Anda di halaman 1dari 2

Wartawan Bodong Merusak Citra Jurnalistik

Dewasa ini, siapa yang tidak tahu dengan Jurnalis, orang yang berkerja pada lembaga
atau perusahaan yang mendirikan atau memproduksi media massa itu lebih dikenal di
kalangan masyarakat dengan sebutan wartawan.

Jurnalis atau wartawan merupakan salah satu profesi yang sangat erat kaitannya dengan
lingkungan sekitar masyarakat. Jurnalisme adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta
dan melaporkan peristiwa yang terjadi setiap harinya. Profesi jurnalis bergelut dalam bidang
pencarian informasi, peliputan informasi di lapangan, serta penyebaran informasi kehadapan
publik melalui media massa, cetak, elektronik, dan online. Terdapat dua aspek penting dalam
jurnalisme. Pertama jurnalis yang merupakan individu-individu yang bekerja, mencari,
mengolah, mengedit dan menyiarkan informasi. Kedua adalah media massa (cetak, elektronik
dan online) yaitu alat untuk menyebarkan informasi yang sudah diolah oleh redaksi.

Mengutip dari buku “Jurnalisme Cetak (Konsep dan Praktik)” karya Arief Hidayatullah,
kerja seorang jurnalis adalah mencari, mengolah, menulis, dan menyebarluaskan informasi
kepada publik melalui media massa. Sejatinya, jurnalisme merupakan pekerjaan yang
dilakukan secara profesional, dikatakan profesional karena aktivitas jurnalisme diatur dengan
kode etik profesi. Sebuah pekerjaan dikatakan profesi apabila pekerjaan itu diatur dengan
kode etik. Profesi jurnalisme diatur dengan kode etik jurnalisme.

Namun sayang, di daerah-daerah di beberapa wilayah Indonesia, masih banyak oknum


yang mengatasnamakan dirinya sebagai wartawan dari sebuah media, tanpa adanya kejelasan
mengenai berita apa yang mereka buat, karya jurnalistik seperti apa yang mereka buat.

Munculnya oknum-oknum yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis, banyak tindakan


yang tidak mencerminkan dirinya sebagai seorang jurnalis, melanggar kode etik jurnalistik
yang diajarkan kepada jurnalis sebagai pedoman dan marwah sebuah profesi mulia ini.

Dengan hanya berbekal sebuah kartu id pers, mereka mengunjungi sekolah-sekolah,


instansi-instansi pemerintahan dengan alasan silaturahmi, tanpa ada sebuah tujuan untuk
membuat sebuah karya jurnalistik atau berita. Yang mana, mereka hanya berniat untuk
memperoleh sebuah amplop dengan sejumlah nominal, entah oknum tersebut bisa membuat
sebuah berita sesuai dengan kaidah kebahasaan 5W=1H, atau hanya memiliki id pers saja
tanpa memiliki talenta untuk membuat karya jurnalistik, dan patut diduga kalo bisa jadi kartu
tersebut sengaja dibuat sendiri oleh oknum tersebut di tempat percetakan digital. Mereka
memakai kemeja yang bertuliskan instansi atau sebuah media, hanya dipakai untuk sebuah
sandiwara belaka. Secara tidak langsung, mereka telah merusak citra baik jurnalistik.

Banyak kepala desa atau kepala sekolah yang mengeluhkan atas kedatangan oknum
wartawan ini. Oknum tersebut datang memeras kepala desa dan kepala sekolah dengan
menakut-nakuti mereka atas pengelolaan anggaran desa bagi kepala desa. Sedangkan para
kepala sekolah ditakuti terhadap pengelolaan Biaya Operasional Sekolah (BOS).

Perbuatan tersebut tentunya telah melanggar asas moralitas kode etik Jurnalistik.
Dimana, wartawan Indonesia tidak boleh menyalahgunakan profesinya dan tidak boleh
menerima suap. Selain itu, jurnalis yang harusnya membawa perubahan, tidak tercermin
dalam diri mereka. Perubahan merupakan hukum utama jurnalisme. Media bukan lagi
sebagai penyalur informasi, tapi fasilitator, penyaring dan pemberi makna dari sebuah
informasi.

Banyak faktor yang menjadi latar belakang munculnya oknum jurnalis ini, salah satunya
yang dijelaskan oleh Ridwan Mustopa, dosen Fakultas Komunikasi dan Informasi Universitas
Garut dan wartawan asal Garut. Dia menjelaskan, salah satu faktor munculnya wartawan
bodong (wartawan abal-abal) adalah ketidaksiapan media terkait, dalam memfasilitasi dan
menyejahterakan para jurnalisnya. Faktor finansial sebuah media juga melatarbelakangi
munculnya para oknum-oknum jurnalis.

Pembentukan media memang perlu diperhitungkan sedemikian rupa, jangan sampai


sebuah media harus gulung tikar karena faktor keuangan. Hal tersebut lah faktor utama
munculnya wartawan bodong, dengan memiliki id pers/kartu nama media, mereka mengaku
utusan media tersebut, sedangkan media mereka sendiri sudah gulung tikar.

Anda mungkin juga menyukai