Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PRAKTIKUM

SMART GRID
PRATIKUM APLIKASI TEKNIK ELEKTRO 3

Diajukan untuk memenuhi persyaratan akademis dalam menempuh


Program Starata Satu Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi
Nasional Bandung

Disusun Oleh :
Mochamad Fazri Abdul Latif
11-2020-051

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
2023
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
memenuhi seluruh praktikum Jurusan Teknik Elektro di Institut Teknologi
Nasional (ITENAS) Bandung. Adapaun beberapa tujuan praktikum modul ini
antara lain :

1. Mempelajari cara kerja sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Off-Grid;


2. Dapat mengetahui dan menganalisis parameter (tegangan, arus dan daya)
berdasarkan komponen yang digunakan.
II. DASAR TEORI
2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) adalah peralatan pembangkit
listrik yang mengubah daya matahari menjadi listrik. PLTS sering juga
disebut Solar Cell, atau Solar Photovoltaik, atau Solar Energi. PLTS
memanfaatkan cahaya matahari untuk menghasilkan listrik DC (direct
current), yang dapat diubah menjadi listrik AC (alternating current) apabila
diperlukan. Oleh karena itu meskipun mendung, selama masih terdapat
cahaya,maka PLTS dapat menghasilkan listrik.

Pembangkit Listrik Tenaga Surya pada dasarnya adalah percatuan daya


(alat yang menyediakan daya), dan dapat dirancang untuk mencatu
kebutuhan listrik yang kecil sampai dengan besar, baik secara mandiri,
maupun dengan Hybrid (dikombinasikan dengan sumber energi lain, seperti
PLTS-Genset,PLTS-Angin). Sistem PLTS dapat diklasifikan ke dalam
beberapa jenis. Berdasarkan aplikasi dan konfigurasinya, secara umum
PLTS dapat dibagi menjadi dua, yaitu sistem PLTS yang terhubung dengan
jaringan (on-grid PV system) dan sistem PLTS yang tidak terhubung dengan
jaringan (off-grid PV system) atau PLTS yang berdiri sendiri (stand-alone).
PLTS stand-alone ini selain dapat beroperasi secara mandiri, juga dapat di
tunjang oleh sumber daya lain seperti tenaga angin, generator set, maupun
tenaga air serta tenaga mikro hidro yang disebut sebagai sistem PLTS
hybrid.

2.1.1 Struktur Umum Sel Surya


Bahan kimia khusus untuk membentuk dasar dari sel surya. Sel surya
pada umumnya memiliki ketebalan minimum 0,3 mm yang terbuat dari
irisan bahan semikonduktor dengan kutub positif dan negatif. Tiap sel
surya biasanya Sel surya terbuat dari potongan silikon yang sangat kecil
dengan dilapisi menghasilkan tegangan 0,5 volt. Sel surya merupakan
elemen aktif (semikonduktor) yang memanfaatkan efek fotovoltaik
untuk merubah energi surya menjadi energi listrik.
Struktur inti dari sel surya pada umumnya terdiri dari satu atau lebih
jenis material semikonduktor dengan dua daerah berbeda yaitu, daerah
positif dan negatif. Dua sisi yang berlainan ini berfungsi sebagai
elektroda. Untuk menghasilkan dua daerah muatan yang berbeda
umumnya digunakan dopant dengan golongan periodik yang berbeda.
Hal ini dimaksudkan agar dopant pada daerah negatif akan berfungsi
sebagai pendonor electron, sedangkan dopant pada daerah positif akan
berfungsi sebagai acceptor elektron.

Selain itu pada sel surya terdapat lapisan antirefleksi, dan substrat
logam sebagain tempat mengalirnya arus dari lapisan tipe-n (elektron)
dan tipe-p (hole). Skema sederhana struktur sel surya diilutsrasikan
pada gambar 2.1.

Gambar 2. 1 Susunan Lapisan Solar Cell Secara Umum

2.2.1 Cara Kerja PLTS


Pembangkit listrik tenaga surya konsepnya sederhana, yaitu
mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik. Cahaya matahari
merupakan salah satu bentuk energi dari sumber daya alam. Sumber
daya alam matahari ini sudah banyak digunakan untuk memasok daya
listrik di satelit komunikasi melalui sel surya. Sel surya ini dapat
menghasilkan energi listrik dalam jumlah yang tidak terbatas langsung
diambil dari matahari, tanpa ada bagian yang berputar dan tidak
memerlukan bahan bakar. Sehingga sistem sel surya sering dikatakan
bersih dan ramah lingkungan. Bandingkan dengan sebuah generator
listrik, ada bagian yang berputar dan memerlukan bahan bakar untuk
dapat menghasilkan listrik. Suaranya bising, selain itu gas yang
dihasilkan dapat menimbulkan efek gas rumah kaca (green house gas)
yang pengaruhnya dapat merusak ekosistem planet bumi kita.

Sistem sel surya yang dapat digunakan di permukaan bumi terdiri


dari panel sel surya, rangkaian kontroler pengisian (charge controller),
dan aki (baterai) 12 volt yang maintenance fee. Panel sel surya
merupakan modul yang terdiri dari beberapa sel surya yang
dihubungkan seri dan paralel tergantung ukuran dari kapasitas yang
diperlukan. Rangkain kontroler pengisian aki dalam sistem sel surya
merupakan rangkaian elektronik yang mengatur proses pengisian
akinya. Kontroler ini dapat mengatur tegangan aki dalam selang
tegangan 12 volt. Bila tegangan turun sampai 10.8 volt berarti sisa
tegangan pada aki 2.2 volt, maka kontroler akan mengisi aki dengan
panel surya sebagai sumber dayanya.

Tentu saja proses pengisian itu akan terjadi bila berlangsung pada
saat ada cahaya matahari. Jika penurunan tegangan terjadi pada malam
hari, maka kontroler akan memutus pemasokan energi listrik. Setelah
proses pengisian itu berlangsung selama beberapa jam, tegangan aki itu
akan naik bila tegangan aki itu mencapai 12 volt, maka kontroler akan
menghentikan proses pengisian aki itu. Rangkaian kontroler pengisian
aki, sebenarnya mudah untuk dirakit sendiri. Tapi, biasanya rangkaian
kontroler ini sudah tersedia dipasaran. Memang harga kontroler itu
cukup mahal kalau dibeli sebagai unit sendiri. Kebanyakan sistem sel
surya itu hanya dijual dalam bentuk paket lengkap itu jelas lebih murah
dibandingkan dengan bila merakit sendiri. Biasanya panel surya itu
diletakkan dengan posisi lurus menghadap matahari. Padahal bumi itu
bergerak mengelilingi matahari, agardapat terserap secara maksimum
sinar matahari itu harus diusahakan selalu jatuh tegakl urus pada
permukaan panel surya.
Bahan sel surya sendiri terdiri dari kaca pelindung dan material
adhensive transparan yang melindungi bahan sel surya dari keadaan
lingkungan kemudian material anti-refleksi untuk menyerap lebih
banyak cahaya dan mengurangi jumlah cahaya yang dipantulkan,
semikonduktor P-type dan N-type (terbuat dari campuran silikon) untuk
menghasilkan medan listrik, saluran awal dan saluran akhir (terbat dari
logam tipis) untuk mengirim elektron keperabot listrik. Cara kerja sel
surya sendiri sebenarnya identik dengan piranti semikonduktor dioda.
Ketika cahaya bersentuhan dengan sel surya dan diserap oleh bahan
semi-konduktor, terjadi pelepasan eektron. Apabila elektron tersebut
bisa menempuh perjalanan menuju bahan semi-konduktor pada lapisan
yang berbeda, terjadi perubahan sigma gaya gaya pada bahan. Gaya
tolak antar bahan semi-konduktor, menyebabkan aliran medan maknet
listrik. Dan menyebabkan elektron dapat disalurkan ke saluran awal dan
akhir untuk digunakan pada perabot listrik

Gambar 2. 2 Sistem Instalasi Menggunakan Solar Cell

2.2 Konfigurasi Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya


2.2.1 Berdasarkan Teknologi
Pemasangan PLTS berdasarkan teknologi terdapat tiga jenis, yaitu
roof- mounted, ground-mounted dan Reservoir / lake based floating
solar system. Penjelasan tentang ketiga dan teknologi PLTS adalah
sebagai berikut ini.
a. Roof-Mounted

Metode instalasi roof-mounted merupakan instalasi PLTS yang


memanfaatkan lahan bebas penghalang di atap bangunan. Atap
berfungsi sebagai struktur penopang instalasi PLTS, namun
dibutuhkan persiapan untuk mengatasi permasalahan cuaca.
Metode teknologi roof-mounted efektif untuk kapasitas
pembangkitan yang kecil, penghematan tagihan listrik dengan
adanya sistem ekspor impor, aplikasi energi baru terbarukan
modern, dan membantu mengurangi dampak perubahan iklim
(ICED, 2020). Metode teknologi roof-mounted seperti pada
Gambar 2.3.

Gambar 2. 3 PLTS Roof-Mounted atau PLTS Rooftop

b. Ground-Mounted

Metode instalasi ground-mounted memanfaatkan bidang tanah


kosong tanpa halangan yang datar dan stabil. Tonggak dan balok
baja diperlukan sebagai struktur penopang dan analisis untuk
mengetahui stabilitas tanah dalam jangka waktu yang panjang.
Metode instalasi ground-mounted efektif untuk kapasitas
pembangkitan skala besar. Kelebihan dari panel surya yang
dipasang di atas tanah yaitu mempunyai rata rata temperatur panel
surya lebih stabil karena adanya cooling dari tanah yang bisa
menyerap panas. Adapun kelemahan pada sistem diatas tanah yaitu
harus mempunyai lahan yang cukup luas serta adanya debu dan
kotoran karena posisi nya lebih rendah sehingga dekat dengan
tanah, jika debu menutupi seluruh bagian pada panel surya akan
terjadi pengurangan output produksi panel surya sebesar 20%.
Adapun solusi pada masalah ini panel surya dibersihkan dalam
rentang waktu empat bulan sekali. Teknologi ground-mounted
seperti pada Gambar 2.4.

Gambar 2. 4 PLTS Ground-Mounted

c. Reservoir / lake based floating solar system

Metode instalasi floating solar photovoltaic yaitu dengan


memanfaatkan permukaan air dengan menggunakan sistem apung.
Floating solar system dapat dipasang di atas permukaan air seperti
laut, waduk, danau dan lain – lain. Pemanfaatan reservoir / laked
based floating solar system sangat berpotensi dikarenakan
permukaan air mempunyai sistem pendinginan evaporatif alami
yang menjaga suhu panel lebih rendah dan meningkatkan efesiensi
panel sampai 11% dibandingkan ground-mounted pv system.
Metode instalasi ini juga memiliki jumlah yang lebih rendah
terhadap halangan yang menyebabkan shading losses dan lebih
sedikit efek debu yang dapat menurunkan performa panel.

Gambar 2. 5 PLTS Floating Solar System

2.2.1 Berdasarkan Koneksi Sistem Terhadap Grid


PLTS secara umum dibagi menjadi 2 berdasarkan teknologinya,
yaitu grid connection dan off grid. Penjelasan tentang kedua jenis PLTS
berdasarkan teknologinya adalah sebagai berikut ini:

a. Grid Connection System

PLTS On Grid adalah suatu model instalasi yang terdiri dari dua
sumber energi listrik yaitu jaringan listrik PLN dan panel surya
yang dijadikan satu. Penggunaan panel surya / PLTS yang
terhubung pada jaringan listrik untuk mensuplai energi listrik di
rumah tangga atau industri. Sistem tersebut mengunakan panel
surya sebagai pembangkit yang bebas gas emisi buang atau ramah
lingkungan. Sistem Grid Connection juga tetap terkoneksi dengan
jaringan PLN dengan tujuan mengoptimalkan pemanfaatan energi
panel surya yang menghasilkan energi secara maksimal dan juga
mengurangi tagihan listrik. Teknologi PLTS On Grid ditunjukan
pada gambar 2.6.
Gambar 2. 6 Skema Konfigurasi PLTS On-Grid Connected

b. Off- Grid System

Sistem Off-Grid atau biasa disebut stand alone adalah sistem


yang hanya mengandalkan energi matahari sebagai sumber energi
utama penyedia energi yang dikonversi menjadi energi listrik.
Sistem Off Grid menggunakan rangkaian modul surya untuk
menghasilkan energi listrik sesuai dengan kebutuhan beban tanpa
terhubung dengan jaringan listrik PLN. Sistem Off-Grid ada yang
bekerja berdampingan dengan pembangkit lain atau bisa disebut
dengan hybrid sistem. Tujuan hybrid sistem sama dengan grid
connection yaitu menjaga keseimbangan pembangkit daya. Sistem
PLTS Off-Grid umumnya digunakan pada daerah/ wilayah yang
jauh / tidak terjangkau jaringan listrik PL). Teknologi PLTS Off –
Grid ditunjukan pada gambar 2.7.

Gambar 2. 7 Skema Konfigurasi PLTS Off-Grid


2.3 Komponen Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya
2.3.1 Modul Surya
Modul surya atau modul Photovoltaic adalah salah satu komponen
utama dalam PLTS. Modul surya atau modul photovoltaic akan
disambung secara seri untuk membentuk suatu rangkaian yang
kemudian akan diparalel untuk membentuk sebuah array atau susunan
dalam proses instalasi. Ditunjukan pada gambar 2.8.

Gambar 2. 8 Susunan Modul Surya

Kapasitas daya merupakan spesifikasi modul surya yang menyatakan


besarnya daya yang bisa dihasilkan oleh modul surya saat intensitas
radiasi yang diterima sebesar 1000 W/m2 dan kondisi suhu lingkungan
25ºC. Kapasitas daya modul surya diukur dalam satuan Watt – peak
(Wp). Daya dan arus listrik yang dihasilkan modul surya berubah –
ubah tergantung pada besarnya intensitas radiasi surya yang diterima.
Terdapat dua jenis sel surya dibedakan berdasarkan bahan penyusun
semikonduktor yang bervariasi dan Silikon yang secara Individu (chip)
banyak digunakan diantaranya:
Gambar 2. 9 Jenis - Jenis Panel Surya

a. Monocrystalline (Si)

Monocrytalline biasanya dibuat menggunakan proses


Czochralski. Lapisan ini cenderung mahal karena mereka dipotong
silinderingot (mirip bundar/lingkaran), ciri–ciri fisik solar cell ini
adalah bentuknya yang segidelapan cenderung bulat dan warnanya
yang agak gelap. Sekarang Mono-crystalline dapat dibuat setebal
200 mikron, dengan nilai effisiensi sekitar 24%.

b. Polycrystalline

Dibuat dari peleburan silikon dalam tungku keramik, kemudian


pendinginan perlahan untuk mendapatkan bahan campuran silikon
yang akan timbul diatas lapisan silikon. Sel ini kurang efektif
dibanding dengan sel Polycrystalline (efektivitas 18%), tetapi biaya
lebih murah.
Gambar 2. 10 Perkembangan Studi Mengenai Panel Surya dari Tahun 1975 Hingga
2020

Gambar 2.10 menunjukan pengembangan studi tentang solar panel


atau photovoltaic (1975-2020) dari National Renewable Energy
Laboratory (NREL). Evolusi dari solar panel mengalami progress yang
signifikan dari tahun 1975. Dimulai tipe thin-film yang mempunyai
efesiensi kurang dari 10%, kemudian tipe Crystalline Si Cell yang
mempunyai efesiensi dimulai dari 15% (1977), lalu multijunction tipe
PV yang mempunyai efesiensi dimulai dari 16% (1983) dan muncul PV
yang mempunyai efesiensi 5% (1991). Pada tahun 2015, semua PV
engalami peningkatan efisien. Tipe khusus multijunction cell PV (three-
junction concentrator) mencapai 46%.

2.3.2 Inverter

Gambar 2. 11 Inverter
Gambar 2. 12 Topologi Inverter

Inverter merupakan komponen penting dalam sistem PLTS yang


spesifikasinya harus diperhatikan dengan baik dan sesuai dengan
kebutuhan. Inverter merupakan salah satu bagian dari power
conditioning yang berfungsi mengubah tegangan output DC dari panel
surya ataupun baterai menjadi tegangan AC. Inverter terdiri dari
komponen sakelar elektronik, dan komponen filter pasif. Pada bagian
input terdiri dari kapasitor elektrolit besar, yang bertanggung jawab
untuk menghasilkan tegangan DC yang stabil.

Penggunaan inverter pada saat ini pada PLTS memiliki dua jenis
yaitu inverter yang bekerja secara mandiri (Off-Grid) dan inverter yang
bekerja dengan tersambung jala-jala listrik PLN (On-Grid). Pada PLTS
Off-Grid digunakan jenis inverter biasa, sedangkan pada PLTS On-Grid
menggunakan jenis Grid Tied Inverter (GTI). GTI merupakan salah
satu inverter yang secara otomatis dapat mensinkronkan tegangan DC
yang bersumber dari panel PV dengan tegangan jala- jala PLN (Grid).
GTI mampu menghasilkan tegangan yang sama persis dengan tegangan
jala-jala pada waktu yang sama dan mengoptimalkan keluaran energi
yang dibangkitkan oleh panel surya.

Inverter merupakan peralatan yang menjadi link antara solar modul


dengan jaringan listrik. Terdapat beberapa jenis inverter berdasarkan
fungsinya.
a. Central inverter: digunakan untuk PLTS dengan struktur yang
homogen (modul PV dengan tipe yang sama), digunakan untuk
sistem dengan kapasitas daya diatas 100 kW.
b. String inverter: digunakan pada string, dimana PV dibagi dalam
beberapa string dan masing-masing string menggunakan satu
inverter. Teknologi ini akan menurunkan biaya dan
memudahkan pekerjaan instalasi, meningkatkan energi yang
dihasilkan serta meningkatkan availability system.
c. Module inverter: setiap modul PV menggunakan satu buah
inverter mikro dengan biaya yang relatif murah.
d. Smart Inverter: inverter yang mampu untuk dapat diintegrasikan
dengan jaringan listrik publik, karena dilengkapi dengan sensor
yang dapat memonitor dan mengontrol jaringan listrik publik
sehingga bisa menjaga kestabilannya dan sinkron dengan
tegangan listrik publik.

Inverter dapat dibedakan menjadi tiga berdasarkan bentuk


gelombang outputnya, yaitu pure sine wave inverter, sine wave
modified inverter dan square ave inverter. Penjelasan dari ketiga jenis
inverter tersebut adalah sebagai berikut ini.

a. Pure Sine Wave Inverter adalah inverter yang memiliki


tegangan output dengan bentuk gelombang sinus murni. Inverter
jenis ini dapat memberikan supply tegangan ke beban (Induktor)
atau motor listrik dengan efisiensi daya yang baik.
b. Sine Wave Modified Inverter adalah inverter dengan tegangan
output berbentuk gelombang kotak yang dimodifikasi sehingga
menyerupai gelombang sinus. Inverter 13 jenis ini memiliki
efisiensi daya yang rendah apabila digunakan untuk mensupplay
beban induktor atau motor listrik.
c. Square Wave Inverter adalah inverter dengan output berbentuk
gelombang kotak. Inverter jenis ini tidak dapat digunakan untuk
mensupply tegangan ke beban induktif atau motor listrik.

2.3.3 Kabel
Manajemen kabel pada instalasi PLTS Terapung membutuhkan
perencanaan yang baik, baik selama masa perencanaan ataupun proses
instalasi. Panjang kabel dan rute kabel perlu direncanakan dan dihitung
dengan hati-hati. Elastisitas kabel harus dapat mengakomodasi gerakan
platform terapung dan perubahan ketinggian permukaan air yang
mungkin terjadi. Jika tidak, gaya tegang dapat menyebabkannya kabel
menjadi putus dan pecah.

Dengan memperhatikan perbedaan modul surya, orientasi modul


surya (landscape/portrait), serta dimensi platform floater, pengembang
proyek dapat mengidentifikasi apakah panjang kabel dari junction box
yang disediakan oleh pabrikan sudah cukup panjang atau belum. Jika
belum cukup, maka modifikasi panjang kabel mungkin dibutuhkan saat
merencanakan dan melakukan pengadaan komponen-komponen PLTS.

Gambar 2. 13 Rute Kabel yang Berbentuk S

Selain itu, kabel juga harus diikat secara tepat dengan pengikat kabel
yang tahan sinar ultraviolet atau baja tahan karat. Kabel juga perlu
diarahkan dan dilindungi sehingga tetap ada rongga sisa untuk menjaga
kabel agar tidak terkena air. Pada tahap perencanaan, harus
dipertimbangkan rute kabel (cable routing) dan desain platform. Rute
kabel yang baik dapat dilakukan dengan membentuk huruf S.
Instalasi kabel di permukaan air lebih berpotensi menimbulkan
permasalahan dan kerusakan dibandingkan dengan instalasi pada
daratan. Beberapa permasalahan yang seringkali ditemukan antara lain:

a. Kabel DC dan kabel string menyentuh permukaan air. Kondisi


ini biasanya disebabkan oleh terlalu rendahnya jarak antara
modul surya dan muka air, ketidaktepatan pengukuran panjang
kabel, serta adanya gelombang air yang disebabkan oleh angin
atau aktivitas kapal pada muka air. Kondisi ini seharusnya
dihindari karena dapat menyebabkan degradasi dan korosi kabel
DC dan konektor kabel, adanya potensi kebocoran kabel serta
menurunnya kualitas insulasi kabel yang digunakan.

Gambar 2. 14 Kabel DC Menyentuh Permukaan Air

b. Kabel dan konduit kabel dari platform terapung menuju lokasi


di tepi badan air atau lokasi inverter terendam di dalam air.
Kondisi ini biasanya disebabkan oleh desain kabel yang
digunakan lebih panjang daripada yang seharusnya dibutuhkan
dengan tujuan semula agar dapat kondisis pergerakan platform
terapung yang berlebihan tetap dapat diakomodasi. Kondisi ini
dapat membahayakan keselamatan ketenagalistrikan bahkan
menimbulkan potensi kebakaran.
Gambar 2. 15 Kabel dan Conduit yang Terendam Air

c. Penumpukan vegetasi perairan (biofouling) pada kabel yang


berpotensi meningkatkan beban dan tarikan pada kabel.

Gambar 2. 16 Biofouling pada Kabel

Selain sistem manajemen kabel, kabel-kabel yang digunakan pada


sistem PLTS Terapung sebaiknya memenuhi ketentuan sebagai
berikut:

1. Marine grade DC cables (AD 8, IP 68) (Gambar 2.16)


2. Cable ducts
3. Bending radius sesuai dengan ketentuan
4. Sistem pengkabelan diberikan label untuk kemudahan
ketelusuran
5. High abrasion resistant
6. UV dan ozone resistant
7. Certificate EN/TUV/UL
Gambar 2. 17 Marine Grade DC Cable

2.3.4 Combiner Box

Gambar 2. 18 Combiner Box

Salah satu komponen penting di perencanaan PLTS ini yaitu


Combiner box. Combiner box atau panel existing berfungsi untuk
menggabungkan string photovoltaic untuk mendapatkan arus keluaran
dari photovoltaic yang lebih besar. Berikut komponen-komponen
didalam combiner box:

a. Perangkat proteksi string panel surya digunakan untuk


melindungi individual string modul surya terhadap arus
berlebih. Untuk tujuan ini biasanya digunakan sekering atau
MCB.
b. Busbar adalah titik sambungan untuk beberapa String modul
surya. Perangkat ini membawa beberapa String ke konduktor
yang sama. Busbar DC terbuat dari konduktor tembaga pada
dan berlapis timah untuk perlindungan terhadap korosi.
c. Sakelar pemutus memungkinkan kotak penggabung terputus
secara aman dari Solar Charge Controller atau inverter jaringan
saat pemeliharaan dilakukan.
d. Perangkat proteksi tenaga surja (Surge Protection Device)
digunakan sebagai pengaman terhadap tegangan surja akibat
sambaran petir. Perangkat kini dihubungkan ke kutub positif bus
DC, kutub negatif bus DC dan pembumian.
e. Selingkup pelindung (Enclosure) merupakan rumah dari
komponen listrik dengan fungsi untuk melindungi komponen
dari paparan langsung terhadap lingkungan dan mencegah
gangguan dari luar.
f. Batang pembumian (Grounding Bar) memberi sambungan
pembumian untuk selungkup pelindung (jika kotak logam
digunakan) dan untuk menyalurkan surja ke pembumian dengan
menggunakan perangkat proteksi tegangan surja.

2.3.5 Alat Proteksi (Pengaman)


Alat proteksi (pengaman) berfungsi untuk mengantisipasi terjadinya
gangguan atau mencengah terjadinya kerusakan yang akan terjadi
terhadap peralatan listrik yang ada. maka diperlukannya alat proteksi
dalam sistem PLTS yaitu Mini Circuit Breaker (MCB), Molded Case
Circuit Breaker (MCCB) dan Surge Protection Device. Berikut
penjelasan dari masing – masing alat proteksi.

1. MCB (Mini Circuit Breaker)


Gambar 2. 19 Skema Trip MCB

Fungsi dari MCB sendiri adalah sebagai proteksi dan


pemutus arus apabila terjadi kelebihan beban ataupun terjadi
hubung singkat. MCB menjadi hal yang sangat penting karena
kegagalan fungsi dari MCB dapat menimbulkan kebakaran.
MCB memiliki kapasitas arus yang kecil, hanya sampai 63
Amps. MCB mempuyai Trip Level, Trip Level adalah batas
ambang arus yang melewati CB yang menyebabkan CB itu
untuk switch off. Jumlah arus yang melebihi jumlah sebenarnya
adalah hal yang sering menyebabkan kebakaran pada bangunan,
sehingga CB penting untuk berfungsi dengan baik. Pada MCB
listrik, Trip Level tidak bisa diatur.

Interrupting Capacity adalah batas arus yang melewati CB


sebelum CB tersebut rusak. Jika arus melewati lebih dari batas
interrupting capacity, maka CB tidak akan berfungsi. MCB nilai
yang rendah dibawah MCCB. MCB diperuntukan pemakaian
rumahan atau komersil.

2. MCCB (Molded Case Circuit Breaker)


Gambar 2. 20 Instalasi MCCB

MCCB memiliki fungsi yang sama dengan MCB, tetapi


memiliki perbedaan dalam spesifikasinya yaitu kapasitas ratting
arus yang mencapaia 1000 Amps c yang cocok untuk
penggunaan industri, Trip level yang dapat diatur sesuai
kebutuhan, Interrupting capacity MCCB memiliki nilai yang
lebih tinggi daripada MCB, MCCB memiliki kemampuan untuk
berfungsi under voltage trip (ketika tengangan lebih rendah dari
batas yang ditentukan) dan shunt trip (dapat memutus arus dari
sumber eksternal, bukan hanya melebihi arus yang
diperolehkan).

3. Surge Arrester

Gambar 2. 21 Instalasi Surge Arrester


Surge Arrester berfungsi sebagai alat pelindung dari lonjakan
arus dan kondisi tengangan lebih yang dipasang pada jaringan
listrik. Alat ini melindungi apabila terjadi lonjakan tengangan
listrik melebihi batas yang telah ditentukan dengan
membelokkan tengangan tersebut ke grounding. Pada umumnya
terjadi akibat sambaran petir. Adapun penyebab lainnya adanya
lonjakan tengangan listrik secara tiba – tiba yaitu permasalahan
pada pembangkit listrik, terjadi korsleting, lonjakan pada
switching, dan lain sebagainya. Cara kerja surge arrester yaitu
ketika tegangan listrik mengalir dengan normal, arrester tidak
bekerja. Alat ini hanya dapat bekerja ketika ada lonjakan
tegangan listrik yang terjadi tiba-tiba. Ketika ada lonjakan
tegangan arus listrik yang besar pada jaringan kabel listrik, sisi
kutub anoda arrester akan langsung melepaskan lonjakan
tegangan listrik ke arah katode yang terhubung dengan
grounding.

2.3.6 kWh Meter Exim


Fungsi dari kWh meter exim sebenarnya sama dengan kWh meter
biasa milik PLN. Fungsi tambahannya adalah dapat membaca kWh
yang diimpor dari PLTS ke PLN. Dengan cara ini, pengurangan tagihan
listrik pelanggan yang memiliki PLTS dapat dihitung, yang biasa
disebut dengan sistem Net Metering. Net Metering adalah sistem
pelayanan yang dapat mentransmisikan kelebihan daya yang dihasilkan
oleh PLTS ke jaringan distribusi PLN. Berdasarkan Peraturan Menteri
ESDM Nomor 49 Tahun 2018 pada Bab III Pasal 6 Ayat 1, mengatakan
bahwa untuk energi listrik pada pelanggan Pembangkit Listrik Tenaga
Surya (PLTS) Atap diekspor dan dihitung berdasarkan nilai kWh
ekspor yang tercatat pada kWh-Exim dikali dengan 65%.
Gambar 2. 22 kWH EXIM

PLN tidak menghalangi konsumen yang ingin memasang PLTS, hal


ini juga telah dikuatkan dengan adanya regulasi tentang net metering
oleh PLN. Namun perlu diketahui dalam memasang PLTS harus
disesuaikan dengan kebutuhan agar tidak mengenai rekening minimum
PLN. Keberadaan net metering mengacu pada regulasi:

1. Peraturan Direksi PLN 0733.K/DIR/2013, 19 November 2013


tentang Pemanfaatan Energi Listrik dari Fotovoltaik oleh
Pelanggan.
2. SPLN D5.005-1:2015, 13 Mei 2016 yaitu Persyaratan Teknik
Interkoneksi Sistem Photovoltaic (PV) pada jaringan distribusi
tegangan rendah (JTR) dengan kapasitas hingga 30 kWp.

Gambar 2. 23 Skema Pengukuran Export Import


Berdasarkan Gambar 2.22 terdapat beberapa penjelasan yaitu:

1. Pengukuran bersih (sederhana): ada meteran dua arah untuk


mengukur perbedaan antara IE dan EE selama periode
penagihan (biasanya satu atau dua bulan);
a. Jika IE - EE > 0: pembangkit pelanggan harus membayar
utilitas untuk perbedaan.
b. Jika IE e EE 0: generator pelanggan tidak menerima
kompensasi.
2. Pengukuran bersih dengan pembelian kembali: jika IE - EE < 0
pembangkit pelanggan dibayar untuk kelebihan energi (EE - IE)
yang dihasilkan selamaperiode penagihan, yang dapat dinilai di
bawah tarif eceran (Biasanya menghindari biaya pembangkitan,
yaitu tarif grosir atau biaya utilitas), tarif eceran, atau di atas
tarif eceran;
3. Pengukuran bersih dengan kredit bergulir: periode perbankan
diperpanjang selama periode penagihan (biasanya satu tahun).
Jika selama penagihan periode ada kelebihan energi (IE - EE <
0), nilai ini (EE - IE) adalah digunakan sebagai kredit untuk
mengurangi tagihan di periode penagihan mendatang;
4. Pengukuran bersih dengan kredit bergulir dan pembelian
kembali: kombinasi dari 2 dan 3.
III. LANDASAN PRAKTIKUM
3.1 Alat – Alat Praktikum
Adapun alat – alat yang digunakan dalam praktikum smart grid adalah
sebagai berikut:

1. Panel Surya (2 unit)


2. Baterai (1 unit)
3. SCC PWM (1 unit)
4. MPPT (1 unit)
5. Inverter (1 unit)
6. Kabel (Secukupnya)
7. MCB (2 unit)
8. AVO Meter (1 unit)
3.2 Spesifikasi Alat

Gambar 3. 1 Spesifikasi Modul Surya


Gambar 3. 2 Spesifikasi Inverter

Gambar 3. 3 Spesifikasi SCC PWM


Gambar 3. 4 Spesifikasi Baterai Accu

Gambar 3. 5 Spesifikasi SCC MPPT


IV. DATA, HASIL PENGAMATAN DAN TUGAS AKHIR
4.1 Data Hasil Pengamatan
Berikut adalah hasil dari data pengamatan praktikum smartgrid :

1. Data Pengujian PLTS Off-Grid dengan SCC PWM

Nama : Moc Fazri A L

NRP : 11-2020-051

Tanggal : 5 Desember 2023

Waktu Praktikum : 14.30 – 14.45

Tabel 4. 1 Data Pengujian PLTS Off - Grid dengan SCC PWM

Arus Daya Arus Daya Tegagan


Suhu Akumulasi
Waktu Charging Charging Beban Beban Baterai
(°C) Daya (Wh)
(A) (Ah) (A) (W) (V)

14.30 31 0,0074 0,9 0 0 24 12,2


14.33 31 0,0075 0,91 0 0 24 12,2
14.36 31 0,0074 0,9 0 0 24 12,2
14.39 31 0,0075 0,91 0 0 24 12,2
14.42 31 0,0074 0,9 0 0 24 12,2
14.45 31 0,0074 0,9 0 0 24 12,2

2. Data Pengujian PLTS Off-Grid dengan SCC MPPT

Nama : Teguh Ramdhani

NRP : 11-2020-057

Tanggal : 5 Desember 2023

Waktu Praktikum : 13.55 – 14.20


Tabel 4. 2 Data Pengujian PLTS Off - Grid dengan SCC MPPT

Tegangan Tegangan Arus Beban Tegangan Akumulasi


Suhu Arus Panel (A) Arus Baterai (A)
Waktu Panel (V) Baterai ( V) (A) Beban (V) Daya (Wh)
(°C)

13.55 25 1,1 14 1,3 13 0 117 24


14.00 25 0,5 14 0,4 12,6 0 117 24
14.05 25 0,7 14 0,8 14 0 117 24
14.10 25 0,4 14 0,5 12,7 0 117 24
14.15 25 0,2 14 0,2 12,5 0 117 24
14.20 25 0,1 14 0,1 14 0 117 24
4.2 Pengolahan Data
1. Pengujian PLTS Off-Grid dengan SCC PWM

Grafik arus & daya charging


0.9 0.91 0.9 0.91 0.9 0.9

0.0074 0.0075 0.0074 0.0075 0.0074 0.0074


14.30 14.33 14.36 14.39 14.42 14.45

Arus Charging Daya charging

Gambar 4. 1 Grafik Arus & Daya Charging terhadap Waktu SCC PWM
Grafik Arus & Daya Beban

1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
Daya Beban
14.30 14.33 14.36 14.39 Arus Beban
14.42 14.45

Arus Beban Daya Beban

Gambar 4. 2 Grafik Arus & Daya Beban terhadap Waktu

Chart Title

35
30
25
20
15
10
5
0 Tegangan Baterai
14.30 Akumulasi Daya
14.33 14.36 Suhu
14.39 14.42 14.45

Suhu Akumulasi Daya Tegangan Baterai

Gambar 4. 3 Grafik Suhu, Akumulasi Daya & Tegangan Baterai terhadap Waktu SCC
PWM

2. Pengujian PLTS Off-Grid dengan SCC MPPT


Grafik Arus & Tengangan panel
14 14 14 14 14 14

1.1 0.7
0.5 0.4 0.2 0.1
14.30 14.33 14.36 14.39 14.42 14.45

Arus Panel Tegangan Panel

Gambar 4. 4 Grafik Arus dan Tegangan Panel terhadap Waktu SCC MPPT

Grafik Arus & Tegangan Baterai

14
12
10
8
6
4
2
0
Tegangan Baterai
14.30 14.33 14.36 14.39 Arus Baterai
14.42 14.45

Arus Baterai Tegangan Baterai

Gambar 4. 5 Grafik Arus dan Tegangan Baterai terhadap Waktu SCC MPPT
Grafik Arus, Tegangan Beban, Akumulasi Daya & Suhu

120
100
80
60
40
20 Suhu
0 Akumulasi Daya
14.30 Tegangan Beban
14.33 14.36 14.39 Arus Beban
14.42 14.45

Arus Beban Tegangan Beban Akumulasi Daya Suhu

Gambar 4. 6 Grafik Arus, Tegangan Beban, Akumulasi Daya dan Suhu terhadap Waktu
SCC MPPT

4.3 Analisis
Pengujian PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) off-grid dengan
menggunakan dua jenis pengendali muatan surya, yaitu SCC (Solar Charge
Controller) PWM (Pulse Width Modulation) dan SCC MPPT (Maximum
Power Point Tracking), dapat memberikan hasil perbedaan secara
signifikan dalam akurasi pengumpulan data dan kinerja keseluruhan sistem.
SCC PWM, yang menggunakan metode modulasi lebar pulsa untuk
mengontrol pengisian baterai, menunjukkan bahwa data yang dihasilkan
tidak terlalu akurat. Ini dapat diartikan bahwa kemampuan SCC PWM
dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan kondisi lingkungan atau
intensitas cahaya matahari tidak seoptimal yang diinginkan.

Di sisi lain, SCC MPPT menggunakan algoritma pelacakan titik daya


maksimum, yang secara efisien dapat mengoptimalkan produksi energi
panel surya. Data yang akurat dari SCC MPPT menunjukkan bahwa
kontroler ini dapat secara dinamis menyesuaikan operasinya untuk
memaksimalkan efisiensi pengumpulan energi. SCC MPPT dapat mengatasi
fluktuasi intensitas cahaya matahari dan perubahan suhu lebih baik,
sehingga meningkatkan kemampuannya untuk selalu beroperasi pada titik
daya maksimum.

Keunggulan SCC MPPT dalam menghasilkan data yang lebih akurat


dapat berdampak pada efisiensi keseluruhan sistem PLTS off-grid. Dengan
memiliki informasi yang lebih presisi tentang kondisi operasional panel
surya dan status baterai, pengguna dapat mengoptimalkan penggunaan
energi, meningkatkan daya tahan baterai, dan memastikan kelangsungan
daya yang lebih baik dalam situasi off-grid. Oleh karena itu, pemilihan SCC
MPPT sebagai pengendali muatan surya dalam sistem PLTS off-grid dapat
dianggap sebagai pilihan yang lebih unggul untuk mencapai performa yang
optimal dan data yang akurat.

4.4 Tugas Akhir


1. Terdapat empat buah panel surya dengan spesifikasi sebagai berikut:
 Daya Puncak : 250 Wp
 Tegangan : 29,9 V
 Arus : 8,36 A

Berapa daya puncak, tegangan, dan arus yang dikeluarkan dari array
panel tersebut jika disusun secara seri dan parallel? Gambarkan
masing-masing rangkaiannya.

Jawab

Gambar 4. 7 Panel Surya Seri

Menggunakan rangkaian Seri

Daya Puncak : 999,856 = 1000 Wp


Tegangan : 119,6 V

Arus : 8,36 A

Gambar 4. 8 Panel Surya Paralel

Menggunakan rangkaian Paralel

Daya Puncak : 999,856 = 1000 Wp

Tegangan : 29,9 V

Arus : 33,44 A

2. Dari jawaban no 1, berikan masing-masing spek komponen (MCB,


SCC, Inverter, Baterai) yang digunakan agar daya yang dihasilkan
dari konfigurasi PV di No 1 dapat terhubung ke beban AC. Berikan
alasan pada setiap pemilihan kapasitas dan jenis komponen.
Jawab
 MCB 6A

Gambar 4. 9 MCB C6 Schneider


Pemilihan MCB C6 (6A) ini berdasarkan ketika daya yang
dihasil kan oleh MCB C6 yaitu 1220, dengan melihat pada
rangkaian no1 dengan daya puncak yng dimiliki yaitu 1000
Wp. Maka penggunaan MCB C6 memiliki tujuan untuk
mencegah pada saat penggunaan energi dari panel surya agar
tidak terjadi trip.

 SCC MPPT

Gambar 4. 10 SCC MPPT

SCC MPPT dipilih sebagai kontroler panel surya, sebab


ditinjau dari fungsi serta keakuratan yang dimiliki alat ini
cukup baik dibandingkan SCC PWM. Disamping harga yang
cukup menguras kantong, SCC MPPT ini terbilang layak
dijadikan sebagai kontroler pada instalasi panel surya.

 Inverter 1000 Watt

Gambar 4. 11 Inverter 1000 Watt


Daya puncak yang dihasilkan pada no 1 adalah 1000 Wp,
melihat nilai yang dihasilkan penulis memilih Inverter 1000
Watt untuk digunakan pada instalasi.

 Baterai Zhangzhou Huawei

Gambar 4. 12 Baterai Zhangzhou Huawei

Spesifikasi dari baterai Zhangzhuo Huawei ini cukup


menarik, pada floating use tegangan nya berkisar 13,5 V
hingga 13,8 V sedangkan pada cycle use berkisar 14,4 V
hingga 14,9 V dan pada arus nya berada pada nilai 15 A
hingga 37,5 A. Penggunaan baterai ini dapat disesuaikan
jumlahnya tergantung pada skema instalasi, apakah seri atau
paralel.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pada praktikum smartgrid yang telah dilaksanakan penulis dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut:

1. Energi terbarukan, PLTS menggunakan energi matahari, sumber


energi terbarukan yang tidak akan habis.
2. Otonomi energi, PLTS off-grid dengan baterai memungkinkan
otonomi energi, tidak tergantung pada jaringan listrik umum.
3. Penyediaan energi di daerah terpencil, PLTS cocok untuk
menyediakan listrik di daerah terpencil yang sulit dijangkau oleh
jaringan listrik konvensional.
4. Kapasitas panel surya, kapasitas panel surya mempengaruhi jumlah
energi yang dapat dihasilkan. Pemilihan kapasitas yang sesuai
dengan kebutuhan konsumsi energi sangat penting untuk
mengoptimalkan kinerja sistem.
5. Solar Charge Controller (SCC), SCC mengontrol pengisian baterai
dan memastikan perlindungan terhadap overcharge atau
overdischarge. Pemilihan antara SCC PWM dan SCC MPPT akan
memengaruhi performa pengumpulan energi dan keandalan sistem.
6. SCC PWM (Pulse Width Modulation)
 Kelebihan: biaya relatif lebih rendah, sederhana, dan cocok
untuk aplikasi dengan anggaran terbatas.
 Keterbatasan: tidak memiliki kemampuan pelacakan titik
daya maksimum secara dinamis, sehingga kurang efisien
dalam kondisi perubahan cahaya matahari atau suhu.
7. SCC MPPT (Maximum Power Point Tracking)
 Kelebihan: mampu mengoptimalkan produksi energi dengan
menyesuaikan operasinya sesuai dengan perubahan kondisi
lingkungan. Lebih efisien dan menghasilkan data yang lebih
akurat.
 Keterbatasan: biaya relatif lebih tinggi, tetapi sebanding
dengan peningkatan kinerja.

5.2 Saran
Saran dari penulis adalah Ketika melakukan pengujian sebaiknya dalam
keadaan cuaca yang cerah serta peralatan yang memumpuni, agar data yang
dihasilkan lebih akurat ketika pengumpulan data.

Anda mungkin juga menyukai