Judul Cerpen
Judul Cerpen
Judul Cerpen
Suatu hari aku bertemu dengan dia di hari yang indah, dimana hari itu adalah hari pertama masuk
sekolah. Kami bertemu di suatu tempat tak sengaja berpapasan dan saling melirik, aku pun tak tahu
bagaimana perasaanku padanya saat itu. Aku hanya mengira hari itu merupakan pertemuan terakhir
ku dengannya.
Tetapi ternyata saat mamasuki kelas aku melihat dia, tidak menyangka aku bertemu dengan nya lagi.
Benar, ternyata kami satu kelas.
Aku sangat senang karena dengan begitu aku dapat bertemu dengan nya setiap hari. Hanya saja aku
dan dia lebih sering berkomunikasi lewat chat di WhatsApp.
Tiga tahun berlalu dengan perasaan yang masih terpendam pada nya, Tibalah dimana hari kelulusan
tiba. kebahagiaan seolah bergema di setiap sudut sekolah itu. Saya hanya bisa melihat kebahagiaan
dalam tiap jengkalnya.
Tawa dan peluk yang akrab ada dimana-mana. Jadi, hari ini memang hari kelulusan kami! lya, kami!
Murid-murid kelas tiga sekolah ini!
Aku mengawali langkah dari pintu kelasku menuju keramaian.
Dengan tangan yang memegang handphone dan mata yang mencari-cari, aku mulai mengelilingi
pekarangan sekolah dimana sekarang semua murid kelas tiga berkumpul di lapangan dengan
keceriaan anak TK.
Mataku mengawasi, aku memang sedang mencari seseorang. Ada orang yang harus kutemui untuk
terakhir kali. Kalau tidak, aku mungkin akan menyesalinya terus-menerus.
Tapi baru beberapa saat kaki ini melangkah, tiba-tiba seorang teman akrab mencegatku. Dia
menabrak dan memelukku.
"Kita bakal pisah," rengeknya. Aku sembunyikan sedihku dalam senyum kecil dan pelukan untuknya.
"Jangan ngomongin mau pisah dong kita kan cuma boleh bahagia hari ini." Teman-teman akrab yang
lain menghampiri kami.
Aku memperhatikan satu per satu wajah dengan teliti Mereka ini, sosok teman-teman yang hanya
akan ku temui di sekolah ini, Sekolah Menengah Atas itu adalah tempat seceria taman bermain.
Disitulah aku mengenal banyak hal-hal menakjubkan. Ada impian, cita-cita, persahabatan dan topik
yang tidak pernah tinggal itu, cinta! Semua hal-hal menyenangkan itu membuatku merasa seperti
sedang menaiki sebuah roller coaster. Aku diajak untuk takut, tertawa, puas dan lega.
Orang yang paling ingin ku jumpai terakhir kali itu justru belum menunjukkan batang hidungnya.
Orang itu adalah orang yang selama ini telah mengindahkan masa SMA ku.
Orang yang meminjamkan jaketnya pada ku ketika aku kedinginan, orang yang selalu aku
khawatirkan jika dia sendiri diantara keramaian, yang hanya cukup berjalan di hadapanku untuk
membuat aku teramat suka melihat punggungnya. Bahkan yang pernah membuat pikiranku kacau
berhari-hari hanya karena sebuah status di jejaring sosialnya.
Dan saat tawaku kembali berderai itulah, mataku menangkap pantulan dirinya. Iya, Dia disana. Tidak
jauh dariku. Mungkin hanya terpisah 4 meter.
Aku terdiam cukup lama. Meresapi kekagumanku pada dirinya. Ah, sebentar lagi akan berpisah.
Seorang teman akrab menghampiri ku.
“Samperin sana.” Dia menyenggol bahuku. Aku terkejut, kemudian meliriknya.
“Semangat!” Teman itu mengepalkan tangannya, menunjukkan dukungan padaku.
Aku dapat merasakan senyumannya. Aku tidak peduli lagi Dia mengerti maksud ucapanku atau
tidak, dia GR(rasa gede) atau bagaimana, yang Aku mengerti hanya bisa saja kata-kataku tadi itu
benar.
Aku meminta tolong pada teman ku untuk mengambil gambar kami berdua.Dia pun berdiri di
samping ku, seketika Aku mengingat pertemuan awal ku dengan nya.
Aku tersenyum. Hanya ingin sekedar menikmati momen ini sendirian dalam diam. Biar hatiku
berpesta pora sejenak, sebelum ditikam sedihnya perpisahan.
Detik-detik Dia berdiri di sampingku adalah detik-detik yang paling menyenangkan. Bagaimana tidak
ini adalah saat pertama kami dapat berfoto bersama, dan Aku bisa merasakan bagaimana Dia
tersenyum bahagia disampingku.
Tapi setidaknya, aku punya kesempatan untuk menunjukkan aku pernah ada di satu masa hidupnya.
Aku memang harus merasa cukup dengan hal itu.
Dia tersenyum padaku entah untuk keberapa kalinya. Senyum yang selalu menjadi favoritku. Akan
kusimpan baik-baik senyum terakhir ini.
Dia mengulurkan tangan, "Semoga sukses!"
Aku membalas uluran tangannya, genggaman tangan terakhir, "Ya, kamu juga. Semoga
sukses."Kedua tangan pun berpisah.
Selesai