Makalah Askeb Pranikah Kelompok 6
Makalah Askeb Pranikah Kelompok 6
Disusun oleh:
Kelompok 6
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunianyalah kami
dapat menyelesaikan makalah kami yang membahas tentang “Penilaian hasil pemeriksaan
HIV/AIDS, Tuberculosis dan Malaria”. Sholawat serta salam kami haturkan kepada junjungan
Nabi Muhammad SAW semoga selalu terlimpahkan. Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih
kepada Ibu BDN.VEPTI TRIANA MUTMAINAH, SKeb ,MKes selaku dosen yang telah
membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini. Serta teman-teman kelompok 6 yang
sudah bekerja sama untuk menyelesaikan makalah ini.
Penyusun makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah ASUHAN
KEBIDANAN PRA NIKAH DAN PRA KONSEPSI. Tujuan lain dari penyususn makalah ini
adalah untuk mengetahui sejauh mana kemampuan akademis serta meningkatkan rasa tanggung
jawab seorang mahasiswa.
Kami menyadari makalah yang sederhana dan singkat ini masih jauh dari kesempurna.
Maka dari itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun, sangat membantu
demi terciptanya karya yang lebih baik dimasa-masa yang akan datang.
Semoga dengan segala keterbatasan yang ada pada kami, makalah ini dapat memberi
manfaat kepada semua pihak terutama bagi kami dan bagi pembaca pada umumnya.
Kelompok 6
PEMBAHASAN MATERI
1. PENGERTIAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan kesehatan pra nikah sangat penting dan dianjurkan untuk kedua
pasangan. Ketika kedua pasangan calon pengantin melakukan pemeriksaan laboratorium
dengan demikian pasangan tersebut melakukan tindakan pencegahan terhadap
kemungkinan gangguan kesehatan yang bersifat genetik.
2. KEUNTUNGAN PEMERIKSAAN KESEHATAN PRA NIKAH
a. Mencegah berbagai macam penyakit pada calon bayi, seperti penyakit thalassemia,
diabetes melitus, dan penyakit lainnya.
b. Pemeriksaan pranikah dilakukan untuk mengenal riwayat kesehatan diri sendiri
maupun pasangan, sehingga tidak ada penyesalan di kemudian hari, khususnya bagi
riwayat keturunan yang dihasilkan.
c. Membuat calon mempelai semakin mantap, lebih terbuka, dan lebih yakin satu sama
lain mengenai riwayat kesehatan keduanya.
3. Pengertian HIV/AIDS
HIV adalah sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). Acquired berarti didapat, bukan
keturunan. Immuno terkait dengan sistem kekebalan tubuh kita. Deficiency berarti
kekurangan. Syndrome atau sindrom berarti penyakit dengan kumpulan gejala, bukan
gejala tertentu. Jadi AIDS berarti kumpulan gejala akibat kekurangan atau kelemahan
sistem kekebalan tubuh yang dibentuk setelah kita lahir.
AIDS muncul setelah virus (HIV) menyerang sistem kekebalan tubuh kita selama
lima hingga sepuluh tahun atau lebih. HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan
virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang
bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS
(Acquired Immuno Deficiency Syndrome) atau kumpulan berbagai gejala penyakit akibat
turunnya kekebalan tubuh individu akibat HIV. Ketika individu sudah tidak lagi memiliki
sistem kekebalan tubuh maka semua penyakit dapat dengan mudah masuk ke dalam
tubuh. Karena sistem kekebalan tubuhnya menjadi sangat lemah, penyakit yang tadinya
tidak berbahaya akan menjadi sangat berbahaya.
Orang yang baru terpapar HIV belum tentu menderita AIDS. Hanya saja lama
kelamaan sistem kekebalan tubuhnya makin lama semakin lemah, sehingga semua
penyakit dapat masuk ke dalam tubuh. Pada tahapan itulah penderita disebut sudah
terkena AIDS.
4. Penyebab HIV/AIDS
Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen,
dan sekret vagina. Setelah memasuki tubuh manusia, maka target utama HIV adalah
limfosit CD 4 karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Virus
ini akan mengubah informasi genetiknya ke dalam bentuk yang terintegrasi di dalam
informasi genetik dari sel yang diserangnya, yaitu merubah bentuk RNA (ribonucleic
acid) menjadi DNA (deoxyribonucleic acid) menggunakan enzim reverse transcriptase.
DNA pro-virus tersebut kemudian diintegrasikan ke dalam sel hospes dan selanjutnya
diprogramkan untuk membentuk gen virus. Setiap kali sel yang dimasuki retrovirus
membelah diri, informasi genetik virus juga ikut diturunkan.
5. Penilaian HIV/AIDS
Untuk mendeteksi apakah seseorang terinfeksi HIV, dokter akan melakukan tes
HIV. Skrining dilakukan dengan mengambil sampel darah atau urine pasien untuk diteliti
di laboratorium. Jenis skrining untuk mendeteksi HIV adalah:
a. Tes antibodi
Tes ini bertujuan untuk mendeteksi antibodi yang dihasilkan tubuh untuk melawan
infeksi HIV. Meski akurat, perlu waktu 2–8 minggu setelah terinfeksi. Tujuannya adalah
agar jumlah antibodi dalam tubuh cukup tinggi untuk terdeteksi saat pemeriksaan.
Bila hasil skrining menunjukkan pasien terinfeksi HIV (HIV positif), maka pasien
perlu menjalani tes lebih lanjut. Selain untuk memastikan hasil skrining, tes tersebut
bertujuan untuk membantu dokter mengetahui tahap infeksi yang diderita pasien dan
menentukan metode pengobatan yang tepat.
Sama seperti skrining, tes ini dilakukan dengan mengambil sampel darah pasien,
untuk diteliti di laboratorium. Beberapa tes tersebut antara lain:
Pemeriksaan viral load bertujuan untuk menghitung kira-kira seberapa banyak jumlah
virus di dalam tubuh penderita HIV. Selain itu, tes ini bertujuan untuk menilai efektivitas
terapi HIV.
Jumlah virus di dalam tubuh digambarkan dengan jumlah RNA (materi genetik virus).
Jumlah RNA yang lebih dari 100.000 kopi/mL darah bisa menandakan infeksi HIV baru
saja terjadi, atau infeksi sudah lama terjadi dan tidak tertangani.
Sementara itu, jumlah RNA di bawah 10.000 kopi/mL darah menandakan perkembangan
virus tidak terlalu cepat. Meski begitu, jumlah virus dalam rentang ini tetap dapat
menyebabkan kerusakan secara perlahan pada sistem kekebalan tubuh.
Terapi HIV akan diteruskan sampai hasil tes viral load tidak terdeteksi atau kurang dari
20 kopi/mL. Hasil tes viral load yang tidak terdeteksi dapat menurunkan kemungkinan
komplikasi penyakit ini secara signifikan.
Beberapa subtipe HIV diketahui kebal terhadap obat anti HIV. Melalui tes ini, dokter
dapat menentukan jenis obat anti HIV yang tepat bagi pasien.
a. Fase 1
Umur infeksi 1-6 bulan (sejak terinfeksi HIV) individu sudah t erpapar dan terinfeksi.
Tetapi ciri-ciri terinfeksi belum terlihat meskipun ia melakukan tes darah. Pada fase
ini antibodi terhadap HIV belum terbentuk. Bisa saja terlihat/mengalami gejala-gejala
ringan, seperti flu (biasanya 2-3 hari dan sembuh sendiri).
b. Fase 2
Umur infeksi : 2-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase kedua ini individu sudah
positif HIV dan belum menampakkan gejala sakit. Sudah dapat menularkan pada
orang lain. Bisa saja terlihat/mengalami gejala-gejala ringan, seperti flu (biasanya 2-3
hari dan sembuh sendiri).
c. Fase 3
Mulai muncul gejala-gejala awal penyakit. Belum disebut sebagai gejala AIDS.
Gejala-gejala yang berkaitan antara lain keringat yang berlebihan pada waktu malam,
diare terus menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu yang tidak sembuh-
sembuh, nafsu makan berkurang dan badan menjadi lemah, serta berat badan terus
berkurang. Pada fase ketiga ini sistem kekebalan tubuh mulai berkurang.
d. Fase 4
Sudah masuk pada fase AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa setelah kekebalan tubuh
sangat berkurang dilihat dari jumlah sel-T nya. Timbul penyakit tertentu yang disebut
dengan infeksi oportunistik yaitu TBC, infeksi paru-paru yang menyebabkan radang
paru-paru dan kesulitan bernafas, kanker, khususnya sariawan, kanker kulit atau
sarcoma kaposi, infeksi usus yang menyebabkan diare parah berminggu-minggu, dan
infeksi otak yang menyebabkan kekacauan mental dan sakit kepala.
7. Definisi Tuberculosis
Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru. Nama Tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan
kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi
bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh
pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat menular
melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin atau bicara.
Pengertian Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan
karena kuman TB yaitu Myobacterium Tuberculosis. Mayoritas kuman TB menyerang
paru, akan tetapi kuman TB juga dapat menyerang organ Tubuh yang lainnya.
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis) (Werdhani, 2011).
Tuberkulosis atau biasa disingkat dengan TBC adalah penyakit kronis yang
disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium Tuberculosis yang ditularkan melalui
dahak (droplet) dari penderita TBC kepada individu lain yang rentan (Ginanjar, 2008).
Bakteri Mycobacterium Tuberculosis ini adalah basil tuberkel yang merupakan batang
ramping, kurus, dan tahan akan asam atau sering disebut dengan BTA (bakteri tahan
asam). Dapat berbentuk lurus ataupun bengkok yang panjangnya sekitar 2-4 μm dan lebar
0,2 –0,5 μm yang bergabung membentuk rantai. Besar bakteri ini tergantung pada kondisi
lingkungan (Ginanjar, 2010).
8. Klasifikasi Tuberkulosis
a. Tuberculosis Paru
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam :
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-) dan foto rontgen dada
menunjukan gambaran Tuberculosis aktif. TBC Paru BTA (-), rontgen (+) dibagi
berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk
berat bila gambaran foto rontgan dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru
yang luas.
Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang
belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
c. Tipe Penderita
1) Kasus Baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan
OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
2) Kambuh (Relaps)
Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan
kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus
membawa surat rujukan/pindah (Form TB.09).
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau
lebih, kemudian datang kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+).
9. Penilaian Tuberculosis (TBC)
Basil tahan asam (BTA) adalah salah satu pemeriksaan dahak yang digunakan
untuk mendeteksi adanya bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagai
penyebab tuberkulosis (TBC). Bakteri TBC berbentuk basil/ batang dan bersifat tahan
asam (oleh karena itu disebut basil tahan asam), oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan
khusus terhadap sampel dahak yang diambil dari penderita. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan menggunakan teknik pewarnaan Ziehl-Neelsen untuk mendeteksi bakteri
tersebut. Diagnosis TBC dapat ditegakkan dengan pemeriksaan dahak sebanyak 3 kali
(sewaktu, pagi, sewaktu) yang diambil saat penderita datang ke klinik dokter pertama kali
(sewaktu), keesokan pagi setelah bangun tidur (pagi), dan saat penderita datang kembali
ke klinik untuk membawa sampel pagi hari (sewaktu). Sampel dahak ini akan diperiksa di
bawah mikroskop. Pelaporan hasil pemeriksaan ini adalah sebagai berikut:
a. negatif, jika tidak ada basil tahan asam (BTA) dalam 100 lapang pandang mikroskop
b. meragukan, jika ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang mikroskop
c. positif 1 (+), jika ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang mikroskop
d. positif 2 (++), jika ditemukan 1-10 BTA dalam satu lapang pandang, minimal dibaca
dalam 50 lapang pandang mikroskop
e. positif 3 (+++), jika ditemukan > 10 BTA dalam satu lapang pandan, minimal dibaca
dalam 20 lapang pandang
Dengan kata lain, banyaknya jumlah positif menunjukkan jumlah bakteri yang lebih
banyak (positif 3 lebih banyak dari positif 1). Walaupun demikian, banyaknya bakteri ini tidak
mengubah pengobatan. Penderita akan tetap diobati dengan obat anti-tuberkulosis (OAT) yang
berupa gabungan beberapa antibiotik selama 6-9 bulan tergantung pada kondisi penderita.
Silakan Anda konsultasikan hasil pemeriksaan ini lebih lanjut dengan dokter yang menyarankan
pemeriksaan ini agar Anda mendapatkan informasi yang lebih jelas dan lengkap.
Anamnesis
Pada anamnesis, gejala utama malaria yang sering dikeluhkan adalah demam, menggigil,
malaise, mialgia, gejala gastrointestinal (mual, muntah, dan diare), gejala neurologis (disorientasi
dan penurunan kesadaran), sakit kepala, dan/atau batuk. Gejala klasik malaria adalah demam
paroksismal yang didahului fase menggigil lalu diikuti demam tinggi dan berkeringat banyak.
Pada pasien yang tinggal di daerah endemis, terkadang gejala klasik malaria tidak ditemukan.
Pasien anak-anak juga sering kali datang dengan gejala yang tidak spesifik dan gejala
gastrointestinal yang menonjol.
Malaria wajib dicurigai bila menemukan gejala-gejala tersebut pada pasien yang tinggal di
daerah endemis malaria atau pada pasien dengan riwayat bepergian ke daerah endemis malaria.
Dokter juga perlu menanyakan riwayat sakit malaria atau minum obat malaria, status imunologi
pasien, usia, status kehamilan, alergi, penyakit lain yang diderita pasien, riwayat transfusi darah,
dan obat-obatan yang dikonsumsi.
Sebagian pasien yang mengalami terinfeksi dapat bersifat asimtomatik, tetapi tetap menunjukkan
hasil positif pada pemeriksaan apusan darah tepi atau skrining dengan RDT.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemukan adalah suhu tubuh ≥37,5o C (bisa mencapai
41o C), konjungtiva anemis, sklera ikterik, dan hepatosplenomegali.
Tipe demam yang umum dijumpai pada pasien malaria adalah demam paroksismal. Fase demam
didahului dengan menggigil selama 1–2 jam, diikuti dengan demam tinggi, kemudian terjadi
diaforesis dan suhu tubuh pasien turun kembali normal atau di bawah normal. Demam
paroksismal dapat terjadi setiap 48 jam (Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax,
Plasmodium ovale) atau setiap 72 jam (Plasmodium malariae).[3]
Pasien anak dengan infeksi malaria lebih mudah mengalami hepatosplenomegali, anemia berat,
kejang, hipoglikemia, dan sepsis. Malaria tanpa komplikasi tidak disertai dengan gejala klinis
dan hasil laboratorium yang menandakan malaria berat atau disfungsi organ.
Kriteria malaria berat berdasarkan WHO adalah ditemukannya stadium aseksual Plasmodium
falciparum atau Plasmodium vivax atau Plasmodium knowlesi ditambah minimal satu dari
manifestasi klinis berikut:
Jaundice dengan bilirubin plasma/serum >3 mg/dL dan kepadatan parasit >100.000/µL
(Plasmodium falciparum) atau >20.000/ µL (Plasmodium knowlesi)
Anemia berat, ditandai dengan Hb <7 g/dL atau hematokrit <21% (dewasa); Hb <5g/dL
atau hematokrit <15% (anak di daerah endemis tinggi); Hb <7 g/dL atau hematokrit
<21% (anak di daerah endemis sedang–rendah)
Asidosis base deficit >8 mEq/L atau plasma bikarbonat <15 mEq/L atau laktat plasma
vena >5 mEq/L
Hipoglikemia glukosa plasma <40 mg/dL
Hiperparasitemia
Hiperlaktatemia
Hemoglobinuria (black water fever)
Gangguan fungsi ginjal kreatinin serum >3 mg/dL atau ureum darah >20 mmol/L
Diagnosis Banding
Di Indonesia, setiap orang yang tinggal di daerah endemis malaria yang mengalami demam atau
riwayat demam dalam 48 jam terakhir dan tampak anemis, wajib dicurigai sebagai malaria, tanpa
mengesampingkan penyebab demam lain.
Malaria menunjukkan gejala awal seperti flu-like syndrome dan manifestasi klinis yang tidak
spesifik, sehingga memiliki banyak diagnosis banding, seperti infeksi saluran
pernapasan, demam tifoid, demam dengue, hepatitis, leptospirosis, dan chikungunya.
Pada pasien yang mengalami demam disertai penurunan kesadaran, meningoensefalitis viral atau
bakterial perlu disingkirkan dan dapat dipertimbangkan pemeriksaan pungsi lumbal untuk
mengonfirmasinya. Diagnosis banding malaria biasanya juga berkaitan dengan penyakit yang
banyak ditemukan di wilayah tersebut.[31]
Cara membedakan malaria dengan penyakit lain yang menjadi diagnosis bandingnya adalah
melalui tes apus darah mikroskopik atau RDT.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang wajib dilakukan pada semua pasien yang dicurigai mengalami infeksi
malaria. Pemeriksaan penunjang untuk mengonfirmasi diagnosis malaria adalah pemeriksaan
apusan darah tebal dan tipis menggunakan mikroskop
Pemeriksaan mikroskopis apusan darah tepi berguna untuk menentukan ada tidaknya parasit
malaria, menentukan spesies penyebab, stadium penyakit, dan kepadatan parasit. Pemeriksaan
apusan darah tebal sensitif untuk mendeteksi Plasmodium, tetapi lebih sulit untuk menentukan
spesies penyebab. Apusan darah tipis digunakan untuk menentukan spesies dan kepadatan
parasit.
Apusan darah tepi yang sudah dibuat harus segera dibaca oleh tenaga terlatih. Hasil apusan darah
tepi yang negatif memberikan kesimpulan bahwa kemungkinan diagnosis bukan malaria.
Hasil apusan darah tepi yang negatif pada pasien dengan gejala khas malaria perlu diulang selang
12–24 jam hingga 3 kali tes. Jika ketiga pemeriksan apusan darah tepi tersebut negatif, maka
diagnosis malaria dapat disingkirkan dan perlu dicari etiologi demam lainnya.
Kekurangan pemeriksaan apusan darah tepi adalah sulit mendeteksi jika parasitemia yang
rendah, kesalahan pembacaan dapat terjadi pada kasus parasitemia yang sangat tinggi, infeksi
campuran sering tidak terdiagnosis, membutuhkan tenaga terlatih yang mampu membaca hasil
(jarang ada bila bukan di daerah endemis).
Berikut ini karakteristik hasil pemeriksaan apusan darah tepi pada berbagai spesies Plasmodium.
Spesies Plasmodium
Karakterist
ik Plasmodium Plasmodiu Plasmodium
Plasmodium ovale
falciparum m vivax malariae
Ukuran
Tidak membesar Membesar Tidak membesar Tidak membesar
eritrosit
Lingkaran
atau oval,
Bentuk Lingkaran, oval,
Lingkaran, krenasi berbentuk Lingkaran
eritrosit atau berfimbria
tidak
normal
Normal, lebih
Warna Normal –
gelap, atau tepi Normal Normal
eritrosit pucat
tampak keunguan
Granul Sama
Hitam atau coklat
coklat dengan Plasmodiu
tua 1–2 buah, Granul hitam atau
Pigmen keemasan m
berbentuk batang coklat
tersebar di vivax dan Plasmod
di gametosit
sitoplasma ium malariae
Sitoplasm
a
Sitoplasma lebih
amoeboid,
tegas dengan Sitoplasma padat,
titik
pigmen titik kromatin
kromatin
kekuningan, Sitoplasma tampak besar, trofozoit
besar,
bentuk tegas, titik kromatin berbentuk batang
Trofozoit pigmen
trofozoit Plasmodi besar, padat dan atau keranjang
halus
um ireguler dengan pigmen
kuning
falciparum jarang kasar berwarna
kecoklatan
ditemukan di coklat tua
, titik
darah perifer
Schuffner
lebih jelas
Terdiri
dari 12–24
merozoit, Terdiri dari 6–12
Terdiri dari 8–24 pigmen merozoit dengan
Terdiri dari 6–14
merozoit dengan kuning nukleus besar,
merozoit dengan
ukuran kecil, kecoklatan dapat tersusun
nukleus besar dan
Skizon pigmen gelap dan . membentuk rosette
berkumpul di sekitar
bergumpal Ukuranny , berkelompok di
pigmen berwarna
membentuk suatu a besar sekitar massa
coklat tua
massa dan pigmen berwarna
mengisi coklat tua
volume
eritrosit
Berbentuk
lingkaran
atau oval Berbentuk lingkaran
Berbentuk
dengan atau oval, berukuran
Berbentuk bulan lingkaran atau oval
pigmen hampir sama dengan
sabit, ukuran besar dengan pigmen
kecoklatan eritrosit. Pigmen
Gametosit dan ramping, coklat yang
, berwarna kecoklatan
kromatin terletak tersebar, ukurannya
ukurannya dan lebih kasar
di tengah hampir sama
hampir dibandingkan Plasmod
dengan eritrosit
sama ium vivax
dengan
eritrosit.
Sumber: dr. Saphira Evani, 2020
Pemeriksaan Darah
Pada pemeriksaan darah pasien dengan riwayat bepergian ke daerah endemis, jika ditemukan
trias berupa trombositopenia, peningkatan kadar laktat dehidrogenase (LDH), dan limfositosis
atipikal maka perlu dicurigai sebagai infeksi malaria dan perlu dilakukan pemeriksaan apusan
darah tepi.
Kadar hemoglobin, trombosit, fungsi hepar, fungsi ginjal, kadar glukosa darah, dan parameter
lain untuk mengevaluasi hemolisis perlu diperiksakan untuk mengevaluasi kondisi klinis pasien
dan menentukan penatalaksanaan tambahan yang dibutuhkan.
Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) lebih sensitif dan spesifik daripada apusan darah
tepi untuk mendiagnosis malaria. Namun, karena hanya tersedia di laboratorium tertentu,
pengerjaannya lama, dan harganya relatif mahal, maka pemeriksaan ini tidak dilakukan secara
rutin. PCR dapat digunakan untuk mengonfirmasi spesies parasit dan menentukan mutasi pada
kasus resistensi obat.
Kultur Darah
Pemeriksaan kultur darah perlu dipertimbangkan untuk pasien malaria yang tidak menunjukkan
perbaikan setelah terapi antimalaria. Etiologi infeksi lain perlu dicurigai dan mungkin terjadi
pada pasien-pasien yang berada di daerah endemis.
Radiologi
Rontgen toraks perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis lainnya. Selain itu,
pada kecurigaan malaria berat, terutama bila ada manifestasi klinis respiratorik, Rontgen toraks
juga perlu dilakukan. CT scan kepala dilakukan bila ada kecurigaan edema serebral atau
perdarahan otak.
Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis bakterial pada pasien
dengan penurunan kesadaran
11.