaluskan ukuran butir
 Memperbaiki sifat kelistrikan
 Melunakkan dan memperbaiki keuletan
Secara khusus jenis annealing yang dipergunakan adalah full annealing. Full
annealing digunakan untuk membuat baja yang lebih lunak, menghaluskan butir dan dalam
beberapa hal dapat memperbaiki machineability. Baja dalam proses pengerjaan mengalami
pemanasan sampai temperatur yang tinggi. Biasanya butir kristalnya akan terlalu besar,
sehingga sifat mekaniknya kurang baik. Maka butiran kristal tersebut perlu dihaluskan
dengan full annealing.
Pada baja hypoutektoid dipanaskan dengan range temperatur 30 oC - 60 oC diatas A1
pada dapur pemanas, ditahan pada temperatur itu dan didinginkan secara lambat ( dengan
media udara ), sedangkan pada baja hypotektoid perbedaannya hanya pada pemanasan
pada range 30 oC - 60 oC diatas garis A1.
- Macam – macam Pengujian Kekerasan Yang Dilakukan

Pengujian yang paling banyak dipakai adalah penekanan-penekanan tertentu pada


benda kerja dengan bahan tertentu dengan mengukur ukuran penekanan yang berbentuk
diatasnya :
a. Metode Brinel
b. Metode Vickers
c. Metode Rockwell
Pengujian yang paling banyak dipakai adalah penekanan-penekanan tertentu pada benda
kerja dengan bahan tertentu dengan mengukur ukuran penekanan yang berbentuk diatasnya :

a. Metode Brinel
b. Metode Vickers
c. Metode Rockwell
Metode yang dilakukan pada pengujian ini adalah Metode Brinell dan Metode
Vickers.

a) Uji Kekerasan Rockwell


Pengujian Rockwell merupakan suatu uji untuk mengetahui tingkat kekerasan. Tingkat
kekerasan yang di uji adalah tingkat kekerasan logam baik logam ferrous maupun logam non
ferrous dengan menggunakan alat Rockwell Hardness Tester.

- Flowchart Uji Kekerasan Rockwell


Berikut ini adalah flowchart metodologi pengambilan data untuk praktikum ini:

Gambar 3.1 Flowchart Pengambilan Data Uji Kekerasan 29

Penjelasan Flowchart Metodologi pengambilan data pada simulasi adalah sebagai berikut:
1. Menentukan Material Logam ferrous (baja karbon) dan logam non ferrous (alumunium dan
tembaga).
2. Memotong Memotong bahan yang akan diuji.
3. Mengerinda / mengikir Menghaluskan permukaan bahan uji yang telah dipotong.
4. Mengamplas Menghaluskan bahan uji dari amplas berukuran 100 sampai dengan 1000 sampai
permukaan benda rata.
5. Uji Kekerasan (rockwell) Baja Karbon, Alumunium, dan Tembaga Menguji bahan uji dengan
alatRockwell, yaitu untuk kelompok logam ferrous menggunakan indentor kerucut diamond 120o
dan untuk kelompok logam non ferrous menggunakan indentor steel ball berukuran Ø 1/16”.
6. Pengambilan data Mengambil data yang dihasilkan pada saat menguji bahan, yaitu dengan
menetukan beban yang diberikan, dimana untuk baja menggunakan jenis HRa dengan beban yang
diberikan 60KP, untuk logam ferrous baja yang telah dilakukan kalibrasi menggunakan jenis HRc
dengan beban yang diberikan 150KP, logam non ferrous alumunium dan tembaga menggunakan
jenis HRb dengan beban yang diberikan 100KP.
7. Analisa Menganalisa hasil pengambilan data, yaitu membandingkan hasilnya untuk kelompok
logamferrous dan logam non ferrous untuk dicari mana yang paling keras.
8. Kesimpulan Menarik kesimpulan menurut tujuan yang telah ditentukan.

b) Metode Pengujian Brinel


Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan memberikan penekanan kepermukaan suatu
speciment uji. Penekanan ini dilakukan dengan menggunakan suatu penekan (indentor) berbentuk
bola.

Prosedur pengujian Brinell yaitu :


1. Menentukan besar beban sesuai jenis dan ketebalan bahan.
2. Memasang indentor pada dudukannya.
3. Specimen uji diletakkan pada landasan dengan posisi penampang tegak lurus terhadap
indentor.
4. Menaikkan landasan sampai specimen dan indentor bersinggungan.
5. Melakukan penekanan sampai beban yang telah ditentukan.
6. Pemberian holding time selama :
a) 15 detik untuk besi dan baja.
b) 30 detik untuk tembaga dan paduannya.
c) Beberapa menit untuk timah timbel dan paduannya.
7. Menghilangkan beban dari specimen.
8. Menghitung diameter bekas indentasi.
9. Menghitung nilai kekerasan sesuai rumus
Setelah dapat nilai kekerasan Brinnell ( HB ) penulisannya adalah sebagai
berikut :
HB = A HB C / D / E
Dimana ; HB = symbol nilai kekerasan Brinell.
A = hasil perhitungan dari rumus.
C = besar pembebanan yang dikenakan .
D = diameter indentor.
E = holding time dalam detik.

Misal : 120 HB 10 / 1000 / 5”


mempunyai arti nilai kekerasan brinall : 120
diameter indentor : 10
besar beban : 1000
Data Kekerasan Brinell.
Bahan : ST 37
Media pendingin : Air
Dimensi : - panjang : 15 mm - diameter : 10 mm
Mesin penguji : Mesin Brinell Hardness Tester
Tabel 2.1 Kekerasan Brinell
Suhu Beban (F) D d Kekerasan
No ( oC ) Bahan ( Kg ) ( mm ) ( mm ) ( HB )

1 725 ST 37 1000 10 3,4 106,869


2 750 ST 37 1000 10 2,8 159,235
3 798 ST 37 1000 10 2,8 159,235
4 800 ST 37 1000 10 2.6 176,928
Rumus Kekerasan brinell

HB =
HB1 = = 106,869 HB
HB2 = = 159,235 HB
HB3 = = 159,235 HB
HB4 = = 176,928 HB

c) Metode Pengujian Vickers


Kekerasan ini diukur dengan mempergunakan alat penguji vickers. Dalam pengujian
ini dipakai piramid dimana dengan sudut bidang duanya 136o sebagai penekan.
Hasil pengujian tidak tergantung pada besarnya beban / gaya tekan. Alat ini dapat
mengukur kekerasan bahan mulai dari sangat lunak ( 5 VHN ) sampai yang sangat keras
( 1500 VHN ), tanpa perlu mengganti daya tekan dapat dipilih antara 1 – 120 Kg
tergantung kekerasan atau ketebalan bahan yang diuji.
Kekerasan vickers pada prinsipnya sama dengan kekerasan brinell, yaitu beban
dibagi luas tapak penekanan.

Rumus Kekerasan Vickers :


HV = =
Dimana :
F : Force ( Kgf )
D : Diagonal Tapak ( mm )
Ө : Sudut puncak identor ( 136 º )

Prosedur pengujian Vickers yaitu :


1) Menentukan beban yang akan digunakan.
2) Memasang indentor piramida intan.
3) Meletakkan specimen pada landasan sehingga penampangnya tegak lurus terhadap
indentor.
4) Menyetel ketinggian atau kenaikan specimen, agar seratnya terlihat pada microscope
kemudian menggeser posisi sensor dengan indentor.
5) Melakukan penekanan dengan menekan tombol start.
6) Menuggu speciment ditekan sampai lampu holding padam.
7) Mengeser posisi indentor dengan sensor kembali, kemudian menghitung diagonal
batas penekanan yang terjadi.
8) Menghitung nilai kekerasan yang sesuai dengan rumus.

Data Kekerasan Vickers.


Bahan : ST 37
Holding : 6 menit
Media pendingin : Air
Dimensi : - Panjang : 15 mm
- diameter : 10 mm
Mesin penguji : Mesin Vickers Hardness Tester

Tabel 2.6 Kekerasan Vickers


No Suhu Beban ( F ) Diagonal ( d ) Kekerasan
(oC) Bahan ( Kg ) ( mm ) ( HV )
1 725 ST 37 30 0,5935 191,79
2 750 ST 37 30 0,5515 182,868
3 798 ST 37 30 0,538 192,456
4 800 ST 37 30 0,546 186,57

Rumus Kekerasan vickers


HV = 1,854
HV1 = 1,854 = 191,79 HV
HV2 = 1,854 = 182,868 HV
HV3= 1,854 = 192,456 HV
HV4 = 1,854 = 186,57 HV

1.2. Pengujian Tarik

Pengujian ini merupakan proses pengujian yang biasa dilakukan karena pengujian
tarik dapat menunjukkan perilaku bahan selama proses pembebanan. Pada uji tarik , benda
uji diberi beban gaya tarik , yang bertambah secara kontinyu, bersamaan dengan itu
dilakukan pengamatan terhadap perpanjangan yang dialami benda uji.
Untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dari suatu material, maka yang harus
dilakukan adalah melakukan pengujian terhadap material tersebut. Dalam dunia industri
tentu akan menjadi sangat boros bila dilakukan pengujian dari setiap barang yang ingin
diketahui sifat mekaniknya. Lalu apa yang dilakukan oleh orang-orang di industri? Mereka
melakukan pengujian terhadap spesimen dari barang yang ingin mereka ketahui sifat
mekaniknya. Ada beberapa uji mekanik yang bisa dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat
material, antara lain; uji tarik (tensile test), uji tekan (compression test), uji torsi/
puntir(torsion test), uji fatigue, dll. Dari sekian pengujian yang dapat dilakukan untuk
mengetahui sifat material, uji tarik menjadi pengujian yang paling disukai untuk dilakukan
karena dari satu pengujian dapat diketahui lebih banyak sifat material dari satu pengujian
tersebut. Dalam artikel kali ini, penulis akan sedikit membahas tentang pengujian tarik dan
sifat-sifat material apa saja yang bisa diketahui dari uji tarik.
Uji tarik mungkin dapat dikatakan pengujian yang paling mendasar. Pengujian ini
sangat sederhana, tidak mahal dan telah mengalami standarisasi di seluruh dunia, baik dari
metode pengujian, bentuk spesimen yang diuji dan metode perhitungan dari hasil
pengujian tersebut. Dengan menarik suatu material secara perlahan-lahan, kita akan
mengetahui reaksi dari material tersebut terhadap pembebanan yang diberikan dan
seberapa panjang material tersebut bertahan sampai akhirnya putus.

Gbr 1.Skema pengujian tarik dari awal pembebanan


1. Mengapa melakukan Uji Tarik?
Dari uji tarik, banyak sifat-sifat yang bisa kita ketahui dibandingkan dengan pengujian lain.
Dari hasil penarikan material hingga material tersebut putus, kita dapat mengetahui data
yaitu berupa tegangan tarik versus pertambahan panjang dari material yang kita uji.
Gbr 2. Gambaran singkat uji tarik dan tegangan yang terjadi
Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum bahan tersebut
dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut “Ultimate Tensile
Strength” disingkat denganUTS, dalam bahasa Indonesia disebut tegangan tarik
maksimum.

Hukum Hooke (Hooke’s Law)


Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan antara beban
atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini
disebut daerah linier atau linear zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban
mengikuti aturan Hooke sebagai berikut:
rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan
Stress: σ = F/A F: gaya tarikan, A: luas penampang
Strain: ε = ΔL/L ΔL: pertambahan panjang, L: panjang awal
Hubungan antara stress dan strain dirumuskan:
E=σ/ε
Selanjutnya kita dapatkan Gambar, yang merupakan kurva standar ketika melakukan
eksperimen uji tarik. E adalah gradien kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan
tegangan (σ) dan regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama “Modulus Elastisitas” atau “Young
Modulus”. Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan stress seperti ini kerap
disingkat kurva SS (SS curve).

Gbr 3.Kurva tegangan-regangan


Bentuk bahan yang diuji, untuk logam biasanya dibuat spesimen dengan dimensi seperti
pada gambar di bawah ini.

Gbr 4. Standar specimen yang digunakan


Perubahan panjang dari spesimen dideteksi lewat pengukur regangan (strain gage) yang
ditempelkan pada spesimen seperti diilustrasikan pada gambar di atas. Bila pengukur
regangan ini mengalami perubahan panjang dan penampang, terjadi perubahan nilai
hambatan listrik yang dibaca oleh detektor dan kemudian dikonversi menjadi perubahan
regangan.

Gbr 5. Ilustrasi pengukur regangan pada spesimen


2. Detail profil uji tarik dan sifat mekanik logam
Sekarang akan kita bahas profil data dari tensile test secara lebih detail. Untuk keperluan
kebanyakan analisa teknik, data yang didapatkan dari uji tarik dapat digeneralisasi seperti
pada Gbr.6.

Gbr.6 Profil data hasil uji tarik


Kita akan membahas istilah mengenai sifat-sifat mekanik bahan dengan berpedoman pada
hasil uji tarik seperti pada Gbr.6. Asumsikan bahwa kita melakukan uji tarik mulai dari titik
O sampai D sesuai dengan arah panah dalam gambar.
Deformasi plastis (plastic deformation)
Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Pada Gbr.6 yaitu bila
bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan mencapai daerah landing.
Tegangan luluh atas σuy (upper yield stress)
Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan deformasi
elastis ke plastis.
Tegangan luluh bawah σly (lower yield stress)
Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis.
Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan
ini.
Regangan luluh εy (yield strain)
Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.
Regangan elastis εe (elastic strain)
Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan
ini akan kembali ke posisi semula.
Regangan plastis εp (plastic strain)
Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan regangan ini
tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.
Regangan total (total strain)
Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, εT = εe+εp. Perhatikan beban
dengan arah OABE. Pada titik B, regangan yang ada adalah regangan total. Ketika beban
dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E dan besar regangan yang tinggal (OE) adalah
regangan plastis.
Tegangan tarik maksimum TTM (UTS, ultimate tensile strength)
Pada Gbr.6 ditunjukkan dengan titik C (σβ), merupakan besar tegangan maksimum yang
didapatkan dalam uji tarik.
Kekuatan patah (fracture strength)
Pada Gbr.6 ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan di mana bahan yang
diuji putus atau patah.
Tegangan luluh pada data tanpa batas jelas antara perubahan elastis dan plastis
Untuk hasil uji tarik yang tidak memiliki daerah linier dan landing yang jelas, tegangan
luluh biasanya didefinisikan sebagai tegangan yang menghasilkan regangan permanen
sebesar 0.2%, regangan ini disebut offset-strain (Gbr.7).

Gbr.7 Penentuan tegangan luluh (yield stress) untuk kurva tanpa daerah linier
Perlu untuk diingat bahwa satuan SI untuk tegangan (stress) adalah Pa (Pascal, N/m2) dan
strain adalah besaran tanpa satuan.
3. Istilah lain
Selanjutnya akan kita bahas beberapa istilah lain yang penting seputar interpretasi hasil uji
tarik.
Kelenturan (ductility)
Merupakan sifat mekanik bahan yang menunjukkan derajat deformasi plastis yang terjadi
sebelum suatu bahan putus atau gagal pada uji tarik. Bahan disebut lentur (ductile) bila
regangan plastis yang terjadi sebelum putus lebih dari 5%, bila kurang dari itu suatu bahan
disebut getas (brittle).
Derajat kelentingan (resilience)
Derajat kelentingan didefinisikan sebagai kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam
fase perubahan elastis. Sering disebut dengan Modulus Kelentingan (Modulus of Resilience),
dengan satuan strain energy per unit volume (Joule/m3 atau Pa). Dalam Gbr.1, modulus
kelentingan ditunjukkan oleh luas daerah yang diarsir.
Derajat ketangguhan (toughness)
Kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam fase plastis sampai bahan tersebut putus.
Sering disebut dengan Modulus Ketangguhan (modulus of toughness). Dalam Gbr.5,
modulus ketangguhan sama dengan luas daerah dibawah kurva OABCD.
Pengerasan regang (strain hardening)
Sifat kebanyakan logam yang ditandai dengan naiknya nilai tegangan berbanding regangan
setelah memasuki fase plastis.
Tegangan sejati , regangan sejati (true stress, true strain)
Dalam beberapa kasus definisi tegangan dan regangan seperti yang telah dibahas di atas
tidak dapat dipakai. Untuk itu dipakai definisi tegangan dan regangan sejati, yaitu tegangan
dan regangan berdasarkan luas penampang bahan secara real time. Detail definisi tegangan
dan regangan sejati ini dapat dilihat pada Gbr.8.

Gbr.8 Tegangan dan regangan berdasarkan panjang bahan sebenarnya


Referensi:
1. Material Testing (Zairyou Shiken). Hajime Shudo. Uchidarokakuho, 1983.
2. Material Science and Engineering: An Introduction. William D. Callister Jr. John
Wiley&Sons, 2004.
3. Strength of Materials. William Nash. Schaum’s Outlines, 1998.
4. Artikel bapak Azhari Sastranegara

Langkah pengujian kekuatan tarik sebagai berikut :


a. Menyiapkan kertas milimeter block dan letakkan kertas tersebut pada plotter.
b. Benda uji mulai mendapat beban tarik dengan menggunakan tenaga hidrolik diawali 0 kg
hingga benda putus pada beban maksimum yang dapat ditahan benda tersebut.
c. Benda uji yang sudah putus lalu diukur berapa besar penampang dan panjang benda uji
setelah putus.
d. Gaya atau beban yang maksimum ditandai dengan putusnya benda uji terdapat pada layar
digital dan dicatat sebagai data.
e. Hasil diagram terdapat pada kertas milimeter block yang ada pada meja plotter.
f. Hal terakhir yaitu menghitung kekuatan tarik, kekuatan luluh, perpanjangan, reduksi
penampang dari data yang telah didapat dengan menggunakan persamaan yang ada.

Gambar 22. Mesin uji tarik.


Keterangan gambar :
1. Batang hidrolik 3. Ragum atas 5. Pembacaan skala
2. Dudukan ragum 4. Ragum bawah 6. Meja plotter
1.3 Pengujian lengkung (Bending Test)
Pengujian ini merupakan salah satu pengujian sifat mekanik bahan yang diletakkan
terhadap specimen dan bahan, baik bahan yang akan digunakan pada kontraksi atau
komponen yang akan menerima pembebanan terhadap suatu bahan pada satu titik tengah
dari bahan yang ditahan diatas dua tumpuan.
Uji lengkung ( bending test ) merupakan salah satu bentuk pengujian untuk
menentukan mutu suatu material secara visual. Selain itu uji bending digunakan untuk
mengukur kekuatan material akibat pembebanan dan kekenyalan hasil sambungan las baik
di weld metal maupun HAZ. Dalam pemberian beban dan penentuan dimensi mandrel ada
beberapa factor yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Kekuatan tarik ( Tensile Strength )
2. Komposisi kimia dan struktur mikro terutama kandungan Mn dan C.
3. Tegangan luluh ( yield ).
Berdasarkan posisi pengambilan spesimen, uji bending dibedakan menjadi 2 yaitu
transversal bending dan longitudinal bending.
a. Transversal Bending.
Pada transversal bending ini, pengambilan spesimen tegak lurus dengan arah
pengelasan. Berdasarkan arah pembebanan dan lokasi pengamatan, pengujian transversal
bending dibagi menjadi tiga :
1. Face Bend ( Bending pada permukaan las )
Dikatakan face bend jika bending dilakukan sehingga permukaan las
mengalami tegangan tarik dan dasar las mengalami tegangan tekan Pengamatan dilakukan
pada permukaan las yang mengalami tegangan tarik. Apakah timbul retak atau tidak. Jika
timbul retak dimanakah letaknya, apakah di weld metal, HAZ atau di fussion line (garis
perbatasan WM dan HAZ ).
2. Root Bend ( Bending pada akar las )
Dikatakan roote bend jika bending dilakukan sehingga akar las mengalami tegangan
tarik dan dasar las mengalami tegangan tekan .Pengamatan dilakukan pada akar las yang
mengalami tegangan tarik, apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak dimanakah
letaknya, apakah di weld metal. HAZ atau di fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ)

3. Side Bend ( Bending pada sisi las ).


Dikatakan side bend jika bending dilakukan pada sisi las .
Pengujian ini dilakukan jika ketebalan material yang di las lebih besar dari 3/8 inchi.
Pengamatan dilakukan pada sisi las tersebut, apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul
retak dimanakah letaknya,apakah di Weld metal, HAZ atau di fusion line (garis perbatasan
WM dan HAZ).

b. Longitudinal Bending
Pada longitudinal bending ini, pengambilan spesimen searah dengan arah
pengelasan berdasarkan arah pembebanan dan lokasi pengamatan, pengujian longitudinal
bending dibagi menjadi dua :
• Face Bend (Bending pada permukaan las)
Dikatakan face bend jika bending dilakukan sehingga permukaan las mengalami tegangan
tarik dan dasar las mengalami tegangan tekan .Pengamatan dilakukan pada permukaan las
yang mengalami tegangan tarik, apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak
dimanakah letaknya, apakah di Weld metal, HAZ atau di fusion line (garis perbatasan WM
dan HAZ).

• Root Bend (Bending pada akar las)


Dikatakan root bend jika bending dilakukan sehingga akar las mengalami tegangan tarik
dan dasar las mengalami tegangan tekan .Pengamatan dilakukan pada akar las yang
mengalami tegangan tarik, apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak dimanakah
letaknya, apakah di Weld metal, HAZ atau di fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ).
 Kriteria kelulusan uji bending
Untuk dapat lulus dari uji bending maka hasil pengujian harus memenuhi kriteria
sebagai berikut :
1. Keretakan maksimal 3 mm diukur dari segala arah pada permukaan.
2. Keretakan maksimal 10 mm dari jumlah semua keretakan terbesar antara 1mm – 3 mm.
3. Keretakan sudut maksimal 6 mm. kecuali keretakan berasal dari beberapa jenis retak
maka keretakan maksimal 3mm.

1.4. Uji impact

Uji impact dilakukan untuk menentukan kekuatan material sebagai sebuah metode
uji impct digunakan dalam dunia industry khususnya uji impact charpy dan uji impact izod.
Dasar pengujian ini adalah penyerapan energy potensial dari pendulum beban yang
mengayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk material uji sehingga terjadi
deformasi.

 Sistem Pengujian Pukul Takik


1. Uji Charphy
Benda uji diletakkan secara mendatar dan ditahan pada sisi kiri & kanan. Kemudian
benda dipukul pada bagian belakang takikan, letaknya persis di tengah.Takikan
membelakangi pululan.
2. Uji Izod
Benda uji dijepit pada satu ujungnya pada posisi tegak. Lalu benda uji ini dipukul dari
sisi depan pada sisi ujung yang lain
Macam-Macam Patahan :
1. Patahan getas :
Patahan yang tejadi pada bahan yang getas.
misal : besi tuang
2. Patahan liat :
Patahan yang terjadi pada bahan yang lunak.
misal : baja lunak, tembaga dsb
3. Patahan campuran :
Patahan yang terjadi pada bahan yang cukup kuat, namun ulet.
misal : pada baja temper

1.5. Uji struktur


Uji struktur mempelajari struktur material logam untuk keperluan pengujian
material logam dipotong-potong kemudian potongan diletakkan dibawah dan
dikikisdengan material alat penggores yang sesuai. Untuk pemeriaksaan =nya dilakuakan
dengan alat pembesar ataupun mikroskop elektronik.
- Pengujian dengan larutan ETSA

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk memeperjelas batas butir yang ada pada
suatu material karena larutan etsa akan memeberi warna tambahan pada batas butir.
Namun larutan ini dapat merusak batas butir tersebut.,bertujuan juga untuk mengetahui
struktur mikro logam serta sifat – sifatnya. Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh Heat
Treatment terhadap perubahan struktur mikro dan perubahan sifat logam serta
membandingkannya dengan sifat mekanik yang diinginkannya.

1.5.1. Teori Dasar


Sifat – sifat logam, terutama sifat mekanik sangat dipengaruhi oleh struktur logam
disamping komposisi kimianya. Misalnya suatu logam atau paduan (dengan komposisi
kimia tertentu) akan mempunyai sifat mekanik yang berubah – ubah, bila struktur
mikronya diubah.
Struktur mikro dapat diubah dengan jalan memberikan proses perlakuan
panas atau Heat Treatment pada logam atau logam paduan, selain proses perlakuan panas,
proses deformasi juga dapat mengubah struktur mikro dari logam atau logam paduan.
Dalam pemeriksaan metalografi ini akan dilakukan dahulu perlakuan panas, kemudian
dilakukan pemeriksaan struktur mikro pada beberapa sample.
Pada pengujian ini menggunakan ST-37 dengan cara dilaku panaskan dengan
thermal treatment yang mana terdiri dari annealing ( full annealing, annealing);
normalizing, hardening ,tempering.
Transportasi fasa yang terjadi pada saat pemanasan recrystalization, annealling
stress relif dalam proses fullannealing.
 Baja dipanaskan tepat pada Temperatur kritis ( A1 ), belum tampak adanya perubahan
struktur mikro.
 baja dipanaskan tepat melewati temperatur kritis (7230 C ) akan mengalami
reaksi eutektoid, yaitu lamel-lamel ferrit dan sementit dari perlit akan bereaksi menjadi
austenit.
 Perlit ( ferrit sementit ) = austeneaksi ini berlangsung pada temperatur konstan
temperatur tidak akan naik sampai seluruh ferrit dan sementit dalam perlit habis menjadi
austenit.
 Setelah perlit habis maka mulai terjadi kenaikan temperatur, maka ferrit hypoeutektoid
akan mengalami transformasi allotropik ( ferrit BBC menjadi ferrit FCC ), transformasi ini
berlangsung pada temperatur konstan. Transfomasi allotropik berlangsung bersamaan
dengan naiknya temperatur, makin tinggi temperatur makin banyak ferrit yang
bertransformasi menjadi austenit.
 Ferrit hypouetektoid telah berubah seluruhnya menjadi austenit ketika tempertur
mencapai titik kritis A3.
Pada saat penahanan temperature dengan waktu tertentu akan terjadi difusi oleh
atom-atom untuk menghomogenkan austenit yang terbentuk.. Pada saat perbandingan
austenit akan bertransformasi kembali, sehingga struktur mikro yang terbentuk sesuai
dengan laju perbandingan, misalnya perlit kasar, perlit halus, bainit bawah, bainit atas,
martensit dsb.
Transformasi pendinginan lambat dengan media udara :
 Austenit akan mulai membentuk inti ferrit pada saat temperature kritis A3 ( inti ferrit
pada batas butir austenit )
 Transformasi ini terjadi karena perubahan allotropic dan besi gamma ke besi alpha.
Karena ferrit hanya dapat melarutkan sangat sedikit sekali, maka karbon pada austenit
akan semakin banyak bila ferrit semakin banya terbentuk ( dengan turunnya temperatur ).
 Besarnya kandungan karbon dalam austenit dengan menurunnya temperature
mengikuti garis temperature kritis A3, sehingga pada saat temperature mencapai
temperatur kritis A3, komposisi sisa austenit sama dengan komposisi eutectoid. Pada
temperature ini austenit berubah menjadi perlit lamellar.
 Prosesnya dengan tumbuhnya sementit yang kaya karbon di perlakukan sejumlah besar
karbon dari austenit akan mengalami kekurangan karbon dan berubah menjadi ferrit.
Untuk berubahnya austenit menjadi ferrit ini dikeluarkan sejumlah karbon yang akan
menjadi sementit.
 Dengan demikian akan membentuk struktur yang lamellar yang dinamakan perlit.
Perpindahan atom itu berlangsung secara difusi, karenanya membutuhkan waktu yang
panjang. Karena itu perlit terjadi pada proses pendinginan yang berlangsung cukup lambat.
 Transformasi austenit menjadi perlit ( reaksi eutectoid ) mengeluarkan sejumlah panas,
sehingga reaksi eutectoid berlangsung pada temperature konstan ( temperature akan
turun bila reaksi sudah selesai ).
 Saat berada pada temperature kritis transformasi hanya terjadi pada austenit. Ferrit
yang terbentuk sebelumnya ( ferrit hypoeutektoid ) tidak mengalami parubahan.
 Pada temperatur yang lebih rendah lagi tidak terjadi transformasi fase.
Proses full annealing ini digunakan untuk membuat baja lebih lunak, menghaluskan
butir dan dalam beberapa hal dapat mamperbaiki maehinability. Baja dalam proses
pengerjaan mengalami temperature pengerjaan yang tinggi dan dapat menghasilkan
butiran-butiran kristal yang terlalu besar sehingga sifat mekaniknya kurang baik. Dengan
proses full annealing inilah butiran kristal
tersebutdihaluskan.

2. Pengujian non-destruktif
Pengujian ini tidak merusak dan merupakan bagian dari pengujian bahan. Berainana
dengan pengujian destruktif pengujian nendstruktif terdiri dari:
2.1 Penetrant testing
Yaitu pengujian yang digunakan untuk melihat keretakan dan perositas dari suatu
bahan. Pengujian dengan penetrant terdiri dari 4 tahap yaitu pembersihan awal,
pemberian penetrant, pembersihan penetrant, dan pemberian developer. Pengujian ini
memiliki keuntungan yaitu murah dan cepat dilaksanakan.

2.2 Magnetic particle testing


Pengujian yang juga biasa disebut dengan pengujian menggu-nakan partikel
magnetic ini digunakan untuk diskontinuitas yang ada dipermukaan dan dekat permukaan.
Pengujian ini dapat kita lakukan un-
tuk melihat keretakan permukaan pada semua logam induk maupun ion, laminasi fusi yang
tidak sempurna, undercut, dan subsurface crack. Jika dibandingkan dengan uji penetrant,
pengujian ini dilakuakn untuk diskontinuitas yang lebih dalam.

2.3 Ultrasonic testing


Pengujian ini menggunakan metode gelombang suara dengan frekuensi tinggi. Keuntungan
dari pengujian ini yaitu dapat dilakukan pada semua bahan dan lebih dalam jika
dibandingkan dengan uji magnetic dan uji penetrasi karena menggunakan pantulan
gelombang.

2.4 Radiography
Yaitu pengujian dengan menggunakan x-ray untuk mendapatkan gambar dari
material. Prinsipnya sama denagn penggunaan pada tubuh material hanya saja
menggunakan gelombang yang lebih pendek.
-eddy currentmemiliki prisnsip dasar yang hamper sama dengan teknik medan magnet
tetapi disini medan listrik yang dipancarkan adalah arus bolak-balik. Prisnsipnya hamper
sama denggan impedensi

Anda mungkin juga menyukai