Seperti kita ketahui saat pasien mengusahakan untuk mendapatkan obat, seharusnya apoteker tidak melepaskan obat begitu saja, meskipun obat bebas. Hal yang harus dicermati adalah mengamankan pasien dari obat dan penyakit, sebagai tujuan utama dalam swamedikasi. Pada swamedikasi, pemahaman apoteker tentang obat dan penyakit merupakan hal yang harus dikuasai dan tidak bisa ditawar. Karena tidak mungkin kita bisa mengamankan masyarakat dari keduanya bila apoteker tak memahami keduanya. Pemahaman apoteker terhadap obat secara umum tidak menjadi masalah, tetapi pemahaman terhadap penyakit umumnya sangat kurang. Bukannya kita ingin menjadi pengobat seperti doker, tetapi diharapkan kita bisa mengawal masyarakat dan tahu kapan masyarakat harus ke dokter. Sering kali pasien memaksakan diri agar apoteker mampu mengobati penyakitnya, tetapi bila dirasakan penyakit harus dirujuk, apoteker harus mampu merujuk pada saat yang tepat. Philosofi yang saya gunakan dalam swamedikasi adalah keamanan lebih penting dari pada semuanya, semisal manjur, tetapi tidak aman juga tidak ada gunanya. Sering kali saya harus menjelaskan kepada pasien, bahwa obat yang bagus selalu dengan urutan aman, efektif dan efisien. Keamanan selalu diletakan pada posisi pertama. Dan kalau dalam usaha swamedikasi tidak berhasil pasien harus mengunjungi dokter. Saya selalu mengatakan bahwa kemanan adalah hal yang sangat penting. Dan saya sangat menghargai dokter bila ukuran klinis adalah hak mereka. Boleh kita bicara gejala penyakit, diagnosa dan lain sebagainya, tetapi derajat sakit bukanlah wilayah kita. Sebaiknya kita berhati hati didalam swamedikasi dan tetap mengutamakan kepentingan pasien yaitu selamat dalam penggunaan obat dan sediaan farmasi lain.
Kesehatan Indonesia semakin hari semakin memburuk. Salah satu penyebabnya adalah kondisi perekonomian Indonesia yang tidak kunjung membaik. Masyarakat miskin memandang kesehatan adalah kebutuhan yang dapat ditunda demi pemenuhan kebutuhan lain yang lebih fundamental, makan misalnya. Lantas, apa peran apoteker dalam swamedikasi? Saat ini di Indonesia, persentase penduduk miskinnya mencapai 16,58% (Depkes RI, 2008). Pada masyarakat dengan status ekonomi rendah ditambah dengan pendidikan yang rendah, pemeliharaan dan peningkatan kesehatan sebagai aspek yang merupakan penekanan upaya promotif dan preventif dalam pembangunan kesehatan, cenderung belum menjadi sesuatu yang dirasakan sebagai kebutuhan. Oleh karena itu, sementara menunggu kondisi perekonomian Indonesia membaik, maka perlu upaya peningkatan kesadaran memelihara kesehatan (masyarakat) sendiri dalam bentuk swamedikasi (self medication). Menurut WHO (World Health Organization), Swamedikasi didefinisikan sebagai pemilihan dan penggunaan obat-obatan (termasuk produk herbal dan tradisional) oleh individu untuk mengobati penyakit atau gejala yang dapat dikenali sendiri. Swamedikasi juga diartikan sebagai penggunaan obat-obatan tanpa resep dokter oleh masyarakat atas inisiatif penderita (pasien). Swamedikasi menempatkan masyarakat sebagai subjek, bukan sebagai objek yang hanya menerima pengupayaan kesehatan oleh pemerintah, tetapi mengupayakan kesehatannya sendiri.
AphA (American Pharmacists Association) mengklasifikasikan swamedikasi menjadi: (1) Perilaku gaya hidup sehat dimaksudkan untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit; (2) Perilaku swamedikasi medis yang berhubungan dengan gejala dan pengobatan; (3) Perilaku yang terkait dengan peningkatan kualitas hidup dan kehidupan sehari-hari tiap individu. Disadari atau tidak swamedikasi telah berjalan dari zaman dahulu kala secara tradisional oleh para nenek moyang Bangsa Indonesia yang dikenal dengan jamunya, mengingat letak geografis Negara Indonesia yang banyak ditumbuhi tanaman obat. Seiring dengan perkembangan zaman, maka diperlukan swamedikasi yang lebih terarah dengan tanaman obat yang telah dikemas dalam bentuk yang lebih modern. Dengan adanya swamedikasi yang terarah, maka masyarakat yang sakit, terlepas dari mereka kaya atau miskin, dapat melakukan pengobatan terhadap dirinya sendiri maupun kepada keluarganya. Tenaga kesehatan yang paling berperan dalam mengarahkan swamedikasi adalah apoteker (farmasis). Mengapa apoteker? Karena dalam pelaksanaan swamedikasi seperti, pemilihan obat, pasien paling banyak berinteraksi dengan apoteker yang memang memiliki kualifikasi dalam bidang tersebut. Posisi farmasis menjadi sangat strategis dalam mewujudkan pengobatan rasional bagi masyarakat karena keterlibatannya secara langsung dalam aspek aksebilitas, ketersediaan, keterjangkauan sampai pada penggunaan obat dan perbekalan kesehatan lain, sehingga dimungkinkan terciptanya keseimbangan antara aspek klinis dan ekonomi berdasarkan kepentingan pasien. Obat-obatan yang dapat diperoleh masyarakat secara bebas dilengkapi dengan informasi yang lengkap mengenai obat tersebut dan telah melewati serangkaian pengujian keefektifan dan keamanan obat. Untuk meningkatkan keamanan pasien FDA (Food and Drug Administration) mengharuskan semua obat (termasuk obat bebas) untuk diberi label dengan kode bar, yang akan menjamin pemakain obat dengan benar, obat yang tepat dalam jumlah yang tepat dan pada waktu yang tepat. Dalam hal ini, apoteker dapat memberikan asuhan kefarmasiannya melalui kode bar yang ada pada sediaan (obat). Disinilah peranan farmasis menjadi sangat penting. Swamedikasi memiliki beberapa keuntungan dalam penerapannya, yaitu: 1. Biaya yang diperlukan tidak banyak karena tidak harus ke rumah sakit dan diperiksa oleh dokter; 2. Lebih mudah karena pengobatan dilakukan sendiri menggunakan obat-obatan yang mudah diperoleh; 3. Kualitas pengobatan terjamin karena dilakukan sendiri, secara tidak sadar pasien akan mengupayakan yang terbaik bagi dirinya sendiri. Penggunaan obat tanpa resep untuk swamedikasi menuntut kepastian bahwa obat tersebut terbukti aman, berkualitas dan memberikan efikasi sesuai yang diharapkan; dan 4. Aman karena obat yang dipakai adalah obat yang telah melewati serangkaian pengujian dan tertera aturan (dosis) pemakaian obat. Menurut Widayati (2006), swamedikasi akan berjalan dengan baik dan terus meningkat. Beberapa faktor berperan dalam peningkatan tersebut, yaitu:
1. Pengetahuan masyarakat tentang penyakit ringan dan berbagai gejala serta pengobatannya; 2. Motivasi masyarakat untuk mencegah atau mengobati penyakit ringan yang mampu dikenali sendiri; 3. Ketersediaan dan kemudahan mendapatkan obat-obat yang dapat dibeli bebas tanpa resep dokter atau OTR (Obat Tanpa Resep) secara luas dan terjangkau untuk mengatasi penyakit ringan atau gejala yang muncul; serta 4. Diterimanya pengobatan tradisional sebagai bagian dari sistem kesehatan. Kabar baiknya saat ini adalah ada sekitar ratusan penyakit yang dapat ditangani dengan swamedikasi (AphA, 2004), misalnya diare, faringitis, konstipasi, sakit dan nyeri (umum, ringan, sampai sedang), alergi, anemia, pengontrolan tekanan darah, kaki atlit, asma, jerawat, kapalan, dermatitis, wasir, sakit kepala, insomia, psoriasis, pilek, demam, muntah, obesitas, sinuisitis, ketombe, luka bakar, biang keringat, penyakit peridontal, kandida vaginitis, xerostomia dan masih banyak lagi. Dengan demikian, swamedikasi merupakan salah satu cara peningkatan kesehatan yang sangat baik untuk diterapkan di Indonesia, karena lebih murah dan mudah tetapi tidak mengabaikan kualitas pengobatan melalui pengoptimalan tenaga farmasis dan masyarakat. Sudah saatnya Pemerintah mengintensifkan program jangka panjang yang memberdayakan masyarakat sendiri seperti swamedikasi daripada mencoba menyediakan berbagai sarana kesehatan yang sulit terealisasi dan sulit dijangkau oleh masyarakat.
PERAN APOTEKER DALAM KERASIONALAN PEMAKAIAN OBAT DI SARANA KESEHATAN I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Banyaknya jenis penyakit baik infeksi maupun non infeksi, beragamnya jenis dan merk obat yang beredar serta tingginya biaya kesehatan merupakan sesuatu yang harus disikapi dengan bijak oleh semua profesional kesehatan. Apoteker adalah salah satu profesional kesehatan yang mempunyai fungsi sebagai pelaku pekerjaan kefarmasian. Fungsi pekerjaan kefarmasian terbagi dua, sebagai managemen logistic yaitu yang berhubungan dengan produksi dan distribusi, dan fungsi klinik yang berhubungan dengan seleksi dan terapi obat. Pergeseran pola pikir dan orientasi kerja Apoteker dari produk ke pasien harus diikuti dengan peningkatan kemampuan Apoteker dibidang klinik sejalan dengan perkembangan pelayanan kesehatan.
B. TUJUAN
1. Meningkatkan kompetensi Apoteker dibidang klinik sebagai salah satu profesional kesehatan. 2. Meningkatkan kerjasama antar profesional kesehatan.
III.TEMA KEGIATAN Peran Apoteker dalam ketepatan pemakaian obat di sarana kesehatan. IV. TEMPAT DAN TANGGAL KEGIATAN Waktu pelaksanaan Tempat Alamat : 20 21 Oktober 2011 : RSU Santo Antonius Pontianak : Jl. KH. Wahid Hasyim Pontianak
V. PENYELENGGARA IAI ( Ikatan Apoteker Indonesia ) Prop. Kalimantan Barat VI. PESERTA Peserta sebanyak maksimal 60 orang (Pesrta Terbatas) Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian Rumah Sakit, Puskesmas Se Kalimantan Barat Mahasiswa Kedokteran, Farmasi, Keperawatan/Kebidanan VII. AKREDITASI 10 SKP VIII. NARASUMBER Narasumber pada pelatihan farmasi klinik yaitu : 1. Dra. Debby Daniel, Apt. M.Epid (Praktisi RSU Fatmawati) Pelayanan Informasi Obat dan Konseling 2. Dra. Endang Yuniarti, M.Kes., Apt (Praktisi RS PKU Muhamadiyah Yogyakarta) Konsep Pelayanan Farmasi 3. Dra. Rina Mutiara, M.Pharm., Apt (Praktisi RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo) Pelatihan pencampuran obat suntik dan Nutrisi Parenteral
IX. BIAYA Rp. 600.000 per orang Pendaftaran bisa dilakukan dengan cara: 1. Transfer via BRI Syariah Kalbar No. Rekening : 1003076691 a.n. Ikatan Apoteker Indonesia Kalbar Bukti transfer dicopy kemudian di fax ke Sekretariat IAI Kalbar dan Formulir Pendaftaran nya juga di fax. no Fax Sekretariat IAI KAlbar : (0561) 6580035 (tolong dikonfirmasi sebelum fax) 2. Tunai (di bayar ke Sekretariat IAI Kalbar) (Dengan syarat sudah melakukan pemesanan paling lambat 1 minggu sebelum Workshorp)
Formulir Pendaftaran Workshorp of Pharmaceutical Care Nama Lengkap Alamat Rumah Alamat Kantor Telp/Hp Email Pekerjaan : : : : : : .
Setelah Formulir diisi lengkap, mohon dikirim ke alamat Sekretariat IAI Kalbar. Alamatnya: Jln. Perdana Komplek Perdana Square Blok A9. Buka hari Senin-Jumat Jam 09.00-15.00 dan Sabtu jam 09.00-12.00 X . LAMPIRAN 1. Susunan kepanitiaan 2. Jadwal Tentatif Pelatihan
XI. PENUTUP Setelah sukses mengadakan seminar sehari pada tahun 2010 tentang Penggunaan obat yang aman bagi wanita hamil dan menyusui, IAI Propinsi Kalimantan Barat kembali akan mengadakan Workshop of Pharmaceutical Care tentang peran Apoteker dalam ketepatan pemakaian obat di sarana kesehatan, sehingga sangat diharapkan kegiatan ini dapat meningkatkan kemampuan apoteker dalam memberikan pelayanan kesehatan umumya dan pelayanan farmasi klinik pada khususnya.
Contact Person: I. Linda (Kantor Sekretariat IAI Kalbar) No Hp. 081345234118 II. Eka Mulyanti,S.Si., Apt. (BPPOM Kalbar) No Hp. 081345910300 III. Husnani,S.Far,Apt. ( Penumpu Website IAI Kalbar) No Hp. 08565045186 / 082157743243 Peserta Terbatas!!!! Diharap secepatnya daftar ke contact person. LAMPIRAN 1. SUSUNAN KEPANITIAAN WORKSHOP OF PHARMACEUTICAL CARE Pelindung : Dra. Yanieta Arbiastutie, Apt, MM, MSc (Ka. PD IAI Kalbar) Dra. Yanuarti, Apt, MKes (Ka. MPEA Kalbar) Penasehat : Wahyudi, S.Si, Apt, MKM Indah Puspasari, S.Si, Apt Ketua Pelaksana : Jamalludin, S.Si., Apt. Sekretaris : I. Husnani,S.Far,Apt. II. Dian Kartikasari,S.farm,Apt Bendahara : Eka Mulyanti,S.Si., Apt. Koordinator Koordinator : Koordinator Dana dan sponsor : Yulia Karmila, S.Si., Apt . Koordinator Acara : Merry Oktovina Dameria, S.Si., Apt. Anggota : Florina Wiwin, S.Si., Apt. Pandu Wibowo, S.Si., Apt. Koordinator Perlengkapan : Andi Saputra, S.Farm., Apt. Anggota : Bambang Wijianto, S.Farm., MSc., Apt. Wawan, S. Farm, Apt Koordinator Humas : Ade Ferdinan,S.Si,Apt. Anggota : Andi Sumadi,S.Farm, Apt Robyanto, S.Si. Apt Koordinator Konsumsi : Liza Pratiwi,S.Farm,MSc., Apt. Anggota : Nuryana,S.Si,Apt.
LAMPIRAN 2 . JADWAL TENTATIF Waktu Hari I (20 Oktober 2011) 08.30-09.45 09.45-10.00 10.00-11.30 Materi Pembukaan Coffe Break PIO & konseling Pembicara Ketua IAI Dra. Debby Daniel, Apt. M.Epid (Praktisi RSU Fatmawati) 11.30-13.00 13.00-15.00 Ishoma Simulasi PIO & Konseling Dra. Debby Daniel, Apt. M.Epid (Praktisi RSU Fatmawati) 15.00 Hari II (21 Oktober 2011) 08.30-10.00 Pulang Konsep Pelayanan Farmasi Dra. Endang Yuniarti, M.Kes., Apt (Praktisi RS PKU Muhamadiyah Yogyakarta) 10.00-10.15 10.15-12.00 Coffe Break Pencampuran Obat Suntik & Dra. Rina Mutiara, M.Pharm., Apt Nutrisi Parenteral (Praktisi RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo) 12.00-13.30 13.30-15.30 Ishoma Simulasi Pencampuran Obat Dra. Rina Mutiara, Suntik & Nutrisi Parenteral M.Pharm., Apt (Praktisi RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo) 15.30 Penutupan