Anda di halaman 1dari 11

KEMAS - Volume 4 / No.

2 / Januari - Juni 2009

PREVALENSI DAN DETERMINAN KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI PERKAMPUNGAN NELAYAN (Studi Kasus di Kelurahan Mangkang Wetan Semarang)
Irwan Budiono
*)

ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tingginya kejadian anemia pada ibu hamil. Studi pendahuluan pada bulan Mei 2007 di Kelurahan Mangkang Wetan yang merupakan perkampungan nelayan menemukan 50,7% ibu hamil mengalami anemia. Dari permasalahan tersebut akan diteliti prevalensi dan faktor risikonya dengan melibatkan subyek yang lebih luas. Dengan desain cross sectional, dilakukan penelitian pada seluruh ibu hamil keluarga nelayan yang bertempat tinggal di Kelurahan Mangkang Wetan Kota Semarang, sejumlah 30 orang. Sebagai variabel bebas adalah umur kehamilan, tingkat pendidikan ibu, tingkat penghasilan keluarga, asupan besi, asupan protein, asupan vitamin C, kebiasaan minum teh dan kopi, tingkat konsumsi tablet Fe, dan infeksi kecacingan. Sedangkan variabel terikatnya adalah status anemia ibu hamil. Uji chi square dengan tingkat kemaknaan 95 % digunakan untuk analisis inferensial. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi anemia ibu hamil sebesar 26,7%. Adapun variabel yang secara signifikan berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil adalah pendidikan Ibu (p = 0,000), penghasilan keluarga (p = 0,000), tingkat konsumsi zat besi (p = 0,000), tingkat konsumsi protein (p = 0,000), tingkat konsumsi vitamin C (p = 0,001), kebiasaan minum teh (p = 0,000), kebiasaan minum kopi (p = 0,000), dan kebiasaan konsumsi tablet Fe (p = 0,000). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil adalah umur kehamilan (p = 0,195). Disarankan kepada Puskesmas Mangkang agar dalam upaya pencegahan anemia pada ibu hamil melibatkan sektor terkait seperti dinas pendidikan, pertanian dan perikanan. Hal ini dimaksudkan agar upaya pencegahan kejadian anemia pada ibu hamil dapat dilaksanakan secara komprehensif. Upaya perbaikan mutu pangan melalui optimasi pemanfaatan pangan laut hewani juga harus ditingkatkan, mengingat selama ini kontribusi pangan hewani laut dalam pemenuhan kebutuhan zat besi masih kurang. Kata Kunci : Anemia, Ibu Hamil, Keluarga Nelayan

*)

Staf Pengajar pada Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat FIK UNNES

159

Prevalensi Dan Determinan Kejadian Anemia ... - Irwan Budiono

PENDAHULUAN Prevalensi anemia di dunia sangat tinggi, terutama di negara-negara berkembang (Stolzfus dan Dreyfuss, 1998). Demikian juga di Indonesia, anemia gizi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di samping masalahmasalah gizi yang lain, yaitu Kurang Kalori Protein (KKP), Kurang Vitamin A (KVA), dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) (Soeharyo, 1999; Soeharyo dan Palarto, 1999). Kelompok yang rawan terhadap masalah gizi (anemia gizi) yaitu balita, anak usia sekolah, ibu hamil, tenaga kerja wanita dan wanita usia subur (Depkes RI, 1996). Besar masalah anemia ibu hamil ditunjukkan dari tingginya prevalensi dan sangat bervariasi dari tahun ke tahun. Menurut data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992, prevalensi anemia pada ibu hamil sebesar 63,5 %, dan menurun sebesar 50,9 % pada SKRT tahun 1995, namun demikian masih terdapat sekitar 13 % wanita hamil yang menderita anemia berat dengan kadar Hb kurang dari 8 gr % (Depkes RI, 1996). Di samping itu secara epidemiologis prevalensi anemia yang lebih besar atau sama dengan 40 % merupakan masalah besar karena akibat yang dapat ditimbulkannya. Di Jawa Tengah prevalensi anemia pada ibu hamil juga masih tinggi, yaitu sebesar 62,5 % (Muhilal, dkk., 1998). Hasil pemetaan anemia gizi tahun 1999 menunjukkan bahwa prevalensi anemia gizi untuk ibu hamil berkisar 21,0 % 85,6 %. Prevalensi yang tinggi tersebut juga terjadi di kota Semarang, yaitu berdasarkan rekaptulasi data status anemia ibu hamil tahun 2005 tercatat sebanyak 53 %. Satu hal yang menarik untuk diperhatikan adalah ternyata 160

prevalensi yang cukup besar tersebut terdapat pada daerah perkampungan nelayan. Studi Pendahuluan di Kelurahan Mangkang Wetan pada bulan Mei 2007 menunjukkan terdapat 50,7% ibu hamil mengalami anemia. Temuan masalah anemia di Kelurahan tersebut cukup ironis. Hal ini dikarenakan seharusnya dengan potensi lokal hayati yang dimiliki, masalah anemia yang sebagian besar disebabkan kekurangan zat besi tersebut tidak perlu terjadi. Anemia pada masa kehamilan dapat mengakibatkan efek buruk baik pada wanita hamil itu sendiri maupun pada bayi yang akan dilahirkan. Anemia pada ibu hamil akan meningkatkan risiko dan cenderung mendapatkan kelahiran prematur atau Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), risiko perdarahan sebelum dan saat persalinan yang dapat menyebabkan kematian ibu dan bayinya bila ibu hamil tersebut menderita anemia berat (De Meyer, 1995; Saraswati dan Suwarno. 1998; Soeharyo dan Palarto, 1999; Sutjipto dan Hadi, 2001). Hasil beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa 40 % kematian ibu saat melahirkan disebabkan oleh karena perdarahan (De Meyer, 1995; Depkes RI, 1998). Selain itu, Ibu hamil dengan anemia berat mempunyai risiko melahirkan bayi mati 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak anemia berat (Saraswati dan Suwarno, 1998). Beberapa hal yang dapat menyebabkan anemia gizi adalah kurangnya zat besi, asam folat, dan vitamin B12 (De Meyer, 1995; Soeharyo dan Palarto, 1999; Subagio, 2002). Anemia kekurangan besi dan juga anemia kekurangan asam folat sebenarnya tidak perlu terjadi bila makanan sehari - hari cukup mengandung besi dan asam folat.

KEMAS - Volume 4 / No. 2 / Januari - Juni 2009

Faktor-faktor lain yang merupakan faktor risiko kejadian anemia adalah adanya zat - zat penghambat penyerapan besi, yaitu asam fitat, asam oksalat dan tanin yang banyak terdapat pada serelia, sayuran, kacang-kacangan dan teh. (Muchtadi, dkk., 1993; Santoso, 1995). Cacingan dapat menimbulkan gangguan absorpsi zat gizi dan destruksi kronik yang pada gilirannya akan menyebabkan timbulnya masalah gizi (Subagio, dkk., 1996). Status sosial ekonomi dan pendidikan yang rendah juga berhubungan dengan anemia pada ibu hamil (Nugraheni,1997; Werdiningsih, 2001, Husaini, 1995). Program pengendalian anemia ibu hamil pada saat ini masih berdasarkan asumsi-asumsi, belum berdasarkan realita yang terjadi di masyarakat. Misalnya dengan pemberian tablet besi folat kepada semua ibu hamil selama periode kehamilannya, sehingga hasil yang diperoleh belum optimal (Soeharyo, 1999; Subagio, 2002). Untuk dapat melakukan penanggulangan anemia pada ibu hamil, perlu memperhatikan beberapa karakteristik tiap daerah, termasuk pada masyarakat nelayan. Dengan memperhatikan karakteristik yang khas tersebut harapannya adalah upaya penanggulangan akan lebih tepat sasaran dan terarah. Selanjutnya upaya ini dapat dilakukan dengan mengetahui faktor determinan terjadinya anemia ibu hamil. METODE Penelitian ini merupakan penelitian observasional, dengan menggunakan rancangan cross sectional, yaitu penelitian yang mempelajari hubungan antara variabel bebas (faktor risiko) dengan variabel terikat (anemia ibu hamil) dengan melakukan pengukuran sesaat. Variabel bebas dan variabel terikat

dilakukan pengukuran menurut keadaan atau statusnya pada waktu dilakukan observasi dan dilakukan pengukuran hanya satu kali saja (Rothman, 1995). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil keluarga nelayan yang bertempat tinggal di Kelurahan Mangkang Wetan, Kecamatan Tugu, Kota Semarang. Data ibu hamil diperoleh dari register ibu hamil di Puskesmas Mangkang pada bulan Agustus 2008, sejumlah 30 ibu hamil. Sampel diambil dari keseluruhan anggota populasi, yaitu 30 ibu hamil tersebut. Kriteria inklusi sampel adalah :(1) tidak sedang menderita penyakit TBC, diare kronik, dan malaria, (2) tidak mengalami hiperemesis gravidarum, (3) bersedia mengikuti penelitian. Kriteria eksklusi sampel adalah :(1) mengalami perdarahan, dan (2) sedang menderita gastiritis akut. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah : umur kehamilan, tingkat pendidikan ibu, tingkat penghasilan keluarga, asupan besi, asupan protein, asupan vitamin C, kebiasaan minum teh dan kopi, tingkat konsumsi tablet Fe, dan infeksi kecacingan. Sedangkan variabel terikat adalah status anemia ibu hamil. Analisis data dilakukan secara univariat dengan cara menghitung distribusi frekuensi dan proporsinya untuk menggambarkan karakteristik subyek penelitian. Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah disusun. Uji statistik yang digunakan dalam analisis bivariat adalah dengan menggunakan uji chi square (X2) dengan tingkat kemaknaan 95 %. HASIL Berikut ini rekapitulasi hasil analisis bivariat : 161

Prevalensi Dan Determinan Kejadian Anemia ... - Irwan Budiono

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Uji Hubungan Antara Variabel Bebas dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil
Variabel Bebas Umur Kehamilan Pendidikan Ibu Penghasilan Keluarga Tingkat Konsumsi Zat Besi Tingkat Konsumsi Protein Tingkat Konsumsi Vitamin C Kebiasaan Minum Teh Kebiasaan Minum Kopi Kebiasaan Konsumsi Tablet Fe Trimester III Trimester II Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Ya Tidak Ya Tidak Tidak Selalu Kejadian Anemia Anemia Tidak Anemia n % n % 3 17,6 14 82,4 5 8 0 8 0 8 0 8 0 6 2 7 1 8 0 19 8 38,5 66,7 0 80,0 0 80,0 0 80,0 0 75,0 9,1 70,0 5,0 72,7 0 100,0 72,7 8 4 18 2 20 2 20 2 20 2 20 3 19 3 19 0 3 61,5 33,3 100,0 20,0 100,0 20,0 100,0 20,0 100,0 25,0 90,9 30,0 95,0 27,3 100,0 0 27,3 Jumlah n 17 13 12 18 10 20 10 20 10 20 8 22 10 20 11 19 19 11 % 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

p value
0,195

0,000* 0,000* 0,000*

0,000*

0,001*

0,000* 0,000* 0,000*

Keterangan : * berhubungan

PEMBAHASAN Prevalensi Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Hasil penelitian menunjukkan prevalensi anemia pada ibu hamil yang menjadi sampel penelitian ini mencapai 26,7 %. Temuan ini senada dengan data prevalensi anemia pada ibu hamil baik di tingkat propinsi Jawa Tengah maupun Kota Semarang. Temuan tingginya masalah anemia di lokasi penelitian ini cukup ironis. Hal ini dikarenakan seharusnya dengan potensi lokal hayati yang dimiliki, masalah anemia yang sebagian besar disebabkan kekurangan zat besi tersebut tidak perlu terjadi. 162

Prevalensi kejadian anemia pada masa kehamilan ini dapat mengakibatkan efek buruk baik pada wanita hamil itu sendiri maupun pada bayi yang akan dilahirkan. Beberapa studi epidemiologi menunjukkan bahwa anemia pada ibu hamil akan meningkatkan risiko kelahiran prematur atau Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), risiko perdarahan sebelum dan saat persalinan yang dapat menyebabkan kematian ibu dan bayinya bila ibu hamil tersebut menderita anemia berat (De Meyer, 1995; Saraswati dan Suwarno. 1998; Soeharyo dan Palarto, 1999; Sutjipto dan Hadi, 2001). Dampak dari anemia pada

KEMAS - Volume 4 / No. 2 / Januari - Juni 2009

kehamilan pada derajad yang paling parah bahkan dapat menyebabkan kematian maternal. Diketahui bahwa 40 % kematian ibu saat melahirkan disebabkan oleh karena perdarahan (De Meyer, 1995; Depkes RI, 1996). Ibu hamil dengan anemia berat mempunyai risiko melahirkan bayi mati 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak anemia berat (Saraswati dan Suwarno, 1998). Tingginya prevalensi kejadian anemia pada ibu hamil dalam penelitian ini memerlukan perhatian yang serius. Mengingat dampaknya terhadap kesehatan yang cukup besar, maka perlu adanya upaya untuk mengetahui faktor risikonya. Hal ini dimaksudkan agar dapat dilakukan upaya pencegahan secara komprehensip. Variabel yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil 1) Pendidikan Ibu Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Analisis tabulasi silang menunjukkan dari 12 ibu hamil yang memiliki pendidikan rendah, 8 orang (66,7%) mengalami anemia, sisanya 4 orang (33,3%) tidak anemia. Sebaliknya dari 18 ibu hamil yang mempunyai pendidikan tinggi semuanya (100%) tidak mengalami anemia. Hasil analisis bivariat dengan nilai p = 0,000 menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan kejadian anemia pada ibu hamil di lokasi penelitian. Temuan tersebut sesuai dengan pendapat Nugraheni (1997), bahwa ibu hamil mengalami anemia atau tidak mengalami anemia semua tergantung dari kesadaran mereka untuk memperbaiki kebutuhan gizinya selama hamil dan tambahan zat besi

berupa tablet besi yang biasa diperoleh dari puskesmas sewaktu mereka memeriksakan kehamilan. 2) Penghasilan Keluarga Berdasarkan hasil penelitian diketahui ada hubungan antara pengahasilan / pendapatan perkapita keluarga terhadap kejadian anemia pada ibu hamil. Analisis tabel silang menunjukkan bahwa dari 10 ibu hamil yang mempunyai penghasilan keluarga perkapita per bulan rendah, 8 orang (80%) mengalami anemia, sisanya 2 orang (20%) tidak anemia. Sebaliknya dari 20 ibu hamil yang penghasilannya tinggi tidak ada yang mengalami anemia. Hasil penelitian ini senada dengan penelitian Nugraheni, SA., (1997) menyatakan bahwa ada hubungan antara pendapatan keluarga dan status anemia ibu hamil. Menurut Gibson, RS., (1990), pendapatan keluarga akan mempengaruhi daya beli masyarakat. Selanjutnya daya beli akan mempengaruhi ketersediaan pangan keluarga. Pada akhirnya ketersediaan pangan keluarga akan mempengaruhi konsumsi pangan keluarga. Konsumsi pangan dalam hal ini asupan bahan makanan sumber zat besi merupakan penyebab langsung dari status anemia. Memperhatikan temuan bahwa terdapat 33,3 % keluarga dari sampel penelitian mempunyai tingkat pendapatan keluarga yang termasuk rendah, maka perlu adanya berbagai upaya untuk meningkatkan akses terhadap bahan pangan sumber zat besi. Dalam hal ini pekerjaan keluarga sebagai nelayan semestinya dapat dimanfaatkan untuk mengakses pangan sumber zat besi. Komoditas ikan atau pangan hewani laut merupakan salah satu bahan makanan yang kaya zat besi. Oleh karena itu 163

Prevalensi Dan Determinan Kejadian Anemia ... - Irwan Budiono

peningkatan konsumsi pangan lokal ini perlu mendapat perhatian agar dapat lebih dimanfaatkan. 3) Asupan Zat Besi Berdasarkan hasil penelitian diketahui ada hubungan antara asupan zat besi terhadap kejadian anemia pada ibu hamil. Analisis tabel silang menunjukkan bahwa dari 10 ibu hamil yang asupan zat besinya rendah, 8 orang (80%) mengalami anemia, sisanya 2 orang (20%) tidak anemia. Sebaliknya dari 20 ibu hamil yang asupan zat besinya cukup tidak ada yang mengalami anemia. Hasil penelitian ini senada dengan penelitian Lindsay H Allen (2000) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara asupan zat besi dan status anemia ibu hamil. Gibson, RS (1990) menyatakan bahwa kejadian anemia dipengaruhi oleh rendahnya asupan zat besi. Hal ini disebabkan zat besi merupakan mineral yang penting untuk pembentukan hemoglobin. Kekurangan zat besi pada umumnya akan menyebabkan terjadinya anemia. Bahkan di banyak negara berkembang, kejadian anemia sebagian besar disebabkan oleh defisiensi zat besi. Selain temuan penelitian diatas, terdapat satu temuan penting dalam penelitian ini. Yaitu, bahwa dari asupan rata-rata 31,13 mg zat besi tersebut diatas, rata-rata ibu hamil memperolehnya dari pangan hewani laut sebesar 14,50 mg. Hal ini berarti kontribusi dari pangan hewani laut tersebut adalah 46,5%. Fakta ini menunjukkan masih kurang dimanfaatkannya potensi pangan lokal yang ada. Dalam hal ini karena ibu hamil berasal dari keluarga nelayan, maka diharapkan kontribusi pangan hewani laut juga perlu ditingkatkan.

4)

Asupan Protein Berdasarkan hasil penelitian diketahui ada hubungan antara asupan protein terhadap kejadian anemia pada ibu hamil. Analisis tabel silang menunjukkan bahwa dari 10 ibu hamil yang asupan zat proteinnya rendah, 8 orang (80%) mengalami anemia, sisanya 2 orang (20%) tidak anemia. Sebaliknya dari 20 ibu hamil yang asupan proteinnya cukup tidak ada yang mengalami anemia. Hal ini senada dengan penelitian Lindsay H Allen (2000) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara asupan zat besi dan status anemia ibu hamil. Sukirman (2005) menyatakan bahwa kejadian anemia selainm dipengaruhi oleh rendahnya asupan zat besi, juga disebabkan karena kurangnya asupan zat gizi yang bersifat sebagai enhancer. Salah satu senyawa enhancer yang penting untuk meningkatkan penyerapan zat besi adalah protein. Kehadiran protein dalam bahan makanan akan meningkatkan penyerapan zat besi. Almatsier, S (2001), menyatakan bahwa penyerapan zat besi akan meningkat ketika dalam hidangan makanan dihadirkan sumber protein yang bernilai biologis tinggi. Protein bernilai biologi tinggi ini artinya adalah protein yang memiliki komposisi asam amino essensial yang cukup ragam dan jumlahnya. 5) Asupan Vitamin C Sama halnya dengan kaitan antara protein dan status Hb. Berdasarkan hasil penelitian diketahui pula ada hubungan antara asupan vitamin C terhadap kejadian anemia pada ibu hamil. Analisis tabel silang menunjukkan bahwa dari 8 ibu hamil yang asupan vitamin C nya rendah, 6 orang (75%) mengalami anemia, sisanya 2 orang (25%) tidak ane-

164

KEMAS - Volume 4 / No. 2 / Januari - Juni 2009

mia. Sebaliknya dari 22 ibu hamil yang asupan vitamin C nya cukup sebagian besar (90,9%) atau 20 orang tidak anemia, dan hanya 2 orang (9,1%) yang mengalami anemia. Hal ini senada dengan penelitian Lindsay H Allen (2000) serta penelitian Soeharyo dan Palarto, B., (1999) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara asupan vitamin C dan status anemia ibu hamil. Soekirman (2005) juga menyatakan bahwa kejadian anemia selain dipengaruhi oleh rendahnya asupan zat besi, juga disebabkan karena kurangnya asupan zat gizi yang bersifat sebagai enhancer. Salah satu senyawa enhancer yang penting untuk meningkatkan penyerapan zat besi adalah vitamin C. Kehadiran vitamin C dalam bahan makanan akan meningkatkan penyerapan zat besi. Sunita Almatsier (2001), menyatakan bahwa penyerapan zat besi akan meningkat dengan kehadiran vitamin C dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Dalam hal ini buah dan sayur merupakan bahan makanan yang perlu dimasukkan dalam daftar menu setiap kali waktu makan. 6) Kebiasaan Minum teh Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan p = 0,000 hal ini berarti ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan minum teh dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Analisis tabel silang menunjukkan bahwa dari 10 ibu hamil yang mempunyai kebiasaan minum teh 2 jam sebelum atau sesudah makan, 7 orang (70%) diantara mengalami anemia, sisanya 3 orang (30%) tidak anemia. Sebaliknya dari 20 ibu hamil yang tidak mempunyai kebiasaan minum teh 2 jam sebelum atau sesudah makan sebagian besar (95%) atau 19 orang tidak anemia, sementara itu sisanya 1 orang

(5%) mengalami anemia. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Subagio, HW (2007), yang menyatakan bahwa pada kenyataannya banyak ibu hamil yang menelan tablet Fe lalu minum teh hal ini menyebabkan rendahnya absorsi zat besi dalam tubuh sehingga mengalami anemia gizi. Teh atau kopi merupakan sumber makanan penghambat asupan zat besi. Kebiasaan masyarakat terutama Jawa setelah makan tidak dilanjutkan minum air putih, jus buah, atau makan buah-buahan sebaliknya lebih suka mengkonsumsi teh atau kopi (Santoso, 1995). 7) Kebiasaan Minum Kopi Sama halnya dengan pengaruh teh terhadap kejadian anemia. Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan p = 0,000 hal ini berarti ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan minum kopi dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Analisis tabel silang menunjukkan bahwa dari 11 ibu hamil yang mempunyai kebiasaan minum kopi 2 jam sebelum atau sesudah makan, 8 orang (72,7%) diantara mengalami anemia, sisanya 3 orang (27,3%) tidak anemia. Sebaliknya dari 19 ibu hamil yang tidak mempunyai kebiasaan minum kopi 2 jam sebelum atau sesudah makan semuanya (100%) tidak ada yang mengalami anemia. Hasil penelitian ini juga sesuai pendapat Subagio, HW (2007), yang menyatakan bahwa pada kenyataannya banyak ibu hamil yang menelan tablet Fe lalu minum kopi dapat menyebabkan rendahnya absorsi zat besi dalam tubuh sehingga mengalami anemia gizi. Kopi merupakan sumber makanan penghambat asupan zat besi. Tanin yang terdapat dalam kopi juga akan menurunkan penyerapan zat besi. Selanjutnya apabila kebiasaan ini 165

Prevalensi Dan Determinan Kejadian Anemia ... - Irwan Budiono

berlangsung lama, dan asupan zat besi kurang, maka risiko untuk mengalami anemia menjadi lebih besar. Oleh karena itu untuk meningkatkan upaya perbaikan menu makanan, ibu hamil perlu meningkatkan konsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi seperti telur, susu, hati, ikan, daging, kacangkacangan (tempe, tahu, oncom, kedelai, kacang hijau), sayuran berwarna hijau tua (kangkung, bayam, daun katuk), dan buah-buahan seperti jeruk, jambu biji, pisang (Santoso, 1995). 8) Konsumsi Tablet Fe Berdasarkan hasil penelitian diketahui ada hubungan antara konsumsi tablet Fe terhadap kejadian anemia pada ibu hamil. Analisis tabel silang menunjukkan bahwa dari 19 ibu hamil yang tidak biasa minum tablet Fe selama kehamilannya semuanya (100%) mengalami anemia. Sementara itu dari 11 ibu hamil yang selalu minum tablet Fe selama kehamilannya, 8 orang (72,7%) diantara mengalami anemia, sisanya 3 orang (27,3%) tidak anemia. Hal ini senada dengan penelitian Huong Ti Le (2006) dan Lindsay H Allen (2000) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara konsumsi tablet besi dan status anemia ibu hamil. Temuan penelitian ini menguatkan pendapat Soekirman (2002), bahwa salah satu penyebab utama dari kejadian anemia adalah rendahnya intake atau asupan zat besi. Mengingat pada masa kehamilan kebutuhan zat besi meningkat cukup signifikan, maka ibu hamil harus mendapat suplementasi preparat besi. Variabel yang Tidak Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil

Dalam peneilitian ini umur kehamilan tidak terbukti secara signifikan berhubungan dengan kejadian anemia. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 17 ibu hamil yang mempunyai usia kehamilan trimester III sebagian besar 82,4% tidak anemia. Proporsi yang hampir sama juga didapat dari kelompok ibu hamil trimester II, dimana dari 13 orang sebagian besar (61,5%) juga masuk dalam kelompok tidak anemia. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang ada. Antara lain Wirakusumah (1998) menyatakan bahwa semakin meningkatnya usia kehamilan akan meningkatkan kebutuhan akan zat besi, sehingga kemungkinan terjadinya defisiensi juga semakin besar. Oleh karena itu usia kehamilan juga berkaitan dengan kejadian anemia. Ada beberapa sebab mengapa dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan antara umur kehamilan dengan kejadian anemia. Pertama, kemungkinan akan adanya variabel perancu yang tidak dikendalikan menyebabkan hubungan yang terjadi antara variabel bebas dan terikat menjadi tidak jelas. Kedua, penelitian ini menggunakan desain cross sectional , dimana pengukuran baik variabel bebas maupun terikat diukur pada waktu yang sama, sehingga temporal relation ship menjadi tidak jelas. Sangat mungkin terjadi bahwa ibu hamil trimester III terdeteksi anemia, padahal sebenarnya ibu hamil tersebut sudah mengalami anemia sejak trimester sebelumnya (I ataupun II). Ketiga, jumlah sampel yang kecil dapat menyebabkan parameter yang ada pada sampel tidak mampu membuat pendugaan yang baik parameter pada populasi. (Rothman, KJ., 1995).

166

KEMAS - Volume 4 / No. 2 / Januari - Juni 2009

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1) Dalam penelitian ini diperoleh bahwa prevalensi anemia ibu hamil sebesar 26,7% 2) Variabel yang terbukti secara signifikan berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil dalam penelitian ini adalah : (1) Pendidikan Ibu (p value = 0,000) (2) Penghasilan Keluarga (p value = 0,000) (3) Tingkat Konsumsi Zat Besi ( p value = 0,000) (4) Tingkat Konsumsi Protein ( p value = 0,000) (5) Tingkat Konsumsi Vitamin C (p value = 0,001) (6) Kebiasaan Minum Teh (p value = 0,000) (7) Kebiasaan Minum Kopi (p value = 0,000) (8) Kebiasaan Konsumsi Tablet Fe ( p value = 0,000) 3) Variabel yang tidak terbukti secara signifikan berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil dalam penelitian ini adalah umur kehamilan (p value = 0,195) Saran Kepada Puskesmas Mangkang, berdasarkan temuan bahwa : 1). Prevalensi anemia pada ibu hamil masih cukup tinggi; 2). Banyak faktor yang berhubungan baik langsung maupun tidak langsung dengan kejadian anemia pada ibu hamil; 3). Masih kurangnya pemanfaatan potensi pangan lokal sebagai makanan sumber zat besi; maka disarankan agar Puskesmas dapat merancang upaya pencegahan kejadian anemia pada ibu hamil melalui kegiatan

yang dikoordinasikan dengan sektor lain seperti sektor pendidikan, pertanian dan perikanan. Selain itu perlu pula penekanan pada pencegahan berbasis pemanfaatan potensi pangan lokal, khususnya pangan hewani laut.

DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. 2001. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 239-258. De Meyer, EM. 1995. Pencegahan dan pengawasan anemia defisiensi besi. Alih bahasa : Arisman MB. Jakarta: Widya Medika. Depkes RL. 1996. Pedoman operasional penanggulangan anemia gizi di Indonesia. Jakarta : Dirjen Binkesmas. Gibson, RS. 1990. Principles of nutritional assesment. New York, USA: Oxford University Press. Husaini, MA. 1989. Study nutrition anemia an assesment of information compilation for supporting and formulating national policy and program. Jakarta : Depkes. Huong Thi Le. 2006. Efficacy of iron fortification compared to iron supplementation among Vietnamese schoolchildren. Nutrition Journal 2006, 5:32 Lindsay H Allen. 2007. Anemia and iron deficiency: effects on pregnancy outcome . Am J Clin Nutr 2000;71(suppl):1280S4

167

Prevalensi Dan Determinan Kejadian Anemia ... - Irwan Budiono

Muchtadi, D., Palupi, NS., Astawan, M. 1993. Metabolisme zat gizi sumber, fungsi dan kebutuhan bagi tubuh manusia. Jilid II. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.151-158. Muhilal., Sunarno, I., Komari, 1996. Review of Survey and Suplementation of Anaemia in Indonesia. Food and Nutrition Bulletin, Vol. 17 No. 1. Nadisul, H., 1997. Makanan sehat untuk ibu hamil. Jakarta : Puspa Swara. Nasution, AH., Karyadi, D. 1998. Gizi untuk kebutuhan fisiologis khusus. Jakarta : PT Gramedia. Nugraheni, SA., 1997. Pengetahuan, sikap dan praktek ibu hamil hubungannya dengan anemia. Tesis. Rothman, KJ., 1995. Epidemiologi Modern, Yayasan Pustaka Nusantara & Yayasan Essentia Medica, Edisi 2. Santoso, HSO., 1995. Aspek farmakologi manfaat dan mudarat penggunaan teh. dalam : Barnawi, MS.,dkk., Presiding Konggres Nasional Persagi X dan Kursus Penyegar Ilmu Gizi, DPP Persagi, 391-397. Saraswati, E., Suwarno, I., 1998. Risiko ibu hamil kurang energi kronis dan anemia untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Penelitian Gizi dan Makanan, 21:4149. Soeharyo, 1999. Pemetaan anemia gizi dan faktor-faklor determinant pada ibu hamil dan anak balita di Jawa Tengah. Puslitkes Undip bekerja sama dengan Kanwil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah.

Soeharyo dan Palarto, B., 1999. Masalah kurang gizi pada ibu hamil, ibu menyusui dan anak balita serta akibatnya. Makalah disajikan pada Semina Peningkatan Pengetahuan dan Ketrampilan Gizi Keluarga di masa krisis, Semarang. Stolzfus, RJ., Dreyfuss, ML., 1998. Guidelines for the use of iron suplements to prevent and treat iron deficiency anemia, International Nutrition Anemia Consultative Group (INACG), ILSI Press, Whasington DC, USA. Subagio, HW., 1995. Perbedaan status gizi dan kadar Hb anak SDpenderita soil transmitted helmints berdasarkan jumlah dan jenis cacingnya. Majalah Kedokteran Diponegoro, Nol&2. Subagio, HW., 2002. Hubungan anlara status seng ibu hamil dengan perubahan status besi dan kadar hemoglobin pasca suplementasi besi. Media Medika Indonesiana, Vol. 37, No. 2, 63-73. Subagio, HW., Hendratno, S., Satoto, 1996. Keadaan gizi, hemoglobin dan prestasi belajar anak Sekolah Dasar pengidap ringan cacing tambang. Majalah Penelitian Th. VIII No. 432, Lemlit Undip. Supandiman, I., 1997. Hematologi klmik. Penerbit Alumni, Bandung, 1-50. Sutjipto, S., Hadi, H., 2001. Pengaruh anemia selama masa kehamilan terhadap kejadian bayi dengan berat badan lahir rendah dan prematuritas. Sains Kesehatan No, 14(1): 69-80.

168

KEMAS - Volume 4 / No. 2 / Januari - Juni 2009

Soekirman. 2005. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Perbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 20-30. Werdiningsih, A., Prawirohartono, EP., 2001. Prevalensi dan faktor risiko anemia selama kehamilan di D.I. Yogyakarta. Gizi Indonesia, 25:2029. Wirakusumah, ES., 1998. Perencanaan menu anemia gizi besi. Trubus Agriwirya, Jakarta, 1-25.

169

Anda mungkin juga menyukai