Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

‫الَّس َالُم َع َلْي ُك ْم َو َر ْح َم ُة اللِه َو َبَر َك اُتُه‬


‫ َأْش َهُد َاْن َال ِإَلَه‬.‫ َتَباَر َك اَّلِذ ْي َج َعَل ِفي الَّس َم اِء ُبُر ْو ًج ا َو َج َعَل ِفْي َها ِس َر اًج ا َو َقَم ًر ا ُمِنْيًر ا‬،‫َاْل َح ْم ُد ِلَّلِه اَّلِذ ْي َك اَن ِبِع َباِدِه َخ ِبْيًر ا َبِص ْيًر ا‬
‫ َالَّلُهَّم َص ِّل َع َلْي ِه‬.‫ َو َداِع َيا ِإَلى اْل َح ِّق ِبِإْذ ِنِه َو ِس َر اًج ا ُمِنْيًر ا‬،‫ِإَّال اللُه وََأْش َهُد َاَّن ُمَح َّم ًدا َع ْبُد ُه ُو َر ُسوُلُه اَّلِذ ْي َبَع َثُه ِباْل َح ِّق َبِش ْيًر ا َو َنِذ ْيًر ا‬
‫ َأَّم ا َبْع ُد؛‬.‫َو َع َلى آِلِه َو َص ْح ِبِه َو َس ِّلْم َتْس ِلْي ًم ا َك ِثْيًر ا‬
Segala puji bagi Allah, yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat hamba-
hambanya.Alhamdulillah karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan
tugas makalah ulumul Qur’an ini. Adapun maksud dan tujuan kami disini yaitu menyajikan
beberapa hal yang menjadi materi dari makalah kami. Makalah ini membahas
mengenai “Uluml Qura’an”. Makalah ini menggunakan bahasa yang mudah dimengerti untuk
para pembacanya.

Kami menyadari bahwa didalam makalah kami ini masih banyak kekeurangan, kami
mengharapkan kritik dan saran demi menyempurnakan makalah kami agar lebih baik dan dapat
berguna semaksimal mungkin. Akhir kata kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu proses penyusunan dan penyempurnaan makalah ini.

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pada Umumnya, umat islam diwajibkan untuk selalu menjadikan kitab suci Al-
Quran sebagai landasan dalam hidup, untuk itu, pengetahuan sejarah perkembangan
maupun pengertian dari Al-Quran itu sendiri harus benar-benar dimengerti. Selain
merupakan sumber utama bagi ajaran islam, Al-qur’an juga sebagai pedoman, sumber
rujukan bagi umat islam yang universal, baik meyangkut kehidupan dunia maupun
akhirat.
Ulumul qur’an atau juga di sebut ilmu-ilmu Al-Qur’an adalah kumpulan sejumlah
ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaannya sebagai Al-
Quran maupun dari segi pemahaman terhadap apa yang terkandung di dalamnya. Dengan
demikian ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasmil Qur’an, ilmu asbabul nuzul dan ilmu-ilmu
yang berhubungan dengan Al-Qur’an menjadi bagian dari Ulumul Qur’an.
Sebelum kita mempelajari ilmu-ilmu Al-Qur’an, ada baiknya kita mengerti
terlebih dahulu sejarah adanya ulumul Qur’an. Dengan adanya pokok pembahasan ini
diharapkan mahasiswa semakin mencintai sumber utama umat islam yaitu Al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
1) Apa pengertian ilmu, Al-Qur’an, dan Ulumul Qur’an ?
2) Apa saja yang merupakan ruang lingkup dari ilmu Al-Qur’an ?
3) Bagaimana cara pembukuan serta pembakuan dari ilmu-ilmu Al-qur’an ?
4) Bagaimana sejarah serta perkembangan Al-Qur’an?
C. Tujuan Masalah
1) Untuk mengetahui pengertian ilmu, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an.
2) Untuk mengetahui ruanglingkup pembahasan ulumul Qur’an.
3) Untuk mengetahui betapa pentingnya mendalami ilmu Al-Qur’an.
4) Untuk mengetahui sejarah perkembangan Al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
Alquran adalah mukjizat Islam yang abadi di mana semakin maju ilmu
pengetahuan, semakin tampak validitas kemukjizatannya. Allah SWT. membebaskan
manusia dari berbagai kegelapan hidup menuju cahaya Ilahi dan menurunkannya kepada
Nabi Muhammad SAW., demi membimbing mereka ke jalan yang lurus. Rasulullah
menyampaikannya kepada para sahabatnya sebagai penduduk asli Arab yang sudah tentu
dapat memahami tabiat mereka. Jika terdapat sesuatu yang kurang jelas bagi mereka
tentang ayat-ayat yang mereka terima, mereka langsung menanyakannya kepada
Rasulullah.
A. Pengertian ‘Ulumul Qur’an
1. Arti Kata ‘Ulum
Secara etimologi, kata ‘Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari
dua kata, yaitu “Ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ‘ulum adalah bentuk jamak dari kata
“ilmu” yang berarti ilmu-ilmu .1 Kata ulum yang disandarkan pada kata Al-Qur’an
telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu
yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an
maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya.
2. Arti Kata Qur’an
Menurut bahasa, kata “Al-Qur’an” merupakan bentuk mashdar yang maknanya
sama dengan kata “qira’ah” yaitu bacaan. Bentuk mashdar ini berasal dari fi’il madhi
“qoro’a” yang artinya membaca. Menurut istilah, “Al-Qur’an” adalah firman Allah
yang bersifat mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantara
malaikat Jibril, yang dimulai surah Al-Fatihah dan diakhiri surah An-Nas, yang
dinukil dengan jalan mutawatir dan yang membacanya merupakan ibadah.
Sedangkan ”al-Qur’an” menurut ulama ushul, fiqih, dan ulama bahasa adalah
Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang lafazh-lafazhnya
mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang diturunkan secara
mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai dari surat al-Fatihah sampai surat an-
Nas, dengan demikian, secara bahasa, ’ulum al-Qur’an adalah ilmu-ilmu
(pembahasan-pembahasan) yang berkaitan dengan al-Qur’an. 2
3. Arti Kata Ulumul Qur’an

1 Al-Quran dan Terjemahannya ( Cet.X Bandung, CV Penerbit Diponegoro, 2005), hal. 277
2 Ahmad Syadali, ‘Ulumul Qur’an I (Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 1997), hal. 11
Kata ulum yang disandarkan kepada kata “al-Qur’an” telah memberikan
pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan
dengan al-Qur’an, baik dari segi kberadaannya sebagai al-Qur’an maupun dari segi
pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Secara istilah, para
ulama telah merumuskan berbagai defenisi Ulumul Qur’an.
B. Ruang Lingkup Ulumul Qur’an
Mengingat luasnya ruang lingkup kajian Ulumul Qur’an sehingga sebagian ulama
menjadikannya seperti luas yang tak terbatas. Bahkan, menurut Abu Bakar Al-‘Arabi,
ilmu-ilmu Al Qur’an itu mencapai 77.450. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang
terdapat dalam Al Qur’an dengan dikalikan empat. Sebab setiap kata dalam Al-Quran
mengandung makna zahir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Hal ini didasarkan kepada
jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan dikalikan empat. Sebab, setiap kata
dalam al-Qur’an mengandung makna Dzohir, batin, terbatas, dan tidak terbatas.
Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufrodatnya. Adapun jika dilihat dari sudut
hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung.
Firman Allah :
“Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku,
sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun
Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”.(Q.S. Al-Kahfi :109). 3
Namun demikian, Ash-Shiddieqi memandang segala macam pembahasan Ulumul Quran
itu kembali kepada bebrapa pokok persoalan saja sebagai berikut:
Pertama, persoalan nuzul. Persoalan ini menyangkut tiga hal, yaitu waktu dan
tempat turunnya Al Qur’an, sebab-sebab turunnya Al Quran, dan sejarah turunnya Al
quran.4
Kedua, persoalan sanad. Persoalan ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad
yang mutawatir, yang ahad, yang syaz, bentuk-bentuk qiraat Nabi, para periwayatnya
dan para penghafal Al-Quran, dan cara tahammul (penerimaan riwayat).
Ketiga, persoalan ada’ al qiroah (cara membaca al quran) hal ini menyangkut
waqof (cara berhenti), Ibtida’ (cara memulai) imalah, madd (bacaan yang dipanjangkan),
takhfif hamzah (meringankan bacaan hamzah) idghom ( memasukkan bunyi huruf yang
sakin kepada bunyi huruf sesudahnya)
Keempat, pembahasan yang menyangkut lafal al quran yaitu tentang yang ghorib
(pelik), mu’rob (menerima perubahan akhir kata), majaz (metafora), musytarak (lafal

3 M.Yusuf, Studi Al-Quran, (Jakarta: Amzah, 2009) Hal.6


4 Rosihon Anwar,op, cit. hla 14
yang mengandung lebih dari satu makna), murodif (sinonim), isti’arah (metaphor), dan
tasbih (penyempurnaan).
Kelima, Persoalan makna al quran yang berhubungan dengan al quran, yaitu ayat
yang bermakna ‘amm (umum) dan tetap dalam keumumannya, ‘amm (umum) yang
dimaksud khusus, ‘amm (umum) yang dikhususkan oleh sunnah, yang nas, yang dzahir,
yang mujmal(bersifat global), yang mufassal (dirinci), yang mantuq (makna yang
berdasarkan pengutaraan) yang mafhum (makna yang berdasarkan pemahaman), mutlaq
(tidak terbatas), yang muqoyyad (terbatas), yang muhkam (kukuh, jelas) mutashabih
(samar), yang muskhil (maknanya pelik), yang nasikh (menghapus), dan mansukh
(dihapus), muqaddam (didahulukan), muakhor ( dikemudiankan), ma’mul (diamalkan)
pada waktu tertentu, dan yang hanya ma’mul (diamalkan) oleh seorang saja.
Keenam, persoalan, makna al quran yang berhubungan dengan lafal yaitu fasl
(pisah) wasl (berhubungan) ijaz (singkat) itnab (panjang) musawah (sama) dan qosr
(pendek).5
C. Cabang- Cabang Pokok Pembahasan
Ulumul Qur’an.Meskipun nama ilmu-ilmu yang menjadi pembahasan Ulumul
Quran telah disebutkan secara sepintas lalu, namun untuk lebih mengenalnya perlu
dikemukakan beberapa macam yang penting diketahui seorang yang hendak menafsirkan
atau menerjemahkan Alquran. Ilmu-ilmu Alquran pada dasarnya terbagi ke dalam dua
kategori. Pertama, ilmu riwayah, yaitu ilmu-ilmu yang hanya dapat diketahui melalui
jalan riwayat, seperti bentuk-bentuk qiraat, tempat-tempat turunnya Alquran, waktu-
waktu turunnya. Kedua, ilmu dirayah, yaitu ilmu-ilmu yang diketahui melalui jalan
perenungan, berpikir, dan penyelidikan, seperti mengetahui pengertian lafal yang gharib,
makna-makna yang menyangkut hukum, dan penafsiran ayat-ayat yang perlu ditafsirkan.
Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy, ada tujuh belas ilmu-ilmu Alquran yang
terpokok.6
1. Ilmu Mawathin al-Nuzul
Ilmu ini menerangkan tempat-tempat turunnya ayat, masanya, awalnya, dan
akhirnya. Di antara kitab yang membahas ilmu ini adalah Al-Itqan fi ‘Ulum al-
Qur’an karya Al-Suyuthi.
2. Ilmu Tawarikh al-Nuzul
Ilmu ini menerangkan masa turunnya ayat dan urutan turunnya satu persatu,
dari permulaan turunnya sampai akhir serta urutan turun surah dengan sempurna.

5 Syadili,ahmad. Op, cit. hal. 18


6 Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir, Bulan Bintang, Jakarta,
1972, hlm. 105-108.
3. Ilmu Asbab al-Nuzul
Ilmu ini menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat. Di antara kitab yang penting
dalam hal ini adalah kitab Lubab al-Nuqul karya Al-Suyuthi. Namun, perlu diingat
bahwa banyak riwayat dalam kitab ini yang tidak sahih.
4. Ilmu Qiraat
Ilmu ini menerangkan bentuk-bentuk bacaan Alquran yang telah diterima dari
Rasul SAW. Ada sepuluh qiraat yang sah dan beberapa macam pula yang tidak sah.
Tulisan Alquran yang beredar di Indonesia adalah menurut qiraat Hafsh, salah satu
qiraat yang ke tujuh. Kitab yang paling baik untuk mempelajari ilmu ini adalah Al-
Nasyr fi al-Qiraat al-Asyr karangan Imam Ibn al-Jazari.
5. Ilmu Tajwid
Ilmu ini menerangkan cara membaca Alquran dengan baik. Ilmu ini
menerangkan di mana tempat memulai, berhenti, bacaan yang panjang dan yang
pendek, dan sebagainya.
6. Ilmu Gharib Alquran
Ilmu ini menerangkan makna kata-kata yang ganjil dan tidak terdapat dalam
kamus-kamus bahasa Arab yang biasa atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-
hari. Ilmu ini berarti menjelaskan makna kata-kata yang pelik dan tinggi. Di antara
kitab penting dalam ilmu ini adalah Al-Mufradat li Alfaz al-Qur’an al-
Karim karangan Al-Raghib al-Ashfahani. Kitab ini sangat penting bagi seorang
mufassir atau penerjemah Alquran.
7. Ilmu I’rab Alquran
Ilmu ini menerangkan baris kata-kata Alquran dan kedudukannya dalam
susunan kalimat. Di antara kitab penting dalam ilmu ini adalah Imla’ al-
Rahman karangan Abd al-Baqa al-Ukbari.
8. Ilmu Wujuh wa al-Nazair
Ilmu ini menerangkan kata-kata Alquran yang mengandung banyak arti dan
menerangkan makna yang dimaksud pada tempat tertentu. Ilmu ini dapat dipelajari
dalam kitab Mu’tarak al-Aqran karangan Al-Suyuthi.
9. Ilmu Ma’rifah al-Muhkam wa al- Mutasyabih
Ilmu ini menjelaskan ayat-ayat yang dipandang muhkam (jelas maknanya) dan
yang mutasyabih (samar maknanya, perlu ditakwil). Salah satu kitab menyangkut
ilmu ini ialah Al-Manzumah al-Sakhawiyah karangan Al-Sakhawi.
10. Ilmu Nasikh wa al-Mansukh
Ilmu ini menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansukh (yang dihapuskan)
oleh sebagian para mufassir. Di antara kitab-kitab yang membahas hal ini adalah Al-
Nasikh wa al-Mansukh karangan Abu Ja’far al-Nahhas, Al-Itqan karangan Al-
Suyuthi, Tarikh Tasyri’ dan Ushul al-Fiqh karangan Al-Khudhari.
11. Ilmu Badai’ Alquran
Ilmu ini bertujuan menampilkan keindahan-keindahan Alquran dari sudut
kesusastraan, keanehan-keanehan, dan ketinggian balaghahnya. Al-Suyuthi
mengungkapkan yang demikian dalam kitabnya Al-Itqan dari halaman 83 s/d 96
dalam jilid II.
12. Ilmu I’jaz Alquran
Ilmu ini menerangkan susunan dan kandungan ayat-ayat Alquran sehingga
dapat membungkemkan para sastrawan Arab. Di antara kitab yang membahas ilmu
ini adalah I’jaz al-Qur’an karangan Al-Bagillani.
13. Ilmu Tanasub Ayat Alquran
Ilmu ini menerangkan penyesuaian dan keserasian antara suatu ayat dan ayat
yang di depan dan yang di belakangnya. Di antara kitab yang memaparkan ilmu ini
ialah Nazm al-Durar karangan Ibrahim al-Biqa’i.
14. Ilmu Aqsam Alquran
Ilmu ini menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah Tuhan yang terdapat
dalam Alquran. Ibn al-Qayyim telah membahasnya dalam kitabnya Al-Tibyan.
15. Ilmu Amtsal Alquran
Ilmu ini menerangkan maksud perumpamaan-perumpamaan yang dikemukakan
Alquran. Al-Mawardi telah membahasnya dalam kitabnya berjudul Amtsl al-Qur’an.
16. Ilmu Jidal Alquran
Ilmu ini membahas bentuk-bentuk dan cara-cara debat dan bantahan Alquran
yang dihadapkan terhadap kaum Musyrik yang tidak bersedia menerima kebenaran
dari Tuhan. Najmuddin telah mengumpulkan ayat-ayat yang menyangkut ilmu ini.
17. Ilmu Adab Tilawah Alquran
Ilmu ini merupakan tata-cara dan kesopanan yang harus diikuti ketika
membaca Alquran. Imam Al-Nawawi telah memaparkan dalam kitabnya berjudul
kita Al-Tibyan.
Inilah tujuh belas macam ilmu Alquran yang sangat ditentukan oleh Ash-
Shiddieqy untuk memahirkan oleh setiap orang yang bermaksud menafsirkan atau
menterjemahkan Alquran. Sebelum itu, ia juga harus menguasai ilmu balaghah, bahasa
dan kaidah-kaidahnya, ilmu kalam dan ilmu ushul. Namun demikian, tampaknya masih
banyak lagi ilmu-ilmu yang harus dikuasai oleh seorang mufassir atau penerjemah.
Setidaknya satu ilmu lagi harus ditambahkan kepada ilmu-ilmu yang disebutkan Ash-
Shiddieqy di atas, yaitu ilmu tafsir. 7
Ilmu tafsir merupakan bagian dari Ulumul Quran. Ilmu tafsir berfungsi sebagai
alat untuk mengungkap isi dan pesan yang terkandung dalam ayat-ayat Alquran. Ulumul
Quran lebih umum dari ilmu tafsir karena Ulumul Quran ialah segala ilmu-ilmu yang
mempunyai hubungan dengan Alquran. Ilmu tafsir tidak kurang penting dari ilmu-ilmu
di atas, terutama setelah berkembangnya dengan menampilkan berbagai metodologi,
corak, dan alirannya. Kadang-kadang Ulumul Quran ini juga disebut Ushul At-Tafsir
(dasar-dasar/prinsip-prinsip penafsiran), karena memuat berbagai pembahasan dasar atau
pokok yang wajib dikuasai dalam menafsirkan Alquran.
D. SEJARAH PERKEMBANGAN ULUMUL QUR’AN
Sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, Ulumul Quran
tidak lahir sekaligus. Ulumul Quran menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melalui
proses pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk
membenahi Alquran dari segi keberadaannya dan segi pemahamannya. Makalah ini akan
memaparkan perkembangan Ulumul Quran pada masa Rasulullah SAW., masa Khulafa
al-Rasyidin, dan masa Tadwin (Penulisan Ilmu).
1. Perkembangan Ulumul Quran Pada Masa Rasulullah SAW
Pada masa Rasulullah SAW. ini Alquran belum dibukukan. Di masa Rasulullah
SAW. dan para sahabat, Ulumul Quran belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri
sendiri dan tertulis. Pada masa Rasulullah SAW., Ulumul Quran dipelajari secara
lisan, hal ini berlangsung terus sampai beliau wafat. 8 Karena para sahabat yang
menerima Alquran asli orang Arab dengan keistemewaan hafalan yang kuat,
kecerdasan, kemampuan menangkap makna yang terkandung dalam Alquran. Para
sahabat adalah orang-orang Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa Arab
yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. Bila
mereka menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat
menanyakan langsung kepada Rasulullh SAW.
Sebagai contoh, ketika turun ayat : “Dan tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan kezaliman …” (QS Al-An’am (6): 82). Para sahabatnya bertanya: “Siapa dari
kami yang tidak menganiaya (menzalimi) dirinya !”. Nabi menjawab,
“Pemahamannya tidak seperti yang kalian maksudkan, tidakkah kalian mendengar apa

7 Wahid, Ramli Abdul, Op. Cit., hlm. 27.


8 Al-Shadr, Muhammad Bakir, al-Madrasah al-Qur’aniyyah, Syariat, Iran, 1426 H, hlm. 213.
yang dikatakan seorang hamba yang soleh kepada anaknya”. 9 Nabi menafsirkan
kata zulm di sini dengan syirk berdasarkan ayat di bawah ini :
“Sesungguhnya syirik itu kezaliman yang besar” (QS Luqman (31): 13). “
Adapun tentang kemampuan Rasulullah SAW. memahami Alquran tentunya tidak
diragukan lagi karena ialah yang menerimanya dari Allah dan Allah yang mengajari
segala sesuatunya.
Dengan demikian ada tiga faktor yang menyebabkan Ulumul Quran tidak
dibukukan di masa Rasulullah SAW. dan sahabat. Pertama, kondisinya tidak
membutuhkan karena kemampuan mereka yang besar untuk memahami Alquran dan
Rasulullah SAW. dapat menjelaskan maksudnya. Kedua, para sahabat sedikit sekali
yang pandai menulis. Ketiga, adanya larangan Rasul untuk menuliskan selain
Alquran. Semua ini merupakan faktor yang menyebabkan tidak tertulisnya ilmu ini
baik di masa Nabi SAW. maupun di zaman sahabat. 10
Sebagian besar para sahabat Nabi terdiri dari orang-orang buta huruf, dan alat
tulis menulis pun tidak dapat mereka peroleh dengan mudah. Itu juga merupakan
halangan bagi kegiatan menulis buku tentang ilmu Alquran. 11
Di lain pihak ada larangan dari Rasulullah SAW., untuk menuliskan selain
Alquran. Hal ini seperti diriwayatkan oleh Muslim yang berbunyi :
‫ﻻﺘﻜﺘﺒﻭﺍﻋﻨﻰﻭﻤﻥﻜﺘﺏﻋﻨﻰﻏﻴﺭﺍﻠﻘﺭﺍﻥﻓﻠﻴﻤﺤﻪﻭﺤﺩﺜﻭﺍﻋﻨﻰﻭﻻﺤﺭﺝﻭﻤﻥﻜﺫﺏﻋﻠﻲﻤﺘﻌﻤﺩﺍﻓﻠﻴﺘﺒﻭﺃﻤﻘﻌﺩﻩﻤﻥﺍﻠﻨﺎﺭ‬
Artinya : “Janganlah sekali-kali kalian menulis apapun dariku. Dan barang siapa
yangmenuliskan selain Alquran maka harus menghapusnya, dan ceritakanlah apa yang
kalian dengar dariku karena itu tidak apa-apa, barang siapa yang berbohong kepadaku
dengan sengaja maka bersiaplah untuk mencari tempat duduk di neraka”. 12
Larangan beliau itu didorong kekhawatiran akan terjadinya pencampuran Alquran
dengan hal-hal yang bukan dari Alquran. Pada masa Rasulullah SAW., penulisan
Alquran dilakukan oleh beberapa penulis wahyu yaitu Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab,
Muadz bin Jabal, Muawiyah bin Abi Sufyan, Khulafaur Rasyidin dan sebagainya.
2. Ulumul Quran Pada Masa Khulafa al Rasyidin
Pada zaman kekhalifaan Abu Bakar dan Umar, ilmu Alquran masih diriwayatkan
melalui penuturan secara lisan. 13 Ketika Abu Bakar Shiddiq menjadi khalifah terjadi

9 Manna al-Qaththan, Op. Cit., hlm. 4


10 Al-Shalih, Shubhi, Mabahits fi ‘Ulum al-Quran, Dar al ‘Ilm Li al-Malayin, Beirut, 1977, hlm. 120.
11 Al-Shalih, Shubhi, Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an (Mabahits fi Ulumil Qur’an), Cet. IX, Alih
bahasa; Tim Pustaka Firdaus, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1990, hlm. 156.
12 Al-Zarqany, Muhammad Abd al-Azhim, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Qur’an, Juz I, Isa al-Baby al-
Halaby wa Syirkah, Mesir, (tt), hlm. 28.
13 . Al-Shobuny, Mohammad Aly, at-Tibyan fi Ulumil Qur’an, Alam al-Kitab, Beirut, (tt), hlm. 52
pertempuran yang sangat sengit antara kaum muslimin dengan pengikut Musailamah
al-Kadzab yang menimbulkan banyak korban. Di pihak muslimin ada tujuh puluh
penghafal Alquran yang gugur, sehingga Umar bin Khattab mengusulkan kepada Abu
Bakar untuk menuliskan Alquran dalam satu mushaf. Pada mulanya Abu Bakar merasa
ragu untuk menerima usul Umar tersebut dan memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk
menuliskan Alquran dalam bentuk mushaf.
Ketika di zaman Utsman di mana orang Arab mulai bergaul dengan orang-orang
non Arab, pada saat itu Utsman memerintahkan supaya kaum muslimin berpegang pada
mushaf induk dan membuat reproduksi menjadi beberapa buah naskah untuk dikirim ke
daerah-daerah. Bersamaan dengan itu ia memerintahkan supaya membakar semua
mushaf lainnya yang ditulis orang menurut caranya masing-masing. Di zaman Khalifah
Utsman wilayah Islam bertambah luas sehingga terjadi perbauran antara penakluk Arab
dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab. Keadaan demikian
menimbulkan kekhawatiran sahabat akan tercemarnya keistimewaan bahasa Arab dari
bangsa Arab. Bahkan dikhawatirkan akan terjadinya perpecahan di kalangan kaum
Muslimin tentang bacaan Alquran yang menjadi standar bacaan bagi mereka. Untuk
menjaga terjadinya kekhawatiran itu, disalinlah dari tulisan-tulisan aslinya sebuah
Alquran yang disebut Mushhaf Imam. Dengan terlaksananya penyalinan ini maka
berarti Utsman telah meletakkan suatu dasar Ulumul Qur’an yang disebut Rasm al-
Qur’an atau Ilm al Rasm al-Utsmani. 14
Di masa Ali bin Abu Thalib terjadi perkembangan baru dalam bidang ilmu
Alquran. Karena banyaknya melihat umat Islam yang berasal dari bangsa non-Arab,
kemerosotan dalam bahasa Arab, dan kesalahan dalam pembacaan Alquran, Ali
menyuruh Abu al-Aswad al-Duali (w.63 H.) untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa
Arab. Hal ini dilakukan untuk memelihara bahasa Arab dari pencemaran dan menjaga
Alquran dari keteledoran pembacanya. Tindakan khalifah Ali ini dianggap perintis bagi
ahirnya ilmu Nahwu dan I’rab Alquran.15
3. Perkembangan Ulumul Quran Pada Masa Tadwin (Penulisan Ilmu)
Setelah berakhirnya zaman khalifah yang Empat, timbul zaman Bani Umayyah.
Kegiatan para sahabat dan Tabi’in terkenal dengan usaha-usaha mereka yang tertumpu
pada penyebaran ilmu-ilmu Alquran melalui jalan periwayatan dan pengajaran secara
lisan, bukan melalui tulisan atau catatan. Kegiatan-kegiatan ini dipandang sebagai
persiapan bagi masa pembukuannya. Orang-orang yang paling berjasa dalam

14 Al-Zarqani, Muhammad Abd al-Azim, Op. Cit., hlm. 30


15 Ibid.
periwayatan ini adalah; khalifah yang Empat, Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, Zaid ibn Tsabit,
Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah ibn al-Zubair dari kalangan sahabat. Sedangkan dari
kalangan Tabi’in ialah Mujahid, ‘Atha, ‘Ikrimah, Qatadah, Al-Hasan al-Bashri, Sa’id
ibn Jubair, dan Zaid ibn Aslam di Madinah. Dari Aslam ilmu ini diterima oleh putranya
Abdul Rahman bin Zaid, Malik ibn Anas dari generasi Tabi’i al-tabi’in. Mereka ini
semua dianggap sebagai peletak batu pertama bagi apa yang disebut ilmu tafsir,
ilmu asbab al-nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu gharib Alquran dan lainnya.16
4. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad II H
Kemudian, Ulumul Quran memasuki masa pembukuannya pada abad ke-2 H.
Para ulama memberikan prioritas perhatian mereka terhadap ilmu tafsir karena
fungsinya sebagai Umm al-‘Ulum al-Qur’aniah (Induk Ilmu-ilmu Alquran). Para
penulis pertama dalam tafsir adalah Syu’bah Ibn al-Hajjaj. Sufyan ibn Uyaynah dan
Waqi’ Ibn al-Jarrah. 17 Kitab-kitab tafsir mereka menghimpun pendapat-pendapat
sahabat dan tabi’in.
5. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad III H
Pada abad ke-3 menyusul tokoh tafsir Ibn Jarir al-Thabari (w. 310 H.). Al-
Thabari adalah mufassir pertama membentangkan bagi berbagai pendapat dan
mentarjih sebagiannya atas lainnya. Ia juga
mengemukakan i’rab dan istinbath (penggalian hukum dari Alquran). Di abad ke-3 ini
juga lahir ilmu asbab al-nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu tentang ayat-ayat
Makkiah dan Madaniah. Guru Imam al-Bukhari, Ali Ibn al- Madini mengarang asbab
al-nuzul; Abu Ubaid al-Qasim Ibn Salam (w.224 H.) mengarang
tentang nasikh dan mansukh, qirrat dan keutamaan-keutamaan Alquran. Muhammad
Ibn Ayyub al-Dharis menulis tentang kandungan ayat-ayat yang turun di Mekkah dan
Madinah.Muhammad Ibn Khalaf Ibn al-Mirzaban (w. 309 H) mengarang kitab al-Hawi
fi ’Ulum al-Qur’an.18
6. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad IV H
Di abad ke-4 lahir ilmu gharib al-Qur’an dan beberapa kitab Ulumul Quran. Di
antara tokoh-tokoh Ulumul Quran ini ialah Abu Bakar Muhammad Ibn al-Qasim al-
Anbari (w. 328 H.) dengan kitabnya ‘Ajaib ulum al-Qur’an. Di dalam kitab ini al-
Anbari berbicara tentang keutamaan-keutamaan Alquran, turunnya atas tujuh huruf,

16 Wahid, Ramli Abdul, Ulumul Quran, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 17.
17 Waki’ bin al-Jarrah bin Malih bin ‘Adi’. Nama panggilannya Abu Sufyanar-Ruwasi al-Kufi, dari
Tsauri. Hadis yang berasal darinya diketengahkan oleh ‘Abdullah bin al-Mubarrak, Yahya bin Adam,Ahmad bin
Hanbal dan ‘Ali bin al-Madani. Lahir 128 H. dan wafat 197 H. Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Mu’in
mengatakan: “Orang yang terpercaya di Iraq adalah Waki’”. (Lihat Tarikh Baghdad XIII, hlm. 466 – 481).
18 Al-Shalih, Shubhi, 1977, Op. Cit., hlm. 121-122.
penulisan mushhaf-mushhaf, jumlah surah, ayat, dan kata-kata Alquran. Abu al-Hasan
al-Asy’ari (w. 324 H.) mengarang al-Mukhtazan fi’ulum al-Qur’an (Yang Tersimpan di
Dalam Ilmu Alquran), kitab yang berukuran besar sekali.Abu Bakar al-Sijistani.
mengarang Grarib al-Qur’an; Abu Muhammad al-Qashshab Muhammad Ibn Ali al-
Kharkhi (w. 360 H.) mengarang Nukat al-Qur’an al-Dallah ’ala al-Bayan fi Anwa’
al-‘Ulum wa al-Ahkam al-Munbiah ’an Ikhtilaf al-Anam(Titik-Titik Alquran
Menunjukkan Kejelasan Tentang Berbagai Ilmu dan Hukum yang Memberitakan
Perbedaan Pikiran Insani) dan Muhammad Ibn Ali al-Adfawi (w. 388 H.)
mengarang Al-istghna’ fi ’Ulum al-Qur’an (Kebutuhan Akan Ilmu Alquran). 19

7. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad V H


Di abad ke-5 muncul pula beberapa tokoh ilmu qirrat, di antaranya ialah Ali
Ibn Ibrahim Ibn Sa’id al-Hufi. mengarang Al-Burhan fi ’Ulum al-Qur’an dan i’rab al-
Quran. Abu Amral-Dani (w. 444 H.) menulis kitab Al-Taisir fi al-Qiraat al-Sab’i dan
Al-Mukham fi al-Nuqath. Dalam abad ini juga lahir ilmu amtsal al-Qur’an yang di
antara lain dikarang oleh Al-Mawardi (w. 450 H.). 20
8. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad VI H
Pada abad ke-6, di samping banyak ulama yang melanjutkan pengembangan
ilmu-ilmu Alquran yang telah ada, lahir pula ilmu mubhamat al-Qur’an. Abu al-Qasim
Abd al-Rahman al-Suhaili (w. 581 H.) mengarang Mubhamat al-Qur’an. Ilmu ini
menerangkan lafal-lafal Alquran yang maksudnya apa dan siapa tidak jelas. Misalnya
kata rajulun (seorang lelaki) atau malikun (seorang raja). Ibn al-Jauzi ( w.597 H.)
menulis kitab Funun al-Afnan fi’Ajaib al-Qur’an dan kitab Al-Mujtaba fi ’Ulum
Tata’allaq bi al-Qur’an
9. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad VII H
Pada abad ke-7 Abd al-Salam yang terkenal dengan sebutan Al-‘Izz (w. 660 H.)
mengarang kitab Majaz al-Qur’an. ’Alam al-Din al-Sakhawi (w. 643 H.) mengarang
tentang qirrat. Ia menulis kitab Hidayah al-Murtab fi al-Mutasyabih yang terkenal
dengan nama Al-Sakhawiyah. Abu Syamah Abd al-Rahman Ibn Ismal al-Maqdisi (w.
665 H.) menulis kitab Al-Mursyid al-Wajiz fi ma Yata’allaq bi al-Qur’an al-‘Aziz.
10. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad VIII H
Pada abad ke-8 muncul beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang
Alquran. Sementara itu penulis tentang kitab-kitab tentang ilmu-ilmu sebelumnya telah

19 Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi, Ilmu-Ilmu Alquran, Bulan Bintang, Jakarta, 1973, hlm. 14.

20 Ash-Shiddiqieqy, T.M. Hasbi, Loc. Cit.


lahir terus berlangsung. Ibn Abi al-Ishba’ menulis tentang badai’al-Qur’an. Ilmu ini
membahas keindahan bahasa dalam Alquran. Ibn al-Qayyim ( w.752 H.) menulis
tentang Aqsam Alquran. Ilmu ini membahas tentang sumpah-sumpah Alquran.
Najmuddin al-Thufi (w.716 H.) menulis tentang Hujaj Alquran. Ilmu ini membahas
tentang bukti-bukti yang dipergunakan Alquran dalam menetapkan suatu hukum. Abu al-
Hasan al-Mawardi menyusun ilmu amtsal Alquran. Ilmu ini membahas tentang
perumpamaan-permpamaan yang ada dalam Alquran. Kemudian Badruddin al-
Zarkasyi[34] (w. 794 H.) menyusun kitabnya Al-Burhan fi ’Ulum al-Qur’an.21
11. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad IX H
Pada abad ke-9, muncul beberapa ulama melanjutkan perkembangan ilmu-ilmu
Alquran. Jalaluddin al-Bulqini, menyusun kitabnya Mawaqi’ al-‘Ulum min Mawaqi’al-
Nujum. Menurut al-Suyuthi, Al-Bulqini dipandang sebagai ulama yang mempelopori
penyusunan Ulumul Quran yang lengkap. Sebab dalam kitabnya mencakup 50 macam
ilmu Alquran. Muhammad ibn Sulaiman al-Kafiaji, 22 mengarang kitab Al-Tafsir fi
Qawa’id al-Tafsir. Di dalamnya diterangkan makna tafsir, takwil, Alquran, surah dan
ayat. Di dalamnya juga diterangkan tentang syarat-syarat mentafsirkan Alquran.
Jalaluddin al-Suyuthi (w. 991 H.) menulis kitab al-Tahbir fi’Ulum al-Tafsir. Penulisan
kitab ini selesai pada tahun 873 H. Kitab ini memuat 102 macam-macam ilmu Alquran.
Karena itu, menurut sebagian ulama, kitab ini dipandang sebagai kitab Ulumul Quran
yang paling lengkap. Namun Al-Suyuthi belum merasa puas dengan karya yang
monumental ini sehingga ia menyusun lagi kitab Al-Itqan fi ’Ulum Al-Qur’an. Di
dalamnya dibahas 80 macam ilmu-ilmu Alquran secara padat dan sistematis. Menurut
Al-Zarqani, kitab ini sebagai pegangan kitab bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu
ini. Setelah wafatnya Imam Al-Suyuthi pada tahun 991 H., seolah perkembangan karang-
mengarang dalam Ulumul Quran sudah mencapai puncaknya sehingga tidak terlihat
munculnya penulis yang memiliki kemampuan seperti kemampuannya. 23 Keadaan seperti
ini dapat terjadi sebagai akibat meluasnya sikap taklid yang dalam sejarah
perkembangan ilmu-ilmu agama umumnya mulai berlangsung setelah masa Al-Suyuthi.
21 Nawawi, Rif’at Syauqi dan M. Ali Hasan, Op. Cit., hlm. 222.
22 Muhammad bin Sulaiman bin Sa’ad bin Mas’ud Muhyiddin Abu Abdullah al-Kafiyaji. Dialah yang
menekuni syair berakhiran huruf kaf dalam ilmu Nahwu, sehingga ia terkenal dengan Kafiyaji. As-Suyuthi pernah
magang dengan mengikutinya selama 14 tahun. Al-Kafiyaji menulis banyak kitab mengenai Tafsir, Fiqh, Pokok-
Pokok Bahasa Arab dan Nahwu. Kitabnya yang tidak disebut judulnya dalam al-Itqan, ternyata dalam al-Bughyah
disebut oleh Suyuthi berjudul at-Tafsir fi Qawa’id-dit-Tafsir. Suyuthi mengatakan, al-Kafiyaji berkata, ia
menemukan ilmu tersebut sebagai hal yang belum ada sebelumnya. Karenya al-Kafiyaji tidak membatasi dirinya
pada al-burhan tulisan Zarkasyi dan tidak pula puas dengan Mawaaqi;ul-Ulum karya Jalaluddin al-Bulqaini. Ia
wafat tahun 879 H.

23 Al-Zarqani, Muhammad Abd al-Azim, Op. Cit., hlm. 36-37.


Kondisi yang demikian berlangsung sejak wafatnya Iman Al-Suyuthi hingga akhir abad
ke-13 H.
12. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad X H
Abad ke-10, boleh dikatakan adalah abad kemunduran karena hanya seorang
penulis yang aktif mengarang, yaitu Imam Jalaluddin
Setelah as-Suyuti wafat pada tahun 911 H, perkembangan ilmu-ilum al-Alquran
seolah-olah telah mencapai puncaknya dan bephenti dengan berhentinya kegiatan ulama
dalam mengembangkan Ulumul Alquran, dan keadaan semacam itu berjalan sejak
wafatnya Imam as-Sayuti sampai akhir abad XIII H.
13. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad XIV H
Setelah memasuki abad XIV H ini, maka bangkit kembali pephatian ulama
menyusun kitab-kitab yang membahas al-Alquran dari berbagai segi dan macam Ilmu al-
Alquran, di antara mereka itu ialah:
a) Thahir al-Jazairi menyusun kitab Al-Tibyan fi Ulumil Quran yang selesai tahun 1335
H.
b) Jamaluddin al-Qasimi (w. 1332 H) menyusun kitab Mahasinut Ta’wil.
c) Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani menyusun kitab Manahilul Irfan fi Ulumil
quran (2 jilid).
d) Muhammad Ali Salamah mengarang kitab Manhajul Furqan fi Ulumil quran.
e) Thanthawi Jauhari mengarang kitab al-Jawahir fi Tafsir al-Alquran dan Alquran wal
Ulumul Ashriyah.
f) Muhmmad Shadiq al-Rafi’i menyusun I’jazul Quran.
g) Mustafa al-Maraghi menyusun kitab “Boleh Menterjemahkan al-Alquran”, dan
risalah ini mendapat tanggapan dari para ulama yang pada umumnya menyetujuinya
tetapi ada juga yang menolaknya sepepti Musthafa Shabri seorang ulama besar dari
Turki yang mengarang kitab Risalah Tarjamatil Alquran.
h) Said Qutub mengarang kitab al-Tashwitul Fanni fil Alquran dan kitab Fi Dzilalil
quran.
i) Sayyid Muhammad Rasid Ridha mengarang kitab Tafsir al-Alquranul Hakim. Kitab
ini selain menafsipkan al-Alquran secara ilmiyah, juga membahas Ulum Alquran.
j) DR. Muhammad Abdullah Darraz, seorang Gupu Besar al-Azhar univepsity yang
diperbantukan di Perancis mengarang kitab al-Naba’al `Adzim, Nadzarratun Jadidah
fil Alquran.
k) Malik bin Nabiy mengarang kitab al-Dzahiratul Alquraniyyah. Kitab in]
membicapakan masalah wahyu dengan pembahasan yang sangat bephapga.
l) Muhammad al-Ghazali mengarang kitab Nadzapatun fil Alquran.
m) Dr. Shubhi al-Salih, Guru Besar Islamic Studies dan Fiqhul Lughah pada Fakultas
Adab Universitas Libanon mengarang kitab Mahabits fi Ulumil Alquran. Kitab ini
selain membahas Ulumul Alquran, juga menanggapi dan membantah secara ilmiyah
pendapat-pendapat opientalis yang dipandang salah mengenai berbagai masalah yang
bephubungan dengan al-Alquran
n) Muhammad al-Mubarak, Dekan Fakultas Syari’ah Universitas Syria, mengarang
kitab al-Manhalul Khalid.
Lahirnya istilah Ulumul Alquran sebagai salah satu ilmu yang lengkap dan
menyeluruh tentang Alquran, menurut para penulis Sejarah Ulumul Alquran pada
umumnya berpendapat lahir sebagai suatu ilmu abad VII H. sedang menurut al Zarqani
istilah itu lahir pada abad V H oleh al-Hufi dalam kitabnya al-Burhan fi Ulumil Alquran.
Kemudian pendapat tersebut dikoreksi oleh Shubhi al-Shalih, bahwa istilah Ulum
Alquran sebagai suatu ilmu sudah ada pada abad III H oleh Ibnu Marzuban (w. 309 H)
dalam kitabnya al-Hawi fi Ulumil Qur’an. Dari berbagai pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa istilah Ulumul Alquran sebagai suatu ilmu telah dirintis oleh Ibnu
Marzuban (w. 309 H) pada abad III H. Kemudian diikuti oleh al-Huff (w. 430 H) pada
abad V H. Kemudian dikembangkan oleh Ibnul Jauzi (w. 597 H) pada abad VI H.
Kemudian ditepuskan oleh al-Sakhawi (w. 643 H) pada abad VII H. Kemudian
disempurnakan oleh alZarkasyi (w.794 H) pada abad VIII H. Kemudian ditingkatkan
lagi oleh al-Bulqini (w.824 H) dan al-Kafyaji (w.879 H) pada abad IX H. Dan akhirnya
disempumakan lagi oleh al-Suyuti pada akhir abad IX dan awal abad X H. Pada pepiode
tepakhir inilah sebagai puncak karya ilmiyah seopang ulama dalam bidang Ulum
Alquran, sebab setelah al-Suyuti maka berhentilah kemajuan Ulumul Quran sampai akhir
abad XIII H.
Namun pada abad XIV H sampai sekarang ini mulai bangkit kembali aktifitas
para ulama dan sarjana Islam untuk menyusun kitab-kitab tentang Alquran, baik yang
membahas ulumul Quran maupun yang membahas salah satu cabang dari Ulum Quran.
Dari uraian-uraian di atas, dapat dipahami bahwa Ulumul Quran merupakan
kumpulan berbagai ilmu yang berhubungan dengan Alquran. Kemudian, pengertiannya
dikembangkan kepada kajian berbagai masalah yang beragam dengan standar ilmiah.
Dengan kata lain Ulumul Quran adalah suatu ilmu yang mencakup berbagai kajian yang
berkaitan kajian-kajian Alquran seperti, pembahasan tentang asbabun nuzul,
pengumpulan Alquran dan penyusunannya, masalah Makiyah dan
Madaniyah, nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabihat, dll. Pada dasarnya, ilmu-
ilmu ini adalah ilmu Agama dan bahasa Arab. Namun, menyangkut ayat-ayat tertentu,
seperti ayat-ayat kauniah dan perjalanan bulan dan bintang diperlukan pengetahuan
kosmologi dan astronomi. Karena itu, ilmu ini mempunyai ruang lingkup yang luas dan
dalam sejarahnya selalu mengalami perkembangan.
Karena itu pula wajar Al-Suyuthi berkata bahwa pintu ilmu ini senantiasa terbuka
kepada setiap ulama yang datang kemudian untuk memasuki persoalan-persoalan yang
belum terjamah para ulama terdahulu karena faktor-faktor tertentu. Dengan demikian
ilmu ini dapat dibenahi dengan sebaik-baik perhiasan di akhir masa. 24
Uraian-uraian di atas juga menunjukan betapa pentingnya kedudukan ilmu ini
dalam memahami, menafsirkan, dan menerjemahkan Alquran. Dengan ini juga maka
seseorang akan dapat menunjukan dan mempertahankan kesucian dan kebenaran
Alquran. Untuk menggambarkan pentingnya Ulumul Quran, para ulama memberikan
perumpamaan yang berbeda-beda. Al-Zarqani mengumpamakan Ulumul Quran sebagai
anak kunci bagi para mufassir. Ilmu ini seperti ulumul hadis bagi orang yang
mempelajari ilmu hadis. Pengarang kitab Al-Tibyan fi ‘Ulum al-Qur’an mengibaratkan
Ulumul Quran sebagai premis minor dari dua premis tafsir. 25 Menurut Manna Al-
Qaththan, ilmu ini kadang-kadang disebut Ushul al-Tafsir karena ilmu ini meliputi unsur
pembahasan-pembahasan yang harus diketahui oleh seorang mufassir untuk menjadi
landasannya dalam menafsirkan Alquran.

24 Al-Suyuthi, Jalaluddin, Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, I, Dar al-Fikr, Tanpa nama Kota, Tanpa Tahun,
hlm. 3.
25 Al-Zarqani, Muhammad Abd al-‘Azim, Op. Cit., hlm. 28.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Sejarah perkembangan Ulumul Quran dalam makalah ini dibagi kepada
tiga bagian yaitu, Perkembangan Ulumul Quran pada masa Rasulullah SAW.,
Perkembangan Ulumul Quran pada masa Khulafa al Rasyidin dan Perkembangan
Ulumul Quran pada masa Tadwin (Penulisan Ilmu).
Sebenarnya dalam penyampaian dalam memperdalam ulumul quran
sangatlah luas, dan banyak sekali manfaat dalam mempelajari ilmu al quran,
penulis makalah juga merasa betapa bodohnya kita setelah mempelajari ilmu
alquran bahwaanya wawasan serta ilmu yang di miliki tidak sebanding.
Dan ilmu al quran ini sejak zaman dahulu para ulama juga mempelajarinya
seperti halnya yang di katakan imam Al-Suyuthi bahwa pintu ilmu ini senantiasa
terbuka kepada setiap ulama yang datang kemudian untuk memasuki persoalan-
persoalan yang belum terjamah para ulama terdahulu karena faktor-faktor tertentu.
Dengan demikian ilmu ini dapat dibenahi dengan sebaik-baik perhiasan di akhir
masa. Al-Zarqani mengumpamakan Ulumul Quran sebagai anak kunci bagi para
mufassir.
B. SARAN
Saran dari penulis bahwasanya ilmu alquran sangatlah penting baik di dunia
utama di akherat karena al quran adalah pedoman hidup orang islam yang telah di
wahyukan kepada nabi muhammad saw oleh allah swt melalui malaikan jibril. Dan
sesungguhnya sumber dari segala sumber ilmu adalah al quran.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan Terjemahannya ( Cet.X Bandung, CV Penerbit Diponegoro, 2005)
Ahmad Syadali, ‘Ulumul Qur’an I (Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 1997)
M.Yusuf, Studi Al-Quran, (Jakarta: Amzah, 2009)
Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir, Bulan Bintang,
Jakarta, 1972,
Al-Shadr, Muhammad Bakir, al-Madrasah al-Qur’aniyyah, Syariat, Iran, 1426 H
Al-Shalih, Shubhi, Mabahits fi ‘Ulum al-Quran, Dar al ‘Ilm Li al-Malayin, Beirut, 1977
Al-Shalih, Shubhi, Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an (Mabahits fi Ulumil Qur’an), Cet. IX, Alih
bahasa; Tim Pustaka Firdaus, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1990
Al-Zarqany, Muhammad Abd al-Azhim, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Qur’an, Juz I, Isa al-Baby
al-Halaby wa Syirkah, Mesir, (tt),
Al-Shobuny, Mohammad Aly, at-Tibyan fi Ulumil Qur’an, Alam al-Kitab, Beirut, (tt),
Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi, Ilmu-Ilmu Alquran, Bulan Bintang, Jakarta, 1973,
Al-Suyuthi, Jalaluddin, Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, I, Dar al-Fikr, Tanpa nama Kota, Tanpa
Tahun,

Anda mungkin juga menyukai