Anda di halaman 1dari 27

GEOLOGI DAN STUDI FASIES TURBIDIT SATUAN BATUPASIR-

BATULEMPUNG FORMASI PENOSOGAN DAERAH KAJORAN DAN


SEKITARNYA KECAMATAN KARANGGAYAM
KABUPATEN KEBUMEN

Bisma Salimudin, Eko Bayu Purwasatriya, S.T., M.Si., Asmoro Widagdo, S.T., M.T.

Kementerian Riset, Teknologi Dan Pendidikan Tinggi Universitas Jenderal Soedirman


Fakultas Teknik Jurusan Teknik Geologi
Jl. Mayjen Sungkono Km 5 Blater Purbalingga
Telp/Fax : (0281) 6586700 e-mail : fst@unsoed.ac.id

SARI
Jawa Tengah termasuk daerah yang sangat penting dari batuan dasar yang diketahui
di jawa, dikenal sebagai kompleks Luk Ulo (Van Bemmelen 1949; asikin et al.,
1992; dalam Clement, 2009). Ini dianggap sebagai produk imbrikasi dari perubahan
kapur saat batas subduksi meluas dari Jawa Barat, berlanjut ke kompleks Luk Ulo,
hingga Pegunungan Meratus. Proses pengangkatan dan perombakan batuan di utara
cekungan Karangsambung menjadi sumber utama pengisian cekungan. Satuan breksi
basalt-andesit dapat disebandingkan dengan formasi waturanda yang terbentuk pada
miosen awal (N4-N8; Blow, 1969) di kedalaman 200-800 meter (Batial atas-batial
tengah) oleh mekanisme aliran butir (grain flow) dan aliran pecahan (debris flow).
Dengan terjadinya genang laut, material yang diendapkan merupakan material yang
relatif lebih halus, terbentuklah Satuan batupasir-batulempung di daerah Kajoran dan
sekitarnya. Setelah dilakukan pengukuran penampang stratigrafi dan identifikasi
batuannya, satuan ini dapat disebandingkan dengan formasi penosogan pada miosen
tengah (N9-N14; Blow, 1969) di lingkungan pengendapan Neritik luar sampai Batial
atas (150-350 mdpl) melalui mekanisme aliran pecahan (debris flow), arus turbid
densitas tinggi, atau arus turbid densitas rendah. Didasarkan pada Bouma (2000) dan
Walker (1999), di daerah Karanggayam-Kajoran tersingkap batuan dengan fasies
turbidit yang lengkap. Namun didasarkan pada Shanmugam (2006) fasies turbidit ini
dianggap sebagai turbidit tidak lengkap. Peningkatan aktifitas tektonik menyebabkan
peningkatan aktifitas vulkanisme dan menghasilkan satuan batupasir yang dapat
disebandingkan dengan formasi halang, terbentuk pada miosen akhir sampai pliosen
awal (N17-N20) di lingkungan kedalaman 30-200 mdpl dengan mekanisme debris
flow atau arus turbid densitas tinggi. Hampir bersamaan dengan pembentukan satuan
batupasir, Dengan sumber yang diduga berbeda terbentuk satuan breksi andesit
menjari dengan satuan batupasir pada kisaran umur pliosen awal (N18-N20) di
lingkungan neritik luar hingga batial atas (100-450 mdpl) melalui mekanisme aliran
butir (grain flow) dan aliran pecahan (debris flow). Setelah pengendapan satuan
batuan, peningkatan aktifitas tektonik pada pliosen-pleistosen juga berpengaruh
besar dalam deformasi dan penyesaran batuan (Sesar Karanggayam).

Kata kunci : Turbidit, fasies, aliran, sesar, bouma


PENDAHULUAN
Formasi Penosogan merupakan formasi batuan yang tersusun atas Perselingan
batupasir, batulempung, tuff, napal dan kalkarenit; berlapis baik, tebal lapisan antara
5-60 cm; berwarna kelabu. Pembentukan formasi ini dipengaruhi arus turbid dalam
lingkungan batial atas. Formasi ini berumur Tf2-Tf3 (Miosen Tengah) (Iskandar,
1974). Ketebalan terukur di daerah penosogan 950,5 m (Hehanusa, 1973). Formasi
Penosogan tersusun atas turbidit dan mekanisme lain yang umum dijumpai di batuan
yang lain. Menurut tulisan tidak resmi hasil kunjungannya pada tahun 2014, Bapak
Awang Harus Satyana menyebutkan bahwa batuan dengan sekuen turbidit terlengkap
baru dijumpai di formasi ini. Formasi ini diendapkan secara selaras dibawah Formasi
Halang. Formasi Halang juga tersusun atas turbidit dan aktifitas sedimentasi lainnya.
Sebagai perbandingan adalah data turbidit Formasi Halang dari peneliti terdahulu,
data fasies turbidit Formasi Penosogan lebih lengkap dari turbidit Formasi Halang,
khususnya didasarkan pada sekuen bouma.

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN


Geomorfologi

Gambar 1. Pembagian Satuan Geomorfologi

Secara umum daerah penelitian memiliki kontur yang relatif beragam, dengan
ketinggian antara ±25 mdpl sampai ±513 mdpl. 67,76 % daerah penelitian
merupakan daerah perbukitan dan 32,24% daerah penelitian merupakan daerah
dataran. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan berasumsi pada Prinsip
Pembagian Jenis Sungai Di Perbukitan Hugget (2011), sungai di daerah penelitian
dapat termasuk kedalam colluvial, step pool dan plane bed. Pembagian satuan-satuan
morfologi dalam Peta Geomorfologi Daerah Kajoran dan Sekitarnya ini didasarkan
pada Klasifikasi Bentuk Muka Bumi (Landform) menurut Budi Brahmantyo dan
Bandono (2006). Geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi 3 satuan, yaitu
Perbukitan homoklin candi, Dataran Denudasional Struktur Patahan Kajoran dan
Perbukitan Blok Sesar Karangtengah (Lampiran 3).
Satuan Perbukitan Homoklin Candi ini digambarkan menempati 38,8% luas
daerah penelitian, pada ketinggian antara 25-513 mdpl. Satuan Perbukitan Homoklin
Candi memiliki relief yang bergelombang dengan arah aliran sungai utara selatan.
Umumnya masih dapat dijumpai bentukan lembah sungai bentuk V. Sifat batuan
yang relatif memiliki permeabilitas baik, didominasi oleh perselingan batupasir
beragam ukuran, batulempung karbonatan dan kalkarenit.
Satuan Dataran Denudasional Struktur Patahan Kajoran merupakan satuan
morfologi berupa lembah yang dibatasi oleh dua perbukitan dengan berbeda karakter.
Bagian selatan satuan ini merupakan perbukitan Candi-Penusupan (Perbukitan
Homoklin Candi) dan bagian utaranya merupakan perbukitan Karangmojo-
Karangtengah (Perbukitan Blok Sesar Karangtengah). Satuan ini digambarkan
menempati 32,24% luas daerah penelitian, pada ketinggian antara 25-200 mdpl.
Satuan ini tersusun atas dasar selang-seling batupasir dan batulempung, masif
maupun berlapis dengan tebal 10-1200 cm, berwarna kelabu gelap sampai terang
atau kecoklatan, beberapa area bersifat karbonatan, berstruktur laminasi, silang siur,
sekuen Bouma, mud crack, terkekarkan, serta beberapa bagian bersifat tuffan,
lembab dan memiliki fosil jejak (trace fosil).
Satuan Perbukitan Blok Sesar Karangtengah merupakan suatu morfologi berupa
perbukitan atau punggungan yang memiliki kemiringan dipslope antara 15 o-45o.
Satuan ini digambarkan menempati 28,96% atau seluas 7,24 km 2 daerah penelitian,
dengan ketinggian antara 50-375 mdpl. Kemiringan lereng satuan ini relatif
mengarah ke utara dan selatan, relatif seragam dengan sungai yang sejajar
kemiringannya. Satuan ini tersusun atas dasar breksi yang relatif seragam dengan
sisipan batupasir di dekat batas satuan. Sungai yang mengalir pada satuan ini adalah
sungai colluvial, step pool dan plane bed dengan dominan bentuk lembah V.

Satuan Lembah Satuan Bukit


Homoklin Candi
E Struktural Kajoran

Satuan Bukit Struktural


Karangtengah

Gambar 2. Gambaran tiga dimensi daerah penelitian (kotak merak)

Geologi dan Stratigrafi


Penafsiran citra dan analisis laboratorium peneliti terdahulu sebagai data
penunjang (sekunder) serta pemetaan lapangan terhadap bentuk-bentuk bentangalam
sebagai data utama (primer) merupakan kombinasi yang digunakan untuk pembuatan
peta geologi (Lampiran 2). Analisis profil sedimentasi atau metode pengukuran
penampang stratigrafi batuan digunakan untuk mendapatkan data litologi yang
terperinci, mendapatkan ketebalan yang teliti, serta mempelajari hubungan stratigrafi
antar satuan batuan serta urut-urutan sedimentasi dalam arah vertikal secara detail.
Parameter yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi lingkungan pengendapan
antara lain geometri, litologi, struktur sedimen dan fosil.
Secara umum daerah penelitian berada pada ketinggian antara 25 mdpl sampai
531 mdpl. Luas daerah perbukitan pada daerah penelitian sebesar 67,76 %, dan
32,24% lainnya adalah berupa lembah atau dataran. Daerah penelitian dapat dibagi
menjadi 4 (empat) unit atau satuan batuan dari yang berumur tua sampai muda, yaitu:
Satuan Breksi Basalt-Andesit, Satuan Batupasir-Batulempung, Satuan Batupasir dan
Satuan Breksi Andesit:
 Satuan Breksi Basalt-Andesit merupakan satuan batuan tertua di daerah
penelitian. Satuan ini terdiri dari breksi monomik, breksi polimik dan batupasir.
Breksi dominan kelabu gelap dengan matriks batupasir kasar, semen karbonat,
beberapa lokasi bisa ditemukan adanya campuran mineral mafik, dominasi
fragmen basalt berukuran bongkah. Breksi pada bagian atas (muda) ini kelabu
gelap sampai kelabu terang. Matriks breksi ini batupasir kasar dengan campuran
mineral mafik yang diduga piroksen dan amfibol. Struktur sedimen yang
dijumpai adalah struktur menghalus ke atas (graded bedding), laminasi sejajar.
Fosil foraminifera plangtonik yang dapat dijumpai diantaranya Globigerinoides
primordius (N4-N5; Blow and Banner), serta Globigerinoides trilobus (Reuss),
Globigerinoides immaturus (Leroy) dan Globigerinoides obliqus (Bolli);
menunjukkan umur kisaran Miosen Awal (N4-N5). Sedangkan fosil bentonik
yang dapat dijumpai diantaranya Cibcides sp., Discorbina sp dan Elphidium
crispum; menunjukkan lingkungan kedalaman 200-800 meter (Batial atas-batial
tengah). Satuan ini diendapkan oleh pelengseran bawah laut, aliran butiran (grain
flow), aliran pecahan (debris flow) dan arus turbid pasiran, dan merupakan
turbidit proksimal.

A B

Gambar 3. A) Singkapan breksi monomik; B) Singkapan Breksi Polimik

 Satuan Batupasir-Batulempung merupakan satuan perselingan batupasir,


batulempung, kalkarenit dan sisipan tuff; berlapis baik, tebal lapisan antara 5-900
cm; berwarna kelabu sampai kecoklatan. Fragmen batupasir terdiri dari litik
batuan beku, batuan sedimen, mineral mafik, kuarsa, dan kaca di beberapa
tempat. Komponen kalkarenit umumnya berupa kepingan atau pecahan cangkang
foraminifera dan koral, menyudut sampai membundar tanggung, terpilah buruk,
tersemen bersama litik beku, sedikit sekali mineral mafik dalam kalsit.
Batulempung bersifat pasiran dan karbonatan. Tuff dapat dijumpai di beberapa
lokasi, menyisip diantara batupasir. Struktur sedimen yang dijumpai diantaranya
graded bedding, laminasi sejajar, silang siur, konvolut, flame structure, load cast
dan flute cast. Fosil foraminifera plangtonik yang dapat dijumpai pada satuan ini
diantaranya Globorotalia Praemenardii (N9-N13; Blow), Globorotalia mayeri
(N9-N12; Cushman and Ellisor), Globigerinoides Trilobus (N11-N14; reuss);
menunjukkan kisaran umur Miosen Tengah (diantara N10-N13). Sedangkan
foraminifera bentonik yang dapat dijumpai diantaranya Discorbina sp,
Elphidium, Bulimina sp., Eponides sp., Cibicides sp., Hyalinea florenceae,
Valvulineria minuta (Schubert), Bolivina (ambriata collins), Uvigerina,
Textularia sp., dan Rotalia sp.; menunjukkan lingkungan pengendapan Neritik
luar sampai Batial atas (150-350 mdpl). Satuan ini menindih selaras satuan breksi
basalt-andesit. Satuan ini dibentuk oleh mekanisme debris flow di bagian bawah
dan berkembang terus ke endapan di atasnya dengan mekanisme arus turbid dan
arus bawah laut.

S A S B

Gambar 4. A) Lokasi Pengamatan BP 1.2a; B) Lokasi pengamatan BP 1.3

A
C

Gambar 5. A) Flame structure; B) Load Cast; C) Convolute


 Satuan batupasir tersusun dari perselingan batupasir kasar, batupasir halus dan
batupasir sangat halus dengan adanya gradasi; pada beberapa lokasi bersifat
krikilan dan sisipan kalkarenit dan breksi polimik. Batupasir berwarna kelabu
terang, berlapis jelas hingga berangsur dengan tebal lapisan 5-70 cm; berbutir
pasir halus-kasar, terpilah sedang, terdiri dari kepingan batuan, felspar, mineral
mafik, matriks batulempung dan semen karbonat. Sisipan breksi polimik
berwarna kelabu, padat, fragmen berukuran 5-30 cm, terpilah buruk-sangat
buruk, menyudut-menyudut tanggung dalam kemas terbuka, fragmen
batulempung, batuan beku, pecahan koral dan batupasir. Matriks breksi yaitu
batupasir hingga batulempung, dan tersemen karbonat; beberapa bagian bersifat
tuffaan, selain itu dapat ditemukan juga spot pirit dengan bentuk kristal kubik
berukuran kurang dari 1 mm. Struktur sedimen yang dapat ditemukan
diantaranya laminasi sejajar, silang siur, konvolut dan bekas galian binatang;
hasil dari mekanisme debris flow dan arus turbid dominan pasir. Fosil-fosil
foraminifera plangtonik yang ditemukan diantaranya Sphaerodinella
subdehiscens (N14-N20; Blow), serta Globigerina praebulloides (Blow),
Globorotalia pseudomiocenica (Charman, Parr & Collins); menunjukkan kisaran
umur Miosen Akhir-Pliosen Awal (diantara N16-N19). Fosil-fosil foraminifera
bentonik yang ditemukan diantaranya Amphistegina lessonii (d’Orbigny),
Bolivina striatula, Nonionella sp., Cibicides sp., Rotalia sp., dan Elphidium
crispum; menunjukkan lingkungan neritik tengah-neritik luar (30-200 mdpl).

A B

Gambar 6. A) Lokasi pengamatan BP 1.1 B) Struktur parallel laminasi batupasir di BP 1.1


 Satuan Breksi andesit tersusun daru breksi berwarna kelabu gelap, padat; pada
beberapa lokasi dapat dijumpai sisipan batupasir. Fragmen berukuran 7-60 cm,
terpilah buruk, menyudut-menyudut tanggung dalam kemas terbuka. Fragmen
utamanya andesit, sebagian kecil basal. Di beberapa tempat bagian dasar satuan
ini mengandung komponen batugamping dan batulempung. Pada batupasir yang
menjadi sisipan dari satuan ini dilakukan pengambilan batuan percontoh sebagai
data fosil. Fosil foraminifera plangtonik yang ditemukan pada satuan ini
diantaranya Globigerina reveroa (N18-N19; Bolli and Bermudez), serta
Globorotalia obesa (Bolli), Globorotalia mayeri (Cushman and Ellisor);
menunjukkan umur kisaran Pliosen Awal (N18-N19). Sedangkan fosil
foraminifera bentonik yang dapat dijumpai diantaranya Bulimina Barbata
(Cushman), Cassidelina Complanata (Egger) dan Bolivina sp; menunjukkan
lingkungan neritik luar-batial atas (100-450 mdpl).

Gambar 7. Breksi andesit lokasi pengamatan BP 15.5

Struktur Tektonik
Menurut Asikin, dkk (1992) tektonik relatif aktif kembali pada Pliosen Akhir-
Pleistosen Awal setelah dua tektonik besar di Akhir Paleogen dan Intra Neogen.
Aktifitas tektonik ini menyebabkan terjadinya pengangkatan, pelipatan dan
penyesaran. Daerah penelitian berada di sebelah barat (±5 Km) dari Penosogan, dan
Sesar Anjak Waturanda termasuk di dalamnya. Pada daerah penelitian ini gejala
struktural tektonik yang dapat teramati adalah kekar-kekar, lipatan mikro dan sesar
mikro, serta dikombinasi dengan interpretasi topografi, adanya kelurusan morfologi,
lapisan tegak, anomali kedudukan batuan. Berdasarkan metode tersebut dapat
diindikasikan adanya sesar besar yaitu Sesar Karanggayam. Sesar Karanggayam
merupakan sesar naik/anjak besar di daerah penelitian dan membentang dari barat
lembar melalui daerah Karanggayam sampai di timur Karangsambung. Sesar tersebut
termasuk kedalam sesar anjak (Thrust Fault) dengan kedudukan N 105oE/41,
menurut klasifikasi Rickard (1972) (Lampiran 6).

A B

Gambar 8. A) Lokasi pengamatan sesar karanggayam berada 50 m ke selatan dari lokasi pengamatan BP 6.5
B) Sketsa Lokasi pengamatan sesar karanggayam

Aktifitas tektonik sejak Kapur Akhir sampai Miosen Awal berperan besar dalam
pembentukan cekungan belakang busur. Proses ini meningkat dan menurun
berpengaruh juga dengan aktifitas sedimentasi Miosen Awal dan terbentuk Satuan
breksi basalt-andesit. Miosen tengah terbentuk Satuan batupasir-batulempung.
Miosen Akhir sampai Pliosen Awal terbentuk Satuan batupasir dan Satuan breksi
andesit. Setelah pengendapan satuan batuan, aktifitas tektonik Plio-pleistosen
berpengaruh besar dalam deformasinya hingga tersesarkan dan terbentuk Sesar
karanggayam di daerah penelitian.

FASIES TURBIDIT SATUAN BATUPASIR-BATULEMPUNG FORMASI


PENOSOGAN DAERAH KAJORAN DAN SEKITARNYA KECAMATAN
KARANGGAYAM KABUPATEN KEBUMEN
Sungai yang menjadi objek lintasan adalah Sungai Karanganyar dan Sungai
Kajoran yang sama-sama mengalir dari utara (hulu) ke selatan (hilir).
Sungai Karanganyar
Analisis profil pada sungai ini dilakukan dalam satu lintasan profil diantara
koordinat 109o34’51”, -7o34’57” sampai 109o34’48”, -7o35’43”. Panjang lintasan
keseluruhan mencapai 1720 m. Secara geografis lintasan ini berarah utara-selatan
dengan melewati dua desa yaitu Desa Karangmojo dan Desa Karanggayam. Analisis
lintasan prosil ini dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan asosiasi besar butir, strata
dan umur kisaran, yaitu : (1) Bagian bawah (tua), (2) Bagian tengah, dan (3) Bagian
atas (muda).
 Bagian bawah (tertua) ini merupakan bagian yang paling dekat dengan Formasi
Waturanda, sehingga dapat diketahui juga hubungannya antara kedua formasi.
Bagian ini didominasi perselingan batupasir dengan besar butir beragam, pasir
kasar-halus, kelabugelap-kelabu gelap. Batupasir yang memiliki besar butir
relatif kasar dan memiliki komposisi karbonat lebih tinggi cenderung untuk lebih
tersingkap menonjol bila dibandingkan dengan batupasir lebih halus dan kadar
karbonatnya lebih sedikit. Batas antar lapisan erosional dan tegas. Material yang
menyusun batupasir ini tidak jauh berbeda dengan material yang menyusun
breksi di Formasi Waturanda, hal tersebut memberikan asumsi bahwa formasi
penosogan ini diendapkan langsung diatas Formasi Waturanda yang tersusun atas
breksi dan batupasir. Batulempung bersifat pasiran yang melensa atau gradasi
pada beberapa bagian batulempung. Sebagian besar mekanisme yang
mempengaruhi bagian bawah ini adalah debris flow dan arus turbid densitas
tinggi (high density turbidity current), sebagian nya lagi arus turbid yang
menghasilkan turbidit tidak lengkap. Sebagai contonya adalah bagian pada
Gambar 9 di bawah ini. Dengan menggunakan interpretasi berdasarkan Bouma
(2000), maka dapat dilihat dengan seksama bahwa batupasir ini tersusun atas
normal graded/graded bedding (Ta) pasir kasar sampai pasir halus, batas atasnya
berangsur, sedangkan batas bawahnya erosional dengan batulempung. Di atas Ta
diendapkan material pasir halus dengan struktur laminasi sejajar atau lower
lamination (Tb). Berasosiasi baik dengan Ta dan Tb, bagian laminasi
bergelombang dan konvolut (Tc) juga terbentuk baik di sini. Diatas Tc ini,
laminasi sejajar (upper lamination-Td) tampak sedikit sekali dengan butir pasir
sangat halus. Batas antara Ta-Tb-Tc-Td berangsur, dan diatas asosiasi tersebut
diendapkan dengan baik, batulempung pasiran yang dapat diinterpretasikan
sebagai Te turbidit.

Gambar 9. Turbidit pada bagian bagian bawah analisis profil lintasan Sungai Karanganyar

Jika didasarkan pada interpretasi turbidit menurut Walker (1999), maka lapisan
pada Gambar 9 diatas termasuk kedalam Classical Turbidite (CT). Lapisan ini
termasuk kedalam Clast, Convolute and Climbing ripples (CCC) turbidit.
Didasarkan pada interpretasi turbidit menurut Shanmugam (2006), lapisan pada
Gambar 9 diatas tidak semuanya termasuk pada turbidit, melainkan ada pengaruh
debris flow di dalamnya. Yang termasuk kedalam turbidit adalah bagian yang
memiliki struktur laminasi sejajar (upper lamination), gelembur gelombang,
konvolut dan ripple dengan gelombang yang rendah (T1-T2), laminasi sejajar
(T3-T4) dan batulempung pasiran (T6).
 Dari hasil pengamatan diketahui bahwa bagian tengah ini tersusun dari
perselingan batupasir beragam ukuran butir dan batulempung, mekanisme bagian
ini lebih dipengaruhi oleh arus turbid, debris flow yang berselang seling tanpa
pola yang jelas, dan arus bawah laut. Batas antar lapisan pada bagian ini lebih
didominasi oleh batas tegas. Batulempung pada bagian ini masih ada yang
disisipi oleh komponen pasir, walaupun tidak seintensif bagian bawah. Suplai
sedimen dari sumbernya sangat berpengaruh pada endapan yang dihasilkan.
Lapisan berstruktur sedimen yang paling tebal dijumpai pada bagian ini,
ketebalannya mencapai 120 cm. Didasarkan pada Bouma (2000), lapisan pada
Gambar 10 merupakan fasies turbidit lengkap. Bagian paling bawah lapisan
merupakan batupasir dengan besar butir pasir sedang, batas bawah mengerosi
batulempung, sedikit sekali menunjukkan inverse grading kemudian normal
grading (Ta). Dengan batas yang berangsur, diatas Ta diendapkan komponen
laminasi sejajar (Tb). Di atas Tb diendapkan komponen gelembur gelombang dan
konvolut (Tc), lalu bagian laminasi sejajar (Td) yang tipis dengan batas yang
masih berangsur dari bawah. Bagian paling atas merupakan bagian batulempung
pasiran masif (Te). Didasarkan pada Walker (1999), lapisan pada Gambar 10
merupakan fasies turbidit klasik yang tebal [Convolute and Climbing ripples
(CCC) turbidit].

Gambar 10. Gambaran singkapan endapan berstruktur sedimen paling tebal

Jika didasarkan pada Shanmugam (2006), Bagian paling bawah yang terdiri dari
inverse grading dan normal grading tidak dapat dikategorikan sebagai turbidit
atas dasar mekanisme pembentukan inverse bedding yang berbeda. Laminasi
sejajar bagian bawah pada lapisan ini dapat dikelompokkan sebagai Tb turbidit
klasik dari sekuen Bouma. Endapan di atasnya yang mencakup gelembur
gelombang, konvolut, laminasi sejajar tipis, bagian dengan struktur kurang jelas
ini dapat digolongkan sebagai T0, T1, T2, T3, T4 dan T5, sedangkan batupasir
masif-batulempung digolongkan sebagai T7 fasies turbidit.
 Bagian atas (termuda) tersusun atas perselingan batupasir halus sampai
batulempung, pada beberapa bagian masih dapat dijumpai adanya endapan aliran
debris atau resedimentasi dari arus bawah laut yang membentuk endapan
batupasir masif sampai batupasir kerikilan. Pada beberapa bagian juga dapat
dijumpai batupasir tuffaan yang diendapkan baik dengan batas tegas dengan
batupasir atau batulempung. Lapisan-lapisan lain pada bagian ini banyak yang
dapat diinterpretasikan sebagai turbidit tapi umumnya tidak lengkap dan
terpotong bagian dasarnya (base cut sequence), atau bahkan yang terpotong atas
dan bawahnya (truncated-base cut sequence). Contoh turbidit tidak lengkap di
daerah penelitian adalah turbidit dengan bagian atas dan bawah terpotong atau
dikenal juga sebagai Truncated-base cut sequence. Turbidit ini merupakan
turbidit dengan interval Tb-Tc-Td (Bouma sekuen). Gambar 11. Didasarkan pada
Bouma (2000) lapisan pada Gambar 11 merupakan singkapan batupasir sedang-
halus. Lapisan ini berstruktur laminasi sejajar [Tb (lower lamination)] dibagian
paling bawah dengan kontak yang tegas terhadap batulempung dibawahnya.
Secara berangsur, diatas Tb diendapkan struktur laminasi bergelombang (wavy
lamination) dan konvolut (Tc). Di bagian paling atas diendapkan material
berstruktur laminasi sejajar (Td), hingga berangsur dan laminasinya menjadi
tidak begitu jelas.

Gambar 11. Turbidit tidak lengkap di bagian atas; Truncated-base cut sequence
Didasarkan pada Walker (1999), lapisan pada Gambar 11 menunjukkan CCC
turbidit (Clast, Convolute and Climbing ripples). Lapisan hanya tersusun atas
tiga divisi yaitu divisi B (laminasi sejajar). Diatasnya diendapkan divisi C
(laminasi bergelombang dan konvolut). Dan bagian paling atas adalah divisi D
(laminasi sejajar). Didasarkan pada Shanmugam (2006), bagian paling bawah
dengan struktur laminasi sejajar dapat diinterpretasikan sebagai Tb sekuen
Bouma. Diatasnya diendapkan material yang membentuk struktur laminasi
bergelombang (Tc = T0), dan konvolut (T1); dan yang paling atas laminasi
sejajar (T3). Selain turbidit, pada beberapa lokasi bagian ini juga masih dapat
dijumpai batupasir masif, batupasir kerikilan dan endapan debris flow. Tebal 50-
200 cm.
Sungai Kajoran
Analisis profil pada sungai Kajoran ini dilakukan dalam dua lintasan profil yaitu:
a) Lintasan bagian hulu (di 109o35’22”, -7o35’1” sampai 109o35’24”, -7o35’5”)
dengan panjang lintasannya mencapai 320 m. Dan b) Lintasan bagian hilir (di
koordinat 109o35’26”, -7o35’13” sampai 109o35’27”, -7o35’22”) dengan panjang
lintasannya mencapai 290 m.
 Bagian hulu merupakan bagian dengan lapisan tertua dari lintasan Sungai
Kajoran, tersusun dari perselingan batupasir dan batu lempung. Beberapa bagian
didominasi batupasir butiran kasar. Gambar 12 menunjukkan lapisan batupasir
selang-seling batu lempung, tersingkap cukup baik tapi sudah mengalami
deformasi karena adanya aktifitas tektonik setelah diagenesa. Lapisan batupasir
itu merupakan lapisan batupasir berfragmen (fragmen kerikil-kerakal).
Didasarkan pada Bouma (2000), lapisan batupasir itu merupakan turbidit, bagian
paling bawah merupakan bagian Ta, berangsur diatasnya diendapkan pasir halus
berstruktur laminasi sejajar (Tb). Dilanjutkan oleh endapan pasir sangat halus
berstruktur laminasi gelembur gelombang (Tc). Didasarkan pada Walker (1999),
lapisan pada Gambar 12 dikenal juga sebagai Clast, Convolute and Climbing
ripples turbidite (CCC). Lapisan ini dianggap turbidit lengkap karena terdiri dari
empat divisi (A-D).
Gambar 12. Selang-seling batupasir-batulempung bagian utara, masih dapat diumpai lapisan dengan fragmen
yang terendapkan dengan matriks batupasir halus

Didasarkan pada Shanmugam (2006), divisi Ta Bouma yang menjadi bagian


bawah lapisan dan memiliki struktur gradasi besar butir tidak boleh memiliki
fragmen, karena fragmen memberikan asumsi pengendapan traksi yang relatif
laminar dan plastis seperti endapan debris flow. Yang dapat dikelompokkan
sebagai turbidit pada lapisan ini adalah bagian laminasi sejajar (Tb), laminasi
gelembur gelombang (T0) dan batulempung (T7).
 Bagian hilir tersusun dari perselingan batupasir dan batu lempung. Turbidit pada
bagian ini dapat dijumpai pada berbagai ketebalan (10 cm 100 cm). Gambar 13
menunjukkan lapisan turbidit yang cukup baik pada bagian termuda lintasan ini.
Didasarkan pada Bouma (2000), turbidit ini dimulai dengan komponen pasir
halus yang membentuk struktur laminasi sejajar (Tb), diendapkan tegas dengan
batulempung pasiran. Diatasnya diendapkan komponen pasir halus berstruktur
laminasi gelembur gelombang dan konvolut yang cukup baik (Tc). Diatas Tc
diendapkan komponen pasir halus-sangat halus berstruktur laminasi sejajar tipis
(Td), dan berangsur diatasnya merupakan Te (batulempung pasiran). Didasarkan
pada Walker (1999), turbidit yang ditunjukkan oleh Gambar 13 merupakan
turbidit tebal yang dikenal juga sebagai CCC turbidit. Turbidit ini dianggap tidak
lengkap karena tidak dijumpai divisi A, sehingga dikeal juga sebagai turbidit
dengan bagian bawah terpotong (base cut-out sequences). Didasarkan pada
Shanmugam (2006), bagian paling bawah lapisan ini memiliki kontak yang tegas
dengan batulempung dibawahnya tapi batas atasnya berangsur, berstruktur
laminasi sejajar (lower lamination – Tb). Diatasnya diendapkan struktur laminasi
gelembur gelombang dan konvolut yang cukup baik(T0-T2). Kemudian
diatasnya diendapkan komponen pasir halus-pasir sangat halus yang membentuk
struktur laminasi sejajar (T3), dan berangsur terus dari komponen pasir sangat
halus sampai lempungan yang dapat diinterpretasikan sebagai T6.

Gambar 13. Turbidit bagian hilir Sungai Kajoran

SIMPULAN
Dari kegiatan pemetaan daerah Kajoran dan sekitarnya serta analisis profil untuk
mengetahui fasies turbidit satuan batupasir-batulempung, maka dapat disimpulkan
beberapa nilai utama, sebagai berikut :
 Daerah penelitian dapat dibagi menjadi tiga satuan geomorfologi, yaitu:
Perbukitan Homoklin Candi (38,8% luas daerah penelitian), Dataran
Denudasional Struktur Patahan Kajoran (32,24% luas daerah penelitian), dan
Perbukitan Blok Sesar Karangtengah (28,96% luas daerah penelitian). Sungai di
daerah penelitian terbagi menjadi : Sungai Strike (strike stream), Sungai Dip (dip
stream), dan Sungai Anti-dip (anti-dip stream). Sungai-sungai tersebut tersusun
dalam pola aliran subdendritik dan pola aliran subtrellis.
 Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari empat satuan batuan dari tua ke muda
yaitu: Satuan Breksi Basalt-Andesit, terbentuk pada kisaran Miosen Awal (N4-
N5) di lingkungan kedalaman 200-800 meter (Batial atas-batial tengah) oleh
pelengseran bawah laut, aliran butiran (grain flow), aliran pecahan (debris flow)
dan arus turbid pasiran, dan merupakan turbidit proksimal. Satuan Batupasir-
Batulempung terbentuk selaras menindih Satuan Breksi Basalt-Andesit pada
kisaran umur Miosen Tengah (N9-N13) di lingkungan pengendapan Neritik luar-
Batial atas (150-350 mdpl) oleh mekanisme debris flow, arus turbid dan arus
bawah laut. Satuan Batupasir terbentuk pada kisaran Miosen Akhir-Pliosen awal
(N17-N19) di zona Neritik tengah-Neritik luar (30-200 mdpl) oleh mekanisme
debris flow dan arus turbid, menindih selaras satuan batupasir-batulempung. Dan
Satuan Breksi Andesit mulai terbentuk pada umur kisaran Pliosen awal (N18-
N19) di lingkungan Neritik luar-Batial atas (100-450 mdpl), menjari dengan
satuan batupasir hasil mekanisme grain flow dan debris flow.
 Geomorfik daerah penelitian erat hubungannya dengan perkembangan struktur
sekunder akibat tektonik Pliosen-Pleistosen yang menghasilkan pengangkatan,
pelipatan (di luar daerah penelitian) dan penyesaran (sesar karanggayam), serta
proses eksogen sehingga deformasi bidang lapisan dan kekar tarik dominan
mendukung bentang alamnya. Perbukitan di daerah penelitian didominasi oleh
batupasir dan breksi yang resisten.
 Aktifitas tektonik sejak Kapur Akhir sampai Miosen Awal berperan besar dalam
pembentukan cekungan belakang busur. Proses ini meningkat dan menurun
berpengaruh juga dengan aktifitas sedimentasi Miosen Awal dan terbentuk
Satuan breksi basalt-andesit. Miosen tengah terbentuk Satuan batupasir-
batulempung. Miosen Akhir sampai Pliosen Awal terbentuk Satuan batupasir dan
Satuan breksi andesit. Setelah pengendapan satuan batuan, aktifitas tektonik Plio-
pleistosen berpengaruh besar dalam deformasinya hingga tersesarkan dan
terbentuk Sesar karanggayam di daerah penelitian.

PUSTAKA
Anonim. 2011. Petunjuk Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan. Teknik Geologi
Universitas Jenderal Soedirman : Purwokerto.

Anonim. 1996. Sandi Stratigrafi Indonesia. Ikatan Ahli Geologi Indonesia :


Indonesia.
Asikin, S; dkk.1992. Peta Geologi lembar Kebumen, Jawa skala 1:100.000.
Direktorat Geologi : Bandung.
Asikin, S. Geologi Struktur Indonesia. Laboratorium Geologi Dinamis ITB :
Bandung
Bandy, Orville L.1967. Benthic foraminifera as environmental indices, Lecture 6 in
AGI short course lecture notes-Paleoecology, New Orleans,La., November 1967:
Washington, D.C., Am. Geol. Inst., p. OB1A-OB29A, illus.
Bemmelen, R. W. van .1949. The Geology of Indonesia, vol.1.A, The Haque,
Martinus Nijhoff.

Billing, Marland P. 1954. Structural Geology. Charles Tuttle Company : Tokyo,


Japan.

Blow, W.H. 1969. Late Middle Eocene to Recent planktonic foraminiferal


biostratigraphy. In: Bronnimann, P. & Renz, H.H. (eds), Proceedings of the
First International Conference on Planktonic Microfossils Geneva, 1967 1, 199–
421. Brill, Leiden.

Boggs, S. 1995. Principles Of Sedimentology And Stratigraphy 2nd edition. Prentice


Hall Inc : New Jersey.

Bouma, Arnold et al,. 2000. Fine Grained Turbidity System. American Association of
Petroleum Geologist and SEPM (Society for Sedimentary Geology). : U.S.A.

Bouma, Arnold H. 2004. Key control on the characteristics of turbidite systems.


Geological Society : London

Brahmantyo, Budi. 2006. Klasifikasi Bentuk Muka Bumi (Landscape) untuk


Pemetaan Geomorfologi dengan skala 1:25000 dan Aplikasinya untuk Penataan
Ruang. Jurnal Geoaplika. Bandung

Chabibie.A, dkk.2005.Buku Panduan Praktikum Geomorfologi.Semarang: Undip.


Clements, Benjamin et al. 2009. Thrusting of a Volcanic Area : a new structural
model for Java. Petroleum Geoscience. UK
Endarto, D. 2007. Pengantar Geologi Dasar. UNS Press: Surakarta.

Goudie. 2004. Encyclopedia of Geomorphology. Routledge. New York

Hall, Robert. 2008. Continental Growth at the Indonesian Margin of Southeast Asia.
Arizona Geological Society. United Kingdom.

Hall, Robert. 1995. Plate Tectonic Reconstruction of the Indonesian Region.


Proceeding Indonesian Petroleum Association. Indonesia

Hallsworth, C.R; O’B Knox, R. W.1999. Classification of Sediment and Sedimentary


Rock. British Geological Survey : UK.
Hugget, Richard J. 2011. Fundamentals of Geomorphology. Routledge : USA
Johan, Alexandro. 2011. Geologi dan Analisis Lingkungan Pengendapan Batupasir
Sambipitu Daerah Nglipar dan Sekitarnya, Kecamatan Nglipar, Kabupaten
Gunung Kidul. UPN. Yogyakarta

Koesoemadinata, R.P. 1980. Prinsip-Prinsip Sedimentasi. Departemen Teknik


Geologi ITB. Bandung

Lobeck, A.K.1953. Geomorphology, an Introduction to the Study of Landscape. New


York: McGrawHill.

Lomas, S. A. 2004. Confined Turbidite Systems. The Geological Society : London

Loon, van A. J. 2009. Soft-sediment deformation structure in siliciclastic sedimen:


an overview. Adam Mickiewicz University : Poland

MacKenzie. 1980. Atlas of Rock Forming Mineral in Thin Section. Longman


Scientific and Technical. Manchester.

Middleton. 1976. Chapter 3 – Postfailure Evolution of Sediment Mass Movement.

Mutti, Emiliano et al,. 1999. An Introduction to The Analysis of Ancient Turbidite


Basins From an Outcrop Perspective. The American Association of Petroleum
Geologist : Oklahoma, U.S.A.

Nichols, Gary. 2009. Sedimentology and Stratigraphy. Willey-Blackwell : UK

Nittrouer, Charles et al,. 2007. Continental Margin Sedimentation: From Sediment


Transport to Sequence Stratigraphy. Blackwell Publishing : Australia

Pettijohn, F.J. 1987. Sedimentary Rocks. Harpercollins : English.


Praptisih dan Kamtono.2011.Fasies Turbidit Formasi Halang di Daerah Ajibarang,
Jawa Tengah. Puslit Geoteknologi-LIPI. Bandung
Pratistho Bambang, dkk. 2008. Panduan Kuliah Lapangan: Pemetaan Geologi 2008.
Yogyakarta: UPN Press.
Rebesco, Michele. 2014. Contourites and associated sediments controlled by deep-
water circulation processes: State-of-the-art and future considerations. Elsevier
Marine Geology
Satyana, A. H. et al. 2011. Detached Sundaland Terrane and Petroleum Implication.
Indonesian Petroleum Association : Indonesia
Satyana, A. H. 2005. Oligo-Miocene Carbonate of Java, Indonesia: Tectonic-
Volcanic Setting and Petroleum Implications. Indonesian Petroleum Association
: Indonesia

Satyana, A. H. 2007. Central Java, Indonesia – A “Terra Incognita” in Petroleum


Exploration: New Consideration on The Tectonic Evolution and Petroleum
Implication. Indonesian Petroleum Association : Indonesia

Satyana, A.H., et.al. 2007. Regional Gas of geochemistry of Indonesia : genetic


characterization and habitat of natural gas. Proceeding of the Indonesian
petroleum Association, Thirty first Annual convention, May 2007 IPA.
Scholle, Peter. 2007. A Colour Guide to Petrography of Carbonate Rocks. American
Association of Petroleum Geologist. USA
Seilacher. 2007. Trace Fossil Analysis. Springer : New York
Shanmugam, G. 2006. Deep-water processes and facies models: implications for
sandstone petroleum reservoirs. Elsevier. UK

Shanmugam, G. 1985. Is the turbidite facies association scheme valid for


interpreting ancient submarine fan environments?. Mobil Research and
Development Corporation : Texas

Shanmugam, G.1997. The Bouma Sequence and the Turbidite Mind Set.Mobil
Technology. USA

Sujanto, F.X. and Sumantri, Yanto R. 1977. Preliminary Study on the Tertiary
Depositional Pattern of Java. Sixth Annual Convention Indonesian Petroleum
Association

Walker, Roger. 1992. Facies Model. Geological Association of Canada. Canada.

Zuidam, R.A. van., 1985. Aerial Photo-Interpretation Terrain Analysis and


Geomorphology Mapping. Smith Publisher The Hague, ITC.
Lampiran 1. Peta Lintasan dan Lokasi Pengamatan Daerah Kajoran dan Sekitarnya Kecamatan Karanggayam Kabupaten
Kebumen
Lampiran 2. Peta Geologi Daerah Kajoran dan Sekitarnya Kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen
Lampiran 3. Peta Geomorfologi Daerah Kajoran dan Sekitarnya Kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen
Lampiran 4. Kolom Stratigrafi Daerah Kajoran dan Sekitarnya Kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen
Lampiran 5. Sejarah Geologi dan Sedimentasi Daerah Kebumen (Modifikasi dari Prasetijadi, 2013)
Lampiran 6. Analisis Kekar Gerus Sesar Karanggayam

Anda mungkin juga menyukai