Anda di halaman 1dari 234

PENGANTAR

KE ~OSEAllOLOCI FISIKA
Ilahude, Abdul Gani
Pengantar ke Oseanologi Fisika
vii Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi,
LembagaIlmuPengetahuan Indonesia, 1999
240 hlm; 28 x 2 1 cm

ISBN 979-8105-65-6
1. Oseanologi I. Judul

PENGANTAR KE OSEANOLOGI FISK4


Penyusun : Abdul Gani Ilahude

Desain sampul : Abdul Gani Ilahude

Hak cipta dilinduna oleh Undaug-undang. Dilaraug memperbanyak sebagian atau selmuhnya bagian-
bagian buku ini, dengan cam apapun dan dengan alat apapun, tanpa izin tertulis Penyusun dan Penerbit.

Diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indo-
nesia, Jakarta

Cetakan pertama, 1998

Dicetak oleh PT. RAPIHBUDI MULIA

UNTUK PENGGUNAAN INTERN DAN TERBATAS


K A T A P E N G A N T A R

Dalam rangka memajukan serta meningkatkan penelitian dan pengembangan oseanologi di


Indonesia, dirasa perlu untuk membekali para peneliti, khususnya peneliti pemula yang berasal dari
jump-jurusan non-oseanologi, dengan sebanyak mu&in dz%%f-dasar oseanologi. Upaya ini dengm
sendirinya memerhtkan sarana-sarana bantu, antara lain buku-buku mengenai oseanologi, yangdewasa
ini masih jarang sekali yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia.

Oleh sebab itu terbitnya buku “Pengantar Ke Oseanologi Fisika” ini perlu mendapat sambutan
yang wajar untuk penggunaan bagi para peneliti kelautan, tidak saja di Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanologi, Lembaga llmu Pengetahuan Indonesia, tapi juga di instansi-instansi lainnya
yang terkait dengan ilmu kelautan. Karena sifatnya yang mengenai dasar-dasar oseanologi, maka
buku ini diharapkan pula membantu upaya pendidikan oseanologi di Indonesia, berupa tersedianya
buku-buku oseanologi yang dapat digunakan para mahasiswa di berbagai universitas di Indonesia,

Pada kesempatan ini saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada Tim Penulisan Buku, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, beserta stafpeneliti, teknisi dan administrasi yang telah berpartisipasi aktif
dalam penyusunan buku ini. Buku ini terwujud atas biaya anggaran Proyek Inventarisasi dan Evaluasi
Potensi Laut danpesisir, Tahun 1,998/1999. Semoga buku i,ni dapat memenuhi, harapan sertamencapai
tujuan penerbitnya, yaitu penyebar-luasan oseanologi di Indonesia, baik di kalangan peneliti,
mahasiswa dan masyarakat umum.

Jakarta, Maret 1999

i
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. DEF.fNIS,l ILMIJ OSEANOLOGI

Oseanologi ialah ilmu mengenai lautan. Segala fenomena dan proses yang terjadi bark dj
‘permukaan lam, di dalam kolom air laut maupun di dasar laut adalah merupakan obyek
$eneIitian oseanologi. Karena itu oseanologi mencakup semua cabang ilmu yang mempel,ajari
‘lautan. Untuk kejelasannya oseanologi itu dibagi dalam cabang-cabang sebagai berikut :
1. Oseanologi fisika (physical oceanography)
2. Oseanologi kimia (chemical oceanography)
3. Oseanologi biologi (biological oceanography)
4. Oseanologi geologi (geological oceanography)

Oseanologi tisika mempelajari segala sesuatu tentang fenomena dan proses-proses fisika
di laut. Hal-ha1 yang menjadi obyek studinya misalnya tentang arm-arm laut, pekala (tide),
gelombang; tentang proses kincauan (mixing) dan karauan (turbulence); tentang angkutan
(transport) bahang (heat), materi, air tawar dan momentum; tentang penyebaran dart perambatan
cahaya dan bunyi di dalam laut dan tentang sifat-sifat fisika air laut seperti suhu, densitas,
tekanan, kejernihan, titik beku, tekanan osmosa, daya hantar listrik dan banyak lagi sifat-sifat
tisika lainnya.
Oseanologi kimia mempelajari segala sesuatu tentang zat-zat yang terkandung di dalam
air laut. Hal-ha1 yang dipelajari misalnya tentang jenis-jenis zat apa saja yang ada di laut dan
tentang spesiasi (speciation) zat dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Tentang
asal-usul pembentukannya, proses reaksi yang terjadi; dan faktor-faktor yang menguasai atau
mempengaruhi penyebaran zat-zat tersebut.
Oseanologi biologi ialah cabang yang mempelajari tentang makhluk hidup di lautan baik
yang nabati maupun yang hewani. Di sinipun yang dipelajari misalnya tentang jenis-jenisnya,
cara perkembang-biakannya, daerah penyebarannya, hubungannya dengan sesamanya maupun
dengan bngkungannya.
BAB II. HAL DASARLAUT

n i. PEMBAGlAN LAUTAN DAN DARATAN

Ditinjau dari segi keseluruhan massa bumi, sebetulnya massa air lautan hanyalab
berjumlah 0,024 %a. Akan tetapi lautan menutupi bagian terbesar dari permukaan bumi yakni
sebanyak 70,8 %, sedangkan daratan hanya kira-kira 29,2 %. Jika kita melihat pada peta bola
brinii atau globe, akan nampak bahwa daratan umumnya terdapat pada lintang 75W dan 35”s.
Lebih ke utara dan ke selatan lintang-lintang ini didapatkan sebagian besar hanya air belaka. Jika
ditinjau per belahan bumi (hemisphere) maka pembagiannya adalah sebagai berikut :
Belahan bumi utara 60,7 % di tutupi lautan
Belahan bumi selatan 80.9 % di tutupi lautan
Nyatalah bahwa permukaan bumi itu sebagian besar adalah air.
Lautan-lautan dunia yang sudah dikenal antara lain Samudera Atlantik, Samudera India
atau Samudera Sundraya dan Samudera Pasifik. Samudera-samudera ini selain dibatasi oleh
bemta-benua juga oleh sesamanya lautan. Dalam oseanologi batas-batas ini telah disepakati
sebagai berikut :
Batas antara Samudera Atlantik dan Samudera India : bujur 2O@T
Samudera India atau Sundraya dan Samudera Pasifik : bujur 147”T
Samudera Pasifik dan Samudera Atlantik : bujur 65%
Laut Artik dimasukkan ke dalam Samudera Atlantik. Sementara itu satu bagian perairan luas
yang melingkungi Benua Antartika yang terletak antara lintang 40”s sampai pantai benua
tersebut, ternyata memiliki ciri-ciri oseanologinya sendiri. Karena itu dibedakan dari ketiga
samudera lainnya dan dinamakan Samudera Antartika atau Samudera Selatan.
Di samping itu dikenal pula perairan yang dapat dibedakan atas tiga golongan, yaitu :
I. Laut tengah interbenua
Contohnya : Laut tengah Karibia-Amerika
Laut tengah Eropah, atau Afro-Eropah
Laut tengah Au&al-Asia, yakni keseluruhan perairan atau laut-laut
kepulauan Indonesia-Pilipina-Malaysia.

7
bahwa tanah daratan benar-benar hanya sedikit dan kalau
se.andamya bagian ini beserta pegunungannya dapat dibuldozer habis ke dalam taut, maka
sehr&nya dapat ditelan lautan. Malahan jika ha1 itu bisa terjadi, jeluknya laut rata-rata masih
cttkup besar yakni - 2440 m.
Apabila angka persentase bras daratan atau lautan diplot terhadap angka ketinggian atau
kejelukamlya, maka akan diperoleh satu garis yang disebut b hinsoarafik (hypsographic
curve). Dari kurva hipsografik yang telah pernah dibuat dapat dibhat keadaan sebagai berikut :
l,O% merupakan bagian lautan yang kejelukannya iebih dari 6000 m, di sebut dasar
abisal
53,6 % merupakan bagian dengan kejelukan 600-6000 m
16,2 % merupakan bagian sisa, dengan kejelukan kurang dari 600 m, termasuk di
antaranya 5,5 % bagian yang disebut landas benua (yakni kejelukannya 200 m
atau kurang)
70,s % total bagian lautan.

IL 3. PENGUKURAN KEJELUKAN LAUTAN.

Penyusunan kurva hipsografik tersebut di atas baru mungkin setelah ditemukannya alat
pemerum gema (echo sounder) pada tahun 1920. Pada azasnya pemerum gema merupakan alat
yang dapat mengirimkan bunyi ke dasar laut dart menerima gema yang dipantulkannya; serta
sekahgus mencatat waktu antara pengiriman bunyi dan penerimaan gema tersebut. Kalau waktu
tersebut diketahui sedangkan kecepatan bunyi di dalam air juga diketahui, yakni 1500 m/detik,
maka kejelukan dasar laut dapat dihitung. Biasanya untuk pengukuran yang teliti, angka yang
diperoleh masih perlu dikoreksi sesuai dengan dens&as air yang sesungguhnya.
Bagian alat yang mengirim bunyi disebut pendaya getar (transducer) dan untuk pemerum
gema biasa, bunyi yang dignnakan frekuensinya berkisar 1 - 12, kc. Ada pula pemerum gema
jenis lain yang dinamakan pemerum gema ultrasonik (ultra sonic echosounder). Frekuensi yang
digunakan ialah 20 - 50 kc.
Penyerapan bunyi secara kasar berbanding hnus dengan pangkatdua frekuensinya.
Karena itu bunyi ultrasonik dengan frekuensi tinggi kurang kuat menembus lapisan air karena

9
cepat discrap. Sebaliknya bunyi frekuensi rendah mempunyai berkas bunyi (sound beam) yang
lebar.
Hal ini jelas pada hubungan sebagai berikut :

L = V/N, dimana : L = panjang gelombang bunyi


V = kecepatan bunyi
N = frekuensi

Kalau : frekuensinya 30 kc, maka panjang gelombang 5 cm


Kalau : frekuensinya 1 kc, maka panjang gelombang 1,5 cm
Pemerum gema yang menggunakan berkas bunyi yang lebar (berfrekuensi rendah) mcmiliki
kelemahan-kelemahan sebagai berikut :
1. basil-hasil gambar yang kurang tajam atau kurang jelas
2. has&hasil pengukuran yang acapkah kurang dari kejelukan yang sebenamya (Gambar 2)

Gambar 2. Hasil pemeruman yang bisa salah


Dari basil-hasil pengukuran dengan pemerum gema orang kemudian dapat mempelajari
bentuk-bentuk dasar laut dengan jakm memetakan kejelukan-kejehrkan pada peta-peta batimetri
@athymetri) atau peta topograti. Juga irisan penampang suatu dasar iaut bisa digambar. Untuk
keperhtan ini orang biasanya mengadakan pembesaran (exagaration) vertikal, untuk memperoleh
gambar-gambar yang jelas dan terperinci. Hal ini disebabkan karena dalam ilmu oseanologi,
skala vertikal yang maksimum cuma beberapa km, terhunpau kecil bila dibandingkan dengan
skala horizontal yang bisa sampai ribuan km. Pegangan untuk mengadakan pembesaran vertikal
ini tidak hanya digunakan ketika menggambar irisan penampang dasar lam, tapi juga untuk
menggambarkan penyebaran vertikal sifat-sifat fisika, kimia, biologi dari lapisan-lapisan air di
atasnya.

II. 4. RELIEF DASAR LAW

Sebagai hasil dari tinjauan atas peta-peta topografi, gambar-gambar irisan penampang
maupun pemotretan-pemotretan bawah air yang langsung bisa memotret dasar laut, maka orang
dapat mengenal dan membeda-bedakan bentuk dasar laut. Temyata bahwa morfologi dasar laut
itu cukup kompleks seperti halnya yang didapati di daratan.
Dari suatu irisan penampang dasar laut yang lengkap (misalnya Gambar 3) dapat dilihat
bagian-bagian sebagai berikut :
1. landas benua (continental shelf)
2. lereng benua (continental slope)
3. ampuan benua (continental rise)
4. lubuk samudera (oceanic basin)
5. pahmg samudera (oceanic trench)
6. gili samudra (oceanic ridge)

11
Gambar 3. Irisan penampang dasar laut yang lengkap. 1. Landas benua. 2. Lereng benua. 3.
hnpuan benua. 4. Lubuk samudera. 5. Palung samudera. 6. Gili tengah samudera

12
.‘,,
Dari segi skala atau besamya bentuk-bentuk dasar laut, orang dapat membe&kamya
@m 3 golongan bcsar yakni :
1. relief besar (macro relief)
. secara vertikal ukurannya bisa sampai ribuan m
l secara horizontal ukurannya bisa sampai ratusan atau ribuan km
2. relief pertcngahan (intermediate relief)
l vertikal berukuran ratusan m
l horizontal berukuran puluhan km
l bisa merupakan bagian integral dari satu relief besar
.’ 3. relief kecil (micro relief)
l hanya berukuran beberapa cm sampai beberapa m
l mmnnnya hanya bisa diungkapkan dengan teknik fotoarafi bawah air
(under water or submarine photography)

II.4.1. Relief Besar

Bagian dasar laut yang termasuk golongan ini dapat segera terlihat misalnya pada peta-
peta dasar laut dunia dengan interval kedalaman 500 m. Peta-peta seperti im bisa didapatkan dari
“International Hydrographic Bureau” di Monaco. Dasar laut golongan ini antara lain bisa
disebutkan :

a. Birai benua (continental margin)


Yang termasuk birai benua ialah bagian-bagian yang disebut landas benua
(continental shelf), yakni bagian yang sudut-miring dasar lautnya O.l”, lerena benua
(continental slope), yakni bagian dasar laut yang sudut miringnya rata-rata 4”, amnuan
b (continental rise), yakni bagian dasar laut dengan sudut miring rata-rata 0,3 - 0,05”
yang merupakan bagian benua yang sesungguhnya yang langsung berbatasan dengan
dasar samudera.

b. Lubuk samudera (oceanic basin)

13
Ini merupakan dasar lautan yang sesungguhnya. Sebelum adanya pemetaan
topograti dasar laut yang sempuma bagian ini dianggap rata benar. Tapi kenyataannya,
selain bagian yang memang datar, disebut dataran abisal (abysall plain) juga didapatkan
bukit-bukit abisal dan gunung-gunung lautan (seamount). Semua dasar lautan dari
samudera-samudera yang terkenal memihki topografi seperti ini. Khusus di Samudera
Pasifik didapat gunung lautan yang disebut guyot yakni gunung-gummg yang rata
puncaknya.
Selanjutnya pada lubuk samudera ini didapatkan pula dataran-dataran tinggi yang
disebut darau (m) abisal dan diketemukan pahug-pahma samudera (oceanic
trench), yaitu jurang yang memanjang dan jeluk sekali serta relief sempit sehingga
tebingnya curam-curam. Yang dikenal misalnya :
di Samudera Pasitik : Palung Mariana (1 I .OOO m)
Palung Jepang
Palung Aleutian
Palung Tonga
Palung Kermadec
di Samudera Atlantik : Palung Puerto Rico
di Samudera India : Palung Jawa
Palung-palung samudera umumnya ditandai oleh adanya anomali (penyimpangan)
pada gaya magnetik bumi dan percepatan bumi atau gravitasi (gravitation). Satuan ukuran
percepatan bumi atau gravitasi dalam ilmu fisika ialah cmidet’, tapi dalam oseanologi
dipakai & (dari Galileo Gahhi), yaitu :
1 cm/det* = 1 gal = 1OOb mgal (miligal,)
Besarnya gravitasi sesuatu tempat adalah tergantung pada lintang tempat tersebut
sebagaimana terhhat pada rumus berikut :
Go = 978,049 (1 + 0,05288 sin*@ - 0,000006 sin2 24) cm/det2
dimana: $ = adalah lintang tempat yang bersangkutan
Go = gravitasi pada paras laut
Pahmg samudera karena ukuran-ukurannya yang cukup besar dapat pula
bagian tersendiri dari relief besar.

c. Gili atau Peaummgan Samudera


(Midoceanic ridges). Bentuk ini untuk pertama kali ditemukan di Samudera
Atlantik ol,eh Ekspedisi Challenger. Letaknya ditengah-tengah antara benua Amerika dan
Eropa-Afrika, membagi dua dasar Samudera Atlantik dari utara ke selatan Kejelukan
laut di sebelah menyebelah pegunungan ini kurang lebih 5000 m, sedangkan pada
pegunungan itu sendiri 1500 m. Jadi tinggi pegunungamtya sendiri adalah 3500 m dari
dasar samudera. Penyelidikan selanjutnya menyingkapkan bahwa deretan pegunungan ini
tidak berhenti di Samudera Atlantik, tapi berlanjut ke Samudera India atau Sundraya dan
Pasitik. Ditaksir panjang keseluruhan pegunungan ini kira-kira 80.000 km, jadi lebih
panjang dari deretan pegunungan yang dikenal di daratan. Pegunungan ini mempunyai
~pula cabang-cabangnya ke samping hingga membentuk berbagai lubuk samudera.

II.4.2. Relief Ugahari Atau Pertengahan

Termasuk dalam golongan ini ial,ah bentuk-bentuk yang berukuran vertikal beberapa
mtus meter dan ukuran horizontal, beberapa puluh kilometer. Contohnya misalnya : bukit-bukit,
lembah, selit (channels), beting (bank) dan jurang (canyon) yang terdapat di dasar laut. Karena
~ukurannya yang relatif kecil maka dapat dipahami ,bahwa beberapa di antaranya dapat
.merupakan bagian integral dari suatu relief besar. Misalnya hal bukit, ini bisa merupakan bagian
dari suatu lubuk samudem, tapi dapat pula merupakan bagian dari suatu birai benua. Demikian
pula halnya dengan ngarai. Sesuai dengan letaknya pada relief besar, ngarai-ngarai dapat
digolong-golongkan sebagai berikut :

:a. ‘Jurang bawah air (submarine canyon)


Ini ten&pat di pinggir benua, baik pada landas, lereng maupun kaki benua.
Bentuknya macam-macam karena asal-usul pembentukannya berlain-lainan, tapi
umumnya irisan penampangnya berbentuk V atau U. Termasuk dalam golongan ini ialah
paluh (trough), semacam jurang dengan tepi yang curam, bentuk yang memanjang tapi
lebih lebar dari pada pahmg. Juga lembah-lembah yang terdapat di depan delta sungai-
sungai yang terkenal.
Contoh : Jurang bawah air di depan delta Mississippi
Jurang Monterey dan Jurang La Jolla di depan pantai California. Juga
jurang-jurang di depan sungai-sungai Congo, Indus dan Gangga.
Pada daerah lereng benua umumnya ngarainya berbentuk V karena kuatnya gaya erosi
pada dasar ngarai..

b. Jurang ten.gah samudera (mid ocean canyon)


Jurang jenis ini terdapat di tengah-tengah samudera jauh dari daratan. Biasanya
terdapat pada bagian dataran abisal. Dasar jurang umumnya rata, sisinya curam, lebamya
1-5 mil, jeluknya t 200 m, umumnya sejajar dengan benua. Berbeda dengan jurang
bawah air, asal kejadian jurang tengah samudera tidak mempunyai sangkut paut dengan
lanjutan sungai-sungai di daratan.
Jurang-jurang tengah samudera beberapa di antaranya didapatkan di Samudem
Atlantik dan ada pula di Samudera India atau Sundraya, misalnya di Teluk Bengal.

c. Rekahan (Rift)
Jurang jenis ini terdapat di puncak pegunungan samudera. Jadi membelah dua
pegunungan-pegunungan ini. Yang terkenal dan yang mula-mula sekali ditemukan orang
ialah lembah rekahan (rift valei) di Samudera Atlantik yang membelah dua pqunungan
Gili Tengah Atlantik (Mid-Atlantic Ridge), tem,pat menurut pcnelitian-penelitian dari
Lamont Geological Observatory, merupakan episentrum dari pada banyak kejadian
gempa bumi.
Kalau digambarkan skema dasar laut Samudera Atlantik, maka mpanya kira-kira
akan seperti Gambar 4.
api :
gai-

Luga

:rosi

Gambar 4. Penampang Dasar Samudera Atlantik


;anyS a. Mid Atlantic Ridge (Gih Tengah Atlantik)
amyr b. Rift Valey (Lembah Rekahan)
man;
enga :;:,. Kejelukan dari dasar lembah rekahan (rift val,ey) rata-rata adalah 3600 m dari paras laut,
sedangkan puncak pegunungamrya 1800 m, di bawah paras laut. Jadi kejelukan dari lembah
rude] rekahannya sendiri adalah 1800 m. Lebamya rekahan berkisar antara 15 sampai 30 mil.
Menurut Heezen, pegunungan atau gili ini merupakan tempat retakan dari pada kerak
bumi yang tidak hanya terdapat di Samudera Atlantik tapi juga bersambung-sambung ke
samudera-samudera lainnya sepanjang hampir dua kah keliling bumi. Penemuan adanya
ah d pegunungan dan lembah rekahannya ini telah membawa pemikiran-pemikiran baru yang azasi
n ora tentang geologi dan sejarah bumi, khususnya mengenai lubuk (basin) samudera-samudera.
mm~ Karena terjadinya lembah rekahan bisa berarti bahwa bumi kita ini sedang memuai perlahan-
Ian C laban dan bukannya menyusut, seperti tadi-tadinya dugaan orang.
cejad Ewing dan Heezen berpendapat bahwa gili atau pegunungan yang mempunyai rekahan,
seperti “Mid Atlantic ‘Ridge”, kalau nantinya ditemukan lagi di bagian-bagian lain dari lautan
kira- dunia, maka ia akan berimpit atau sedikitnya berdekatan dengan zona dari pada episentrum
Tentang adanya pegunungan dengan lembab rekahannya tersebut memang sudah
an oleh Lamont Geological Observatory, tapi tidak~ selalu terimpit dengan episentrum
gempa.
,Y

17
II.4.3. Relief Kecil

Dengan dikembangkannya teknik pemotretan dasar Iaut (bottom photography) sebagai


alat penehtian oseanologi yang baru, maka dapatlah orang mengadakan penelitian atas relief
mikro (micro relief) dari pada dasar lautan. Relief kecil biasanya adalah hasil dari proses-proses
fisika, kimia dan biologi yang terjadi pada bidang batas antara air dan tanah.
Proses-proses fisika dan kimia meliputi masalah pengaruh gelombang, arus, suhu,
tekanan ataupun konsentrasi gas dari pada bahan-bahan yang menjadi penyusun dari pada dasar
lautan. Menurut Shipek, tanah hat dan lumpur-lumpur yang lembut tidak mudah dipindahkan
arus, tetapi bahan-bahan yang lebih kasar, semisal pasir dapat dihanyutkan oleh ants yang
berkekuatan 30-90 cmidet. Pasir ataupun lumpur yang tampak sebagai bergelombang atau &r&
(ripples) tidak hanya didapatkan di lautan dangkal (landas benua) tetapi juga di bukit-bukit,
gunung dan janjang (terraces) yang terdapat di lubuk samudera.
Pengukuran-pengukuran arus yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa dasar laut
yang jeluk sekalipun dapat diganggu ants-arus yang cukup deras, yang dapat membikin bentuk-
bentuk relief kecil tertentu.
Proses-proses kimia dapat pula menghasilkan relief kecil tertentu apabila massa air yang
kaya akan bahan-bahan pelikan mengadakan kontak dengan dasar laut. Suhu dan kandungan gas
beserta tekanan yang besar merupakan faktor-faktor penting yang dapat menyebabkan terjadinya
reaksi-reaksi kimia yang menghasilkan endapart-e&pan fosfat, besi dan nodul berbagai logam.
Di perairan-perairan da&a!, karang-karang beserta proses-proses pembentukannya
merupakan bukti adanya kegiatan biologi yang menonjol di laut. Pengaruh dari pada suhu
terhadap pembentukan endapan kalsium-karbonat telah membantu para ahli untuk menetapkan
keadaan suhu dan kejelukan air dari lokasi-lokasi tempat karang-karang yang telah mati telah
diendapkan ribuan tahun yang lam. Kegiatan-kegiatan biologi lainnya seperti merangkak,
menggali sarang, ataupun menggeret dasar lautan telah menyebabkan terjadinya jejak-jejak,
lobang-lobang dan berbagai bentuk relief kecil lainnya pada dasar laut yang lembut dan kaya
akan bahan-bahan organik. Kegiatan-kegiatan biologi seperti ini dapat pula membantu kegiatan-
kegiatan arus, dalam rangka dinamika sedimen, untuk mengangkut bahan-bahan dasar laut ke
tempat-tempat yang lebih jeluk lagi.

18
BAB III. ALAT DAN METODA PENGAMATAN DALAM OSEANOLOGI

Dalam oseanologi, alatalat yang digunakan dalam penelitian banyak sekali jenisnya.
gelanjutnya, dari masing-masing jenis didapatkan pula variasi-variasi hingga misalnya untuk
pengukuran ants saja dewasa ini didapatkan banyak sekali alat dan cara-cara pengukuran.
Demikian pula untuk penelitian pekala (tide), gelombang dan lain-lain. Belum lagi alat-alat yang
digtmakan dalam bidang-bidang yang selain fisika dan kimia; seperti geologi, meteorologi dan
lain sebagainya.
Secara garis besarnya peralatan dalam oseanologi dapat dibedakan &lam dua golongan
besar, yaitu :
I. Alat-alat pengangkut atau penopang
II. Alat-alat pengukur dan pengambil contoh
Alat-alat goiongan pertama gunanya untuk pengangkutan alat golongan ke-2 maupun
tenaga-tenaga yang akan melayani alat-alat tersebut ke daerah-daerah yang diselidiki. Misal yang
mama dan yang amat penting ialah kapal-kapal peneliti. Di samping itu pesawat terbang dan
kapal selam (submersible) tidak jarang pula digunakan dalam penelitian oseanologi. Juga
dimasukkan dalam golongan ini ialah pelampung-pelampung besar yang dapat dilengkapi
dengan alat-alat meteorologi dan alat-alat oseanologi untuk penelitian arus, pekala, gelombang
dan lain sebagainya.
Alat-aiat golongan kedua merupakan alat yang digunakan untuk mengambil contoh-
contoh air, contoh-contoh lumpur dan endapan-endapan dasar laut, contoh-contoh biologi seperti
plankton, ikan dart berbagai makhluk lainnya. Termasuk pula &lam golongan kedua ini ialah
alat-alat pengukur seperti misalnya alat-alat pengukur arus, pengukur suhu, pengukur kejelukan
laut, pengukur kadar zat kimia dan lain-lain. Di bawah ini dibicarakan beberapa di antara alat-
alat ini yang penting.

19
III.1. ALAT PENGANGKUT ATAU PENOPANG

1. Kapal-kapal peneliti
Pada Bab I telah disebutkan beberapa kapal peneliti yang terkenal yang pernah digunakan
dalam berbagai ekspedisi lautan. Dewasa ini diperkirakan ada sebanyak 400 buah kapal-kapal
peneliti yang dimiliki dart digunakan oleh berbagai lembaga-lembaga oseanologi seluruh dunia.
Tiga di antaranya dimiliki oleh lndonesia masing-masing : Burujulasad (2000 ton, Hidrografi
Angkatan Laut), Jalanidhi (650 ton) dan Samudera (190 ton, LON-LIPI). Sejak tahun 1990
BPPT telah memiliki 4 buah kapal penelitian Banma Jaya I s/d IV dan sejak tahun 1997 LIPI
memiliki 2 bush, yaitu Banma Jaya VII dan VIII (semuanya sekitar 1200 ton).
Selain persyaratan-persyaratan yang berlaku umum untuk sebuah kapal, kapal-kapal
peneliti paling kurang harus memiliki persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
Alat-alat navigasi yang lengkap dart mutakhir
Tempat kerja yang cukup di geladak maupun di dalam laboratorium
Tempat akomodasi bagi para peneliti dan pembantu-pembantunya disamping anak
.
buah kapal sendiri
Kapal peneliti harus mudah dikemudikan, cepat tapi juga bisa dipelankan sesuai
dengan kebutuhan, tidak terlampau bising atau bergetar, memiliki sumber tenaga
listrik yang mantap (stabil)
Alat-alat komunikasi yang cukup
Alat-alat khusus seperti :
- pemerum gema (echosounder) yang sebaiknya bisa mencapai kejelukan
11.000m
- berbagai jenis whinch (“Meteor” memiliki I,0 macam, “Jalanidhi” 4 macam)
- alat-alat pelengkap laboratoria seperti oven, alat penyuling air, alat pembeku
(freezer).

penentuan posisi-posisi yang teliti. Banyak sekali jenis alat-alat untuk keperluan ini dan
sesuai dengan penggunaannya, dapat dibedakan dalam dua golongan yaitu :

20
1. tmtuk pelayaran pantai
2. untuk pelayaran samudera
,‘, :
I,,“,
Dntuk pelayaran pantai alat-alat navigasi yang bisa dipergunakan ialah :
Peta-peta navigasi : lengkap dengan tanda-tanda di dalamnya
Radar : menggunakan pengiriman-pengiriman isyarat radio,
kurang teliti, jarak pakai (range) : 2 25 mil
Decca : ketelitian maksimum 30-800 m, mahal dan jarak pakai :
250 mil
Loran : ketelitian 1000 m, jarak pakai : 1500 mil juga, mahal.
Untuk pelayaran samudera cara-cara navigasi yang bisa dipergunakan ialah :
Cara astronomi : Dengan benda-benda angkasa, ketelitian bisa sampai 1
mil.
Cara navigasi radio : Dengan alat-alat tersebut di atas.
Cara navigasi satelit : Penentuan posisi dengan pengiriman atau penerimaan
isyarat-isyarat via satelit-satelit buatan yang kemudian
diolah oleh komputer. Cara ini sangat teliti dan cepat -
ketelitiannya beberapa puluh meter - jarak pakai tak
terbatas. Alat mutakhir ialah GPS (Geographical
Positioning System)

2. Pesawat terbang
Pesawat terbang sering juga digunakan dalam penelitian-penelitian oseanologi.
Manfaatnya misalnya untuk menyebarkan pelampung-pelampung yang dilengkapi dengan
termometer-termometer pengukur suhu air. Catatan-catatan suhu dapat dikirimkan kembali lewat
radio ke pesawat tersebut.
Pesawat dapat pula digunakan untuk pemotretan-pemotretan udara, untuk peninjauan
(reconnaissance) terhadap arus-ants laut dan gelombang-gelombang. Dapat pula dilengkapi
dengan alat-alat khusus untuk tujuan-tujuan penelitian terhadap masalah interaksi antara air dan
udara, misahtya dilengkapi dengan alat XBT dan sebagainya.

21
3. Menara-menara, platform dan banmman-banmman lainnva.
Bangunan-bangunan seperti ini hanya bisa didirikan pada laut yang dangkal. Konstruksi- ,’
konstruksi yang sedemikian dapat dilengkapi dengan berbagai jenis alat-alat pengukur
meteorologi dan oseanologi bagi keperluan pengamatan arus-arus lam, gelombang, pekala (tide),
suhu dan lain sebagainya. Data-data terutama bersifat “time series” dimana catatan-catatan
(records) yang diperoleh bersifat kontinu untuk satu periode waktu tertentu (mi,salnya seminggu,
sebulan, semusim dart seterusnya).

4. Pelammma-nelammmo beriangkar
Untuk laut yang sangat jeluk tidak mungkin orang mendirikan konstruksi bangunan yang
bagaimanapun bentuknya. Karena itu dibuatlah pelampung-pelampung ukuran besar yang untuk
tegak dan kemantapannya diberi berjangkar. Bentuk dan ukurannya bermacam-macam, tapi pada
pokoknya kesemuanya merupakan tempat untuk memasangkan atau menggantungkan alat-alat
pengukur dan alat-alat observasi lainnya seperti tersebut pada 3.
Contoh yang terkenal ialah : “Nomad”. Pelampung ini persegi panjang dengan ukuran :
panjang 26 m, lebar 3 m, dalam 3 m, berat 12 ton, daya apung 18 ton. Di tempatkan di laut
dengan menggunakan tali-tali plastik untuk jangkamya. Dilengkapi dengan, alat-alat yang dapat
mengirimkan data-data angin,, suhu udara dan air, arm-ants, tinggi muka laut dan lain-lain
dengan isarat Morse ke stasiun-stasiun pantai. Kalau misalnya 50 buah pelampung dapat
dipasang sekaligus untuk suatu perairan, maka akan dapat diperoleh suatu data yang sifatnya
sinoptik untuk perairan itu, misalnya.di Samudera Pasitik Utara..

5. Pesawat-pesawat selam
Termasuk dalam golongan ini tentu saja ialah kapal selam yang dapat dilengkapi dengan
alat-alat untuk pengnkuran simpangan (anomaly) dari gaya magnetik dan gravitasi bumi. Tapi di
samping itu ada lagi pesawat-pesawat khusus yang belum lama berselang diperkembangkan
untuk dapat menahan tekanan-tekanan air yang sangat tinggi. Dengan demikian pesawat-pesawat
ini yang disebut : batiskap (bathyscaphe, kapal dasar laut), dapat menyelam hinggga ribuan

22
@r &n menyingkapkan tabir kegelapan yang selalu menutupi &sar laut di tempat ini.
>n;j;.~
&kap’dilengkapi pula dengan aiat-alat untuk pengukumn kejelukan, suhu, salinitas, kecepatan
fl:‘,‘, (,~ ~,,~ ,
#&$a &n untuk keperluan-keperluan peninjauan dan pemotretan.

$.I, :’ ‘_ . ,

5: jai”’ ,‘Satelit
dirii:~ ‘~‘Alat-alat ini merupakan golongan yang termodern yang belum lama digunakan dalam
$&elitian-penelitian oseanologi. Satelit dapat membawa alat-alat pengukur awan, penyinaran
., ,.
,#tahari, panas bumi dan sebagainya. Dapat pula dilengkapi alat-alat untuk penentuan daerah-
‘!&&rah~ taifun (typhoon), daerah-daerah penguapan dan pengembunan (hujan) di bumi. Dapat
“membawa kamera-kamera televisi dan dapat mengumpulkan data tentang gelombang, lereng
:pams laut dan berbagai parameter-parameter meteorologi dan oseanologi untuk penehtian
‘masalah inter&i antara air dan udara. Satelit berguna pula untuk penentuan posisi yang tepat
‘d&i kapal-kapal peneliti.

,RI.2. ALAT PENGAMBIL CONTOH DAN ALAT PENGIJKUR

Yang dimaksud dengan alat pengambil contoh ialah instrumen-instrumen yang digunakan
untuk memperoleh contoh-contoh air, contoh-contoh e&pan dasar laut, contoh-contoh
makhluk-makhluk hidup guna pemeriksaan-pemeriksaan dan analisis-analisis terhadap contoh-
contoh tersebut. Alat pengukur ialah instrumen-instrumen yang digunakan untuk mengukur
berbagai parameter oseanologi misalnya kecepatan arus, suhu di laut, salinitas, kadar berbagai
zat, kecepatan suara, tekanan air, tinggi paras laut dalam hubungan dengan gelombang dan
pekala.
Di bidang oseanologi kimia dan fisika alat-alat ini misalnya :
1, Tabuna Nansen.
Alat ini berupa satu tabung yang panjangnya kira-kira 70 cm, jari-jari
penampang 6 cm dan isinya kira-kira I,3 liter (Gambar 5). Tabung ini terbuat dari
logam kuningan ataupun dari plastik. Digunakan untuk mengambil air laut guna
analisis kimia seperti penetapan kadar oksigen, fosfat, nitrat, silikat, pH dan lain-lain,

23
-
I

Juga untuk penetapan salinitas. Alat ini dipasangkan dengan cara mengaitkan ujung-
ujungnya pada kawat baja yang taban karat, kemudian ditunmakn dengan
menggunakan mesin Whinch ke dalam air (Gambar 5). Satu kali pengambilan dapat
‘dipasang lo-12 tabung Nansen sekaligus. Contoh air yang diambil umumnya berasal
dari lapisan-Iapisan dengan kejelukan-kejehrkan baku intemasional (international
standard depth) yaitu : 0, 10,20,30,50,75,100, 150,200,300,400 dan 500 m untuk
pengambilan dangkal (shallow cast). Untuk pengambilan jeluk (deep cast) kejelukan
baku yang biasa dipakai ialah : 600, 700,800, 1000, 1200, 1500, 2000, 2500, 3000,
4000,5000,6000 m, sampai dasar. Cara pengambilan ialah seperti Gambar 5. Kalau
masing-masing tabung sudah berada pada kejelukan yang dikehendaki maka sebuah
pemukul dari logam tembaga diluncurkan lewat kawat baja tadi dan kaitan ujung
tabung bagian atas lepas, sehingga tabung sekarang menggantung pada kaitan
ujungnya sebelah bawab yang tidak ikut lepas karena disekrup. Pada saat terlepas dan
terbalik ini maka kedua lobang pada ujung tabung juga otomatis tertutup hingga air
yang a& di dalamnya terkurung rapat dan tidak akan bisa bercampur (contamination)
dengan air di luar tabung bila tabung diangkat kembali ke atas geladak. Tabung-
tabung Nansen biasanya dilengkapi pula dengan bingkai yang dipasangi termometer
menyungsang (reversing).

24
b

b = pemukul lembaga
t’ = bingkai lermometar

Gambar 5. Tabung Nansen. A. Posisi saat di turunkan ke dalam laut. B. Saat lepas terbalik.
C. Posisi tabung saat dinaikan ke geladak

25
2. Termometer menvunusang
Ada dua jenis termometer menyungsang :
a. Yang tertutup (protected reversing thermometer)
b. Yang terbuka (unprotected reversing thermometer)
Setiap termometer (yang terbuka maupun yang tertutup) terdiri dari dua buah,
masing-masing disebut termometer mama dan termometer pembantu. Bagian-bagian
dari termometer pembantu adalah seperti termometer yang sudah biasa dikenal.
Tetapi termometer utama mempunyai bentuk dan bagian-bagian yang khusus seperti
terlihat pada Gambar 6. Termometer ini disebut tertutup karena kedua bagian
termometer tadi seluruhnya tertutup oleh gelas atau kaca dan satu-satunya bagian
yang ada kontak dengan bagian luar hanyalah bagian reservoir mama (a) lewat cairan
air raksa yang ada antara kaca penutup dan reservoir tersebut.
Pada waktu tabung Nansen diturunkan ke dalam air maka termometer yang
terpasang padanya posisinya terbalik, yaitu air raksa menempati hanya bagian-bagian
: reservoir utama (a), pipa kapiler bercabang (b), bagian yang bergelung (c) dart
sebagian pipa kapiler (d). Jumlah air raksa yang berada di atas bagian percabangan
(b) dan bagian yang bergelung (c) adalah tepat sesuai dengan keadaan suhu air di
luar. Kalau suhunya tinggi, banyak pula jumlah air raksa tersebut dan kalau suhunya
rendah, sedikit pula air raksanya. Saat ini sebagian dari pipa kapiler (d) dart reservoir
kecil (f) berada dalam keadaan kosong karena posisinya yang di atas.
‘Akan tetapi pada waktu tabung Nansen terbalik, maka terbalik pulalah
termometernya. Dengan demikian air raksa putus pada bagian percabangan (b) dan
turun menempati reservoir kecil (f’) dan pipa kapiler (d) yang sudah ada pembagian
skalanya dalam satuan derajat Celcius. Air raksa yang lainnya tak dapat turun karena
ditahan oleh kapiler percabangan. Begitu pula air raksa yang timbul karena pemuaian
disebabkan reservoir utama (a) mengadakan kontak dengan berbagai lapisan air yang
berlainan suhunya. Dengan jalan ini angka yang ditunjukkan oleh pembagian skala
yang ada pada pipa kapiler (d) sama sekali tidak akan berubah-ubah lagi dan benar-
benar mewakili suhu, pada saat dan kejelukan tempat tabung Nansen terbalik.

26
Gambar 6. Diagram dari suatu termometrik menyungsang
yang tertutup.
A. Termometer utama
B. Termometer pembantu
a. Reservoir utama
b . Pipa kapiler bercabang
C. Bagian yang bergelung
d. Pipa kapiler
e. Pembagian skala
f. Reservoir kecil
is Kaca pelindung
Pada termometer menyungsang yang terbuka (unprotected thermometer) salah
satu ujung dari kaca pelindung dibiarkan terbuka, sehingga tekanan air di luar dapat
menekan reservoir utama (a) dan mempengaruhi pembacaan suhu pada skala. Karena
itu kalau kedua jenis termometer dipasang bersamaan maka keduanya akan
memberikan catatan suhu yang berbeda, yakni angka termometer yang terbuka selalu
lebih besar dari yang ditunjukkan oleh termometer tertutup. Perbedaan ini sebanding
dengan tekanan yang dialami. Seterusnya tekanan air berhubungan pula dengan
kejelukan air (lihat Bab VIII) atau dengan rumus :

Suhqtterbulil) - Suhu(teriutup) m tekanan air 00 kejelukan air

Oleh sebab itu dengan mengetahui bacaan kedua termometer, dapat pula dihitung
kejelukan tempat tabung Nansennya terbalik. Ketelitiamtya adalah 20 m pada
kejelukan 5000 m.

3. Batitermouraf (Bathvthermoaraph)
Alat ini digunakan juga untuk mengukur suhu air taut, secara kontinu dari
paras hingga + 300 m. Kalau termometer bolak-balik hanya bisa mencatat suhu pada
kejelukan-kejehrkan tertentu (misalnya 0, 10, 20 dan seterusnya) maka batitennograf
dapat mencatat suhu selain pada kejelukan-kejelukan tersebut, juga pada lapisan-
lapisan di antara kejelukan-kejelukan itu. Sayang batitermograf yang telah berhasil
dikembangkan hingga sekarang hanya bisa dipakai sampai kejelukan & 300 m.
Dewasa ini telah pula’ dikembangkan alat XBT (expendable bathy-thermograph),
yang modul pencerap (sensor)-nya terbuang ke dalam air sesudah tiap kali dipakai.

Salinometer
Alat ini digunakan untuk menentukan salinitas air laut (lihat Bab IV).
Prinsipnya ialah mengukur daya hantar listrik (conductivity) dari contoh air laut,
karena daya hantar lishik ini berhubungan langsung dengan salinitas air laut. Sebelum

28
i;; ”
p,:,,, :: $$:;(:r ,‘ d&makan, alat salinometer harus setiap kali dikalibrasi dengan Air Baku Normal
[f:, ““‘<
ii;,~,,~,,,,,~il-l:,: (Standard Water) yang selain dari Denmark, sudah bisa pula dibeli di Jepang dan
$;:
g;I,!;,~,: ‘, ,,I?. i .if’pi; ! Inggris.
p;
KS.p. , ~ _,. ,~,(
go; 5.~ Perekam STD (STD Recorder)
Alat ini dipakai untuk mengukur salinitas, suhu dan kejelukan (Salinity,
Temperature, Depth) sekaligus secara kontinu dari lapisan paras hingga ke lapisan
beberapa ribu meter. Berbeda halnya dengan batitennograf, maka STD Recorder
s..-!. ,:, :::, ,sudah bisa bekerja sampai kejelukan 6.000 sampai 10.000 m (Lihat Gambar 6a).

: Alat Kecerlanaan (Transparency Meter)


;‘ij,:::::.:’ Alat ini digunakan untuk mengukur intensitas cahaya matahari yang dapat
:;,;, menembus lapisan-lapisan air. Makin keruh aimya makin kecil intensitas sinar yang
;, I ~:::i:.: :,, dapat masuk ke dalam air. Karena itu alat ini secara tak langsung juga mengukur
i
kecerlangan (transparency) dari pada air. Satuan ukuran yang dipakai ialah & atau
2,’ foot candle. Banyak sekali variasi alat-alat ini, demikian pula nama-namanya. Yang
.,I,
I;;,, j)t;f; , , sering juga digunakan ialah : alat ketebaran (transmittance meter), atau penyinar
!:
i:, , ‘~ ,$[,j ‘; (illuminator). Alat yang sederhana sekali yang juga untuk mengukur kejernihan air
, .:, ialah : cakram Secchi (Secchi disc), berupa suatu benda pipih bulat, bercat putih, dari
c+ ,‘.I!~.’ ~kayu yang diturunkan ke dalam air dengan tali kawat (wire) sampai lenyap dari
.:,,:I
(, )uc:c<., penglihatan. Panjang kawat yang diperlukan untuk mengukur cakram hingga lenyap,
uran kecerlangan air. Makin jemih, makin panjang kawat, karena
makin jeluk pula cakram, it; masuk ke dalam air sebelum akhirnya lenyap dari

meter (Snectronhotometer)
Alat ini digunakan untuk .men@kur kadar rat-zat kimia seperti nitrat, fosfat,
:JF$~“~!pigment dart sebagainya yang terkandung di dalam air laut. Praktis kadar semua zat
~&r%
I,I :~ ., ~yang setelah~ diproses dan ~diberi pereaksi tertentu, dapat membentuk larutan yang
mempunyai sifat dapat menyerap sejumlah sinar sesuai dengan kadar zatnya, dapat
ditetapkan dengan alat ini. Pada azasnya alat ini mengukur ekstinksi penrenyapan
sinar dari suatu larutan yang belum diketahui kadarnya. Dalam ha1 ini ekstinksi
adalah sama dengan jumlah penyerapan dan pemencaran sinar (extinction =
absorbtion + scattering).

DI.3. METODA PENGUKURAN ARUS

Mengukur kecepatan dan arah gerakan air yang sehari-harinya disebut arus sesungguhnya
cukup sulit. Berbagai cara dicoba orang untuk mengukur arus ini. Alatnyapun banyak pula
jenisnya, ditaksir dewasa ini terdapat 50 macam alat.
Menurut sistem yang dipakai, cara-cara pengukuran arus dapat dibagi dalam 3 golongan :
1. Metoda tak langsung
Dalam hal ini arus dihitung secara tak langsung dari data-data suhu dan salinitas
menurut metoda dinamik (dynamical method, lihat Bab VIII).
2. Metoda pengukuran garis hanyutan
Drift measurement. Cara ini berhubungan pula dengan metoda penggambaran
arus menurut Lagrange, dimana gerakan air diikuti dan digambarkan sesuai dengan ga&
& (trajectory) yang ditempuhnya pada mat-saat tertentu.
Untuk suatu penetapan arus dari suatu perairan yang sangat luas dengan jarak
waktu berbulan-bulan hingga setahun, dipakai alat-alat seperti botol, sampul-sampul
plastik ataupun dengan memperhatikan gerakan-gerakan gunung es atau tampal minyak
yang mengambang (oil patches). Botol-botol atau sampul-sampul plastik dilengkapi
dengan etiket-etiket yang berisikan keterangan tentang lembaga atau institut pemilik
botol, tanggal, jam dan posisi tempat dia diapungkan ke laut. Botol dan sampul itu oleh
arus-arm laut dibawa jauh dari situ ke berbagai tempat sesuai dengan arah tujuan arm..
Kepada yang menemukan botol atau sampul diminta mencatat tanggal, jam dan
pemiliknya. Cara ini memang kurang teliti dan yang diketahui hanyalah posisi-posisi
awal dan akhir saja sedangkan bagaimana bentuk garis lintasan yang sesungguhnya

30
&& ::;:+masih harus diperkirakan dari data-data botol atau sampul yang lain. Biasanya botol-botol
yang dilepas bejumlah ribuan sehinggadengan demikian garis-garis besar gambaran arus
li:::‘: :s. yang diselidikiptin masih dapat diketahui.

Rosette motor

/’ ----
_--- -/
/-
/’
@
ill the sclentu1c PC ,’
(container)
/
,Rosette’ deck unit HP 9816 eomputar
-+ 1 disk drive
+ 1 hard disk

[1Printer

Gambar 6.a. Alat CTD (conductivity, temperature, depth) atau STD

31
Untuk penetapan yang lebih sistematik dengan daerah yang tak begitu luas dan
jarak waktu hanya beberapa hari dipakai cara penetapan hanyutnya kapal yang sedang
dalam pelayaran. Setiap kapal mempunyai buku jurnal yang ke dalamnya diisikan
berbagai keterangan tentang kejadian-kejadian yang dialami kapal selama berlayar,
termasuk dalam ha1 ini posisi kapal dari waktu ke waktu. Kalau sebuah kapal berlayar
dari A ke B, tapi yang selang beberapa saat kemudian menemukan bahwa dirinya ada di
Bl, maka kalau ia mencatat waktu, kecepatan kapal, haluan dan posisi-posisinya secara
teliti, maka kecepatan arus yang menghanyutkannya ke titik Bl dapat diketahui (lihat
Gambar 6b).

Gambar 6.b. Pengukuran Arus Hanyutan. Kapal yang menuju titik B, oleh arus dihanyutkan ke
titik Bl

32
,;, .~
,:f.,
“::,j Kdau keterangan-keterangan seperti ini dapat dikumpulkan dari ratusan atau ribuan
n’,
$uh i,;.kapal-kapal, maka gambaran ke seluruhan dari arus dapat pula ditetapkan. Cara
i’,
&;.,; ; @etapan arus inilah yang mula-mula dipakai oleh Maury (seorang pelopor da]am
c
7:&J.: .oseanologi dan merupakan anggota AL Amerika Serikat). Copy data yang dipakainya
dewasa ini dikumpulkan pada Kantor Hidrografi di seluruh dunia.
Cam yang lain pula dan khusus untuk lapisan-lapisan dalam ialah dengan
‘membiarkan hanyut parasut-parasut ataupun pelampung-pelampung yang diberi alat
disebut : pinger. Sambil berhanyut alat ini secara teratur dapat mengirimkan suara (ping,
ping, ping) yang dapat ditangkap oleh alat penangkap sehingga posisinya dapat
ditentukan. Dari data ini kemudian arah dan kecepatan hanyut bisa ditentukan. Pada alat
pinger yang disebut : Swallow float, pelampungnya dapat diubah-ubah beratnya,
sehingga Iapisan-lapisan air tempat dia akan mengambang dapat distel, biasanya pada
4000 m atau lebih.
Dewasa ini pengamatan arus, gelombang, tinggi paras laut dan kecepatan angin
untuk cakupan laut yang luas, bahkan berskala global, lebih praktis dilakukan dengan
menggunakan satelit.

Metoda pengukwan pada titik tetap.


Pada cara ini arah dan kecepatan air atau vektor arus ditetapkan pada satu titik
tertentu (fixed point) dan jika pengukuran dapat dilakukan pada beberapa titik, maka
vektor-vektor tersebut dapat diplot pada sebuah peta. Apabila sebuah garis dapat
digambarkan sedemikian rupa sehingga yektor-vektor arus pada titik-tixik tadi tepat
menyinggung garis tadi, maka sari’s tersebut dinamakan garis alir (stream line),
Cara penggambaran arus seperti ini disebut cara Euler. Garis alir tidak selalu
sama dengan garis lintas (trajectory) pada sistem Lagrange. Garis lintas adalah betul-
betul garis yang ditempuh oleh partikel air yang menyertai arus. Hacya pada keadaan
arus yang mantap (steady current) ban&h garis alir berimpit dengan garis lintas.
Alat-alat yang digunakan banyak sekali jenisnya. Prinsip ilmu fisika yang
mendasarinyapun bermacam-macam pula. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut :

33
a. Pengukur ants mekanik.
Mechanical current meters. Pada azasnya alat-alat jenis ini terdiri dari du;
bagian : I. bagian yang berupa baling-baling atau rotor ataupun pedal (paddle) yanl
berputar. Arus akan memutar bahng-bahng yang dapat dihubungkan dengan rodt
bergigi kepada semacam jarum pencatat putaran. Makin cepat arm, makin cepa
putaran, makin tinggi angka dicatat. II. bagian yang berupa kotak atat
“compartment” yang diberi sekat-sekat atau bagian-bagian sesuai, dengan arat
kompas dan mata-angin, tempat arah ants bisa di,baca. Beberapa misal, dari alat yang
termasuk golongan ini iaiah : Penaukur arm Ekman, dan Penaukur arus Savoniur
(Gambar 7). Alat berazas ini, misalnya Pennukur Aanderaa.

a baling-baling
b pencatat
c kompas
d sirip

Gambar 7. Pengukur ants Ekman. a.baling-baling. b. pencatat. c. kompas. d. sirip

Alat-alat yang termasuk golongan pengukur arus mekanik biasanya hams


dioperasikan dari geladak kapal yang berhenti dan lego jangkar. Meskipun demikian,
di laut terbuka membuang sauh umumnya sulit dan jikapun berhasil masih juga
kapalnya bebas bergerak sepanjang jarak tertentu. Hal ini harus diperhitungkan pada
hasil pengukuran arm yang diperoleh. Teknik yang lain yang juga dipakai ialah

34
fj$;;,BII dengan
‘.(i,$,,.,, menggunakan pelampung-pelampung yang berjangkar. Beberapa jenis
‘&@+ern@m ants tertentu dapat dipasangkan pada pelampung-pehunpung tersebut secara
$a~ &r;;’ yakni ‘beberapa alat dipasang sekaligus untuk mengamati arm pada kejelukan
sb :i$ngberlainan. Ada pula jenis pengqrkur arm yang dapat bekerja mencatat keadaan
p iZ ants uinuk waktu berminggu-minggo untuk sekali pasang (Gambar 7a)
!”

b. Pengukur am G.E.K.
Geomagnetic-Electra-Kinetograph. Alat ini pertama kali diperkembangkan oleh
Von AI-X berdasarkan prinsip pembangkitan aliran listrik yang ditemukan Faraday.
Sebagai diketahui, menurut azas ini jika suatu kumpamn kawat listrik diputarkan atau
digerakkan pada suatu medan magnetik, maka pada kawat tadi akan timbul aliran
listrik yang intensitasnya sesuai dengan kecepatan gerakan.
Prinsip inilah yang digunakan dalam alat G.E.K. Suatu kabel yang pada
ujungnya dipasangkan dua kutub pencerap (sensor) ditarik pada buritan kapal. Atus
air akan melewati kedua pencerap ini dan akan membangkitkan arus listrik yang akan
disalurkan melewati kabel itu juga ke alat pengukur yang sudah dikalibrasi untuk bisa
langsung menunjukkan kecepatan arus. Kekuatan listrik yang terekam akan sebanding
dengan kecepatan arus laut yang melewati kedua pencerap. Dalam praktek kapal
harus berlayar zig-zag memotong arus agar dapat menentukan atau merekonstruksi
kernbali, dengan tepat arah arus tersebut.

!
c. Pengukur Arus Azas Doppler (Acoustic Doppler Current Profiler).
Alat ADCP ini diciptakair berdasarkan azas Doppler tentang perambatan bunyi.
Alat tersebut bekerjanya tergantung pada adanya partikel-partikel atau benda-benda
renik dalam air yang bersifat memantulkan bunyi (sound scattering). Suatu alat
pengirim bunyi (transducer) mengirimkan satu berkas bunyi yang sempit dan
berfrekuensi tinggi yang pantulannya akan diterima oleh pesawat penerima. Pesawat
penerima ini distel sedemikian rupa sehingga hanya bisa mengawasi sebagian kecil
saja dari volume air di tempat bunyi itu merambat. Berkas bunyi akan mengenai

35
partikel-partikel padat yang mengambang dan bergerak bersama geraknya arus.
Berkas bunyi yang dipantulkan oleh partikel yang sedang bergerak akan mengalami
perubahan frekuensi, sesuai azas Doppler. Besamya perubahan frekuensi tersebut
akan sebanding dengan kecepatan gerak partikel, yang berarti sesuai pula dengan
kecepatan arus yang diamati. Besarnya perubahan itu dikalibrasi menjadi ukuran

besamya arus oleh alat ADCP (Gambar 7a)

l’N/119’E Selat Makassar


k

ASEAN Puslrdio Economic Coopdon Pmgrm


Regimd Ocecx~ Dynamic Pmject

Gambar 7a. Pengamatan arus di Selat Makassar dengan alat ADCP (1) dan pengukur arus
Aanderaa (2)
/I;.

it;_, Demikian uraian tentang beberapa alat dan metoda yang telah umum dipakai
dalam penelitian oseanologi. Sebagian lagi dari alat-alat tersebut dibicarakan pada
p
bab-bab lain dalam hubungan dengan isi bab-bab yang bersangkutan.
Perkembangan dan Denvurutan celombang
Telah diketahui bahwa H, T dart profil gelombang yang ditimbulkan angin tergantung selain
pada W (kecepatan angin) juga pada :
H = 0,3/g W2 dimana koetisien 0,3 adalah~ angka atau bilangan mumi
(pure number) yang ditetapkan dengan menyesuaikan pada
satuan yang dipakai untuk kecepatan angin W dart tinggi
gelombang H.
Mengenai C, rumusnya adalah sebagai berikut :
C = 2,35 W*. Sesuai dengan persamaan ini maka untuk :
W 5 13,2 m/det ---+ C > W
W 13,2 m/det --A C > W

Hubungan H dan T dengan “umur” (age) dart “yojana” (fetch) angin telab diselidiki oleh
Sverdrup dan Montgomery (has8 lihat Gambar 53). Dari gambar ini dapat dihhat bahwa pada
kecepatan angin tertentu, dibutuhkan “umur” angin minimum tertentu sebelum H maksimum
tercapai. Bila “umur” minimum ini sudah dilewati, maka H hanya tergantung pada “daerah”
tempat angin bertiup. Bila “umur” minimum ini belum dicapai H hanya tergantung pada faktor
“umur” angin dan tidak pada faktor “yojana” atau kawasan angin.
Hasil lain yang perlu dicatat ialah bahwa keterjalan (steepness) gelombang HIA, tergantung pula
pada perbandingan C dan W, yang disebut pula “umur gelombang” (C/W).
Untuk C/w = 400 , keterjalan adalah I/10
Untuk C/W = 1200, keterjalan adalah l/35
Jadi “gelombang-gelombang muda” adalah terjal sedangkan “gelombang tua” biasanya praktis
rata. “Umur” angin ialah durasi waktu angin telah berhembus, dart “Yojana” angin ialah daerah
tempat angin berhembus.
,” t-’

:
\\
z \\
s - (D \\
\
\
,
\
e,- \
\
\

: i,
‘\\
\
‘1’
1:
I

‘\ \
\,

‘8, \
.

Gambar 53. Kurva peramakn gelombang. tinggi gelombang. ------- periode


gelombang. -------- waktu pembentukan gelombang
Ombak yang keluar dari daerah asal pembentukannya akan meneruskan diri sebagai alun
(swell) yang masih bisa menempuh jarak jauh, sebelum memecah di pantai. Gelombang yang
lebih pendek lebih cepat mengalami penyurutan atau pereduuan (attenuation) dan hanya
gelombang panjang yang bisa menempuh jarak jauh. Contoh gelombang-gelombang benua
Antartika yang mencapai Hawaii. Pada gelombang semacam itu umumnya C dan T akan
meningkat atau bertambah besar. Dalam hal ini kita dapat membedakan “kecepatan grup”
dan”kecepatan individu” dari ahm-alun tersebut tempat gelombang “individu” dapat melewati
“grup”, sebagai “ombak-ombak pengawal” yang terlebih dahulu mencapai pantai.
Dengan mengetahui hubungan gelombang dengan angin, kita bisa meramalkan tibanya
gelombang pada suatu pantai dengan jalan mempelajari peta cuaca daerah-daerah yang
mengitarinya. Dari peta-peta cuaca di suatu perairan kita bisa mengetahui arah dan kecepatan
angin serta “umur” dan “yojananya”. Dari kurva-kurva yang disusun untuk keperluan ini kita bisa
mengetahui ciri-ciri gelombang yang dihasilkan oleh angin tersebut, dan alun-alun yang akan
timbul di daerah sekitamya. Arah dan kecepatan alun ini dapat diketahui bila kita mengetahui
ciri-ciri gelombang (II, a, T, dan h) yang menyebabkannya, dan karena itu saat tibanya alun
tersebut di suatu pantai dapat diramalkan. Hal inilah yang misalnya dipraktekkan dalam
pendaratan di pantai Normandia pada Perang Dunia ke-Il.

IX. 2. SPEKTRUM GELOMBANG

Telah diketahui bahwa ombak atau gelombang yang biasa terbentuk di lautan tidaklah
sederhana melainkan komplek, yang biasa dinyatakan sebagai “cross sea”. National Institute of
Oceanography di Inggris telah mengembangkan suatu metoda untuk menganalisis gelombang.
Hasilnya menunjukkan bahwa gelombang-gelombang yang biasa didapati di lautan merupakan
resultan dari beberapa gelombang dengan T (period) dan a (amplitud) yang berbeda-beda.
Batas harga T yang biasa dijumpai dalam sembarang gelombang adalah antara 5 sampai 20 detik
pada permulaan pembentukannya. Bila angin makin tua umumya, ataupun makin besar
kecepatannya, maka gelombang dengan harga T tertentu akan menjadi lebih dominan terhadap
yang lain, Misalnya pada kecepatan angin 20 knots gelombang yang dominan akan mempunyai

174
detfk atau frekuensi 0,124. Pada kecepatan 40 knots, gelombang yang dominan adalah
$ekuensi 0,06 atau T 16 detik.
@tang pembentukan gelombang, tadi telah disebutkan teori Jeffreys. Teori yang lebih
@ah oleh E&art dan Phillips, yang bertolak dari anggapan bahwa aliran angin adalah
n ,sjfamya dengan tekanan normal dan tangetial atas paras laut yang tak sama besamya.
rp;4iipy
@babkan terjadinya pusaran (eddy) yang akan bergerak dengan kecepatan sebanding
&cepatan angin. Dengan proses resonansi pusaran ini berkembang menjadi gelombang
,‘T!&n ciri-ciri gelombang laimrya kemudian akan ditentukan oleh faktor-faktor “yojana”,
t:, :~ :;.-
dan “kecepatan” angin.
p ii:.~,L
B!/ &@w: dug=n b&w dengan angin yang lemah, gelombang yang terbentuk lebih
a dan mempunyai spektrum yang sempit. Apabila angin menjadi dents maka spektrum
pLlj’,‘,
i lebar. Selain faktor-faktor angin adalagi faktor lainnya yang bisa mempengaruhi ciri-ciri
uakteristik gelombang yang terbentuk. Di antaranya adalah “kejelukan perairan” dan
lfl(:. ‘,
~tapan (stabilitas) udara” di atas perairan tempat gelombang tersebut terjadi.
;ir;: ,
,djkan menunjukkan bahwa rumus-rumus dan kurva-kurva yang menerangkan
i,::
m&an gelombang seperti diuraikan di atas akan berbeda untuk masing-masing perairan
5,:;
u&al dan yang jeluk. Penyehdikan ini juga menunjukkan bahwa bila udara di atas suatu
3K’:
!.ran tak stabil (udara lebih dingin dari air), maka dengan perbedaan suhu antara udara dan air
$lj &:.
zebesar ll”C, tinggi gelombang ternyata 2 kali lebih besar dari yang diramalkan untuk
i, ,,;
-masing kecepatan angin berdasarkan rumus-rumus dan kurva-kurva tersebut di atas.
pLY
L-, Penyelidikan lainnya lagi menyatakan bahwa tinggi gelombang akan naik 25 % setiap
&~ ?’
bedaan suhu naik sebesar 5% “C.
rhatikan faktor-faktor ini semua, dapatlah difahami bahwa gelombang-gelombang
rjadi pada perairan-perairan tempat terdapat angin yang dapat berhembus dalam
k yang lama pada daerab yang luas. Samudera yang memenuhi persyaratan ini adalah
#!
!dera
I5,.::’ Selatan (Samudera Antartika) dengan Angin Baratan (Westerlies) sepanjang tahun
@pat bertiup di atas laut mengelilingi bumi tanpa halangan benua-benua.
‘2

175
IX. 3. GELOMBANG DI PEBAIRAN DANGKAL

Gelombang di perairan dangkal baik yang terjadi di daerah itu ,sendiri, maupun yang

datang dari perairan di luamya, apabila memasuki daerah pantai, akan mengalami perubahan. Di
antara ciri gelombang yang tidak berubah hanyalah T, sedangkan C dan h akan menjadi k&l
dengan penurunan kejelukan. Kalau perbandingan kejelukan terhadap panjang gelombang
menjadi lebih kecil dari 5/10, rumus yang berlaku adalah rumus untuk gelombang panjang, yaitu:
C=dgh. Dalam ha1 ini untuk setiap T tertentu, kurva-kurva yang menghubungkan faktor C
dengan h, atau h dan h bisa disusun, sehingga kita dapat menentukan kejelukan suatu perairan
secara tak langsung, hanya dengan mengetahui situasi gelombang dengan jalan pemotretan. Cara
inilah yang digunakan dalam perang dunia II untuk menentukan kejelukan laut di depan pantai-
pantai pendaratan.
Setelab C dan h, H juga akan mengalami perubahan, dalam ha1 ini H mula-mula akan
menjadi kecil sampai pada saat h / h = 6/100, setelah mana H akan naik sampai saat
memecah di pantai. Ini tergantung pula pada sifat awal dari gelombang. Untuk gelombang-
gelombang yang terjal H bisa naik 2 kali lebih besar dari H pada keadaan awalnya, sedangkan
untuk gelombang yang landai H hanya naik sedikit.
Perubahan terhadap, ciri-ciri gelombang mengakibatkan perubahan pula pada bentuk
gelombang, yang pada umumnya lembah gelombang makin landai, sedangkan puncak
gelombang makin curam. Kecepatan partikel-partikel airpun akan, berubah. Demikian pula
trayeknya. Tadinya lingkaran, sekarang berubah jadi jorong (ellipse) dan di dasar malah menjadi
garis lurus, seperti yang umumnya didapati pada gerak dari gelombang-gelombang panjang.
Dapat pula dicatat bahwa dengan menurunnya h dan menaiknya H, maka “keterjalan” dengan
sendirinyapun naik.

Refraksi pelombaq
Bila gelombang mendekati pantai, maka selain ciri atau karakteristiknya berubah,
arahnyapun dapat berubah, dan peristiwa ini kita sebut refmksi ombak atau gelombang.
Penyebab utama dari terjadinya refraksi adalah pengurangan h (dan dengan sendirinya C) oleh

176
berkurangnya kejelukan. Gelombang-gelombang yang masih berada pada bagian yang jeluk akan
bergerak lebih cepat dari gelombang yang ada di bagian dangkal, sehingga front gelombang akan
berputar menjadi sejajar pantai.
Akibat dari ini adalah penyusunan kembali energi gelombang pada masing-masing
bagian gelombang’(lihat Gambar 54). Ketika masih berada di bagian yang jeluk, front puncak-
pun& gelombang dianggap berada pada garis-garis lurus dan sejajar. Dalam ha1 ini distribusi
energi tersebar sedemikian rupa sepanjang front sehingga garis-garis ortogonal yaitu garis-garis
yang menghubungkan titik dengan energi yang sama dart tegak lurus pada front, akan pula
sejajar satu sama lain. Pada saat memasuki daerah pantai akan tejadi pemumpunan
(konvergensi) dan penyibakan (divergensi) dari garis-garis ortogonal ini sesuai dengan topografi I

dasar dari daerah pantai. Pada daerah-daerah konvergensi ortogonal, akan terdapat pemusatan
energi dan ini be&bat peningkatan tinggi gelombang dan demikian pula sebaliknya, pada
daerab divergensi ortogonal akan terjadi pelemahan energi dengan akibat gelombang pun jadi
rendah. Sesuai dengan hukum-hukum gelombang, maka konvergensi akan terjadi umumnya di
tanjung-tanjung dan divergensi terjadi di teluk-teluk. Sering walaupun pantainya sendiri lurus,
akan tetapi garis-garis kejelukan dart perairan pantainya sendiri tidak demikian, hingga
konvergensi dan divergensi masih juga bisa terjadi di pantai ini.
Apabila topografi suatu perairan sifatnya sangat komplek, misalnya dengan adanya pulau
ataupun beting maka refraksi ombakpun menjadi komplek; sebingga garis-garis ortogonal dapat
saling memotong biia gelombang-gelombang telah melewati pulau-pulau dan gosong-gosong
tadi. Dengan jalan ini dapat diterangkan terjadinya pembentukan “tombola” yang
menghubungkan pulau dengan pantainya. Tombolo ialah bagian dasar laut yang berubah jadi
daratan akibat pekerjaan gelombang.
Gambar 54. Pancir (front) gelombang dan susunan energinya. a-a. garis pancir puncak-puncak
gelombang. b-b. garis ortogonal, penghubung titik berenergi sama. c-c. gads
kejelukan laut

178
Refleksi dan difraksi eelombang
Bila gelombang tiba di pantai, tidak semuanya akan memecah. Ini akan bergantung pada
bentuk pantai, apakah landai atau terjal dengan dasamya yang jeluk. Bila pantainya terjal, yang
akan terjadi kemungkinan besar adalah refleksi atau pemantulan, tempat gelombang akan
dipantulkan kembah ke laut dengan tidak ada perubahan pada energi, bentuk dan ciri-cirinya.
Kalau gelombang datang dengan front yang sejajar dengan pantai maka akan terdapat
gelombang-gelombang yang babk ke tengah laut dan di daerah pantai akan terjadi, gelombang
tetap, yang biasa disebut “klapotis”. Klapotis ini tak akan terjadi bila front gelombang datang
dengan membentuk sudut dengan garis pantai; melainkan di sini akan terjadi refleksi menurut
hukum Snell, dan yang akan terjadi pada perairan tersebut adalah interferensi dari gelombang
&tang dan gelombang pantulan. Maka akan terjadi pola gelombang yang diagonal dengan
puncak-puncak yang bergantian tinggi dan rendah (Iihat Gambar 55).

b’

Gambar 55. Interfensi gelombang. a. gelombang datang. b. gelombang pantulan. 1. puncak


I;>; gelombang tertinggi. 2. puncak gelombang rendah. 3. pantai
k:J
Difraksi atau pelenturan akan terjadi terutama di pelabuhan-pelabuhan bila gelombang
melewati tambak-tambak (pier) penghalang gelombang yang menjarak jauh ke tengah (Gambar
56). Dengan difraksi ini bisa diterangkan mengapa daerah-daerah yang tampaknya terlindung,

Gambar 56. Difraksi gelombang yang melewati sebuah pier. A. Skema pancir gelombang setelah
melewati pier, B. Tinggi gelombang di laut bebas, dan faktor-faktor difraksi: %, !4,
dan 100 dari tinggi gelombang yang ada di laut terbuka

Keeiatan eelombang
Karena energi yang cukup tinggi yang terkandung dalam gelombang-gelombang lautan,
maka gelombang dapat mengadakan kegiatan-kegiatan, baik yang bersifat membangun terhadap
pantai-pantai yang baru, maupun yang merusak terutama terhadap bangunan-bangunan pantai,
erosi dan lain sebagainya. Gelombang yang merusak adalah yang memecah di pantai. Saat

180
terjadinya pemecahan gelombang ini di daerah pantai adalah mulai pada tempat perbandingan
tinggi gelombang H dan kejeltian air h adalah -74. Sebabnya gelombang memecah adalah karena
kecepatan partikel-partikel air dalam orbitnya menjadi lebih besar dari kecepatan gelombang
sendiri, karena kecepatan gelombang sendiri mengalami hambatan oleh dasar laut.
Gelombang yang baik untuk “surfing” adakth gelombang-gelombang tempat kecepatan
partikel sama atau sedikit lebih kecil dari kecepatan ombak, karena hanya pada keadaan ini alat
surfing bisa meluncur dengan mendekatnya gelombang ke arah pantai.
Faktor lain yang menyebabkan pecahnya ombak di pantai-pantai, ialah dengan
meningkatnya tinggi geiombang. Sebab ini berarti orbit yang harus dilintasi air menjadi lebih
panjang sedangkan jumlah partikel tetap, sehingga pada tempat tertentu tetjadi kekosongan. Bila
ini terjadi tepat di bawah puncak gelombang, maka puncak ini akan runtuh yang terlihat sebagai
pecahnya gelombang.
Cara memecahnya gelombang di pantai dapat dibedakan atas dua jenis, yang pertama :
plunging breaker = pecahan hempas, umumnya terjadi pada pantai-pantai terjal dan berasal dari
gelombang yang landai.
Kedua : spilling breaker = pecahan tumpah, umumnya terjadi pada pantai-pantai yang landai dan
berasal dari ombak yang terjal.
Dari keduanya, maka yang pertamalah yang umumnya merusak.
Kejadian ini lebih hebat Iagi bila sambil memecah ke atas bangunan-bangunan di pantai,
sejumlah tertentu udara terkunmg olehnya. Udara ini dapat tertekan dengan keras, dan kemudian
melemparkan massa air secara lebih tinggi, dengan tekanan yang besar ke atas bangunan-
bangunan pantai tersebut.
Diketahui pula bahwa geiombang punya daya angkut terhadap partikel-partikel sedimen.
Memuut percobaan yang pemah dilakukan di laboratorium, dibuktikan bahwa arah angkut
gelombang, adalah ke pantai pada lapisan paras dan lapisan dasar, sedangkan pada lapisan di
antaranya (pertengahan) arah angkut adalah sebaliknya, ke arah laut. Sedangkan menurut
pengamatan di lapangan, arah dan daya pengangkutan adalah lebih komplek dari ini.
Russel misalnya menyatakan bahwa dapat dibedakan dua ha1 yaitu keadaan angkut dari
gelombang landai dan dari gelombang terjal, apabila masing-masing memasuki perairan dangkal

181
dekat pantai-pantai. Pada gelombang landai, arah dan daya angkut ke arah pantai adalah seragam
untuk semua kejeltian. Serentak dengan itu terjadi pula “hanvutan balik” (back drift), yang
terkuat di paras dan menurun dengan meningkatnya kejelukan, dan pada lapisan dasar, “hanyutan
balik” ini tidak terdapat. Resultan dari kedua gerakan ini ialah gerakan angkut yang lambat pada
lapisan-lapisan paras dan pertengahan, sedangkan di lapisan dasar terdapat gerakan angkut yang
cukup besar dan inilah yang memungkinkan pembentukan endapan-endapan pada pantai-pantai
yang baru.
Pada gelombang terjal arab dan daya angkut ke arah pantai adalah terbesar di lapisan
paras dan turun menjadi no1 di lapisan dasar, sedangkan “hanyutan balik” Ge arah laut agak
semgam dari paras sampai ke dasar. Resultamya ialah gerakan ke arah pantai di paras dan ke
arah laut di dasar. Akibatnya adalah~ keadaan yang turbulen di dekat pantai dengan hasil
pengangkutan endapan-endapan dari pantai ke tengah laut. Apabila terdapat angin laut yang
bertiup ke arah darat, proses ini diperkuat, sehingga bisa mencapai dasar dari pantai-pantai yang
jeluk sekalipun.
Dapat pula dicatat, bahwa selain punya daya angkut, gelombang dapat menyebabkan
terjadinya arus-arus di daerah pantai, yakni arus-arus nantai dan “arus-arus riu” (rip currents)
yang penting pula dalam proses-proses erosi dan akresi (erosion and accretion) di pantai-pantai.
Penyebab utama adalah refraksi gelombang. Yaitu bersamaan dengan pemusatan ortogonal,
terdapat peninggian paras laut dan sebaliknya pada divergensi ortogonal terjadi pemuunan paras
laut. Dalam hal ini air akan mengalir dari paras yang tinggi ke paras yang rendah yang kita lihat
sebagai arus pantai (longshore currents).
Dari segi teori dapatlah kita mengharapkan terjadinya arus dari tanjung sampai teluk,
yang dapat menyebabkan proses erosi pada t&&mg dan proses pengendapan pada teluk-teluk.
Pada daerah-daerah divergensi ortogonal dapat diharapkan terjadinya ants-arus pantai, yang
kemudian sebagai arus kompensasi, akan berbelok menuju tengah laut, dan inilah yang disebut
“arus-arus rip” yang sangat berbahaya bagi orang-orang yang gemar mandi di pantai.

182
Peneamatan pelombang
Pengamatan gelombang yang sederhana dilakukan menurut dua cara :
1. dengan penglihatan mata biasa
2. dengan pengukuran tekanan
Cara yang pertama telah diuraikan sekedarnya pada awal bab ini. Cara yang kedua hanya untuk
perairan da&al, yaitu dengan mencatat tekanan air yang berubah-ubah sesuai dengan
perubahan tinggi kolom air dengan lewatnya gelombang di atas alat itu. Has&hasil pengamatan
menunjukkan bahwa gelombang yang tertinggi yang pernah dicatat orang adalah + 20 m pada
tanggal 26 Nopember 1956 di posisi 61W, 15”20 B. yakni di Samudera Atlantik. Di perairan
Indonesia tinggi gelombang tidak akan sebesar itu, paling-paling sampai 3 meter.
Telah diketahui dari pengamatan-pengamatan bahwa T dan H tergantung pada gaya
angin. Di Samudera Atlantik misalnya dalam keadaan biasa adalah sebagai berikut :

Al-&I T (det.) H (4
(Skala Beufort)

4 6
6 7
8 11

I 9 T dan H hanya bertambah sedikit.

Untuk perairan-perairan tertutup, tinggi gelombang H dapat sangat dipengaruhi oleh


pekala. Juga telah diketahui bahwa untuk gaya angin yang sama gelombang-gelombang yang
dihasilkan di perairan yang tertutup lebih rendah dan daerah anuin yang dibutuhkan untuk
mencapai H maksimum juga menjadi lebih pendek, dibandingkan dengan perairan yang bebas.
Dapat pula di.catat bahwa periode gelombang di daerah-daerah pantai pada umumnya lebih
panjang dibandingkan dengan daerah-daerah tengah laut. Ini disebabkan karena gelombana-
geelombana nendek yang tinggi dengan cepat menghilang karena kehabisan energi sebelum
mencapai daerah yang dangkal, sehingga yang mencapai pantai umumnya tinggal alun dengan T
yang panjang.

I83
Peramalan gelombang
Telah disebutkan bahwa dengan mengetahui data meteorologi, kita dapat meramalkan ciri
gelombang yang akan timbul. Terdapat banyak metoda untuk peramalan gelombang, dan satu
diantaranya oleh Sverdrup dan Munk. Menurut metoda ini, yang harm diketahui ad&h
“kecepatan angin” dan “yojana angin” atau fetch.
Dari dua data ini kurva-kurva yang akan memberikan nilai-nilai tinggi gelombang H,
periode gelombang T dan lamanya waktu pembentukan gelombang dapat disusun untuk masing-
masing daerah, dengan memperhatikan faktor-faktor kejelukan perairan, pekala, dan lain-lain.
Kurva-kurva seperti itu dapat dilihat pada Gambar 53.
Dari gambar ini bisa dilihat misalnya pada “daerah angin” yang kira-kira 50 mil
panjangnya dan “kecepatan angin” yang 18 knots, maka gelombang yang terbentuk akan
mempunyai tinggi 1 m (titik A). Kalau kecepatan angin naik jadi 30 knots, maka tinggi ombak
bisa mencapai 2 m (titik B). Juga bisa dihhat bahwa periode gelombang yang pertama kira-kira 5
detik sedangkan yang kedua kira-kira 6,5 detik. Waktu yang diperlukan untuk pembentukan
kedua gelombang ini lebih dari 6 jam.

Pereduoan (atenuasib gelombang


Telah disebutkan apabila gelombang keluar dari daerah pembentukannya, maka ia
berubah menjadi ahm. Dalam hal ini alun’yang bergelombang pendek akan segera mati, dan yang
meneruskan perambatan hanyalah yang bergelombang panjang. Panjang gelombang h dari
gelombang-gelombang yang berasal dari Samudera Antartika umumnya sampai 3 10 m dengan T
= 14 detik. Gelombang-gelombang ini oleh faktor-faktor dispersi, pengurangan energi dan
divergensi dari pada front gelombang, akan mengalami atenuasi (peredupan) dengan akibatnya
berkurangnya H gelombang.

184
Telah diselidiki bahwa pengurangan gelombang ini dapat dinyatakan sebagai berikut :

Ht 4300
____- = _--_-- dimanaH9 = 4C Hi2
l-I? R pada tepi daerah pembentukan.
Ht = tinggi ahm pada tempat pengamatan.
R = jarak tempat tersebut dengan daerah pembentukan.
Hi = tinggi sejumlah ombak pada tepi pembentukan

Dengan rumus ini, adalah mungkin untuk meramalkan alun yang akan ;tiba di suatu
tempat atau pantai

185
BAB X. :HAL PEKALA (TIDE)

X. 1. HAL TERJADINYA PEKALA

Ada dua teori yang dipakai untuk menerangkan peristiwa pekala di samudera dunia. I.
teori kesetimbangan = equilibrium theory. 2. teori dinamik = dynamical theory.
Pada teori yang pertama bumi diandaikan sebagai bola besar yang seluruh permukaannya
tertutup oleh selapis air (yaitu : lapisan hidrosfer) yang terhadapnya bekerja gaya-gaya tarik
astronomi, khususnya bulan dan matahari. Pekala akan timbul karena gaya-gaya ini dan denyut
dari gerakan pekala ini akan ditentukan oleh faktor-faktor keadaan sebagai berikut :
1. Edaran bulan (moon revolution) menurut orbrt ekliptik sekeliling bumi dalam jangka 29%
hart.
2. Edaran bumi (earth revolution) menurut orbit ekliptik sekeliling matahari dalam jangka 365%
hari.
3. Putaran bumi (earth rotation) pada sumbunya dalam jar&a 24 jam atau satu hari (Gambar
57).
Kita ketahui bahwa ketiga jenis gerakan dari ketiga benda angkasa ini terjadi secara
serentak. Apabila gerakan-gerakan tersebut berlangsung pada bidang khatulistiwa bumi yang
diperluas, maka peristiwa p&ala akan tidak sekomplex seperti sekarang ini, dart ramalan-
ramalannya pun menjadi lebih sederhana.
Akan tetapi karena sumbu bumi membentuk sudut 66%” dengan ekliptik (bidang lintasannya
mengelilingi matahari) sedangkan bidang orbit bulan membentuk sudut 25’9’ dengan ekliptik,
maka peristiwa pekala menjadi benar-benar komplex. Keadaan yatrg pertama menyebabkan
deklinasi matahari berubah-ubah pada posisi 23%’ U sampai 23%“ S, yaitu saat matahari tepat di
atas kepala di garis balik utara pada tengah hari, pada musim panas utara (21 Juni) sampai saat
keadaan yang sama dialami atau terjadi pada ~garis balik selatan pada musim dingin utara (21
Desember). Dan karena orbit bulan membentuk 5” dengan ekliptik, maka ada saat-saat tertentu
deklinasi bulan terhadap bumi mencapai maksimum 28%’ U ataupun S. Keadaan ini akan terjadi
secara periodik setiap 18,6 tahun sekali yang dikenal oleh orang-orang Yunani purba sebagai

187
Saros (l&O3 tahun) atau metonik (19 tahun) yang ditandai oleh peristiwa-peristiwa gerhana dan
pekala luar biasa yang tejadi setiap jangka waktu yang sama (19 tahun).

Gambar 57. E&ran bumi mengelilingi matahari dan edaran bulan mengelilingi bumi
Selanjutnya dapat pula dicatat tentang orbit bulan sekeliling bumi dan orbit bumi
sekelihng matahari yang tidak merupakan trayek lingkaran melainkan bentuk jorong (ellipse).
Dengan demikian benda-benda angkasa ini pada mat-saat tertentu berada di jarak yang terjauh
dan pada mat yang lain di tempat yang terdekat satu terhadap lainnya. Pada sistem bumi-bulan,
titik yang terjauh disebut : e dan titik terdekat disebut : aeripe. Pada sistem matahari-bumi,
titik yang terjauh disebut : aohelion, sedangkan titik yang terdekat disebut : perihelion.
Kenya&an-kenyataan ini mengakibatkan perubahan-perubahan pada gaya-gaya tarik bumi-bulan
dan bumi-matahari pada saat-saat tertentu (Gambar 57).
Akibatnya ialah perubahan pada intensitas pekala di bumi yang terjadinya juga secara
periodik menurut jangka waktu tertentu.
Teori kesetimbangan untuk peristiwa pekala bertolak dari hukum Newton, gaya tarik dari dua
benda yang berada dalam suatu medan gravitasi, adalah berbanding lurus dengan perkalian
massa-massanya dan berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya, jadi:
Gml m2
F = __________ , dimana G = tetapan atau konstanta jaqat (universal constant)
d= = 6.673 x lo-* (cm’.g-’ det )
ml, m2 = massa bumi dan matahari
d = jarak bumi ke matahari
Gaya tarik atau biasa juga disebut gaya gravitasi, ini diimbangi oleh gava-gava sentrifuual
yang timbul akibat edaran bumi sekeliling matahari dan putaran bumi-bulan pada “sumbu
bersama” yang jaraknya 4600 km dari pusat bumi.
Resultan dari gaya-gaya gravitasi dan sentrifugal inilah yang menurut teori kesetimbangan akan
menghasilkan pekala. Untuk sistem bumi-bulan arah dan besamya resultan gaya-gaya tersebut di
permukaan bumi tidak sama dan agak sulit menghitungnya kecuali untuk “titik sublunar” (titik
pada permukaan bumi yang terdekat pada bulan) dan “titik nadir” (titik yang terjauh dari bulan).
Besar dan arah gaya-gaya tersebut untuk masing-masing titik adalah sebagai berikut :
Untuk “titik sublunar” :

GP% G = konstanta jagat


F gravitasi : Fg = + ---------- u = massa satu partikel yang berada pada
(Rm - r)= salah sam titik di permukaan bumi, dan di sini
khusus yang berada di titik subhmar

189
Mm = massa bulan
Rm = jarak pusat bumi kepusat bulan
r = jarLjari bumi

F sentrifugal : Fc = ---------
Rm’

GpMm {Rm* - (Rm*-2rRm+?))


Resultannya adalah : FT = ____-_-_____-___-__------------------------------
(Rm - T )*. Rm*

GpMm 2r
d a n karena r<<Rm, maka: F T z __---__-____
, Rm’

Pada pusat bumi : r = 0 dan karenanya Ft = 0 (gaya gravitasi = gaya sentrifugal)

Untuk “titik nadir” :

GpMm GpMm
Fg = + ___________ Fc = _ ._ . ...-.-. _.
(Rm+r)* Rm*

GpMm2r
FT “o - _____________
Rm3

Gaya FT dalam ha1 ini akan mengurangi gravitasi pusat bumi itu sendiri, meskipun
sesungguhnya sangat kecil. Kapal Queen Mary yang beratnya 40.000 ton karena tarikan FT akan
berkurang beratnya sebanyak 18 pound, kira-kira 9 kg.
Untuk titik-titik lain dimuka bumi dapat pula dihitung arah dan besamya dari gaya ini dengan
menggunakan prinsip perhitungan yang sama.
Pada titik-titik yang terletak pada bidang yang melalui pusat bumi dan tegak lurus pada
“garis bumi-bulan”, FT, semuanya praktis berarah kepusat bumi, dan menambah terhadap
gravitasi bumi.
Untuk titik-titik selain dari yang ada pa& bidang tersebut dan yang ada pada nadir dan
sublunar, arah resultan gaya adalah sedemikian hingga bisa diuraikan menjadi 2 komponen, yang
vertikal dan yang horizontal terhadap permukaan bumi. Untuk sembarang titik di muka bumi
masing-masing besamya adalah :

3 GuMm ------- (Co? $ - l/3) vertikal


Rm”

3 GpMm ---f--- (Sin 41 Cos 4) horizontal


Rm’
dimana : $ adalah sudut antara sumbu bumi-bulan dengan garis dari pusat bumi ke titik yang
bersangkutan.
Untuk menimbtdkan pekala maka komponen gaya yang horizontal inilah yang penting
dan dikenal dengan nama : tractive atau defferential force, di Indonesiakan : gaya traktiv
(Gambar 58). Akibat dari gaya ini kita mendapatkan pengumpulan air pada titik-titik subhmar
(zenit) dan nadir yang disebut : pekala naik atau pekala pasang; sebaliknya pada bidang XX,
terjadi penurunan air yang disebut : pekala-smut.
Bagi sistem bumi-matahari, keadaannya adalah sama pula. Bedanya hanyalah bahwa
gaya gravitasi bumi-matahari sangat kecil disebabkan jarak yang besar antara keduanya
dibandingkan dengan jarak sistem bumi-bulan.
Perbandingan kedua gaya tersebut adalah :

GuMm2r/Rm3 h4mRs3 t/81.5 xMe(93x10’)3


_____---____------ = --_-__-_-- = ----_-----------__------------ :I
= 914
GuMs2r/Rs3 MsRm’ 333.000 Me (238.600)’

dimana : Rm = jarak pusat bumi-bulan Rs = jarak pusat matahari-bumi


Mm = massa bulan MS = massa matahari
Me = massa bumi

Karena itu besarnya pekala yang disebabkan oleh bulan lebih dari dua kali pekala yang
disebabkan oleh matahari. Kita akan meninjau sekamng, bagaimana gaya-gaya traktiv tersebut,

191
di bawah pengaruh 3 faktor yang telah disebutkan tadi (yaitu : edaran bulan, edaran bumi dar
putaran bumi) menyebabkan terjadinya pekala di bumi, menurut “teori kesetimbangan”

Y
-

Gambar 58. Gaya-gaya traktiv di permukaan bumi, pada mat bulan tepat berada di atas titik
Zenit

X.1.1. Pengaruh dari sistem matahari dan bulan.

Di sini akan dimisalkan bumi tidak berputar pada porosnya, jadi diam saja dart bahwa
bidang khatulistiwa berimpit dengan bidang-bidang orbit bumi dart bulan (Gambar 59).
Maka kita akan mendapatkan 4 keadaan :
a. pekala candra (lunar tide) yang biasanya dominan akan terjadi pada daerah-daerah dekat
titik sublunar dan nadir, tempat air naik akan dialami 2 kali dalam jangka 29% hari,
(Gambar 59, yaitu merupakan jangka waktu dari siklus tahap (phase cycle) atau &&&s

192
sinodik (synodic cycle) dari bulan baru ke bulan baru berikutnya (ingat ada tahap-tahap
dalam peredaran bulan yaitu : tahap bulan baru, bulan purnama, bulan mati).

I “A,5 .
I

Gambar 59. Akibat pengaruh gabungan dari pekala candra dan pekala surya. AN = air naik.
AS = air smut

b. pasang candra akan memiliki air nasang (high water) yang tertinggi di titik-titik tersebut
pada saat bulan berada di perigee dan air uasanq yang terendah pada saat bulan di apoge
(Gambar 60) jangka waktu siklus bulan dari perige ke perige adalah 27% hari, yang
disebut siklus anomalis. Dalam jangka 1 tahun sumbu mama orbit bulan hanya 2 kali

193
berimpit dengan garis sumbu matahari-bumi, sekab di perige dan sekali di apoge,
sehingga bila kita gabungkan pengaruh matahari dan buhm, air pasang yang benar-benar
tertinggi dart terendah masing-masing akan terjadi sekab setiap satu tahun.

A s

_*r -----____
/.*-
--
/
bBm ‘, Air naik maximum
’ pada saat p e r i g e e
A N (ijAN /I

Air naik minimum


- - mm-_ pada s a a t a p o g e e
-- -.
.

Gambar 60. Pengaruh daripada letak bulan terhadap bumi (perige dan apoge). AN = air naik.
AS = air smut

C. pekala surya (solar tide) meskipun kurang dari % kekuatan bulan, akan pula terjadi pada
titik-titik sublunar dan nadir (tepatnya : sublunar dan nadir) dan air pasang tertinggi
terjadi pada saat bumi ada di perihelion, dan air pasang terendah pada saat bumi di
aphelion, masing-masing terjadi sekali dalam satu tahun.

194
1
d. dari akibat ketiga keadaan ini kita mendapatkan jorong pekala atau tidal ellipsoid, sebagai
hasil dari gaya-gaya traktiv bulan dan matahari, yaitu gaya bulan dominan sedangkan
gaya matahari hanya bersifat “memindahkan” sumbu jorong dari impitannya dengan garis
sumbu bumi-bulan (Gambar 59).

X.1.2. Pengaruh putaran bumi

Di sini tidak lagi dianggap bumi diam, tapi berputar pada sumbunya dalam 24 jam sekali.
Bidang khatulistiwa masih dimisalkan berimpit dengan bidang orbit bumi dan bulan.
Gesekan (friction) air dan bumi diabaikan dan hidrosfer bumi bergerak terus menerus
menyesuaikan diri dengan gaya-gaya bulan dan matahari sedangkan bulan dan matahari berada
pada posisi yang tetap atau diam.
Maka sembarang titik yang ada di khatuhstiwa akan melewati lapisan hidrosfer
sedemikian hingga akan mengalami berganti-ganti air naik dan air smut setiap 6 jam (Gambar
61). Perhatikan keadaan tinggi air pada T,, T6, TIZ, TIN, TO), pasang demikian ini disebut : &
paruh harian (semi diurnal tide).
I

WLAN
@

I
1
I

I
I
I TO

Tlt I

Gambar 61. Pengamh putaran bumi pada lapisan hidrosfer dan catatan khayal pada suatu alat
pengukur pekala

196
X.1.3. Pengaruh gabungan dari edaran bulan dan edaran bumi

Perlu diingat : edaran bulan mengelilingi bumi bersifat bulanan, dan edaran bumi
mengelilingi matahari bersifat tabunan dan disini baik bumi, bulan, maupun matahari bergerak.
h4aka dari keterangan-keterangan terdahulu dapat dipahami bahwa bila bumi-bulan-
matahari berada pada satu garis (yang diistilahkan sebagai berada pada posisi sizigi (syzygies),
maka air pekala perbani (spring high water) akan terjadi terns menerus pada tengah hari dan
tengah malam dengan interval waktu 12 jam (Gambar 61).
Selanjutnya bumi dan bulan tidak akan diam terus pa& posisi sizigi ini melainkan akan
bergerak menyusuri orbitnya masing-masing.
Bulan akan menyelesaikan siklus bulanannya melewati tahap : bulan baru, perempat ke-
1, perempat ke-2, perempat ke-3 dart kembali ke tahap bulan baru yang memakan waktu 29%
hari. Pada setiap harinya terbitnya bulan atau transitnya bulan lewat bujur-bujur bumi rata-rata
terlambat 50 menit, dan ini terlihat pula pada pekala candra yang disebabkan bulan, yaitu
naiknya airpun akan terlambat 50 menit.
Pada bulan baru dan bulan purnama, ketika bumi-bulan-matahari berada pada sizigi,
maka p&ala naik dengan air yang setinggi-tingginya akan dialami oleh daerah-daerah dekat
sublunar dan nadir; pekala inilah yang disebut pekala nerbani atau pekala purnama (spring tide)
yaitu bagian bumi yang mengalami pekala lembak (flood tide) akan mengalami air pasang (naik)
yang tertinggi dan bagian bumi yang mengalami pekala smut (ebb tide) akan mengalami air smut
yang terendah. Jadi dalam ha1 ini perbedaan turun naiknya paras laut besar sekali.
Pada akhir perempat ke-1 dan ke-3, bulan berada pada posisi 90” dari, garis bumi-
matahari. Dalam ha1 ini gaya-gaya tarik bulan dan matahari mempunyai akibat yang berlawanan,
hingga pekala naik yang terjadi pada daerah-daerab sublunar dan nadir memberikan tinggi air
yang terendah; p&ala demikian disebut pekala nerlina (neap tide), artinya daerab yang
mengalami pekala naik akan mempunyai air naik yang terendah dan daerah yang mengalami
pekala smut akan mempunyai air smut yang tertinggi (Gambar 62).

197
. ..1

kala perhna. AIU = air naik


Gambar 62. Gaya-gaya astronomi penyebab pekala perbani dan F
AS = air surut

198
Akibat gabungan dari keadaan-keadaan ini ialah terjadinya pekala perbani dan pekala
perlina (neap tide) berganti-ganti setiap 7% hari. Akibat yang lain ialah terjadinya pergantian air
parang (naik) dan air smut dengan interval 6 jam 12 menit dengan catatan setiap hari akan
terlambat 50 menit.
Seterusnya keadaan-keadaan saat bulan berada pada posisi pertengahan (intermediate,
>,..?Gambar 63), hams pula diperhatikan yaitu posisi-posisi yang dicapai setelah kira-kira 3% dan
8% hari dan yang dicanai setelah 1’1% dan 26% hari.

MAIAHARI

B P E K A L A MUWUUR
A PEKALA MAN

Gambar 63. Maju mundumya pekala

Pada keadaan pertama gaya-gaya bulan dan matahari akan bekerja sedemikian mpa
resultannya menyebabkan terjadinya pekala naik pada titik, tertentu, sebelum titik itu
encapai posisi sublunar dan nadir. Maka dalam ha1 ini pekalanya dikatakan “maju” (to prime).

199
Pada keadaan kedua, rest&an ini menyebabkan terjadinya pekala naik pada titik tertentu, a
titik itu melewati posisi sublunar dan nadir. Maka pasangnya dikatakan “mundur” (to lag).
Sementara itu perlu pula dicatat bahwa di bumi ini efek dari gaya traktiv vtahari dan
bulan terlihat baru setelah 1% sampai beberapa hari dari saat terjadinya disebabkan reaksi air
yang lamban karena adanya gesekan. Periode ini disebut “umur pekala” (the age of the tide). Hal
ini dengan sendirinya menyebabkan keadaan pekala yang terjadi di bumi menjadi lebih komplek.

X1.4. Pengaruh deklinasi bulan dan matahari.


Pada peninjauan terdahulu tinjauan dibatasi pada keadaan tempat ~bidang khatulistiwa
bumi berimpit dengan bidang orbit bulan sekeliling bumi dan bidang orbit bumi sekeliling
matahari. Tapi dalam kenyataannya khatulistiwa bumi membentuk sudut 23%’ dengan bidang
orbitnya mengelilingi matahari, sedang orbit bulan membentuk sudut S’9’ dengan orbit bumi.
Telah.disebutkan bahwa keadaati ini menyebabkan deklinasi bulan berubah-ubah dari 28%“U ke
28W’S yang terjadi sekali setiap 18,6 tahun. Efek deklinasi bulan &pat dijelaskan sedemikian
rupa (Gambar 64).
Karena deklinasi edaran bulan mempunyai kem,ungkinan pergeseran sebesar 28% + 28%
= 57“ , sedang gaya traktivnya dua kali lebih besar dibandingkan dengan matahari, maka ha1 ini
menyebabkan penyimpangan (aberration) terhadap pekala tengah harian yang diketahui memiliki
dua kali air tinggi dan dua kali air rendah setiap bari. Untuk menjelaskan ha1 ini dari segi “teori
kesetimbangan”, masalahnya perlu disederhanakan dengan jaltin hanya memperhatikan pengaruh
perubahan-perubahan deklinasi bulan dan mengabaikan pengaruh matahari.
Pada Gambar 64, andaikan EQ mewakili bidang khatulistiwa, T dan TI menggambarkan
tempat posisi sebuah penolok (pengukur) pekala (tide gauge) yang,terpancang pada iintang XY.
Pada saat bulan mengadakan transit (artinya bujur tempat alat pengukur T tepat berada di bawah
b&n) maka pengukur pekala T akan mencatat air naik (high water) yang tingginya HY meter.
Sekitar 12,42 jam kemudian ketika bulan melakukan transit yang kedua pada TI, maka air naik
sebesar GX alcan dicatat oleh penolok pekala. Seterusnya setelah 12,42 jam lagi maka bulan
mengadakan transit di tempat T lagi, dan, pengukur pekala akan mengukur tinggi air yang
berikutnya. Akibamya dalam waktu 24% jam alat pengukur pekala mencatat secara bergiliran
satu air naik yang tingg (higher high water) dan satu air naik vang rendah (lower high water).
Ketidak samaan tinggi paras lam selama sehari tersebut, dalam alam disebut : ketidaksamaan
harian (diurnal inequality).
Jadi terdapat perbedaan tinggi dari air naik, yaitu akan tejadi berganti-ganti air pasang
yang tinggi dan air pasang yang rendah. Pada dekhnasi bulan yang cukup besar tinggi air pasang
yang terendah dapat sama dengan tins@ air smut, hingga apa yang terjadi ialah hanya satu kali
air naik dan satu kali air smut dalam tempo satu hari. Pekala yang demikian disebut pekala
a (diurnal tide), sebagai lawan dari pekala uaruh harian (semi-diurnal tide).
UTAAA
I

KATULIST IWA
E a

SELATAN \
\

Gambar 64. Tejadinya ketaksamaan harian (diurnal inequality) pada kasus pekala pamh-harian

202
x.2. ANALISLS RARMQNIK TERHADAP PEKALA

Dari uraian-uraian tersebut di atas jelas bagi kita kelakuan pekala sesungguhnya sangat
komplek disebabkan oleh pengaruh-pengaruh dari’ gaya-gaya gravitasi, gerak edaran dan posisi
relatif ketiga benda angkasa : bumi-bulan-matahari. Meskipun sangat komplek tapi kelakuan ini
sangat teratur, ten&ma mengenai periodenya, atau siklusnya. Ada yang berulang sekali setiap 6
jam, 12 jam, 24 jam, 2 minggu, sebulan, satu triwulan, setengah tahun, setahun, 18 tahun dart
seterusnya ada yang 1600 tahun.
Oleh karena itu adalah mungkin untuk menganalisis atau menguraikan pekala yang
terjadi dalam komponen-komponen dengan memisalkan bahwa pekala tidak hanya disebabkan
oleh buhm dan matahari saja, tapi dibayangkan seolah-olah terjadi oleh lebih dari dua benda
angkasa, masing-masing dengan gaya dart periode seperti tersebut tadi. Be&-be& angkasa ini
dikhayalkan seakan-akan ada dalam kenyataan. Hal ini dilakukan pada prinsipnya seperti
tersebut di bawah ini. Dengan metoda analisis harmonik, diusahakan mengadakan hubungan
antara “faktor-faktor penyebab pekala yang periodik” dengan benda-benda angkasanya masing-
masing, dengan anggapan-anggapan sebagai berikut :
a. kurva pekala yang dicatat oleh penolok pekala dan yang menunjukkan tingginya air di
sembarang tempat di bumi merupakan resultan dari sejumlah kurva getaran (oscillation)
yang sederhana dan bebas satu sama lain, serta memiliki periode yang berbeda-beda
sesuai dengan periode atau siklus dari benda angkasa khayal yang menyebabkannya.
b. kurva’dari masing-masing getaran yang berbentuk “gelombang” adalah hasil dari gerak
harmonik yang seragam dan dapat dilukiskan sebagai getaran sekitar paoak pekala rata-
& (mean tide level) yaitu siklus “gelombang” dan siklus benda angkasa penyebabnya
mempunyai periode yang sama.
tinggi ordinat dari masing-masing “gelombang” dr atas dan di bawah papak pekala rata-
rata (PPR) berbanding hnus dengan kosinus dari sebuah titik yang berputar atau bergetar
sekitar PPR dengan amplitud “gelombang” sebagai jari-jarinya. Mass atau waktu putaran
lengkap sebesar 360” dari titik awal, ad&h sama dengan waktu siklus dari benda
angkasa. Jadi pada Gambar 65, bila titik puncak 2 dianggap sebagai titik awal, r adalah

203
amplitud dari salah satu “gelombang” dan 4 adalah putaran sudut (angular rotation) dari
titik awal2, maka ordinat dari kurva “gelombang” pa& sembarang waktu adalah : R cos
$I, yang tak lain adalah tinggi dari titik di atas atau di bawah PPR (tergantung pada tanda
plus atau minusnya).

Gambar 65. Kurva “gelombang” salah satu komponen pekala teoritik, hasil~penguraian/analisis
harmonik atas pekala total.

d. keceuatan sudut iam-iaman (hourly angular speed) dari perputaran titik diperoleh dengan
jalan membagi angka 360” dengan siklus benda angkasa. Misalnya ulangan terjadinya air
naik tersebab siklus bulan ialah 12,42 jam. Maka kecenatan sudut iam-iaman menjadi :
360”/12,48 = 28,98”
Angka ini dinamakan pula : bilanaan keceoatan n (speed number n).
e. bila sesudah pengamatan terus menerus, hubutman Mann benar serta kemunduran tahap
(phase lag) dari berbagai komponen “gelombang” dapat dihubungkan kepada siklus
benda-benda angkasanya masing-masing, dengan jalan analisis yang teliti, maka ramalan
pekala dapat dilakukan dengan memperhitungkan kedudukan matahari-bulan-bumi satu
terhadap laimrya. Caranya ialab dengan menjumlahkan berbagai “gelombang” harmonik
yang diperoleh, menjadi satu kurva resultan (Gambar 66).

204
1

12.
11 -
10.
9-
6-
7- - - - -
6-
6’ z
4- Z
3' !i
Es
2' k
I-

Ao -.s.--..i-/ y
__------- P>

24 6 6 1” 1z 14 16 I6 20 22
I

Gambar 66. Kurva pekala sebagai hasil mm&n 9 komponen pekala harmonik

205
f “radius” dari masing-masing komponen adalah sama dengan amplitud yang dihasilkan
oleh benda angkasa penyebabnya.
6. komponen-komponen pekala dinyatakan dengan lambang-lambang yang tak ,lain
merupakan singkatan dari cirinya yang utama, sedangkan angka atau huruf subskrip
menunjukkan apakah pekalanya berupa : harian, paruh harian, perempat harian, perenam
harian, dan sebagainya. Sesuai dengan ha1 itu maka:
I. komponen pekala paruh harian yang disebabkan bulan (moon) dinyatakan dengan
lambang M2 dan seperti disebutkan pada (d) mempunyai bilangan kecepatan n =
28,98”.
II. komponen pekala paruh harian yang disebabkan matahari (sun) dinyatakan
dengan lambang S2 dan memiliki bilangan kecepatan n = 30”.
III. komponen pekala yang penting-penting diperlihatkan pada Tabel 16, di dalamnya
komponen-komponen dengan tanda kurung menunjukkan komponen-komponen
majemuk sebagai disebutkan pada (f).

Kurva-kurva pekala biasanya dianalisis dan diuraikan menjadi komponen-komponen


seperti tersebut &lam tabel ini. Di samping ini sebetulnya masih ada lagi jenis-jenis yang lebih
tinggi, seperti misalnya : perenam, perdelapan, persepuluh-harian dan juga komponen-komponen
jar&a panjang tersebab sikhrs astronomi yang panjang.
Cara anahsis seperti tersebut memungkinkan penghitungan ramalan pekala dengan
mesin-mesin pekala mekanis. Untuk ini hanya diperlukan data berupa : nilai amplitud,
kemunduran tahap (phase lag) dan bilangan kecepatan. Mesin peramal pekala bisa dilihat
misalnya pada Dinas Hidro-Oseanografi A.L., Jakarta. Dewasa ini pemmalan pasang seperti ini
sudah dilakukan dengan komputer.

206
Tabel 16. Daftar komponen pekala yang mama

Lambang Bihmgan Keterangan serta fungsi


Komponen Kecepatan

N2 28.440” Menggambarkan variasi paruh-barian yang disebabkan


b 29.528” oleh variasi bulanan daripada jarak bulan-bumi.

KZ 30.082” Komponen btdan-matabari (sob-lunar) YW


menggambarkan pembaban-perubaban tersebab oleh
perubahan pada deklinasi matahari dan bulan sepanjang
sikhrs orbit (orbital cycles) mereka.

KI 15.041” Menggambarkan getaran (oscillation) harian tersebab


01 13.943” oleh deklinasi bulan. Kedua komponen ini saling
mengimbangi apabila deklinasi tersebut sama dengan
nol. KI juga mempunyai bilangan kecepatan yang sama
dengan komponen tersebab sikhts deklinasi matahari dan
karena itu - sama seperti halnya, dengan K2 - bersifat
bulan-matahari (soli-lunar) dengan fimgsi rangkap.

PI 14.959O Komponen pelengkap terhadap K2 dalam fungsi


matabarinya.

Mf 1.098” Komponen dwimingguan daripada b&n.


Mm 0.544” Komponen bulanan daripada b&n.

Sa 0.041” Komponen jarak-tahunan (pan&x) daripada matahari


dari perige ke perige.

SSa 0.082’ Komponen par&harian daripada matahari tersebab


dekhnasinya - dari equinox musim semi ke ctpinox
musim gugur (vernal to automnal equinox).

hlJ4(=2W 57.9w f&@& (distortion) perempat harian daripada


MU=Mz+W 58.984” gelombana maiu (progressive wave).
X. 3. TEORI DINAM,lK

Telah diuraikan bahwa teori kesetimbangan sampai batas-batas tertentu dapat


menerangkan tentang kejadian pekala. Tapi untuk hal-hal lebih terperinci ternyata teori ini tidak
dapat menerangkan dengan tepat tingkah laku pekala. Penyimpangan dari hal-hal yang
diramalkan berdasarkan teori ini banyak terjadi. Hal ini disebabkan oleh karena teori ini menitik
beratkan tekanan pada faktor-faktor astronomi sebagai penyebab dari pekala sedangkan reaksi
hidrosfer bumi dan interaksinya dengan litosfer dan atmosfer bumi, yang terhadapnya faktor-
faktor tadi bekerja tidak dipersoalkan.
Massa air diandaikan sebagai bereaksi spontan terhadap faktor-faktor tadi, sedangkan
sesunggnhnya tidak demikian. Orang misalnya harus pula memperhitungkan pengaruh-pengaruh
dasar laut dart bentuk perairan tempat massa air terdapat, serta pengaruh-pengaruh gesekan
(friction) dan lain-lain.
Maka untuk dapat memasukkan kesemua faktor-faktor ini dalam pembahasan mengenai
pekala, orang mengembangkan teori baru sebagai pelengkap terhadap teori kesetimbangan
hingga dapatlah peristiwa pekala diterangkan sebagaimana adanya. Teori inilah yang disebut
teori dinamik, yang meliputi 3 hal yaitu :
a. teori dasar tentang osilasi (oscillation) tetap.
b. pengaruh resonansi atau sinkronisasi antara osilasi dari massa air yang berada di teluk-teluk,
selat-selat, laut-laut dart lain-lain dengan gaya-gaya astronomi.
c. pengaruh piroskopik yaitu pengaruh gaya Coriolis terhadap gerakan air yang disebabkan
pekala.

Teori osilasi tetap


Teori osilasi tetap dapat diterangkan secara berikut ini: Bila ada air dalam tangki atau
teluk sebagai digambar di bawah ini (Gambar 67):

208
E n e r g i potensial E n e r g i kinetik
Arus m a x i m u m

Gambar 67. Paras air di dalam sebuah teluk amu tangki.


H = high (air naik), L = low (air smut)

Maka bila ada gaya-gaya iuar yang bekerja atas sistem ini, menurut teori osilasi tetap,
gaya-gaya tersebut hanya akan mempengaruhi amphtud dari osilasi air dahun tangki itu (sesuai
dengan besar atau kecilnya gaya tersebut) sedangkan periode dari osilasi tinggal tetap, menurut
rumus sebagai berikut :
21
T = _____ dimana : T = periode dalam detik
hh I= panjang tangki
g = percepatan gravitasi
h = kejehtkan rata-rata
Keadaan ini dapat diperluas pada hal-ha1 yang lebih komplek dengan nod&nodul yang lebih
dari satu jumlahnya. Dalam hal ini rumus untuk periode daii osilasi tetap yang jumlah nodulnya
lebih dari satu menjadi sebagai berikut :
21
T = ------- - (1,2,3 dsl.)
a
Karena itu bila ada gelombang berjalan (progressive wave), yang biasanya disebabkan oleh
pekala dengan periode dan amplitud yang sama, memasuki tangki atau perairan seperti ini, maka
massa air yang ada di dalamnya akan berresonansi dengan gelombang ini.
Selanjutnya pada titik-titik tempat arus = 0, kita &pat menempatkan penghalang-
penghalang dengan tidak sedikitpun akan mempengaruhi amphtud maupun periode gelombang.
Dan bila ada gelombang dengan ciri-ciri (karakteristik) yang sama memasukinya, maka
penghalang tadi hanya akan memantulkan kembali gelombang tersebut menjadi gelombang
pant&n tanpa ada perubahan-perubahan pada profil dan karakteristiknya.

Pengaruh resonansi
Tadi telah disebutkan bahwa peristiwa tejadinya gelombang tetap atau osilasi tetap di’
suatu perairan (teluk, selat) dapat diperkuat atau diperlemah lewat resonansi oleh gelombang-
gelombang yang memasuki perairan tadi. Pekala di lautan yang bermanifestasikan. sebagai
gelombang dapat berresonansi,~ dengan gelombang tetap tersebut, apabila panjang perairan
tersebut sama dengan % atau % panjang gelombang pekala dengan mem$rhitungkan faktor
kejelukan air. Artinya dalam hal ini panjang perairan adalah sedemikian sehingga terdapat
hubungan sebagai berikut :

1 = % T&h atau %T&h

Untuk ha1 yang pertama.


Air naik di lautan bebas yang berada pada bagian’ hilir teluk akan terjadi pada saat yang
bersamaan dengan air smut pada hulu tel,uk dengan amplitud yang sama. Dalam ha1 ini tidak
akan terjadi pengaliran air memasuki teluk. Apa yang terjadi hanyalah sekadar pemindahan
energi kinetik dari p&ala lautan ke gelombang tetap di dalam teluk. Sebagai contoh bila
kejelukan teluk kira-kira 90 m rata-rata, maka panjang yang diperlukan untuk dapat berresonansi
dengan pekala part&harian adahxh :
1 = G.43.200 det 4 (10 m/det2).90 m
= L/z .43.200 det .30 m/det = 648.000 m
= 648km
Dan untuk pekala harian diperlukan teluk yang panjangnya:
I = 1296km
Untuk perairan-perairan yang besar seperti samudera-samudera, resonansi tidak lagi tejadi
antara perairan itu dengan gelombang pekala di luarnya melainkan langsung antara lautan
dengan benda-benda astronomi. Dalam hal ini energi kinetik langsung disebabkan oleh gaya-

210
gaya traktiv. Samudera Atlantik misalnya dengan kejelukan rata-rata 3 mil, hanya membutuhkan
panjang 3.000 mil untuk dapat berresonansi dengan gaya traktiv yang berperiode 12 jam,
Karena itu pekala yang ada di. Samudera Atlantik yang sifatnya paruh-harian ad&ah
benar-benar berasal dari samudera itu sendiri dan bukannya ada hubungannya dengan pekala
yang terjadi di Samudera Antartika (Selatan) misalnya.
Akan ditinjau kini mengenai resonansi antam gelombang-gelombang yang dipantulkan
oleh penghalan&penghalang di ujung perairan tertentu misalnya sebuah teluk dengan gelombang
tetap yang ada pada perairan tersebut.
Perairan (teluknya) dimisalkan mempunyai kejeltian dan lebar yang seragam, dan massa
air di dalamnya tidak mempunyai gesekan baik antara sesamanya maupun dengan dasar ataupun
tepi-tepi perairan. Teluknya mempunyai panjang yang sama dengan panjang gelombang (h) dari
suatu gelombang berjalan yang datang dari luar teluk itu. Lihat C&unbar 68.
Bila panjang teluk diperpendek menjadi % (YZ), maka sudah dijelaskan di atas bahwa tak
akan ada arus pada Y, dan air naik dan air surut akan terjadi masing-masing pada Y dan Z, juga
sebuah nodul akan terjadi pada N tempat akan terdapat ants yang maksimum. Panjang teluk
untuk sistem yang demikian ini haruslah % h (panjang gelombang) yang perbedaan paras air naik
dan air smut adalah sama pada pintu masuk dan pada hulu teluk (Y dan Z) dan terjadinya secara
serentak.
Bila panjang teluk diperpendek menjadi % h (WZ), arus maksimum masih tetap terjadi
pada N, terutama pada saat paras air berada pada PPR (paras pekala rata-rata) tetapi pada N ini,
yang kini menjadi pintu masuk teluk, tidak akan terjadi penaikan atau penurunan paras laut.
Telah diketahui ketika membicarakan ha1 gelombang, bahwa C = h/T, h = CT. Untuk
gelombang yang mempunyai periode par&harian yaitu 12 jam :
h=12Cx3600

dan untuk gelombang dengan periode harian, 24 jam : h = 24 x 3600 C = 244%. Kalau orang
menggunakan “jam” sebagai satuan waktu, “mil” sebagai satuan panjang, “knots” sebagai satuan

211
kecepatan dau “fathoms” sebagai satuan kejelukan, maka rumus tadi masing-masing akan
menjadi :

h = 100 4% dan h = 200 6 dimana D = kejelukan

Pada pembicaman di atas telah dinyatakan bahwa :


Panjang teluk = panjang gelombang berjalan, yang memasukinya dan ini untuk gelombang yang
pan,&harianadalah: h = L = 100 4D

Panjang YZ = % h = 50 6 = % L gelombang

Panjang WZ = % h = 25 4% = % L gelombang

Telah diuraikan di atas apa yang akan kejadiau bila panjang teluk hanya sebesar YZ,
yaitu = % h dau apa yang tejadi kalau panjang teluk adalah sama dengan WZ yaitu = % h.
Gambar68. Gelombang tetap di suatu teluk. C = kecepatan gelombang 8.25dD knots. T =
periode, dalam satuan jam. h = panjang gelombang dalam satuan mil. D =
kejelukan, dalam satuan fathom.

213
Contoh-contoh di bumi kita ini misalnya dapat dilihat pada tempat-tempat tersebut di bawah ini,
Di Selat Ingaris
Dalamnya selat rata-rata 36 fathoms. Maka h gelombang berjalan adalah 100 4 D = 600 mi],
karena pekala di situ bersifat paruh-harian. Panjang selat sendiri kira-kira + 300 mil, dan karena
itu di sini orang berhadapan dengan keadaan, panjang selat = % h. Karena itu &pat diharapkan
terjadinya air naik dan air smut yang serentak pa& kedua ujung selat (Cornwall dan Dover)
sesuai dengan kenyataan.
Di Tehtk Fundy
Terkenal karena di sinilah terdapat perbedaan pekala naik dan pekala smut yang terbesar di dunia
yakni + 15 m. Kejelukan tehtk rata-rata 40 fathoms. Maka h gelombang berjalan seharusnya 100
4 D = 630 mil karena di sinipun pekalanya bersifat paruh-harian pula.
Sementara itu terdapat perbedaan air naik dan air smut yang kecil di pintu masuk, yang makin ke
hulu makin besar, juga terdapat ams di pintu masuk. Berdasarkan ini maka seharusnya panjang
teluk adalah L/4 h = % x 630 mil = 158 mil, ha1 mana mendekati kenyataan yang sesungguhnya
yakni 170 mil.

Pengaruh giroskopik
Telah diketahui bahwa arm-ams lautan dipengatuhi oleh gaya-gaya giroskopik atau gaya
Coriolis. Maka ams-arm yang disebabkan oleh pekala juga akan dipengaruhi oleh gaya ini.
Besamya gaya tersebut terhadap sebuah partikel yang sedang bergerak, pada umumnya &pat
dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
F = 2mVo sin4
dimana : F = gaya giroskopik
m = massa partikel
V = kecepatan partikel relatif terhadap bumi
r.a = kecepatan sudut perputaran bumi
$ = lintang partikel berada
S&ah diumikan pula pada Bab VIII bahwa gaya ini membelokkan ants ke kanan di belahan
bumi utam (northern hemisphere) dan ke kiri di belahan bumi selatan (southern hemisphere).

214
Telah pula disinggung waktu membicarakan pengaruh resonansi~di teluk-teluk bahwa kecepatan
arus adalah nol pada tempat-tempat terjadinya air naik dan an smut; ants hanya terjadi pada
tempat-tempat nodul pada saat antara air naik dan air smut. Pada pekala tengah,. harian, maka
mat-saat arus mulai terjadi, yakni pada saat sesudah air naik, gaya giroskopik segera bekerja dan
menyebabkan arus tambahan ke arah kanan pada titik nodul. Tiga jam kemudian ha1 ini
menyebabkan penimbunan air pada sisi kanan perairan yang tegak lurus pada sumbu perairan.
Enam jam kemudian, terjadi air naik di ujung lain dari teluk. Hal ini kemudian disusui dengan
arus yang juga akan mengalami pembelokan ke kanan. Akibat dari ini semua adalah
dihasilkannya air naik berganti-ganti pada masing-masing sisi perairan se&a bergantian dengan
arah anti putaran jam, seperti terlihat pada Gambar 69.

Gambar 69. Pergantian tinggi paras laut suatu perairan


disebabkan oleh gaya Coriohs.

Jadi akibat dari putaran bmni ialah mengurangi saris nodal menjadi hanya satu titik nodul
dan titik inilah yang disebut titik amfidromik, dan sistem pekalanya, disebut sistem amtidromik.
Jadi osilasi tetap pada satu garis nodul, diubah menjadi osilasi berputar pada satu titik
amfidromik, tempat air naik dan air smut terjadi secara berputar, anti jarum jam di belahan bumi
utara dan searah jarum jam di belahan selatan.

215
X.4. ARUS PEJCALA

Telah diketahui bahwa pada peristiwa pekala ditemukan gerakan-gerakan air vertikal
untuk menghasilkan air naik dan air smut. Untuk memungkinkan ha1 ini diperlukan pula
gerakan-gerakan horizontal dart inilah yang dikenal sebagai arus pekala. Pada uraian terdahulu
ha1 ini telah dijelaskan misalnya pada teluk dengan panjang = % h dari gelombang berjalan yang
datang dari taut bebas di luamya. Telah diketahui untuk ha1 seperti ini berlaku hubungan : 1 =
4,l T 4D.
Di sini kita mendapatkan kemungkinan resonansi antara gelombang’ berjalan lautan
dengan gelombang tetap teluk dengan sifat-sifat sebagai berikut : air naik pada pintu masuk teluk
terjadi bersamaan wakhmya dengan air smut pada bagian hulunya. Dalam hal ini di kedua
tempat tersebut terdapat gerakan vertikal dan tak ada gerakan arus horizontal. Apa yang terjadi di
pintu masuk hanyalah pemindahan enerni kinetik. Akan tetapi pada garis nodul akan terjadi arus
yang mencapai maksimum pada mat tercapainya paras pekala rata-rata (PPR). Di alam, arus-arus
ini menjadi lebih komplek lagi dalam ha1 waktu terjadinya, tempat terjadinya maupun
kecepatamrya disebabkan oleh pengaruh-pengaruh pendangkalan dasar laut ataupun penyempitan
tepi-tepi teluk.
Pada pintu masuk teluk-teluk dan selat-selat yang kecil ants-arus yang terjadi bersama
tahapnya dengan tahap pekala dan berganti arah sesuai dengan periode pekala tersebut. Dengan
kata lain arus-arus smut dan arus-arus naik bersamaan terjadinya dengan pekala surut dan pekala
naik. Ants demikian disebut arus rektilinier. Pada perairan-perairan yang besar, penyimpangan-
penyimpangan dari ini biasa terjadi disebabkan oleh faktor-faktor inersia, gesekan, dan lain-lain.

Arah arus w&ala


Pada penjelasan terdahulu dalam Bab VIII telah diketahui tentang jorong pekala atau
“tidal ellipse”, yaitu garis-garis yang menghubungkan ujung-ujung sektor arus yang disebabkan
pekala. Pada umumnya jorong pekala yang ideal seperti itu terjadi oleh beberapa sebab.

216
1. Oleh gaya traktivnya sendiri.
Sebagai contoh ambil keadaan pada lintang 3O”U, ketika bulan berada pada deklinasi
159r. Maka arah dari gaya traktiv bulan menurut perhitungan yang telah diadakan dapat
dinyatakan dalam gambar berikut (Gambar 70).
Juga dapat dilihat bahwa gaya ini arahnya berputar menurut arah jarum jam dan
besarnyapun berubah-ubah pula. Pada umumnya tentang arah putaran mini dapat
disimpulkan sebagai berikut :
a. Untuk gaya traktiv yang sifatnya paruh-harian, arah putaran searah dengan jarum
jam untuk belaban bumi utara dan sebaliknya untuk belahan selatan.
b. Untuk gaya traktiv yang bersifat harian, putaran adalah sebagai ‘berikut :
lintang > 45% searah jarum jam
O-45’% beriawanan dengan jarum jam
0-45”s searah jarum jam
> 45% berlawanan dengan jarum jam

217
Gambar 70. Nilai gaya traktiv candra (bulan) tiap jam, menurut perhitungan yang dilakukan
untuk tempat 30” L.U., deklinasi bulan 15“

2. Oleh pengaruh gaya Coriolis.


Hal ini sudah beberapa kah dibicarakan, dan khusus untuk arus pekala yang rektilinier,
pada pokoknya terjadi arus dengan arah berputar, yang dalam peta-peta dapat dinyatakan
dengan jorong pekala tempat sumbu utamanya akan searah dengan ants utama (main
currents) dan smnbu kecilnya akan sebanding dengan penyimpangan tersebab oleh gaya
Coriolis tersebut. Untuk pekala paruh-harian yang bekeja pada gelombang yang tunggal,
arah putaran ini adalah searah jarum jam untuk belahan bmni utara dart untuk belahan

218
bumi selatan habtya adalah sebaliknya. Ingat tentang ,sistem amfridromik yang telah
dibicarakan.
3. lnterierensi antara dua gelombang.
Interferensi sedemikian dapat terjadi antara lain, misalnya pada suatu pantai perairan
tempat terdapat suatu gelombang tetap yang tegak Iurus pada pantai. Maka bila ada
gelombang berjalan dari hrar memasuki daerab perairan tersebut dengan arah sejajar
pat& maka antara kedua gelombang tersebut akan terjadi interferensi. Secara teoritik
ha1 ini dapat diterangkan demikian.
Kalau kita meletakkan sumbu x sejajar pantai dan sumbu y tegak lurus pantai, maka
kecepatan masing-masing gelombang dapat dinyatakan sebagai berikut : Untuk
gelombang berjalan yang sejajar pantai :
Vx = ai dg/h - cos6t
Untuk gelombang tetap yang tegak huus pantai :
Vy = a2 4 g/h - cos (St + Z), dimana
a = amplitud
g = percepatan gravitasi
h = kejelukan
6=27rrr
t =waktu=O,padax=y=O
E = perbedaan fase &hap) gelombang, pada t = 0
maka bisa dibedakan 3 keadaan yakni :
a. C = 0 artinya ants-arus pekala pada sumbu x dan y mencapai nilai maksimumnya pada
saat yang sama. Maka dalam hal ini arus resultan akan berganti-ganti arahnya pada
satu garis yang membentuk sudut a dengan sumbu x, dimana a = ar / ai Garnbar
144B halaman 570 Sverdrup a., 1942. Jadi kalau t = 0, kita dapatkan Vx sekian Na,
resultannya sekian, Vy4 sekian dart seterusnya.
b. C = + x/2 , artinya ants maksimum pada sumbu x positif dicapai ‘/i periode setelah
ants maksimum pada sumbu y negatif. Hasilnya adalah jorong pekala dengan putaran
searah jarum jam. Gambar 144A halaman 570 Sverdrup.

219
c. C = - n/2 , maka berdasarkan cara penghitungannya yang sama akan didapatkan
jorong pekala yang pumrannya lawan jarum jam. Gambar 144C halaman 570
Sverdrup. Jadi pada umumnya interferensi dua gelombang pekala akan menghasilkan
ants yang berputar yang arah putarannya tergantung pada beda atau perbedaan fase
@hap) kedua gelombang dan orientasi jorong yang terjadi akan tergantung pada
amplitud dan perbedaan fase kedua gelombang. Jadi baik gaya Coriolis, maupun
interferensi, keduanya dapat menghasilkan jorong pekala dengan arah berputar, dan
keduanya dapat saling memperkuat ataupun saling meniadakan.

Selain faktor-faktor gaya-gaya Coriolis dan interferensi, ada Iagi faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi situasi arus-arus pekala, yakni bentuk perairan dan tekanan hidrolik dari airnya
sendiri.
Mengenai pengaruh dasar perairan, hal ini dapat diterangkan sedemikian.
Untuk suatu muara atau teluk yang berada di sebelah utara, ants pekala naik mulai
bergerak segera setelah jam 6 yang akan mencapai kekuatan maksimum pada jam 9 dan berakhir
jam 12. Segera setelah ini arus pekala smut akan mengalir ke luar dari muara atau teluk dan
mencapai kekuatan maksimumnya pada jam 3 dan berakhir pada jam 6. Hasil dari ini semua
ialah bahwa pada satu tempat di depan mulut muara atau teluk akan terdapat arus-ants berputar
yang arahnya searah jarum jam (clockwise) untuk pantai sebelah utara dan lawan jarum jam (anti
clockwise) untuk pantai sebelah selatan (Gambar 71).
Pengaruh tekanan hidrolik terutama terjadi di selat-selat sempit. Hal tersebut dapat
diterangkan sedemikian. Bila ada selat yang ujung-ujungnya terdapat pada perairan dengan
waktu atau ciri-ciri pekala yang berbeda, maka akan terdapat perbedaan tinggi paras di antara
kedua ujung selat. Hal ini akan menghasilkan tekanan hidrolik yang berbeda yang dapat
menghasilkan arus-arus pekala.
Jadi sebagai penutup dapat secara ringkas disimpulkan bahwa tentang bagaimana situasi
arus pekala yang akan ditemukan di masing-masing perairan, ha1 ini akan ditentukan oleh faktor-
faktor di bawah ini.
1 . pengaruh gaya traktiv di suatu tempat
2. pengaruh gaya Coriolis
3 . pengarub interferensi dua gelombang pekala
4. pengaruh bentuk dan dasar perairan
5. pengaruh tekanan hidrolik
Oleh sebab itu untuk dapat menetapkan dengan tepat bagaimana situasi arus pekala di
suatu tempat atau pelabuhan, maka faktor-faktor tersebut harus diperhatikan benar-benar.

arah gelombang berjalan >

,A
////////f//l///////
“/“I”” /“/fi”“ld
___________----a ----permukaan air.surul
3

a i r surul 6 L -bg a i r pasang

Gambar 71. Pengaruh bentuk dasar perairan terhadap arah putaran arus pekala (tidal ellips). A.
Untuk muara atau tehdc sebelah Utara laut. B. Untuk keduanya, yang berada di
Selatan laut

221
BAB XI. HAL EL-NINO

XI.1. UMUM

El Nino merupakan suatu fenomena alam yang amat mempengaruhi cuaca secam drastis
di sejumlah kawasan, khususnya di daerah tropika seperti Indonesia., Wujud fenomena ini
terutama berupa perubahan yang terjadi pada sifat sirkulasi angin dan arus laut yang bermula di
kawasan katulistiwa Samudera Pasifik dan kemudian meluas ke kawasan-kawasan di bagian
dunia laimrya. Oleh sebab itu dampak El-Nino ini bersifat global atau mendunia.
Perubahan cuaca tersebab El-Nino biasanya paling parah terasa di daerah-daemh tropika
seperti Filipina, Indonesia, Australia Utara, Peru, Ekuador, Brasilia, Cili Utara, Gabon, Kongo,
Kenya dan lain-lain. Di Indonesia, Filipina dan Australia, perubahan tersebut terutama berupa
berlangsungnya musim kemarau panjang yang jauh lebih lama dari, musim kemarau yang
normal. Kemarau panjang juga terjadi di kawasan Afrika dan tempat-tempat tertentu di Amerika
Selatan. Sebaliknya di Ekuador, Peru dan Cili, El-Nino bisa berakibat datangnya curah hujan
yang sangat lebat di daerah pantai dan lereng pegunungan yang biasanya kering dan gersang. Di
bagian dunia lainnya yang beriklim ugahari (temperate) maupun dingin, perubahan cuaca karena
El-Nino bisa berupa terjadinya musim dingin yang sangat beku ataupun justru yang tidak begitu
dingin. Di kawasan-kawasan dingin lainnya bisa pula terjadi pemuunan salju yang lebih kering
ataupun yang lebih basah dari biasanya.
Di Indonesia, perubahan cuaca tersebab El-Nino dapat mempengaruhi tidak saja bagian
daratannya tapi juga kawasan lautannya. Dalam ha1 ini yang terjadi misalnya turunnya tinggi
paras laut dart suhu paras laut, naiknya produktiviti primer lautan serta berubahnya sirkulasi arus-
arus laut Nusantara. Akan tetapi yang paling parah dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia
sebagai suatu bangsa dan negara, ialah akibat-akibat ikutan, yang ditimbulkan oleh
berlangsungnya kemarau panjang atau tuarang.
Tulisan ini membicarakan sejumlah aspek-aspek fenomena El-Nino yang mengenai segi
kawasan atau lokasi tempat El-Nino tersebut bermula dan sifat-sifat oseano-meteorologi kawasan
tersebut. Mekanisme permulaan atau inisiasi El-Nino, proses pelanjutannya dan mekanisme

223
penyurutan atau berhentinya El-Nino tersebut turut pula di bahas. Begitu pula dampaknya atas
Kepulauan Indonesmbeserta penduduknya ikut pula dibicarakan, walau secara sangat singkat.

x1.2. INTERAKSI ANGIN DAN ARUS KATULISTIWA PASIFIK

Di bagian atmosfer, angin yang secara normal bertiup di kawasan katulistiwa dan tropika
Samudera Pasifik ialab Angin Pasat Tenggara serta Angin Pasat Timur Laut, yang datang dari
wilayah bertekanan tinggi subtropika menuju tekanan rendah tropika. Kedua angin pasat tersebut
memiliki komponen yang bertiup ke barat yang disebut Angin Timuran (Easterlies). Di bagian
samudera atau lautan kedua AT tersebut menimbulkan dua arus samudera yang didorongnya ke
barat yakni Arus Katulistiwa Utara dan Arus Katulistiwa Selatan, dan ‘di antara keduanya,
mengalirlah arus kompensasi yang disebut Arus Sakal (Counter Current) yang mengalir dari
Kepulauan Indonesia ke timur, menuju kawasan Amerika Selatan, khususnya Ekuador, Peru dan
Cili (Gambar 72).
Akibat dari keterkaitan atau interaksi dua angin pasat dan dua arus katulistiwa ini, yang
mendorong massa air ke barat, maka terjadilab penumpnkan air di bagian barat katulistiwa
Pasifik, sekitar Kepulauan Indonesia, Filipina dan Australia Utara, disertai pula oleh penaikan
paras taut di situ (Gambar 72). Sebaliknya di bagian timumya, tegasnya di pantai dan lepas
pantai Ekuador, Peru dan Cili, terjadi pengosongan air, yang diiringi penurunan paras laut di
kawasan itu. Akibatnya paras laut di kawasan katulistiwa menjadi sedikit miring, bagian barat
lebih tinggi dari bagian timumya, dengan perbedaan tinggi paras laut yang bisa sampai 40 cm.
Karena katulistiwa selalu menerima sinar matahari yang lebih banyak dari kawasan dunia
laimrya, maka massa air yang menumpuk di sekitar Indonesia bersifat lebih panas, dan tumpukan
itu disebut “warm water pool” atau Empohan Air Panas, disingkat EAP (Gambar 72). Sebaliknya
kekosongan yang terjadi di lapisan paras laut di pantai Peru dan sekitamya, halnya diganti oleh
adanya peristiwa “upwelling” atau taikan air, yang menaikkan air yang dingin dari lapisan-
lapisan dalam (150 - 200 meter) ke paras dan mendinginkan massa air di lapisan paras kawasan
itu (Gambar 72). Angin Timuran di katulistiwa tidak saja mendorong air membentuk EAP

224
(,Empohan Air Ptias), tetapi bersamaan dengan itu juga mengangkut banyak uap air ke kawasan
itu.

Gambar 72. Sebaran suhu par& dan interaksi atmosfer-samudra di sekitar khatulistiwa Samudra
Pasifik.‘APTI = Angin Pasat Timurlaut. APTg = Angin Pasat Tenggara. AM =
Angin Monsun Indonesia. LAB = Letupan Angin Baratan. aku = ams khatulistiwa
utara. aks = arus khatulistiwa selatan. EAP = Empohan Air Panas

Di atas Kepulauan Indonesia sendiri dan di sekitarnya secara normal bertiup angin
monsun (monsoon winds) yang berbalik arah sesuai dengan pergantian musim. Selama musim
panas utara (Juni - September) bertiup angin tenggara di daerah selatan katulistiwa dan angin
baratdaya di kawasan utara katulistiwa. Monsun dan musimnya umumnya di kenal sebagai
monsun dan musim tenggara atau monsun dan musim timur di Indonesia (Gambar 72).
Sebaliknya dalam musim dingin utara (Desember - Maret) angin bertiup dari timurlaut di daerah

22s
utara katulistiwa dan dari arah baratlaut di daerah sebelah selatannya. Monsun dan musimnya
disebut monsun dan musim baratlaut atau monsun dan musim barat saja (Gambar 72).
Menumpuknya EAP di sekitar Indonesia selanjutnya memanasi atmosfer di atasnya
hingga udara di situ menjadi panas, tekanannya turun, dan massa udaranya menjadi ringan dan
naik ke lapisan-lapisan atas atmosfer, sambil mengangkut uap air bersamanya dalam proses yang
disebut konveksi (Gambar 73). Uap air tersebut di lapisan atas atmosfer menjadi dingin kembali
dan mengembun, membentuk awan dan hujan yang jatuh kembali ke lautan dan daratan
Indonesia dan sekitamya. Hujan yang terjadi di kawasan ini sebagian besar karena hadimya
pusat-pusat konveksi di situ.

Gambar 73. Sirkulasi (edaran) Walker di sekitar khatulistiwa di Samudera pasifik yang berkaitan
dengan sirkulasi udara kawasan dunia lainnya. AT = Angin timuran. Kv = Konveksi udara penuh
uap. Sb = Subsidensi udara kering. AM = Angin Monsun

Massa udara yang telah melepaskan uap aimya kemudian mengalir kembali ke bagian
tengah dan timur Samudera Pasifik dan karena sifatnya yang dingin, udaranya menjadi berat dan
jatuh di kawasan tersebut dalam proses yang di sebut subsidensi, sebagai lawan dari konveksi.
Karena udaranya sudah kering, maka kawasan tengah dan timur tropika Samudera Pasitik,
tugasnya pulau-pulau tengah-samudera seperti Kepulauan Tahiti, termasuk pantai Peru dan
Ekuador, biasanya mengalami kekeringan. Subsidensi yang terjadi ikut pula memasok massa

226
udara kepada kedua Angin Timuran, hingga sekarang anmra aliran angin paras katulistiwa dan
angin lapisan atas, dan antara konveksi Kepulauan Indonesia dan subsidensi di bagian tengah
(dan akhimya nanti bagian timumya) Samudera Pasifik, terbentuk siklus aliran udara yang
disebut Edaran Walker atau Se1 Walker (Gambar 73). Se1 Walker tidak hanya terbentuk di
Samudera Pasitik melainkan juga di bagian katulistiwa Samudera Sundraya dan Samudera
Atlantik, yang keseluruhamrya disebut Sistem Edaran Walker. Sistem ini berhubungan pula
dengan sistem Edaran Hadley (yang berlangsung di kawasan antara tropika dan subtropika) dan
selanjutnya Sistem Edaran Hadley berhubungan pula dengan Sistem Edaran Ferrel (yang
beroperasi di daerah antam subtropika dan lintang-lintang yang lebih tinggi), sehingga
keseluruhan bumi dicakup oleh jaringan alirao udara dan angin ketiga sistem edaran mini. Itulah
sebabnya mengapa perubahan cuaca karena pergeseran lokasi Sistem Edaran Walker, misalnya
yang terjadi pada periode El-Nino, dalam waktu yang tak lama merambat ke hagian-bagian dunia
lainnya, yang menyebabkan El-Nino tersebut menjadi suatu fenomena global.

XI.3. MERANLSME TERJADINYA EL-NINO

Menurut has&hasil penelitian sejauh ini fenomena El Nino selalu hermula di Samudera
Pasifik, oleh bertiupnya Angin Timuran, yang berlangsung secara terus-menerus selama dua
tahun bertumt-turut atau lebih. Hal ini menyebabkan penumpukan EAP (empohan air panas) dan
peninggian muka laut yang berlebihan di sekitar Indonesia dan Australia Utara, hingga
sobahagian massa air EAP pada suatu mat (kemungkinan sekitar musim gugur utara -
September/Oktober) mulai balik meluncur turun ke arah timur, hingga wilayah air hangat
menjadi meluas, yang akibatnya menurunkan suhu dan menaikkan tekanan udara di atas EAP.
Hal ini melemahkan aliran udara Angin Timuran, terutama yang berasal dari Angin Pasat
Tenggara, karena pada musim gugur sumbu kekuatan angin ini heralih lebih jauh ke selatan.
Pada musim dingin di Indonesia dan sekitamya bertiup monsun barat yang lebih meluaskan
wilayah EAP ke timur dan ke selatan. Hal ini memicu timhulnya kekuatan angin ham yang
disebut Letupan Angin Barat (West Wind Burst, Gambar 72). Letupan angin inilah yang lama-
lama memperlemah dan akhimya mematikan Angin Timuran. Akihat dari ini semua ialah
mengalirnya air ,panas ke bagian tengah dan nantinya juga ke bagian timur katulistiwa Pasifik.
Hal ini diiringi pula oleh berpindahnya pusat-pusat konveksi ke bagian tengah dan timur Pasifik
yang menyebabkan pula turunnya hujan di tempat-tempat yang biasanya kering di kawasan itu.
Sebaliknya di Kepulauan ‘Indonesia, Filipina dan sekitamya dan juga di Australia ‘Utara terjadi
subsidensi udara kering yang mendatangkan kemarau panjang, yang ~menandai datangnya
periode El Nino di kawasan-kawasan ini (Gambar 73).
Karena kekuatannya, bertiupnya Angin Baratan dapat berlangsung lebih Iama,
melampaui musim panas berikutnya (Juli-Agustus), dan akan terus mendorong air hangat ke
timur hingga akbimya mencapai pantai Peru dan Ekuador sekitar aGal musim dingin
(Desember). El Nino pun dengan ini mu& puIa menimpa kawasan itu.

X1.4. MASA BEBAKHIFtNYA EL-NINO

Pergantian musim yang disertai peralihan angin monsun di Indonesia dari musim barat
(Desember-Februari) ke musim timur (Juni-Agustus) mendatangkan Angin Tenggara, yang
iama-lama memperlemab dan akhimya menghentikan keberadaan Letupan Angin Baratan. Di
bagian tengah dan timur Samudera Pasifik, Angin Timuran mulai bangkit lagi, mula-mula lemah,
dan dengan berlanjutnya musim kemudian menguat hingga mencapai kekuatannya yang normal.
Angin hangatpun mulai di dorong balik ke barat ke arab Kepulauan Indonesia. Dan dengan itu
pula Periode El-Nino pun berakhir pula.
Bila tiupan Angin Timuran berlangsung dengan lebih keras darr lebih mantap melampaui
keadaan nonnalnya, maka yang terjadi ialah pembentukan La-Nina, sebagai Iawan dari El-Nina.
Dalam periode La-Nina terjadi pembentukan banyak siklon-siklon tropik yang mendatangkan
hujan derasdi kawasan pusat-pusat konveksi. Bahaya yang terjadi ialah yang sebabknya dari
bencana kemarau, yaitu bencana banjir di berbagai tempat, dengan akibat-akibat ekonomi dan
sosial ~yang tidak kalah parahnya dengan bencana kekeringan. Di lautan .terjadi pengadukan-
pengadukan air oleh gelombang-gelombang besar dan pemmman nilai saliniti yang drastis. Hal
ini menyebabkan perubahan besar pada sirkulasi dan ekologi laut, yang pada gilirannya akan
mempengaruhi kehidupan dan ketersediaan ikan-ikan dan biota taut lainnya.

228
Jadi bisa disimpulkan bahwa El-Nino (dan La-Nina) dibentuk melalui mekanisme
interaksi antara elemen-elemen yang ada di atmosfer dan yang ada di lautan dunia secara timbal-
balik dan berlangsung tanpa henti-hentinya, seperti telah diutaikan di atas.

x1.5. DAMPAK OSEANO-METEOROLOGI DI SAMUDERA PASIFIK

Selama periode Angin Timuran berlangsung, maka penumpukan EAP olehnya di


kawasan barat Pasifik, khususnya di wilayah pantai dan lepas pantai Kepulauan Indonesia dan
sekitamya,. akan menyebabkan peninggian paras laut di kawasan itu. Sebaliknya’ di kawasan
timur Sam&a Pasitik, kekosongan massa air yang terjadi karena terangkut ke barat,
menimbulkan penurunan paras laut yang terlihat khususnya di pantai Peru dan Ekuador serta di
pulau-pulau kecil kawasan itu. Perbedaan paras laut antara kedua kawasan Pasifik itu berkisar
antara 20 hingga 40 cm. Pada periode EI-Nino, meluncur-turunnya massa air EAP balik ke arah
timur akan menurunkan paras laut di kawasan barat Pasifik, sedangkan tibanya massa air hangat
tersebut di kawasan timur Pa&k akan menyebabkan naiknya paras laut di situ. Jadi terdapat
semacam osilasi atau turun-naik yang bergantian antara paras laut di bagian barat dan bagian
timur kawasan tropika Pasifik.
Dalam aspek tekanan udarapun juga terdapat pergiliran atau osilasi semacam itu. Pada
periode normal penumpukan EAP di bagian barat akan memanaskan udara di atasnya, hingga
tekanan udaranyapun turun, misalnya yang terjadi di Darwin. Sebaliknya’ taikan air (upwelling)
untuk mengganti kekosongan di bagian timur Pasitik, akan mendinginkan udara di atasnya,
hingga tekanan udaranyapun naik, misalnya di Tahiti akan naik dan melebihi tekanan yang di
Darwin, Beda tekanan udara antara kedua kota (Tahiti minus Darwin) akan bemilai positif. Pada
periode El- Nino, berpindahnya air panas ke timur akan menurunkan suhu udara dan menaikkan
tekanan udara di Darwin. Sebaliknya tibanya air panas di bagian timur, dalam ha1 ini Tahiti, akan
menaikkan suhu udara dan menurunkan tekanan udara di situ. Maka pada periode El-Nino, beda
tekanan udara kedua tempat, yang disebut juga Indeks Osilasi Selatan (10s) akan bemilai
negatif. Nilai 10s yang bergantian positif-negatif inilah yang antara lain sebagai dasar evaluasi
kejadian El-Nino serta prediksinya.

229
Osilasi ini tidak hanya bisa dilihat pada parameter tekanan udara dan tinggi paras laut
saja, tetapi juga pada parameter-parameter lainnya. Misalnya ditunjukkan oleh distribusi amh
dan kekuatan angin, baik yang di dekat paras laut (tekanan 850 mb) maupun yang di lapisan
atmosfer atas (misalnya 250 mb).
Selain itu juga terlihat pada nilai intensiti OLR (outgoing long-wave radiation) atau RGP (radiasi
gelombang-panjang pantulan-bumi) dan pada keJelukan temroklin (thermocline depth) di dalam
laut, yaitu Iapisan yang menjadi pembatas antara bagian air hangat di atasnya dan air dingin di
bawahnya, biasanya dipilih lapisan air yang suhunya di-mana-mana bernilai 15 atau 20°C.
Di kawasan katulistiwa Pasifik, pada periode normal kedua angin pasat (yang komponen-
komponennya ialah Angin Timuran) hadir dengan kekuatan penuh dan arah yang manmp.
Sebaliknya Letupan Angin Barat pada periode ini tidak ada sama~sekali. Pada periode El-Nino
Angin Timuran lenyap dan Angin Baratan hadir dengan kekuatan penuh. Pada peta distribusi
angin, osilasi berupa pergantian waktu dan tempat hadir-tidaknya, dan kuat-lemahnya kedua
angin tersebut dapat terlihat jelas.
RGP atau radiasi gelombang panjang pantulan dari pams bumi yang di ukur dari
ketinggian atmosfer (oleh pesawat udara atau satelit misalnya), intensitasnya akan bersifat lemah
di kawasan-kawasan konveksi udara. Hal ini disebabkan oleh penyerapan atas sebagian RGP
oleh awan dan hujan, dan makin tebal awannya makin lemah RGP yang terukur. Sebaliknya di
kawasan subsidensi di bagian timur Pasifik intensiti RGP akan terukur dengan, kuat karena cuaca
yang cerah kurang menyerapnya. Oleh sebab itu pa& periode normal nilai RGP di kawasan
konveksi di bagian barat Pasifik akan lehih kecil di bandingkan dengan yang di ukur di kawasan
subsidensi di bagian tengah dan timur Pa&k. Pada periode El-Nino ha1 yang sebaliknya yang
terjadi.
Penumpukan EAP di bagian barat Pasifik akan memperbesar volume air panas di situ.
Oleh sebab itu penumpukan tersebut akan menekan lapisan termoklin dan lapisan-lapisan dingin
lebib ke bawah lagi yang berarti lapisan termoklin akan menjadi lebih, jeluk atau lebih datam.
Sebaliknya kekosongan massa air yang di ikuti oleh proses taikan air (upwelling) di bagian timur
Pasifik akan mengangkat ke atas dart memperdangkal ,termoklin itu. Dalam massa El-Nino,
perginya air hangat ke bagian tengah dan timur Pasifik dan datangnya air hangat tersebut di

230
kawasan tersebut, akan menimbulkan pendangkalan termoklin di bagian barat Pasifik dan
pendalaman termoklin di bagian timumya.
Dan akhirnya pada SPL (Suhu Paras Lam) dan SUP (Suhu Udara Paras Laut), lebih-lebih
lagi, ditemukan pergiliran nilai atau osilasi nilai antara bagian narat dan timur katulistiwa Pasifik
dan antara periode normal dan periode El-Nino.

X1.6. DAMPAK EL-NINO ATAS KEPULAUAN INDONESIA

Di lautan dampak El-Nino terlihat antara lain pada konsentrasi zat klorofil lapisan paras
dan di duga akan terlihat pada kuat-lemahnya Arlindo (Arm Lintas Indonesia).
Penumpukan EAP di sekitar Indonesia oleh arus-arus katulistiwa akan meninggikan paras laut di
pantai-pantai Irian Jaya, Halmahera dan Talaud yang menghadap ke Samudra Pasifik.
Sebaliknya ants katulistiwa di Samudra Sundraya akan mengangkut massa air dari Kepulauan
Indonesia ke arah Afrika, hingga paras laut di pantai Jawa, Sumbawa dan Nusa Tenggara yang
menghadap Samudra Sundraya akan turun.
Akibatnya paras laut di sisi Pasifik menjadi lebih tinggi di bandingkan dengan yang ada
di sisi Samudra Sundraya, dan perbedaan tinggi paras laut ini bisa mencapai 40 cm di musim
timur. Perbedaan paras Iaut inilah yang menjadi pendorong bangkitnya arus Arlinco yang
melintasi Kepulauan Indonesia dari Samudra Pasifik ke Samudra Sundraya. Jadi Arlindo bisa
dipandang sebagai bocoran air Pasifik ke Samudra Sundraya.
Di perkirakan bila kekuatan Arlindo melemah, maka laju pembentukan EAP akan
meningkat dan oleh sebab itu masa terulanguya El-Nino pun menjadi dipercepat. Sebaliknya
bila arus Arlindo menjadi lebih deras, maka pembentukan EAP menjadi lambat dan demikian
pula pengulangan terjadinya El-Nino pun menjadi lambat pula. Perlu di ingat bahwa cepat atau
lambat El-Nino tetap pasti berulang. Hingga saat ini persoalan mana sebab dan mana akibat
antara arm Arlindo dan pembentukan EAP masih menjadi bahan penelitian para pakar oseano-
meteorologi.
Yang jelas, dengan daya angkutnya yang sekitar 10 hingga I5 x IO6 m3/det, diyakini
Arlindo mengangkut banyak bahang (heat) dan air tawar dari Samudra Pa&k Utara ke Samudra

231
Hindia (Sundraya) hingga di perkirakan bahang dan air tawar sebanyak itu akan mempengaruhi
interaksi atmosfer-samudra di tempat itu. Pada gilirannya ha1 ini misalnya akan mempengaruhi
peredaran Monsun India yang nantinya akan memberikan “umpan balik” (feed back) lewat
telekoneksi Edaran Walker kepada peredaran cuaca di Samudra Pasitik, tempat asalnya El-Nino.
Meluncumya’EAP ke arah timur pada periode El-Nino ikut pula menarik massa air ~di
dalam Kepulauan Indonesia keluar ke Samudra Pasifrk, hingga menyebabkan kekosongan yang
satu lagi di perairan Nusantara. Kekosongan ini harus di ganti oleh taikan air (upwelling) yang
mengalirkan air yang dingin dan kaya akan zat hara (fosfat, silikat dan nitrat) ke dekat paras. Zat
hara inipun selanjutnya akan menunjang perturnbuhan plankton yang subur hingga meninggikan
nilai klorotil dau produktiviti primer pemiran Indonesia. Jadi El-Nino tidak seluruhnya
berdampak negatif terhadap Kepulauan Indonesia.
Meskipun demikian, dampak yang parah yang terjadi di daratan harus menjadi perhatian
penuh. Di sini El-Nino hampir selalu mengakibatkan terjadinya musim kemarau panjang dengan
berbagai dampak ikutan yang secara kumulatif bisa mencapai taraf bencana. Panjang daftar
bidang-bidang yang terkena dampak El-Nino hampir tak bisa di batasi. Dampak yang merusak
ini menyentuh hampir semua aspek kehidupan di Indonesia.
Kemarau panjang misalnya jelas menimbulkan kekeringan pada lahan-lahan berbagai
pertanian di berbagai pulau. Hal ini dengan sendirinya menunmkan panenan berbagai hasil
pertanian dan perkebunan, yang pada gilirannya akan menggagalkan berbagai program
pembangunan, termasuk program swa-sembada biji-bijian (terutama beras) buah-buahan dan
sayur-sayuran dan sebagainya dan program kesehatan dan gizi masyarakat.
Sungai-sungai ikut menjadi kering karena El-Nino, atau paling kurang menjadi dangkal.
Hal ini akan mempengaruhi persediaan air di dalam bendungan-bendungan irigasi. Lahan-lahan
yang tergantung pada irigasi akan kekurangan air dengan akibat turunnya produksi pangan lebih
lanjut. Selanjutnya persediaan air bersih oleh PAM menjadi terganggu yang antara lain akan
menimbulkan berbagai penyakit dan masalah kesehatan laionya, karena langkanya air bersih.
Turunnya air bendungan menyebabkan pula turunnya pemasokan listrik ke rumah-rumah
penduduk dan ke berbagai industri. Sejumlah industri sangat memerlukan air bersih dan listrik,
selain baraug-barang modal lainnya. Kelangkaan dalam listrik, dan air menyebabkan

232
terganggunya operasi pabrik dengan akibat menurunnya prod&i barang-barang kebutuhan
hidup.
Persediaan air tanah terganggu pula. Kolam-kolam dan tambak-tambak akan mengalami
kekeringan pula yang berakibat hilangnya produksi berbagai ikan dan udang. Yang tak kalah
parahnya ialah timbulnya kebakaran hutan yang luas yang~menimbulkan asap tebal. Asap jni
sangat mengganggu komunikasi dan transportasi, baik damt, sungai maupun udara, yang tidak
saja menimpa Indonesia akan tetapi juga melampaui batas-batas negara dan menimpa negara-
negara tetangga. Asap ini juga mengganggu kesehatan penduduk di sejumlah pulau-pulau tidak
saja di Indonesia tetapi juga menyebar kepada negara tetangga.
Yang paling sukar dinilai kerusakan dan kerugiamrya ialah hancumya berbagai fauna dan
flora yang ikut terbakar bersama terbakamya hutan-hutan. Hutan tropis Indonesia di huni oleh
berbagai jenis fauna dan flora yang khas dan yang merupakao warisan dunia. Sampai sekarang
belum semuanya sempat di: identifikasi tapi yang mungkin telah punah dengan terbakamya
hutan-hutan tempat hidupnya. Juga kehidupan berbagai satwa yang terganggu, karena rusaknya
hngkungan tempat mereka hidup akan sukar diketahui.
Rusaknya hutan akan mengganggu keseimbangan dinamika ekologi yang pada gilirannya
akan mempengaruhi kehidupan masyarakat secara keseluruhan.

233
SUMBER BAHAN DA,N DAFTAR PERPUSTAKAAN

Anonym, 1992. International Research Institute for Climate Prediction. Published in response to
a request by The International TOGA Board.

Chapel, A., M. Fieux, G. Jaques, J.-M.Jaques, K. Laval, M. Legmnd and H. ‘Le Treut. 1996.
Oceans et Atmosphere. Sience de I’Univers. Hachette Livre, Paris Cedex, 159 h.

Harvey, H.W. 1957. The Chemistry and Fertility of Sea Waters. Cambridge University Press,
1957.240 pp.

King, C.A.M. An Introduction to Oceanography. MC Graw Hill Book Company, INC. New
York. 1966: 337 pp.

Macmillan, D.H. Tides. American Elsevier Publishing Company, INC. New Yok: 240 pp.

Neumann, G. and W.J. Pierson. Principles of Physical Oceanography. Prentice-Hall, INC.


Englewood Cliffs, N.J. 1966: 545 pp.

Nicholls, N. 1984. The Southern Oscillation and Indonesian Sea Surface Temperature. Mon.
Weath. Rev., 112: 424-432.

Shepard, F.P. Submarine Geology. Second Edition Harper & Row, Publishers. New York,
Evanston; and London. 1963: 557 pp.

Sverdrup, H.U., M.W. Johnson, and R.H. Fleming. The Oceans, Their Physics, Chemistry and
General Biology. Prentice-Hall, INC. Englewood Cliffs, N.J. 1942: 1087 pp.

Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of the South ‘East Asian Waters. Published by the
Scripps Institution of Oceanography, Univ. of California, San Diego, C.A. 195h.

Wyrtki, K. 1978. El Nina; An abnormal event in the ocean atmosphere system. Manuscript
submitted to La Recheche.

234

Anda mungkin juga menyukai