Pedoman Manajemen Nyeri
Pedoman Manajemen Nyeri
NOMOR: 022/SK/PAP/RSBA/V/2019
TENTANG
MEMUTUSKAN:
1
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
BUDI ASIH TENTANG PEDOMAN MANAJEMEN
NYERI.
Pasal 1
1. Setiap pasien diskrining untuk rasa nyeri
2. Setiap pasien yang teridentifikasi ada rasa nyeri
pada asesmen awal, lakukan asesmen lebih
mendalam, sesuai dengan umur pasien, dan
pengukuran intensitas dan kualitas nyeri seperti
karakter, kekerapan /frekuensi, lokasi dan lamanya
3. Pasien nyeri menerima pelayanan untuk mengatasi
nyeri sesuai dengan kebutuhan
4. Terdapat pelayanan pasien untuk mengatasi nyeri
5. Terdapat ases menulang rasa nyeri dan tindak
lanjutnya
6. Ada laporan rasa nyeri oleh pasien beserta asesmen
dan manajemen nyeri
Pasal 2
2
g. Risiko jatuh,
h. Asesmen fungsional,
i. Risiko nutrisional,
j. Kebutuhan edukasi
k. Perencanaan pemulangan pasien
3. Semua pasien rawat inap dan rawat jalan diskrining
terhadap nyeri dan jika ada nyeri dilakukan asesmen.
Pasal 3
1. Asesmen ulang dilakukan dan dicatat diformasesmen
ulang nyeri, gizi dapat dengan metode ADIME,
dengan memperhatikan:
1. Interval sepanjang asuhan pasien
(contoh, perawat mencatat secara tetap,
tanda-tanda vital (TTV), asesmen nyeri,
detak jantung dan suara paru, sesuai
kondisi pasien)
2. Setiap hari oleh dokter penanggung jawab
pemberi pelayanan (DPJP) terhadappasien
3. Sebagai respons terhadap perubahan
penting kondisi pasien.
4. Jika diagnosis pasien berubah dan
dibutuhkan perubahan rencana asuhan
5. Menentukan apakah pengobatan dan
tindakan lain berhasil dan pasien dapat
dipindah atau pulang
Pasal4
1. Asesmen tambahan untuk populasi pasien
tertentu disesuaikan dengan keunikan dan
kebutuhan setiap populasi pasien tertentu.
3
2. Asesmen tambahan yang dimaksud dipasal 4
ayat 1 antara lain untuk:
a. Neonatus
b. Anak
c. Remaja
d. Obstetri/ maternitas
e. Geriatri
f. Pasien dengan kebutuhan untuk P3
(Perencanaan Pemulangan Pasien)
g. Sakit terminal/ menghadapi kematian
h. Pasien dengan rasa sakit kronik atau nyeri
(intense)
i. Pasien dengan gangguan emosional atau
pasien psikiatris
j. Pasien kecanduan obat terlarang atau alcohol
k. Korban kekerasan atau kesewenangan
l. Pasien dengan penyakit menular atau
infeksius. Pasien yang menerima kemoterapi
atau terapi radiasi
m. Pasien dengan system imunologi terganggu.
Pasal 5
1. Pasien yang sedang menghadapi kematian
mempunyai kebutuhan yangunik dalam pelayanan
yang penuh hormat dan kasih sayang.
2. Kebutuhan yang dimaksud di pasal 2 ayat (1)
meliputi pengobatan terhadap gejala primer dan
sekunder, manajemen nyeri, respons terhadap aspek
psikologis, sosial, emosional, agama, budaya pasien
dan keluarganya, serta keterlibatannya dalam
keputusan pelayanan.
4
3. Asuhan Dalam tahap terminal memperhatikan rasa
nyeri pasien.
Pasal 6
1. Rumah sakit menghormati serta mendukung hak
pasien dengan melakukan asesmen dan
manajemen nyeri yang sesuai
2. Petugas rumah sakit memahami pengaruh pribadi,
budaya, sosial, dan spiritual tentang hak pasien
untuk melaporkan rasanyeri, asesmen, dan
manajemen nyeri secara akurat.
Pasal 7
1. Rumah sakit menggunakan materi dan proses
edukasi pasien dan keluarga.
2. Materi edukasi sebagai mana dimaksud di pasal 7
ayat 1 adalah:
a. penggunaan obat-obatan yang didapat
pasien secara efektif dan aman (bukan hanya
obat yang diresepkan untuk dibawa pulang),
termasuk potensi efeksamping obat;
b. penggunaan peralatan medis secara efek dan
aman;
c. potensi interaksi antara obat yang diresepkan
dan obat lainnya termasuk obat yang tidak
diresepkan serta makanan; diet dan nutrisi;
manajemen nyeri; teknik rehabilitasi; cara cuci
tangan yang benar.
Pasal 8
1. Pasien dan keluarga diberikan edukasi tentang
pelayanan untuk mengatasi nyeri sesuai dengan
5
latar belakang agama, budaya, nilai-nilai pasien,
dan keluarga.
2. Pasien dan keluarga diberikan edukasi tentang
kemungkinan timbulnya nyeri akibat tindak
anyang terencana, prosedur pemeriksaan, dan
pilihan yang tersedia untuk mengatasi nyeri.
3. Pasien dan keluarga diberikan edukasi tentang
pelayanan untuk mengatasi nyeris seuai dengan
latar belakang agama, budaya, nilai-nilai pasien
dan kepercayaan keluarga
4. Pemberian edukasi kepada pasien dan keluarga
terkait dengan asuhan yang diberikan meliputi
manajemen nyeri
5. Informasi verbal diperkuat dengan materi tertulis
Pasal 9
Petugas rumah sakit harus mendapatkan pelatihan
pelayanan mengatasi nyeri.
Pasal 10
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Trenggalek
Pada tanggal 20 Mei 2019
Direktur Rumah Sakit Budi Asih,
6
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR RUMAH
SAKIT BUDI ASIH
NOMOR: 022/PAND/ PAP/ RSBA/ V/2019
TENTANG
PEDOMAN MANAJEMEN NYERI
BAB I
PENDAHULUAN
7
seperti nyeri punggung, nyeri persendian, konidir heumatologi, nyeri
visceral dan kanker.
Tidak adekuatnya penatalaksanaan nyeri membawa konsekuensi yang
harus diterima. Penanganan nyeri kurang baik dapat menimbulkan
komplikasi yang serius seperti, pneumonia, deep veinthrombosis,
penyembuhan dari luka atau prosedur dan proses yang megarah ke nyeri
kronik. Jika nyeri tidak tertangani membuat kualitas hidup seseorang
menurun, perasaan cemas, takut, atau depresi, yang membawa dampak
fisik, psikologis dan finansial.
Untuk itu diperlukan suatu asesmen dan pedoman manajemen nyeri
dilingkup Rumah Sakit Budi Asih, sehingga pasien mulai bayi, anak,
dewasa, geriatri, dan disabilitas dapat tertangani dengan komprehensif.
Dengan harapan pasien dapat tertolong dan meningkatkan kualitas hidup
pasien.
2. Tujuan
Pedoman Manajemen Nyeri bertujuan untuk:
a. Mengoptimalkan control nyeri.
b. Meningkatkan kemampuan fungsional, fisik dan psikilogis.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien.
d. Meminimalkan hasil yang merugikan.
1.3 Sasaran
1. Tercapainya kesamaan pengetahuan tentang manajemen nyeri diRumah
Sakit Budi Asih.
2. Terwujudnya pelayanan pasien yang nyaman.
8
BAB II
RUANG LINGKUP
9
BAB III
TATA LAKSANA
Manajemen nyeri yang efektif dimulai dengan skrining awal nyeri.Tahap ini
sangat penting terhadap kualita spelayanan dan kualitas penyembuhan
pasien. Kebijakan RS Budi Asih menetapkan bahwa semua pasien yangdatang
diInstalasi Rawat Jalan, Rawat Inap, dan Gawat Darurat, dilakukan skrining
nyeri. Selain itu, skrining nyeri dilakukan kapan saja jika terdapat
kecurigaan adanya rasa nyeri pada pasien selama masa perawatan. Jika
terdapat nyeri, maka dilakukan asesmen nyeri dengan menggunakan teknik
pengukuran yang sesuai dengan indikasi.
Untuk pasien rawat inap, jika diketahui ada nyeri segera dilakukan
asesmen lebih dalam. Asesmen ini disesuaikan dengan umur pasien
dan mengukur intensitas dan kualitas rasa nyeri, seperti karakteristik
rasa nyeri, frekuensi, lokasi dan lamanya. Informasi tambahan dapat
diberikan seperti riwayat rasa nyeri, apa yang menyebabkan rasa
nyeri berkurang atau bertambah, apa keinginan pasien untuk
menghilangkan rasa nyeri, dan lain sebagainya (misalnya PQRST).
Asesmen dicatat demikian rupa untuk memudahkan asesmen ulang
rutin dan tindak lanjut sesuai kriteria yang ditetapkan rumah sakit dan
kebutuhan pasien. Form skrining nyeri kronis ada di lampiran.
Hasil skrining dilaporkan kepada DPJP.
11
Jika nilai skor adalah 0 maka berarti tidak ada nyeri. Range skor total
adalah antara 0 (tidak ada nyeri) sampai 10.
12
No Penilaian Uraian
13
e. Erangan yang keras ditandai dengan suara yang sedih
atau berduka, meratap, namun dengan volume yang lebih
besar dari biasanya. Groaningyang kerasditandai dengan
suara yang lebih keras yang timbul involunter dan tidak
bermakna, sering tiba-tiba mulai dan berakhir
f. Menangis ditandai dengan ucapan atau emosi diikuti
dengan air mata. Menangis dapat berupa menangis yang
tersedu-sedu atau diam-diam menangis.
14
4. Bahasa a. Santai ditandai dengan penampilan yang tenang dan
tubuh lembut. Orang lain menganggapnya tidak susah.
b. Ketegangan, ditandai dengan penampilan yang tegang
atau khawatir. Dapat ditemukan rahang yang kaku.
c. Keadaan tertekan ditandai dengan aktivitas yang tidak
tenang. Adanya ketakutan, cemas, atau perasaan
terganggu yang dapat muncul cepat atau lambat.
d. Kegelisahan ditandai dengan gerakan yang tidak dapat
berhenti. Menggeliat dikursi, memukul- mukul kursi di
ruangan. Sentuhan berulang, menarik atau menggosok
bagian tubuh dapat terlihat.
e. Kekakuan tubuh, lengan atau kaki mengunci atau tidak
lentur. Ekstrimitas terlihat lurus dan tertahan (bukan
kontraktur).
f. Tinju mengepal ditandai tangan tertutup rapat, mungkin
dapat dibuka, namun kembali menutup cepat. Lutut
ditarik dengan fleksi kaki kearah dada. Nampak
bermasalah (bukan kontraktur).
g. Menarik atau mendorong pergi ditanda adanya
5. Kebutuhan perlawanan.
a. Tidak Mencoba
perlu dihibur melarikan
ditandai dirikesejahteraan.
dengan terhadap orang yang
15
3. Teknik skrining dan asesmen CRIES (Cry, Respiration, Increasing
HR/BP, Expression, and Sleep)
Pada neonatus yang baru dilakukan operasi, skrining dan asesmen nyeri
dilakukan dengan teknik CRIES Nilai skor 0 artinya tidak ada rasa nyeri. Jika
nilai skor lebih dari 5 maka bayi post operasi tersebut merasakan nyeri
sehingga perlu dilakukan manajemen nyeri dengan pemberian analgesik.
Asesmen ulang dilakukan setiap 2 jam selama 24 jam pertama setelah
dilakukan tindakan dan setiap 4 jam pada 48 jam berikutnya.
4. Teknik skrining dan asesmen dengan Neonatal Infant Pain Scale (NIPS)
Teknik NIPS digunakan untuk melakukan skrining pada bayi dan anak < 1
tahun. Skor 0 berarti tidak ada nyeri
16
Peningkatan Nadi dan Tensi = atau < dari nilai sebelum 0
2 tanda vital operasi Nadi dan Tensi meningkat <20% nilai 1
preoperative 2
Nadi dan Tensi meningkat >20% nilai
preoperatif
Tidakada 0
3 Ekspresi Meringis 1
Tidak 0
4 Tidak dapat tidur Bayi bangun pada interval tertentu 1
TOTAL
NILAI INTEPRETASIHASIL
SKOR
0-4 Tidak ada rasa nyeri
Maka bayi post operasi tersebut merasakan nyeri sehingga perlu dilakukan
>5 manajemen nyeri dengan pemberianan algesik. Asesmen ulang dilakukan setiap
2jam selama 24 jam pertama setelah dilakukan tindakan dan setiap 4 jam pada
48 jam berikutnya.
17
* centang salah 1
Petunjuk Pengisian:
Teknik skrining BPS digunakan pada pasien yang sedang terventilasi
diICU. Nilai skor 3 menandakan pasien tidak merasakan nyeri hingga 12
menandakan pasien merasakan nyeri yang maksimal
1 Ekspresi Santai 1
wajah Tertekan sebagian (misal alis turun) 2
Tertekan seluruhnya (misal kelopakmata tertutup) 3
Meringis 4
Pergerakan Tidak ada pergerakan 1
2 anggota Bengkok sebagian 2
gerakatas Bengkok seluruhnya dengan jari fleksi 3
Tertarik secara permanen 4
3 Kepatuhan Pergerakan yang masih dapat ditoleransi 1
terhadap Batuk namun dapat ditoleransi 2
ventilasi Melawan ventilator 3
mekanis Tidak dapat mengontrol ventilasi 4
TOTAL
18
1. Teknik Asesmen Nyeri
Asesmen nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan:
Numeric Rating Scale
Wong Baker Faces Pain Scael
Comfort Scale
Neonatal Infant Pain Scale (NIPS)
FLACC Score
Behavioural Pain Scale (BPS) dan Critical Care Pain-Observation
Tool(CPOT)
CRIES
PAINAD
0 Tidak nyeri
1–3 Nyeri ringan Pasien dapat berkomunikasi dengan baik
19
pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi
7–9 Nyeri berat masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, tidak dapat mendiskripsikannya, tidak dapat
diatasi dengan alih posisi nafas
10 Nyeri yang Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul
sangat
3. Wong Baker FACES Pain Scale dan Faces Pain Scale -Revised
(Dewasa dan Anak >3 tahun)
Petunjuk Pengisian:
Indikasi : Pada pasien (dewasa dan anak >3tahun) yang tidak
dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan
angka, gunakan asesmen
Instruksi : pasien diminta untuk menunjuk/ memilih gambar mana
yang paling sesuai dengan yang ia rasakan. Tanyakan
juga lokasi dan durasi nyeri
FACESPAINSCALE–REVISED(FPS-R)
20
Skor Interpretasi
0 Tidak sakit
2 Sedikit rasa sakit
4 Nyeri agak menggangu
6 Menggangu aktifitas
8 Sangat menggangu
10 Tak tertahankan
b. COMFORT scale
NO KATEGORI SKOR
21
2 Ketenangan 1–tenang
2 – agak cemas
3 – cemas
4–sangat cemas
5–panic
3 Distress 1– tidak ada respirasi spontan dan tidak ada batuk
pernapasan 2– respirasi spontan dengan sedikit / tidak ada respons
terhadap ventilasi
3–kadang-kadang batuk atau terdapat tahanan terhadap
ventilasi
4 Menangis 1–bernapas dengan tenang, tidak menangis
2– terisak -isak
3–meraung
4–menangis
5 Pergerakan 1–tidak ada pergerakan
2–kedang- kadang bergerak perlahan
3–sering bergerak perlahan
4–pergerakan akif/ gelisah
6 Tonus otot 1– otot relaks sepenuhnya, tidak ada tonus otot
2– penurunan tonus otot
3– tonus otot normal
4– peningkatan tonus otot dan fleksi jari tangan dan kaki
5– kekakuan otot ekstrim dan fleksi jari tangan dan kaki
7 Tegangan wajah 1– otot wajah relaks sepenuhnya
2–tonus otot wajah normal, tidak terlihat tegangan otot
wajah yang nyata 3– tegangan beberapa otot wajah
terlihat nyata
22
8 Tekanan darah 1– tekanan darah dibawah batas normal
basal 2– tekanan darah berada dibatas normal secara konsisten
3– peningkatan tekanan darah sesekali ≥15% diatas batas
normal (1-3 kali dalam observasi selama 2menit)
4– seringnya peningkatan tekanan darah ≥15% diatas
batas normal (>3kali dalam observasi selama 2menit)
Petunjuk Pengisian:
1. Menggunakan 6 parameter, skala poin 0-2 yang menghasilkan skor 0-7
2. Digunakan pada neonates cukup bulan hingga umur 2 bulan
3. Penggunaan dikombinasi dengan keputusan klinis perawat. Skor yang
rendah pada skala nyeri tidak berarti tidak membutuhkan pengobatan
nyeri
23
3 Pola Santai/ Tenang 0
pernafasan
Perubahan pola pernafasan 1
TOTAL
Petunjuk Pengisian:
24
Untuk usia <3 tahun dapat dinilai juga dengan FLACC score. Dimana
penilaian skala berdasarkan Face ,legs, activity, cryandconsolability.
Skor Interpretasi
0 Tidak nyeri
1-3 Nyeri ringan
4-6 Nyeri sedang
7-9 Nyeri berat
10 nyeri yang sangat
25
i. Pemberian parenteral: 30
menit
ii. Pemberian oral : 60 menit
iii. Intervensinon- farmakologi : 30-60 menit.
Asesmen ulang nyeri : dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari
beberapa jam dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:
1. Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan
pemeriksaan fisik pada pasien
2. Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, dilakukan
monitoring tiap 30 menit dan penilaian ulang nyeri dalam
kurang dari 2 jam setelah tatalaksana nyeri non farmakologik.
3. Monitoring setiap 30 menit dan penilaian ulang setiap empat
jam (pada pasien yang sadar/ bangun) yang diberikan
intervensi obat non-opioid pasien, yang menjalani prosedur
menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan sebelum pasien
pulang dari rumah sakit.
4. Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan
asesmen ulang setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau
obat-obat intravena
5. Pada nyeri akut /kronik, dilakukan monitoring setiap 1jam dan
asesmen ulang tiap 4–6 jam setelah pemberian obat nyeri
opioid
Asesmen nyeri dilakukan baik dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang diagnostic lainnya dengan menggunakan berbagai
macam teknik asesmen. Hasil dariasesmen nyeri dituangkan secara tertulis
dalam form dengan sistem checklist PQRST.
26
2. Asesmen dengan menggunakan Form PQRST
PQRST Checklist ini digunakan baik untuk asesmen nyeri general maupun
asesmen khusus:
Form PQRST
27
S= Severity and Scale Tingkat nyeri (skala1-
10) Aktivitas terkait nyeri :
:
T= Timing and Type of Onset Nyeri muncul
pertama kali Durasi nyeri :
Tingkat kekerapan nyeri (frekuensi) Nyeri :
timbul secara tiba-tiba/ perlahan :
29
a. Evaluasi gejala kardiovaskular, psikiatri, pulmoner, gastrointestinal,
neurologi, reumatologi, genitourinaria, endokrin, dan muskulos
keletal)
b. Gejala konstitusional: penurunan berat badan, nyeri malam hari,
keringat malam,dan sebagainya. Pada pasien dalam pengaruh obat
anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang, asesmen dan penanganan
nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon berupa ekspresi
tubuh atau verbal akan rasa nyeri. Derajat nyeri yang meningkat hebat
secara tiba-tiba, terutama bila sampai menimbulkan perubahan tanda
vital, merupakan tanda adanya diagnosis medis atau bedah yang baru
(misalnya komplikasi pasca-pembedahan, nyeri neuropatik.
30
Nilai dan catat pergerakan pasif dari sendi yang terlihat abnormal/
dikeluhkan oleh pasien (saat menilai pergerakan aktif). Perhatikan adanya
limitasi gerak, raut wajah meringis, atau asimetris.
Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri
Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi adanya cedera
Ligamen.
f. Pemeriksaan motorik
Nilai dan catat kekuatan motorik pasien dengan menggunakan kriteria dibawah
ini.
Derajat Definisi
5 Tidak terdapat ketebatasan gerak, mampu melawan tahanan kuat
4 Mampu melawan tahanan ringan
3 Mampu bergerak melawan gravitasi
2 Mampu bergerak/ bergeser kekiri dan kanan tetapi tidak mampumelawangravitasi
1 Terdapat kontraksi otot (inspeksi/ palpasi), tidak menghasilkan pergerakan
0 Tidak terdapat kontraksi otot
g. Pemeriksaan sensorik
Lakukan pemeriksaan: sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum-pinprick),
getaran, dan suhu.
Biseps C5
Brakioradialis C6
Triseps C7
Tendonpatella L4
Hamstringmedial L5
31
Achilles S1
32
f. Indikasi : kecurigaan saraf terjepit, mono-/poli-neuropati,
radikulopati.
l. Pemeriksaan radiologi
1. Indikasi:
a. Pasien nyeri dengan kecurigaan penyakit degeneratif tulang belakang
b. Pasien dengan kecurigaan adanya neoplasma, infeksi tulang
belakang, penyakit inflamatorik, dan penyakit vascular.
c. Pasien dengan defisit neurologis motorik, kolon, kandung kemih,
atau ereksi.
d. Pasien dengan riwayat pembedahan tulang belakang
e. Gejala nyeri yang menetap >4 minggu
2. Pemilihan pemeriksaan radiologi : bergantung pada lokasi dan
karakteristik nyeri.
a. Foto polos: untuk skrining inisial pada tulangbelakang (fraktur,
ketidak segarisan vertebra, spondilo listesis, spondilolisis,
neoplasma)
b. MRI: gold standard dalam mengevaluasi tulang belakang (herniasi
diskus, stenosisspinal, osteomyelitis, infeksi ruang diskus,
keganasan, kompresi tulang belakang, infeksi)
c. CT-scan: evaluasi trauma tulang belakang, herniasidiskus,
stenosisspinal.
d. Radionuklida bone-scan: sangat bagus dalam mendeteksi
perubahan metabolisme tulang (mendeteksi osteomyelitis dini,
fraktur kompresi yang kecil/ minimal, keganasan primer,
metastasis tulang)
33
3. Asesmen psikologi
a. Nilai mood pasien, apakah dalam kondisi cemas, ketakutan, depresi.
b. Nilai adanya gangguan tidur, masalah terkait pekerjaan
c. Nilai adanya dukungan sosial, interaksi sosial
Berdasar atas cakupan asuhan yang diberikan maka rumah sakit menetapkan
proses untuk melakukan skrining, asesmen, dan pelayanan untuk mengatasi
nyeri meliputi:
a. Identifikasi pasien untuk rasa nyeri pada asesmen awal dan
asesmen ulang;
b. Memberi informasi kepada pasien bahwa nyeri dapat disebabkan
oleh tindakan atau pemeriksaan;
c. Melaksanakan pelayanan untuk mengatasi nyeri terlepas dari mana
nyeri itu berasal;
d. Melakukan komunikasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga
perihal pelayanan untuk mengatasi nyeri sesuai dengan latar
belakang agama, budaya, nilai-nilai pasien, dan keluarga;
e. Melatih PPA tentang asesmen dan pelayanan untuk mengatasi
nyeri.
34
2. Pendekatan Farmakologis
35
Dosis dan cara penggunaan: oleskan krim EMLA dengan tebal
pada kulit dan tutuplah dengan kassa oklusif.
c. Para setamol
Efek analgesik untuk nyeri ringan-sedang dan anti-piretik. Dapat
dikombinasikan dengan opioid untuk memperoleh efek anelgesik
yang lebihbesar.b. Dosis: 10 mg/kgBB/ kali dengan pemberian 3-4
kali sehari. Untuk dewasa dapat diberikan dosis3-4kali 500mg
perhari.
36
b. Indikasi: nyeri neuropatik (neuropati DM, neuralgia pasca-
herpetik, cedera saraf perifer, nyeri sentral).
c. Contoh obat yang sering dipakai: amitriptilin, imipramine,
despiramin: efek antinosiseptif perifer. Dosis: 50–300mg,
sekali sehari.
iv. Anti-konvulsan
a. Carbamazepine: efektif untuk nyeri neuropatik. Efek
samping: somnolen, gangguan berjalan, pusing. Dosis: 400
– 1800 mg/hari (2-3 kali perhari). Mulai dengan dosis kecil
(2x 100mg), ditingkatkan perminggu hingga dosis efektif.
b. Gabapentin: Merupakan obat pilihan utama dalam
mengobati nyeri neuropatik. Efek samping minimal dan
ditoleransi dengan baik. Dosis:100- 4800mg/ hari (3-4kali
sehari).
37
vii. Tramadol
a. Merupakan analgesik yang lebih poten dari pada OAINS
oral, dengan efek samping yang lebih sedikit / ringan.
Berefek sinergistikdengan medikasiOAINS.
b. Indikasi: Efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas
sedang (nyeri kanker, osteo arthritis, nyeri punggung
bawahm neuropati DM, fibromyalgia, neuralgi apasca-
herpetik, nyeri pasca- operasi.
c. Efek samping: pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi.
d. Jalur pemberian:intravena,epidural,rektal,danoral.
e. Dosistramadol oral:3-4kali50-100 mg (perhari).
Dosismaksimal: 400mg dalam 24jam.
f. Titrasi:terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap
medikasi, terutama digunakan pada pasien nyeri kronik
dengan riwayat toleransi yang buruk terhadap pengobatan
atau memiliki risiko tinggi jatuh.
Jadwal titrasitramadol
38
Titrasi 16- 4x25mg • 2x25 mg selama 3 hari. • Lanjut usia
hari selama 3 • Naikkan menjadi 3 • Risiko jatuh
hari x25mg selama 3 hari. • Sensitivitas medikasi
• Naikkan menjadi 4
x25mg selama 3 hari.
• Naikkan menjadi 2 x
50mg dan 2 x 25mg selama
3hari.
• Naikkanmenjadi4x50mg.
viii. Opioid
a. Merupakan analgesik poten (tergantung-dosis) dan efeknya
dapat ditiadakan oleh nalokson.
b. Contoh opioid yang sering digunakan :morfin, sufentanil,
meperidin.
b. Dosis opioid disesuaikan pada setiap individu, gunakanlah
titrasi.
c. Adiksi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan
untuk penatalaksanaan nyeri akut.
d. Efek samping: Depresi pernapasan, dapat terjadi pada:
• Overdosis: pemberian dosis besar, akumulasi akibat
pemberian secara infus, opioidlongacting
• Pemberian sedasi bersamaan (benzodiazepin, antihistamin,
antiemetik tertentu)
• Adanya kondisi tertentu: gangguan elektrolit,
hipovolemia, uremia, gangguan respirasi dan peningkatan
tekanan intrakranial.
• Obstructivesleepapnoes atau obstruksi jalan nafas intermiten.
ix. Sedasi: adalah indicator yang baik untuk dan dipantau dengan
menggunakan skor sedasi,yaitu:
• 0=sadar penuh
• 1=sedasi ringan, kadang mengantuk, mudah dibangunkan
39
• 2= sedasi sedang, sering secara konstan mengantuk,
mudah dibangunkan
• 3=sedasi berat,somnolen, sukar dibangunkan
• S=tidur normal
x. Sistem Saraf Pusat:
• Euforia, halusinasi ,miosis, kekakukan otot
• Pemakai MAOI: pemberian petidin dapat menimbulkan
koma
xi. Toksisitas metabolit
• Petidin (norpetidin) menimbulkan tremor, twitching,
mioklonus multifokal,kejang.
• Petidin tidak boleh digunakanlebih dari 72 jam
untuk penatalaksanaan nyeri pasca-bedah.
• Pemberian morfin kronik: menimbulkan gangguan
fungsi ginjal, terutama pada pasien usia >70 tahun.
40
Durasi(jam) 4 4-6 8-24 6
(dosis
rendah)
24 (dosis
tinggi)
Efeksamping:
• Ekstrapiramidal ++ ++ - +
• Anti-kolinergik - + - +
• Sedasi + + - +
e. Pemberian Oral:
sama efektifnya dnegan pemberian parenteral pada dosis yang
sesuai.
Digunakan segera setelah pasien dapat mentoleransi medikasi oral.
f. Injeksi intramuscular:
merupakan rute parenteral standar yang sering digunakan.
Namun, injeksi menimbulkan nyeri dan efektifitas
penyerapannya tidak dapat diandalkan.
Hindari pemberian via intramuscular sebisa mungkin.
g. Injeksi subkutan
h. Injeksi intravena:
Pilihan perenteral utama setelah pembedahan major.
Dapat digunakan sebagai bolus atau pemberian terus-menerus
(melalui infus).
Terdapat risiko depresi pernapasan pada pemberian yang tidak
sesuai dosis.
i. Injeksi supraspinal:
41
Lokasi mikro injeksi terbaik:mesencephalic
periaqueductalgray(PAG).
Mekanisme kerja:memblok respons nosiseptif diotak.
Opioid intraserebroventrikular digunakan sebagai pereda nyeri
pada pasien kanker.
j. Injeksi spinal(epidural,intratekal):
k. Secara selektif mengurangi keluarnya neurotransmitter di neuron kornu
dorsalis spinal.
Sangat efektif sebagai analgesik.
Harus dipantau dengan ketat
l. Injeksi Perifer
Pemberian opioid secara langsung kesaraf perifer menimbulkan
efek anestesi lokal(pada konsentrasi tinggi).
Sering digunakan pada: sendi lutut yang mengalami inflamasi
Analgesik non opioid dan dosisnya(Diberikan oleh DPJP /dokter umum)
Duras iefek Dosis maksimal
/hari
Obat Untuk nyeri ringan
Paracetamol 500-1000 4-6jam 4000
Aspirin 325-1000 4-6jam 6000
Obat untuk nyeri sedang
Ibuprofen 200-800 4-6jam 3200
Naproxen 250-500 6-8jam 1500
42
Analgesik opioid dan dosisnya (Diberikan oleh dokter anestesi)
Nama obat Dosis(mg) Durasi efek Frekuensi Keterangan
43
a. Terapi dingin
- Kemasan dingin
- Pijates
- Perendaman air dingin
b. Terapi panas
-Kemasan panas/ bantal pemanas
3. TeknikTerapi okupasi
a. Penilaian ergonomis /adaptasi
b. Aktivitas hidup /modifikasi
pekerjaan
c. Strategi langkah
d. Mekanika tubuh dan
sikap dinamis
4. Terapi manual
a. Mobilisasi denganstretching
b. Manipulasi (terapi siro praktik)
c. Pijatan (massage)
Merupakan manipulasi yang dilakukan pada jaringan lunak
yang bertujuan untuk mengatasi masalah fisik, fungsional atau
terkadang psikologi. Pijatand ilakukan dengan penekanan
terhadap jaringan lunak baik secara terstruktur ataupun tidak,
gerakan-gerakan atau getaran, dilakukan menggunakan bantuan
media ataupun tidak.
Beberapa teknik massage yang dapat dilakukan untuk
distraksi adalah sebagai berikut;
a. Remasan.Usap otot bahu dan remas secara bersamaan.
b. Selang-seling tangan. Memijat punggung dengan tekanan
pendek, cepat dan bergantian tangan.
c. Gesekan. Memijat punggung dengan ibu jari, gerakannya
memutar sepanjang tulang punggung dari sacrum kebahu.
44
d. Eflurasi. Memijat punggung dengan kedua tangan, tekanan
lebih halus dengan gerakan keatas untuk membantu aliran
balikvena.
e. Petriasi. Menekan punggung secara horizontal. Pindah
tangan anda dengan arah yang
berlawanan,menggunakan gerakan meremas.
f. Tekanan menyikat. Secara halus, tekan punggung
dengan ujung-ujung jariuntuk mengakhiri pijatan.
5. Traksi
45
3. Asuhan KeperawatanUntukNyeri
1. Distraksi
Teknik distraksi adalah teknik yang dilakukan untuk mengalihkan
perhatian klien dari nyeri. Teknik distraksi yang dapat dilakukan adalah:
a. Melakukan hal yang sangat disukai,seperti membaca
buku,melukis, menggambar dan sebagainya, dengan tidak
meningkatkan stimuli pada bagian tubuh yang dirasa nyeri.
b. Melakukan kompres hangat pada bagian tubuh yang dirasakan
nyeri.
c. Bernapas lembut dan berirama secara teratur.
d. Menyanyi berirama da nmenghitung ketukannya
2. Terapi perilaku
Bertujuan untuk mengurangi perilaku yang dapat meningkatkan nyeri
akut dan meningkatkan perilaku yang dapat menurunkan nyeri.
3. Terapi musik
Terapi musika dalah proses interpersonal yang digunakan untuk
mempengaruhi keadaan fisik, emosional, mental, estetik dan spiritual,
untuk membantu klien meningkatkan atau mempertahankan
kesehatannya.
Therapy musikd igunakan olehin dividu dari bermacam rentang usia dan
dengan beragam kondisi; gangguan kejiwaan, masalah kesehatan,
kecacatan fisik, kerusakan sensorik,gangguan perkembangan, penyalah
gunaanzat, masalah interpersonal danpenuaan. Therapy ini juga
digunakan untuk mendukung proses pembelajaran, membangun rasa
percaya diri, mengurangi stress, mendukung latihan fisik dan
memfasilitasi berbagai macam aktivitas yang berkaitan dengan
kesehatan.
4. GuidedImaginary
Yaitu upaya yang dilakukan untuk mengalihkan persepsi rasa
nyeri dengan mendorong pasien untuk mengkhayal dengan
bimbingan. Tekniknya sebagai berikut:
a. Atur posisi yang nyaman pada klien.
46
b. Dengan suara yang lembut, mintakan klien untuk memikirkan hal-
hal yang menyenangkan atau pengalaman yang membantu
penggunaan semua indra.
c. Mintakan klien untuk tetap berfokus pada
bayangan yang menyenangkan sambil merelaksasikan
tubuhnya.
d. Bila klien tampak relaks, perawat tidak perlu bicara
lagi.
Jika klien menunjukkan tanda-tanda agitasi,gelisah ,atau tidak
nyaman,perawat harus menghentikan latihan dan memulainya lagi
ketika klien siap.
5. Relaksasi
Teknik relaksasi didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh
berespon pada ansietas yang merangsang pikiran karena nyeri atau
kondisi penyakitnya.Teknik relaksasi dapat menurunkan ketegangan
fisiologis. Teknik inid apat dilakukan dengan kepala ditopang dalam
posisi berbaring atau duduk dikursi.Hal utama yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan teknik relaksasi adalah klien dengan posisi yang nyaman,
klien dengan pikiran yang beristirahat, dan lingkungan yang tenang.
Teknik relaksasi banyak jenisnya, salah satunya adalah relaksasi
autogenic. Relaksasi ini mudah dilakukan dan tidak berisiko.
47
b. Langkah1:merasakan berat
1) Fokuskan perhatian pada lengan dan bayangkan kedua lengan
terasa berat. Selanjutnya, secara perlahan-lahan bayangkan
kedua lengan terasa kendur,ringan, sehingga terasa sangat
ringan sekali sambil katakana‘saya merasa damai dan tenang
sepenuhnya’.
2) Lakukan hal yang sama pada bahu, punggung,leher dan kaki.
c. Langkah 2:
merasakan kehangatan
1) Bayangkan darah mengalir keseluruh tubuh dan rasakan hawa
hangatnya aliran darah,seperti merasakan minuman yang
hangat,sambil mengatakan dalam diri‘saya merasa senang
dan hangat’.
2) Ulangi enam kali.
3) Katakan dalam hati‘saya merasa damai,tenang’.
d. Langkah3: merasakan denyut jantung
1) Tempelkan tangan kanan pada dada kiri dan tangan kiri pada
perut.
2) Bayangkan dan rasakan jantung berdenyut dengan teratur dan
tenang.
3) Sambil katakan‘jantungnya berdenyut dengan teratur dan tenang’.
Ulangi enam kali.
4) Katakan dalam hati‘saya merasa damai dan tenang’.
48
2) Katakan dalam diri‘darah yang mengalir dalam perutku
terasa hangat’.
3) Ulangi enam kali.
4) Katakan dalam hati‘ saya merasa damai dan tenang’.
g. Langkah 6: latihan kepala
1) Kedua tangan kembali pada posisi awal.
2) Katakan dalam hati‘kepala saya terasa benar-benar dingin’
3) Ulangi enam kali.
4) Katakan dalam hati ‘saya merasa damai dan tenang’.
h. Langkah 7:akhir latihan
Mengakhiri latihan relaksasi autogenik dengan melekatkan
(mengepalkan) lengan bersamaan dengan napas dalam, lalu buang
napas pelan-pelan sambil membuka mata.
TIPENYERI
/SUMBER METODEFISIK METODEPSIKOLOGIS LAINNYA
49
Trauma • Istirahat,kompreses,elevasi Relaksasi,hipnosis,
• Terapi gangguan,dukungan
fisik(peregangan, psykoterapi,pelatiha
penguatan,terapi n ketrampilan
thermal,
TENS,getaran)
Kebidanan Edukasi
pasien,relaksasi
pernafasan,gangguan
50
yang berhubungan dengan distresemosional, meningkatkan
kualitas fisik, sosial dan fungsi komunikasi serta untuk
meningkatkan kemampuan strategi menolong diri sendiri dan
hubungan dengan oranglain.
51
2. Nyeri Akut
a. Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi <6 minggu.
b. Lakukan asesmen nyeri : mulai dari anamnesis hingga pemeriksaan
penunjang.
c. Tentukan mekanis menyeri:
i. Nyeri somatik:
1) Diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang
menyebabkan pelepasan zat kimia dari sel yang
cedera dan memediasi inflamasi dan nyeri melalui
nosiseptor kulit.
2) Karakteristik: onsetcepat,terlokalisasi dengan baik,dan
nyeri bersifat tajam,menusuk,atau seperti ditikam.
Contoh:nyeri akibat laserasi,sprain,fraktur, dislokasi.
ii. Nyeri visceral:
1) Nosiseptorvisceral lebih setikit dibandingkan
somatic,sehingga jika terstimulasi akan menimbulkan
nyeri yang kurang bisa dilokalisasi,
bersifatdifus,tumpul,seperti ditekan benda berat.
2) Penyebab: iskemi/nekrosis, inflamasi, peregangan
ligament, spasme ototpolos, distensi
organberongga /lumen. Biasanya disertai dengan
gejala otonom, seperti mual, muntah, hipotensi,
bradikardia, berkeringat.
iii. Nyeri neuropatik:
1) Berasal dari cedera jaringan saraf
2) Sifat nyeri: rasa terbakar, nyeri menjalar, kesemutan,
alodinia (nyeri saat disentuh), hiperalgesia.
3) Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal dari
tempat cedera (sementara pada nyeri nosiseptif,nyeri
dialami pada tempat cederanya)
52
4) Biasanya diderita oleh pasien dengan
diabetes,multiplesclerosis,herniasi diskus,AIDS, pasien
yang menjalani kemoterapi / radioterapi.
iv. Tatalaksana sesuai mekanisme nyerinya.
1) Farmakologi:gunakan Step-Ladder WHO
OAINS efektif untuk nyeri ringan-sedang, opioid
efektif untuk nyeri sedang-berat.
Mulailah dengan pemberian OAINS /opioid
lemah (langkah 1dan 2) dengan pemberian
intermiten (pro re nata-prn) opioid kuat yang
disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
Jika langkah 1 dan 2 kurang efektif / nyeri
menjadi sedang- berat, dapat ditingkatkan
menjadi langkah 3 (ganti dengan opioid kuat dan
prn analgesik dalam kurun waktu 24 jam setelah
langkah1).
Penggunaan opioid harus dititrasi. Opioid standar
yang sering digunakan adalah morfin, kodein.
Jika pasien memiliki kontraindikasi absolut
OAINS, dapat diberikan opioid ringan.
Jika fase nyeri akut pasien telah terlewati,
lakukan pengurangan dosis secara bertahap
53
vi. Manajemen efek samping:
• opioid
Mual dan muntah: a ntiemetic
Konstipasi: berikan stimulant buang air besar,
hindari laksatif yang mengandung serat karena dapat
menyebabkan produksi gas-kembung-kram perut.
Gatal: pertimbangkan untuk mengganti opioid jenis
lain, dapat juga menggunakan antihistamin.
Mioklonus: pertimbangkan untuk mengganti
opioid, atau berikan benzodiazepine untuk mengatasi
mioklonus.
Depresipernapasan akibat opioid: berikan
nalokson(campur 0,4 mgn alokson dengan NaCl0,9%
sehingga total volu memencapai 10ml). Berikan0, 02mg
(0,5ml) bolus setiap menit hingg kecepatan pernapasan
meningkat. Dapat diulang jika pasien mendapat terapi
opioid jangka panjang.
• OAINS:
− Gangguan gastrointestinal: berikan PPI (protonpumpinhibitor)
− Perdarahan akibat disfungsi platelet: pertimbangkan
untukmengganti OAINS
Yang tidak memiliki efek terhadap agregasip latelet.
vii. Pencegahan
a. Edukasi pasien:
i.Berikan informasi mengenai kondisidan penyakit
pasien, serta tata laksananya.
ii.Diskusikan tujuan dari manajemen nyeri dan manfaatnya untuk
pasien
iii.Beritahukan bahwa pasien dapat mengubungi tim medis jika
memiliki pertanyaan/ingin berkonsultasi mengenai kondisinya.
54
iv.Pasien dan keluarga ikut dilibatkan dalam menyusun
manajemen nyeri (termasuk penjadwalan medikasi, pemilihan
analgesik,dan jadwal kontrol).
b. Kepatuhan pasien dalam menjalani manajemen nyeri dengan baik.
55
Contoh:neuropati DM, neuralgiatrigeminal,neuralgia
pasca-herpetik.
Karakteristik: nyeri persisten, rasa terbakar, terdapat
penjalaran nyeri sesuai dengan persarafannya, baal,
kesemutan,alodinia.
Fibromyalgia: gatal,kaku, dan nyeri yang difus pada
musculoskeletal (bahu, ekstremitas), nyeri berlangsung
selama > 3 bulan
56
Diperberat dengan aktivitas,dan nyeri berkurang dengan
istirahat.
Contoh: nyeri punggung dan leher (berkaitan
dengan strain/sprain ligament/otot), degenerasidiskus,
osteoporosis dengan fraktur kompresi, fraktur.
Merupakan nyeri nosiseptif
Tatalaksana: beberapa memerlukan dekompresi atau
stabilisasi.
57
ii. Pasien harus berpartisipasi dalam program latihan untu
kmeningkatkan fungsi
iii. Dokter dapat mempertimbangkan pendekatan perilaku kognitif
dengan restorasi fungsi untuk membantu mengurangi nyeri da
nmeningkatkan fungsi.
Beritahukan kepada pasien bahwa nyeri kronik adalah
masalah yangrumit dan kompleks.Tatalaksana sering
mencakup manajemen stress,l atihan fisik, terapi relaksasi,dan
sebagainya
Beritahukan pasien bahwa focus dokter adalah manajemen
nyerinya
Ajaklah pasien untuk berpartisipasi aktif dalam manajemen
nyeri
Berikan medikasi nyeri yang teratur dan terkontrol
Jadwalkan control pasien secara rutin, jangan biarkan
penjadwalan untuk control dipengaruhi oleh peningkatan
level nyeri pasien.
Bekerjasama dengan keluarga untuk memberikan dukungan
kepada pasien
Bantulah pasien agar dapat kembali bekerja secara bertahap
Atasi keengganan pasien untuk bergerak karena takut nyeri.
iv. Manajemen psikososial (atasi depresi, kecemasan, ketakutan pasien)
58
− Kontrolinfeksi (antibiotic)
• Terapi simptomatik:
− Anti depresan trisiklik (amitriptilin)
− Antikonvulsan: gabapentin, karbamazepin
− Obattopical(lidocainepatch5%,krimanestesi)
− Oains,kortikosteroid,opioid
− Anestesi regional: blok simpatik, blok epidural /
intratekal, infus epidural/intratekal
− Terapiberbasis-stimulasi: akupuntur,stimulasi spinal,pijat
− Rehabilitasi fisik: bidai, manipulasi, alat bantu, latihan
mobilisasi, metodeergonomis
− Terapi lainnya: hypnosis, terapi relaksasi (mengurangi
teganganotot dan toleransi terhadap nyeri) ,terapi
perilaku kognitif (mengurangi perasaan terancam atau
tidak nyaman karena nyeri kronis)
ii. Nyeri Otot
• Lakukan skrining terhadap patologi medis yang serius, faktor
psikososial yang dapat menghambat pemulihan
• Berikan program latihan secara bertahap, dimulai dari latihan
dasar/awal dan ditingkatkan secarabertahap.
• Rehabilitasi fisik:
− Fitness: angkat beban bertahap, kardiovaskular
− Mekanik
− Pijat,terapi akuatik
• Manajemen perilaku
− Stress/ depresi
− Teknik relaksasi
− Perilaku kognitif
− Ketergantungan obat
− Manajemena marah
59
• Terapi obat
− Analgesik dan sedasi
− Anti depressant
− Opioid jarang dibutuhkan
iii.Nyeri Inflamasi
• Kontrol inflamasi dan atasi penyebabnya
• Obat OAINS dan steroid
iv.Nyeri Mekanis
• Penyebab yang sering: tumor/kista yang menimbulkan
kompresi pada struktur yang sensitif dengan nyeri,d
islokasi,fraktur.
• Penanganan efektif: dekompresi dengan pembedahan atau
stabilisasi,bidai, alat bantu.
• Medikamentosa kurang efektif.Opioid dapat digunakan
untuk mengatasi nyeri saat terapi lain diaplikasikan.
4. Nyeri Kanker
(1) Penyebab yang memperburuk:
-Invasi tumor langsung dijaringan
-Nyeri metastasis tulang
-Tulang yang osteoporosis dan nyeri sendi degenerative pada orangtua
-Obstruksi visceral
-Kompresi saraf dan invasip leksus
-Iskemia
-Inflamasi
60
a. PrinsipUmum
Berkomitmen untu kmengurangi dan mempromosikan penyembuhan
Membuat penilaian nyeri pada pasien
Menggunakan stepladderWHO
Bekerja sebagai tim dalam mengelola nyeri kanker,dengan berbagai
multidisiplin dan multiterapi
Mengobati nyeri sedang-berat ketika menunggu hasil pemeriksaan
Nyeri yang konstan dan repetitive membutuhkan pengobatan yang
regular
Pencapaian dosis analgesic (10% dari kebutuhan dosis opioid) harus
tersedia sebagaimana kebutuhan
Memberikan pengobatane fek samping opioid dari awal
Obat oral lebih dianjurkan
Mempertimbangkan terapi tambahan pada nyeri kanker
Mentitrasi opioid untu kmendapatkan efek analgesic terbaik dengan
efe ksamping yang lebih kecil
Dapat menggunakan terapi non-farmakologi yang kredibel dan
komplementer sebagai alternative terapi yang dapat membantu
pasien
Melakukan evaluasi ulangan untuk hasil yang l ebih baik.
Memberitahukan kepada pasien dan perawat pasien bahwa kita semua
adalah tim untuk memberikan perkembangan kepada pasien dengan
kepercayaan dan keyakinan
Belajar dari pasien dan menjadi kan refleksi diri
61
Opioid-inducedhyperalgesia
ii. Mencegah efek samping dengan anti mual dan pencahar.
iii. Cara pemberian
Transdermal : memberikan keuntungan dalam
meningkatkat bio- avibilitas, mengurangi efek samping
dan cocok untuk berbagai pasien
Epidural dan intratekal: untuk pemerian opioid ( morfin,
hydromorphone dan fentanyl)dengan atau tanpa
localanestesi meningkatkan efektifitas, memperkecil efek
samping,kadang sebab kan mual dan konstipasi.
i. Attention-diversion strategies:
•Latihan relaksasi
•Pernafasan diafragma
•Guidedimagery
•Stimulasia ktifitas
ii.Terapi kognitif (Penyusunan ulang kognitif)
(4)Terapi Fisik:
a.Fisioterapi
62
b.Terapi okupasi
(5)Prosedur invasif:
a.Blokpleksus Coeliac
b.Obat melalui intrathecal
• Perlunya seleksi pasien untuk prosedur intervensi yang berkaitan
dengan perjalanan penyakit, prognosis, ekspektasi pasien dan
keluarga, penilaian yang hati- hati dandiskusi bersama dokter.
Adanya hasil penelitian yang baimmenunjukan hasil yang baik
dengan blok pleksus coeliac dan obat melalui intrathecal.
Keamanan, aftercare, dan manajemen kemungkinan terjadinya
komplikasi harus diperhatikan. Ketika diaplikasikan dengan baik dan
hati-hati dan waktu yangtepat, prosedur ini dapat mengurangi nyeri,
menurunkan kebutuhan pengobatan dan meningkatkan kualitas
hidup.
63
f. Beralih opioid untuk melihat apakah opioid lain memiliki
keseimbangan yang lebih baik dari analgesiavs efek samping.
g. Pengobatans ymptomatic dari efek samping.
2. Sembelit
a. Tambahkan serat untuk makanan pasien
b. Olah raga
c. Minum setidak nya 4-6 gelas perhari
d. Ketika mulai terapi opioid lebih baik menjaga perut“longgar”
1) Tambahkan simultan pencahar misalnya Bisacodyl mulai dari
satutablet dua kali perhari dan meningkatkan menjadi maksimal 8
tablet perhari
2) Lactulose/sorbital
e. Surfactant misalnya
Docusate
64
4. Obat penenang
a. Obat penenang ringan biasanya terjadi ketika pertama kali memulai
opioids atau dengan dosistitration.
b. Biasanya berkurang dengan dosis stabil dalam 7-14 hari jika dosisnya
benar.
c. Methadone –diinduksi obat penenang mungkin memakan waktu
lebih lama untuk mereda.
d. Tidak menyetir sementara dosis titrasi.
e. Hentikan semua obat penenang lainnya jikalau kasus mengantuk
berkepanjangan
f. Menurunkan dosis opioid atau beralih opioids jika kantuk masih
bertahan.
65
Terapi nyeri melalui nursing staf (nurse control ledanal gesia, NCA )
dilakukan oleh perawat jaga dari dokter atau dkoteranestesi yang dapat
memberikan anestesi
1. Nursed Controlled Analgesia (NCA)
2. Patient Controlled Analgesia (PCA)
3. Epidurala nalgesia (EDA)
4. Teknik kateter yang lain
Analgesik Non-Opioid
1. Paracetamol
• Dewasa:1goral (4- 6jam) atau1giv
• Anak sekolah: 500mg oral atau 500 mg iv
• Balita:250mg rectal
• Infant:125mg rectal
(Formula dosis umum untuk sekali pemberian 20mg /kg berat tubuh)
66
2. Obat Anti Inflamasi non-Steroid (OAINS)
• Diclofenac:3x50mgrectal
3. Penghambat Cox-II
• Parecoxib: 2x40mgiv
4. Opioids
• Fentanil:30-50mg/bolusiv,diulang tiap 3 menit sampai pasien merasa
nyaman
• Morfin:1-3mg/bolus/iv,diulang tiap 3 menit sampai pasien merasa
nyaman
• Tramadol:50mg/bolus/iv,diulang tiap 3menit sampai pasien merasa
nyaman
Komplikasi
Inkompatibilitas dan reaksi alergi untuk pemberian obat (terutama analgesic
non-opioid), overdosister utama opioid
Manajemen komplikasi
• Tanda dari reaksi alergi harus ditangani dengan tatalaksana bantuan
hidup(oksigen, adrenalin,dan lainya) bergantung pada keparahan reaksi
alergi
• Pada kasus overdosis opioid, tingkat kesadaran pasien, entilasi, tekanan
darah dan irama jantung harus dimonitor terus menerus. Bergantung kepada
kepa rahan gejala, naloxone dapat dipertimbangkan.
• Dokter yang bertanggung jawab terhadap pasien
harus diberitahu.
Quality Control
Quality control dar NCA dilakukan oleh stafruang OK, mulai dokumentasi
intensitas nyeri dan pemberian analgesic, dituliskan dilembar pasien.
Hal ini dapat memberikan kesempatan tim perawat pasien dan APS untuk
cek kontrol nyeri ketika diruangan.
67
2. Patient Controlled Analgesia (PCA)
PCA adalah formulir pemberiana nalgesic sistemik. Hal ini memberikan hak
pasien untuk mengkontrol masuknya obatan algesik terhadap dirinya sendiri.
Pasien harus memberikan control timbal balik. Untuk mendapattkan control
nyeri yang baik, pasien harus diedukasi dengan baik bagaimana mengatur
pompa PCA.
Isu Teknis
Untuk PCA, harus menggunakan pompa PCA khusus (manu faktur: Vygon,
Smith, Graseby, Hospira). Pompa tersebut dapat diprogram, dan menggunakan
listrik atau baterai.
Persiapan pompa PCA
dengan analgesik:
Indikasi
Mayoritas prosedur bedah pada bedah umum, bedah ortopedi, bedah thorax,
obstetric, urologi,operasi maksila facial dan bedah kepala leher, dapat
diindikasikan mendapat terapi melalui PCA.
Pasien yang cocok mendapatkan PCA harus memenuhi
kriteria dibawah ini:
• Pasien yang berintelektual dan keadaan fisik dapat mengatur PCA
• Pasien harus dapat mengukuri ntensitas nyeri menggunakan VAS
• Hati-hati pada pasien pengguna alcohol atau obat terlarang
• Gangguan fungsi liver,fungsi ginjal, jantung dan NS
• Hati-hati pada kejadian sleepapnea
68
Prosedur
Terapi nyeri post-operasi dengan PCA dapat dilakukan diruang rekoveri
atau dibangsal.
PCA dimulai diruang rekoveri
Segera setelah pasien tiba dari operasi, nyeri di ukur, dan mengarah ke
intensitas, analgesic harus diberikan. Sebelum menghubungkan pasien dengan
PCA, pasien harus bebas dari nyeri atau intensitas nyeri yang rendah. Indikasi
untuk PCA harus ditinjau ulang oleh dokter anestesi,dan jika PCAdigunakan
pasien harus diajari cara menggunakan mesin PCA. Selama pasien di ruang
rekoveri, intensitas nyeriharusditentukan (palingtidak 10menit)
danharusdicatatkan padastatus pasien.Sebelum pasien masuk bangsal, perawat
harus diberitau (nama, bangsal, tipe operasi, terapi nyeri yang diberikan,
intensitas nyeri dan kemungkinan komplikasi). Protokol PCA dimulai,dan
juga menunjukan waktu PCA, tipe obata nalgesic, konsentrasi obat,dan nama
dokteranestesi. PCA dimulai dibangsal Jika pasien tidak mendapatkan PCA
sejak diruang rekoveri (tidak nyeri,terlalu mengantuk, tidak tersedia pompa
PCA,dll.) perawat harus menginformasikan sebelum pasien dipindah
kebangsal.Pada kasus ini,perawat dapat menilai ulang pasien di bangsal,dan
dianggap dapat membutuhkan pompa PCA setelah pencatatan intensitas
nyeri,tekanan darah, nadi,dan laju pernafasan. Perawat harus memastikan
pasien dapat menggunakan PCA tanpa masalah.
Keamanan
• Infus cairan harus berjalan bersama pompa PCA. Infus yang diberikan
harus anti reflux untuk mencegah kembalinya obat dari pompa PCA
keinfus dan katupan tisiyphon
• Pemberiaan tambahanan algesicopioid atau sedative dikontraindikasikan,
jika tidak dicek oleh perawat
• Perawat bangsal, bertanggung jawab memperhatikanpasien. Dapat
dilakukan setiap beberapa jam dan mencatat parameter vital pada 4 jam
pertama setelah memulai PCA.
69
• Semua obat dan peralatan yang dibutuhkan untuk resusitasi harus tersedia
di bangsal dimana pompa PCAd igunakan
• Mengacu kepada kemungkinan obat opioid menyebabkan
konstipasi,pengukuran stimulasi pencegahan (persetujuan dengan dokter
bedah) harus dilakukan jika pompa PCA digunakan lebih dari 24jam.
Manajemen komplikasi
• Pada kasus mengancam nyawa, resusitasi harus dilaksanakan
segera dengan AdvancedLifeSupportGuidelines.Tim resusitasi rumah
sakit harus diberitau. Komplikasi karena overdosis opioid dapat diterapi
dengan naloxoneiv.
• Pada kasus komplikasi non-urgent, APS harus diberita uviateleponataupager.
Dokumentasi
• Protokol PCA harus digunakan
• Padaruang rekoveri, parameter tanda vital,intensitas nyeri, dan pengaturan
pompa PCA harus ditentukan dan dicatat pada protocol PCA setiap 30menit
• Pada 1 jamp ertama setelah dipasang PCA,dokumentasi intensitas nyeri
dapat dilakukan setiap 2jam. Jika pasien tertidur dimalam hari,bangunkan
pasien dan Tanya intensitas nyeri.Tanda vital harus tetap dicatat.
• Protokol PCA dan chart pasien harus bersama pasien setiap saat.
Quality Control
Aps mengunjungi semua pasien pengguna PCA setiap hari minimal 1kali
sehari. Selama kunjungan,menanyakan efikasi terapi analgesic, dan
menanyakan efek samping,mencatat pada protocol PCA. Prookolini harus
dianalisa untuk quality control dari waktu kewaktu.
3. Analgesia Sistemik
IV, PCA, dan epidural analgesia dapat ditambahkan dengan analgesic non
opioid. Dengan pengukuran ini, analgesic dapat ditingkatkan dan efek
opioid dapat ditingkatkan.
Analgesia Non-Opioid: Pemberian pre-operasi
70
• Celecoxib,dosis:100-200mgpo
• Parecoxib,dosis:40mgiv
• Paracetamol,dosis:1giv
• Metamizol,dosis:1giv
Analgesia Non-Opioid: Pemberian Intra operativ
• Parecoxib,dosis:40 mgiv
• Paracetamol,dosis:1g iv
• Metamizole,dosis:1-2 giv
Analgesia Non-Opioid: Pemberian Post operatif
• Parecoxib,dosis:2x40mg (setiap 12jam)
• Paracetamol,dosis:1g iv ( setiap6jam)
• Metamizole,dosis:1 giv (setiap4jam)
71
BAB IV
DOKUMENTASI
.Ny.X............................................
Nama Pasien : No. RM : 1 9 1 1 7 0
.......
Tgl. 31 DESEMBER
Jenis Kelamin : ....perempuan....... :
Lahir 1942 .............
R
umah Sakit Tgl. Masuk : .....29 Juli 2019 Umur : .........77........ Thn/ Bln/ Hr
BUDI ASIH
ASESMEN ULANG NYERI
T
TANGGA JAM NYERI SKAL TINDAKA PEMB T
PENERIMA
L (+/-) A N ERI ASUHAN/PASIE
29/ 07 / 2019 03.00 Nyeri + 9 ASUH
ʥ N
12.00 Nyeri + 9
20.00 Nyeri + 9
12.00 Nyeri + 9
20.00 Nyeri + 9
12.00 Nyeri + 8
20.00 Nyeri + 8
12.00 Nyeri + 8
16.00 Px PLPS
72
RM 16.5
73
Bukti RM tentang pemberian
edukasi nyeri
74