Anda di halaman 1dari 12

Patofisiologi Infeksi Jamur Pada Gimul

Oleh:
Stephanus Christianto 160121190007

Pembimbing:
Dr. Dewi Kartika Turbawaty, dr., Sp. PK (K), M.Kes

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS


BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERITAS PADJAJARAN
BANDUNG
2020
1

BAB I

PENDAHULUAN

Jamur Candida albicans merupakan bagian dari flora normal dan dapat

bersifat patogen invasif. Infeksi C. albicans adalah infeksi jamur opportunistik

yang paling umum.Infeksi ini dapat bervariasi dari infeksi membran mukosa

superficial sampai penyakit invasif seperti candidiasis hepatosplenic dan

candidiasis sistemik. Infeksi yang berat biasanya dikaitkan dengan keadaan

immunocompromised termasuk keganasan, disfungsi organ, atau terapi

imunosupresif. Pasien dengan defisiensi imunitas sel T sepertiinfeksi HIV

(Human Immunodeficiency Virus) juga rentan terhadap infeksi C. albicans

yang dikenal dengan candidiasis oropharingeal.1

Kemajuan dalam teknologi kedokteran, kemoterapi, terapi kanker, dan

transplantasi organ bermanfaat untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas

dari penyakit yang mengancam jiwa. Tetapi pasien-pasien dengan perawatan

ICU (Intensive Care Unit) medis dan bedah menjadi target utama untuk

infeksi jamur opportunistik nosokomial, terutama karena spesies Candida.

Isolat Candida positif dapat diperoleh dengan mudah dari berbagai struktur

anatomi. Daerah yang berisiko tinggi untuk infeksi Candida antara ICU

neonatus, pediatrik, dan dewasa, baik medis maupun bedah. 2

Infeksi C. albicans dapat juga terjadi di rongga mulut yang dikenal

dengan oral candidiasis. Beberapa penemuan diklinis yang berkaitan denngan

infeksi C. albicans antara lain; pseudomembran candidiasis, erythematous

candidiasis, candida leukoplakia, denture stomatitis, angular cheilitis, median

rhomboid glositis dan oral candidiasis yang terkait HIV. Daerah di rongga
2

mulut yang paling sering terlibat adalah lidah, palatum, dan mukosa bukal. 3,4

Jamur C. albicans dapat menyebabkan penyakit infeksi candidiasis dan

membanjiri sistem pertahanan host karena memiliki beberapa faktor virulen

yang terlibat dalam patogesisnya. Memahami peran faktor virulensi C.

albicans penting untuk pengembangan pengobatan infeksi candida yang lebih

efektif dengan adanya peningkatan resistensi terhadap obat antijamur. 5

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menelaah peran faktor virulen

pada pathogenesis infeksi C. albicans.


3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Candida spp pertama kali ditemukan pada tahun 1844 dari sputum

pasien dengan tuberkulosis. Candida spp dapat bermetabolisme secara aerob

dan non aerob. Jenis-jenis Candida tertentu (Candida albicans, Candida

tropicalis, Candida glabrata, Candida dublinensis ) dapat menyebabkan

kandidiasis. Candida spp adalah flora normal didalam rongga mulut, tetapi

dapat menimbulkan kondisi patogen pada keadaan tertentu. Candida spp

merupakan mikroorganisme komensal yang terdapat dalam rongga mulut

dalam jumlah sedikitpada kondisi normal. Proliferasi Candida spp dalam

rongga mulut dapat terjadi jika pertahanan tubuh individu mengalami

penurunan dan mengakibatkan suatu penyakit infeksi yang disebut dengan

kandidiasis oral.5,6

Kandidiasis oral merupakan salah satu bentuk infeksi oportunistik, yaitu

infeksi yang terjadi karena ada kesempatan untuk muncul pada kondisi-

kondisi terutama saat tubuh mengalami penurunan daya tahan tubuh. Faktor

predisposisi kandidiasis oral diantaranya kelainan endokrin, ganguan nutrisi,

keganasan, gangguan hematologi, ganguan imunitas, serostomia, obat-

obatan (kortikosteroid, atau antibiotik spektrum luas dalam jangka panjang),

dentures, merokok.6,7,8,9

Bentuk lesi kandidiasis yang paling sering ditemukan di dalam rongga

mulut adalah pseudomembran dan eritematosus. Pseudomembran memiliki

tanda klinis berupa lesi bercak atau plak putih (Gambar 1.1) yang terdapat di

lidah, palatum, dan bukal, kemudian jika dikerok akan terlepas, meninggalkan
4

permukaan mukosa merah dan dapat disertai perdarahan ringan. Bentuk

eritematosus dikenal juga sebagai “antibiotic sore mouth” karena

berhubungan dengan penggunaan antibiotik spektrum luas jangka panjang.

Kandidiasis eritematosus secara klinis ditandai oleh adanya area merah

(Gambar 1.2) biasanya pada dorsum lidah dan palatum serta jarang terjadi

pada mukosa bukal. Kandidiasis eritematosus adalah bentuk kandidiasis yang

disertai rasa sakit konstan atau rasa terbakar. 8,9,10,11,12,13

Gambar 1.1 Kandidiasis pseudomembran14 Gambar 1.2 Kandidiasis erythematosus15

Patogenesis candida spp dimulai pada saat kondisi lingkungan dalam

rongga mulut memungkinkan untuk menjadi patogen, hal ini ditandai dengan

peningkatan jumlah candida spp. Sebelum terjadi proses kolonisasi, c andida

terlebih dahulu harus melekat/ adhesi pada dinding sel epitel mukosa rongga

mulut (Gambar 1.3). Dinding sel Candida spp terdiri atas polisakarida

mannan, glucandan dan chitin. Perlekatan kandida pada mukosa dibantu oleh

enzim Als1p, Als5p, Int1p dan Hwp1p. Glikoprotein tersebut berikatan dengan

matriks ekstra selular dinding sel inang seperti fibrinogen, laminin dan

kolagen. Setelah kandida berhasil melekat maka candida akan melakukan

kolonisasi kemudian tahap selanjutnya adalah invasi. Candida spp dapat

melakukan penetrasi ke dalam epitel dengan merusak permukaan epitel, hifa

Candida spp memiliki enzim aspartyl proteinase, enzim ini bersifat dapat
5

melisiskan lapisan epitel rongga mulut sehingga epitel rusak dan candida

dapat menginvasi lapisan epitel lebih dalam, kemudian candida spp akan

melekat pada complement receptor 3 (CR3) pada permukaan endotel. Jika

infeksi candida terus berlanjut menjadi lebih parah maka melalui sistem

pembuluh darah candida akan menyebar ke jantung, ginjal, dan

sebagainya.5,16,17

Gambar 1.3 Patogenesis Kandidiasis17

Kemampuan mikroorganisme patogen untuk mendapatkan zat besi dari

lingkungan selama infeksi merupakan factor virulen yang sangat penting.

Kemampuan untuk mengatasi sistem host dihubungkan dengan transport dan

akumulasi zat besi yang sangat penting untuk bertahan hidup selama invasi

pada aliran darah. Pada anggota C.albicans membutuhkan hemoglobin

danhemin untuk memperoleh zat besi. Tanpa protein hemoglobin dan hemin

metabolism zat besi C. albicans sangat terganggu. Selama infeksi sel Candida

yang terkenaoksigen reaktif yang diproduksi oleh sel imun, mengatasi

mekanisme respon ini denganbeberapa faktor virulensi meliputi; katalase,

superoksida dismutase dan heat shock protein. 18 Ekspresi beberapa faktor

virulensi sering tergantung pada kondisi lingkungan, oleh karena itu jamur

harus memiliki sensor terhadap perubahan lingkungan. Kemungkinan

calcineurin berperan seperti sensor. Calcineurin adalah protein yang terlibat


6

dalam respon stres jamur, yang terdiri dari dua subunit, subunit A dengan

aktivitas katalitik dan subunit B dengan fungsi regulasi. 19

Pengobatan pada kandidiasis terdiri atas lini pertama dan pengobatan

lini kedua. Pengobatan kandidiasis oral lini pertama yaitu: 20

1. Nistatin

Nistatin merupakan obat lini pertama pada kandidiasis oral yang

terdapat dalam bentuk topikal. Obat nistatin tersedia dalam bentuk krim dan

suspensi oral. Tidak terdapat interaksi obat dan efek samping yang signifikan

pada penggunaan obat nistatis sebagai anti kandidiasis.

2. Ampoterisin B

Obat ini dikenal dengan Lozenge (fungilin 10 mg) dan suspensi oral

100 mg/ml dimana diberikan tiga sampai empat kali dalam sehari.

Ampoterisin B menginhibisi adhesi dari jamur kandida pada sel epitel. Efek

samping pada obat ini adalah efek toksisitas pada ginjal.

3. Klotrimazol

Obat ini mengurangi pertumbuhan jamur dengan menginhibisi

ergosterol. Klotrimazol dikontraindikasikan pada infeksi sistemik. Obat ini

tersedia dalam bentuk krim dan tablet 10 mg. Efek utama pada obat ini

adalah rasa sensasi tidak nyaman pada mulut, peningkatan level enzim hati,

mual dan muntah.

Adapun pengobatan kandidiasis lini kedua yaitu:

1. Ketokonazol

Ketokonazol memblok sintesis ergosterol pada membran sel fungal dan

diserap dari gastrointestinal dan dimetabolisme di hepar. Dosis yang


7

dianjurkan adalah 200-400 mg tablet yang diberikan sakali atau dua kali

dalam sehari selama dua minggu. Efek samping adalah mual, muntah,

kerusakan hepar dan juga interaksinya dengan antikoagulan.

2. Flukonazol

Obat ini menginhibisi sitokrom p450 fungal. Obat ini digunakan pada

kandidiasis orofaringeal dengan dosis 50-100mg kapsul sekali dalam sehari

dalam dua sampai tiga minggu. Efek samping utama pada pengobatan

dengan menggunakan flukonazol adalah mual, muntah dan nyeri kepala.

3. Itrakonazol

Itrakonazol merupakan salah satu antifungal spektrum luas dan

dikontraindikasikan pada kehamilan dan penyakit hati. Dosis obat adalah 100

mg dalam bentuk kapsul sehari sekali selama dua minggu. Efek samping

utama adalah mual, neuropati dan alergi.


8

BAB III

KESIMPULAN

Pada patogenesis infeksi C. albicans, peran dari faktor virulensi sangat

penting, selain peran dari status imun yang terganggu. Beberapa faktor

virulensi yang berperan pada patogenesis infeksi C. albicans adalah

phenotypic switching, morfologi dimorfisme, adhesi, sekresi enzim hidrolitik

dan lainnya.
9

DAFTAR PUSTAKA

1. Hedayati, T., Ghazal S., Candidiasis in Emergency Medicine, Medscape,

2010.http://emedicine.medscape.com/article/781215-overview#a0101

2. Hidalgo JA, Jose AV, Candidiasis, Medscape, 2010.

http://emedicine.medscape.com/article/213853-overview#a0199

3. Burket, LW, Greenberg MS, Glick M., Ship J.A., Burket’s Oral Medicine,

Eleventh Edition, India: BC Decker Inc. 2008: 79-84.

4. Srivastava G., Essentials of Oral Medicine. First Edition, New Delhi India:

Jaypee Brothers Medical Publisher (P) Ltd., 2008:99-102.

5. Naglik, J.R., Challacombe S.J., Hube B.,Candida albicans Secreted Aspartyl

Proteinases in Virulence and Pathogenesis, Microbiol Mol Biol Rev., 2003; 67:

400-428.

6. Brooks GF, Butel JS, Morse SA, Carroll KC. Microbiology. 24th ed. New

York: Mc Graw Hill; 2007.

7. Lewis M.A.O., dan Jordan R.C.K., Oral Medicine : A colour handbook, 5 th

impression, Manson Publishing, London, UK. 2011.p.67-85.

8. Tarçın BG. Oral Candidosis : Aetiology , Clinical Manifestations , Diagnosis

and

Management. Journal of Marmara University Institute of Heallth

Science.2011;1(2):140–8.

9. Akpan A, Morgan R. Oral candidiasis. Postgrad Med Journal. 2002;78.

10. Mccullough MJ, Savage NW. Oral candidosis and the therapeutic use of

antifungal agents in Dentistry. Australia Dental Journal. 2005;50:36–9

11. Zuckerman A all. Principles and Practice of Clinical Virology. Sixth edit.
10

Wiley

Blackwell Pub; 2009.

12. Laporan situasi triwulan 2 tahun 2011 1. 2011; Available from:

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1496-laporan-

triwulan

pertama-2011- kasus-hiv-aids.html.

13. Scully C et all. Oral Medicine and Pathology at a Glance. 1st ed. Blackwell

Pub Ltd;2010.

14. Scully C et all. Oral and Maxillofacial Diseases. 4th ed. Informa healthcare;

2010.

15. Krishnan PA. Fungal infections of the oral mucosa. Indian journal of

dental research : official publication of Indian Society for Dental Research.

2012;23(5):650– 16.Cawson RE. Essentials of Oral Pathology. 7th ed.

London: Churchill Livingstone

Elsevier; 2003.

17. Gow N a R, van de Veerdonk FL, Brown AJP, Netea MG. Candida albicans:

Morphogenesis and host defence: discriminating invasion from colonization.

Nature

reviews. Microbiology. 2012 Feb;10(2):112–22.

18. Kuleta, J.K., Maria R.K., and Andrzej K.,Fungi Pathogenic To Humans:

Molecular Bases of Virulence of Candida Albicans, Cryptococcus Neoformans

and Aspergillus Fumigates, Act Biochim Pol,.2009; 56: 211-224.

19. JE. Guidelines for Treatment of CandidiasisCID, 2004;38: 161-89.

Blankenship, J.R., Wormley F.L., Boyce M.K., Schell W.A., Filler S.G., Perfect
11

J.R., Heitman J., Calcineurin is Essential for Candida albicans Survival in

Serum and Virulence, Eukaryot Cell, 2003; 2: 422-30

20. Pappas, PG, Rex, JH, Sobel, JD, Filler, SG, Dismukes, WE, Walsh, TJ,

Edwards,

Anda mungkin juga menyukai