Anda di halaman 1dari 6

1.

Boneka misterius

“Tok..tok..tok…” suara ketukan pintu.

“Assalamu’alaiqum… pakeeeett..” ucap salam dari seorang kurir.

“Wa’alaiqumsalam..” jawab Dinda dan segera membuka pintu.

“Ada paket mba untuk atas nama Dinda Aulyah Putri” ujar seorang kurir.

“Iyah saya sendiri, paket dari siapa yah mas?” Tanya dinda bingung. “perasaan saya tidak

pernah merasa memesan barang” lanjutnya.

“Langsung saja dibaca resi pengirimannya mbak soalnya tugas saya hanya mengantarkan,

permisi mbak” ujar kurir pamit.

“Oh iyah terimakasih mas” jawab Dinda.

Akhir-akhir ini banyak hal-hal aneh yang membuat Dinda bingung, berawal dari kotak

biru yang berisi coklat dan surat, berikut dengan memergoki lelaki yang dikenali orangtuanya

sedang mabuk-mabukkan lanjut dengan pesan dari nomor tak di kenal dan sekarang kiriman

paket bahkan tidak tercantum nama pengirimnya.

Setelah membaca resi pengirimannya. aneh nya tidak tertera nama pengirim dan

kejelasan tentang barang yang di kirim, ada rasa ragu tapi karena penasaran Dinda pun segera

membuka paket tersebut.

“Boneka?” ucap Dinda kaget setelah melihat isi dari paket itu, lagi dan lagi ada terselip

secarik surat.

“Assalamualaiqum, Dear my dream, jika mata tak mampu saling menatap, tangan tak bisa

saling menyentuh maka ijinkan aku untuk menjadi boneka agar bisa slalu ada disampingmu”

isi surat yang terselip dalam paket itu.


Redaksi kalimat yang sama, cara yang sama, membuat Dinda semakin bingung siapakah

pengirim misterius ini. Dinda mengambil handphone miliknya dan ia memotret boneka itu

lalu mengirim gambar itu ke watshApp nya Lili, ia hendak memberitahu Lili tentang paket

misterius itu dan ingin menanyakan pendapat Lili, karena Lili teman dekatnya, dinda merasa

Lili bisa memberikan solusi dari kebingungannya.

“Aku dapat kiriman paket misterius yang didalamnya berisi boneka, aku rasa ini ada

hubungannya dengan kotak biru dan pesan dari nomor tidak dikenal itu” isi pesan watshApp

Dinda kepada Lili.

“Boneka nya lucu din… yaah palingan itu dari penggemar gelap mu” cetus Lili.

“Tapi aku merasa ada yang aneh Li” ujar Dinda.

“Itu hanya perasaan kamu saja Din, sudahlah selagi itu masih di batas wajar tidak ada yang

perlu di khawatirkan” ucap Lili menenangkan hati Dinda.

Setelah melihat balasan chat dari Lili, Dinda mengakhiri percakapan malam itu dengan

mengirim emoticon tersenyum. Masih dalam genggamannya, ia menyimpan boneka itu

kembali ke dalam bingkisannya dan menaruh nya ke dalam box besar bersama bingkisan

misterius lainnya.

Terlepas dari hiruk-pikuk kiriman misterius itu, muncul pikiran dalam benaknya tentang

Abdullah yang ia lihat beberapa hari lalu entah hendak kemana menggunakan mobil mewah

hitam dengan penampilan yang begitu rapi mengganggu pikirannya malam ini, belum lagi

rekapan orderan yang harus di selesaikan membuat pikirannya menumpuk.

Dinda mencoba untuk merebahkan badannya barangkali bisa terlelap, dengan

mengenakan baju piyama kesayangannya yang bermotif hello kitty berharap bisa membantu

membuat tidurnya malam ini nyenyak. Ia mematikan lampu dan menarik selimut, cahaya
bulan yang menembus jendela kamarnya seolah memberikan makna pada suasana hati yang

gundah itu.

Keesokan harinya.

“Aku berangkat dulu yah bu” pamit Dinda kepada ibu nya. Pagi itu Dinda berangkat lebih

awal dari jawal kuliah nya karena ia berencana menjemput Lili yang jarak rumahnya dari

kampus lumayan jauh. Karena hari itu ayahnya berhalangan untuk mengantarkan Lili.

“Hati-hati nak, jangan lupa helm nya di kunci, jangan ngebut dan jangan melamun di jalan”

nasehat khas yang biasa ibunya ucapkan sebelum Dinda berangkat ke kampus.

“Siap buk bossss….” Jawab Dinda dengan manja sambil mencium pipi bidadari tak bersayap

nya itu.

Tak ada yang mampu mengalahkan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya, tak ada

jarak apapun yang menghalangi seorang ibu untuk tidak menyayangi anaknya begitupun

sebaliknya dengan seorang anak, itulah yang tengah Dinda rasakan terhadap ibunya.

Sepeda motornya sudah siap melaju namun ada rasa penasaran ingin sekali ia melihat

lebih dekat rumah ustad Ilham barangkali ia bisa bertemu Abdullah mesti hanya untuk

memastikan apakah Abdullah sudah kembali lagi. ia berhenti tepat didepan rumah ustad

Ilham.

Justru yang ia lihat rumah ustad Ilham tertutup, gerbangnya di gembok dan halaman

rumahnya penuh dengan dedaunan yang jatuh seperti tak ada penghuninya serta lampu di

terasnya seperti di biarkan menyala.

“Bahkan orang rumah pun tak ada, suasana rumah seperti sudah ditinggal sejak kemarin”

pikirnya menerka-nerka sesuatu yang terjadi.


“Itu artinya ustad Ilham dan keluarga juga ikut pergi dengan Abdullah?” lanjutnya dalam hati

sambil menoleh ke dalam rumah ustad Ilham.

“Nak, kamu cari siapa?” tanya seorang wanita paruh baya yang mendadak muncul dari arah

belakang Dinda, wanita itu melihat dinda yang tengah menengok kearah rumah ustadh Ilham.

“Aaaku… tertarik sama bunga kembang merah milik ustad Ilham jadi aku berniat ingin

meminta nya tapi aku tidak melihat siapa-siapa dirumah” alasan Dinda dengan suara

bergetar. Ia tak menyangka ada yang melihatnya dan kebetulan di sudut halaman rumah ustad

Ilham terdapat bunga kembang merah jadi Dinda menggunakan itu untuk beralasan.

“Oh iyah… andaikan ustad Ilham ada di rumah pasti bisa ku bantu memintanya” jawab ibu

beruban itu.

“Kalo boleh saya tau, ustad Ilham kemana yah bu?” tanya Dinda.

“Ustad Ilham dan keluarga berangkat ke Bandung dan katanya bakal dua sampai tiga hari

disana” jawab ibu itu. Dinda mengangguk seolah memahami perkataan ibu itu.

Karena takut ibu itu curiga, Dinda memilih untuk mengakhiri obrolan itu dan pamit untuk

pergi. Dinda pun merasa informasi yang ibu itu berikan sedikit memberikan informasi yang

ia butuhkan.

Sementara itu Lili yang telah menunggu begitu lama merasa sedikit kesel, dengan wajah

cemberut ia menyapa kedatangan sahabat nya.

“Telat lima menit” ucap Lili dengan nada datar saraya memalingkan wajahnya. Dinda pun

melihat ke arah jam tangannya.

“Syukurlah aku kira telat 15 menit” jawab dinda dengan santai tanpa ia sadari ucapan Lili

tadi mewakili rasa keselnya.


“Kenapa nggak telat 20 menit saja” lanjut Lili, kali ini nada nya lebih tinggi dan terlihat jelas

dari raut wajahnya yang sedang marah.

“Hehe….iyah..iyah.. Sorry deh lain kali aku telat satu jam hehe” ujar Dinda menghibur Lili

dan mendengar itu Lili pun memukul kaki Dinda menggunakan buku yang sedari tadi ia

pegang dan mereka berdua larut dalam candaan, Dinda terlihat bahagia seolah melupakan

kejadian yang baru saja ia alami.

Setelah lama bergurau mereka pun bergegas menuju kampus karena 30 menit lagi mereka

akan masuk kelas. Sesampainya di kampus, kampus sudah ramai, mahasiswa sudah banyak

yang sampai. Dinda memasuki kawasan parkir, ia melewati satpam. Dinda mengangguk

ramah pada satpam begitupun Lili yang dibonceng oleh Dinda. Penjaga keamanan parkir itu

membalas mengangguk dengan melempar senyum. Lili sudah turun dari motor dan Dinda

memarkir motornya lalu mereka berjalan cepat masuk gedung utama menuju ruang kelas.

Beberapa menit setelah Dinda dan Lili memasuki gedung utama, sebuah mobil sedan

memasuki arena parkir dan berhenti di bagian parkir mobil. Seorang lelaki keluar dari mobil,

umurnya sekitar 25 tahun, berbeda satu tahun di atas Dinda. Penampilannya rapi dan terlihat

dermawan. Anak muda tampan itu bernama Fajar, ia juga kuliah di kampus yang sama

dengan Dinda namun berbeda tingkatan kelas dan berbeda jurusan. Fajar merupakan senior

di kampus itu. Ia berprestasi dalam bidang olahraga basket namun berbeda dengan akademis

ia terbilang mahasiswa yang malas bahkan ia sering mendapat nilai C dan Fajar merupakan

lelaki yang pernah menolong Dinda saat terjatuh di kampus.

Pada saat yang sama Dinda dan Lili sudah tiba di kelas, 5 menit sebelum dosen masuk.

Semua mahasiswa sibuk di meja masing-masing. Dinda tergesa-gesa ke meja nya setelah
mengucapkan salam karena mengetahui beberapa menit lagi dosen akan masuk, sebelum

duduk ia sempat menyapa teman nya yang meja nya ada di belakang meja Dinda.

Setelah memarkirkan mobilnya, Fajar pun bergegas menuju ruang kelas nya. Ia melewati

ruang kelas nya Dinda. Langkahnya sejenak terhenti di depan pintu kelas Dinda.

Memperhatikan aktifitas Dinda bersama teman kelasnya. Dinda yang saat itu sedang

mengobrol dengan teman sebangku nya sesekali tersenyum dan tertawa entah apa yang

sedang mereka bahas namun Fajar hanya memperhatikan senyuman Dinda yang membuatnya

nyaman. Dinda terlihat lebih anggun dan elegant mengenakan hijab berwarna cream dengan

style hijab khasnya yang menutup dada membuat Fajar semakin kagum melihatnya.

Tak ingin terbuai dalam lamunannya, Fajar pun bergegas menuju kelasnya. Sesampai di

kelas ia meletakkan tas nya yang terisi baju olahraga.

“Jar.. nanti latihan yuk” ajak Bayu. Sahabatnya sejak duduk dibangku sekolah dasar dan

hingga kuliah masih bersama.

“In syaa allah” jawab Fajar singkat.

“Akhir-akhir ini kamu sering ijin nggak latihan, kenapa? Tanya Bayu.

“Ada kesibukan yang tidak bisa aku tinggal” jawab Fajar.

“Kalo kamu nggak ada apa jadinya tim kita, kami sangat berharap kamu bisa rajin latihan

seperti dulu karena kunci keberhasilan tim kita ada pada kamu Jar. Tolong pikirkan itu”

Mendengar ungkapan sahabat baik nya itu, hatinya seperti tertusuk duri yang begitu

tajam. Ingin rasanya ia menjelaskan semuanya namun mulut tak mampu berucap, biarkan

saja ia mengetahui alasan itu dengan sendiri.

***

Anda mungkin juga menyukai