Makalah Aspek Legal Dalam Kebidanan
Makalah Aspek Legal Dalam Kebidanan
2023/2024
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt yang telah menciptakan kami dengan akal dan budi,
kehidupan yang patut kami syukuri, keluarga yang mencintai kami, dan teman-teman
yang menginspirasi. Karena berkat rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul aspek legal dan statuta dalam pelayanan kebidanan
Penyusun menyadari segala keterbatasan yang dimiliki, oleh karena itu
penyusun memohon saran dan kritik kepada semua pihak agar makalah ini menjadi
sempurna. Atas saran dan kritiknya penulis mengucapkan banyak terima kasih. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat, memberikan kelancaran, dan barokah. Aamiin.
Kelompok 7
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah.................................................................................. 3
1.3. Tujuan....................................................................................................... 3
1.4. Manfaat..................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 4
2.1 Aspek Legal Etik Dalam Pelayanan Kebidanan........................................ 4
2.2 Statuta Dalam Pelayanan Kebidanan......................................................... 8
BAB III PENUTUP........................................................................................ 14
3.1 Kesimpulan................................................................................................ 14
3.2 Saran`........................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Bidan telah diakui sebagai sebuah profesi tenaga kesehatan di Indonesia
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan selanjutnya disebut (UU Tenaga Kesehatan) sehingga untuk dapat
dikatakan sebagai seorang yang bekerja profesional, maka bidan harus memahami
sejauh mana peran dan fungsinya sebagai seorang tenaga kesehatan (Muchtar,
2015:32-33). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1464/Menkes/Per/X Tahun 2010 tentang Izin dan Praktik Bidan selanjutnya
disebut (Permenkes Izin dan Praktik Bidan), dalam menjalankan praktik bidan
berwenang untuk memberikan pelayanan kesehatan ibu, kesehatan anak,
kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana. IBI melakukan upaya
dengan mempertahankan dan menjaga mutu profesionalisme guna memberi
perlindungan bagi masyarakat sebagai penerima jasa dan bidan sendiri sebagai
pemberi jasa pelayanan. (Rezky Fransilya Sumbung, 2021)
Pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan, kewenangan bidan tidak hanya terkait
dengan pertolongan asuhan kebidanan fisiologis tetapi kewenangan bidan juga
mencakup asuhan kebidanan dengan komplikasi. Kewenangan normal merupakan
kewenangan yang dimiliki oleh setiap bidan. Kewenangan bidan untuk
menjalankan program pemerintah merupakan kewenangan khusus bagi bidan
yang bekerja untuk pemerintah dalam mensukseskan program pemerintah.
Sedangkan kewenangan bidan yang tidak memiliki dokter pada daerah tertentu
merupakan kewenangan pelimpahan bagi bidan namun kewenangan tersebut akan
dicabut apabila di daerah tersebut sudah terdapat dokter. Bidan dalam
menjalankan tugasnya harus memiliki Pendidikan yang formal, mempunyai
sistem pelayanan, kode etik dan etika kebidanan dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya secara professional, dalam hal ini tercantum pada Peraturan
Menteri Kesehatan No 28 Tahun 2017 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan. (LUTFIANA & Ayu Wulandari, 2020)
Bidan merupakan tenaga profesional yang dibentuk dengan keterampilan
khusus untuk memberikan asuhan, bimbingan, konseling dan motivasi kepada
perempuan sepanjang siklus hidupnya. Bidan dalam melakukan tugas dan
2
kewajibannya berasaskan pada etika kebidanan yang mengatur kewenangan bidan
dalam memberikan asuhan yang berkaitan dengan kesehatan keluarga,
masyarakat, rekan sejawat, profesi dan dirinya sendiri. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi mempengaruhi tingkat sensitivitas masyarakat pada
kualitas pelayanan kesehatan khususnya pelayanan kebidanan, sehingga profesi
bidan ditantang membangun kapabilitas dan profesionalisme kebidanan serta
mengimplementasikan asuhan yang bermutu agar terhindar dari masalah etik.
(Rezky Fransilya Sumbung, 2021) Berdasarkan latar belakang tersebut maka
penulis tertarik untuk membuat makalah yang berjudul aspek legal dan statuta
dalam pelayanan kebidanan
.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan diatas, maka penulis dapat merumuskan masalah,
Sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep aspek legal dalam pelayanan kebidanan?
2. Bagaimana konsep statuta dalam kebidanan?
1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat dijadikan referensi tentang bagaimana konsep
aspek legal dalam pelayanan kebidanan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
3. Otonomi Dalam Pelayanan Kebidanan
Semua tindakan yang dilakukan oleh bidan harus berdasarkan
kompetensi dan evidence based, karena profesi bidan berhubungan secara
langsung dengan keselamatan jiwa manusia. Adanya legitimasi kewenangan
bidan yang lebih luas, bidan memiliki hak otonomi dan mandiri untuk bertindak
secara profesional yang dilandasi kemampuan berfikir logis dan sistematis serta
bertindak sesuai standar profesi dan etika profesi. Praktik kebidanan merupakan
inti dari berbagai kegiatan bidan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan
yang terus menerus harus diupayakan peningkatan mutunya melalui : (Ratnasari,
2017)
a. Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan
Pendidikan berkelanjutan berada di bawah organisasi Ikatan Bidan
Indonesia (IBI) pada tingkat Pengurus Pusat (PP-IBI), Pengurus Daerah
(PD-IBI) dan Pengurus Cabang (PC-IBI).
b. Penelitian dalam bidang kebidanan
Penelitian kebidanan bertujuan untuk mengembangkan ilmu dari
berbagai pengetahuan yang telah ada, serta adanya fakta dan temuan temuan
baru sehingga dapat disusun sebuah teori, konsep, hukum, kaidah atau
metodologi baru yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah
kebidanan seperti kehamilan, persalinan, nifas, patologi kebidanan,
kebidanan komunitas, neonatus, bayi, balita dan anak pra sekolah, KB dan
Kesehatan Reproduksi.
c. Pengembangan ilmu dan teknologi dalam kebidanan
Teknologi dalam bidan kebidanan diartikan sebagai entitas, benda
maupun tak benda yang diciptakan secara terpadu melalui perbuatan, dan
pemikiran untuk mencapai suatu nilai. Dalam penggunaan ini, teknologi
merujuk pada alat dan mesin yang dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah masalah di kebidanan.
d. Akreditasi
Suatu bentuk pengakuan pemerintah terhadap suatu lembaga pendidikan
kebidanan.
5
e. Sertifikasi
Sertifikasi merupakan dokumen penguasaan tertentu melalui kegiatan
pendidikan formal maupun non formal (pendidikan berkelanjutan).
Lembaga pendidikan non formal seperti organisasi profesi, rumah sakit,
lembaga swadaya masyarakat bidang kesehatan yang akreditasinya
ditentukan oleh profesi. Sertifikasi dan lembaga non formal berupa sertifikat
yang terakreditasi sesuai standar nasional. Ada dua bentuk kelulusan yaitu :
1) Ijazah, yaitu dokumentasi penguasaan kompetensi tertentu yang
mempunyai kekuatan hukum atau sesuai peraturan perundangan yang
berlaku dan diperoleh dari pendidikan formal.
2) Sertifikat, yaitu dokumen penguasaan kompetensi tertentu, bisa
diperoleh dari kegiatan pendidikan formal atau pendidikan non formal
yang akreditasinya ditentukan oleh profesi kesehatan.
f. Registrasi
Registrasi merupakan sebuah proses dimana seorang tenaga profesi harus
mendaftarkan dirinya pada suatu badan tertentu secara periodik guna
mendapatkan kewenangan dan hak untuk melakukan tindakan
profesionalnya setelah memenuhi syarat syarat tertentu yang ditetapkan oleh
badan. Registrasi bidan dalam hal ini berarti proses pendaftaran,
pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan
memenuhi minimal kompetensi inti atau standar penampilan minimal yang
ditetapkan, sheingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan praktik
profesinya. Dengan teregistrasinya seorang tenaga kesehatan, maka akan
mendapatkan haknya untuk ijin praktik (lisensi) setelah memenuhi beberapa
persyaratan administrasi untuk lisensi.
g. Uji Kompetensi
Uji kompetensi adalah proses penilaian baik teknis maupun non teknis,
untuk menentukan apakah seseorang kompeten atau belum, kompeten pada
kualifikasi atau unit kompetensi tertentu. Tujuan dari uji kompetensi antara
lain : menegakkan akuntabilitas profesional, menegakkan standar dan etika
6
profesi, penilaian mutu lulusan pendidikan bidan, menjaga kepercayaan
publik terhadap profesi.
h. Lisensi
Pengertian lisensi adalah proses administrasi yang dilakukan oleh
pemerintah atau yang berwenang berupa surat ijin praktik yang diberikan
kepada tenaga profesi yang teregistrasi untuk pelayanan mandiri
7
Legislasi adalah proses pembuatan undang undang atau penyempurnaan
perangkat hukum yang sudah ada melalui serangkaian kegiatan sertifikasi
(pengaturan kompetensi), registrasi (pengaturan kewenangan) dan lisensi
(pengaturan penyelenggaraan kewenangan). Tujuan legislasi untuk memberikan
perlindungan kepada masyarakat terhadap pelayanan yang telah diberikan.
Bentuk perlindungan tersebut antara lain yaitu : mempertahankan kualitas
pelayanan, memberikan kewenangan, menjamin perlindungan hukum dan
meningkatkan profesionalisme. Hal hal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan
pasien atau masyarakat adalah :
1) Pelayanan yang tidak aman
2) Sikap petugas kurang baik
3) Kurangnya komunikasi
4) Salah prosedur
5) Kurangnya sarana prasarana
6) Kurangnya informasi
8
3. Undang-Undang Kesehatan
Negara mengatur mutu bidan sebagai pelayanan kesehatan, dalam hal
pengaturan tentang tenaga kesehatan, pemerintah membuat undang – undang no
36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan dalam hal perencanaan tenaga
kesehatan, pengadaan tenaga kesehatan, pendayagunaan tenaga kesehatan,
pembinaan tenaga kesehatan bahkan pengawasan mutu tenaga kesehatan.
Perencanaan, pengadaan, pendayagnaan, pembinaan bahkan pengawasan mutu
tenaga kesehatan diatur lebih terperinci dalam PP. sampai dengan buku ini terbit
Peraturan menteri yang mengatur bidan adalah peraturan menteri no 1464 tahun
2010 tentang ijin penyelenggaraan praktik bidan. Dalam permenkes tersebut
bidan yang dimaksud adalah bidan dengan pendidikan DIII sehingga ada
beberapa pasal yang bertentangan denga undang-undang kebidanan no 4 tahun
2019. (Dwi Erawati, 2020)
Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan dalam undang-undang
kesehatan. Dalam pasal 8 di sebutkan tenaga kesehatan berdasarkan
kualifikasinya terdiri dari tenaga kesehatn dan tenaga asisten kesehatan. Tenaga
kesehatan minimal memiliki kualifikasi pendidikan D III. Berdasarkan pasal 11
ada pengelompokan tenga kesehatan 11, yaitu : (Dwi Erawati, 2020)
1) Tenaga Medis, tenaga medis adalah dokter, dokter gigi, dokter spesialis
2) Tenaga psikologis klinis
3) Tenaga keperawatan yaitu perawat D III, profesi Ners
4) Tenaga kebidanan. Undang – undang ini terbit, bidan belum diatur oleh
undang-undang kebidanan dimana dalam undang-undang kebidanan bidan
di bagi menjadi bidan akademisi, bidan profesi, bidan vokasi (DIII).
5) Tenaga kefarmasian yang terdiri dari apoteker dan tenaga teknis farmasi
6) Tenaga kesehatan masyarakat yang terdiri dar tenaga administrasi dan
kebijakan kesehatan, epidemiolog kesehatan, tenaga promosi Kesehatan dan
ilmu perilaku, pembimbing kesehatan kerja, tenaga biostatistik dan
kependudukan, dan tenaga kesehatan reproduksi dan keluarga
9
7) Tenaga kesehatan lingkungan yang terdiri dari tenaga entomolog kesehatan,
sanitasi lingkungan, dan mikrobiolog Kesehatan
8) Tenaga gizi yang terdiri dari nutrisionis dan dietisien
9) Tenaga keterapian fisik yang terdiri dari akupuntur, fisioterapis, okupasi
terapis, dan terapis wicara.
10) Tenaga keteknisian medis yang terdiri dari teknisi pelayanan darah,
refraksionis optisien/optometris, perekam medis dan informasi kesehatan,
Teknik kardiovaskuler, penata anestesi, terapis gigi, teknisi gigi, dan mulut,
dan audiologis.
11) Tenaga teknik biomedika yang terdiri dari ahli teknologi laboratorium
medik, radioterapis, radiografer, elektromedis, fisikawan medik, dan ortotik
prostetik.
12) Tenaga Kesehatan tradisional yang terdiri dari tenaga kesehatan tradisional
ramuan dan tenaga kesehatan tradisional keterampilan.
10
menjadi : pendidikan akademik, Pendidikan vokasi, dan pendidikan profesi.
Sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan kewenangannya dapat dijelaskan
sebagai berikut : Dalam Pasal 5 Pendidikan akademik terdiri atas: program
sarjana, program magister, dan program doktor. Bagi lulusan pendidikan
akademik dapat melanjutkan program pendidikan profesi. Dalam Pasal 6
disebutkan Pendidikan vokasi yaitu program diploma tiga kebidanan. Bidan
vokasi yang ingin menjadi bidan profesi dalam undang-undang kebidanan wajib
melanjutkan jenjang pendidikan setara sarjana dan ditambah pendidikan profesi
yang merupakan lanjutan dari sarjana kebidanan atau yang setara.
Berdasarkan Pasal 45 perbedaan kewenangan bidan vokasi dan bidan
profesi adalah, bidan vokasi hanya dapat melakukan Praktik Kebidanan di
Fasilitas pelayanan Kesehatan sedangkan Bidan profesi selain dapat melakukan
praktik di fasilitas kesehatan juga dapat melakukan Praktik Mandiri Bidan
Dalam Pasal 21 bidan yang akan menjalankan Praktik Kebidanan, sebagai bukti
telah memiliki kompetensi wajib memiliki STR. STR tersebut didapatkan
setelah memenuhi syarat yang diberikan oleh Konsil kepada Bidan Sesuai
dengan Pasal 22 STR tersebut memiliki masa berlaku 5 tahun yang setelah itu
bisa dilakukan registrasi ulang Bidan yang akan menjalankan Praktik Kebidanan
sesuai pasal 25 undang-undang kebidanan menyatakan bidan wajib memiliki
SIPB. SIPB yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota setelah
mendapatkan rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota
dimana bidan praktik, dimana rekomendasi tersebut dikeluarkan setelah setelah
memenuhi persayaratan dalam Undang-undang.
Untuk mendapatkan SIPB Bidan harus memiliki: STR yang masih
berlaku, dan tempat praktik. Syarat tersebut adalah STR dan tempat praktik
Berdasarkan pasal 41, praktik kebidanan dilakukan harus sesuai kompetensi dan
kewenangan serta mematuhi standar pelayanan profesi, kode etik, dan standar
prosedur operasional.
11
Pada tahun 2010 peraturan yang menatur tentang ijin penyelenggaraan
praktik bidan adalah Permenkes no 1464 tahun 2010 dan pada taun 2017
peraturan yang mengatur tentang ijin penyelenggaraan praktik bidan adalah
permenkes no 28 tahun 2017. Ada perbedaan dalam kedua peraturan tersebut
terkait dengan penyelenggaraan pelayanan kebidanan. Dalam peraturan menteri
no 1464 tahun 2010 ini bidan dengan lulusan D III yang memiliki SIKB dapat
bekerja di fasiltas pelayanan kesehatan dan bidan lulusan D III yang memiliki
SIPB dapat melakukan praktik mandiri bidan. Sedangkan dalam permenkes no
28 tahun 2017 menimbulkan dua arti yang berbeda dalam pasal 3 dan pasal 5.
Dalam pasal 3 bidan bisa menjalankan pelayanan sesuai dengan profesinya jika
memiliki STRB (Surat Tanda Registrasi Bidan) akan tetapi di pasal 5 disebutkan
juga bahwa bidan yang akan menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan profesi
jika memiliki SIPB. Kewajiban bidan dalam permenkes no 1464 tahun 2010
adalah kewajiban dalam melaksanakan prakatik kerja diantaranya kepada pasein,
kepada diri sendiri (pengembangan diri) dan kewajiban kepada pemerintah
(program pemerintah). Kewenangan bidan dalam menyelenggarakan praktik
kebidanan sesuai dengan permenkes no 1464 ataupun no 28 dan undang-undang
kebidanan tidak mengalami perubahan yaitu kesehaan ibu, Kesehatan anak,
kesehatan reproduksi dan KB serta pelimpahan wewenang. Yang dimaksut
kesehatan ibu adalah mulai wanita pranikah sampai hamil, bersalin, nifas dan
masa antara. Namun pelayanan terhadap ibu tersebut terbatas dengan pelayanan
kesehatan ibu normal dan kegawat daruratan dengan perujukan. (Dwi Erawati,
2020)
12
3) Kepmenkes Republik Indonesia Nomor 369/Menkes/SK/III/2007
tentang Standar Profesi Bidan
4) UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
5) PP No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
6) Kepmenkes Republik Indonesia 1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Depkes.
7) UU No. 22/1999 tentang Otonomi Daerah
8) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
9) UU tentang Aborsi, adopsi, bayi tabung, dan transplantasi
10) KUHAP dan KUHP, 1981
11) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
585/Menkes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik
12) UU yang terkait dengan Hak Reproduksi dan Keluarga Berencana ;
a) UU No. 10/1992 tentang Pengembangan Kependudukan dan
Pengembangan Keluarga Sejahtera.
b) UU No. 23/2003 tentang Penghapusam Kekerasan terhadap
Perempuan di dalam Rumah Tangga
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Aspek legal pelayanan kebidanan adalah penggunaan norma hukum yang
telah disahkan oleh badan yang ditugasi untuk itu menjadi sumber hukum yang
paling utama dan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan membantu memnuhi
kebutuhan seseorang atau pasien / kelompok masyarakat oleh bidan dalam upaya
peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan Kesehatan.
Tujuan aspek legal dalam pelayanan kebidanan dijadikan sebagai suatu
persyaratan untuk melaksanakan praktik bidan perorangan dalam memberikan
pelayanan kebidanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam
perundang-undangan serta memberikan kejelasan batas batas kewenangannya dalam
menjalankan praktik kebidanan.
Beberapa dasar dalam otonomi dan aspek legal yang mendasari dan terkait
dengan pelayanan kebidanan antara lain Kepmenkes Republik Indonesia
900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktik bidan, Standar Pelayanan
Kebidanan, 2001, Kepmenkes Republik Indonesia Nomor 369/Menkes/SK/III/2007
tentang Standar Profesi Bidan, UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan, PP No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, Kepmenkes Republik
Indonesia 1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Depkes.,
UU No. 22/1999 tentang Otonomi Daerah, UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, UU tentang Aborsi, adopsi, bayi tabung, dan transplantasi,
KUHAP dan KUHP, 1981, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
585/Menkes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik, UU yang terkait
dengan Hak Reproduksi dan Keluarga Berencana
3.2 Saran
14
Diharapkan di dapat mengetahui teori tentang aspek legal dan statuta dalam
pelayanan kebidanan sehingga teori tersebut berguna dan dapat diterapkan
dilapangan khususnya dalam praktek kebidanan.
DAFTAR PUSTAKA
Rezky Fransilya Sumbung. (2021). Perlindungan Hukum bagi Bidan Praktik Mandiri
dalam Menjalankan Praktik Kebidanan. Jurnal Hukum Dan Etika Kesehatan,
1(September), 64–72. Https://doi.org/10.30649/jhek.v1i1.15
15