LP Pneumonia Ayu

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS DENGAN PASIEN

PNEUMONIA

OLEH :
AYU NIDIA
NIM : 11222073

PROGRAM STUDY PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PERTAMEDIKA

JAKARTA

2023
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI

Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu
infeksi. (Price, 2017). Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal
dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas
setempat. (Zul, 2017).

Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola


penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki dan
meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronko pneumonia terjadi
konsolidasi area berbercak. (Smeltzer,2018).

B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Hidung

Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi).Di dalamnya terdapat
bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke
dalam lubang hidung.
2. Faring

Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan
makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut
sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke
atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama
koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama
istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang
lubang esofagus).
3. Laring

Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra
servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat
ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri
dari tulang- tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi
laring.
4. Trakea

Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16
sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku
kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang
disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di
belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
5. Bronkus

Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang
terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa
dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan
ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari
pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih
panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2
cabang.
6. Alveoli

Alveolus adalah struktur anatomi yang memiliki bentuk berongga. Terdapat


pada parenkim paru-paru, yang merupakan ujung dari saluran pernapasan, di mana
kedua sisi merupakan tempat pertukaran udara dengan darah. Alveolus merupakan
anatomi yang hanya dimiliki oleh mamalia. Pada vertebrata sistem pertukaran gas
memiliki struktur yang berbeda. Membran alveolaris adalah permukaan tempat
terjadinya pertukaran gas. Darah yang kaya karbon dioksida dipompa dari seluruh
tubuh ke dalam pembuluh darah alveolaris, di mana, melalui difusi, ia melepaskan
karbon dioksida dan menyerap oksigen.
7. Paru – paru
Paru-paru ada dua, merupakan alat pernfasan utama. Paru-paru mengisi rongga dada.
Terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh jantung beserta
pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam media stinum.
Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks ( puncak ) diatas dan
sedikit muncul lebih tinggi dari pada clavikula didalam dasar leher. Pangkal paru-
paru duduk diatas landae rongga thoraks,diatas diafraghma. Paru-paru mempunyai
permukaan luar yang menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memutar tampuk
paruparu, sisi belakang yang menyentuh tulang belakang,dan sisi depan yang
menutup sebagian sisi depan jantung.Paru- paru dibagi menjadi beberapa belahan
atau lobus oleh fisura. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua
lobus. Setiap lobus tersusun atas lobula. Jaringan paruparu elastis,berpori, dan seperti
spons.

C. ETIOLOGI

Menurut Nugroho.T (2017), pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam- macam etiologi
seperti:

1. Bakteri : stapilococus, sterptococus, aeruginosa

2. Virus : virus influenza, dll

3. Micoplasma pneumonia

4. Jamur : candida albicans

5. Benda asing

Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya pneumonia ialah daya tahan tubuh yang
menurun misalnya akibat Malnutrisi Energi Protein (MEP), penyakit menahun, trauma
pada paru, anestesia, aspirasi, dan pengobatan dengan antibiotik yang tidak sempurna

(Ngastiyah, 2017).

D. KLASIFIKASI

Menurut Nurarif (2018), klasifikasi pneumonia terbagi berdasarkan anatomi dan etiologi
dan berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui usia :

1. Pembagian Anatomis

a. Pneumonia lobularis, melibatseluruh atau suatu bagian besar dari satu atau lebih
lobus paru. Bila kedua paru terkena maka dikenal sebagai pneumonia bilateral
atau ganda.

b. Pneumonia lobularis ( bronkopneumonia ) terjadi pada ujung akhir bronkiolus


yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsulidasi
dalam lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia lobularis.

c. Pneumonia interstitial ( bronkiolitis ), proses inflamasi yang terjadi di dalam


dinding alveolar ( interstinium )dan jaringan peribronkial serta interlobular.

2. Pembafian etiologis

a. Bakteria : diploccocus pneunomia, pneumococcus, streptokokus emolytikus,


streptococcus aureus, hemophilus infuinzae, bacilus friedlander, mycobacterium
tuberculosis.

b. Virus : respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus.

c. Jamur : hitoplasma capsulatum, cryptococus neuroformans, blastornyces


dermatitides.

d. Aspirasi : kerosene ( bensin, minyak tanah ), cairan amnion, benda asing.

e. Pneumonia hipostatik

f. Sindrom loeffler

E. PATOFISIOLOGI

Merupakan inflamasi paru yang ditandai dengan konsulidasi karena eksudat yang mengisi
elveoli dan brokiolus. Saat saluran nafas bagian bawah terinfeksi, respon inflamasi normal
terjadi, disertai dengan jalan obstruksi nafas (Terry & Sharon, 2013).

Sebagian besar pneumoni didapat melalui aspirasi partikel inefektif seperti menghirup bibit
penyakit di udara. Ada beberapa mekanisme yang pada keadaan normal melindungi paru
dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi dihidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh
mukus dan epitel bersilia disaluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paruparu ,
partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme
imun sistemik dan humoral.

Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu mekanisme pertahanan dan
organisme dapat mencapai traktus respiratorius terbawah melalui aspirasi maupun rute
hematologi. Ketika patogen mencapai akhir bronkiolus maka terjadi penumpahan dari
cairan edema ke alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah besar. Kemudian makrofag bergerak
mematikan sel dan bakterial debris. Sisten limpatik mampu mencapai bakteri sampai darah
atau pleura viseral. Jaringan paru menjadi terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan
paru menurun dan aliran darah menjadi terkonsolidasi, area yang tidak terventilasi menjadi
fisiologis right- to-left shunt dengan ventilasi perfusi yang tidak pas dan menghasilkan
hipoksia. Kerja jantung menjadi meningkat karena penurunan saturasi oksigen dan
hiperkapnia (Nugroho.T, 2011).
F. PATHWAY
Pneumonia

Breathing Blood Brain Bladder Bowel Bone

Infeksi bakteri, Proses Pelepasan Proses Proses Suplai O2 tidak


virus inflamasi neurotransmitter inflamasi inflamasi adekuat
( histamine,
Menstimulasi sel bradikinin, Menghilangnya Hepato-
Kerja sel goblet Penurunan
host inflamasi prostaglandin ) plasma melalui splenomegali
meningkat kebutuhan
( seperti endotel dinding O2, nutrisi
mikrofag, Berikatan dengan pembuluh darah
neutrophil ) Mendesak
Produksi sputum reseptor nyeri Metabolisme
lambung
meningkat menurun
Kebocoran plasma
Demam Impuls nyeri ( ke extravaskuler ) HCL ↑
Akumulasi di jalan masuk ke thalamus Lemah, pusing,
nafas
Hipertermi Peningkatan Mual muntah, frekuensi nadi dan
Nyeri Akut sirkulasi ke ginjal nafsu makan ↓ pernapasan ↑
Dispnea

Hipovolemi Kurangnya Intoleransi


asupan makanan Aktivitas
Bersihan Gangguan
Jalan Nafas Pertukaran
Tidak Defisit Nutrisi
G. MANIFESTASI KLINIS ( TANDA GEJALA )

Gambaran klinis pneumonia bervariasi, respon sitemik tubuh terhadap infeksi, agen
etiologi, tingkat keterlibatan paru, dan obstruksi jalan napas. Tanda dan gejala yang di
alami antara lain : takipnea, demam, dan batuk disertai penggunaan otot bantu nafas dan
suara nafas abnormal (Terry & Sharon, 2017).

Adanya etiologi seperti jamur dan inhalasi mikroba ke dalam tubuh manusia melalui udara,
aspirasi organisme, hematogen dapat menyebabkan reaksi inflamasi hebat sehingga
membran paru-paru meradang dan berlobang. Dari reaksi inflamasi akan timbul panas,
anoreksia, mual, muntah serta nyeri pleuritis. Selanjutnya RBC, WBC dan cairan keluar
masuk alveoli sehingga terjadi sekresi, edema dan bronkospasme yang menimbulkan
manifestasi klinis dyspnoe, sianosis dan batuk, selain itu juga menyebabkan adanya partial
oklusi yang akan membuat daerah paru menjadi padat (konsolidasi). Konsolidasi paru
menyebabkan meluasnya permukaan membran respirasi dan penurunan rasio ventilasi
perfusi, kedua hal ini dapat menyebabkan kapasitas difusi menurun dan selanjutnya terjadi
hipoksemia.

Dari penjelasan diatas masalah yang muncul yaitu: hipertermi, perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh, bersihan jalan nafas tidakk efektif, gangguan pola tidur, pola nafas
tak efekif dan intoleransi aktivitas.

H. KOMPLIKASI

Menurut Mutaqin (2018), komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pneumonia
adalah:

1. Pleurisi

2. ARDS

3. Atelektasis

4. Empiema
5. Abses paru

6. Edema pulmonary

7. Infeksi super perikarditis

8. Meningitis

9. Arthritis

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Mutaqin (2018), pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada orang
dengan masalah pneumonia adalah:

1. Sinar X : mengidentifikasikan distribusi struktural ( misal : labor, bronchial ), dapat


juga menyatakan abses

2. Pemeriksaan gram / kultur, sputum dan darah : untuk dapat mengidentifikasi


semua organisme yang ada

3. Pemeriksaan serologi : membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus

4. Pemeriksaan fungsi paru : untuk mengetahui paru – paru, menetapkan luas


berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan

5. Biopsi paru : untuk menetapkan diagnosis

6. Spirometrik static : untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi

7. Bronlostopi : untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing

J. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan kasus pneumonia menurut Mutaqin (2008) antara lain:


1. Manajemen Umum
a. Humidifikasi : humidifier atau nebulezer jika sekret yang kental dan berlebihan
b. Oksigenasi : jika pasien memiliki PaO2
c. Fisioterapi : berperan dalam mempercepat resolusi pneumonia pasti, pasien harus
didorong setidaknya untuk batuk dan bernafas dalam untuk
memaksimalkan kemampuan ventilator

d. Hidrasi : pemantauan asupan dan keluaran, cairan tambahan


untuk mempertahankan hidrasi dan mencairkan sekresi

2. Operasi thoracentesis dengan tabung penyisipan dada : mungkin diperlukan


jika masalah sekunder seperti empiema terjadi

3. Terapi obat pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena
hal itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya : Penicillin G
untuk infeksi pneumonia staphylococcus, amantadine, rimantadine untuk infeksi
pneumonia virus, eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin untuk infeksi pneumonia.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Anamnesis

Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang


dikumpulkan atau di kaji meliputi :

a. Identitas Pasien

Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi,
pekerjaan pasien, dan nama penanggung jawab.

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama

2) Riwayat Penyakit Sekarang

3) Riwayat Kesehatan Lalu

c. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum

Pemeriksaan fisik harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan umum yang
mencakup, kesan keadaan sakit, termasuk fasies & posisi pasien, kesadaran,
kesan status gizi

2) Tanda – Tanda Vital

a) Tekanan darah : pasien normal memiliki riwayat tekanan darah


dengan tekanan systole > 120 dan diastole > 80 mmHg
b) Nadi : pasien normal memiliki 60-100 x/menit
c) Pernapasan : pasien normal berkisar 16-20 x/menit
d) Suhu tubuh : pada pasien normal berkisar 36,1-37 0C
3) Pemeriksaan Head To Toe

a) Pemeriksaan Kepala
 Kepala : Pada umumnya bentuk kepala pada pasien normal simetris
 Rambut : Pada umumnya tidak ada kelainan pada rambut pasien
 Wajah : Biasanya pada wajah pasien normal nampak simetris
b) Pemeriksaan Integumen
 Kulit : Biasanya pada klien yang kekurangan O2 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan
jelek.
 Kuku : Biasanya pada pasien Pneumonia ini capilarry refill timenya
<3 detik bila ditangani secara cepat dan baik
c) Pemeriksaan Dada
Pada inspeksi biasanya didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan
frekuensi pernafasan. Pada auskultasi biasanya terdengar bunyi nafas
tambahan seperti ronchi pada klien dengan peningkatan produksi sekret.
d) Pemeriksaan Abdomen
Pada klien Pneumonia apakah didapatkan distensi pada abdomen, terdapat
penurunan peristaltik usus, dan kadang-kadang perut klien terasa kembung
yang di akibatkan tekanan pada abdomen karena peradangan.
e) Pemeriksaan Genitalia
Biasanya klien Pneumonia kebersihan pada genitalianya cukup kurang
karena terbatasnya aktivitas. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi
intermiten dengan teknik steril.

2. Pengkajian Primer

a. Airway

Kaji kepatenan jalan nafas, apakah terdapat sekret dijalan nafas (sumbatan jalan
nafas) atau ada bunyi nafas tambahan.

b. Breating

Kaji distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, menggunakan otot-otot asesoris


pernafasan, pernafasan cuping hidung, kesulitan bernafas : lapar udara, diaphoresis,
dan sianosis, pernafasan cepat dan dangkal.

c. Circulation

Kaji heart rate, tekanan darah, kekuatan nadi, capillary refill, akral, suhu tubuh,
warna kulit, kelembaban kulit, perdarahan eksternal jika ada.

d. Dissability

Berisi pengkajian kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS), ukuran dan reaksi
pupil, pada kondisi yang berat dapat terjadi asidosis metabolic sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran.

e. Exposure

Berisi pengkajian terhadap suhu serta adanya injury atau kelainan lain, kondisi
lingkungan yang ada disekitar pasien.

B. Diangnosa Keperawatan

1. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru

2. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas

3. Hipertermia berhungan dengan proses inflamasi alveoli

C. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan ( kriteria hasil ) Intervensi

1. Gangguan Pertukaran Gas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas


keperawatan diharapkan
Observasi :
pertukaran gas klien
1. Monitor pola nafas (
kembali membaik, dengan
frekuensi, kedalaman, usaha
kriteria hasil :
nafas )
1. Ventilasi meningkat 2. Monitor bunyi nafas
tambahan ( mis.
2. Tekanan ekspirasi
Gurgling, mengi,
meningkat
whezzing, ronkhi kering )
3. Tekanan inspirasi
3. Monitor sputum
meningkat
( jumlah, warna, aroma )
4. Dispnea menurun
4. Monitor adanya produksi
5. Penggunaan otot
sputum
bantu nafas menurun
5. Monitor adanya sumbatan
6. Frekuensi nafas
jalan nafas
membaik
6. Auskultasi bunyi nafas
7. Kedalaman nafas
7. Monitor saturasi oksigen
membaik
8. Monitor nilai AGD
8. Pemanjangan fase
ekspirasi menurun 9. Monitor nilai X- ray torhaks

Terapeutik :

1. Pertahankan kepatenan
jalan nafas dengan head-tilt
dan chin-lift ( jawthrust
jika curiga trauma servikal
)

2. Posisikan semi fowler atau


fowler

3. Berikan minum hangat

4. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu

5. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal

7. Berikan oksigen, jika perlu

8. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan forsep
megill

9. Atur interval pemantauan


respirasi sesuai kondisi
pasien

Edukasi :

1. Anjurkan asupan cairan


2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi

2. Ajarkan teknik batuk

efektif Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
2. Bersihan Jalan Nafas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas
Tidak Efektif keperawatan diharapkan
Observasi :
bersihan jalan nafas klien
1. Monitor pola nafas (
kembali membaik dengan
frekuensi, kedalaman,
kriteria hasil :
usaha nafas )
1. Batuk efektif
2. Monitor bunyi nafas
meningkat
tambahan ( mis.
2. Produksi sputum
Gurgling, mengi,
menurun
whezzing, ronkhi
kering )
3. Wheezing ( pada
neonatus ) menurun 3. Monitor sputum
( jumlah, warna, aroma )
4. Dispnea menurun
4. Monitor adanya produksi
5. Ortopnea menurun
sputum
6. Sulit berbicara
5. Monitor adanya sumbatan
menurun
jalan nafas
7. Sianosis menurun
6. Auskultasi bunyi nafas
8. Gelisah menurun
7. Monitor saturasi oksigen
9. Frekuensi nafas
8. Monitor nilai AGD
membaik
9. Monitor nilai X- ray torhaks
10. Pola nafas membaik
Terapeutik :

1. Pertahankan kepatenan
jalan nafas dengan head-tilt
dan chin-lift ( jawthrust
jika curiga trauma servikal
)

2. Posisikan semi fowler atau


fowler

3. Berikan minum hangat

4. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu

5. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik

6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Berikan oksigen, jika perlu

8. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan forsep
megill

9. Atur interval pemantauan


respirasi sesuai kondisi
pasien

Edukasi

1. Anjurkan asupan cairan


2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi

2. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

3. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Manajemen


keperawatan diharapkan Hipertermia Observasi :
suhu tubuh klien membaik,
1. Identifikasi penyebab
dengan kriteria hasil :
hipertermia ( mis.
1. Suhu tubuh Dehidrasi, terpapar
membaik lingkungan panas,
penggunaan inkubator )
2. Pengisian 2. Monitor suhu tubuh
kapiler
3. Monitor kadar elektrolit
membaik
4. Monitor haluaran urine
3. Pucat
5. Monitor komplikasi akibat
menurun
hipertermia
4. Suhu kulit
Terapeutik
membaik
1. Sediakan lingkungan yang
5. Menggigil
dingin
menurun
2. Longgarkan atau lepaskan
pakaian

3. Basahi dan kipasi


permukaan tubuh

4. Berikan cairan oral

5. Ganti linen setiap hari atau


lebih sering jika mengalami
hyperhidrosis ( keringat
berlebihan )

6. Lakukan pendinginan
eksternal ( mis. Selimut
hipotermia, atau kompres
dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila )

7. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin

8. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi
1. Anjurkan tirah baring

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian cairan


dan elektrolit intravena, jika
perlu

D. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah tahap keempat yang merupakan tahap


pelaksanaan dari berbagai tindakan keperawatan yang telah direncanakan. Dalam
tahap implementasi keperawatan, petugas kesehatan harus sudah memahami
mengenai tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien. Suatu koordinasi dan
kerja sama sangatlah penting untuk dijaga dalam tahap implementasi keperawatan
sehingga ketika terjadi hal yang tidak terduga, maka petugas kesehatan akan
berkoordinasi dengan petugas kesehatan yang lainnya untuk saling bekerjasama
dalam pemecahan masalah. Tahap implementasi keperawatan dilakukan untuk
melaksanakan tindakan yang telah direncanakan guna membantu mengatasi
masalah yang dialami pasien (Prabowo, 2018).

E. Evaluasi

Tahap evaluasi keperawatan ini dapat menilai sejauh mana keberhasilan yang
dicapai dan seberapa besar kegagalan yang terjadi. Dari hasil evaluasi, tenaga
kesehatan dapat menilai pencapaian dari tujuan serta dari hasil evaluasi ini, tenaga
kesehatan akan menjadikan hasil evaluasi ini sebagai bahan koreksi dan catatan
untuk perbaikan tindakan yang harus dilakukan (Prabowo, 2018).
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi Dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
PPNI.

Dinas Kesehatan. 2016. Pneumonia: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor


Risiko Penularan. Profil Kesehatan Kota Samarinda : Kalimantan Timur.
Rahayu, Y., dkk. 2017. Analisa Partisipasi Kader Jumantik Dalam Upaya
Penanggulangan Pneumonia Di Wilayah Kerja Puskesmas Indralaya.
Puskesmas Cempaka : Lampung Utara.
Soedarto. (2012). Pneumonia. Jakarta : Sagung Seto.

Susilaningrum, R. (2013). Asuhan Keperawtan Bayi dan Anak untu Perawat


dan Bidan Edisi 2. Jakarta : Salema Medika.
Yuliastati ,dkk. 2016. Modul bahan ajar : Keperawatan anak. Jakarta selatan.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu


keperawatan.Jakarta: salemba Medika.

World Health Organization (WHO). 2015. Pneumonia. Http://www.who.int/


csr/disease/bacteria/impact/en/. diakses 25 November

Anda mungkin juga menyukai