Anda di halaman 1dari 3

Keterkaitan Antarunsur Pembangun Puisi dengan Makna Puisi

Unsur-unsur pembangun puisi tidak dapat berdiri sendiri. Unsur-unsur pembangun puisi saling
berkaitan. Sebagai contoh, diksi yang dipilih penyair pasti memengaruhi makna, rima, dan juga pengimajian
puisi. Begitu juga dengan penggunaan majas dalam puisi. Majas menjadikan makna puisi lebih indah dan
menarik. Berikut beberapa contoh analisis keterkaitan antarunsur pembangun puisi dengan makna puisi.
1. Keterkaitan Diksi dengan Makna Puisi
Diksi adalah salah satu unsur yang penting dalam menyusun puisi. Penyair perlu menggunakan
diksi atau pemilihan kata yang tepat. Pilihan diksi harus bermakna. Pemilihan kata yang tepat akan
menimbulkan kesan dan suasana tertentu. Oleh karena itu, kemampuan memilih kata yang tepat dan
mempertimbangkan urutan kata dalam puisi harus dikuasai oleh penyair.
Perhatikan kutipan puisi berikut!

Gadis Peminta-minta
Karya : Toto Sudarto Bachtiar

Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil


Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu

Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa


Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan

Gembira dari kemayaan riang


Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi begitu yang kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku

Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil


Bulan di atas itu, tak ada yang punya
Dan kotaku, ah kotaku
Hidupnya tak punya lagi tanda
Sumber: Toto Sudarto Bachtiar, ”Gadis Peminta-Minta” dalam Suara, Etsa, Desah: Tiga Kumpulan Sajak, Jakarta, Grasindo, 2001

Pemilihan diksi pada judul puisi tersebut sudah berkaitan erat dengan makna atau isi puisi. Kata-
kata dalam puisi tersebut sangat erat dengan penggambaran gadis peminta-minta. Gadis kecil
berkaleng kecil secara tidak langsung menggambarkan sosok gadis peminta-minta dalam puisi
tersebut.
Kata-kata yang digunakan dalam puisi tersebut membentuk sebuah cerita yang sangat padu.
Penggambaran kehidupan gadis kecil berkaleng kecil digambarkan dengan kata yang lugas dan tegas.
Kata duka dan tanpa jiwa sudah sangat cukup untuk memaknai kehidupan gadis peminta-minta dalam
puisi tersebut. Penyair dengan cermat memilih kata-kata tersebut sehingga makna yang ditimbulkan
menjadi lebih dalam.
2. Keterkaitan Diksi dengan Rima Puisi
Dalam menulis puisi seorang penyair harus mempertimbangkan kata yang akan dipilih dalam
puisinya. Penyair harus mempertimbangkan komposisi bunyi dalam rima dan irama ketika menulis
puisi. Diksi dan rima berkaitan erat dengan keindahan puisi.
Perhatikan perbedaan dua kutipan puisi berikut!

Kutipan 1 Kutipan 2
Fajar Kucingku
Karya: A. Hasjmy Karya: Natalia Kristanti

Membayang gilang langit di timur, Aku mempunyai seekor


Kilat-kemilat caya berhambur, kucing Kuberi nama si Poleng
Sinaran terang simbur- Karena bulunya berwarna-warni
menyimbur, Lenyap melayang Putih dan hitam
udara kabur ….
Kini si Poleng
Itu gerangan fajar menjelma, Telah mempunyai anak dua
Surya raya turun ke dunia; ekor Namanya si Manis dan si
Girang-gemirang segala Putih Lucu sekali
sukma, Dihibur alam puspa Sumber: Suyono Suyatno, Joko Adi Sasmito, dan Erli Yetti ,
warna. ”Kucingku” dalam Antologi Puisi Modern Anak-Anak,
Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2008

Tapi … wahai … pondokku


kelam, Hari ‘fah pagi, serupa
malam …. Tiada cahaya masuk
ke dalam;
….
Entah karena dindingnya
rapat, Entahkan pintu terkunci
erat, Beta tak tahu, beta tak
ingat ….
Sumber: Suyono Suyatno, Joko Adi Sasmito, dan Erli Yetti, ”Fajar”
dalam Antologi Puisi Modern Anak-Anak, Jakarta, Yayasan
Obor Indonesia, 2008

Pada Kutipan 1, penyair memperhatikan rima. Pemilihan kata (diksi) dalam puisi tersebut
membentuk rima a-a-a-a, a-a-a-a, a-a-a, a-a-a. Bunyi akhir suku kata larik dalam setiap baitnya sama.
Penggunaan diksi tersebut sengaja dilakukan penyair untuk menciptakan ritme dan metrum puisi yang
khas. Penyair dengan cermat merangkai kata dengan permainan rima yang sangat menarik.
Pada Kutipan 2, penyair tidak terlalu memperhatikan rima setiap akhir larik puisi. Penyair lebih
mementingkan diksi yang tepat untuk menyampaikan makna puisi yang mudah dipahami pembaca.
Dengan demikian, pemilihan kata pada Kutipan 2 menggunakan rima acak, tidak teratur.
3. Keterkaitan Penggunaan Kata Konkret dengan Penggunaan Imaji dalam Puisi
Penggunaan imaji dan kata konkret dalam puisi memiliki hubungan yang sangat erat. Penyair
harus menggunakan diksi yang tepat untuk menghasilkan imaji dalam puisinya. Diksi yang ditulis
penyair harus memunculkan kata konkret yang bisa dihayati melalui penglihatan, pendengaran, dan
perabaan atau rasa.
Perhatikan kutipan puisi berikut!
Dibawa Gelombang
Karya: Sanusi Pane

Alun membawa bidukku perlahan, Aku bernyanyi dengan suara,


Dalam kesunyian malam waktu, Seperti bisikan angin di daun,
Tidak berpawang, tidak Suaraku hilang dalam udara,
berkawan, Entah ke mana aku tak Dalam laut yang beralun-alun.
tahu.
Alun membawa bidukku perlahan,
Jatuh di atas bintang kemilau, Dalam kesunyian malam waktu,
Seperti sudah berabad-abad, Tidak berpawang, tidak
Dengan damai mereka meninjau, berkawan, Entah ke mana aku tak
Kehidupan bumi, yang kecil tahu.
amat. Sumber: Sutan Takdir Alisjahbana, ”Dibawa Gelombang” dalam Puisi
Baru, Jakarta, Dian Rakyat, 2006
Puisi tersebut menggunakan imaji penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji tersebut
berkaitan erat dengan kata-kata konkret yang dipilih penyair. Berikut analisis keterkaitan penggunaan
kata konkret dengan imaji yang disajikan dalam puisi tersebut.
1) Imaji pendengaran terdapat dalam larik berikut.
Aku bernyanyi dengan suara,
Seperti bisikan angin di daun,
Suaraku hilang dalam udara,
Kata bernyanyi, suara, bisikan, dan suaraku merupakan kata konkret yang mendukung
terciptanya imaji pendengaran dalam puisi tersebut. Kata-kata tersebut membuat pembaca seolah-
olah mendengarkan nyanyian penyair dan bisikan angin. Dengan demikian, kata konkret dalam
puisi tersebut tidak dapat dilepaskan dari penggunaan imaji pendengaran atau auditif.
2) Imaji penglihatan terdapat dalam larik berikut.
Alun membawa bidukku perlahan,
Jatuh di atas bintang kemilau,
Dalam laut yang beralun-alun.
Kata bidukku, bintang, dan laut membuat imaji penglihatan dalam puisi tersebut. Pembaca
seolah- olah diajak untuk melihat biduk, bintang, dan lautan luas. Kata-kata tersebut sangat
mendukung imaji atau pencitraan visual.
3) Imaji perasaan terdapat dalam larik berikut.
Dalam kesunyian malam waktu,
Dengan damai mereka meninjau
Kata kesunyian dan damai mewakili perasan penyair. Pembaca seolah-olah diajak merasakan
suasana sunyi dan damai tersebut. Kedua kata konkret tersebut menjadi sarana penyair untuk
mencitrakan perasaan dalam puisinya.
4. Keterkaitan Penggunaan Majas dengan Makna Puisi
Penggunaan majas merupakan salah satu cara penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara
yang tidak biasa. Penyair menggunakan kata atau bahasa bermakna kias atau makna lambang sehingga
tidak langsung menemukan makna puisi. Penggunaan majas dalam puisi dapat memunculkan banyak
makna atau kaya akan makna.
Selamat Berpisah
Karya: M. Udaya Syamsudin

Tak lagi ada tawa


Tak lagi ada
tangis
Tak lagi ada

marahmu Kini kau

akan pergi

Tak lagi ada


nyanyi Tak lagi
ada puisi
Tak lagi ada dramamu

Kita akan berpisah


Selamat jalan, kawan ….
Sumber: Suyono Suyatno, Joko Adi Sasmito, dan Erli Yetti, ”Selamat Berpisah” dalam Antologi Puisi Modern Anak-Anak, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia,
2008

Puisi tersebut menggunakan majas repetisi. Majas tersebut digunakan dengan mengulang frasa tak
lagi ada. Penggunaan majas tersebut menambah makna mendalam dalam sebuah perpisahan.
Penggunaan majas tersebut membuat pengungkapan makna perpisahan lebih mengena.

Anda mungkin juga menyukai