Anda di halaman 1dari 6

Mengapa Banyak Negara Mendukung Kampanye LGBT?

Sebuah Gerakan Global1

LGBT bukan sekedar menjadi perilaku individu, melainkan sudah menjadi gerakan global yang
terorganisir dan sistematis.

American Psychiatric Association (APA) menghapus homoseksual dari Manual Diagnostik dan Statistik
Gangguan Mental/Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM) pada tahun 1973. World
Health Organization (WHO) sejak tahun 1990 turut menghapus homoseksual dari klasifikasi penyakit.
Menurut WHO homoseksual tidak lagi dikategorikan sebagai kondisi patologis, kelainan, atau penyakit.

Dampaknya perlahan tapi pasti LGTB semakin berkembang. Pew Research Center mengatakan ada 31
negara yang melegalkan pernikahan sesama jenis, baik nasional maupun di sejumlah daerah.

Khusus wilayah Asia, sebuah dokumen resmi yang dirilis Program Pembangunan PBB (UNDP)
memaparkan strategi jangka panjang terkait LGBT melalui program bernama The Being LGBT in Asia
Phase 2 Initiative (BLIA-2). Proyek mewujudkan LGBTI di Asia ini melalui kerjasama regional berfokus
pada empat negara: Cina, Indonesia, Filipina dan Thailand. Kedubes Swedia di Bangkok dan lembaga
pendanaan AS (USAID) turut memberikan dukungan. Proyek ini menginginkan setiap negara menjamin
kesejahteraan kaum LGBT serta mengurangi marjinalisasi terhadap identitas dasar orientasi seksual dan
gender (Sexual Orientation & Gender Identity/SOGI).

Sejalan dengan strategi tersebut, awal bulan Desember 2022 yang lalu, tepatnya tanggal 7-9 sedianya
utusan Amerika Serikat untuk urusan HAM LGBTQI+, Jessica Stern akan berkunjung ke Indonesia. Hanya
saja, kunjungan tersebut batal karena ditentang banyak pihak.2

Negara Kalah Melawan LGBT3

Guru besar IPB Prof. Dr. Euis Sunarti, M.Si. menyatakan bahwa LGBT masuk ke Indonesia pada tahun
1980. Menurut dia, Dialog Komunitas LGBT Nasional di Nusa Dua Bali (6/2013) yang diprakarsai oleh
Forum LGBTIQ mendapat dukungan dari USAID. Mereka berhasil menyusun strategi bagaimana agar
LGBTIQ masuk ke Indonesia, bahkan masuk ke Parlemen. Targetnya, mereka mendapatkan identitas dan
pengakuan serta mengubah undang-undang pernikahan.

Kelompok hak asasi gay Indonesia berdiri tahun 1982. Pergerakan gay dan lesbian di Indonesia menjadi
salah satu yang tertua dan terbesar di Asia Tenggara. Ada Gaya Nusantara, kelompok hak asasi gay yang
berfokus pada isu-isu homoseksual seperti AIDS. Ada Yayasan Srikandi Sejati (berdiri 1998) yang fokus
utamanya pada masalah kesehatan orang-orang transgender dan pekerjaannya. Sampai 2017 ada lebih
dari tiga puluh kelompok LGBT di Indonesia.

Setidaknya tercatat ada dua jaringan nasional organisasi LGBT yang menaungi 119 organisasi di 28
provinsi. Pertama: Jaringan Gay, Waria, dan Laki-Laki yang Berhubungan Seks dengan Laki laki Lain
Indonesia (GWLINA) yang berdiri pada 2007. Kedua: Forum LGBTIQ Indonesia yang berdiri pada 2008.
Bertujuan memajukan program hak-hak seksual yang lebih luas dan memperluas jaringan agar mencakup

1
https://alwaie.net/fokus/negara-kalah-melawan-lgbt/
2
https://alwaie.net/analisis/solusi-islam-mengatasi-lgbt-2/
3
https://alwaie.net/fokus/negara-kalah-melawan-lgbt/
semua organisasi lesbian, wanita biseksual, dan pria transgender. Mereka hampir mendapatkan
legalitasnya saat Komnas HAM menggelar rapat paripurna (7/2013) membahas pengakuan tentang LGBT.

Baru-baru ini, melalui restu Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno konser
salah satu band pendukung LGBT Coldplay di Jakarta berhasil diselenggarakan. Pasalnya menurut beliau
konser Ini akan memberikan peluang ekonomi sebesar Rp 167 triliun. Padahal sejumlah tokoh dan ormas
Islam telah memberikan penolakan dan menuntut Pemerintah bersikap tegas.

Fakta diatas menggambarkan secara gamblang lemahnya negara dalam dalam membatasi gerakan LGBT.

Didukung Negara Kapitalis

Sebagai manusia normal yang melihat semakin maraknya dukungan terhadap kaum LGBT, tentu kita
pernah bertanya-tanya: “Kaum LGBT itu kan sedikit ya, dan ga akan ngaruh ke pasar bisnis. Jadi, kenapa
sih banyak yang mendukung mereka? Emang apa sih untungnya?”

Di negeri mayoritas muslim seperti Indonesia, mungkin memang benar. Mereka belum banyak
berpengaruh, dan pergerakan mereka cenderung terbatas berkat ‘norma sosial’. Tapi, bagaimana dengan
Amerika Serikat?

Bukan tanpa alasan perusahaan-perusahaan seperti Apple, Google, Meta, Youtube, Microsoft, Walt
Disney, hingga Unilever terang-terangan mendukung gerakan LGBTIQ+++++++. Witeck Communications
melaporkan, bahwa daya beli (buying/spending power) komunitas LGBT di Amerika Serikat pada 2012
adalah $790 miliar. Dari tahun ke tahun, jumlahnya selalu meningkat hingga mencapai $1.4 triliun pada
2021.4

Persentase penduduk Amerika Serikat yang mengidentifikasi dirinya sebagai golongan LGBT5. Dari tahun ke tahun,
mereka semakin percaya diri menunjukkan kecenderungannya

4
Daya beli L68T AS pada 2012 dan 2013 dapat dibaca di https://jenntgrace.com/lgbt-buying-power-estimated-830-billion/ . Adapun daya beli
pada 2014 dan 2015 dapat dibaca di https://www.witeck.com/pressreleases/2015-buying-power/ tahun
2018 https://www.catalyst.org/research/buying-power/ 2021 https://finance.yahoo.com/news/us-lgbtq-spending-surpasses-1-205100102.html
?guccounter=1&guce_referrer=aHR0cHM6Ly93d3cuZ29vZ2xlLmNvbS8&guce_referrer_sig=AQAAAHVdeo1tMIOE68arMlIOPFnry2C-wp-fkz3FpTa
GbNYdwe7b71GoiFVIs6XNwg3uAVwus6SxgTalCFENUyC-NxIyQzZccYRZKS5cU7elH4LturetJOzdyNlP2GDY7P3F_WnwF403XJrw8Zs8VY7-C_fGd6vFd
WQ8ENzvuMmClT8X
5
https://orders.newsfilecorp.com/files/8621/118401_b6a95a8824ad8944_001full.jpg
Itu baru Amerika. Bagaimana dengan seluruh dunia?

Ya, pada 2018 angka daya beli LGBT dunia telah menyentuh $3.7 Triliun, dan naik menjadi $3.9 triliun
pada 2019.6 7 Jika menggunakan nilai tukar rupiah terkuat terhadap USD pada 2019, jumlahnya sekitar
Rp. 51 kuadriliun, atau sekitar Rp. 51 ribu triliun, atau setara dengan 109 kali pembangunan ibu kota
baru untuk Indonesia, atau setara dengan 256 juta kali pengadaan walimah pernikahan seharga Rp. 200
juta.

Maka tak heran, jika komunitas LGBT disebut-sebut sebagai masa depan ekonomi Amerika. Meski
menjadi minoritas, namun pada 2012 saja (yang mana jumlahnya selalu naik dari tahun ke tahun), LGBT
sudah menempati urutan ke-3 pasar terbanyak dari segi daya beli – mengalahkan Asian-American yang
berada di posisi keempat.8

Hanya mengampanyekan aksi boikot dari membeli produk mereka, jelas tak ada pengaruhnya.

Berikut urutannya:

Tak hanya daya belinya. Alasan lain yang tak bisa diremehkan oleh para kapitalis dari pasar LGBT, adalah
kesetiaan mereka terhadap brand. Lebih dari setengah (yakni sekitar 55%) konsumen LGBT akan

6
https://www.entrepreneur.com/growing-a-business/the-lgbtq-community-has-37-trillion-in-
purchasing-power/334983
7
http://www.lgbt-capital.com/
8
https://jenntgrace.com/lgbt-buying-power-estimated-830-billion/
memilih berbisnis dengan perusahaan yang mendukung keragaman dan kesetaraan terhadap komunitas
LGBT.

Kemudian, 70% orang dewasa LGBT menyatakan bahwa mereka akan membayar premi untuk produk
dari perusahaan yang mendukung komunitas LGBT. Bahkan 78% orang dewasa LGBT beserta teman,
keluarga, maupun kerabat mereka akan beralih kepada brand yang dikenal ramah terhadap LGBT. Dengan
semakin maraknya kampanye LGBT di media sosial, maka dukungan terhadap “segmen minoritas dengan
pertumbuhan tercepat”9 itu merupakan sarana promosi ampuh yang haram dilewatkan.

Pada Agustus 2014, menurut Survey konsumen Google, lebih dari 45 persen dari semua konsumen di
bawah usia 34 tahun mengatakan bahwa mereka cenderung melakukan bisnis berulang dengan
perusahaan yang ramah terhadap LGBT. Mayoritas dari konsumen ini (lebih dari 54 persennya) juga
mengatakan, bahwa mereka akan memilih brand yang berfokus pada kesetaraan daripada brand
saingannya.

JADI, APA YANG SEBENARNYA TERJADI PADA DUNIA?

Data-data awal saja sudah cukup menjawab, mengapa dukungan terhadap LGBT begitu gencar dilakukan
oleh berbagai perusahaan hingga negara.

Namun, itu semua baru ditinjau dari sisi bisnis. Pertanyaannya, apakah mayoritas pelaku LGBT itu
memikirkan manfaat ekonomi ketika sedang melakukan perbuatan durjana itu? Hal prioritas yang
mereka pedulikan, tentu saja kesenangan itu sendiri.

Maka bagi para kapitalis maupun pelaku LGBT, semua semakin sempurna karena perilaku mereka
memang didukung oleh sistem kapitalisme, sekularisme, maupun liberalisme yang menjadi acuan aturan
mayoritas penduduk dunia saat ini.

Bagi pelaku LGBT, sekularisme dan liberalisme menjadikan kebebasan berperilaku mereka difasilitasi dan
dianggap normal. Bagi para kapitalis, sekularisme dan liberalisme adalah pilar penopang yang sempurna
bagi kapitalisme sebagai satu-satunya sistem yang mampu memfasilitasi mereka untuk mendapatkan
keuntungan materi sebesar-besarnya, tanpa harus peduli tetek bengek urusan moral.

Siapa pula yang harus peduli dengan nilai-nilai agama yang mengekang, kolot, dan anti kemajuan
itu? Semua ini tentang uang dan kesenangan!

Jika demikian, lantas bagaimana dengan masyarakat yang bukan pelaku LGBT dan bukan pelaku bisnis?
Mengapa banyak masyarakat Barat yang terang-terangan ikut mendukung gerakan ini?

9
https://finance.yahoo.com/news/us-lgbtq-spending-surpasses-1-205100102.html?guccounter=
1&guce_referrer=aHR0cHM6Ly93d3cuZ29vZ2xlLmNvbS8&guce_referrer_sig=AQAAAHVdeo1tMIOE68ar
MlIOPFnry2C-wp-fkz3FpTaGbNYdwe7b71GoiFVIs6XNwg3uAVwus6SxgTalCFENUyC-NxIyQzZccYRZKS5cU7
elH4LturetJOzdyNlP2GDY7P3F_WnwF403XJrw8Zs8VY7-C_fGd6vFdWQ8ENzvuMmClT8X
Kampanye “Gay Pride March” pertama pada 1970 di New York yang hanya dihadiri beberapa ratus orang (gambar
kiri). Menurut Reuters, saat ini setidaknya ada 60 negara yang rutin merayakan kampanye L68T setiap tahunnya.10
Sebuah dampak perjuangan puluhan tahun dengan hasil yang sangat signifikan.

Dukungan atas LGBT, adalah bentuk konsistensi dan kesetiaan mereka pada nilai-nilai sekularisme dan
liberalisme yang menjadi dasar dari aturan kehidupan mereka. Sebab, dukungan atas LGBT adalah selaras
dengan dukungan atas nilai-nilai HAM maupun demokrasi yang selama ini didasarkan pada nilai-nilai
sekularisme dan liberalisme. Sebaliknya, serangan atas LGBT, adalah serangan atas demokrasi, HAM,
liberalisme, maupun sekularisme itu sendiri.

Maka, pembelaan Barat terhadap LGBT atas nama HAM – yang tidak akan pernah mereka lakukan dalam
isu Palestina – bukanlah sebuah kontradiksi. Sebab, HAM memang akan senantiasa berpihak pada
kepentingan Barat, yang mendasarkan aturan hidupnya pada sekularisme dan liberalisme. Adapun Islam
yang ajarannya kontradiktif dengan sekularisme dan liberalisme, adalah penghalang utama bagi
kebebasan hidup dan bisnis mereka.

Jika umat Islam ingin dibela Barat, maka mereka juga harus membela dan selaras dengan nilai-nilai
sekularisme maupun liberalisme. Walhasil, “baju” Islam mereka pun haruslah berganti dengan yang
diinginkan Barat: mulai dari Islam moderat hingga liberal.

Solusi Membendung Gerakan LGBT11

Berbagai negara adidaya dan badan Internasional secara konsisten mempropagandakan LGBT ke seluruh
dunia. Namun, Pemerintah Indonesia hanya bersikap pasif menyaksikan dinamika sosial dan politik yang
berkembang di masyarakat dalam merespon isu LGBT. Pemerintah lemah menghadapi tekanan
internasional atas nama perlindungan hak-hak kaum minoritas, anti diskriminasi dan marginalisasi yang
hakikatnya adalah propaganda fasad sekularisme, liberalisme dan hak asasi manusia. Negara telah
mengalah pasrah tanpa perlawanan. Negara telah tunduk pada dikte global dengan meratifikasi berbagai
konvensi internasional yang melegitimasi LGBT.

Padahal negara adalah sebuah institusi politik yang paling sempurna dengan segala perangkat struktur
negara yang ia miliki. Negara adalah pelindung bagi setiap warga negara yang bernaung di bawahnya.
Pelindung dari berbagai serangan musuh negara baik bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan dan keamanan.

10
https://www.reuters.com/article/us-britain-lgbt-business-idUSKCN1T80VS
11
https://alwaie.net/fokus/negara-kalah-melawan-lgbt/
Jelas, gerakan LGBT yang bersifat global sampai lokal, terstruktur, sistematis dan masif didukung oleh
kekuatan finansial raksasa. Mereka mengemban narasi berbahaya bagi umat dan dunia. Mereka
memaksakan suatu model kehidupan yang merusak fitrah manusia, bahkan menghancurkan sendi-sendi
kehidupan masyarakat yang beradab dan bermartabat.

Maka dari itu, Pemerintah wajib bersikap tegas untuk menghentikan segala hal yang bisa membuka celah
kesempatan bagi kelompok LGBT untuk eksis di masyarakat berikut semua kekuatan pendukungnya baik
negara, LSM maupun badan internasional.

Penting juga untuk disadari bahwa sikap penolakan dan perlawanan negara terhadap gerakan global
LGBT akan sangat berat dan sangat mustahil dilakukan oleh negara yang tidak mengemban ideologi
sahih. Oleh karena itu, sudah saatnya Indonesia sebagai negara Muslim terbesar berani mengambil
langkah ideologis, strategis dan taktis dalam upaya membendung dan menghentikan pergerakan LGBT
melalui satu jalan, yakni menerapkan syariah Islam secara kaffah menjadi sebuah negara Khilafah yang
penuh berkah.

WalLaahu a’lam bi ash-shawaab.

Anda mungkin juga menyukai