LP Pneumonia Ayu
LP Pneumonia Ayu
LP Pneumonia Ayu
PNEUMONIA
OLEH :
AYU NIDIA
NIM : 11222073
PERTAMEDIKA
JAKARTA
2023
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu
infeksi. (Price, 2017). Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal
dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas
setempat. (Zul, 2017).
B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi).Di dalamnya terdapat
bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke
dalam lubang hidung.
2. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan
makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut
sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke
atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama
koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama
istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang
lubang esofagus).
3. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra
servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat
ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri
dari tulang- tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi
laring.
4. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16
sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku
kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang
disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di
belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
5. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang
terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa
dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan
ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari
pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih
panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2
cabang.
6. Alveoli
C. ETIOLOGI
Menurut Nugroho.T (2017), pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam- macam etiologi
seperti:
3. Micoplasma pneumonia
5. Benda asing
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya pneumonia ialah daya tahan tubuh yang
menurun misalnya akibat Malnutrisi Energi Protein (MEP), penyakit menahun, trauma
pada paru, anestesia, aspirasi, dan pengobatan dengan antibiotik yang tidak sempurna
(Ngastiyah, 2017).
D. KLASIFIKASI
Menurut Nurarif (2018), klasifikasi pneumonia terbagi berdasarkan anatomi dan etiologi
dan berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui usia :
1. Pembagian Anatomis
a. Pneumonia lobularis, melibatseluruh atau suatu bagian besar dari satu atau lebih
lobus paru. Bila kedua paru terkena maka dikenal sebagai pneumonia bilateral
atau ganda.
2. Pembafian etiologis
e. Pneumonia hipostatik
f. Sindrom loeffler
E. PATOFISIOLOGI
Merupakan inflamasi paru yang ditandai dengan konsulidasi karena eksudat yang mengisi
elveoli dan brokiolus. Saat saluran nafas bagian bawah terinfeksi, respon inflamasi normal
terjadi, disertai dengan jalan obstruksi nafas (Terry & Sharon, 2013).
Sebagian besar pneumoni didapat melalui aspirasi partikel inefektif seperti menghirup bibit
penyakit di udara. Ada beberapa mekanisme yang pada keadaan normal melindungi paru
dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi dihidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh
mukus dan epitel bersilia disaluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paruparu ,
partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme
imun sistemik dan humoral.
Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu mekanisme pertahanan dan
organisme dapat mencapai traktus respiratorius terbawah melalui aspirasi maupun rute
hematologi. Ketika patogen mencapai akhir bronkiolus maka terjadi penumpahan dari
cairan edema ke alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah besar. Kemudian makrofag bergerak
mematikan sel dan bakterial debris. Sisten limpatik mampu mencapai bakteri sampai darah
atau pleura viseral. Jaringan paru menjadi terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan
paru menurun dan aliran darah menjadi terkonsolidasi, area yang tidak terventilasi menjadi
fisiologis right- to-left shunt dengan ventilasi perfusi yang tidak pas dan menghasilkan
hipoksia. Kerja jantung menjadi meningkat karena penurunan saturasi oksigen dan
hiperkapnia (Nugroho.T, 2011).
F. PATHWAY
Pneumonia
Gambaran klinis pneumonia bervariasi, respon sitemik tubuh terhadap infeksi, agen
etiologi, tingkat keterlibatan paru, dan obstruksi jalan napas. Tanda dan gejala yang di
alami antara lain : takipnea, demam, dan batuk disertai penggunaan otot bantu nafas dan
suara nafas abnormal (Terry & Sharon, 2017).
Adanya etiologi seperti jamur dan inhalasi mikroba ke dalam tubuh manusia melalui udara,
aspirasi organisme, hematogen dapat menyebabkan reaksi inflamasi hebat sehingga
membran paru-paru meradang dan berlobang. Dari reaksi inflamasi akan timbul panas,
anoreksia, mual, muntah serta nyeri pleuritis. Selanjutnya RBC, WBC dan cairan keluar
masuk alveoli sehingga terjadi sekresi, edema dan bronkospasme yang menimbulkan
manifestasi klinis dyspnoe, sianosis dan batuk, selain itu juga menyebabkan adanya partial
oklusi yang akan membuat daerah paru menjadi padat (konsolidasi). Konsolidasi paru
menyebabkan meluasnya permukaan membran respirasi dan penurunan rasio ventilasi
perfusi, kedua hal ini dapat menyebabkan kapasitas difusi menurun dan selanjutnya terjadi
hipoksemia.
Dari penjelasan diatas masalah yang muncul yaitu: hipertermi, perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh, bersihan jalan nafas tidakk efektif, gangguan pola tidur, pola nafas
tak efekif dan intoleransi aktivitas.
H. KOMPLIKASI
Menurut Mutaqin (2018), komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pneumonia
adalah:
1. Pleurisi
2. ARDS
3. Atelektasis
4. Empiema
5. Abses paru
6. Edema pulmonary
8. Meningitis
9. Arthritis
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Mutaqin (2018), pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada orang
dengan masalah pneumonia adalah:
J. PENATALAKSANAAN MEDIS
3. Terapi obat pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena
hal itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya : Penicillin G
untuk infeksi pneumonia staphylococcus, amantadine, rimantadine untuk infeksi
pneumonia virus, eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin untuk infeksi pneumonia.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesis
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi,
pekerjaan pasien, dan nama penanggung jawab.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Pemeriksaan fisik harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan umum yang
mencakup, kesan keadaan sakit, termasuk fasies & posisi pasien, kesadaran,
kesan status gizi
a) Pemeriksaan Kepala
Kepala : Pada umumnya bentuk kepala pada pasien normal simetris
Rambut : Pada umumnya tidak ada kelainan pada rambut pasien
Wajah : Biasanya pada wajah pasien normal nampak simetris
b) Pemeriksaan Integumen
Kulit : Biasanya pada klien yang kekurangan O2 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan
jelek.
Kuku : Biasanya pada pasien Pneumonia ini capilarry refill timenya
<3 detik bila ditangani secara cepat dan baik
c) Pemeriksaan Dada
Pada inspeksi biasanya didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan
frekuensi pernafasan. Pada auskultasi biasanya terdengar bunyi nafas
tambahan seperti ronchi pada klien dengan peningkatan produksi sekret.
d) Pemeriksaan Abdomen
Pada klien Pneumonia apakah didapatkan distensi pada abdomen, terdapat
penurunan peristaltik usus, dan kadang-kadang perut klien terasa kembung
yang di akibatkan tekanan pada abdomen karena peradangan.
e) Pemeriksaan Genitalia
Biasanya klien Pneumonia kebersihan pada genitalianya cukup kurang
karena terbatasnya aktivitas. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi
intermiten dengan teknik steril.
2. Pengkajian Primer
a. Airway
Kaji kepatenan jalan nafas, apakah terdapat sekret dijalan nafas (sumbatan jalan
nafas) atau ada bunyi nafas tambahan.
b. Breating
c. Circulation
Kaji heart rate, tekanan darah, kekuatan nadi, capillary refill, akral, suhu tubuh,
warna kulit, kelembaban kulit, perdarahan eksternal jika ada.
d. Dissability
Berisi pengkajian kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS), ukuran dan reaksi
pupil, pada kondisi yang berat dapat terjadi asidosis metabolic sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran.
e. Exposure
Berisi pengkajian terhadap suhu serta adanya injury atau kelainan lain, kondisi
lingkungan yang ada disekitar pasien.
B. Diangnosa Keperawatan
2. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas
C. Intervensi Keperawatan
Terapeutik :
1. Pertahankan kepatenan
jalan nafas dengan head-tilt
dan chin-lift ( jawthrust
jika curiga trauma servikal
)
4. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
8. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan forsep
megill
Edukasi :
efektif Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
2. Bersihan Jalan Nafas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas
Tidak Efektif keperawatan diharapkan
Observasi :
bersihan jalan nafas klien
1. Monitor pola nafas (
kembali membaik dengan
frekuensi, kedalaman,
kriteria hasil :
usaha nafas )
1. Batuk efektif
2. Monitor bunyi nafas
meningkat
tambahan ( mis.
2. Produksi sputum
Gurgling, mengi,
menurun
whezzing, ronkhi
kering )
3. Wheezing ( pada
neonatus ) menurun 3. Monitor sputum
( jumlah, warna, aroma )
4. Dispnea menurun
4. Monitor adanya produksi
5. Ortopnea menurun
sputum
6. Sulit berbicara
5. Monitor adanya sumbatan
menurun
jalan nafas
7. Sianosis menurun
6. Auskultasi bunyi nafas
8. Gelisah menurun
7. Monitor saturasi oksigen
9. Frekuensi nafas
8. Monitor nilai AGD
membaik
9. Monitor nilai X- ray torhaks
10. Pola nafas membaik
Terapeutik :
1. Pertahankan kepatenan
jalan nafas dengan head-tilt
dan chin-lift ( jawthrust
jika curiga trauma servikal
)
4. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Berikan oksigen, jika perlu
8. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan forsep
megill
Edukasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
6. Lakukan pendinginan
eksternal ( mis. Selimut
hipotermia, atau kompres
dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila )
7. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
D. Implementasi
E. Evaluasi
Tahap evaluasi keperawatan ini dapat menilai sejauh mana keberhasilan yang
dicapai dan seberapa besar kegagalan yang terjadi. Dari hasil evaluasi, tenaga
kesehatan dapat menilai pencapaian dari tujuan serta dari hasil evaluasi ini, tenaga
kesehatan akan menjadikan hasil evaluasi ini sebagai bahan koreksi dan catatan
untuk perbaikan tindakan yang harus dilakukan (Prabowo, 2018).
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi Dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
PPNI.