Anda di halaman 1dari 6

ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR (ISBD)

“BENTURAN PERADABAN / CLASH of CIVILIZATON (CoC)”

YANG DIBIMBING OLEH :


MUCH. NURIL HUDA, S.Pd, M.Pd.

DIAN MAWARDI : 19130210128P

UNIVERSITAS ISLAM KADIRI


FAKULTAS EKONOMI - PRODI MANAJEMEN
2019
PENGERTIAN

Benturan peradaban atau clash of civilizations (CoC) adalah teori bahwa identitas budaya
dan agama seseorang akan menjadi sumber konflik utama di dunia pasca-Perang Dingin. Teori ini
dipaparkan oleh ilmuwan politik Samuel P. Huntington dalam pidatonya tahun 1992 di American
Enterprise Institute, lalu dikembangkan dalam artikel Foreign Affairs tahun 1993 berjudul "The Clash
of Civilizations?", sebagai tanggapan atas buku karya mahasiswanya, Francis Fukuyama, berjudul The
End of History and the Last Man (1992). Huntington kemudian mengembangkan tesisnya dalam buku
The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order (1996).

KONSEP TEORI

Pemikiran Samuel jelas sekali terpengaruh oleh pemikiran Arnold J. Toynbee, yang membagi
dunia barat dan timur, Kristen dan Pagan. Terutama kemungkinan bangkitnya kekuatan Islam
sebagai “peradaban“ yg solid. Hal ini tentu saja diwarisi oleh kenangan super pahit Eropa (terutama
Inggris dan Perancis) pasca kekalahan Perang Salib melawan pasukan Islam. Paradigma barat-timur-
kristen-pagan itulah yang bahkan tetap terjaga di dalam benak orang –orang Amerika dan Inggris.
Pembagian peradaban dalam teori ini bisa dilihat pada gambar berikut :

gambar: Peradaban-peradaban dunia yang akan saling berbenturan menurut Huntington


1) Mengapa Peradaban Akan Berbenturan

Pertama, perbedaan di antara peradaban bukan hanya nyata, melainkan juga mendasar. Seperti,
perbedaan sejarah, bahasa, kebudayaan, tradisi, dan yang paling penting, agama. Memiliki konsepsi
yang berbeda tentang hubungan antara Tuhan dan Manusia, individu dan kelompok, penduduk dan
negara, antara hak dan kewajiban, kebebasan dan otoritas, persamaan dan hierarki, dll. Perbedaan
ini merupakan produk yang dihasilkan selama berabad-abad, dan jauh lebih mendasar dibanding
ideologi politik dan rezim-rezim.

Kedua, dunia menjadi sebuah tempat yang lebih kecil. Hubungan timbal-balik yang terjadi di
antara masyarakat dari peradaban yang berbeda semakin meningkat. Interaksi tersebut
meningkatkan kesadaran peradaban, yang pada akhirnya memperkuat perbedaan dan permusuhan
yang berakar panjang dalam sejarah.

Ketiga, proses modernisasi ekonomi dan perubahan sosial diseluruh dunia memisahkan manusia
dari identitas lokal yang sudah lama ada. Proses tersebut melemahkan negara bangsa sebagai
sumber identitas, dan agama mengisi celahnya. Seperti gerakan fundamentalis, dan kebangkitan
kembali agama ‘la revanche de Dieu’ (pembalasan Tuhan).

Keempat, meningkatnya kesadaran-peradaban diperkuat oleh peran ganda barat. Disatu sisi,
Barat sedang berada dipuncak kekuasaan, disaat yang sama fenomena kembali ke akar terjadi dalam
peradaban-peradaban non-Barat. Seperti; Asianisasi di Jepang, Hinduinisasi di India, re-Islamisasi
Timur Tengah karena kegagalan ide Barat tentang sosialisme dan nasionalisme, perdebatan
Rusianisasi dan Westernisasi di Rusia.

Kelima, karakteristik dan perbedaan budaya tidak mudah dipadamkan, dikompromikan dan
dipecah dibanding perbedaan politik dan ekonomi. Bahkan agama, lebih dari etnisitas,
mendiskriminasi manusia secara tajam dan ekslusif. Seseorang bisa setengah Perancis dan setengah
Arab, dan bahkan bisa menjadi warga dari dua negara. Lebih sulit menjadi setengah Katholik dan
setengah Muslim.

Terakhir, regionalisme ekonomi yang semakin meningkat. Di satu sisi, regionalisme ekonomi yang
sukses akan memperkuat kesadaran peradaban, di sisi lain regionalisme bisa sukses hanya bila
berakar dalam satu peradaban yang sama.

Dengan demikian, pertikaian peradaban terjadi dalam dua tingkat. Di tingkat mikro, kelompok-
kelompok yang hidup berdampingan disepanjang garis pemisah antara peradaban-peradaban akan
bertikai, acapkali brutal untuk memperebutkan kendali wilayah dan kendali satu-sama lain. Di
tingkat makro, negara-negara dari peradaban yang berbeda bersaing untuk memperebutkan
kekuasaan militer dan ekonomi, bertikai memperebutkan pengawasan atas lembaga internasional
dan pihak ketiga, serta bersaing mempromosikan nilai-nilai politik dan keagamaan mereka.

2) Garis Pemisah Antar Peradaban

Ketika perang dingin usai, pembagian budaya Eropa antara Kristen Barat dan Kristen Ortodoks serta
Islam di sisi lain kembali muncul. Orang-orang yang tinggal di daerah utara dan barat adalah kaum
Protestan atau Katholik yang memiliki pengalaman yang sama dalam sejarah Eropa – feodalisme,
Renaisans, Reformasi, Pencerahan, Revolusi, dan secara umum ekonomi mereka lebih baik
dibanding wilayah timur. Sedangkan masyarakat yang tinggal di wilayah timur dan selatan adalah
kaum ortodoks atau Muslim umumnya kurang maju secara ekonomi, demokrasi politik yang tidak
stabil. Garis ini bukan sekedar garis perbedaan, namun kadang juga merupakan garis konflik
berdarah.

Konflik yang terjadi di sepanjang garis pemisah antara peradaban Barat dan Islam telah berlangsung
selama 1.300 tahun. Setelah munculnya Islam, bangsa Arab dan Moor menyerbu barat dan utara dan
berakhir di Tour pada 732 M. Abad 11 – 13, prajurit Perang Salib berusaha mengembalikan
kekuasaan Kristen, abad 14 – 17, Kekaisaran Turki Ottoman menguasai Timur Tengah sampai ke
Wina, abad 19 – 20, Inggris, Prancis dan Itali mengukuhkan kendali Barat. Setelah PD II, kekaisaran
kolonial hilang, nasionalisme Arab dan fundamentalisme Islam muncul. Perang antara Barat dan
Arab memuncak pada 1990, ketika AS mengirim pasukan yang besar ke Teluk Persia.

Interaksi militer yang sudah berabad-abad antara Barat dan Islam tidak memperlihatkan gejala
melemah, bahkan semakin menegang. Perkembangan sosial dan ekonomi, demokrasi, demografi,
pertumbuhan penduduk, migrasi, semakin memperuncing perbedaan keduanya. Di Italia, Perancis,
dan Jerman, rasisme semakin terbuka, dan reaksi politik serta kekejaman terhadap imigran Arab dan
Turki semakin nyata dan menyebar sejak 1990. Kekerasan juga sering terjadi antara kaum Muslim
disatu sisi, dan kaum Serbia Ortodoks di Balkan, Yahudi di Israel, Hindu di India, Budha di Burma, dan
Katholik di Filipina. Islam memiliki perbatasan-perbatasan yang berdarah.

3) Sumber Utama Perbenturan Peradaban

Kelompok-kelompok atau negara-negara yang termasuk dalam sebuah peradaban yang


terlibat peperangan dengan peradaban lain cenderung menggalang dukungan dari anggota lain
dalam kelompok peradaban yang sama. Meski Irak – Iran adalah rival, tetapi ketika Barat (Amerika)
menginvasi Irak, pemimpin agama Iran, Ayatollah Khomeini menyerukan perang suci melawan Barat.
Gerakan fundamentalis Islam secara universal mendukung Irak ketimbang pemerintah Kuwait dan
Saudi Arabia yang didukung Barat. Juga dukungan Turki terhadap Azerbaijan yang punya kemiripan
agama, etnis dan linguistik, menghadapi Armenia (Kristen). Determinasi Paus dalam mendukung
Serbia (Katholik) menghadapi Bosnia (Islam) di ikuti oleh Vatikan, Eropa dan Amerika, meskipun yang
paling menderita adalah rakyat Bosnia. Pemerintah dan kelompok-kelompok Islam mengkritik Barat
karena kegagalan mereka melindungi rakyat Bosnia. Para pemimpin Iran mendesak kaum Muslim di
seluruh negara memberikan bantuan bagi Bosnia, termasuk Arab Saudi. Di tahun-tahun mendatang,
konflik lokal yang paling mungkin meningkat menjadi perang besar adalah konflik-konflik seperti
halnya di Bosnia, yang terjadi disepanjang garis pemisah antar-peradaban. Perang dunia berikutnya,
bila ada, adalah perang antara peradaban.

Dibandingkan peradaban lainnya, Barat sekarang berada di puncak kejayaannya. Barat


memiliki kekuasaan militer yang tak tertandingi, tidak menghadapi tantangan ekonomi (selain dari
Jepang), mendominasi lembaga politik dan keamanan internasional, mendominasi ekonomi
internasional. Keputusan-keputusan yang dibuat dalam Dewan Keamanan PBB atau IMF yang
mencerminkan kepentingan Barat disajikan kepada dunia sebagai kepentingan masyarakat dunia.
Barat memanfaatkan lembaga, kekuatan militer, dan sumber daya ekonomi internasional untuk
mengendalikan dunia dengan cara-cara yang dapat mempertahankan dominasi Barat, melindungi
kepentingan Barat, dan mempromosikan nilai-nilai politik dan ekonomi Barat. Respon terhadap
Barat dari negara non-Barat secara umum mengambil satu atau kombinasi dari tiga bentuk; isolasi
dan keluar dari komunitas global (Korea Utara dan Burma), harga yang harus dibayar mahal;
‘pendomplengan’ berupaya bergabung dengan Barat dan nilai-nilainya; ‘menyeimbangkan’ menjadi
modern tanpa harus menjadi kebarat-baratan.

CONTOH PERILAKU

Benturan Peradaban Mendatang Disinyalir antara Barat (Amerika) dan Tiongkok. Majalah
Foreign Affairs, melalui sebuah artikel yang ditulis oleh profesor ilmu politik Universitas Harvard,
Graham T. Allison, disebutkan bahwa AS mulai tersadar akan kebangkitan brainstorming Tiongkok.
Hal ini sama seperti yang sebelumnya dilakukan Jerman, Jepang dan negara lain yang mengalami
transformasi komprehensif dan mendalam, serta praktik demokrasi liberal yang maju. Berdasarkan
pada hal tersebut, maka ‘Formula Ajaib’ itu merupakan konsep dari pemahaman globalisasi,
kecenderungan, konsumerisme, dan integrasi pada sistem global yang terdiri dari aturan hukum.

Semua faktor yang ada akan menjadikan Tiongkok sebagai negara demokrasi di dalam
negeri. Sedangkan di luar – sebagaimana kata mantan Menlu AS, Robert Zoellick – Tiongkok akan
menjadi mitra yang bertanggung jawab. Namun, pendapat ini ternyata tidak sejalan dengan teori
Samuel Huntington. Dalam bukunya yang berjudul Clash of Civilization, ia menyebut bahwa
perbedaan budaya-lah yang akan menjadi ciri khas dunia pasca Perang Dingin, bukan pencairan pada
tatanan dunia liberal.

Menurut Huntington, gap antara peradaban Barat di bawah AS dengan peradaban Tiongkok,
sangat mendalam dan stabil. Sama halnya dengan gap antara peradaban Barat dan Islam. Terkait itu,
Graham Allison melalui artikelnya, menyebutkan bahwa berbagai fakta akhir-akhir ini memperkuat
argumen Huntington itu. Ia juga menyinyalir bahwa hal itu akan semakin kuat pada beberapa dekade
mendatang. Amerika Serikat seakan mewujudkan apa yang diungkapkan pemikir politiknya terkait
peradaban Barat.

Dari segi ekonomi, sistem kapitalis Amerika bergerak pada pasar bebas berdasarkan undang-
undang pemerintah yang berlaku yang dipastikan betul penerapannya. Sedangkan ekonomi pasar
Tiongkok yang dikendalikan negara, memberikan ruang yang luas bagi pemerintah untuk melakukan
berbagai manuver. Selain itu, budaya Tiongkok tidak merayakan individualistis sebagaimana gaya
Amerika. Disebutkan bahwa Amerika mengukur evolusi masyarakat berdasarkan pada sejauh mana
perlindungan hak-hak dan kebebasan individu.

Istilah individu bagi Tiongkok adalah sejauh mana manusia lebih mengutamakan
kepentingan orang lain di masyarakatnya. Bagi mereka, sebuah sistem merupakan nilai tertinggi.
Kompatibilitas dan struktur harmoni anggota masyarakat adalah sebagaimana ajaran utama filsuf
Tionghoa, Kong Hu Cu, yaitu “Kenalilah Negaramu”.

Anda mungkin juga menyukai