Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Historical,Normative And Actual Dimensions in the principle of “Believe in


one Almighty God”

Dimensi Historis, Normative dan Aktualitas dalam Sila “ketuhanan yang


maha esa”

(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila)

Dosen Pengampu:
Yoga Irama, M. Ag.
Penyusun:
1. Achasanun Ni’am 07010123001
2. Achmad Rifki Ibnu Maulana 07010123002

AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
2023
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
makalah “Historical,Normative And Actual Dimensions in the
principle of “Believe in one Almighty God”: Dimensi Historis,
Normative dan Aktualitas dalam Sila “ketuhanan yang maha esa””.
Sholawat dan salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada junjungan kita
Rasulullah Muhammad SAW. Karena telah membawa kita dari zaman jahiliyyah
menuju zaman yang terang benderang yakni addinul islam wal iman.

Penulis menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari
berbagai bantuan pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penlis menghanturkan rasa
hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
membantu dalam pembuatan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam proses
penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun demikian, penulis
telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga
dapat selesai dengan baik. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati dan dengan
tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah
ini. Akhirnya kami selaku penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi seluruh pembaca. Sekian dari kami kurang lebihnya mohon maaf.
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

BAB II : PEMBAHASAN

A. Dimensi Historis dalam Sila ketuhanan yang maha esa

B. Dimensi Normatif dalam Sila Ketuhanan yamg maha esa

C. Dimensi aktual dalam Sila ketuhanan yang maha esa

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulam

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

A. LATAR BELAKANG

Pancasila adalah lima dasar luhur yang ada dan berkembang bersama
dengan bangsa Indnesia sejak dulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa yang
saling berhubungan. Hal ini berarti bahwa semua aktivitas manusia pada masa
lampau berkaitan dengan kehidupan masa sekarang untuk mewujudkan masa
depan yang berbeda dengan yang sebelumnya.

Pancasila sebagai dasar Negara mempunyai arti yaitu mengatur


penyelenggaraan pemerintahan. Konsekuensi dari hal tersebut menyebabkan
Pancasila dijadikan sumber dari segala hukum dan menempatkan pancasila sebagai
dasar negara yang mempunyai nila-nilai dan perundang-undangan yang berlaku.

Negara Indonesia juga di bangun berdasrakan suatu landasan atau


pijakan yaitu Pancasila. Pancasila dalam fungsinya merupakan sumber kaidah
hukum yang mengatur Negara Republik Indonesia, termasuk didalam unsur-
unsurnya yaitu: pemerintah, wilyah, dan rakyat.

Di era globalisasi menuntut adanya berbagai perubahan. Demikian


juga bangsa Indonesia pada saat ini terjadi perubahan besar-besaran yang
disebabkan oleh pengaruh dari luar maupun dari dalam negeri. Kesemuanya di atas
memerlukan kemampuan warga Negara yang mempunyai bekal ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni yang berlandaskan pada nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai
budaya bangsa.
B. RUMUSAN MASALAH
1) Bagaimana dimensi historis dalam Sila pertama?
2) Bagaimana dimensi normatif dalam Sila pertama?
3) Bagaimana dimensi aktual dalam Sila pertama?

C. TUJUAN
1) Untuk mengetahui Sila pertama dalam segi dimensi historis
2) Untuk mengetahui Sila pertama dalam segi dimensi normatif
3) Untuk mengetahui Sila pertama dalam segi dimensi aktual
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dimensi historis dalam Sila pertama Ketuhanan yang maha esa

Sejarah adalah makna sosial itu sendiri, yang dengannya perkembangan dan perubahan
masyarakat bertolak, sebagaimana pandangan pakar sejarah kenamaan Indonesia Kuntowidjojo
(2001), fungsi dan manfaat sejarah ini, ditulis secara detail oleh ahli sejarah Kuntowidjojo dalam
bukunya berjudul Pengantar Ilmu Sejarah. Melalui pembacaan sejarah sebuah bangsa akan
memperboleh motivasi dalam berbangsa dari pendahulunya sehingga sejarah bangsa merupakan
penompang moralitas etika berbangsa para generasi baru.

Bahkan yang lebih dahsyat dari itu,melalui membaca sejarah bangsanya, sejarah
negaranya,sejarah para pendiri bangsa, akan membuka pemahaman dan memahami peristiwa
masa lalu, dan dengan pemahaman itu para generasi penerus akan tergugah kesadaran sejarahnya
yang bersifat kolektif,yaitu bentuk pengalaman bersama sebagai ungkapan reaksi mereka kepada
situasi dalam peristiwa sosial, politik, ekonomi, kebudayaan dari masa ke masa.

Nilai-nilai Pancasila sudah ada dalam adat istiadat, kebudayaan, dan agama yang
berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak zaman kerajaan dahulu. Misalnya, sila
Ketuhanan sudah ada pada zaman dahulu, meskipun dalam praktik pemujaan yang beraneka
ragam, tetapi pengakuan tentang adanya Tuhan sudah diakui. Dalam of Philosophy disebutkan
beberapa unsur yang ada dalam agama, seperti kepercayaan kepada. kekuatan supranatural,
perbedaan antara yang sakral dan yang profan, tindakan ritual pada objek sakral, sembahyang
atau doa sebagai bentuk komunikasi kepada Tuhan, takjub sebagai perasaan khas keagamaan,
tuntunan moral diyakini dari Tuhan, konsep hidup di dunia dihubungkan dengan Tuhan,
kelompok sosial seagama dan seiman.

Dalam kontek sejarah berketuhanan di indonesia, keyakinan dan cara berpikir


masyarakatnya tentang tuhan mengalami dialektika panjang dan melahirkan berbagai varian
teologi agama yang prural.kepercayaan ketuhanan tersebut tumbuh berkembang sebagai ajaran
yang di anut, seiring dengan interaksi panjang bangsa Indonesia dengan kebudayaan-budayaan
besar berbagai agama di dunia yang datang dan singgah silih berganti di indonesia selama ini.
Dalam rentang waktu beradab adab lamanya,agama-agama nusantara bersama dengan model
konsep ketuhanannya yang berbeda-beda, pertanyaannya adalah siapa yang mengagas dsn
kapankah pertama kalinya konsep "Ketuhanan Yang Maha Esa" ini dicetuskan?. Untuk
menjawab pertanyaan sejarah tersebut, akan kita dapati saat meruntut sejarah BPUPKI hingga
sidang pertamanya.sejarah mencatat bahwa pada tanggal 7 September 1944 perdana menteri
Jepang kuniaku koisio mengumumkan janji kemerdekaan Indonesia di depan perlemen jepang
perlemen jepang pada upacara resepsi istimewa " the Imperial Det". Untuk mempersiapkan
kemerdekaan Indonesia yang di janjikan oleh jepang itulah, maka pada tanggal 29 April 1945
bertepatan dengan hari ulang tahun kaisar Jepang di bentuk badan penyelidik usaha kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) kemudian pada tanggal 28 Mei 1945, dengan anggota sebanyak 67 orang.

Pembahasan perdana pada rapat BPUPKI pertama ini ialah tentang tema Dasar Negara
yaitu rancangan hukum dasar Negara Republik Indonesia yang akan di proklamasikan untuk
merdeka.pada sidang pertama ini terekam tiga orang tokoh bangsa yang mengajukan
pendapatannya tentang dasar negara yang akan merdeka, tiga orang itu ialah: lima asas
Mr.Muhammad Yamin,lima asas Soepomo, dan Paca SilaIr.Soekarno.

Yang pertama : " Lima asas Mr. Muhammad Yamin ", dalam pidato singkatnya 29 Mei 1945,
Yamin mengemukakan lima asas yaitu:1.peri kebangsaan, 2.peri kemanusiaan, 3.peri ketuhanan,
4.peri kerakyatan, 5.kesejahteraan rakyat (keadilan sosial). Dalam usulan "lima asas" nya Yamin
telah memasukkan ketuhanan sebagai asas yang ketiga diantara lima sila yang di tawarkan, Yang
kedua; "Lima asas Soepomo" , pada tanggal 31 mei 1945 dalam pidato singkatnya Prof. Dr. Mr.
Soepomo mengusulkan Lima asas:1) persatuan 2) kekeluargaan 3) keseimbangan lahir batin 4)
musyawarah 5) kaedilan rakyat. Namun dalam usulan " lima asas Soepomo"tidak di temukan
redaksi ketuhanan, Soepomo dalam asas ke tiga hanya menyebut keseimbangan lahir dan batin,
dalam hal ini termasuk didalamnya adalah ketuhanan, barang kali perlu penelitian dan kajian
lebih lanjut atas hal itu,Yang ketiga ; " panca sila Soekarno" dihari terakhir sidang pertama
BPUPKI pada tanggal 1juni 1945, Ir Soekarno dalam pidatonya yang fenomenal itu
mengusulkan Lima asas pula yang di sebut dengan "Pancasila " , dimana lima asas dalam "Panca
Sila Soekarno" itu yaitu: 1.kebangsaan Indonesia 2.internasionalisme atau peri kemanusiaan
3.Mufakat atau Demokrasi 4. Kesejahteraan Sosial 5. ketuhanan yang maha esa. Meskipun
rumusan "Pancasila Soekarno" ini belum selengkap redaksi Pancasila yang ada saat ini, namun di
sinilah redaksi "Ketuhanan Yang Maha Esa" di tawarkan sebagai asas untuk pertama kalinya,di
depan hadirin sidang BPUPKI saat itu.

Sidang BPUPKI yang dilaksanakan pada kurun waktu 29 Mei 1945 hngga 1 Juni 1945
belum menetapkan ketiga usulan rumusan dasar Negara tersebut menjadi sebuah dasar dalam
dasar Negara, pada saat itu pula dibentuk panitia yang beranggotakan sembilan orang, yakni:

1. Ir. Soekarno sebagai ketua panitia sembilan


2. H. Agus Salim sebagai anggota panitia sembilan
3. Mr. Ahmad Soebandjono sebagai anggota panitia sembilan
4. Drs. Mohammad Hatta sebagai anggota panitia sembilan
5. Mr. AA. Maramis sebagai anggota panitia sembilan
6. Kyai haji Wachid Hasyim sebagai anggota panitia sembilan
7. Abdul Kabar Muzakkir sebagai anggota panitia sembilan
8. Mr. Mohammad Yamin sebagai anggota panitia sembilan
9. Abikusumo Tjokrosujoso sebagai anggota panitia Sembilan

Panitia Sembilan yang diketuai oleh Ir. Soekarno pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil
merumuskan naskah perancangan pembukaan UUD 1945 yang dikenal sebagai “Piagam Jakarta”
yang berisi:

1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya


2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5) Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia

Selanjutnya, dengan berbagai pertimbangan yang mencakupi keragaman suku bangsa, agama
budaya yang terdapat di Indonesia, dikeluarkan Peraturan Presiden atau PP No. 12 tahun 1968
pada tanggal 13 April 1968 mengenai rumusan benar dan sah adlah rumusan yang tercantum
didalam pembukaan UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945 dengan
rumusan sebagai berikut:
1) Ketuhanan yang maha esa
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5) Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
B. Dimensi normative dalam sila pertama Ketuhanan yang maha esa

Pancasila sebagai landasan pembangunan hukum di Indonesia di pelopori oleh


notonagoro.Menurutnya Pancasila memiliki arti penting terhadap pembentukan hukum
Pancasila sebagai filsafah kehidupan bangsa Indonesia merupakan realitas keotentisitasan
hukum bangsa.Menurut beliau ,pancasilasecara yuridis telah di sepakati sebagai idiologi
Negara Indonesia,hal tersebut berarti juga membawa implikasi terhadap hukum yang berlaku
di Indonesia juga harus berideologi. Pancasila sebagai ideology Negara berarti ideologi
hukum tersebut mengantarkan kristalisasi pola pikir dan sikap serta perilaku kita berdasarkan
pancasila.Pancasila menjadi sumber pokok segala hukum di Indonesia.

Apabila kita melihat secara historis sejak di sahkan secara konstitusional pada tanggal 18
Agustus 1945,Pancasila dapat di katakana sebagai dasar (falsafah) Negara , pandangan
hidup,ideologi nasional dan ligature(pemersatu) dalam perkehidupan kebangsaan dan
kenegaraan Indonesia.Dengan singkat kata pancasila adalah dasar statis yang memper
satukan sekaligus bintang penuntun .(leitstar) yang dinamis yang mengarahkan bangsa dalam
mencapai tujuannya .Dalam posisi seperti itu ,pancasila merupakan jati
diri ,kepribadian,moralitas dan haluan keselamatan bangsa. Dengan posisi seperti itu
pancasila merupakan jati diri,kepribadian,moralitas,dan haluan keselamatan bangsa.Dengan
demikian Negara Indonesia moralitas dan haluan yang jelas dan visioner .Suatu pangkal tolak
dan tujuan pengharapan yang penting bagi keberlangsungan dan kejayaan Negara.

Pancasila sebagai dasar filsafat dan paradigm pembangunan hukum Indonesia harus
menempatkan pancasila sebagai sumber pembentukan.pelaksanaan dan penegaan hukum.
Sehingga pancasila sebagai idiologi hukum tidak hanya dipandang sebagai syarat formal
tertulis saja, tetapi lebih bermakna dan nyata di laksanakan dalam praktek hukum di
Indonesia. Pancasila merupakan sumber hukum yang tak terhingga luas ,dalam dan kayanya.
Pancasila merupakan intisari dari segala kelembagaan kenegaraan dan hukum serta
penyelesai terhadap masalah-masalah bangsa.ketatanegaraan Indonesia dengan seluk
belukpelaksanaan dan permasalahan yang ada dapat terurai dengan menggunakan pancasila
sebagai pedoman pelaksanaannya. Telah terbukti dalam sejarah Negara Indonesia bahwa
pancasila menjdi pelindung dari segala ancaman yang berusaha mengganggu integrasi
nasional Indonesia. Pancasila sebagai filsafahpandangan hidup bangsa seyogyanya
dicerminkan dalam prinsip, nilai dan norma kehidupan dalam berbangsa , bernegara dan
berbudaya .dengan demukian nilai nilai yang melekat pada pancasila lya menjadi norma
dasar bagi tata hukum Indonesia.dalam konteks itu pancasila merupakan keyakinan
normative Indonesia.

Sebagai keyakinan normative, pancasila menjadi dasar penilaian (reflektif) tentang apa
yang berharga dan apa yangpenting dan apa yang tidak, serta yang membentuk suatu
kehidupan yang baik dan bermakna.

Keyakinan normative dalam pancasila diuraikan oleh Bernard l Tanya dalam delapan
bingkai pancasila yang merupakan spirit,logika dan nilai-nilai yang membuat pancasila
bermakna bagi Indonesia dan menjadi basi yang fundamental dalam membanagun system
hukum Indonesia.

Adapun delapan bingkai pancasila tersebut antara lain : 1)spirit merawat ke-indonesia-an
,dimana kehadiran pancasila adlah adlah keindonesiaan-anyang majmuk yang terdiri puluhan
suku bangsa dengan ragam kemajmukan budaya tradisi, agama dan sebagainya harus di trima
sebagai kenyataan yang harus dirawat dan di rayakan.2)spirit gentlemen agreement yang
merupakan kesepakatan terhormat yng saling menghormati, meskipun adanya perbedaan
pendapat yang sulit untuk dipertemukan. Dengan dasar keyakinan nilai prinsip kehormatan
dan jiwa besar para pendiri bangsa secara kesatria dan elegan menyesampingkan jalan
primordial sebagai cara hidup (yang menguntungkan bagi diri dan kelompoknya) dan
memilih sepakat menempuh cara hidup toleran melalui Pancasila. (3) Lebens philosophie
tentang kehidupan bersama dalam rumah Indonesia, dimana Pancasila merupakan pedoman
hidup bersama dalam rumah Indonesia yang sanggup memberikan harapan, memberikan
keyakinan, dan embangun komitmen para penghuninya untuk hidup rukun dan sejahtera di
dalamnya.(4) Semangat menyelenggarakan segala yang benar, adil dan baik dalam berbagai
matra. Hal ini merupakan patokan spirit yang mendasari cara hidup dalam rumah Indonesia
sehingga setiap penghuninya, siapapun dia dalam seluruh tindakannya harus bertitik tolak
dari semngat untuk melakukan yang benar, adil dan baik dalam segala hal. Dengan demikian
ini mendasari realisasi spirit sebagai etika sosial warga bangsa (5) Keharusan merawat nilai
kemanusiaan, keadilan dan keadaban, memberikan dasar noramtif bagi hukum Indonesia
untuk mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan disatu sisi, dan tuntuan bertindak adil dan
beradab disisi yang lain. (6) Keharusan merawat integrasi nasional atau merawat persatuan
Indonesia , hal ini dimaksudkan untuk menjaga ke

hidupan berbangsa yang berujung pada terwujudnya integrasi nasional. (7) Merawat
kerakyatan, hal ini merupakan doktrin Indonesia mengenai hidup bernegara. Kerakyatan
boleh diartikan sebagai demokrasi tetapi demokrasi yang dimaksud adalah demokrasi bagi
kehidupan bersama bangsa Indonesia yang tidak terpisahkan dengan mimpi : Indonesia yang
kian kokoh menjadi sebuah rumah bagi penghuninya yang ingin hidup damai, tentram dan
sejahtera didalamnya. (8) Keadilan sosial, Sila kelima ini sebagai doktrin tentang demokrasi
ekonomi, yaitu adanya keharusan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Doktrin demokrasi ini menjadi landasan politik negara dan hukum dalam merawat
kehidupan bermasyarakat.

Keyakinan bahwa Pancasila merupakan fondasi, filsafat pikiran sedalam-dalamnya, jiwa


hasrat yang sedalam-dalamnya sebagaimana isi pidato Sukarno tanggal 1 Juni 1945 dalam
sidang BPUPKI memiliki makna Pancasila itu memiliki leluasan seluas alam fikiran filsafat
bangsa Indonesia dan mempunyai kedalam pengertian sedalam jiwa dan hasrat yang
sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia, Dengan demikian nilai-nilai Pancasila pastilah
senantiasa hidup dan dihayati bangsa ini, Nilai-nilai itu memiliki karakter kearifan sekaligus
sebagai tradisi (warisan leluhur) dan nilai hic et nunc (disini saat ini). Kearifan bangsa
Indonesia sebagai tradisi dan hic et nunc, dengan demikian adalah “roh” dari pancasila itu
sendiri. Atau kearifan bangsa inilah fondasi sesungguhnya dari Pancasila (yang hidup dan
dihidupi oleh masyarakat Indonesia)

C. Dimensi aktual dalam pancasila pertama


Pancasila sebagai dasar ideologi Negara serta sekaligus dasar filosofis negara, sehingga
setiap materi muatan peraturan perundang - undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pada sila pertama Pancasila berbunyi: “Ketuhanan
Yang Maha Esa” mengandung nilai bahwa setiap orang Indonesia bertuhan menurut agama
dan kepercayaannya, menjalanakan agama dan kepercayaan secara berkeadaban serta saling
menghormati, dan segenap agama dan kepercayaan mendapat tempat dan perlakuan yang
sama (Sekretariat Jenderal). MPR RI, 2014a). Artinya, setiap orang
Indonesia memiliki kebebasan untuk memilih, memeluk, mengajarkan agama sesuai
keyakinannya tanpa gangguan dan tanpa mengganggu agama orang lain atau menodakan
agama. Indonesia merupakan negara dengan pluralisme agama, dimana tidak hanya satu
agama saja yang diakui oleh negara, tetapi lebih dari satu agama beserta kepercayaan. Namun,
di tengah pluralisme agama, hubungan lintas agama di Indonesia semakin terpuruk. Hal ini
dapat dilihat dari berbagai aksi kekerasan atas nama agama semakin meningkat belakangan
ini. Peristiwa. pembakaran rumah ibadah di beberapa daerah, penodaan agama Islam oleh
Gubernur Jakarta Basuki Tjahaya Purnama, aksi damai bela Islam 212, serta keinginan
penerapan sistem Khilafah oleh ormas Islam Hizbut Tahrir Indonesia di awal tahun 2017
merupakan gambaran terpuruknya hubungan lintas agama yang menimbulkan ketegangan dan
berujung pada perpecahan persatuan antar umat beragama. Kenyataan memprihatinkan di
tengah masyarakat dapat terbaca bahwa belum semua pemeluk agama sadar dan bersikap
cerdas menjunjung tinggi demokratisasi dan humanitas dalam pluralisme agama. Masih ada
komunitas beragama yang terseret pada sikap eksklusif, mengutamakan klaim kebenaran
(truth claims), arogansi etnis dan utamanya keserakahan kekuasaan, dendam dan friksi-friksi
politik yang dibenarkan melalui pola manipulasi doktrin agama (Faqih, 2011a). Oleh karena
itu, toleransi antarumat beragama perlu diupayakan kembali sesuai cita hukum demi menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk menulis permasalahan-


permasalahan sebagai berikut:

1. Apa saja pengejawantahan nilai-nilai Pancasila di Indonesia?

2. Bagaimana aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam menjamin hak ataskebebasan


beragama dan beribadah diIndonesia?Penulisan ini menggunakan pendekata perundang-
undangan dan pendekatan konsp serta teori yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji.
ndonesia sebagai negara hukum dengan

pluralisme agama wajib memberikan jaminan hak atas kebebasan beragama dan
beribadah. Menurut Fatmawati (Fatmawati, 2011) bahwa Jaminan atas hak kebebasan
beragama dan beribadah diatur dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 (UUD 1945)
dan Batang Tubuh UUD 1945. Selain itu, diatur dalam berbagai peraturan perundang-
undangan yakni Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang
didasari TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 Tentang Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
tentang Hak Asasi Manusia dan Piagam Hak Asasi

Manusia. Perlunya pengaturan terhadap kehidupan beragama tidak hanya mengakomodasi


golongan agama tertentu akan tetapi karena hal tersebut harus diatur demi kepentingan
masyarakat. Kasus yang biasanya terjadi dalam hubungan antar warga negara terkait
kehidupan beragama adalah proselytism yang dilakukan dengan tidak etis, penodaan agama,
dan penyalahgunaan agama. Proselytism tidak etis merupakan paksaan untuk berpindah dari
agama satu ke agama yanglain.

Dalam pembahasan tentang konsep hak atas kebebasan beragama dan beribadah telah
dituangkan dalam sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa yang mengandung
nilai bahwa setiap manusia di Indonesia berkewajiban mengormati agama dan kepercayaan
orang lain, sekalipun ia tidak mempercayai doktrin maupun ajaran agama dan kepercayaan
tersebut karena setiap agama dan kepercayaan mendapat tempat dan perlakuan yang sama dan
setiap orang berhak untuk memilih, memeluk dan mengamalkan ajaran-ajaran agama tersebut
secara bebas tanpa gangguan maupun mengganggu pemeluk agama lain.Di Indonesia,
pemeluk agama Islam adalah mayoritas, maka berdasarkan nilai sila pertama Pancasila
tersebut, pemeluk agama Islam tidak boleh memaksakan orang lain untuk memeluk agama
Islam, dan antar pemeluk agama dan kepercayaan harus saling menghargai serta saling
menghormati hak kebebasan beragama setiap orang. Dengan adanya saling menghargai dan
menghormati, maka akan tercipta kerukunan dan persatuan, yakni bersatu dalam keberagaman
sesuai dengan pengamalan sila kedua dan ketiga
Pancasila. Dalam setiap ajaran agama tentu mengajarkan kebaikan dan kedamaian sehingga
tidak dibenarkan dalam keadaan apapun untuk memaksakan seseorang
berpindah agama. Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia yang Rahmatan Lil 'Aalamiin
terdapat konsep laa ikrohu fiddin, yang artinya tidak ada paksaan dalam beragama serta
toleransi beragama di dalam Islam sangat tinggi, dimana dijelaskan dalam salah satu ayat
Alqur'an Surat Al Kaafirun ayat 6 yang berbunyi lakum diinukum waliyadin, yang artinya
bagimu agamamu dan bagiku agamaku . ayat ini menggambarkan bahwa toleransi dalam
beragama terdapat batasan yakni tidak dibenarkan antar umat beragama ikut melaksanakan
ibadah agama dan kepercayaan lain, maka konsep ini dapat diterapkan dalam toleransi umat
beragama di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai