Anda di halaman 1dari 34

SILABUS 1.

DASAR-DASAR PEMAHAMAN SEMINAR PSIKOLOGI ISLAM

A. Pengertian Etimologi dan Terminologi Ilmu al-Nafs, Ilmu al-Ruh, dan Psikologi Islam
Kata al-nafs memiliki makna yang sepadan dengan istilah Soul dalam bahasa
Inggris. Kata an-Nafs juga sering di identikkan daengan psyche dalam kajian
keilmuan psikologi modern. Diantara ilmuwan Islam yang banyak membahas tentang
jiwa adalah Al- Ghazali, yang dikenal sebagai sang Hujjatul Islam. Kitab Al-Ghazali
yang banyak membahas mengenai jiwa diantaranya adalah Ihya Ulum al-Din.
Al-Ghazali menjelaskan, bahwa dinamika jiwa manusia sangat ditentukan oleh
kemampuannya dalam mengendalikan hawa nafsu (al-hawa). Al hawa adalah energy
gerak yang menumbuhkan hasrat seseorang untuk berperilaku. Energy egarak tersebut
perlu untuk dikelola dengan baik sehingga akan berpengaruh terhadap munculnya
perilaku positif. Sebaliknya bila energi tersebut tidak dapat dikelola dengan baik maka
justru akan melahirkan bentuk perilaku negatif dan merusak. Konsep ruh menurut Al-
Ghazali :
🞇 Qolbun : terlibat penerimaan hidayah dan penerangan intuitif
🞇 Nafsun : mengurus dan melayani, daya dorong (id), tempat fakusnya daya syahwat
dan amarah
🞇 ‘Aqal : proses persepsi, pemahaman dan pembinaan ilmu
🞇 Ruhani : entitas abstrak yang membedakan manusia dengan makhluk lain.

Tingkatan ruh menurut Al-Ghazali :


1. Ruh Sensitif: cendrung menerima apa yang dicetuskan oleh indara
2. Ruh Imaginasi: bertindak me-record apa yang di cetuskan oleh indara dan
menyimpannya sebelum di salurkan kepada ruh akal apabila di butuhkan oleh tubuh.
3. Ruh Pemikiran: menerima ilmu akal saja dan menjalinkan untuk
mendapatkan pengetahuan diri
4. Ruh Suci Kenabian: khusus bagi nabi-nabi dan orang-orang yang shaleh.
• Kata nafs mempunyai beberapa makna dalam Qur’an, nafs diartikan totalitas manusia,
(Q.S. al-maidah(5); 32)
• Nafs: menunjukkan apa yang terdapat dalam diri manusia yang menghasilkan tingkah
laku (Q.S. ar-Ra’d (13): 11)
• dalam konsep Tasawuf, kata Nafs adalah RUH setelah bersatu dengan jasad,
penyatuan ruh dengan jasad melahirkan pengaruh yang ditimbulkan oleh jasad
terhadap ruh.
• Jadi JIWA adalah ruh akhir atau ruh yang diturunkan Allah SWT. Atau ruh yang
menzhohirkan kedalam jasadnya manusia dalam rangka menghidupkan jasadiayah itu,
menghidupakan Qolbu, akal fikir, inderawi, dan menggerakkan seluruh unsur dan
organ- organ dari jasadiyah agar dapat berinteraksi dengan lingkunagan.

Istilah Ilm al-Nafs banyak dipakai dalam literatur Psikologi Islam. Bahkan Sukanto
Mulyomartono lebih khusus menyebutnya dengan Nafsiologi. Penggunaan istilah ini
disebabkan objek kajian psikologi Islam adala hal -nafs, yaitu aspek psikopisik pada
diri manusia. Termal -nafs tidak dapat disamakan dengan term soul atau psyche dalam
psikologi kontemporer Barat, sebab al-nafs merupakan gabungan antara substansi
jasmani dan substansi ruhani, sedangkansoul ataupsyche hanya berkaitan dengan aspek
psikis manusia. Menurut kelompok ini, penggunaan termal -nafs dalam tataran ilmiah
tidak bertentangan dengan doktrin ajaran Islam, sebab tidak ada satupun nash yang
melarang untuk membahasnya. Tentunya hal itu berbeda dengan penggunaan istilah al-
ruh yang secara jelas dilarang mempertanyakannya (perhatikan Q.S. al-Isra` ayat 85).

Penggunaan istilah Ilm al-Ruh ditemukan dalam karya psikolog Zuardin Azzaino.
Istilah itu kemudian dijadikan dasar untuk membangun Psikologi Ilahiah, yaitu
psikologi yang dibangun dari kerangka konseptualal-ruh yang berasal dari Tuhan.
Boleh jadi Azzaino tidak mengikuti perkembangan literatur Psikologi Islam, sebab
literatur yang digunakan dalam bukunya tidak satupun yang bersumber dari Ilm al-Nafs
fi al-Islam (Psikologi Islam). Tetapi yang menarik dari tawaran Azzaino tersebut
adalah bahwa ruh yang menjadi objek kajian psikologi Islam memiliki ciri unik, yang
tidak akan ditemukan dalam Psikologi Kontemporer Barat. Objek kajian Psikologi
Islam adalah ruh yang memiliki dimensi ilahiah (teosentris), sedangkan objek kajian
Psikologi Kontemporer Barat berdimensi insaniah (antroposentris). Karena perbedaan
yang mendasar inilah maka Azzaino terpaksa menggunakan term khusus untuk
menentukan ciri unik Psikologi Islam.

B. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Psikologi Islam


Sejarah psikologi Islami sejatinya terkait dengan dua aspek yang saling berkelindan.
Pertama, aspek intern yang meliputi potensi-potensi tentang ajaran psikologi yang
terdapat dalam sumber-sumber ajaran Islam sendiri dan pemikiran intelektual Muslim
dalam sejarah Islam pada masa lalu. Kedua, aspek ekstern yaitu aspek di luar ajaran
atau pemikiran tentang psikologi yang sudah inheren dalam ajaran maupun sejarah
Islam pada
masa lalu. Untuk aspek ekstern ini sebagian orang mengaitkan kemunculan psikologi
Islami dengan dua peristiwa, yaitu: kebangkitan Islam dan kritisisme ilmu penge-
tahuan modern.
Pada masa klasik (abad ke-7 hingga ke-13 Masehi), unsur-unsur psikologi dalam ajaran
Islam dikemukakan oleh para tokoh dan institusi yang memiliki tingkat penafsiran
yang tinggi atas ajaran Islam. Beberapa tokoh yang berperan penting dalam
perkembangan psikologi Islam pada masa ini adalah:
 Al-Kindi (801-873 M), yang dikenal sebagai filsuf pertama dalam Islam. Ia
menulis banyak karya tentang psikologi, seperti Risalah fi al-Nafs (Treatise on
the Soul), Risalah fi Istiqlal al-Nafs (Treatise on the Autonomy of the Soul),
dan Risalah fi al-Aql (Treatise on the Intellect). Ia juga mengembangkan
konsep- konsep psikologis seperti tabula rasa, nafsiyyah (psikis), fitrah
(alam bawaan), dan ruh (jiwa).
 Al-Farabi (870-950 M), yang dikenal sebagai filsuf kedua dalam Islam. Ia
menulis banyak karya tentang psikologi, seperti Kitab al-Nafs (Book of the
Soul), Kitab al-Aql wa al-Nafs (Book of the Intellect and the Soul), dan Kitab
al-Huruf (Book of Letters). Ia juga mengembangkan konsep-konsep psikologis
seperti nafs al-natiqah (jiwa berbicara), nafs al-hayawaniyyah (jiwa binatang),
nafs al- nabatiyyah (jiwa tumbuhan), dan nafs al-jamadiyyah (jiwa benda mati).
 Ibn Sina (980-1037 M), yang dikenal sebagai filsuf ketiga dalam Islam. Ia
menulis banyak karya tentang psikologi, seperti Kitab al-Shifa’ (Book of
Healing), Kitab al-Najat (Book of Salvation), dan Kitab al-Isharat wa al-
Tanbihat (Book of Directives and Remarks). Ia juga mengembangkan konsep-
konsep psikologis seperti nafs al-insaniyyah (jiwa manusia), nafs al-malakiyyah
(jiwa malaikat), nafs al-hayulaniyyah (jiwa potensial), dan nafs al-fa’iliyyah
(jiwa aktual).
 Al-Ghazali (1058-1111 M), yang dikenal sebagai mujaddid (pembaharu) dalam
Islam. Ia menulis banyak karya tentang psikologi, seperti Ihya’ Ulum al-
Din (Revival of Religious Sciences), Kimiya’ al-Sa’adah (Alchemy of
Happiness), dan Tahafut al-Falasifah (Incoherence of the Philosophers). Ia juga
mengembangkan konsep-konsep psikologis seperti qalb (hati), sirr (rahasia),
ruh (roh), aql (akal), nafs (ego), dan khawatir (khayalan).
 Ibn Arabi (1165-1240 M), yang dikenal sebagai syaikh al-akbar (guru besar)
dalam tasawuf. Ia menulis banyak karya tentang psikologi, seperti Futuhat al-
Makkiyyah (Meccan Revelations), Fusus al-Hikam (Bezels of Wisdom), dan
Ruh al-Quds fi Munasahat al-Nafs (Spirit of Holiness in Counseling the Soul).
Ia juga mengembangkan konsep-konsep psikologis seperti wahdat al-wujud
(kesatuan wujud), wahdat al-syuhud (kesatuan kesaksian), a’yan thabitah
(prototipe abadi), dan barzakh (perantara
Pada masa modern (abad ke-19 hingga sekarang), unsur-unsur psikologi dalam ajaran Islam
dikembangkan oleh para ilmuwan dan praktisi yang berusaha mengadaptasi dan mengkritisi
ilmu pengetahuan Barat dengan perspektif Islam. Beberapa tokoh yang berperan penting dalam
perkembangan psikologi Islam pada masa ini adalah :

 Muhammad Iqbal (1877-1938 M), yang dikenal sebagai penyair dan


filsuf dari Pakistan. Ia menulis banyak karya tentang psikologi, seperti The
Development of Metaphysics in Persia, The Reconstruction of Religious
Thought in Islam, dan The Secrets of the Self. Ia juga mengembangkan
konsep-konsep psikologis seperti khudi (diri), khirad (intelek), ishq (cinta),
mard-i-mumin (manusia beriman), dan mard-i-kamil (manusia sempurna).
 Malik Badri (1932-sekarang), yang dikenal sebagai bapak psikologi Islam
kontemporer. Ia menulis banyak karya tentang psikologi, seperti The
Dilemma of Muslim Psychologists, Contemplation: An Islamic
Psychospiritual Study, dan The AIDS Crisis: A Natural Product of
Modernity’s Sexual Revolution. Ia juga mengembangkan konsep-konsep
psikologis seperti taqwa (ketakwaan), tawakkul (pasrah), sabr (sabar), shukr
(syukur), dan rida (ridha).
 Abdul Hamid Abu Sulayman (1936-sekarang), yang dikenal sebagai salah
satu pendiri International Institute of Islamic Thought (IIIT). Ia menulis
banyak karya tentang psikologi, seperti Crisis in the Muslim Mind, The
Islamic Theory of International Relations: New Directions for Islamic
Methodology and Thought, dan Revitalizing Higher Education in the
Muslim World: A Case Study of IIUM. Ia juga mengembangkan konsep-
konsep psikologis seperti islamisasi ilmu pengetahuan, metodologi ilmiah
Islami, dan integrasi antara wahyu dan akal.
 Syed Muhammad Naquib Al-Attas (1931-sekarang), yang dikenal sebagai
salah satu pendiri International Institute of Islamic Thought and Civilization
(ISTAC). Ia menulis banyak karya tentang psikologi, seperti Prolegomena
to the Metaphysics of Islam: An Exposition of the Fundamental Elements of
the Worldview of Islam, Islam and Secularism, dan The Concept of
Education in Islam: A Framework for an Islamic Philosophy of Education.
Ia juga mengembangkan konsep-konsep psikologis seperti adab (etika),
ta’dib (pendidikan), tarbiyah (pembinaan), dan ta’lim (pengajaran).
C. Kedudukan Psikologi Islam dihadapan ilmu-ilmu lain
 Hubungan Psikologi dengan Biologi
Biologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kehidupan, oleh karena itu
baik biologi maupun psikologi sama-sama mebicarakan manusia
 Hubungan Psikologi dengan Sosiologi
Sosiologi ialah ilmu pengetahuan tentang hidup manusia dalam hubungan
golongan. Menurut Gerungan pertemuan antara psikologi dan sosiologi itulah
merupakan daerah dari psikologi sosial
 Hubungan Psikologi dengan Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu pengetahuan alam mempunyai pengaruh yang besar terhadap
perkembangan psikologi. Ilmu pengetahuan alam menjadi contoh bagi
perkembangan ilmu-ilmu lain, termasuk psikologi, khususnya metode ilmu
pengetahuan alam mempengaruhi perkembangan metode psikologi
 Hubungan Psikologi dengan Filsafat
Manusia sebagai makhluk hidup juga merupakan obyek dari filsafat yang antara
lain membicarakan soal hakikat kodrat manusia, sekalipun akhirnaya psikologi
memisahkan diri dari filsafat tetapi disini hubungannya adalah bersifat timbal
balik
 Hubungan Psikologi dengan Paedagogiek
Paedagogiek sebagai ilmu yang bertujuan untuk memberikan bimbingan hidup
manusia sejak dari lahir sampai mati tidak akan sukses, bilamana tidak
mendasarkan diri kepada psikologi. Dengan demikian paedagogiek baru bru
akan tepat mengenai sasaran, pabila dapat memahami langkah-langkahnya
sesuai dengan petunjuk-petunjuk pesikologi
 Hubungan Psikologi denagan Agama
Agama sejak turunnya kepada Rasul diajarkan kepada manusia denagan dasar-
dasar yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi pikologis, didalam agama
terdapat ajaran tentang bagaimana agar manusia mau menerima petunjuk
tuhannya.

D. Ruang Lingkup Pembahasan seminar Psikologi Islam


Psikologi islam adalah sebuah pendekatan pada kejiwaan seseorang dengan
menggunakan masuk akal dan juga keimanan sekaligus. Yang dimana terbagi menjadi
dimensi kerohanian, dan spiritual. Terdapat dua kelompok pengembang Psikologi
Islam, yaitu:
 Kelompok yang mengangkat pesan besar Allah ke dalam ilmupsikologi,
dimana mereka percaya bahwa satu kecuali sumber yangada di dunia hanya
dari Allah saja, jadi semua masalah dapat terselesaikan dari Al-Qur'an
dan hadist entahlah penafsiran ulama tentang kedua hal tersebut.
 Dimana kelompok ini memiliki pemikiran terbuka tentang agama lain,
seandainya kandungan dari hal tersebut dipercaya benar, maka hal tersebut
akan mengadopsinya kedalam kontraep-konsep psikologi islam.

E. Tujuan dan Fungsi mempelajari Psikologi Islam


Psikologi Islam memiliki tujuan yang hakiki, yaitu merangsang kesadaran diri agar
mampu membentuk kualitas diri yang lebih sempurna untuk mendapatkan kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat
Ada dua tujuan utama dalam studi tentang psikologi pendidikan menurut Syaodih
Sukmadinata (2003:22) yaitu Agar seorang mempunyai pemahaman yang Iebih baik
tentang individu, baik dirinya sendiri maupun orang lain. Dengan hasil pemahaman
tersebut seseorang diharapkan dapat bertindak ataupun memberikan perlakuan yang
lebih bijaksana.
Selain itu tujuaannya adalah :
 Mengukur dan mendeskripsikan perilaku beragama, dengan menganalisis syarat
reliabilitas dan validitas
 Menduga dan mengontrol bentuk pergaulan sehari-hari seseorang, dengan
memanfaatkan hasil pengukuran tingkah laku.
 Menjelaskan dan menerangkan tingkah laku dan proses mentalnya orang-
orangberagama.
 Psikologi agama merupakan salah satu pendekatan yang biasanya digunakan
untukmenyampaikan visi dan misi yang diusung oleh pendidikan Islam serta
meningkatankesehatan mental dan kualitas keberagamaan.
Adapun kegunaan dan manfaatnya :

1. Pemenuhan keingintahuan manusia. Manfaat secara teoritis, yaitu mengkaji


tentang perilaku-perilaku jiwa keagamaan dan mengakomodasi dan
mengembangkan pemikiran-pemikiran perilaku kegamaan.
2. Memperoleh pengetahuan yang akurat. Manfaat secara praktis, yaitu:
dapatmemahami perilaku-perilaku keagamaan yang didukung oleh motif-motif
tertentu.Sehingga kita dapat membimbing orang yang berperilaku keagamaan
tersebut.
3. Perbaikan kualitas hidup. Manfaat secara normatif, yaitu dapat melihat perilaku
keagamaan secara proporsional, yang mendorong masyarakat dapat hidup
saling menghormati antar pemeluk agama sehingga tercipta kerukunan antar
umat beragama dan antar umat seagama.

Silabus 2.

Metode dan Pendekatan mempelajari Psikologi Islam

A. Asumsi dan Paradigma (Kerangka Epistimologi) Psikologi Islam


Menurut Freidrichs Robert paradigma adalah “suatu pandangan mendasar dari suatu
disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalannya.” Dengan demikian
paradigma psikologi secara umum adalah perilaku manusia dan faktor-faktor yang
memicu prilaku tersebut. Di dalam Islam, manusia diciptakan dengan fungsi yang
tidak
hanya terbatas untuk menata kehidupan manusia, ia juga memiliki tugas sebagai
hamba Allah swt
sebagaimana terdapat dalam firman Allah swt. berikut ini:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku. (QS. al-Dzariyat, 51: 56).

Keduanya, tugas dan fungsi di atas harus dilakukan sesuai dengan hukum-hukum Allah
swt. yang telah Ia tetapkan dalam alam dunia ini. Oleh sebab itu mengkaji hukum-
hukum Allah swt. tersebut merupakan kemutlakan jika manusia ingin berhasil menata
kehidupannya dan kehidupan alam semesta.
Dengan demikian yang menjadi pokok persoalan psikologi dalam padangan Islam
adalah keselarasan hubungan manusia dengan Tuhannya, sesama manusia, dan alam
raya. Paradigma psikologi dalam perspektif Islam tidak dapat dipisahkan dari cara
manusia mengkaji psikologi itu sendiri. Dari perspektif Islam, manusia dianugerahi
tiga alat dalam mencari ilmu pengetahuan: panca indera, akal (‘aql, lub), dan hati (qalb,
fu’ad).

Karena alat-alat indera hanya mampu menangkap hal-hal yang empirik maka hasil
pengetahuan yang diperoleh juga terbatas pada hal-hal yang empirik. Itulah
sebabnya kajian psikologi pada tingkat ini hanya dapat dilakukan dengan mengkaji
perilaku- perilaku manusia sebagai perwujudan dari gejala-gejala jiwanya. Akal
digunakan dalam proses penalaran untuk memilih, mengklasifikasi, memutuskan dan
melakukan penalaran serta menangkap realitas dan supra-realitas
melalui nalar dengan kemampuan argumentasi logisnya
yang kemudian menghasilkan serangkaian hukum dan prinsip yang menjadi bangunan
ilmu pengetahuan. Di antara ayat yang menganjurkan hal ini adalah: “Apakah kamu
tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka
diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan
air itu tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering lalu kamu
melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-
orang yang mempunyai akal.” (QS. al-Zumar, 39: 21).

Proses penemuan akan supra-realitas ini dilakukan “secara silogistik, yakni menarik
kesimpulan tentang hal-hal yang tidak diketahui (the unknown) dari hal-hal yang
diketahui (the known)”. Di samping itu, pemunculan paradigma psikologi Islam
sesungguhnya bisa dikatakan sebagai reaksi dari kemajuan diskursus psikologi Barat.
Reaksi itu semakin memuncak setelah munculnya banyak benturan-benturan akibat
psikologi Barat yang antroposentis dan netral etik dijadikan sebagai pisau analisis
dalam memahami fenomena psikologis masyarakat Islam yang teosentris dan sarat etik.
Paradigma psikologi Islam harus dihubungkan dengan pemikiran filosofis dalam Islam.
Setidaknya ada dua kelompok yang berbeda berkaitan dengan kerangka dasar
paradigma psikologi Islam ini.
 Kelompok yang mengehendaki keterbukaan terhadap pandangan hidup dan
kehidupan nonmuslim. Kelompok ini berusaha mengadopsi konsep-konsep
psikologi nonIslam dan menggabungkannya ke dalam pemikiran psikologi
Islam,
 Kelompok yang berusaha mengangkat pesan besar Ilahi ke dalam pemikiran
psikologi, baik dari Alquran, Sunah maupun penafsiran ulama terhadap kedua
sumber tersebut.
Berbeda dengan penjelasan di atas, Muhammad Izuddin Taufiq mengklasifikasikan
kajian kejiwaan kelasik Islam dalam dua kategori. Pertama, paradigma yang
mengkaji definisi dan teori kejiwaan dalam Alquran dan Hadis dengan berbagai
topik dan terminologinya. Salah satu produk dalam kategori ini adalah Al-Qur’ân
wa ‘Ilm al- Nafs dan Al-Hadîts wa ‘Ilm al-Nafs karya Utsman Najati. Kedua,
paradigma yang mengkaji definisi dan teori kejiwaan dalam kitab-kitab klasik
Islam dengan berbagai topik dan terminologinya. Salah satu produk kategori ini
adalah Dalil al-Bahitsin Ilâ Mafâhim Nafsiyah fî al-Turats (Petunjuk Bagi Para
Peneliti Bagi Memahami Masalah Kejiwaan dalam Kitab-kitab Klasik) hasil kerja
sama antara Lajnah ‘Ilmiah dengan al-Ma‘had al-‘Alamiy lî al-Fikr al-Islamiy.
B. Metodologi Pengkajian Psikologi Islam
Terdapat empat pola dalam pengkajian Ppsikologi Islam, keempat pola tersebut adalah:
1. Psikologi menjelaskan Islam (ajaran Islam dan umat Islam). Pada pola ini
menampilkan bahwa pada tarap teori tertentu-teori psikologi memiliki keunggulan
di dalam menjelaskan dan memprediksi tingkah laku manusia, namun sering terjadi
bias, seperti teori John S. Carrol tentang mengapa seseorang melakukan kejahatan.
2. Perbandingan psikologi dengan Islam. Pada pola ini terjadi usaha
memperbandingkan konsep-konsep manusia, kepribadian dan lain-lain antara
psikologi dengan Islam. Seperti yang dilakukan Dawam Rahardjo. Metode ini
dapat dipakai bila konsep Islam telah dirumuskan secara matang. Kalau tidak,
Kemungkinan terjadi proses kemiripan (menyamakan begitu saja). Hal ini tentu
tidak boleh dilakukan.
3. Penilaian Islam terhadap Ppsikologi. Islam adalah sumber pedoman kehidupa
manusia. Banyak cerita dan konsep manusia dalam Al-quran. Islam dapat
digunakan sebagai pisau analisis untuk membedah konsep-konsep psikologi
modern seperti yang dilakukan Malik B. Badri. Manusia diberi kebebasan denga
tuntunan agama, akal dan hati nuraninya, Sayangnya sering tidak proporsional
dalam mengkritisi psikologi.
4. Membangun konsep psikologi berdasarkan Islam. Pola keempat adalah upaya yang
paling orisinil dan menentang, karena ada usaha untuk menghadirkan perspektif
baru dalam memahami manusia secara psikologis. Lahirlah konsep fitrah manusia,
konsep
ruh, akal, kalbu, nafsu dan lain-lain-lain. Pada pola ini psikologi Islam
diartikan sebagai studi tentang jiwa manusia yang didasarkan pada pandangan dunia
Islam.

Berdasarkan pola-pola di atas, dirumuskanlah psikologi Islam, yaitu:

1. Perumusan psikologi Islam berdasarkan pandangan dunia Islam. Merumuskan


Ppsikologi berdasarkan pandangan dunia Islam dianggap penting dalam rangka
mengenal lebih jauh jiwa manusia serta kebutuhan ilmiah untuk membangun
peradaban dan kemanusiaan. Disiplin psikologi Islam membantu seseorang untuk
memahami ekspresi diri, aktualisasi diri, konsep diri, harga diri, kesadaran diri,
titah dirsaya dan evaluasi diri. Jika ditemukan penyimpangan perilaku, psikologi
Islam menawarkan berbagai konsep bernuansa ilahiyah untuk mengarahkan
kualitas hidup yang lebih baik. Melalui cara ini, beberapa pola perumusan psikologi
Islam yang mendekati kebenaran tetinggi, yaitu:
2. Perumusan Ppsikologi dengan bertitik tolak dari Alquran dan Hadis. Perumusan
Ppsikologi dengan bertitik tolak dari Alquran dan Hadis diawali dengan pertama,
bertitik tolak dari istilah-istilah kejiwaan dalam Alquran dan Hadis sebagai rujukan
utama. Kedua, memahami konsep keseluruhan Alquran dan Hadis, tentang tema
tertentu seputar manusia. Misalnya, bagaimana pandangan Alquran ataupun Hadis
tentanghakekat dan proses penciptaan manusia.
3. Perumusan Ppsikologi bertolak dari khazanah ilmu keislaman klasik. Konsep-
konsep Psikologi Islam dari khazanah ilmu keislaman tradisional itu secara tidak
langsung dikembangkan dari Alquran dan Hadis. Hasil Pemikiran mereka tentang
manusia di berbagai bidang, seperti konsep manusia sempurna (insan kamil) Al-
Jilli, Nuruddin al-Raniry, Muhammad Iqbal, al-Ghazali dll. Pola ini sangat strategis
dilakukan dengan alasan: 1). Capaian pemikiran dari ilmuwan muslim khususnya
zaman klasik, diakui sebagai hasil pemikiran yang mendalam. 2). Salah satu tugas
kita adalah menyambungkan hasil pemikiran mereka dengan usaha
mengembangkan Psikologi Islam dalam kontek kekinian.
4. Perumusan Psikologi Islam dengan inspirasi dari khazanah psikologi modern dan
membahasnya dengan kerangka Alquran dan Hadis. Cara ini telah dilakukan oleh
Malik B. Badri dalam mengungkap konsep tafakkur. Keunggulan cara ketiga ini
adalah ide-ide yang digali dalam Alquran dan Hadis relevan dengan konsep-konsep
psikologi Modern.
5. Merumuskan konsep manusia berdasarkan pribadi yang hidup dalam Islam.
6. Perumusan teori-teori spesifik. Perumusan teori spesifik seperti tentang
kecenderungan alami manusia kepada kebaikan dan kebenaran, kebebasan
manusia, perilaku riilnya, dan lain-lain-lain.
7. Perumusan metodologi dan penyelenggaraan penelitian. Pandangan dunia Islam
tentang realitas meliputi material, psikhis dan spiritual, sedangkan wilayahnya
terdiri
dari wilayah yang teramati, wilayah yang terpikirkan dan wilayah yang tak
terpikirkan, karenanya penggunaan indra, akal, hati dan wahyu adalah konsekuensi
logisnya.
C. Pemilihan istilah antara Psikologi Islam ataukah Psikologi Islami
psikologi Islami' mewakili pilihan para ahli untuk menonjolkan ilmu psikologi yang
dilatari oleh konsep Islam, sedang 'psikologi Islam' dimaksudkan “sebagai bagian” dari
studi Islam untuk menjelaskan berbagai fenomena psikologi.
Dalam rumusan Tim Adhoc API (2015), psikologi Islam adalah ilmu tentang jiwa dan
perilaku manusia berdasarkan sumber utama Islam, yaitu al-Qur’an dan Hadis. Selain
itu, menurut Prof Subandi, psikologi Islam modern bersumber dari psikologi Islam
klasik yang dikembangkan dengan penelitian empiris. Di antara tokoh psikologi Islam
klasik adalah Imam al-Ghazali, Ibnu Sina, al-Razi, Ibnu Maskawaih, al-Balkhi. Selain
sumber- sumber dari teks al-Qur’an, Hadis, dan pemikiran ulama klasik, kebenaran
teori psikologi harus mendapat dukungan empiris. Berbagai macam riset empiris telah
dilakukan peneliti-peneliti psikologi Islam, seperti tentang shalat, zikir, puasa,
kebersyukuran, tafakur, keikhlasan, dsb. Dijelaskan oleh Prof Djamaludin Ancok,
psikologi Islam merupakan psikologi yang mengembangkan ilmu berbasis al-Quran
dan Hadis sebagai sumber hipotesis. Berbeda dengan psikologi Barat yang umumnya
mengesampingkan aspek agama, bagi orang Asia termasuk Indonesia aspek agama
merupakan dasar hidup manusia. Ilmu mengenai psikologi Islam ini sejatinya sudah
ada sebelum psikologi barat modern muncul, karena secara keseluruhannya tertuang
dalam al-Qur’an. Namun sebagai suatu gerakan keilmuan, psikologi Islam mulai
berkembang pesat sejak tahun 1990-an. Sebagian pihak mengungkapkan bahwa dua
istilah tersebut mewakili dua arus yang bertentangan. Yaitu ‘psikologi Islami’
mewakili pilihan para ahli untuk menonjolkan ilmu psikologi yang dilatari oleh
konsep Islam, sedang ‘psikologi Islam’ dimaksudkan “sebagai bagian” dari studi Islam
untuk menjelaskan berbagai fenomena psikologi.
Silabus 3.

Struktur Jiwa dalam Psikologi Islam

A. Substansi manusia yang menggambarkan struktur kejiwaan (jasmani, ruhani, nafsani


[kalbu, akal, nafs])
1. Akal
Menurut Hamka hakikat akal adalah aspek jiwa manusia yang berfungsi untuk
mengikat hawa nafsunya, sebagaimana tali pengikat ternak agar ternak tidak lari
kemana-mana, akal manusia akan mengikatnya agar ia tidak lepas kendali, dengan
mudah dan serta merta mengikuti hawa nafsunya. Lebih lanjut beliau menyebutkan
bahwa akal digerakkan oleh tiga daya yang dimiliki jiwa, yaitu fikiran (al-fikr),
perasaan (al-wijdan) dan kemauan (al-iradah). Beliau menggambarkan aktifitas
akal sebagai berikut:
“Panca indera yang lima adalah alat yang berfungsi untuk menangkap segala
sesuatu yang maujud (ada) untuk kemudian dimasukkan ke dalam pikiran.
Timbullah kemudian pikiran diikuti oleh kemauan untuk menyelidiki dan perasaan,
baik senang atau sakit, gembira atau sedih ketika melihatnya. Semuanya
menimbulkan pengetahuan atas yang dilihat itu. Maka itulah yang namanya akal.
Ketiga-tiganya bekerjasama menyelesaikan persoalan-persoalan yang sedang
dihadap lantaran dibawa oleh panca indera.”
Beberapa ciri-ciri manusia berakal menurut beliau adalah sebagai berikut:
 Mengutamakan kesenangan jangka panjang yang ditawarkan akal dari pada
kesenangan jangka pendek yang ditawarkan hawa nafsu.
 Melakukan evaluasi terhadap perjalanan hidupnya, menilik hari-hari yang
telah dilewatinya, bagaimanakah kualitas masa lalunya, apakah lebih
banyak dipergunakan untuk kebaikan atau kejahatan. Mau diapakan sisa
kehidupan yang ada? Dihitungnya baik-baik kemanakah dia telah pergi, apa
bekas kerjanya yang bermanfaat untuk diri sendiri, keluarga dan
masyarakatnya.
 Selalu berbantah-bantahan dengan dirinya. Sebab, biasanya diri tanpa
pertimbangan akan cenderung untuk mengajak kepada kejahatan dan
aktifitas yang tidak bermanfaat.
 Mengetahui, menyelidiki dan berusaha untuk memperbaiki kelemahan
dirinya.
 Tidak mudah untuk putus asa karena ia sadar bahwa semuanya berasal dan
kembali kepada Allah SWT. Tidaklah cemas kalau merugi dan tidak bangga
kalau mendapatkan keuntungan.
2. 2. Hawa Nafsu
Hawa nafsu yang dimaksudkan oleh Hamka adalah nafsul amarah yang
digambarkan dalam Al-Qur’an sebagai kecenderung manusia yang lebih rendah
dari pada binatang. “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena
Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang
diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
Penyanyang.” (Qs. Yusuf:53) Nafsu adalah musuh bebuyutan akal dalam jiwa
manusia. lebih lanjut beliau menerangkan sifat-sifat nafsu sebagai berikut:
 Bersifat bebas dan egosentris, yang ingin bebas dan merdeka dalam semua
perkara.
 Tujuannya hanyalah kesenangan semata, tanpa mempertimbangkan akibat
perbuatannya di masa depan.
 Tidak pernah menyesal. Kalau bersalah kepada Allah, akal akan insyaf dan
cenderung bertobat, sementara hawa nafsu menghalangi. Kalau bersalah
pada manusia, akal tidak keberatan untuk meminta maaf, hawa nafsu
menahannya.
 Jika akal ditolong oleh hidayah Allah dan bisikan malaikat, maka nafsu
dibantu oleh bisikan syaitan.
3. Kalbu
Hamka tidak terlalu dalam mengupas kalbu atau hati, namun secara gamblang
beliau menyatakan bahwa hati adalah medan pertempuran yang diperebutkan oleh
akal dan hawa nafsu. Warna kalbu akan mengikuti akal atau nafsu yang nantinya
akan menguasainya. Jika akal yang menang selamatlah hati dan selamatlah seluruh
jiwa, jika nafsu yang berkuasa maka alamat rusaklah jiwa keseluruhannya.
Rasulullah saw. bersabda: “Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging
jika ia baik seluruh tubuh akan baik, jika ia rusak seluruh tubuh akan rusak.
Ketahuilah dialah hati” (HR. Muttafaq Alaihi).
Kalbu (al-qalb) merupakan materi organik yang memiliki system kognisi, yang
berdaya emosi. Al-Ghazali membagi kalbu menjadi dua aspek yaitu kalbu
jasmani dan kalbu ruhani. Kalbu jasmani adalah jantung dan kalbu ruhani adalah
sesuatu yang bersifat halus, rabbani dan ruhani yang berhubungan dengan kalbu
jasmani. Bagian ini merupakanesensi manusia. Al-Ghazali menyatakan bahwa kalbu
memiliki insting yang disebut dengan al-nur al-ilahy (cahaya ketuhanan) dan al-
bashirah al-bathinah (mata batin) yang memancarkan keimanan dan keyakinan.
4. Substansi Jasmani
Jasad (jisim adalah substansi manusia yang terdiri atas struktur organisme fisik.
Organisme fisik manusia lebih sempurna dibandingkan dengan fisik makhluk
makhluk lain. Setiap makhluk biotik lahiriah memiliki unsur material yang
sama, yaitu unsur tanah, api, udara dan air. Keempat unsur diatas merupakan materi
yang abioti (mati). Ia akan hidup jika diberi energi kehidupan yang bersifat fisik.
Energi kehidupan ini lazimnya disebut dengan nyawa, karena nyawa manusia hidup.
Ibnu Maskawih dan Abu al-Hasan al-Asy’ary menyebut energi tersebut dengan
al-bayah (daya hidup), sedang al-Ghazali menyebutnya dengan al-ruh jasmaniyah
(ruh material). Dengan daya ini, jasad manusia bisa bernafas, merasakan sakit,
panas- dingin, haus-lapar, seks dan sebagainya. Al-bayah berbeda dengan al-ruh,
sebab ia ada sejak adanya sel kelamin, sedang al-ruh menyatu dalam tubuh
manusia setelah embrio berusia empat bulan dalam kandungan. Ruh bersifat
substansi (jauhar) yang hanya dimiliki manusia, sedang nyawa merupakan sesuatu
yang baru (‘aradh) yang juga dimiliki hewan
5. Substansi Ruhani
Ruh merupakan substansi psikis manusia yang menjadi esensi kehidupannya.
Sebagian ahli menyebut ruh sebagai badan halus (jism lathif), ada yang substansi
sederhana (jauhar basith), dan ada juga substansi ruhani (jauhar ruhani). Ruh yang
menjadi pembeda antara esensi manusia dengan esensi makhluk lain. Ruh berbeda
dengan spirit dalam terminologi psikologi, sebab term ruh memiliki arti jauhar
(substance), sedangkan spirit lebih bersifat aradh (accident). Ruh adalah substansi
yang memiliki natur sendiri. Menurut Ibnu Sina, ruh adalah kesempurnaan awal
jisim alami manusia yang tinggi yang memiliki kehidupan dengan daya. Sedangkan
bagi al-
Farabi, ruh berasal dari alam perintah (amar) yang memiliki sifat berbeda dengan
jasad. Hal itu dikarenakan ia berasal langsung dari Allah SWT, walaupun ia tidak
sama dengan zat-Nya. Sedang menurut al-Ghazali, ruh ini merupakan lathifah
(sesuatu yang halus) yang bersifat ruhani. Ia dapat berpikir, mengingat, mengetahui
dan sebagainya. ia juga sebagai penggerak bagi keberadaan jasad manusia. Sifatnya
gaib. Sedangkan Ibnu Rusyd memandang ruh sebagai citra kesempurnaan awal
bagi jasad alami yang organik. Kesempurnaan dikatakan sebagai kesempurnaan
awal karena ruh dapat dibedakan dengan kesempurnaan yang lain yang merupakan
pelengkap dirinya, seperti yang terdapat pada berbagai perbuatan. Sedangkan
disebut organik karena ruh menunjukkan jasad yang terdiri dari organ-organ.

B. Membandingkan dengan struktur dalam Psikologi Barat Kontemporer


1. Perkembangan Manusia
Pendekatan pertama adalah tentang psikologi perkembangan manusia. Selama ini
psikologi barat hanya mempelajari kehidupan manusia yang bersifat empiris.
Mereka mengatakan bahwa kehidupan manusia dimulai sejak mereka diciptakan
(konsepsi) sampai mereka mati (Santrock, 2019).
Padahal menurut Islam pandangan ini tidak lengkap. Manusia pada dasarnya sudah
memiliki kehidupan sebelum ia berada di dunia (pra-eksistensi) dan setelah ia
meninggalkan dunia (pasca-eksistensi).
Kita dapat mengetahui pra-eksistensi manusia ini melalui penjelasan QS. Al- A’raf
(7): 172 yang artinya, “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari
pinggang anak-anak Adam keturunan mereka dan menyuruh mereka bersaksi
tentang diri mereka sendiri. (Allah bertanya,) “Bukankah Aku milikmu? Tuhan?”
Mereka menjawab, “Ya, Anda! Kami bersaksi.”

Ayat tersebut menjelaskan bahwa sebelum manusia diciptakan di dunia mereka


memiliki kehidupan di alam ruh dan bersaksi bahwa Allah adalah Tuhan mereka.
Adapun kehidupan pasca-eksistensi adalah kehidupan akhirat yang dimulai ketika
nyawa dicabut oleh Allah (kematian).Kedua kehidupan ini tidak dapat dijangkau
oleh indra dan akal tetapi kebenarannya dapat kita yakini melalui penjelasan Al-
Qur’an dan As-Sunnah.
2. Teori Kepribadian Manusia
Psikologi Barat dan Islam memiliki penilaian yang berbeda terhadap kesehatan
mental seseorang. Psikologi Islam memandang manusia sehat mental jika beriman
kepada Allah dan menaati perintah-Nya (Ariadi, 2013) sedangkan psikologi barat
memandang manusia sehat mental hanya dari keberhasilannya dalam
memanfaatkan kemampuan kognitif dan emosional dalam komunitasnya dan
memenuhi kebutuhan sehari-harinya (Zulkarnain & Fatimah, 2019).
Sebagai contoh, dalam pandangan barat, orang yang berperilaku normal tetapi
mengkonsumsi alkohol dan berpacaran dengan sesama jenis, maka tidak disebut
gangguan jiwa tetapi dalam Islam perilaku tersebut dikatakan gangguan jiwa
karena melanggar perintah Allah.
3. Psikoterapi
Psikologi Barat sangat membantu dalam perkembangan terapi psikologi. Islam
dalam pengobatan gangguan jiwa juga terbantu dengan ditemukannya psikoterapi
oleh psikologi barat. Namun, dalam psikologi barat, mereka kehilangan elemen inti
dari psikoterapi sejati, yaitu menyembah Allah. Rajab et al., (2016) menjelaskan
bahwa psikoterapi Islam adalah proses pelayanan dan bantuan bagi individu untuk
menyadari bahwa mereka adalah makhluk Allah yang harus menyembah Allah
sebagai prinsip tujuan penciptaan mereka sebagai pribadi yang bertanggung jawab
atas dirinya sendiri.

Oleh karena itu, psikoterapi Islam dapat menimbulkan rasa nikmat iman dan pahala
ketika dengan ikhlas mengharap ridha Allah. Misalnya, jika seseorang mengalami
depresi, orang yang menggunakan psikoterapi barat hanya seperti meditasi dan
olahraga sehingga dia tidak mendapatkan kedamaian spiritual dan pahala dari
Allah. Psikologi barat dan psikologi Islam memiliki banyak perbedaan tetapi tidak
semua teori psikologi barat bertentangan dengan ajaran Islam. Beberapa teori
mereka tidak bertentangan dan bahkan selaras dengan Islam sehingga teori seperti
ini dapat melengkapi kajian psikologi Islam dalam memperoleh pengetahuan
yang komprehensif tentang manusia. Melalui kajian perbedaan ini dapat menjadi
pengingat dan motivasi mahasiswa psikologi yang bercita-cita menjadi psikolog
atau ilmuwan psikologi agar senantiasa menjunjung tinggi integritas Islam dan
tidak hanyut dengan teori-teori yang bertentangan dengan ajaran Islam.

silabus 4.

Kepribadian dalam Psikologi Islam

A. Pengertian Kepribadian dalam Islam


Psikologi yang dikembangkan dalam islam aksentuasinya menekankan pada aspek
aksiologi (tidak akan terpisah antara ilmu dengan sistem nilai agama) yang melahirkan
psikologi bernilai. Psikologi Kepribadian Islam yang dimaksudkan di sini tidak
saja bernilai the indigenous psychology, tetapi juga dianggap sebagai psikologi
kepribadian lintas budaya, etnik dan bahasa. Atau lebih tepatnya dianggap sebagai
psikologi kepribadian rahmat li -'lamn, yang mencakup alam syahadah (empirik) dan
alam ghayb (metaempirik), bahkan alam dunia dan alam akhirat.
Ketika psikologi Islam menghadirkan konsep kepribadian, masalah pertama yang perlu
dipahami terlebih dahulu adalah terminologi apakah menggunakan istilah kepribadian
Islam (aI-syakhshiyyah al-IsIamiyyah) atau kepribadian Muslim (syakhshiyyat al-
muslim). Kepribadian Islam memiliki arti serangkaian perilaku normatif manusia, baik
sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial, yang normanya diturunkan dari
ajaran Islam, yang bersumber dari Alquran dan al-Sunnah. Kepribadian Muslim
memiliki arti serangkaian perilaku orang/umat Islam yang rumusannya digali dari
penelitian perilaku kesehariannya. Pendekatan yang digunakan dalam membangun
teori kepribadian meliputi 3, yaitu pendekatan skripturalis, Pendekatan filosofis, dan
pendekatan tasawufi (disebut juga sufistik). Ketiga pendekatan ini didasarkan atas tiga
acuan, yaitu wahyu (bayn), akal (burhn), dan intuisi ('irfn). Pendekatan skripturalis
lebih mengutamakan wahyu, pendekatan falsafi lebih mengutamakan akal, dan
pendekatan sufistik atau tasawufi lebih mengutamakan intuisi.

Dalam terminologi ilmu Tafsir, pendekatan skripturalis identik dengan aliran manql,
pendekatan falsafi identik dengan aliran ma'ql, sedang pendekatan sufistik identik
dengan aliran itsr. Psikologi kepribadian islam adalah studi Islam yang berhubungan
dengan tingkah laku manusia berdasarkan pendekatan psikologis dalam relasinya
dengan alam, sesamanya dan kepada Sang Khalik agar dapat meningkatkan kualitas
hidup di dunia dan akhirat. Yaitu apa dan bagaimana tingkah laku manusia menurut
pandangan Islam yang ditimbulkan dari jiwanya. Menurut Pervin (1980) bahwa teori
kepribadian yang sempurna haruslah memiliki yaitu:

 Struktur kepribadian
 Proses dan motivasi kepribadian
 Pertumbuhan dan perkembangan kepribadian
 Psikopatologi
 Psikoterapi ( dan Islam telah mencakup semua ini.)

B. Dinamika Kepribadian Manusia dalam islam


Kepribadian menurut psikologi islami adalah integrasi sistem kalbu, akal dan nafsu
manusia yang menimbulkan tingkah laku. Aspek nafsani manusia memiliki tiga daya,
yaitu: (1) qalbu (fitrah ilahiyah) sebagai aspek suprakesadaran manusia yang memiliki
daya emosi (rasa); (2) akal (fitrah insaniah) sebagai aspek kesadaran manusia yang
memiliki daya kognisi (cipta); (3) nafsu (fitrah hayawaniyah) sebagai aspek pra atau
bawah kesadaran manusia yang memiliki daya konasi (karsa). Ketiga komponen
nafsani ini berintegrasi untuk mewujudkan suatu tingkah laku. Qalbu memiliki
kecenderungan natur ruh, nafs (daya syahwat dan ghadhab) memiliki kecenderungan
natur jasad, sedangkan akal memiliki kecenderungan antara ruh dan jasad. Dari sudut
tingkatannya, kepribadian itu merupakan integrasi dari aspek-aspek supra-kesadaran
(fitrah ketuhanan),
kesadaran (fitrah kemanusiaan) dan pra atau bawah sadar (fitrah kebinatangan). Sedang
dari sudut fungsinya, kepribadian merupakan integrasi dari daya-daya emosi, kognisi
dan konasi, yang terwujud dalam tingkah laku luar (berjalan, berbicara, dan
sebagainya) maupun tingkah laku dalam (pikiran, perasaan, dan sebagainya).
Dinamika kepribadian dalam perspektif islam ada tiga yaitu kepribadian ammarah
(nafsal- ammarah), kepribadian lawwamah (nafsal-lawwamah), kepribadian
muthmainnah (nafsal-muthmainnah). Sedangkan faktor-faktor yang membentuk
kepribadian terbagi dalam tiga aliran yaitu Empirisme, Nativisme dan Konvergensi.
 Kepribadian Ammarah (nafsal-ammarah) Kepribadian ammarah adalah
kepribadian yang cenderung pada tabiat jasad dan mengejar prinsip-prinsip
kenikmatan (pleasure principle). Kepribadian ammarah mendominasi peran
kalbu untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang rendah sesuai dengan naluri
primitifnya, sehingga merupakan tempat dan sumber kejelekan dan tingkah
laku yang tercela. Kepribadian ammarah adalah kepribadian yang dipengaruhi
oleh dorongandorongan bawah sadar manusia.
 Kepribadian Lawwamah (nafsal-lawwamah) Kepribadian lawwamah adalah
kepribadian yang telah memperolah cahaya kalbu, lalu ia bangkit untuk
memperbaiki kebimbangan antara dua hal. Dalam upaya yaitu kadang-kadang
tumbuh perbuatan yang buruk yang disebutkan oleh watak gelapnya, namun
kemudian ia diingatkan oleh nurilahi, sehingga ia mencela perbuatannya dan
selanjutnya ia bertaubat dan beristighfar. Hal itu dapat dipahami bahwa
kepribadian lawwamah berada dalam kebimbangan antara kepribadian
ammarah dan kepribadian muthmainnah. Kepribadian lawwamah merupakan
kepribadian yang didominasi oleh akal. Sebagai komponen yang memiliki sifat
insaniah, akal mengikuti prinsip kerja rasionalistik dan realistik yang membawa
manusia pada tingkat kesadaran. Apabila sistem kendalinya berfungsi, maka
akal mampu mencapai puncaknya seperti berpaham rasionalisme.
 Kepribadian Muthmainnah (nafsal-muthmainnah) Kepribadian muthmainnah
adalah kepribadian yang telah diberi kesempurnaan nur kalbu, sehingga dapat
meninggalkan sifat-sifat yang baik. Kepribadian ini selalu berorientasi pada
komponen kalbu untuk mendapatkan kesucian dan menghilangkan segala
kotoran, sehingga dirinya menjadi tenang. Kepribadian muthmainnahbersumber
dari qalbu manusia, sebab hanya qalbu yang mampu merasakan thuma’ninah
(QS. Al-Ra’d, [13]: 28). Sebagai komponen yang bernatur ilahiah qalbu selalu
cenderung pada ketenangan dalam beribadah, mencintai, bertaubat,
bertawakkal, dan mencari ridha Allah Swt. Orientasi kepribadian ini adalah
teosentris (QS Al-Nazi’at [79]: 40-41). 17 Kepribadian muthmainnah
merupakan kepribadian atas dasar atau suprakesadaran manusia, dengan
orientasi kepribadian ini adalah teosentris. Dikatakan demikian sebab
kepribadian ini merasa tenang dalam menerima keyakinan fitrah. Keyakinan
fitrah adalah keyakinan yang dihujamkan pada roh
manusia di alam arwah dan kemudian dilegitimasi oleh wahyu Ilahi. Penerimaan
ini tidak bimbang apalagi ragu-ragu seperti yang dialami kepribadian lawwamah,
tetapi penuh keyakinan. Oleh sebab itu, kepribadian muthmainnah terbiasa
menggunakan daya cita rasa (zawq) dan mata batin dalam menerima sesuatu,
sehingga Kepribadian muthmainnah merasa yakin dan tenang.

Silabus
5.

Citra (fitrah) Manusia dalam Psikologi Islam

A. Citra Manusia dalam Psikologi Barat


Citra manusia diartikan sebagai gambaran umum mengenai manusia, sedangkan
kepribadian (personality) diartikan sebagai topeng. Pengertian kepribadian ini diambil
dari bahasa Latin yaitu persona. Dahulu topeng adalah alat yang dipakai untuk
memainkan karakter tokoh dalam pertunjukan teater. Seiring perkembangannya,
Gordon
W. Allport (tokoh psikologi kepribadian, 1937) mengartikan kepribadian sebagai hasil
penyesuaian diri manusia dengan lingkungan yang kemudian teraktualisasikan dalam
bentuk tingkah laku yang sifatnya unik atau khas (Sarwono, 2012). Menurut Alwisol
kepribadian adalah pemahaman tingkah laku, pikiran, perasaan, dan bagian dari jiwa
yang membangun keberadaan manusia menjadi satu kesatuan yang tidak terpisah
dalam menjalankan fungsi dan perannya. Oleh karena itu, kepribadian diartikan
sebagai pemahaman terhadap diri (self) atau memahami manusia sepenuhnya (Alwisol,
2009). Dalam Islam, terminologi kepribadian (syakhshiyah) diartikan untuk
mendeskirpsikan tingkah laku atau sikap seseorang dan berusaha menilai baik dan
buruknya (A. Mujib, 2003). Menurut aliran psikoanalisis yang dipelopori oleh
Sigmund Freud (1856-1939), seorang neurolog keturunan Yahudi berasal dari Austria-
Wina, citra manusia lebih ditujukan kepada totalitas struktur kepribadian yang
membangunnya. Adapun struktur kepribadian yang membangun citra manusia menjadi
utuh yaitu id, ego, dan superego (Zilbersheid, 2013). Menurut Alwisol, Id (Es)
merupakan komponen biologis yang berada di alam bawah sadar manusia yang
orientasinya selalu mencari kesenangan dan kenikmatan (unsur hewani
manusia/instink). Sedangkan ego (Das Ich) merupakan komponen psikologis yang
berada di alam sadar dan sebagian berada di alam ambang sadar manusia yang
berfungsi untuk merealisasikan kebutuhan-kebutuhan id dengan jalan memilih bentuk
pemuasan kenikmatan yang benar-benar ada dan tersedia dengan cara yang dapat
diterima (unsur akali manusia/realitas). Superego (Das Ueber Ich) merupakan
komponen sosiologis yang berada di ambang sadar yang menuntut kesempurnaan dan
idealitas perilaku dengan ketaatan terhadap norma-norma sosial dan kultural
masyarakat (unsur nilai atau norma manusia/moralitas) (Alwisol, 2009).
menurut aliran behavioristik yang dipelopori oleh John Broades Watson (1878-1958)
psikolog dari Amerika Serikat yang terkenal dengan teori reinforcement (reward and
punishment), mengemukakan bahwa citra manusia dan kepribadiannya ditentukan oleh
lingkungan (Feist & Feist, 2009). Teori Watson ini banyak mengadopsi dari teori-
teori
fisiologis Ivan Petrovich Pavlov, ahli faal dari Rusia yang terkenal dengan teori
kondisioning klasik (classical conditioning) yang kemudian dikembangkan oleh
Edward
L. Thordike, B. F. Skinner (1904-1990), John Dollard dan Neal F. Miller dengan teori
kondisioning operannya (operant conditioning). Classical conditioning yaitu suatu
rangsangan yang akan menimbulkan reaksi (stimulus-respon) secara refleks dan
bawaan, apabila rangsangan tersebut sering diberikan. Sedangkan operant conditioning
yaitu suatu pola perilaku yang jika memuaskan maka akan diulangi, sebaliknya pola
perilaku yang jika tidak memuaskan maka cenderung akan dihentikan. Di samping
kedua teori tersebut, Albert Bandura menambahkan satu teori baru yaitu “Modelling
(Peneladanan). Menurut Bandura, perilaku seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh
stimulus (rangsangan) saja, melainkan ada juga yang dipengaruhi oleh proses dan
peneladanan terhadap perilaku orang lain yang disenangi dan dikaguminya.
B. Hakekat Fitrah
Fitrah dapat difahami dari sudut etomologis (harfiyah), termonologis (ishtilah) bahkan
makna kontkes dalam pemahaman dalam suatu ayat (nasabi). Secara etimologis, asal
kata fitrah berasal dari bahasa Arab, yaitu fithrah )‫ ) ةرطف‬jamaknya fithar )‫)رطف‬, yang
suka diartikan perangai, tabiat, kejadian, asli, agama, ciptaan. Menurut M. Quraish
Shihab, istilah fitrah diambil dari akar kata al-fithr yang berarti belahan. Dari makna ini
kemudian lahir maknamakna lain, antara lain pencipta atau kejadian. 3 Dalam
gramatika bahasa Arab, kata fitrah sewazan degan kata fi'lah, yang artinya al- ibtida',
yaitu menciptakan sesuatu tanpa contoh. Dalam al-Maarif al-Islamiyah dan Nahjul
Balaghah, dan kitab-kitab lain, sebagaimana dikutip oleh Muthari, ditegaskan bahwa
Allah tidak pernah mencontoh dalam penciptaan yang dilakukannya. Oleh karena itu,
Allah menciptakan manusia merupakan suatu karya yang tanpa contoh dan tidak
meniru karya sebelumnya. Fi'lah dan fitrah adalah bentuk masdar (infinitif) yang
menunjukkan arti keadaan. Demikian pula menurut Ibn al-Qayyim dan Ibnu Katsir,
karena fithir artinya menciptakan, maka fitrah berarti keadaan yang dihasilkan dari
penciptaan itu. Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas, fitrah adalah awal
mula penciptaan manusia. Sebab lafadz fitrah tidak pernah dikemukakan oleh al-Quran
dalam konteksnya, selain yang berkaitan dengan manusia.
Makna fitrah yang berarti penciptaan merupakan makna yang lazim dipakai dalam
penciptaan manusia, baik penciptaan fisik (al-jism), maupun fsikis (an-nafs).
Pemaknaan penciptaan pada kata fitrah biasanya disejajarkan dengan kata al-'amr, al-
bad', al-ja'l, al- khalq, al-shum'u, dan al-nasy'.
Berikut adalah beberapa hal yang berkaitan dengan konsep fitrah menurut pengetian
umum, tafsir maupun pengertian menurut sunah adalah sebagai berikut:
 Fitrah Berarti Agama
 Fitrah Berarti Mengakui ke-Esa-an Allah
 Fitrah Berarti Cenderung pada Kebenaran
 Fitrah Berarti Ikhlas atau Suci
 Fitrah Berati Potensi Dasar Manusia
C. Citra (fitrah) Manusia dalam Islam
Dalam sastra islam makna fitrah memiliki makna beragam ragam. Hal itu disebabkan
oleh pemilihan sudut pandang. Masing-masing makna tersebut memiliki pemberdayaan
psikologis.

Makna etimologi: Fitrah berarti " terbukanya sesuatu dan melahirkannya ", seperti
orang yang berbuka puasa
Makna Nasabi : Makna nasabi diambil dari pemahaman beberapa ayat dan hadits Nabi
di mana kata fitrah itu berada.
1. fitrah berarti suci ( al-thubr ), menurut al-Awzaiy.
2. fitrah berarti potensi ber-islam ( al-din al-islamiy ) yang dikemukakan oleh
Abu Hurairah.
3. fitrah berarti mengakui ke-esa-an Allah (tawhid Allah).
4. fitrah berarti kondisi selamat ( al-salaamah ) dan kontinuitas ( al-istiqaamah ),
pemaknaan ini dikemukaan oleh Abu Umar Ibn'Abd al-Bar.
5. fitrah berarti perasaan yang tulus ( al-ikhlas ).
6. fitrah berarti kesanggupan atau presdiposisi untuk menerima kebenaran ( isti'daad
li qabuul al-baq ).
7. Fitrah berarti potensi dasar manusia atau perasaan untuk beribadah ( syu'ur lil
al- 'ubudiyah ) dan makrifat kepada Allah.
8. fitrah berarti ketetapan atau takdir asal manusia mengenai kebahagiaan ( al-
sa'aadat ) dan kematian ( al-syaqaawat ) hidup.
9. fitrah berarti tabiat atau watak asli manusia ( thabi'iyah al-insaan/sifat manusia ).
10. fitrah berarti sifat-sifat Allah SWT, yang ditiupkan pada setiap manusia
sebelum dilahirkan.
11. fitrah dalam beberapa hadits memiliki arti takdir atau status anak yang
dilahirkan (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Terminologi Makna: Berdasarkan makna etimologi dan nasabi maka dapat


disimpulkan bahwa secara terminologi “ fitrah adalah citra asli yang dinamis, yang
terdapat pada sistem-sistem psikofisik manusia, dan dapat diaktualisasikan dalam
bentuk tingkah laku. Citra unik tersebut telah ada sejak awal penciptaanya” .

Silabus 6.

Pertumbuhan dan Perkembangan Manusia dalam Psikologi Islam


A. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan
Di dalam pandangan islam, perkembangan manusia harus dipandang sebagai satu
kesatuan utuh serta saling memiliki keterikatan. Hal tersebut berarti bahwa pada setiap
perkembangan baik itu fisik, mental, sosial, emosional, tidak dapat dipisahkan dan
memiliki hubungan yang kuat (Hanafi, 2018)
Chaplin mengemukakan perkembangan (dalam istilah Psikologi Modern yaitu
perkembangan ) mengandung empat makna yaitu perubahan organisasi yang
berkesinambungan dan progresif, pertumbuhan, perubahan bentuk dan integrasi bagian
jasmaniah ke bagian fungsional, serta kedewasaan dan munculnya perilaku yang tidak
dipelajari. Dari penjabaran Chaplin tersebut, bisa kita lihat bahwa terdapat perubahan
yang bersifat fisik seperti tubuh membesar, tangan memanjang, dll., serta terdapat
perubahan yang bersifat kualitas seperti penambangan fungsi atau perilaku yang dapat
dilakukan. Mujib dan Mudzakir mengistilahkan perubahan fisik yaitu pertumbuhan dan
perkembangan kualitattif seiring perkembangan. Namun kata perkembangan juga dapat
mengakomodasi pertumbuhan karena perkembangan kualitas psikis manusia didahului
perkembangan fisiknya. Pengertian perkembangan sebagai perkembangan kualitas
psikis tersebut menjadikan istilah perkembangan ( development ) dekat dengan istilah
belajar ( learning ). Artinya, dalam proses belajar terjadi pertambahan atau peningkatan
kualitas kemampuan manusia. Karena peningkatan kemampuan tersebut terjadi secara
bertahap maka dikenal pula tahap-tahap perkembangan. Suatu kemampuan dibangun di
atas kemampuan yang telah dipunyai sebelumnya. Apabila kemampuan sebelumnya
belum terbangung maka, sulit untuk mencapai kemampuan selanjutnya. Dalam
Psikologi sendiri, pembahasan perkembangan manusia hampir sama dengan orang
tuanya dengan usia Ilmu Psikologi Modern itu sendiri. Sejak Freud mengemukakan
teorinya mengenai Psikoanalisa, ia sudah mulai membahas mengenai perkembangan
manusia, yaitu perkembangan (kebutuhan) seksualnya. Menurutnya perkembangan
seksual tersebut terjadi dalam tahapan empat yaitu:

 Oral yaitu saat kepuasan manusia berada di mulut. Ini bisa terlihat dari bayi
yang baru lahir segera mencari air susu ibunya. Selain itu, bayi juga cenderung
mengempeng atau memakan apa saja yang ia temui.
 Anal yaitu saat kepuasan manusia berada pada pembuangan kotoran.
 Falik yaitu saat kepuasan manusia mulai muncul pada alat kelaminnya namun
masih berkisar pada aktivitas auto-erotik.
 Genital yaitu saat kepuasan manusia pada alat kelaminnya yang juga
mempengaruhi tahap-tahap perkembangan sebelumnya sehingga menjadikan
individu memusatkan kecintaan pada luar dirinya.
Piaget tidak membicarakan mengenai perkembangan manusia secara keseluruhan
tetapi fokus pada perkembangan pikiran (kognisi) manusia. Tetapi
perkembangan
kognisi itupun dapat menentukan kondisi fungsi psikis manusia secara
keseluruhan. Menurutnya terdapat empat tahap perkembagan kognisi manusia:

 Tahap sensorimotor (0-2 tahun) yaitu kognisi anak baru mampu mencerap
persepsi sederhana dan kegiatan motorik yang dilakukan (dan dikoordinasi
kognitifnya) masih sederhana.
 Tahap praoperasional (umur 2-7/8 tahun) kognisi sudah bisa menyerap
simbol sehingga mampu menggunakan bahasa. Dalam masa ini, anak juga
mulai memperoleh informasi dari kesan yang agak abstrak, kondisi ini
mencapai tahap pertumbuhan (umur 4-7 atau 8 tahun)
 Tahap operasional konkret (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun) yaitu manusia
dapat mulai melakukan manipulasi/menggunakan objek yang kongkrit tanpa
perlu melakukan trial and eror . Ia dapat belajar dari peristiwa serupa
sebelumnya.
 Tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun) yaitu manusia sudah dapat
menggunakan pola berpikir kemungkinan (hipotesa) serta bisa berpikir
induktif dan deduktif.
B. Periodesasi dan Tugas-Tugas Perkembangan Manusia
1. Periode pra-konsepsi. Merupakan perkembangan manusia sebelum masa
pembuahan sperma dan ovum. Dalam perspektif islam, kehadiran manusia di dunia
dipengaruhi juga oleh proses yang dilakukan orang lain yang dalam hal ini yaitu
kedua orang tua sebelum ia menjadi janin dalam kandungan. Sehingga itu pula
hang menjadi sebab Rasulullah SAW menganjurkan untuk memilih pasangan yang
baik agar kelak dapat lahir manusia-manusia baru yang berkualitas. Adapun tugas-
tugas perkembangan pada periode ini, yang diperankan orang tua adalah:
 Mencarikan pasangan hidup yang baik. Pertimbangan baik buruk mengenai
pasangan hidup ditentukan oleh empat aspek, yaitu kecantikan-
keterampilan, kekayaan, keturunan, dan agama. Keempat aspek yang paling
ditonjolkan oleh Nabi Muhammad adalah aspek agama, sebab agama akan
membawa keberuntungan hidup di dunia dan akherat.
 Segera menikahkan secara sah setelah cukup umur dan telah disepakati oleh
kedua belah pihak. Hamil sebelum menikah akan mengakibatkan efek
psikologis negatif pada perkembangan kehidupan anak, terutama
perkembangan kehidupan keagamaannya.
 Membangun keluarga yang sakinah (damai dan sejahtera) di atas prinsip
cintakasih (mawadah) dan kasih sayang (rahmah) dengan landasan iman
dan taqwa.
 Selalu berdoa kepada Allah SWT, agar diberi keturunan yang baik
(dhurriyah tayyibah).
2. Periode pra-natal. Merupakan periode perkembangan manusia yang dimulai dari
pembuahan sperma dan ovum sampai masa kelahiran. Periode ini dibagi menjadi
empat fase, (1) fase nutfah (zigot) yang dimulai sejak pembuahan sampai usia 40
hari dalam kandungan; (2) fase 'alaqot(embrio) selama 40 hari; (3) fase mudghah
(janin) selama 40 hari; dan (4) fase peniupan ruh ke dalam janin setelah genap
empat bulan, yang mana janin manusia telah terbentuk secara baik, kemudian
ditentukan hukum- hukum perkembangannya, seperti masalah-masalah yang
berkaitan dengan perilaku (sifat, karakter, dan bakat), kekayaan, batas usia, dan
bahagia-celakanya. Fase tersebut menunjukkan bahwa nyawa kehidupan (alhayat)
telah ada sejak adanya pembuahan, namun ruh baru ditiupkan setelah usia empat
bulan dalam kandungan. Adapun tugas-tugas perkembangan yang diperankan
orang tua adalah:
 Memelihara suasana psikologis yang damai dan tentram, agar secara
psikologis janin dapat berkembang secara normal.
 Senantiasa meningkatkan ibadah dan meninggalkan maksiat, terutama
bagi ibu, agar janinnya mendapat sinaran cahaya hidayah dari Allah SWT
 Berdoa kepada Allah SWT, terutama sebelum 4 bulan dalam kandungan,
sebab masa-masa ini hukum-hukum perkembangan akan ditetapkan.
3. Periode kelahiran sampai meninggal dunia
Fase wiladah. Dimulai dari kelahiran sampai kira-kira minggu keempat. Adapun
tugas-tugas perkembangan yang dilakukan oleh orang tua adalah:
 Membacakan azan di telinga kanan dan membacakan iqomah di telinga kiri
ketika anak baru dilahirkan. Hal ini dilakukan, selain mengingatkan bayi
akan perjanjian di alam primordial, juga agar suara pertama kali yang
didengar dan direkam dalam memori bayi tidak lain hanyalah
kalimatkalimat yang indah (tayyibah), yang memuat pengagungan dan
mengesakan Allah SWT, pengakuan Muhammad SAW serta ajakan shalat
agar menjadi orang yang beruntung.
 Memotong 'aqiqah, dua kambing untuk anak laki-laki dan seekor kambing
untuk anak perempuan. Pemotongan ini, selain menunjukkan rasa syukur
 Memberikan nama kepada anak dengan nama yang baik.
 Anak dicukur rambutnya / dibersihkan dari kotorannya.
 Setelah sampai usia 3 tahun, hendaknya selalu diberikan suasana agamis
dan dibiasakan dengan kebaikan semisal memperdengarkan bacaan Al-
Qur’an kepadanya.
Fase Pra Sekolah (3-6 tahun)
Karakteristik anak pada fase ini
adalah:
 Dapat mengontrol tindakannya.
 Selalu ingin bergerak adalah sesuatu yang alami.
 Berusaha mengenal lingkungan sekeliling, perkembangan yang cepat
dalam berbicara.
 Senantiasa ingin memiliki sesuatu, egois, keras kepala, suka protes,
menanyai sesuatu berulang kali.
 Mulai membedakan antara yang benar dan yang salah, yang baik dan
yang buruk.
 Mulai mempelajari dasar perilaku sosial.

Usia 7-13 tahun, Pada usia ini anak sudah mulai memasuki SD karena sudah mulai
dapat menggunakan pikiran / rasionya. Dalam upaya pendidikan Islam, Rasulullah telah
mengajarkan pada hadits yang artinya:
“Suruhlah anak-anak melakukan ibadah shalat pada usia 7 tahun dan
bilamana sampai usia 10 tahun belum shalat, maka pukullah ia. Dan pisahkan
tempat tidurnya.”

Masa Remaja, Masa ini berlangsung dari umur 12-21 tahun. Pada masa remaja ini ditandai
dengan adanya perubahan yang menyangkut gender sehingga sering juga disebut dengan
peralihan dari aseksual menjadi seksual. Selain itu, terjadi pula perubahan fisik dan perubahan
psikis.
Masa Dewasa, Usia dewasa dimulai sejak berakhirnya kegoncangan-kegoncangan kejiwaan
yang menimpa masa remaja. Dengan demikian, usia dewasa bisa dikatakan ketenangan jiwa,
ketetapan hati dan keimanan yang tegas.Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya,
Jalaluddin mengatakan sikap keagamaan pada orang dewasa memiliki ciri-ciri yaitu :
1. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan yang matang bukan sekedar
ikut- ikutan.
2. Cenderung bersifat realistis sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan
dalam sikap dan tingkah laku.
3. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha untuk
mempelajari dan memperdalam keagamaan. Tingkat ketaatan beragama didasarkan
atas pertimbangan dan tanggung jawab diri, hingga keberagamaan merupakan realisasi
dari sikap hidup.
4. Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang luas.
5. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama
selain didasarkan atas pertimbangan pemikiran juga didasarkan atas pertimbangan hati
nurani.
6. Sikap keberagamaan cendrung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing
sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta
melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
Masa Dewasa Akhir yang ciri utamanya adalah pasrah.
Karakteristik Keberagaman di Usia Lanjut Secara garis besar karakteristik keberagaman
pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

1. Kehidupan keagamaan pada usia lanjut telah mencapai tingkat kemantapan /


kematangan beragama.
2. Meningkatnya kecendrungan untuk menerima pendapat keagamaan.
3. Mulai muncul pergaulan terhadap realitas tentang kehidapan akhirat secara lebih
bersungguh-sungguh.
4. Sikap keberagamaan cendrung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antara
sesama manusia secara sifat-sifat luhur.
5. Timbul rasa takut kepada kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan
usia lanjut.
6. Perasaan takut kematian yang berdampak pada peningkatan pembentukan sikap
keagamaan dan kepercayaan terhadap kehidupan abadi (akhirat).

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Manusia


Faktor yang yang mempengaruhi perkembangan manusia
meliputi:
1. Faktor keturunan. Faktor ini berkaca pada hadis nabi yang bertindak memilih
pasanganhidup yang harus dilihat dari beberapa segi, terlebih lagi pada segi agama
menunjukkan bahwa faktor keturunan sangat mempengaruhi perkembangan
sesorang sehingga selamat di dunia lebih-lebih selamat kelak di akhirat.
2. Faktor lingkungan. Hal ini Sesuai dengan firman Allah dalam QS. At-tahrim:6
yang menggambar kepada kita bahwa para orang tua diperintahkan untuk
memelihara keluarganya dari tingkah laku yang dapat memasukkan mereka ke
dalam neraka. Ini menunjukkan bahwa psikologi Islam juga mengakui peran
lingkungan dalam menentukan perkembangan seseorang.
3. Faktor bawaan. Faktor bawaan yang sudah menjadi sunnah atau taqdir yang telah
ditetapkan oleh Allah untuk manusia. Misalnya firman Allah dalam QS. Al-
Baqarah: 30 yang di dalamnya memberi penegasan bahwasanya selain itu
terpengaruh oleh faktor keturunan serta faktor lingkungan, di dalam Islam juga
yakin bahwa perkembangan manusia tidak bisa lepas dari taqdir Allah yang sudah
ditetapkan untuk setiap orang.

Silabus 7.

Kesehatan Mental dalam Psikologi Islam

A. Pengertian dan Pola Pemahaman Kesehatan Mental


Dalam islam dijelaskan beberapa hal terkait penyakit kejiwaan, seperti : pesimis,
rasa dengki, sombong, ghadap (marah), hiqdu (dendam), ujub (membanggakan diri),
dan
dalam kesehatan identik dengan waham, Huzn (duka cita, sedih) yang berlebihan ,
putus asa, cemas, ragu. kesehatan mental dari perspektif Islam merupakan suatu
kemampuan diri individu dalam mengelola fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya
penyesuaian dengan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan sekitarnya secara
dinamis berdasarkan Al-Qur'an dan as-Sunnah sebagai pedoman hidup menuju
kebahagiaan dunia dan akhirat. Sederhananya, adanya hubungan baik manusia dengan
pencipta.

B. Tanda-Tanda Kesehatan Mental dalam Islam


Ada beberapa tanda-tanda gangguan mental yang penting untuk diketahui, di antaranya :
 Sering merasa sedih.
 Kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi.
 Ketakutan atau kekhawatiran yang berlebihan atau perasaan bersalah yang
menghantui.
 Ketidakmampuan untuk mengatasi stres atau masalah sehari-hari.
 Marah berlebihan dan rentan melakukan kekerasan.
 Kerap merasa tak berdaya atau putus asa. Bahkan, berpikir untuk bunuh diri.
Dalam perspektif Islam, kita mengenal adanya penyakit jiwa yang identik dengan
beberapa sifat buruk atau tingkah laku yang tercela (al-akhlaq al mazmumah) seperti
sifat tamak, dengki, iri hati, arogan, emosi dan lain sebagainya.
Dengan mengenali tanda-tanda kesehatan mental kita dapat mengantisipasi terjadinya
gangguan mental dan penyakit jiwa. Berikut manfaat yang kita dapatkan saat menjaga
kesehatan mental:
 Individu mampu menyadari potensinya sendiri
 Mampu mengatasi tekanan hidup
 Mampu bekerja secara produktif
 Mampu memberikan kontribusi kepada komunitasnya.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk membangun kesehatan mental, yaitu:

1. Mengendalikan Nafsu.
Nafs al-Lawwamah, merupakan nafsu yang telah memperoleh pemahaman dengan
cahaya hati. Ia bangkit untuk memperbaiki kebimbangan. Ia mencela perbuatan tercela
dan bertaubat memohon ampunan Allah. Nafs Muthmainnah, merupakan jiwa yang
tenang karena ia mantap dan kuat. Nafsu yang telah diberikan penyunaran nur qalbu
sehingga dapat meninggalkan sifat-sifat mazmumah dan menumbuhkan akhlakul
mahmudah.
2. Pembinaan Jiwa dan Pendidikan Akhlak berdasar Alquran dan Hadis
3. Memahami dan mengamalkan isi Al-qur'an
4. Pendidikan dan pengajaran sesuai tingkatannya
C. Metode Perolehan dan Pemeliharaan Kesehatan Mental dalam Islam
Dalam Islam, Ada tiga pola yang dikembangkan untuk mengungkap metode
perolehan dan pemeliharaan kesehatan mental: Pertama, metode tahalli, takhalli, dan
tajalli:
 Takhalli, adalah pembebasan diri dari sifat-sifat tercela.
 Tahalli, adalah tahapan mengisi dan berhias diri dengan sikap- sikap terpuji.
 Tajalli merupakan penghayatan rasa ke-Allahan atau dalam istilah Hamka,
“Kelihatan Allah di dalam hati.

Kedua, metode syariah, thariqah, haqiqah, dan ma'rifat :

 Syariah sebagai ajaran agama yang mencakup iman, islam dan ihsan.
 Thoriqah sebagai upaya serius dalam melakukan suatu ibadah kepada tuhannya.
 Haqiqat adalah penyaksian manusia tentang rahasia-rahasia ketuhanan dengan mata
hatinya. Syari’at adalah kepastian hukum dalam ubudiyah, sebagai kewajiban hamba
kepada Al-Khaliq
 Ma’rifah adalah kehadiran seorang hamba dalam ketercengangan (ketidak Sadaran
diri), dan sirnanya dalam sifat agungnya Allah.”

ketiga, metode iman, islam, dan ihsan :

 Iman menjadi pondasi diri


 Islam yang menjadi tiang-tiangnya,
 Ihsan sebagai atapnya.

Silabus 8.

Psikopatologi dalam Psikologi Islam

A. Pengertian dan Asumsi Psikopatologi Psikologi Islam


psikopatologi (psychopathology) adalah cabang psikologi yang berkepentingan untuk
menyelidiki penyakit atau gangguan mental dan gejala-gejala abnormal lainnya.
Berdasarkan Kamus Ilmiah Populer Psikopatologi adalah cabang dari psikologi yang
khusus mempelajari kelainan psikis. Psikopatologi atau sakit mental adalah sakit yang
tampak dalam bentuk perilaku dan fungsi kejiwaan yang tidak stabil. Istilah
psikopatologi mengacu pada sebuah sindrom3 yang luas, yang meliputi
ketidaknormalan kondisi indra, kognisi, dan emosi.
Psikopatologi dalam kajian Islam dapat dibagi dalam dua kategori. Pertama, bersifat
duniawi. Macam-macam Psikopatologi dalam kategori ini berupa gejala-gejala atau
penyakit kejiwaan yang telah dirumuskan dalam wacana psikologi kontemporer.
Kedua, bersifat ukhrowi, berupa penyakit akibat penyimpangan norma-norma atau
nilainilai moral, spiritual dan agama.
B. Bentuk-bentuk Psikopatologi dalam Islam
1. Psikopatologi yang bersifat Duniawi
 Gangguan seperti yang terjadi pada bayi seperti hambatan mental,
gangguan belajar, makan
 Gangguan amnestic yang disebabkan fungsi otak terganggu baik secara
permanen atau sementara. Hal ini disebabkan oleh penuaan
 Gangguan yang berhubungan dengan zat disebabkan pemakaian alkohol
yang berlebihan
 Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya yang ditandai dengan
hilangnya kontak dengan realita
 Gangguan mood, seperti gembira secara berlebihan, depresi, elasi atau maia
 Gangguan somatoform, yaitu gangguan pada fisik, tetapi tidak ditemukan
penyebab organik dan faktor psikis tampaknya berperan besar
2. Psikopatologi bersifat Ukhrowi
 Riya’,
Riya’ adalah sikap atau sikap suka menonjolkan diri untuk mendapat
pujian, yaitu memamerkan dirinya sebagai orang yang taat dan patuh
kepada Allah dengan melakukan serangkaian ibadah, tetapi karena
mengharapkan pujian dan sanjungan dari orang lain bukan karena
ketulusan atau keikhlasannya.
 Pendendam
Dendam ialah sifat atau sikap suka membalas atas rasa sakit yang telah
diderita sebelumnya kepada orang yang telah menyakiti atau kepada
orang lain karena rasa ingin menumpahkan kemarahan dan kepuasan hawa
nafsu yang ada di dalam dada atau sifat tidak senang memberikan maaf
kepada orang lain yang telah menyakiti dan atau telah menimpakan rasa
tidak nyaman
 Was-Was
Was-was adalah bisikan-bisikan halus yang mengandung rayuan dan
bujukan untuk melakukan kejahatan dan pengingkaran Allah SWT. Bisikan-
bisikan sangat lembut sekali ketika ia menyusup ke dalam hati sanubari
seseorang. Jika ia lalai dari mengingat Allah dan lalai dari selalu memohon
perlindungan- Nya, maka bisikan itu akan sangat keras dan mengandung
energi sihir yang disengaja dihembuskan oleh syaitan dan iblis ke dalam
dadanya.
 Pendusta
Pendusta ialah sikap atau sifat yang suka berbicara tidak benar dari
kenyataan, apapun yag ia katakan hanya berupa keohongan, yang bertujuan
ingin dengan sengaja menyebar fitnah dan berita dusta kepada orang lain.
Rakus dan Serakah
Rakus atau serakah ialah suatu sikap yang sangat berlebihan dalam
mencintai dunia, harta benda dan lainnya sehingga mengalahkan
kepentingan agamanya;
tidak peduli lagi apakah sesuatu yang dicintainya itu halal atau haram, hak
dan batil.

Silabus 9.

Psikoterapi dalam Psikologi Islam

A. Pengertian Psikoterapi
Psikoterapi Islam juga dapat diartikan sebagai upaya mengatasi beberapa problem
kejiwaan yang didasrkan pada pandangan agama islam. Psikoterapi islam mempercayai
bahwa keimanan dan kedekatan terhadap akan menjadi kekuatan yang sangat berarti
bagi kebaikan problem kejiwaan seseorang.
Psikoterapi adalah pengobatan dengan secara psikologis untuk masalah yang berkaitan
dengan pikiran, perasaan dan perilaku. Psikoterapi (Psychotherapy) berasal dari dua
kata, yaitu "Psyche" yang artinya jiwa, pikiran atau mental dan "Therapy" yang artinya
penyembuhan, pengobatan atau perawatan. Oleh karena itu, Mujib (2002: 208)
mengungkapkan bahwa psikoterapi disebut juga dengan istilah terapi kejiwaan, terapi
mental, atau terapi pikiran. Secara harfiah psikoterapi adalah penyembuhan atau
pengobatan menurut metode ilmu jiwa, maksudnya adalah cara penyembuhan yang di
gunakan adalah berdasarkan metode psikologis (Yahya:1994:166).
Hamdani Bakran Adz-dzaky (2004:228) mengemukakan bahwa pengertian psikoterapi
Islam adalah proses pengobatan dan penyembuhan dengan melalui bimbingan Al-
Qur’an dan As-Sunnah Nabi Muhammad SAW. atau secara empirik adalah melalui
bimbingan dan pengajaran Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Rasul-Nya atau ahli waris
para nabinya. Anshori (2000:242) juga mengemukakan psikoterapi Islam adalah upaya
penyembuhan jiwa (nafs) manusia secara rohaniyyah yang didasarkan pada tuntutan
Al-Qur’an dan al- Hadis, dengan metode analisi esensial empiris serta ma’rifat
terhadap segala yang tampak pada manusia.
B. Bentuk-Bentuk dan Teknik Psikoterapi dalam Islam
Menurut Muhammad Mahmud seorang psikolog muslim ternama, membagi psikoterapi
islam dalam dua katergori. Pertama bersifat duniawi, yaitu berupa pendekatan dan
tekhnik-tekhnik pengobatan psikis setelah memahami psikopatologi dalam kehidupan
nyata. Psikoterapi duniawi merupakan hasil daya upaya manusia berupa tekhnik-
tekhnik terapi atau pengobatan kejiwaan yang didasarkan atas kaidah-kaidah insaniyah.
Kedua bersifat ukhrawi, berupa bimbingan mengenai nilai-nilai moral, spiritual dan
agama, dan kedua modal psikoterapi ini satu sama lain saling terkait.
Tekhnik-tekhnik psikoterapi dalam islam yang dapat menyembuhkan semua aspek
psikopatologi baik yang bersifat duniawi, ukhrawi maupun penyakit manusia modern
adalah sebagaimana ungakapan dari Ali bin Abi Thalib obat hati yang lima macam,
dijelaskan sebagai berikut :
1. Membaca Al-Quran dan memahami makna dari setiap ayat
Dalam agama islam, Al-Quran merupakan suatu terapi yang pertama dan paling
utama. Hal ini dikarenakan didalam Al-Quran terdapat rahasia mengenai
bagaimana menyembuhkan penyakit jiwa manusia. tingkat kemujarabannya
tergantung kepada seberapa jauh tingkat sugesti keimanan seseorang. Sugesti yang
dimaksudkan dadapt diraih dengan mendengar, membaca, memahami dan
merenungkan, serta melaksanakan isi kandungannya.
2. Sholat Malam (Qiyamul Lail)
Melukan sholat malam (Qiyamul Lail) memiliki keampuhan yang sangan berkaitan
dengan sholat wajib, sebab kedudukan terapi shalat sunnah hanya menjadi
suplemen bagi terapi sholat wajib. Adapun hikmah dari pelaksanaan sholat malam
(shalat tahajud) adalah sebagai berikut :
 Mendapatkan kedudukan terpuji dihadapan Allah (Qs. Al-Israa : 79)
 Memiliki kepribadian orang-orang shalih yang dekat dengan Allah SWT,
terhapus dosanya dan terhindar dari perbuatan munkar.
 Jiwanya selalu hidup sehingga mudah mendapatkan ilmu dan ketentraman
dan dijadikan kenikmatan syurga.
 Doanya makbul, mendapat ampunan Allah SWT dan dilapngkan rizkinya.
 Ungkapan rasa syuku kepada Allah SWT.
3. Berkumpul dengan orang-orang shalih
Orang shalih adalah orang yang mampu mengintegrasikan dirinya dan mampu
mengaktualisasikan potensi dirinya semaksimal mungkin dalam berbagai dimensi
kehidupan. Jika seseorang dapat bergaul dengan orang shalih maka nasihat-nasihat
dari orang sholeh tersebut akan dapat memberikan terapi atau penyakit mental
seseorang. Dalam terminology tasawuf hal ini tergambar pada seseorang guru sufi
atau mursyid yang memiliki ketajaman batin terhadap kondisi penyakit muridnya.
4. Berpuasa
Puasa disini adalah menahan diri dari segala perbuatan yang dapat merusak citra
fitrah manusia. Al-Ghazali mengemukakan bahwa hikmah berpuasa (menahan rasa
lapar) adalah sebagai berikut:
 Menjerbihkan kalbu dan mempertajam pandangan akal
 Melembutkan kalbu sehingga mampu merasakan kenikmatan batin
 Menjauhkan perilaku yang hina dan sombong, yang perilaku ini sering
mengakibatkan kelupaan
 Mengingatkan jiwa manusia akan cobaan dan azab Allah, sehingga
sangat hati-hati didalam memilah makanan
 Memperlemah syahwat dan tertahannya nafsu amarah yang buruk
 Mengurangi tidur untuk diisi dengan berbagai aktivitas ibadah
 Mempermudah untuk selalu tekun beribadah
 Menyehatkan badan dan jiwa
 Menumbuhkan kepedulian sosial
 Menumbuhkan rasa empati
5. Berdzikir (mengingat Allah
SWT) 6.

Silabus 10.

Potensi Intuisi dalam Psikologi Islam

A. Khathir, Wahyu, Ilham, Waswas, Ilmu Ladunni, Firasat, dan Sixth Sense
1. Khatir
Adalah bisikan yang menghujam ke dalam hati seseorang tanpa diduga.
Bisikan khatir lebih terarah pada perintah melakukan sesuatu.. Sumber konasi hati
adalah sinergi antara pikiran (al-khatir), kemauan (iradah) dan kemampuan
(qudrat).
Ada empat macam khatir (bisikan) yg masuk ke dalam hati, yaitu:
 Khatir Rabbani adalah khatir dari Allah, sifatnya kuat karena dia datang dari
Allah Yang Maha Memaksa (al-Qahhar).
 Khatir Malaki adalah khatir yg diiringi dengan rasa nikmat disertai hembusan
dingin. Orang yg dlm hatinya terdapat khatir ini tidak akan merasakan sakit,
dan tidak pula berubah. Khatir ini bagaikan penasihat baginya yang
menunjukkan pada kebaikan.
 Khatir Nafsi adalah khatir yg diiringi dengan rasa sakit di hati, dada terasa
sesak dan permintaannya bersifat memaksa. Ini disebabkan karena nafsu itu
bagaikan anak kecil yang meminta dengan memaksa dan permintaannya tidak
bisa diganti dengan yang lain.
 Khatir Syaithani, adalah khatir yang diiringi dengan rasa sakit. Jika kita
memalingkannya pada yang lain, maka dia pun akan berpindah. Akan tetapi,
sebagaimana watak setan, khatir ini berpaling hanya untuk melakukan tipu daya
dan menjerumuskan ke jalan kesesatan dengan cara apapun
2. Wahyu
Dalam syariat Islam, wahyu adalah qalam atau pengetahuan dari Allah, yang
diturunkan kepada seluruh makhluk-Nya dengan perantara malaikat ataupun secara
langsung. Kata "wahyu" adalah kata benda, dan bentuk kata kerjanya adalahawha-
yuhi, arti kata wahyu adalah pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat.
Selanjutnya dijelaskan lebih dalam bahwa pengertian makna wahyu meluas
menjadi beberapa makna, di antaranya adalah sebagai:
 Perintah
 Isyarat, seperti yang terjadi pada kisah Zakaria

“Zakaria berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda." Tuhan berfirman: "Tanda
bagimu ialah bahwa kamu tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama
tiga
malam, padahal kamu sehat." Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia
memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan
petang." (Maryam 10-11).
3. Ilham
Potensi intuitif manusia yang mengajak pada kebaikan. Intuisi ini bisa bersifat
Rabbani atau intuisi Ilahi dan bisa dari bisikan malaikat atas ijin Allah. Fenomena
ilham dalam masyrakat islam khususnya dan dalam hati seorang muslim
merupakan fenomena yang bisa terjadi menurut syara'.
Ilham ini sering terjadi di lingkungan ummat, bahkan sering dialami oleh setiap
orang itu sendiri atau disaksikan dari orangorang di sekitar mereka, jika mereka
melakukan sesuatu hal yang termasuk kategori perjalanan menuju Tuhan.
4. Was-was
 Wawas merupakan bisikan dari setan dan hawa nafsu yang mengajak
negative berprilaku menyimpang. Disebut juga gerak hati yang datang dari
setan dan hawa nafsu tetapi sebenarnya khatir ini timbul sesudah adanya
ajakan dari setan dan hawa nafsu.
 Wawas ini adalah kekuatan intuitif manusia yang cenderung melakukan
kekeliruan dalam menilai atau memiliki kekeliruan penilaian, walaupun itu
bisa diprediksi. Dengan kesenangan yang luar biasa, manusia
menciptakan dan menopang kepercayaan-kepercayaan palsu. Seperti
halnya:
-Mengontruksi memori
-Salah memprediksi prilaku kita sendiri
 Kehadiran waswas dalam jiwa manusia sangat halus, sehalus aliran darah
yang mengalir diseluruh tubuh manusia. Begitu halusnya sehingga
seseorang sulit menghalanginya.
 Untuk menghindari datangnya waswas, setidak-tidaknya ada dua cara yang
dapat ditempuhnya :
-Pertama, dengan berdzikir kepada Allah.
-Kedua, mengumandangkan adzan dan iqomah sebelum sholat.
5. Ilmu Ladunni
Secara etimologiatau bahasa ilmu laduni terdiri atas dua kata bahasa arab, "ilmu"
dan "laduni", kata ilmu diartikan dengan pengetahuan (knowledge), sedangkan
laduni adalah hidayah dari Allah. Jadi ilmu laduni adalah pengetahuan yang datang
dari sisi Allah yang diberikan kepada manusia.
Menurut pandangan psikologi, ilmu laduni disebut dengan pengetahuan diam-diam
(Tacit knowledge) atau pengetahuan implicit, yang dipelajari melalui pengalaman
tetapi tanpa intense. Dan pengetahuan diam-diam ini tidak bisa diakses secara biasa
oleh kesadaran. Untuk memperoleh ilmu laduni, para sufi berusaha menajamkan
kalbunya melalui penempaan spiritual, seperti :
 Meninggalkan maksiat
 Zikir
 Doa
 Wirid
 Puasa
 Sholat
6. Firasat
Firasat adalah kekuatan yang diberikan Allah tersebut, tidak hanya terbatas kepada
cara memandang, melihat, memutuskan suatu perkara ataupun mencarikan jalan
keluar. Akan tetapi, kekuatan tersebut mencakup seluruh aspek kehidupan ini.
Orang yang beriman mempunyai kelebihan kekuatan dalam bersabar menghadapi
ujian dan cobaan, karena dia yakin bahwa hanya Allah-lah yang mampu
menyelamatkan dan memberikan jalan keluar dari ujian tersebut, sekaligus
berharap dari ujian tersebut, bahwa dia akan mendapatkan pahala di sisi-Nya dan
akan menambah ketinggian derajatnya di akherat kelak.
7. Sixth Sense
Indra keenam berperan sebagai indra untuk menangkap informasi tentang dunia
sekitar yang tidak bisa diperoleh dengan indra biasa. Dalam bahasa inggris, indra
keenam dikenal dengan istilah sixth sense. Manusia adalah makhluk paling
sempurna yang dimiliki Allah SWT, ini sebagai konsekuensi manusia sebagai
khalifah (pemimpin) dimuka bumi. Allah SWT telah menganugrahkan akal serta
pikiran kepada manusia sebagai modal untuk menjalankan tugasnya tersebut. extra
sensory perception atau disingkat ESP.

B. Quantum Learning Islami


Metode quantum learning menurut perspektif Islam mengarahkan peserta didik pada
titik optimal kemampuannya, dapat memberikan perasaan gembira dan kesan yang
menyenangkan. Dengan metode belajar yang tepat guna, berdaya guna dan berhasil
guna serta berarah tujuan pada cita-cita Islam, dunia dan akhirat, ilmu dan amal.

Metode Quantum Learning merupakan seperangkat metode dan falsafah belajar yang
membuatbelajar sebagai suatu proses yang menyenangkan, penuh kegembiraan dan
bermanfaat.Tujuan Quantum Learning menurut pandangan Islam adalah membina
manusia guna mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan Khalifah-Nya.
Manusia yang dibina adalah mahluk yang memiliki unsur-unsur material (jasmani) dan
inmaterial (akal dan jiwa). Pembinaan akal menghasilkan ilmu. Pembinaan jiwa
menghasilkan kesucian dan etika, sedangkan pembinaan jasmani menghasilkan
keterampilan. Dengan penggabungan unsur-unsur tersebut, terciptalah makhuk
dwidimensi dalam satu keseimbangan, dunia dan akhirat, ilmu dan amal
Penerapan metode Quantum learning seperti kegiatan tadabbur alam misalnya,
mengantar siswa untuk mengetahui kebesaran Allah bukan lewat teks tapi langsung
melihat dalam alam nyata. Dalam belajar para siswa tidak hanya dituntut untuk
mempelajari, menekuni, dan menguasai berbagai pelajaran dalam bentuk teori saja
seperti membaca dan menulis.Namun mereka juga diarahkan untuk dapat melakukan
kerja praktek di lapangan melalui berbagai kegiatan "ekstra kurikuler" sesuai konsep
pendidikan islam, yang dapat diambil manfaatnya dan dapat menghasilkan pengalaman
belajar .

Ada tiga konsep kunci dari quantum learning yang hendak dilihat dari sudut pandang p
endidikan Islam. Yang pertama, pandangannya tentang manusia; kedua pandangannya
tentang lingkungan yang mendukung proses pembelajaran dan yang ketiga
metodologiengajaran yang diterapkan di sana. Lebih lanjutnya akan dipaparkan
berikut ini :
 Pandangan Tentang Manusia
Manusia sebagaimana diketahui sangat menentukan dalam proses pendidikan.
Pembicaraan apapun mengenai pendidikan pastilah mengupas manusia lebih
dahulu. Quantum learning sebagai sebuah pendekatan dalam dunia pendidikan,
tidak lepas dari ini juga. Setiap manusia menurut quantum learning mempunyai
potensi yang sama. Dan perbedaan yang ada lebih pada bagaimana manusia itu
memanfaatkan otaknya. Pemikiran bahwa setiap orang mempunyai potensi
yang sama, berdampak positif terhadap perkembangan anak didik.
Setiap orang kemudian menyadari bahwa ia mempunyai peluang yang luar
biasa besarnya. Pemahaman yang seperti ini, memungkinkan seseorang untuk
meniru orang lain dan menggunakan orang itu sebagai model dengan mengatur
pola berpikir dan tubuh yang seperti dia. Dalam q uantum learning, seluruh
pribadi adalah penting, baik akal, fisik maupun emosi/pribadi. Kehormatan diri
yang tinggi adalah material penting dalam membentuk pelajar yang sehat dan
bahagia. Dilihat dari perspektif p endidikan Islam, pandangan bahwa manusia
mempunya potensi yang bisa dikembangkan sangatlah relevan.

 Pandangan Tentang Lingkungan


Dalam konsep quantum learning, semua kurikulum secara harmonis merupakan
kombinasi dari tiga unsur: Keterampikan akademis, prestasi fisik dan
keterampilan dalam hidup. Yang mendasari kurikulum ini adalah filsafat dasar
dengan keyakinan bahwa dalam belajar agar efektif. la harus dapat dan
menyenangkan.
Belajar dalam konsep quantum learning adalah kegiatan seumur hidup yang
dapat dilakukan dengan menyenangkan dan berhasil. Untuk mendukung
falsafah ini, dalam quantum learning kemudian dipersiapkan lingkungan yang
bisa menjadikan semua siswa merasa penting, aman dan nyaman. Ini dimulai
dengan lingkungan
fisik yang diperindah dengan tanaman, seni dan musik. Ruangan juga dibentuk
sedemikian rupa, agar terasa pas untuk kegiatan belajar seoptimal mungkin.

 Metodologi Penelitian
Dalam quantum learning ada falsafah yang dipegang kuat, bahwa belajar adalah
kegiatan seumur hidup yang dapat dilakukan dengan menyenangkan dan
berhasil. Kurikulum yang diterapkan di sana, merupakan responden antara
keterampilan akademis, prestasi fisik, dan keterampilan dalam hidup dengan
pengoptimalan pada akal, fisik, dan emosi/pribadi. Quantum learning pada
dasarnya berakar dari upaya Dr. Biorgi Lozanov, yang bereksperimen dengan
apa yang disebutnya sebagai s uggestologi atau suggestopedia. Pada prinsipinya
Lozanov dengan suggestologi mengajukan pemikiran bahwa setiap detil itu
berarti. Sugesti pasti dan dapat mempengaruhi hasil situasi belajar baik sugesti
positif ataupun negatif. Beberapa teknik yang digunakannya untuk memberikan
sugesti positif adalah mendudukkan murid secara nyaman, memasang musik
latar di dalam kelas, meningkatkan partisipasi individu, menggunakan poster-
poster untuk memberi kesan besar sambil menonjolkan informasi dan
menyediakan guru-guru yang terlatih baik dalam seni pengajaran sugestif.

Anda mungkin juga menyukai