Anda di halaman 1dari 45

PUSDIKLAT PAJAK

PEMOTONGAN
PPH PASAL 21
OLEH INSTANSI
PEMERINTAH
DISUSUN OLEH
Irawan Purwo Aji
01

DAFTAR ISI Daftar Isi

02.
A. OBJEK PEMOTONGAN PPh PASAL 21 OLEH
INSTANSI PEMERINTAH

05.
B. TARIF PEMOTONGAN PPh PASAL 21 OLEH INSTANSI
PEMERINTAH

36
C. PENGECUALIAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 OLEH
INSTANSI PEMERINTAH

38
D. SAAT TERUTANG

39.
E. TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh
PASAL 21 OLEH INSTANSI PEMERINTAH

43.
F. REFERENSI

PUSDIKLAT PAJAK
02

A. OBJEK PEMOTONGAN
PPH PASAL 21 OLEH
INSTANSI PEMERINTAH

Instansi Pemerintah, sebagai pemotong pajak, melakukan


pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama
dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan kepada:

01 Pegawai Negeri Sipil (PNS), Anggota


Tentara Nasional Indonesia (TNI),
Anggota Kepolisian Republik Indonesia
(Polri), dan Pensiunannya; dan

02 Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri


selain PNS, Anggota TNI, Anggota Polri,
dan Pensiunannya.

Penghasilan PNS, Anggota TNI, Anggota Polri, dan Pensiunannya


yang dipotong PPh Pasal 21 adalah¹:

01 penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban


APBN, APBD, atau APBDes, termasuk gaji, tunjangan, dan imbalan
tetap lain, serta gaji dan tunjangan ke-13 (ketiga belas); dan

02
penghasilan berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apa
pun yang menjadi beban APBN, APBD, atau APBDes, tidak termasuk
pembayaran biaya perjalanan dinas.

¹ Angka IV huruf A angka 1 huruf a Lampiran PMK 231/PMK.03/2019 stdd PMK-59/PMK.03/2022


03

Wajib Pajak orang

01
pribadi dalam negeri Pegawai Pemerintah
selain PNS, Anggota dengan Perjanjian Kerja
TNI, Anggota Polri, dan (PPPK);

Pensiunannya yang
dipotong PPh Pasal 21 pegawai selain Pejabat Negara,
oleh Instansi PNS, Anggota TNI, Anggota Polri,

02
Pemerintah adalah²: dan Pensiunannya, serta PPPK
yang menerima penghasilan dari
Instansi Pemerintah atas
pekerjaan tertentu berdasarkan
kontrak kerja;

03 pegawai tidak tetap/tenaga kerja


lepas;

04 bukan pegawai; dan

05 peserta kegiatan.

² Angka IV huruf A angka 2 huruf a Lampiran PMK 231/PMK.03/2019 stdd PMK-59/PMK.03/2022


04

Penghasilan yang menjadi objek pemotongan PPh Pasal 21 atas Wajib


Pajak orang pribadi dalam negeri selain PNS, Anggota TNI, Anggota
Polri, dan Pensiunannya adalah³:

a. penghasilan baik bersifat teratur maupun tidak teratur yang dibayarkan


kepada PPPK dan pegawai yang menerima penghasilan dari Instansi
Pemerintah atas pekerjaan tertentu berdasarkan kontrak kerja,
berdasarkan perjanjian kerja dalam jangka waktu tertentu;
b. upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah
yang dibayarkan secara bulanan, yang dibayarkan kepada pegawai
tidak tetap/tenaga kerja lepas;
c. honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenis dengan nama dan dalam
bentuk apa pun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
dan kegiatan yang dibayarkan kepada bukan pegawai; dan
d. uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau
penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, dan imbalan
sejenis dengan nama apa pun yang dibayarkan kepada peserta
kegiatan.

³ Angka IV huruf A angka 2 huruf b Lampiran PMK 231/PMK.03/2019 stdd PMK-59/PMK.03/2022


05

B. TARIF PEMOTONGAN
PPH PASAL 21 OLEH
INSTANSI PEMERINTAH
Tarif pemotongan PPh Pasal 21 oleh Instansi Pemerintah
menggunakan tarif PPh bagi Wajib Pajak orang pribadi sesuai Pasal
17 ayat 1 UU PPh. Adapun tarif PPh bagi Wajib Pajak orang pribadi
adalah:

Tarif
No Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Pajak

01 sampai dengan Rp60.000.000,00 5%

di atas Rp60.000.000,00 sampai dengan


02 15%
Rp250.000.000,00

di atas Rp250.000.000,00 sampai dengan


03 25%
Rp500.000.000,00

di atas Rp500.000.000,00 sampai dengan


04 30%
Rp5.000.000.000,00

05 diatas Rp5.000.000.000,00 35%

Tarif PPh bagi Wajib Pajak orang pribadi tersebut bersifat progresif.

¹ Angka IV huruf A angka 1 huruf a Lampiran PMK 231/PMK.03/2019 stdd PMK-59/PMK.03/2022


06

"
Contoh penghitungan PPh bagi Wajib Pajak orang pribadi
sebagai berikut:
CONTOH

01 Sdr. Johan memiliki penghasilan kena pajak sebesar


Rp50.000.000,00. Jumlah PPh yang terutang sebesar:

Penghasilan kena pajak = Rp30.000.000,00


PPh terutang = 5% x Rp30.000.000,00
= Rp1.500.000,00

02 Sdr. Bagas memiliki penghasilan kena pajak sebesar


Rp700.000.000,00. Jumlah PPh yang terutang
sebesar:

Penghasilan kena pajak = Rp700.000.000,00


PPh terutang
5% x Rp60.000.000,00 = Rp 3.000.000,00
15% x Rp190.000.000,00 = Rp 28.500.000,00
25% x Rp250.000.000,00 = Rp 62.500.000,00
30% x Rp200.000.000,00 = Rp 60.000.000,00 +
Jumlah PPh terutang = Rp154.000.000,00
07

Menurut jenis penghasilan dan penerima penghasilan, penghitungan


PPh Pasal 21 dibedakan menjadi:
a. Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur;
b. Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur;
c. Penghitungan PPh Pasal 21 atas upah harian, upah mingguan, upah
satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
d. Penghitungan PPh Pasal 21 atas honorarium, komisi, fee, dan imbalan
sejenis dengan nama dan dalam bentuk apa pun sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan;
e. Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang saku, uang representasi, uang
rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam
bentuk apa pun, dan imbalan sejenis dengan nama apa pun; dan
f. Penghitungan PPh Pasal 21 atas honorarium atau imbalan lain yang
diterima oleh Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota Polri, dan
Pensiunannya.

³ Angka IV huruf A angka 2 huruf b Lampiran PMK 231/PMK.03/2019 stdd PMK-59/PMK.03/2022


08

B1. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN


PPH PASAL 21 ATAS PENGHASILAN
TERATUR

Tata cara penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan


teratur ini berlaku untuk:

selain Pejabat Negara,


Pejabat Negara, PNS, PNS, Anggota TNI,
Anggota TNI, Anggota Anggota Polri, dan
Polri, dan Pensiunannya yang
Pensiunannya⁴; dan menerima penghasilan
secara teratur⁵.

Yang dimaksud dengan penghasilan teratur adalah penghasilan bagi


pegawai tetap berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan, dan
imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk
uang lembur⁶.

⁴ diatur dalam PMK-262/PMK.03/2010


⁵ diatur dalam PMK-252/PMK.03/2008
⁶ Pasal 1 angka 15 PMK-252/PMK.03/2008
09

Penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur


dibedakan untuk bulan selain Desember dan bulan Desember atau
bulan dimana pegawai berhenti bekerja. Cara penghitungan
pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur untuk bulan
selain Desember adalah⁷:

01 Hitung seluruh penghasilan bruto dalam sebulan


yang diterima pegawai, berupa gaji, tunjangan, serta
uang lembur;

02
Hitung penghasilan neto sebulan, dihitung dengan
jumlah penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan
serta iuran pensiun, iuran Jaminan Hari Tua, dan/atau
iuran Tunjangan Hari Tua yang dibayar sendiri oleh
pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja
kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan atau kepada BPJS
Ketenagakerjaan;

03 Hitung penghasilan neto setahun, dihitung dari


jumlah penghasilan neto sebulan dikali 12;

04 Hitung penghasilan kena pajak, dihitung dari


penghasilan neto setahun dikurangi Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP);

05 Hitung PPh Pasal 21 setahun, dihitung dari


penghasilan kena pajak dikalikan tarif PPh orang
pribadi sesuai Pasal 17 ayat 1 UU PPh;

06 Hitung PPh Pasal 21 sebulan, dihitung dari jumlah


PPh Pasal 21 setahun dibagi 12.

⁷ Lampiran I.1.a.1. Per-16/PJ/2016


10

Biaya jabatan merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari


penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan PPh Pasal 21
bagi pegawai tetap. Untuk pensiunan, tidak terdapat biaya
jabatan, tetapi biaya pensiun. Besarnya biaya jabatan dan biaya
pensiun ditetapkan sebagai berikut:

biaya jabatan ditetapkan sebesar 5% biaya pensiun ditetapkan sebesar 5%


(lima persen) dari jumlah penghasilan (lima persen) dari penghasilan bruto,
bruto, setinggi-tingginya setinggi-tingginya Rp2.400.000,00 (dua
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) juta empat ratus ribu rupiah) setahun
setahun atau Rp500.000,00 (lima ratus atau Rp200.000,00 (dua ratus ribu
ribu rupiah) sebulan⁸; dan rupiah) sebulan⁹.

PTKP merupakan

01
pengurang Rp54.000.000,00 (lima puluh
penghasilan neto empat juta rupiah) untuk diri
untuk menghitung Wajib Pajak orang pribadi;

penghasilan kena
pajak yang hanya
Rp4.500.000,00 (empat juta lima

02
diberikan kepada
ratus ribu rupiah) tambahan
Wajib Pajak orang
untuk Wajib Pajak yang kawin;
pribadi dalam
negeri¹⁰. Besarnya
Rp4.500.000,00 (empat juta lima
PTKP ditetapkan¹¹:
ratus ribu rupiah) tambahan untuk
setiap anggota keluarga sedarah dan

03 keluarga semenda dalam garis


keturunan lurus serta anak angkat,
yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga)
orang untuk setiap keluarga.

⁸ Pasal 1 ayat 1 PMK-250/PMK.03/2008


⁹ Pasal 1 ayat 2 PMK-250/PMK.03/2008
¹⁰ Pasal 6 ayat 3 UU PPh
¹¹ Pasal 7 ayat 1 UU PPh
11

Besarnya PTKP ini ditentukan berdasarkan keadaan pada awal


tahun pajak¹². Besarnya PTKP bagi karyawati berlaku ketentuan
sebagai berikut¹³:

01 bagi karyawati kawin, sebesar PTKP


untuk dirinya sendiri;

02
bagi karyawati tidak kawin, sebesar
PTKP untuk dirinya sendiri ditambah
PTKP untuk keluarga yang menjadi
tanggungan sepenuhnya; dan

03
bagi karyawati kawin dapat
menunjukkan keterangan tertulis dari
Pemerintah Daerah setempat
serendah-rendahnya kecamatan yang
menyatakan bahwa suaminya tidak
menerima atau memperoleh
penghasilan, besarnya PTKP adalah
PTKP untuk dirinya sendiri ditambah
PTKP untuk status kawin dan PTKP
untuk keluarga yang menjadi
tanggungan sepenuhnya¹⁴.

Dalam penghitungan PPh Pasal 21, PTKP seringkali menggunakan


kode K untuk Kawin dan TK untuk Tidak Kawin. Sebagai contoh,
jika penerima penghasilan sudah menikah dan memiliki 3 (tiga)
tanggungan, maka status PTKP akan ditulis K/3. Jika penerima
penghasilan belum menikah dan tidak memiliki penghasilan,
maka status PTKP ditulis TK/0.

¹² Pasal 7 ayat 1 UU PPh


¹³ Pasal 11 ayat 3 Per-16/PJ/2016
¹⁴ Pasal 11 ayat 3 Per-16/PJ/2016
12

CONTOH "
Contoh penghitungan PTKP adalah:

01 Sdr. Yudhi, menikah dan memiliki 2 (dua) anak. Anak yang pertama lahir
7 Maret 2019 dan anak yang kedua lahir 8 Juni 2023. Penghitungan PTKP
Sdr. Yudhi untuk Tahun Pajak 2023 sebagai berikut:

Untuk diri sendiri Wajib Pajak = Rp54.000.000,00


Untuk status menikah = Rp 4.500.000,00
Untuk tanggungan (1 anak) = Rp 4.500.000,00 +
Jumlah PTKP (K/1) = Rp63.000.000,00

Keterangan:
Anak yang kedua lahir pada tahun 2023, sehingga pada keadaan awal
tahun 2023, jumlah tanggungan Sdr. Yudhi hanya 1 anak.

Sdr. Firna, menikah, sudah memiliki 1 (satu) anak yang lahir 8 Juni
02 2022. Suami Sdr. Firna tidak memiliki penghasilan, tetapi Sdr. Firna
tidak memiliki surat keterangan dari kecamatan yang menyatakan
bahwa suaminya tidak memiliki penghasilan. Penghitungan PTKP Sdr.
Firna untuk Tahun Pajak 2023 sebagai berikut:

PTKP untuk diri sendiri Wajib Pajak (TK/0) = Rp54.000.000,00

Keterangan:
Sdr. Firna tidak dapat menunjukkan surat keterangan dari
kecamatan sehingga tidak dapat menanggung suami dan anaknya
13

01
Contoh penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 atas
penghasilan teratur: "
Instansi Pemerintah X membayar penghasilan teratur Sdr. Indra, PNS, status
K/2, untuk bulan Juni 2023 dengan perincian gaji pokok sebesar
Rp5.950.000,00, tunjangan istri sebesar Rp595.000,00, tunjangan anak
sebesar Rp238.000,00, tunjangan jabatan sebesar Rp560.000,00 dan
tunjangan beras sebesar Rp300.000,00. Iuran pensiun yang dibayarkan
sendiri oleh Sdr. Indra sebesar Rp350.000,00. Atas hal tersebut, pemotongan
PPh Pasal 21 atas penghasilan Sdr. Indra pada bulan Juni 2023 sebagai
berikut:

Penghasilan bruto:
Gaji Rp5.950.000,00
Tunjangan istri Rp 595.000,00
Tunjangan anak Rp 238.000,00
Tunjangan jabatan Rp 560.000,00
Tunjangan beras Rp 300.000,00 +
Jumlah penghasilan bruto Rp7.643.000,00

Pengurang:
Biaya jabatan
(5% x Rp7.643.000,00) Rp382.150,00
Iuran pensiun Rp350.000,00 +
Jumlah pengurang Rp732.150,00

Penghasilan neto sebulan Rp6.910.850,00


Penghasilan neto setahun
(12 x Rp6.910.850,00) Rp82.930.200,00

PTKP (K/2) Rp67.500.000,00 -


Penghasilan kena pajak Rp15.430.200,00
PPh Pasal 21 setahun
(5% x Rp15.430.200,00) Rp771.510,00

PPh Pasal 21 bulan Juni 2023


(Rp771.510,00 / 12) Rp64.293,00
14

02
Contoh penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 atas
penghasilan teratur: "
Instansi Pemerintah X membayar penghasilan teratur Sdri. Lani, pegawai
kontrak, status TK/0, untuk bulan Mei 2023 dengan perincian gaji pokok
sebesar Rp3.750.000,00. Atas hal tersebut, pemotongan PPh Pasal 21 atas
penghasilan Sdri. Lani pada bulan Mei 2023 sebagai berikut:

Penghasilan bruto sebulan Rp3.750.000,00

Pengurang:
Biaya jabatan
(5% x Rp3.750.000,00) Rp 187.500,00 -
Penghasilan neto sebulan Rp3.562.500,00
Penghasilan neto setahun
(12 x Rp3.562.500,00) Rp42.750.000,00
PTKP (TK/0) Rp54.000.000,00 -
Penghasilan kena pajak Rp 0,00

Karena penghasilan neto setahun Sdri. Lani masih dibawah PTKP, maka tidak
terdapat penghasilan kena pajak. Dengan demikian, atas penghasilan teratur
yang diterima Sdri. Lani tidak dipotong PPh Pasal 21.
15

Setelah menghitung pemotongan PPh Pasal 21 untuk bulan selain


Desember, langkah selanjutnya adalah menghitung PPh Pasal 21
untuk bulan Desember atau bulan dimana pegawai tetap berhenti
bekerja. Penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan
teratur untuk bulan Desember atau bulan dimana pegawai tetap
berhenti bekerja dengan cara¹⁵:

01 Hitung seluruh penghasilan bruto dalam setahun


yang diterima baik penghasilan teratur maupun
penghasilan tidak teratur;

02
Hitung penghasilan neto setahun, dihitung dengan
jumlah penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan
serta iuran pensiun, iuran Jaminan Hari Tua, dan/atau
iuran Tunjangan Hari Tua yang dibayar sendiri oleh
pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja
kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan atau kepada BPJS
Ketenagakerjaan;

03
Hitung penghasilan kena pajak, dihitung dari
penghasilan neto setahun dikurangi Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP);

04
Hitung PPh Pasal 21 setahun, dihitung dari
penghasilan kena pajak dikalikan tarif PPh orang
pribadi sesuai Pasal 17 ayat 1 UU PPh;

05
Hitung PPh Pasal 21 bulan Desember, dihitung dari
jumlah PPh Pasal 21 setahun dikurangi dengan
jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong selama
bulan Januari sampai November.

¹⁵ Lampiran I.2. Per-16/PJ/2016


16

Contoh penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 oleh Instansi


Pemerintah untuk bulan Desember: "
Instansi Pemerintah X membayar penghasilan teratur Sdr. Indra, PNS, status
K/2, untuk bulan Desember 2023. Penghasilan Sdr. Indra selama setahun
yang dibayarkan oleh Instansi Pemerintah X adalah gaji pokok sebesar
Rp81.000.000,00, tunjangan istri sebesar Rp8.100.000,00, tunjangan anak
sebesar Rp3.240.000,00, tunjangan jabatan sebesar Rp6.720.000,00 dan
tunjangan beras sebesar Rp4.500.000,00. Iuran pensiun yang dibayarkan
sendiri oleh Sdr. Indra sebesar Rp4.700.000,00. PPh Pasal 21 yang telah
dipotong selama bulan Januari sampai dengan November sebesar
Rp1.180.000,00. Atas hal tersebut, pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan
Sdr. Indra pada bulan Desember 2023 sebagai berikut:

Penghasilan bruto:
Gaji Rp81.000.000,00
Tunjangan istri Rp 8.100.000,00
Tunjangan anak Rp 3.240.000,00
Tunjangan jabatan Rp 6.720.000,00
Tunjangan beras Rp 4.500.000,00 +
Jumlah penghasilan bruto Rp103.560.000,00

Pengurang:
Biaya jabatan
(5% x Rp103.560.000,00) Rp5.178.000,00
Iuran pensiun Rp4.700.000,00 +
Jumlah pengurang Rp9.878.000,00

Penghasilan neto setahun Rp93.682.000,00

PTKP (K/2) Rp67.500.000,00 -


Penghasilan kena pajak Rp26.182.000,00
PPh Pasal 21 setahun
(5% x Rp26.182.000,00) Rp1.309.100,00

PPh Pasal 21 yang sudah dipotong


bulan Januari-November Rp1.180.000,00 -
PPh Pasal 21 bulan Desember Rp129.100,00
17

B2. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN


PPH PASAL 21 ATAS PENGHASILAN
TIDAK TERATUR

Yang dimaksud dengan penghasilan pegawai tetap yang bersifat tidak


teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap selain penghasilan
yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau
periode lainnya, antara lain berupa bonus, Tunjangan Hari Raya (THR),
jasa produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan
nama apapun¹⁶.

Tata cara pemotongan PPh Pasal


Hitung PPh Pasal 21
21 atas penghasilan tidak teratur atas penghasilan
adalah: teratur dan
penghasilan tidak
teratur;

Hitung PPh Pasal 21


atas penghasilan
teratur; dan

Hitung selisih PPh


Pasal 21 atas
penghasilan teratur
dan penghasilan
tidak teratur dengan
PPh Pasal 21 atas
penghasilan teratur.

¹⁶ Pasal 1 angka 16 Per-16/PJ/2016


18

Contoh penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 atas


penghasilan tidak teratur:
"
Instansi Pemerintah X membayar penghasilan teratur Sdr.
Indra, PNS, status K/2, untuk bulan April 2023 dengan perincian
gaji pokok sebesar Rp5.950.000,00, tunjangan istri sebesar
Rp595.000,00, tunjangan anak sebesar Rp238.000,00,
tunjangan jabatan sebesar Rp560.000,00 dan tunjangan beras
CONTOH

sebesar Rp300.000,00. Iuran pensiun yang dibayarkan sendiri


oleh Sdr. Indra sebesar Rp350.000,00. Dalam bulan April 2023,
Sdr. Indra menerima THR sebesar Rp7.643.000,00. Atas hal
tersebut, pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak
teratur Sdr. Indra pada bulan April 2023 sebagai berikut:

PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur dan tidak teratur


Penghasilan bruto setahun
Gaji Rp71.400.000,00
Tunjangan istri Rp 7.140.000,00
Tunjangan anak Rp 2.856.000,00
Tunjangan jabatan Rp 6.720.000,00
Tunjangan beras Rp 3.600.000,00
THR Rp 7.643.000,00 +
Jumlah penghasilan bruto Rp99.359.000,00

Pengurang:
Biaya jabatan
(5% x Rp99.359.000,00) Rp4.967.950,00
Iuran pensiun Rp4.200.000,00 +
Jumlah pengurang Rp9.167.950,00

Penghasilan neto setahun Rp90.191.150,00

PTKP (K/2) Rp67.500.000,00-


Penghasilan kena pajak Rp22.691.050,00
PPh Pasal 21 setahun
(5% x Rp22.691.000,00) Rp1.134.550,00
19

Contoh penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 atas


penghasilan tidak teratur: (LANJUTAN)

PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur


"
Penghasilan bruto setahun
Gaji Rp71.400.000,00
Tunjangan istri Rp 7.140.000,00
CONTOH

Tunjangan anak Rp 2.856.000,00


Tunjangan jabatan Rp 6.720.000,00
Tunjangan beras Rp 3.600.000,00 +
Jumlah penghasilan bruto Rp91.716.000,00

Pengurang:
Biaya jabatan
(5% x Rp91.716.000,00) Rp4.585.800,00
Iuran pensiun Rp4.200.000,00 +
Jumlah pengurang Rp8.785.800,00

Penghasilan neto setahun Rp82.930.200,00

PTKP (K/2) Rp67.500.000,00 -


Penghasilan kena pajak Rp15.430.200,00
PPh Pasal 21 setahun
(5% x Rp15.430.200,00) Rp771.510,00

PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur


PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur dan tidak teratur
Rp1.134.550,00
PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur
Rp 771.510,00 -
PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur
Rp 363.040,00
20

B3. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN


PPH PASAL 21 ATAS UPAH HARIAN,
UPAH MINGGUAN, UPAH SATUAN,
UPAH BORONGAN ATAU UPAH
YANG DIBAYARKAN SECARA
BULANAN YANG DITERIMA OLEH
PEGAWAI TIDAK TETAP/TENAGA
KERJA LEPAS

Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas adalah pegawai yang


hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang
bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah
unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu
jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja¹⁷.

¹⁷ Pasal 1 angka 11 Per-16/PJ/2016


21

Tata cara penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tidak


tetap/tenaga kerja lepas¹⁸:

01 Tentukan jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang saku


yang diterima atau diperoleh dalam sehari:

02 Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian
belum melebihi Rp450.000,00, dan jumlah kumulatif yang diterima atau
diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi
Rp4.500.000,00, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus dipotong;

03 Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian
telah melebihi Rp450.000,00, dan sepanjang jumlah kumulatif yang
diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum
melebihi Rp4.500.000,00, maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah
sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian
setelah dikurangi Rp450.000,00, dikalikan 5% (lima persen);

04 Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan
kalender yang bersangkutan telah melebihi Rp4.500.000,00 dan kurang dari
Rp10.200.000,00, maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar
upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah
dikurangi PTKP sehari, dikalikan 5% (lima persen). PTKP sehari dhitung
dengan cara PTKP setahun dibagi 360;

05 Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satu
bulan kalender telah melebihi Rp 10.200.000,00, maka PPh Pasal 21 dihitung
dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh atas jumlah upah
bruto dalam satu bulan yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan
PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil
perhitungan tersebut dibagi 12.

06 Dalam hal pegawai tidak tetap menerima upah yang dibayarkan secara
bulanan, PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1)
huruf a Undang-Undang (UU) PPh atas jumlah upah bruto yang
disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus
dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.

¹⁷ Pasal 1 angka 11 Per-16/PJ/2016


¹⁸ Lampiran II.1. Per-16/PJ/2016
22

01
Contoh penghitungan pemotongan PPh Pasal 21:
"
Instansi Pemerintah X membayar sebesar Rp150.000,00 kepada Sdr. Sutardi,
untuk membersihkan saluran air di kantor Instansi Pemerintah X.

Upah sehari Rp150.000,00


Batas upah harian yang tidak dipotong PPh Pasal 21 Rp450.000,00 -
Penghasilan Kena Pajak sehari Rp 0.00

Instansi Pemerintah X tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas upah


Sdr. Sutardi karena upah sehari yang diterima oleh Sdr. Sutardi tidak melebihi
Rp450.000,00.

02 nstansi Pemerintah X melakukan pembayaran upah borongan kepada Sdr.


Kardi sebesar Rp1.200.000,00 untuk pekerjaan pembuatan taman di kantor
Instansi Pemerintah X. Pekerjaan dilakukan selama 2 (dua) hari. Atas hal
tersebut, Instansi Pemerintah X melakukan pemotongan PPh Pasal 21
sebesar:

Upah borongan sehari (Rp1.200.000,00 / 2 hari) Rp600.000,00


Batas upah harian yang tidak dipotong PPh Pasal 21 Rp450.000,00 –
Penghasilan Kena Pajak sehari Rp150.000,00

Penghasilan Kena Pajak untuk 2 hari Rp300.000,00


PPh Pasal 21 yang dipotong = 5% x Rp300.000,00
= Rp15.000,00
23

03
Contoh penghitungan pemotongan PPh Pasal 21:
"
Instansi Pemerintah X melakukan pembayaran upah kepada Sdr. Harjono
(belum menikah, TK/0) sebesar Rp700.000 per hari selama 10 hari.
Pembayaran upah dilakukan setiap hari. Atas hal tersebut, Instansi
Pemerintah X melakukan pemotongan PPh Pasal 21 sebesar:

Pemotongan PPh Pasal 21 untuk hari ke-1 sampai dengan hari ke-6:
Upah sehari Rp700.000,00
Batas upah harian yang tidak dipotong PPh Pasal 21 Rp450.000,00 -
Penghasilan Kena Pajak sehari Rp250.000.00

PPh Pasal 21 yang dipotong = 5% x Rp250.000,00 = Rp12.500,00

Pemotongan PPh Pasal 21 sehari atas penghasilan Sdr. Harjono pada hari ke-
1 sampai dengan hari ke-6 sebesar Rp12.500,00

Pemotongan PPh Pasal 21 untuk hari ke-7:


Upah selama 7 hari Rp4.900.000,00
PTKP selama 7 hari ((Rp54.000.000,00/360) x 7 hari) Rp1.050.000,00 -
Penghasilan Kena Pajak selama 7 hari Rp3.850.000,00

PPh Pasal 21 yang dipotong selama 7 hari


(5% x Rp3.850.000,00) = Rp192.500,00
PPh Pasal 21 yang dipotong hari ke-1 s.d. hari ke-6
(Rp12.500,00 x 6) = Rp 75.000,00 -
PPh Pasal 21 yang dipotong untuk hari ke-7 = Rp117.500,00

Pemotongan PPh Pasal 21 untuk hari ke-8 sampai dengan hari ke 10:
Upah harian Rp700.000,00
PTKP harian (Rp54.000.000,00/360) Rp150.000,00 -
Penghasilan Kena Pajak sehari Rp550.000,00

PPh Pasal 21 yang dipotong = 5% x Rp550.000,00 = Rp27.500,00


24

03
Contoh penghitungan pemotongan PPh Pasal 21: (LANJUTAN)

"
Pemotongan PPh Pasal 21 sehari atas penghasilan Sdr. Harjono pada hari ke-
8 sampai dengan hari ke-10 sebesar Rp27.500,00.

Dengan demikian, pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran upah harian


sebesar Rp700.000,00 selama 10 hari kepada Sdr. Harjono sebagai berikut:
· Pemotongan PPh Pasal 21 pada hari ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, ke-5, dan ke-6
masing-masing sebesar Rp12.500,00;
· Pemotongan PPh Pasal 21 pada hari ke-7 sebesar Rp117.500,00; dan
· Pemotongan PPh Pasal 21 pada hari ke-8, ke-9, dan ke-10 masing-masing
sebesar Rp27.500,00.

04
Contoh penghitungan pemotongan PPh Pasal 21:
"
Instansi Pemerintah X melakukan pembayaran upah kepada Sdr. Kelana
(status K/1) sebesar Rp350.000 per hari. Pembayaran upah dilakukan secara
bulanan. Dalam bulan Juni 2023, Sdr. Kelana bekerja selama 20 (dua puluh)
hari. Atas hal tersebut, Instansi Pemerintah X melakukan pemotongan PPh
Pasal 21 sebesar:

Upah sehari = Rp350.000,00


Upah bulan Juni 2023 (20 hari x Rp350.000,00 = Rp7.000.000,00

Penghasilan neto setahun (12 x Rp7.000.000,00) = Rp84.000.000,00


PTKP (K/1) = Rp63.000.000,00 -
Penghasilan Kena Pajak = Rp21.000.000,00

PPh Pasal 21 setahun = 5% x Rp21.000.000,00 = Rp1.050.000,00

PPh Pasal 21 bulan Juni 2023: Rp1.050.000,00 / 12 = Rp87.500,00


25

B4. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPH


PASAL 21 ATAS HONORARIUM, KOMISI,
FEE, DAN IMBALAN SEJENIS DENGAN
NAMA DAN DALAM BENTUK APA PUN
SEBAGAI IMBALAN SEHUBUNGAN
DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN
KEGIATAN YANG DIBAYARKAN
KEPADA BUKAN PEGAWAI

Yang dimaksud Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain pegawai


tetap dan pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas yang memperoleh
penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari pemotong
PPh Pasal 21 sebagai imbalan jasa yang dilakukan berdasarkan perintah
atau permintaan dari pemberi penghasilan¹⁹. Bukan Pegawai yang
menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pemberian jasa, meliputi²⁰:
a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama,
penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
c. olahragawan;
d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya,
telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada
suatu kepanitiaan;
g. agen iklan;
h. pengawas atau pengelola proyek;
i. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
j. petugas penjaja barang dagangan;
k. petugas dinas luar asuransi; dan/atau
l. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis
lainnya.

¹⁹ Pasal 1 angka 12 Per-16/PJ/2016


²⁰ Pasal 3 huruf c Per-16/PJ/2016
26

Honorarium atau imbalan yang diberikan kepada Bukan Pegawai


dapat bersifat berkesinambungan dan tidak bersifat
berkesinambungan. Honorarium atau imbalan kepada Bukan Pegawai
yang bersifat berkesinambungan adalah imbalan kepada Bukan
Pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu
tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan²¹.

Tata cara penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan Bukan Pegawai²²:


1. untuk honorarium atau imbalan yang bersifat berkesinambungan:

a. bagi penerima penghasilan yang telah memiliki NPWP dan hanya memperoleh
penghasilan dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 serta tidak
memperoleh penghasilan lainnya, PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan
tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif penghasilan kena
pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan. Besarnya penghasilan kena
pajak adalah sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto
dikurangi PTKP per bulan;
b. PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh
atas jumlah kumulatif 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto
dalam tahun kalender yang bersangkutan;
2. untuk honorarium atau imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan, PPh
Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh atas
50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto;
3. jika Bukan Pegawai adalah dokter yang melakukan praktik di rumah sakit
dan/atau klinik maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jasa
dokter yang dibayarkan pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum
dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik; dan
4. jika bukan pegawai, selain dokter, memberikan jasa kepada Pemotong PPh Pasal
21:
a. mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya, maka besarnya jumlah
penghasilan bruto adalah sebesar jumlah pembayaran setelah dikurangi
dengan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut, kecuali
apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan bagian gaji atau upah
dari pegawai yang dipekerjakan tersebut, maka besarnya penghasilan bruto
tersebut adalah sebesar jumlah yang dibayarkan;
b. melakukan penyerahan material atau barang, maka besarnya jumlah
penghasilan bruto hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam
kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan
penyerahan material atau barang.

²¹ Pasal 1 angka 22 Per-16/PJ/2016


²² Lampiran IV Per-16/PJ/2016
27

01
Contoh penghitungan PPh Pasal 21 kepada Bukan Pegawai:

dr. Malik, SpA, sudah memiliki NPWP, merupakan dokter spesialis anak
yang melakukan praktik di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Kabupaten X dengan perjanjian bahwa atas setiap jasa dokter yang
dibayarkan oleh pasien akan dipotong 20% oleh pihak rumah sakit
"
sebagai bagian penghasilan rumah sakit dan sisanya sebesar 80% dari
jasa dokter tersebut akan dibayarkan kepada dr. Malik, SpA pada setiap
akhir bulan. RSUD Kabupaten X merupakan BLUD milik Kabupaten X.
Selain praktik di RSUD X, dr. Malik, SpA juga melakukan praktik sendiri di
klinik pribadinya dan beberapa rumah sakit swasta. Imbalan jasa dokter
yang dibayarkan pasien dari praktik dr. Malik, SpA di RSUD Kabupaten
X selama tahun 2022 adalah sebagai berikut:
Januari Rp50.000.000,00 Juli Rp51.000.000,00
Februari Rp48.000.000,00 Agustus Rp46.000.000,00
Maret Rp54.000.000,00 September Rp50.000.000,00
April Rp50.000.000,00 Oktober Rp48.000.000,00
Mei Rp45.000.000,00 November Rp44.000.000,00
Juni Rp47.000.000,00 Desember Rp52.000.000,00
Penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 oleh RSUD Kabupaten X atas
imbalan jasa dokter sebagai berikut:
Tarif
Penghasilan DPP PPh Pasal DPP PPh Pasal 21 PPh Pasal 21
Bulan PPh
Bruto (Rp) 21 (Rp) Kumulatif (Rp) terutang (Rp)

(1) (2) (3) = 50% x (2) (4) (5) (6) = (3) x (5)

Jan 50.000.000 25.000.000 25.000.000 5% 1.250.000

Feb 48.000.000 24.000.000 49.000.000 5% 1.200.000

11.000.000 60.000.000 5% 550.000


Mar 54.000.000
16.000.000 76.000.000 15% 2.400.000

Apr 50.000.000 25.000.000 101.000.000 15% 3.750.000

Mei 45.000.000 22.500.000 123.500.000 15% 3.375.000

Jun 47.000.000 23.500.000 147.000.000 15% 3.525.000

Jul 51.000.000 25.500.000 172.500.000 15% 3.825.000

Ags 46.000.000 23.000.000 195.500.000 15% 3.450.000

Sep 50.000.000 25.000.000 220.500.000 15% 3.750.000

Okt 48.000.000 24.000.000 244.500.000 15% 3.600.000

5.500.000 250.000.000 15% 825.000


Nov 44.000.000
16.500.000 266.500.000 25% 4.125.000

Des 52.000.000 26.000.000 292.500.000 25% 6.500.000


28

02
Contoh penghitungan PPh Pasal 21 kepada Bukan Pegawai:

dr. Oskar, sudah memiliki NPWP, status TK/0, merupakan dokter umum
yang melakukan praktik di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Kabupaten X dengan perjanjian bahwa atas setiap jasa dokter yang
dibayarkan oleh pasien akan dipotong 20% oleh pihak rumah sakit
"
sebagai bagian penghasilan rumah sakit dan sisanya sebesar 80% dari
jasa dokter tersebut akan dibayarkan kepada dr. Oskar pada setiap
akhir bulan. RSUD Kabupaten X merupakan BLUD milik Kabupaten X. dr.
Oskar hanya memiliki penghasilan dari RSUD Kabupaten X. Imbalan
jasa dokter yang dibayarkan pasien dari praktik dr. Oskar di RSUD
Kabupaten X selama tahun 2022 adalah sebagai berikut:

Januari Rp20.000.000,00 Juli Rp21.000.000,00


Februari Rp18.000.000,00 Agustus Rp16.000.000,00
Maret Rp14.000.000,00 September Rp20.000.000,00
April Rp20.000.000,00 Oktober Rp18.000.000,00
Mei Rp15.000.000,00 November Rp14.000.000,00
Juni Rp17.000.000,00 Desember Rp22.000.000,00

Penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 oleh RSUD Kabupaten X atas


imbalan jasa dokter sebagai berikut:

50% Penghasilan
Penghasilan Penghasilan PPh Pasal 21
Bulan dari Penghasilan PTKP (Rp) Kena Pajak Tarif PPh
Bruto (Rp) Kena Pajak (Rp) terutang (Rp)
Bruto (Rp) Kumulatif (Rp)

(1) (2) (3) = 50% x (2) (4) (5) = (3) - (4) (6) (7) (8) = (5) x (7)

Jan 20.000.000 10.000.000 4.500.000 5.500.000 5.500.000 5% 275.000

Feb 18.000.000 9.000.000 4.500.000 4.500.000 10.000.000 5% 225.000

Mar 14.000.000 7.000.000 4.500.000 2.500.000 12.500.000 5% 125.000

Apr 20.000.000 10.000.000 4.500.000 5.500.000 18.000.000 5% 275.000

Mei 15.000.000 7.500.000 4.500.000 3.000.000 21.000.000 5% 150.000

Jun 17.000.000 8.500.000 4.500.000 4.000.000 25.000.000 5% 200.000

Jul 21.000.000 10.500.000 4.500.000 6.000.000 31.000.000 5% 300.000

Ags 16.000.000 8.000.000 4.500.000 3.500.000 34.500.000 5% 175.000

Sep 20.000.000 10.000.000 4.500.000 5.500.000 40.000.000 5% 275.000

Okt 18.000.000 9.000.000 4.500.000 4.500.000 44.500.000 5% 225.000

Nov 14.000.000 7.000.000 4.500.000 2.500.000 47.000.000 5% 125.000

Des 22.000.000 11.000.000 4.500.000 6.500.000 53.500.000 5% 325.000


29

03
Contoh penghitungan PPh Pasal 21 kepada Bukan Pegawai:
"
Instansi Pemerintah X membayar honorarium sebesar Rp10.000.000,00
kepada Sdr. Samsidi sebagai narasumber seminar. Sdr. Samsidi sudah
memiliki NPWP dan bukan merupakan PNS, Anggota TNI, Anggota Polri,
dan Pensiunannya. Penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 atas
honorarium Sdr. Samsidi sebagai berikut:

Penghasilan bruto = Rp10.000.000,00


Dasar pengenaan pajak = 50% x Rp10.000.000,00
= Rp5.000.000,00

PPh Pasal 21 yang dipotong = Rp5.000.000,00 x 5%


= Rp250.000,00
30

B5. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPH


PASAL 21 ATAS UANG SAKU, UANG
REPRESENTASI, UANG RAPAT,
HONORARIUM, HADIAH ATAU
PENGHARGAAN DENGAN NAMA DAN
DALAM BENTUK APA PUN, DAN
IMBALAN SEJENIS DENGAN NAMA
APA PUN YANG DIBAYARKAN
KEPADA PESERTA KEGIATAN

Imbalan kepada peserta kegiatan adalah penghasilan dengan nama


dan dalam bentuk apapun yang terutang atau diberikan kepada
peserta kegiatan tertentu, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan, dan
penghasilan sejenis lainnya²³. Yang termasuk dalam kriteria peserta
kegiatan adalah:

peserta perlombaan dalam segala

01 bidang, antara lain perlombaan


olah raga, seni, ketangkasan, ilmu
pengetahuan, teknologi dan
04 peserta pendidikan dan
pelatihan; dan
perlombaan lainnya;

02 05
peserta rapat, konferensi,
sidang, pertemuan, atau peserta kegiatan lainnya.
kunjungan kerja;

peserta atau anggota dalam

03 suatu kepanitiaan sebagai


penyelenggara kegiatan
tertentu;

²³ Pasal 1 angka 23 Per-16/PJ/2016


31

Pemotongan PPh Pasal 21 atas imbalan yang diberikan kepada peserta


kegiatan dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU
PPh atas jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang

"
bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan²⁴.

Contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas imbalan peserta


kegiatan:
CONTOH

01 Sdr. Usman, sudah memiliki NPWP, memenangkan


perlombaan yang diselenggarakan oleh Instansi
Pemerintah X. Hadiah yang diterima sebagai pemenang
perlombaan tersebut sebesar Rp85.000.000,00. Atas
pembayaran hadiah tersebut, Instansi Pemerintah X
melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dengan
penghitungan:

Penghasilan bruto Rp85.000.000,00


PPh Pasal 21 yang dipotong:
5% x Rp60.000.000,00 = Rp3.000.000,00
15% x Rp25.000.000,00 = Rp3.750.000,00 +
Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong = Rp6.750.000,00

02 Instansi Pemerintah X memberikan uang saku


kepada Sdr. Gading, sudah memiliki NPWP, sebagai
peserta seminar sebesar Rp400.000,00. Atas
pemberian uang saku tersebut, Instansi Pemerintah
X melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dengan
penghitungan:

Penghasilan bruto Rp400.000,00


PPh Pasal 21 yang dipotong
5% x Rp400.000,00 = Rp20.000,00

²⁴ Pasal 16 ayat 2 huruf b Per-16/PJ/2016


32

B6. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPH


PASAL 21 ATAS HONORARIUM ATAU
IMBALAN LAIN YANG DITERIMA OLEH
PEJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA
TNI, ANGGOTA POLRI, DAN
PENSIUNANNYA

Atas penghasilan berupa 0% (nol persen) dari penghasilan

01
honorarium atau imbalan bruto, bagi PNS Golongan I dan
Golongan II, Anggota TNI dan
lain dengan nama apa pun Anggota POLRI Golongan Pangkat
yang menjadi beban APBN Tamtama dan Bintara, dan
Pensiunannya;
atau APBD, dipotong PPh
Pasal 21 dan bersifat final, 5% (lima persen) dari penghasilan

02
tidak termasuk biaya bruto, bagi PNS Golongan III,
Anggota TNI dan Anggota POLRI
perjalanan dinas²⁵. Tarif Golongan Pangkat Perwira
pemotongan PPh Pasal 21 Pertama, dan Pensiunannya; dan
adalah sebagai berikut²⁶:
15% (lima belas persen) dari
penghasilan bruto, bagi Pejabat

03 Negara, PNS Golongan IV, Anggota


TNI dan Anggota POLRI Golongan
Pangkat Perwira Menengah dan
Perwira Tinggi, dan Pensiunannya.

²⁵ Pasal 3 PMK-262/PMK.03/2010
²⁶ Pasal 9 PMK-262/PMK.03/2010
33

Contoh penghitungan pemotongan PPh Pasal 21:


"
CONTOH
01 Instansi Pemerintah X memberikan honorarium rapat
kepada Sdr. Maryadi, PNS Golongan IIIa, sebesar
Rp400.000,00. Atas pemberian honorarium tersebut,
Instansi Pemerintah X melakukan pemotongan PPh
Pasal 21 dengan penghitungan:

Penghasilan bruto Rp400.000,00


PPh Pasal 21 yang dipotong = 5% x Rp400.000,00
= Rp20.000,00

Pemotongan PPh Pasal 21 menggunakan tarif 5% karena


penerima penghasilan merupakan PNS dengan
Golongan IIIa.

02 Instansi Pemerintah X memberikan penghargaan


prajurit teladan tahun 2022 kepada kepada Sdr.
Rian, Anggota TNI Pangkat Sersan Kepala.
Penghargaan yang diberikan sebesar
Rp2.000.000,00. Atas pemberian penghargaan
tersebut, Instansi Pemerintah X melakukan
pemotongan PPh Pasal 21 dengan penghitungan:

Penghasilan bruto Rp2.000.000,00


PPh Pasal 21 yang dipotong = 0% x Rp2.000.000,00
= Rp0,00

Pemotongan PPh Pasal 21 menggunakan tarif 0%


karena penerima penghasilan merupakan Anggota
TNI Pangkat Sersan Kepala (Bintara).
34

B7. PEMOTONGAN PPH PASAL 21 BAGI


PENERIMA PENGHASILAN YANG
BELUM MEMILIKI NPWP

Wajib Pajak penerima penghasilan yang tidak memiliki NPWP akan


dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh
persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang
dapat menunjukkan NPWP²⁷. Penerapan tarif lebih tinggi ini tidak
berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final.

Contoh pemotongan PPh Pasal 21 untuk penerima


penghasilan yang belum memiliki NPWP:
"
CONTOH

01 Instansi Pemerintah X melakukan pembayaran upah borongan


kepada Sdr. Sudijo, belum memiliki NPWP, sebesar Rp1.200.000,00
untuk pekerjaan pembuatan taman di kantor Instansi Pemerintah X.
Pekerjaan dilakukan selama 2 (dua) hari. Atas hal tersebut, Instansi
Pemerintah X melakukan pemotongan PPh Pasal 21 sebesar:

Upah borongan sehari (Rp1.200.000,00 / 2 hari) Rp600.000,00


Batas upah harian yang tidak dipotong PPh Pasal 21 Rp450.000,00 –
Penghasilan Kena Pajak sehari Rp150.000,00

Penghasilan Kena Pajak untuk 2 hari Rp300.000,00


PPh Pasal 21 yang dipotong
= 5% x Rp300.000,00 x Rp120% = Rp18.000,00

²⁷ Pasal 21 ayat 5a UU PPh


35

Wajib Pajak penerima penghasilan yang tidak memiliki NPWP akan


dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh
persen) daripada tarif yang
Contoh diterapkan
pemotongan PPh terhadap Wajib
Pasal 21 untuk
"
Pajak yang
penerima
CONTOH

penghasilan
dapat menunjukkan yangPenerapan
NPWP[1]. belum memiliki NPWP:
tarif lebih tinggi ini tidak
berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final.
02 Instansi Pemerintah X memberikan uang saku kepada
Sdr. Erdin, belum memiliki NPWP, sebagai peserta
seminar sebesar Rp400.000,00. Atas pemberian uang
saku tersebut, Instansi Pemerintah X melakukan
pemotongan PPh Pasal 21 dengan penghitungan

Penghasilan bruto Rp400.000,00


PPh Pasal 21 yang dipotong
5% x Rp400.000,00 x 120% = Rp24.000,00
36

C. PENGECUALIAN
PEMOTONGAN PPH
PASAL 21 OLEH INSTANSI
PEMERINTAH

Instansi Pemerintah tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas:

01
pembayaran kepada rekanan pemerintah yang
memiliki dan menyerahkan fotokopi Surat
Keterangan;

02
pembayaran penghasilan kepada rekanan
pemerintah yang dapat menyerahkan fotokopi surat
keterangan bebas pemotongan dan/atau
pemungutan PPh sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai tata cara pengajuan permohonan
pembebasan dari pemotongan dan/atau
pemungutan PPh; atau

pembayaran dengan mekanisme Uang Persediaan

03 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan,


dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang
dibayarkan kepada rekanan pemerintah yang
dilakukan melalui Pihak Lain dalam Sistem Informasi
Pengadaan.
37

Wajib Pajak penerima penghasilan yang tidak memiliki NPWP akan


dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh
persen) daripada tarif yang
Contoh diterapkan
pengecualian terhadapPPh
pemotongan Wajib Pajak
Pasal yang
21 oleh
"
CONTOH
Instansi
dapat menunjukkan Pemerintah:
NPWP[1]. Penerapan tarif lebih tinggi ini tidak
berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final.
01 Instansi Pemerintah X membayar imbalan sebesar
Rp1.000.000,00 untuk jasa kebersihan taman kantor
kepada Sdr. Karyono. Pada saat pembayaran, Sdr.
Karyono menunjukkan Surat Keterangan. Atas hal
tersebut, Instansi Pemerintah X tidak melakukan
pemotongan PPh Pasal 21. Instansi Pemerintah X akan
melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 atas
pembayaran kepada Wajib Pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu.

02 Instansi Pemerintah X menggunakan jasa konsultan


Sumber Daya Manusia melalui marketplace yang
tergabung dalam Sistem Informasi Pengadaan
Pemerintah. Atas pembayaran jasa konsultan tersebut,
Instansi Pemerintah X tidak memotong PPh Pasal 21.
38

D. SAAT TERUTANG

Instansi Pemerintah melakukan pemotongan PPh Pasal 21 saat


melakukan pembayaran penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa
pun²⁸.

²⁸ Pasal 15 ayat 1 PP 94 Tahun 2010


39

E. TATA CARA PENYETORAN


DAN PELAPORAN PPH
PASAL 21 OLEH INSTANSI
PEMERINTAH

Setelah melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran


penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan
nama dan dalam bentuk apa pun, Instansi Pemerintah wajib
menyetorkan PPh Pasal 21 yang telah dipotong melalui kas negara dan
melaporkannya melalui SPT 21/26 Instansi Pemerintah. Penyetoran PPh
Pasal 21 yang telah dipotong oleh Instansi Pemerintah dilakukan:²⁹

01 untuk Instansi Pemerintah Pusat dan Instansi Pemerintah Daerah

a. PPh Pasal 21 yang telah dipotong wajib disetor paling lama 7


(tujuh) hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran dengan
mekanisme Uang Persediaan.

b. PPh Pasal 21 yang telah dipotong wajib disetor pada hari yang
sama dengan pelaksanaan pembayaran dengan mekanisme
Langsung;

02 untuk Instansi Pemerintah Desa, PPh Pasal 21 yang telah dipotong


wajib disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah
pelaksanaan pembayaran.³⁰

²⁹ Pasal 23 ayat 1 PMK-231/PMK.03/2019 stdd PMK-59/PMK.03/2022


³⁰ Pasal 23 ayat 2 PMK-231/PMK.03/2019 stdd PMK-59/PMK.03/2022
40

Penyetoran PPh Pasal 21 yang telah dipotong oleh Instansi


Pemerintah menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana
lain yang dipersamakan dengan SSP dengan menggunakan nama
rekanan Instansi Pemerintah. Instansi Pemerintah harus membuat
Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 melalui aplikasi e-Bupot dan
menyerahkannya kepada penerima penghasilan.

Penyetoran pemotongan PPh Pasal 21 oleh Instansi Pemerintah


menggunakan Kode Akun Pajak (KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS)
sebagai berikut:³¹
a. 411121 - 100, untuk pembayaran PPh Pasal 21 yang tercantum dalam
SPT Masa PPh Pasal 21;
b. 411121 - 402, untuk untuk pembayaran PPh Final Pasal 21 atas
honorarium atau imbalan lain yang diterima Pejabat Negara, PNS,
anggota TNI/POLRI dan para pensiunnya yang bersumber dari
APBN/APBD/APBDes;

Instansi Pemerintah wajib melaporkan SPT 21/26 Instansi Pemerintah


paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir³².

³¹ Per-09/PJ/2020 stdd Per-22/PJ/2021


³² Pasal 24 ayat 1 PMK-231/PMK.03/2019 stdd PMK-59/PMK.03/2022
41

"
Contoh penyetoran dan pelaporan pemotongan PPh Pasal
21 oleh Instansi Pemerintah:
CONTOH
01 Instansi Pemerintah X memberikan honorarium rapat
kepada Sdr. Maryadi, PNS Golongan IIIa, sebesar
Rp400.000,00. Pemberian honorarium menggunakan
Uang Persediaan dan diberikan pada 5 Juli 2023. Atas
pemberian honorarium tersebut, Instansi Pemerintah X
melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dengan
penghitungan:

Penghasilan bruto Rp400.000,00


PPh Pasal 21 yang dipotong = 5% x Rp400.000,00
= Rp20.000,00
PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Instansi Pemerintah X
harus disetorkan ke kas negara paling lambat 7 hari
setelah pembayaran atau 12 Juli 2023 dengan
menggunakan KAP/KJS 411121 - 402. Instansi Pemerintah
harus membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dan
menyerahkannya kepada pihak yang menerima
pembayaran. Instansi Pemerintah juga harus
melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut melalui
SPT 21/26 Instansi Pemerintah dan melaporkan SPT
tersebut paling lambat 20 Agustus 2023.
42

"
Contoh penyetoran dan pelaporan pemotongan PPh Pasal
21 oleh Instansi Pemerintah:
CONTOH
02 Instansi Pemerintah X membayar honorarium sebesar
Rp10.000.000,00 kepada Sdr. Samsidi sebagai
narasumber seminar. Sdr. Samsidi sudah memiliki NPWP
dan bukan merupakan PNS. Pembayaran menggunakan
mekanisme Langsung pada 13 Juni 2023. Penghitungan
pemotongan PPh Pasal 21 atas honorarium Sdr. Samsidi
sebagai berikut:
Penghasilan bruto = Rp10.000.000,00
Dasar pengenaan pajak = 50% x Rp10.000.000,00
= Rp5.000.000,00

PPh Pasal 21 yang dipotong = Rp5.000.000,00 x 5%


= Rp250.000,00

PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Instansi Pemerintah X


harus disetorkan ke kas negara pada hari yang sama
dengan pembayaran atau 13 Juni 2023 dengan
menggunakan KAP/KJS 411121 - 100. Instansi Pemerintah
harus membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dan
menyerahkannya kepada pihak yang menerima
pembayaran. Instansi Pemerintah juga harus
melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut melalui
SPT 21/26 Instansi Pemerintah dan melaporkan SPT
tersebut paling lambat 20 Juli 2023.
43

REFERENSI
REFERENSI
Undang-Undang Pajak Penghasilan
PP 94 Tahun 2010
PMK-250/PMK.03/2008
PMK-252/PMK.03/2008
PMK-262/PMK.03/2010
PMK-231/PMK.03/2019 stdd PMK-59/PMK.03/2022
Per-09/PJ/2020 stdd Per-22/PJ/2021
Per-16/PJ/2016

Anda mungkin juga menyukai