Bab 5 Boneka Misterius
Bab 5 Boneka Misterius
Boneka misterius
“Ada paket mba untuk atas nama Dinda Aulyah Putri” ujar seorang kurir.
“Iyah saya sendiri, paket dari siapa yah mas?” Tanya dinda bingung. “perasaan saya tidak
“Langsung saja dibaca resi pengirimannya mbak soalnya tugas saya hanya mengantarkan,
Akhir-akhir ini banyak hal-hal aneh yang membuat Dinda bingung, berawal dari kotak
biru yang berisi coklat dan surat, berikut dengan memergoki lelaki yang dikenali orangtuanya
sedang mabuk-mabukkan lanjut dengan pesan dari nomor tak di kenal dan sekarang kiriman
Setelah membaca resi pengirimannya. aneh nya tidak tertera nama pengirim dan
kejelasan tentang barang yang di kirim, ada rasa ragu tapi karena penasaran Dinda pun segera
“Boneka?” ucap Dinda kaget setelah melihat isi dari paket itu, lagi dan lagi ada terselip
secarik surat.
“Assalamualaiqum, Dear my dream, jika mata tak mampu saling menatap, tangan tak bisa
saling menyentuh maka ijinkan aku untuk menjadi boneka agar bisa slalu ada disampingmu”
pengirim misterius ini. Dinda mengambil handphone miliknya dan ia memotret boneka itu
lalu mengirim gambar itu ke watshApp nya Lili, ia hendak memberitahu Lili tentang paket
misterius itu dan ingin menanyakan pendapat Lili, karena Lili teman dekatnya, dinda merasa
“Aku dapat kiriman paket misterius yang didalamnya berisi boneka, aku rasa ini ada
hubungannya dengan kotak biru dan pesan dari nomor tidak dikenal itu” isi pesan watshApp
“Boneka nya lucu din… yaah palingan itu dari penggemar gelap mu” cetus Lili.
“Itu hanya perasaan kamu saja Din, sudahlah selagi itu masih di batas wajar tidak ada yang
Setelah melihat balasan chat dari Lili, Dinda mengakhiri percakapan malam itu dengan
kembali ke dalam bingkisannya dan menaruh nya ke dalam box besar bersama bingkisan
misterius lainnya.
Terlepas dari hiruk-pikuk kiriman misterius itu, muncul pikiran dalam benaknya tentang
Abdullah yang ia lihat beberapa hari lalu entah hendak kemana menggunakan mobil mewah
hitam dengan penampilan yang begitu rapi mengganggu pikirannya malam ini, belum lagi
mengenakan baju piyama kesayangannya yang bermotif hello kitty berharap bisa membantu
membuat tidurnya malam ini nyenyak. Ia mematikan lampu dan menarik selimut, cahaya
bulan yang menembus jendela kamarnya seolah memberikan makna pada suasana hati yang
gundah itu.
Keesokan harinya.
“Aku berangkat dulu yah bu” pamit Dinda kepada ibu nya. Pagi itu Dinda berangkat lebih
awal dari jawal kuliah nya karena ia berencana menjemput Lili yang jarak rumahnya dari
kampus lumayan jauh. Karena hari itu ayahnya berhalangan untuk mengantarkan Lili.
“Hati-hati nak, jangan lupa helm nya di kunci, jangan ngebut dan jangan melamun di jalan”
nasehat khas yang biasa ibunya ucapkan sebelum Dinda berangkat ke kampus.
“Siap buk bossss….” Jawab Dinda dengan manja sambil mencium pipi bidadari tak bersayap
nya itu.
Tak ada yang mampu mengalahkan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya, tak ada
jarak apapun yang menghalangi seorang ibu untuk tidak menyayangi anaknya begitupun
sebaliknya dengan seorang anak, itulah yang tengah Dinda rasakan terhadap ibunya.
Sepeda motornya sudah siap melaju namun ada rasa penasaran ingin sekali ia melihat
lebih dekat rumah ustad Ilham barangkali ia bisa bertemu Abdullah mesti hanya untuk
memastikan apakah Abdullah sudah kembali lagi. ia berhenti tepat didepan rumah ustad
Ilham.
Justru yang ia lihat rumah ustad Ilham tertutup, gerbangnya di gembok dan halaman
rumahnya penuh dengan dedaunan yang jatuh seperti tak ada penghuninya serta lampu di
“Bahkan orang rumah pun tak ada, suasana rumah seperti sudah ditinggal sejak kemarin”
“Nak, kamu cari siapa?” tanya seorang wanita paruh baya yang mendadak muncul dari arah
belakang Dinda, wanita itu melihat dinda yang tengah menengok kearah rumah ustadh Ilham.
“Aaaku… tertarik sama bunga kembang merah milik ustad Ilham jadi aku berniat ingin
meminta nya tapi aku tidak melihat siapa-siapa dirumah” alasan Dinda dengan suara
bergetar. Ia tak menyangka ada yang melihatnya dan kebetulan di sudut halaman rumah ustad
Ilham terdapat bunga kembang merah jadi Dinda menggunakan itu untuk beralasan.
“Oh iyah… andaikan ustad Ilham ada di rumah pasti bisa ku bantu memintanya” jawab ibu
beruban itu.
“Kalo boleh saya tau, ustad Ilham kemana yah bu?” tanya Dinda.
“Ustad Ilham dan keluarga berangkat ke Bandung dan katanya bakal dua sampai tiga hari
disana” jawab ibu itu. Dinda mengangguk seolah memahami perkataan ibu itu.
Karena takut ibu itu curiga, Dinda memilih untuk mengakhiri obrolan itu dan pamit untuk
pergi. Dinda pun merasa informasi yang ibu itu berikan sedikit memberikan informasi yang
ia butuhkan.
Sementara itu Lili yang telah menunggu begitu lama merasa sedikit kesel, dengan wajah
“Telat lima menit” ucap Lili dengan nada datar saraya memalingkan wajahnya. Dinda pun
“Syukurlah aku kira telat 15 menit” jawab dinda dengan santai tanpa ia sadari ucapan Lili
“Hehe….iyah..iyah.. Sorry deh lain kali aku telat satu jam hehe” ujar Dinda menghibur Lili
dan mendengar itu Lili pun memukul kaki Dinda menggunakan buku yang sedari tadi ia
pegang dan mereka berdua larut dalam candaan, Dinda terlihat bahagia seolah melupakan
Setelah lama bergurau mereka pun bergegas menuju kampus karena 30 menit lagi mereka
akan masuk kelas. Sesampainya di kampus, kampus sudah ramai, mahasiswa sudah banyak
yang sampai. Dinda memasuki kawasan parkir, ia melewati satpam. Dinda mengangguk
ramah pada satpam begitupun Lili yang dibonceng oleh Dinda. Penjaga keamanan parkir itu
membalas mengangguk dengan melempar senyum. Lili sudah turun dari motor dan Dinda
memarkir motornya lalu mereka berjalan cepat masuk gedung utama menuju ruang kelas.
Beberapa menit setelah Dinda dan Lili memasuki gedung utama, sebuah mobil sedan
memasuki arena parkir dan berhenti di bagian parkir mobil. Seorang lelaki keluar dari mobil,
umurnya sekitar 25 tahun, berbeda satu tahun di atas Dinda. Penampilannya rapi dan terlihat
dermawan. Anak muda tampan itu bernama Fajar, ia juga kuliah di kampus yang sama
dengan Dinda namun berbeda tingkatan kelas dan berbeda jurusan. Fajar merupakan senior
di kampus itu. Ia berprestasi dalam bidang olahraga basket namun berbeda dengan akademis
ia terbilang mahasiswa yang malas bahkan ia sering mendapat nilai C dan Fajar merupakan
Pada saat yang sama Dinda dan Lili sudah tiba di kelas, 5 menit sebelum dosen masuk.
Semua mahasiswa sibuk di meja masing-masing. Dinda tergesa-gesa ke meja nya setelah
mengucapkan salam karena mengetahui beberapa menit lagi dosen akan masuk, sebelum
duduk ia sempat menyapa teman nya yang meja nya ada di belakang meja Dinda.
Setelah memarkirkan mobilnya, Fajar pun bergegas menuju ruang kelas nya. Ia melewati
ruang kelas nya Dinda. Langkahnya sejenak terhenti di depan pintu kelas Dinda.
Memperhatikan aktifitas Dinda bersama teman kelasnya. Dinda yang saat itu sedang
mengobrol dengan teman sebangku nya sesekali tersenyum dan tertawa entah apa yang
sedang mereka bahas namun Fajar hanya memperhatikan senyuman Dinda yang membuatnya
nyaman. Dinda terlihat lebih anggun dan elegant mengenakan hijab berwarna cream dengan
style hijab khasnya yang menutup dada membuat Fajar semakin kagum melihatnya.
Tak ingin terbuai dalam lamunannya, Fajar pun bergegas menuju kelasnya. Sesampai di
“Jar.. nanti latihan yuk” ajak Bayu. Sahabatnya sejak duduk dibangku sekolah dasar dan
“Akhir-akhir ini kamu sering ijin nggak latihan, kenapa? Tanya Bayu.
“Kalo kamu nggak ada apa jadinya tim kita, kami sangat berharap kamu bisa rajin latihan
seperti dulu karena kunci keberhasilan tim kita ada pada kamu Jar. Tolong pikirkan itu”
Mendengar ungkapan sahabat baik nya itu, hatinya seperti tertusuk duri yang begitu
tajam. Ingin rasanya ia menjelaskan semuanya namun mulut tak mampu berucap, biarkan
***