Sejarah Daerah Penelitian
Sejarah Daerah Penelitian
Bisma Salimudin, Eko Bayu Purwasatriya, S.T., M.Si., Asmoro Widagdo, S.T., M.T.
SARI
Jawa Tengah termasuk daerah yang sangat penting dari batuan dasar yang diketahui
di jawa, dikenal sebagai kompleks Luk Ulo (Van Bemmelen 1949; asikin et al.,
1992; dalam Clement, 2009). Ini dianggap sebagai produk imbrikasi dari perubahan
kapur saat batas subduksi meluas dari Jawa Barat, berlanjut ke kompleks Luk Ulo,
hingga Pegunungan Meratus. Proses pengangkatan dan perombakan batuan di utara
cekungan Karangsambung menjadi sumber utama pengisian cekungan. Satuan breksi
basalt-andesit dapat disebandingkan dengan formasi waturanda yang terbentuk pada
miosen awal (N4-N8; Blow, 1969) di kedalaman 200-800 meter (Batial atas-batial
tengah) oleh mekanisme aliran butir (grain flow) dan aliran pecahan (debris flow).
Dengan terjadinya genang laut, material yang diendapkan merupakan material yang
relatif lebih halus, terbentuklah Satuan batupasir-batulempung di daerah Kajoran dan
sekitarnya. Setelah dilakukan pengukuran penampang stratigrafi dan identifikasi
batuannya, satuan ini dapat disebandingkan dengan formasi penosogan pada miosen
tengah (N9-N14; Blow, 1969) di lingkungan pengendapan Neritik luar sampai Batial
atas (150-350 mdpl) melalui mekanisme aliran pecahan (debris flow), arus turbid
densitas tinggi, atau arus turbid densitas rendah. Didasarkan pada Bouma (2000) dan
Walker (1999), di daerah Karanggayam-Kajoran tersingkap batuan dengan fasies
turbidit yang lengkap. Namun didasarkan pada Shanmugam (2006) fasies turbidit ini
dianggap sebagai turbidit tidak lengkap. Peningkatan aktifitas tektonik menyebabkan
peningkatan aktifitas vulkanisme dan menghasilkan satuan batupasir yang dapat
disebandingkan dengan formasi halang, terbentuk pada miosen akhir sampai pliosen
awal (N17-N20) di lingkungan kedalaman 30-200 mdpl dengan mekanisme debris
flow atau arus turbid densitas tinggi. Hampir bersamaan dengan pembentukan satuan
batupasir, Dengan sumber yang diduga berbeda terbentuk satuan breksi andesit
menjari dengan satuan batupasir pada kisaran umur pliosen awal (N18-N20) di
lingkungan neritik luar hingga batial atas (100-450 mdpl) melalui mekanisme aliran
butir (grain flow) dan aliran pecahan (debris flow). Setelah pengendapan satuan
batuan, peningkatan aktifitas tektonik pada pliosen-pleistosen juga berpengaruh
besar dalam deformasi dan penyesaran batuan (Sesar Karanggayam).
Secara umum daerah penelitian memiliki kontur yang relatif beragam, dengan
ketinggian antara ±25 mdpl sampai ±513 mdpl. 67,76 % daerah penelitian
merupakan daerah perbukitan dan 32,24% daerah penelitian merupakan daerah
dataran. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan berasumsi pada Prinsip
Pembagian Jenis Sungai Di Perbukitan Hugget (2011), sungai di daerah penelitian
dapat termasuk kedalam colluvial, step pool dan plane bed. Pembagian satuan-satuan
morfologi dalam Peta Geomorfologi Daerah Kajoran dan Sekitarnya ini didasarkan
pada Klasifikasi Bentuk Muka Bumi (Landform) menurut Budi Brahmantyo dan
Bandono (2006). Geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi 3 satuan, yaitu
Perbukitan homoklin candi, Dataran Denudasional Struktur Patahan Kajoran dan
Perbukitan Blok Sesar Karangtengah (Lampiran 3).
Satuan Perbukitan Homoklin Candi ini digambarkan menempati 38,8% luas
daerah penelitian, pada ketinggian antara 25-513 mdpl. Satuan Perbukitan Homoklin
Candi memiliki relief yang bergelombang dengan arah aliran sungai utara selatan.
Umumnya masih dapat dijumpai bentukan lembah sungai bentuk V. Sifat batuan
yang relatif memiliki permeabilitas baik, didominasi oleh perselingan batupasir
beragam ukuran, batulempung karbonatan dan kalkarenit.
Satuan Dataran Denudasional Struktur Patahan Kajoran merupakan satuan
morfologi berupa lembah yang dibatasi oleh dua perbukitan dengan berbeda karakter.
Bagian selatan satuan ini merupakan perbukitan Candi-Penusupan (Perbukitan
Homoklin Candi) dan bagian utaranya merupakan perbukitan Karangmojo-
Karangtengah (Perbukitan Blok Sesar Karangtengah). Satuan ini digambarkan
menempati 32,24% luas daerah penelitian, pada ketinggian antara 25-200 mdpl.
Satuan ini tersusun atas dasar selang-seling batupasir dan batulempung, masif
maupun berlapis dengan tebal 10-1200 cm, berwarna kelabu gelap sampai terang
atau kecoklatan, beberapa area bersifat karbonatan, berstruktur laminasi, silang siur,
sekuen Bouma, mud crack, terkekarkan, serta beberapa bagian bersifat tuffan,
lembab dan memiliki fosil jejak (trace fosil).
Satuan Perbukitan Blok Sesar Karangtengah merupakan suatu morfologi berupa
perbukitan atau punggungan yang memiliki kemiringan dipslope antara 15 o-45o.
Satuan ini digambarkan menempati 28,96% atau seluas 7,24 km 2 daerah penelitian,
dengan ketinggian antara 50-375 mdpl. Kemiringan lereng satuan ini relatif
mengarah ke utara dan selatan, relatif seragam dengan sungai yang sejajar
kemiringannya. Satuan ini tersusun atas dasar breksi yang relatif seragam dengan
sisipan batupasir di dekat batas satuan. Sungai yang mengalir pada satuan ini adalah
sungai colluvial, step pool dan plane bed dengan dominan bentuk lembah V.
A B
S A S B
A
C
A B
Struktur Tektonik
Menurut Asikin, dkk (1992) tektonik relatif aktif kembali pada Pliosen Akhir-
Pleistosen Awal setelah dua tektonik besar di Akhir Paleogen dan Intra Neogen.
Aktifitas tektonik ini menyebabkan terjadinya pengangkatan, pelipatan dan
penyesaran. Daerah penelitian berada di sebelah barat (±5 Km) dari Penosogan, dan
Sesar Anjak Waturanda termasuk di dalamnya. Pada daerah penelitian ini gejala
struktural tektonik yang dapat teramati adalah kekar-kekar, lipatan mikro dan sesar
mikro, serta dikombinasi dengan interpretasi topografi, adanya kelurusan morfologi,
lapisan tegak, anomali kedudukan batuan. Berdasarkan metode tersebut dapat
diindikasikan adanya sesar besar yaitu Sesar Karanggayam. Sesar Karanggayam
merupakan sesar naik/anjak besar di daerah penelitian dan membentang dari barat
lembar melalui daerah Karanggayam sampai di timur Karangsambung. Sesar tersebut
termasuk kedalam sesar anjak (Thrust Fault) dengan kedudukan N 105oE/41,
menurut klasifikasi Rickard (1972) (Lampiran 6).
A B
Gambar 8. A) Lokasi pengamatan sesar karanggayam berada 50 m ke selatan dari lokasi pengamatan BP 6.5
B) Sketsa Lokasi pengamatan sesar karanggayam
Aktifitas tektonik sejak Kapur Akhir sampai Miosen Awal berperan besar dalam
pembentukan cekungan belakang busur. Proses ini meningkat dan menurun
berpengaruh juga dengan aktifitas sedimentasi Miosen Awal dan terbentuk Satuan
breksi basalt-andesit. Miosen tengah terbentuk Satuan batupasir-batulempung.
Miosen Akhir sampai Pliosen Awal terbentuk Satuan batupasir dan Satuan breksi
andesit. Setelah pengendapan satuan batuan, aktifitas tektonik Plio-pleistosen
berpengaruh besar dalam deformasinya hingga tersesarkan dan terbentuk Sesar
karanggayam di daerah penelitian.
Gambar 9. Turbidit pada bagian bagian bawah analisis profil lintasan Sungai Karanganyar
Jika didasarkan pada interpretasi turbidit menurut Walker (1999), maka lapisan
pada Gambar 9 diatas termasuk kedalam Classical Turbidite (CT). Lapisan ini
termasuk kedalam Clast, Convolute and Climbing ripples (CCC) turbidit.
Didasarkan pada interpretasi turbidit menurut Shanmugam (2006), lapisan pada
Gambar 9 diatas tidak semuanya termasuk pada turbidit, melainkan ada pengaruh
debris flow di dalamnya. Yang termasuk kedalam turbidit adalah bagian yang
memiliki struktur laminasi sejajar (upper lamination), gelembur gelombang,
konvolut dan ripple dengan gelombang yang rendah (T1-T2), laminasi sejajar
(T3-T4) dan batulempung pasiran (T6).
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa bagian tengah ini tersusun dari
perselingan batupasir beragam ukuran butir dan batulempung, mekanisme bagian
ini lebih dipengaruhi oleh arus turbid, debris flow yang berselang seling tanpa
pola yang jelas, dan arus bawah laut. Batas antar lapisan pada bagian ini lebih
didominasi oleh batas tegas. Batulempung pada bagian ini masih ada yang
disisipi oleh komponen pasir, walaupun tidak seintensif bagian bawah. Suplai
sedimen dari sumbernya sangat berpengaruh pada endapan yang dihasilkan.
Lapisan berstruktur sedimen yang paling tebal dijumpai pada bagian ini,
ketebalannya mencapai 120 cm. Didasarkan pada Bouma (2000), lapisan pada
Gambar 10 merupakan fasies turbidit lengkap. Bagian paling bawah lapisan
merupakan batupasir dengan besar butir pasir sedang, batas bawah mengerosi
batulempung, sedikit sekali menunjukkan inverse grading kemudian normal
grading (Ta). Dengan batas yang berangsur, diatas Ta diendapkan komponen
laminasi sejajar (Tb). Di atas Tb diendapkan komponen gelembur gelombang dan
konvolut (Tc), lalu bagian laminasi sejajar (Td) yang tipis dengan batas yang
masih berangsur dari bawah. Bagian paling atas merupakan bagian batulempung
pasiran masif (Te). Didasarkan pada Walker (1999), lapisan pada Gambar 10
merupakan fasies turbidit klasik yang tebal [Convolute and Climbing ripples
(CCC) turbidit].
Jika didasarkan pada Shanmugam (2006), Bagian paling bawah yang terdiri dari
inverse grading dan normal grading tidak dapat dikategorikan sebagai turbidit
atas dasar mekanisme pembentukan inverse bedding yang berbeda. Laminasi
sejajar bagian bawah pada lapisan ini dapat dikelompokkan sebagai Tb turbidit
klasik dari sekuen Bouma. Endapan di atasnya yang mencakup gelembur
gelombang, konvolut, laminasi sejajar tipis, bagian dengan struktur kurang jelas
ini dapat digolongkan sebagai T0, T1, T2, T3, T4 dan T5, sedangkan batupasir
masif-batulempung digolongkan sebagai T7 fasies turbidit.
Bagian atas (termuda) tersusun atas perselingan batupasir halus sampai
batulempung, pada beberapa bagian masih dapat dijumpai adanya endapan aliran
debris atau resedimentasi dari arus bawah laut yang membentuk endapan
batupasir masif sampai batupasir kerikilan. Pada beberapa bagian juga dapat
dijumpai batupasir tuffaan yang diendapkan baik dengan batas tegas dengan
batupasir atau batulempung. Lapisan-lapisan lain pada bagian ini banyak yang
dapat diinterpretasikan sebagai turbidit tapi umumnya tidak lengkap dan
terpotong bagian dasarnya (base cut sequence), atau bahkan yang terpotong atas
dan bawahnya (truncated-base cut sequence). Contoh turbidit tidak lengkap di
daerah penelitian adalah turbidit dengan bagian atas dan bawah terpotong atau
dikenal juga sebagai Truncated-base cut sequence. Turbidit ini merupakan
turbidit dengan interval Tb-Tc-Td (Bouma sekuen). Gambar 11. Didasarkan pada
Bouma (2000) lapisan pada Gambar 11 merupakan singkapan batupasir sedang-
halus. Lapisan ini berstruktur laminasi sejajar [Tb (lower lamination)] dibagian
paling bawah dengan kontak yang tegas terhadap batulempung dibawahnya.
Secara berangsur, diatas Tb diendapkan struktur laminasi bergelombang (wavy
lamination) dan konvolut (Tc). Di bagian paling atas diendapkan material
berstruktur laminasi sejajar (Td), hingga berangsur dan laminasinya menjadi
tidak begitu jelas.
Gambar 11. Turbidit tidak lengkap di bagian atas; Truncated-base cut sequence
Didasarkan pada Walker (1999), lapisan pada Gambar 11 menunjukkan CCC
turbidit (Clast, Convolute and Climbing ripples). Lapisan hanya tersusun atas
tiga divisi yaitu divisi B (laminasi sejajar). Diatasnya diendapkan divisi C
(laminasi bergelombang dan konvolut). Dan bagian paling atas adalah divisi D
(laminasi sejajar). Didasarkan pada Shanmugam (2006), bagian paling bawah
dengan struktur laminasi sejajar dapat diinterpretasikan sebagai Tb sekuen
Bouma. Diatasnya diendapkan material yang membentuk struktur laminasi
bergelombang (Tc = T0), dan konvolut (T1); dan yang paling atas laminasi
sejajar (T3). Selain turbidit, pada beberapa lokasi bagian ini juga masih dapat
dijumpai batupasir masif, batupasir kerikilan dan endapan debris flow. Tebal 50-
200 cm.
Sungai Kajoran
Analisis profil pada sungai Kajoran ini dilakukan dalam dua lintasan profil yaitu:
a) Lintasan bagian hulu (di 109o35’22”, -7o35’1” sampai 109o35’24”, -7o35’5”)
dengan panjang lintasannya mencapai 320 m. Dan b) Lintasan bagian hilir (di
koordinat 109o35’26”, -7o35’13” sampai 109o35’27”, -7o35’22”) dengan panjang
lintasannya mencapai 290 m.
Bagian hulu merupakan bagian dengan lapisan tertua dari lintasan Sungai
Kajoran, tersusun dari perselingan batupasir dan batu lempung. Beberapa bagian
didominasi batupasir butiran kasar. Gambar 12 menunjukkan lapisan batupasir
selang-seling batu lempung, tersingkap cukup baik tapi sudah mengalami
deformasi karena adanya aktifitas tektonik setelah diagenesa. Lapisan batupasir
itu merupakan lapisan batupasir berfragmen (fragmen kerikil-kerakal).
Didasarkan pada Bouma (2000), lapisan batupasir itu merupakan turbidit, bagian
paling bawah merupakan bagian Ta, berangsur diatasnya diendapkan pasir halus
berstruktur laminasi sejajar (Tb). Dilanjutkan oleh endapan pasir sangat halus
berstruktur laminasi gelembur gelombang (Tc). Didasarkan pada Walker (1999),
lapisan pada Gambar 12 dikenal juga sebagai Clast, Convolute and Climbing
ripples turbidite (CCC). Lapisan ini dianggap turbidit lengkap karena terdiri dari
empat divisi (A-D).
Gambar 12. Selang-seling batupasir-batulempung bagian utara, masih dapat diumpai lapisan dengan fragmen
yang terendapkan dengan matriks batupasir halus
SIMPULAN
Dari kegiatan pemetaan daerah Kajoran dan sekitarnya serta analisis profil untuk
mengetahui fasies turbidit satuan batupasir-batulempung, maka dapat disimpulkan
beberapa nilai utama, sebagai berikut :
Daerah penelitian dapat dibagi menjadi tiga satuan geomorfologi, yaitu:
Perbukitan Homoklin Candi (38,8% luas daerah penelitian), Dataran
Denudasional Struktur Patahan Kajoran (32,24% luas daerah penelitian), dan
Perbukitan Blok Sesar Karangtengah (28,96% luas daerah penelitian). Sungai di
daerah penelitian terbagi menjadi : Sungai Strike (strike stream), Sungai Dip (dip
stream), dan Sungai Anti-dip (anti-dip stream). Sungai-sungai tersebut tersusun
dalam pola aliran subdendritik dan pola aliran subtrellis.
Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari empat satuan batuan dari tua ke muda
yaitu: Satuan Breksi Basalt-Andesit, terbentuk pada kisaran Miosen Awal (N4-
N5) di lingkungan kedalaman 200-800 meter (Batial atas-batial tengah) oleh
pelengseran bawah laut, aliran butiran (grain flow), aliran pecahan (debris flow)
dan arus turbid pasiran, dan merupakan turbidit proksimal. Satuan Batupasir-
Batulempung terbentuk selaras menindih Satuan Breksi Basalt-Andesit pada
kisaran umur Miosen Tengah (N9-N13) di lingkungan pengendapan Neritik luar-
Batial atas (150-350 mdpl) oleh mekanisme debris flow, arus turbid dan arus
bawah laut. Satuan Batupasir terbentuk pada kisaran Miosen Akhir-Pliosen awal
(N17-N19) di zona Neritik tengah-Neritik luar (30-200 mdpl) oleh mekanisme
debris flow dan arus turbid, menindih selaras satuan batupasir-batulempung. Dan
Satuan Breksi Andesit mulai terbentuk pada umur kisaran Pliosen awal (N18-
N19) di lingkungan Neritik luar-Batial atas (100-450 mdpl), menjari dengan
satuan batupasir hasil mekanisme grain flow dan debris flow.
Geomorfik daerah penelitian erat hubungannya dengan perkembangan struktur
sekunder akibat tektonik Pliosen-Pleistosen yang menghasilkan pengangkatan,
pelipatan (di luar daerah penelitian) dan penyesaran (sesar karanggayam), serta
proses eksogen sehingga deformasi bidang lapisan dan kekar tarik dominan
mendukung bentang alamnya. Perbukitan di daerah penelitian didominasi oleh
batupasir dan breksi yang resisten.
Aktifitas tektonik sejak Kapur Akhir sampai Miosen Awal berperan besar dalam
pembentukan cekungan belakang busur. Proses ini meningkat dan menurun
berpengaruh juga dengan aktifitas sedimentasi Miosen Awal dan terbentuk
Satuan breksi basalt-andesit. Miosen tengah terbentuk Satuan batupasir-
batulempung. Miosen Akhir sampai Pliosen Awal terbentuk Satuan batupasir dan
Satuan breksi andesit. Setelah pengendapan satuan batuan, aktifitas tektonik Plio-
pleistosen berpengaruh besar dalam deformasinya hingga tersesarkan dan
terbentuk Sesar karanggayam di daerah penelitian.
PUSTAKA
Anonim. 2011. Petunjuk Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan. Teknik Geologi
Universitas Jenderal Soedirman : Purwokerto.
Bouma, Arnold et al,. 2000. Fine Grained Turbidity System. American Association of
Petroleum Geologist and SEPM (Society for Sedimentary Geology). : U.S.A.
Hall, Robert. 2008. Continental Growth at the Indonesian Margin of Southeast Asia.
Arizona Geological Society. United Kingdom.
Shanmugam, G.1997. The Bouma Sequence and the Turbidite Mind Set.Mobil
Technology. USA
Sujanto, F.X. and Sumantri, Yanto R. 1977. Preliminary Study on the Tertiary
Depositional Pattern of Java. Sixth Annual Convention Indonesian Petroleum
Association