02 Pemotongan PPH Pasal 21
02 Pemotongan PPH Pasal 21
PEMOTONGAN
PPH PASAL 21
OLEH INSTANSI
PEMERINTAH
DISUSUN OLEH
Irawan Purwo Aji
01
02.
A. OBJEK PEMOTONGAN PPh PASAL 21 OLEH
INSTANSI PEMERINTAH
05.
B. TARIF PEMOTONGAN PPh PASAL 21 OLEH INSTANSI
PEMERINTAH
36
C. PENGECUALIAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 OLEH
INSTANSI PEMERINTAH
38
D. SAAT TERUTANG
39.
E. TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh
PASAL 21 OLEH INSTANSI PEMERINTAH
43.
F. REFERENSI
PUSDIKLAT PAJAK
02
A. OBJEK PEMOTONGAN
PPH PASAL 21 OLEH
INSTANSI PEMERINTAH
02
penghasilan berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apa
pun yang menjadi beban APBN, APBD, atau APBDes, tidak termasuk
pembayaran biaya perjalanan dinas.
01
pribadi dalam negeri Pegawai Pemerintah
selain PNS, Anggota dengan Perjanjian Kerja
TNI, Anggota Polri, dan (PPPK);
Pensiunannya yang
dipotong PPh Pasal 21 pegawai selain Pejabat Negara,
oleh Instansi PNS, Anggota TNI, Anggota Polri,
02
Pemerintah adalah²: dan Pensiunannya, serta PPPK
yang menerima penghasilan dari
Instansi Pemerintah atas
pekerjaan tertentu berdasarkan
kontrak kerja;
05 peserta kegiatan.
B. TARIF PEMOTONGAN
PPH PASAL 21 OLEH
INSTANSI PEMERINTAH
Tarif pemotongan PPh Pasal 21 oleh Instansi Pemerintah
menggunakan tarif PPh bagi Wajib Pajak orang pribadi sesuai Pasal
17 ayat 1 UU PPh. Adapun tarif PPh bagi Wajib Pajak orang pribadi
adalah:
Tarif
No Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Pajak
Tarif PPh bagi Wajib Pajak orang pribadi tersebut bersifat progresif.
"
Contoh penghitungan PPh bagi Wajib Pajak orang pribadi
sebagai berikut:
CONTOH
02
Hitung penghasilan neto sebulan, dihitung dengan
jumlah penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan
serta iuran pensiun, iuran Jaminan Hari Tua, dan/atau
iuran Tunjangan Hari Tua yang dibayar sendiri oleh
pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja
kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan atau kepada BPJS
Ketenagakerjaan;
PTKP merupakan
01
pengurang Rp54.000.000,00 (lima puluh
penghasilan neto empat juta rupiah) untuk diri
untuk menghitung Wajib Pajak orang pribadi;
penghasilan kena
pajak yang hanya
Rp4.500.000,00 (empat juta lima
02
diberikan kepada
ratus ribu rupiah) tambahan
Wajib Pajak orang
untuk Wajib Pajak yang kawin;
pribadi dalam
negeri¹⁰. Besarnya
Rp4.500.000,00 (empat juta lima
PTKP ditetapkan¹¹:
ratus ribu rupiah) tambahan untuk
setiap anggota keluarga sedarah dan
02
bagi karyawati tidak kawin, sebesar
PTKP untuk dirinya sendiri ditambah
PTKP untuk keluarga yang menjadi
tanggungan sepenuhnya; dan
03
bagi karyawati kawin dapat
menunjukkan keterangan tertulis dari
Pemerintah Daerah setempat
serendah-rendahnya kecamatan yang
menyatakan bahwa suaminya tidak
menerima atau memperoleh
penghasilan, besarnya PTKP adalah
PTKP untuk dirinya sendiri ditambah
PTKP untuk status kawin dan PTKP
untuk keluarga yang menjadi
tanggungan sepenuhnya¹⁴.
CONTOH "
Contoh penghitungan PTKP adalah:
01 Sdr. Yudhi, menikah dan memiliki 2 (dua) anak. Anak yang pertama lahir
7 Maret 2019 dan anak yang kedua lahir 8 Juni 2023. Penghitungan PTKP
Sdr. Yudhi untuk Tahun Pajak 2023 sebagai berikut:
Keterangan:
Anak yang kedua lahir pada tahun 2023, sehingga pada keadaan awal
tahun 2023, jumlah tanggungan Sdr. Yudhi hanya 1 anak.
Sdr. Firna, menikah, sudah memiliki 1 (satu) anak yang lahir 8 Juni
02 2022. Suami Sdr. Firna tidak memiliki penghasilan, tetapi Sdr. Firna
tidak memiliki surat keterangan dari kecamatan yang menyatakan
bahwa suaminya tidak memiliki penghasilan. Penghitungan PTKP Sdr.
Firna untuk Tahun Pajak 2023 sebagai berikut:
Keterangan:
Sdr. Firna tidak dapat menunjukkan surat keterangan dari
kecamatan sehingga tidak dapat menanggung suami dan anaknya
13
01
Contoh penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 atas
penghasilan teratur: "
Instansi Pemerintah X membayar penghasilan teratur Sdr. Indra, PNS, status
K/2, untuk bulan Juni 2023 dengan perincian gaji pokok sebesar
Rp5.950.000,00, tunjangan istri sebesar Rp595.000,00, tunjangan anak
sebesar Rp238.000,00, tunjangan jabatan sebesar Rp560.000,00 dan
tunjangan beras sebesar Rp300.000,00. Iuran pensiun yang dibayarkan
sendiri oleh Sdr. Indra sebesar Rp350.000,00. Atas hal tersebut, pemotongan
PPh Pasal 21 atas penghasilan Sdr. Indra pada bulan Juni 2023 sebagai
berikut:
Penghasilan bruto:
Gaji Rp5.950.000,00
Tunjangan istri Rp 595.000,00
Tunjangan anak Rp 238.000,00
Tunjangan jabatan Rp 560.000,00
Tunjangan beras Rp 300.000,00 +
Jumlah penghasilan bruto Rp7.643.000,00
Pengurang:
Biaya jabatan
(5% x Rp7.643.000,00) Rp382.150,00
Iuran pensiun Rp350.000,00 +
Jumlah pengurang Rp732.150,00
02
Contoh penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 atas
penghasilan teratur: "
Instansi Pemerintah X membayar penghasilan teratur Sdri. Lani, pegawai
kontrak, status TK/0, untuk bulan Mei 2023 dengan perincian gaji pokok
sebesar Rp3.750.000,00. Atas hal tersebut, pemotongan PPh Pasal 21 atas
penghasilan Sdri. Lani pada bulan Mei 2023 sebagai berikut:
Pengurang:
Biaya jabatan
(5% x Rp3.750.000,00) Rp 187.500,00 -
Penghasilan neto sebulan Rp3.562.500,00
Penghasilan neto setahun
(12 x Rp3.562.500,00) Rp42.750.000,00
PTKP (TK/0) Rp54.000.000,00 -
Penghasilan kena pajak Rp 0,00
Karena penghasilan neto setahun Sdri. Lani masih dibawah PTKP, maka tidak
terdapat penghasilan kena pajak. Dengan demikian, atas penghasilan teratur
yang diterima Sdri. Lani tidak dipotong PPh Pasal 21.
15
02
Hitung penghasilan neto setahun, dihitung dengan
jumlah penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan
serta iuran pensiun, iuran Jaminan Hari Tua, dan/atau
iuran Tunjangan Hari Tua yang dibayar sendiri oleh
pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja
kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan atau kepada BPJS
Ketenagakerjaan;
03
Hitung penghasilan kena pajak, dihitung dari
penghasilan neto setahun dikurangi Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP);
04
Hitung PPh Pasal 21 setahun, dihitung dari
penghasilan kena pajak dikalikan tarif PPh orang
pribadi sesuai Pasal 17 ayat 1 UU PPh;
05
Hitung PPh Pasal 21 bulan Desember, dihitung dari
jumlah PPh Pasal 21 setahun dikurangi dengan
jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong selama
bulan Januari sampai November.
Penghasilan bruto:
Gaji Rp81.000.000,00
Tunjangan istri Rp 8.100.000,00
Tunjangan anak Rp 3.240.000,00
Tunjangan jabatan Rp 6.720.000,00
Tunjangan beras Rp 4.500.000,00 +
Jumlah penghasilan bruto Rp103.560.000,00
Pengurang:
Biaya jabatan
(5% x Rp103.560.000,00) Rp5.178.000,00
Iuran pensiun Rp4.700.000,00 +
Jumlah pengurang Rp9.878.000,00
Pengurang:
Biaya jabatan
(5% x Rp99.359.000,00) Rp4.967.950,00
Iuran pensiun Rp4.200.000,00 +
Jumlah pengurang Rp9.167.950,00
Pengurang:
Biaya jabatan
(5% x Rp91.716.000,00) Rp4.585.800,00
Iuran pensiun Rp4.200.000,00 +
Jumlah pengurang Rp8.785.800,00
02 Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian
belum melebihi Rp450.000,00, dan jumlah kumulatif yang diterima atau
diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi
Rp4.500.000,00, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus dipotong;
03 Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian
telah melebihi Rp450.000,00, dan sepanjang jumlah kumulatif yang
diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum
melebihi Rp4.500.000,00, maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah
sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian
setelah dikurangi Rp450.000,00, dikalikan 5% (lima persen);
04 Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan
kalender yang bersangkutan telah melebihi Rp4.500.000,00 dan kurang dari
Rp10.200.000,00, maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar
upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah
dikurangi PTKP sehari, dikalikan 5% (lima persen). PTKP sehari dhitung
dengan cara PTKP setahun dibagi 360;
05 Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satu
bulan kalender telah melebihi Rp 10.200.000,00, maka PPh Pasal 21 dihitung
dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh atas jumlah upah
bruto dalam satu bulan yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan
PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil
perhitungan tersebut dibagi 12.
06 Dalam hal pegawai tidak tetap menerima upah yang dibayarkan secara
bulanan, PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1)
huruf a Undang-Undang (UU) PPh atas jumlah upah bruto yang
disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus
dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.
01
Contoh penghitungan pemotongan PPh Pasal 21:
"
Instansi Pemerintah X membayar sebesar Rp150.000,00 kepada Sdr. Sutardi,
untuk membersihkan saluran air di kantor Instansi Pemerintah X.
03
Contoh penghitungan pemotongan PPh Pasal 21:
"
Instansi Pemerintah X melakukan pembayaran upah kepada Sdr. Harjono
(belum menikah, TK/0) sebesar Rp700.000 per hari selama 10 hari.
Pembayaran upah dilakukan setiap hari. Atas hal tersebut, Instansi
Pemerintah X melakukan pemotongan PPh Pasal 21 sebesar:
Pemotongan PPh Pasal 21 untuk hari ke-1 sampai dengan hari ke-6:
Upah sehari Rp700.000,00
Batas upah harian yang tidak dipotong PPh Pasal 21 Rp450.000,00 -
Penghasilan Kena Pajak sehari Rp250.000.00
Pemotongan PPh Pasal 21 sehari atas penghasilan Sdr. Harjono pada hari ke-
1 sampai dengan hari ke-6 sebesar Rp12.500,00
Pemotongan PPh Pasal 21 untuk hari ke-8 sampai dengan hari ke 10:
Upah harian Rp700.000,00
PTKP harian (Rp54.000.000,00/360) Rp150.000,00 -
Penghasilan Kena Pajak sehari Rp550.000,00
03
Contoh penghitungan pemotongan PPh Pasal 21: (LANJUTAN)
"
Pemotongan PPh Pasal 21 sehari atas penghasilan Sdr. Harjono pada hari ke-
8 sampai dengan hari ke-10 sebesar Rp27.500,00.
04
Contoh penghitungan pemotongan PPh Pasal 21:
"
Instansi Pemerintah X melakukan pembayaran upah kepada Sdr. Kelana
(status K/1) sebesar Rp350.000 per hari. Pembayaran upah dilakukan secara
bulanan. Dalam bulan Juni 2023, Sdr. Kelana bekerja selama 20 (dua puluh)
hari. Atas hal tersebut, Instansi Pemerintah X melakukan pemotongan PPh
Pasal 21 sebesar:
a. bagi penerima penghasilan yang telah memiliki NPWP dan hanya memperoleh
penghasilan dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 serta tidak
memperoleh penghasilan lainnya, PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan
tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif penghasilan kena
pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan. Besarnya penghasilan kena
pajak adalah sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto
dikurangi PTKP per bulan;
b. PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh
atas jumlah kumulatif 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto
dalam tahun kalender yang bersangkutan;
2. untuk honorarium atau imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan, PPh
Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh atas
50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto;
3. jika Bukan Pegawai adalah dokter yang melakukan praktik di rumah sakit
dan/atau klinik maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jasa
dokter yang dibayarkan pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum
dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik; dan
4. jika bukan pegawai, selain dokter, memberikan jasa kepada Pemotong PPh Pasal
21:
a. mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya, maka besarnya jumlah
penghasilan bruto adalah sebesar jumlah pembayaran setelah dikurangi
dengan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut, kecuali
apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan bagian gaji atau upah
dari pegawai yang dipekerjakan tersebut, maka besarnya penghasilan bruto
tersebut adalah sebesar jumlah yang dibayarkan;
b. melakukan penyerahan material atau barang, maka besarnya jumlah
penghasilan bruto hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam
kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan
penyerahan material atau barang.
01
Contoh penghitungan PPh Pasal 21 kepada Bukan Pegawai:
dr. Malik, SpA, sudah memiliki NPWP, merupakan dokter spesialis anak
yang melakukan praktik di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Kabupaten X dengan perjanjian bahwa atas setiap jasa dokter yang
dibayarkan oleh pasien akan dipotong 20% oleh pihak rumah sakit
"
sebagai bagian penghasilan rumah sakit dan sisanya sebesar 80% dari
jasa dokter tersebut akan dibayarkan kepada dr. Malik, SpA pada setiap
akhir bulan. RSUD Kabupaten X merupakan BLUD milik Kabupaten X.
Selain praktik di RSUD X, dr. Malik, SpA juga melakukan praktik sendiri di
klinik pribadinya dan beberapa rumah sakit swasta. Imbalan jasa dokter
yang dibayarkan pasien dari praktik dr. Malik, SpA di RSUD Kabupaten
X selama tahun 2022 adalah sebagai berikut:
Januari Rp50.000.000,00 Juli Rp51.000.000,00
Februari Rp48.000.000,00 Agustus Rp46.000.000,00
Maret Rp54.000.000,00 September Rp50.000.000,00
April Rp50.000.000,00 Oktober Rp48.000.000,00
Mei Rp45.000.000,00 November Rp44.000.000,00
Juni Rp47.000.000,00 Desember Rp52.000.000,00
Penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 oleh RSUD Kabupaten X atas
imbalan jasa dokter sebagai berikut:
Tarif
Penghasilan DPP PPh Pasal DPP PPh Pasal 21 PPh Pasal 21
Bulan PPh
Bruto (Rp) 21 (Rp) Kumulatif (Rp) terutang (Rp)
(1) (2) (3) = 50% x (2) (4) (5) (6) = (3) x (5)
02
Contoh penghitungan PPh Pasal 21 kepada Bukan Pegawai:
dr. Oskar, sudah memiliki NPWP, status TK/0, merupakan dokter umum
yang melakukan praktik di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Kabupaten X dengan perjanjian bahwa atas setiap jasa dokter yang
dibayarkan oleh pasien akan dipotong 20% oleh pihak rumah sakit
"
sebagai bagian penghasilan rumah sakit dan sisanya sebesar 80% dari
jasa dokter tersebut akan dibayarkan kepada dr. Oskar pada setiap
akhir bulan. RSUD Kabupaten X merupakan BLUD milik Kabupaten X. dr.
Oskar hanya memiliki penghasilan dari RSUD Kabupaten X. Imbalan
jasa dokter yang dibayarkan pasien dari praktik dr. Oskar di RSUD
Kabupaten X selama tahun 2022 adalah sebagai berikut:
50% Penghasilan
Penghasilan Penghasilan PPh Pasal 21
Bulan dari Penghasilan PTKP (Rp) Kena Pajak Tarif PPh
Bruto (Rp) Kena Pajak (Rp) terutang (Rp)
Bruto (Rp) Kumulatif (Rp)
(1) (2) (3) = 50% x (2) (4) (5) = (3) - (4) (6) (7) (8) = (5) x (7)
03
Contoh penghitungan PPh Pasal 21 kepada Bukan Pegawai:
"
Instansi Pemerintah X membayar honorarium sebesar Rp10.000.000,00
kepada Sdr. Samsidi sebagai narasumber seminar. Sdr. Samsidi sudah
memiliki NPWP dan bukan merupakan PNS, Anggota TNI, Anggota Polri,
dan Pensiunannya. Penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 atas
honorarium Sdr. Samsidi sebagai berikut:
02 05
peserta rapat, konferensi,
sidang, pertemuan, atau peserta kegiatan lainnya.
kunjungan kerja;
"
bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan²⁴.
01
honorarium atau imbalan bruto, bagi PNS Golongan I dan
Golongan II, Anggota TNI dan
lain dengan nama apa pun Anggota POLRI Golongan Pangkat
yang menjadi beban APBN Tamtama dan Bintara, dan
Pensiunannya;
atau APBD, dipotong PPh
Pasal 21 dan bersifat final, 5% (lima persen) dari penghasilan
02
tidak termasuk biaya bruto, bagi PNS Golongan III,
Anggota TNI dan Anggota POLRI
perjalanan dinas²⁵. Tarif Golongan Pangkat Perwira
pemotongan PPh Pasal 21 Pertama, dan Pensiunannya; dan
adalah sebagai berikut²⁶:
15% (lima belas persen) dari
penghasilan bruto, bagi Pejabat
²⁵ Pasal 3 PMK-262/PMK.03/2010
²⁶ Pasal 9 PMK-262/PMK.03/2010
33
penghasilan
dapat menunjukkan yangPenerapan
NPWP[1]. belum memiliki NPWP:
tarif lebih tinggi ini tidak
berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final.
02 Instansi Pemerintah X memberikan uang saku kepada
Sdr. Erdin, belum memiliki NPWP, sebagai peserta
seminar sebesar Rp400.000,00. Atas pemberian uang
saku tersebut, Instansi Pemerintah X melakukan
pemotongan PPh Pasal 21 dengan penghitungan
C. PENGECUALIAN
PEMOTONGAN PPH
PASAL 21 OLEH INSTANSI
PEMERINTAH
01
pembayaran kepada rekanan pemerintah yang
memiliki dan menyerahkan fotokopi Surat
Keterangan;
02
pembayaran penghasilan kepada rekanan
pemerintah yang dapat menyerahkan fotokopi surat
keterangan bebas pemotongan dan/atau
pemungutan PPh sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai tata cara pengajuan permohonan
pembebasan dari pemotongan dan/atau
pemungutan PPh; atau
D. SAAT TERUTANG
b. PPh Pasal 21 yang telah dipotong wajib disetor pada hari yang
sama dengan pelaksanaan pembayaran dengan mekanisme
Langsung;
"
Contoh penyetoran dan pelaporan pemotongan PPh Pasal
21 oleh Instansi Pemerintah:
CONTOH
01 Instansi Pemerintah X memberikan honorarium rapat
kepada Sdr. Maryadi, PNS Golongan IIIa, sebesar
Rp400.000,00. Pemberian honorarium menggunakan
Uang Persediaan dan diberikan pada 5 Juli 2023. Atas
pemberian honorarium tersebut, Instansi Pemerintah X
melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dengan
penghitungan:
"
Contoh penyetoran dan pelaporan pemotongan PPh Pasal
21 oleh Instansi Pemerintah:
CONTOH
02 Instansi Pemerintah X membayar honorarium sebesar
Rp10.000.000,00 kepada Sdr. Samsidi sebagai
narasumber seminar. Sdr. Samsidi sudah memiliki NPWP
dan bukan merupakan PNS. Pembayaran menggunakan
mekanisme Langsung pada 13 Juni 2023. Penghitungan
pemotongan PPh Pasal 21 atas honorarium Sdr. Samsidi
sebagai berikut:
Penghasilan bruto = Rp10.000.000,00
Dasar pengenaan pajak = 50% x Rp10.000.000,00
= Rp5.000.000,00
REFERENSI
REFERENSI
Undang-Undang Pajak Penghasilan
PP 94 Tahun 2010
PMK-250/PMK.03/2008
PMK-252/PMK.03/2008
PMK-262/PMK.03/2010
PMK-231/PMK.03/2019 stdd PMK-59/PMK.03/2022
Per-09/PJ/2020 stdd Per-22/PJ/2021
Per-16/PJ/2016