Anda di halaman 1dari 58

ANALISIS PERAN STAKEHOLDERS DALAM PENANGGULANGAN

BENCANA BANJIR DI KOTA PANGKALPINANG


PROPOSAL TESIS
Diajukan untuk memenuhi
Kompetensi dalam bidang Manajamen Publik

Oleh:
RENAL WINANTA
NPM: 22261101054P

UNIVERSITAS PERTIBA
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
2023
DAFTAR ISI
COVER
DAFTAR ISI...................................................................................................................... i

DAFTAR TABEL..............................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang Penelitian....................................................................................1

1.2 Perumusan Masalah Penelitian.........................................................................12

1.3 Tujuan Penelitian................................................................................................ 12

1.4 Manfaat Penelitian.............................................................................................. 12

1.4.1 Manfaat Teoritis............................................................................................ 12

1.4.2 Manfaat Praktis.............................................................................................13

1.5 Sistematika Penulisan Tesis..............................................................................13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................15

2.1 Landasan Teori....................................................................................................15

2.1.1 Administrasi Publik......................................................................................15

2.1.2 Collaborative Governance...........................................................................17

2.1.3 Kebijakan Publik...........................................................................................20

2.1.4 Analisi Peran Stakeholders.........................................................................22

2.1.5 Penanggulangan Bencana...........................................................................25

2.1.6 Faktor Pendukung dan Penghambat Peran Stakeholders........................28

2.2 Penelitian Terdahulu...........................................................................................31

2.3 Kerangka Konspetual Penelitian.......................................................................38

BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................................39

3.1 Jenis Penelitian...................................................................................................39

3.2 Unit Analisis........................................................................................................ 39

3.2.1 Partisipan Penelitian....................................................................................40

3.2.2 Lokasi Penelitian..........................................................................................41

3.3 Teknik dan Alat Pengumpulan Data..................................................................41

3.4 Pedoman Pertanyaan Wawancara.....................................................................43

3.5 Teknik Analisis Data........................................................................................... 45

i
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................47

LAMPIRAN.................................................................................................................... 50

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data Kejadian Bencana Alam berdasarkan Jenis Bencana di Indonesia
Tahun 2019-2023.............................................................................................2
Tabel 1.2 Data Kejadian Bencana Alam berdasarkan Jenis Bencana di Kota
Pangkalpinang Tahun 2019-2023..................................................................5
Tabel 1.3 Indeks Kesiapsiagaan Masyarakat Kota Pangkalpinang Berdasarkan
Jenis Bencana Alam.....................................................................................10
Tabel 2.1 Daftar Penelitian Terdahulu.........................................................................31
Tabel 3.1 Daftar Partisipan Penelitian........................................................................40
Tabel 3.2 Rumah Tema Penelitian...............................................................................43
Tabel 3.3 Triangulasi Sumber......................................................................................46

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Konsep/Model Pentahelix Penanggulangan Bencana Banjir................8


Gambar 2.1 Siklus Penanggulangan Bencana..........................................................26
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian..............................................................38

iv
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Indonesia merupakan negara rawan bencana. Adanya perubahan iklim semakin
berdampak pada ancaman bencana yang semakin besar. Secara garis besar,
bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis (BNPB, 2007). Sedangkan Menurut World
Bank, Indonesia menempati peringkat ke 12 dari 35 negara yang paling rawan
bencana, itu berarti bahwa wilayah Indonesia memiliki kerawanan yang cukup tinggi
terhadap terjadinya bencana dimana setiap tahunnya di bagian wilayah Indonesia
manapun selalu terjadi bencana baik memberikan dampak yang tidak terlalu besar
maupun dampak yang lumayan besar terhadap kehidupan dan penghidupan
masyarakat.
Undang-undang nomor 24 tahun 2007 mendefinisikan bencana sebagai suatu
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam, dan/atau non
alam maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Sedangkan defenisi Bencana alam menurut Undang-undang tersebut adalah
adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus,
banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Faktor yang menyebabkan
bencana alam bukan hanya disebabkan oleh alam saja tetapi faktor manusia dan
juga faktor lingkungan juga menjadi penyebab terjadinya bencana. Indonesia
merupakan negara yang memiliki potensi kerawanan bencana yang cukup tinggi.
Dimana proses terjadinya bisa secara tiba-tiba (suddenon-set) maupun secara
bertahap/perlahan-lahan. (UN-ISDR, 2002).
Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi,
bencana akibat hydrometeorologi, bencana akibat faktor biologi serta kegagalan
teknologi. Bahkan bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar
manusia akibat perebutan sumber daya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta
politik. Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi
bencana pada suatu daerah konflik.
Berikut ini disajikan berbagai jenis bencana alam yang terjadi di Indonesia pada
rentang waktu Tahun 2019 sampai dengan tahun 2023:

1
Tabel 1.1 Data Kejadian Bencana Alam berdasarkan Jenis Bencana
di Indonesia Tahun 2019-2023

Jenis Bencana
No Tahun
Banjir Puting Beliung Kekeringan GEA Karhutla
1. 2019 815 1.395 123 18 757
2. 2020 1.531 1.486 26 44 619
3. 2021 1.196 838 15 57 271
4. 2022 598 650 43 20 160
5. 2023 303 282 33 4 1.617
Jumlah 4.443 4.651 240 143 3.424
Sumber: Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI) (bnpb.go.id)
Dari data kejadian bencana alam diatas, dapat dilihat bahwa kejadian bencana
banjir dan bencana puting beliung mendominasi di Indonesia selama 5 (lima) tahun
terakhir. Tentunya bencana alam yang terjadi menimbulkan dampak korban jiwa dan
kerusakan yang sangat besar.
Fenomena bencana banjir seringkali melanda wilayah Indonesia. Banjir dapat
disebabkan oleh kondisi alam yang statis seperti geografis, topografis, dan geometri
alur sungai. Peristiwa alam yang dinamis seperti curah hujan yang tinggi,
pembendungan dari laut/pasang pada sungai induk, tanah ambles dan
pendangkalan akibat sedimentasi, serta aktivitas manusia yang dinamis seperti
adanya tata guna di lahan dataran banjir yang tidak sesuai, yaitu: dengan
mendirikan pemukiman di bantaran sungai, kurangnya prasarana pengendalian
banjir, amblesan permukaan tanah dan kenaikan muka air laut akibat global
warming. Menurut KBBI atau Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian banjir
adalah berair banyak dan juga deras, kadang-kadang meluap. Hal itu dapat terjadi
sebab jumlah air yang ada di danau, sungai, ataupun daerah aliran air lainnya yang
melebihi kapasitas normal akibat adanya akumulasi air hujan atau pemampatan
sehingga menjadi meluber, sedangkan menurut Khotimah, dkk (2013), banjir adalah
aliran atau genangan air yang menimbulkan kerugian ekonomi atau bahkan
menyebabkan kehilangan jiwa, sedangkan dalam istilah teknik diartikan sebagai
aliran air sungai yang mengalir melampaui kapasitas tampung sungai tersebut.
Penanggulangan bencana merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional, yaitu serangkaian kegiatan penanggulangan bencana sebelum, pada saat
maupun setelah terjadinya bencana. Seringkali bencana hanya dianggap secara
parsial oleh pemerintah. Bahkan bencana hanya ditanggapi dengan pendekatan
tanggap darurat (emergency response) saja padahal bencana selalu membawa
derita, menimbulkan korban harta dan nyawa, menghancurkan tatanan
sosioekonomi, membentuk pribadi-pribadi yang traumatis dan banyak hal lain.

2
Seringnya situasi bencana melanda kondisi masyarakat menjadikannya sebagai
common and public problem yang menuntut kehadiran tindakan intervensi kolektif
dari berbagai pihak.
Dalam penanggulangan bencana, Pemerintah memiliki peran penting
sebagaimana di amanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada
sebagian alenia keempat “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
selruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,….”. tentunya
sebagian Pembukaan UUD 1945 tersebut dikemas menjadi tujuan dibentuknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka dari itu, Pemerintah dan Pemerintah
Daerah wajib melindungi warga negaranya dari ancaman apapun termasuk
ancaman dan kejadian bencana baik bencana alam maupun non alam.
Pola penanggulangan bencana mendapatkan dimensi baru dengan
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, dikuti beberapa turunan peraturan terkait penanganan/penanggulangan
bencana baik peraturan Pemerintah Pusat hingga peraturan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, yaitu sebagai berikut:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana;
2. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 4 Tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Daerah; dan
3. Peraturan Daerah Kota Pangkalpinang Nomor 10 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
Tentunya masih banyak aturan atau mekanisme yang menjadi acuan atau dasar
dalam penanggulangan bencana di daerah. Dengan ditetapkannya Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2007 dan aturan yang lainnya terkait penanggulangan bencana,
maka penyelenggaraan penanggulangan bencana diharapkan akan semakin baik,
karena Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjadi penanggungjawab dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Di Indonesia sendiri, Pemerintah membentuk suatu badan yang mengurusi
urusan kebencanaan yaitu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang
merupakan sebuah lembaga Pemerintah non kementerian yang mempunyai tugas
membantu Presiden Republik Indonesia dalam mengkoordinasikan perencanaan
dan pelaksanaan kegiatan penanganan bencana dan kedaruratan secara terpadu,
serta melaksanakan penanganan bencana meliputi pencegahan, kesiapsiagaan,
penanganan darurat, dan pemulihan.

3
Bencana alam yang terjadi di Indonesia tidak hanya melanda satu tempat saja,
melainkan diberbagai daerah yang ada di Indonesia dimungkinkan dapat terjadi
bencana. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 pada Pasal 8
disebutkan bahwa Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana daerah bertanggung jawab dalam: (1) Penjaminan pemenuhan hak
masyarakat sesuai dengan standar minimum; (2) Melindungi masyarakat dari
dampak bencana; (3) Pengurangan risiko bencana dan pemanduan pengurangan
risiko bencana dengan program pembangunan; (4) Pengalokasian dana
penanggulangan bencana dalam anggaran pendapatan daerah yang memadai.
Penanggulangan bencana merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional, yaitu serangkaian kegiatan penanggulangan bencana sebelum, pada saat
maupun sesudah terjadinya bencana. Seringkali bencana hanya ditanggapi secara
parsial oleh pemerintah. Bahkan bencana hanya ditanggapi dengan pendekatan
tanggap darurat (Depkominfo, 2007: 12), paradigma tersebut tentunya belum sesuai
dengan defenisi penanggulangan bencana menurut Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 yang disebutkan bahwa penanggulangan bencana adalah serangkaian
upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya
bencana, penyelenggaraan penanggulangan bencana yang dilaksanakan secara
terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh pada tahap prabencana, saat
tanggap darurat dan pasca bencana, serta pengawasan yang dapat dilakukan oleh
pemerintah dan masyarakat. Artinya penanggulangan bencana bukan hanya pada
pendekatan kondisi darurat bencana saja, melainkan seluruh rangkaian terpadu
yang meliputi saat prabencana, darurat hingga pasca bencana baik itu dalam
penyusunan atau penetapan kebijakan, mekanisme/standar operasional prosedur
(SOP) keadaan darurat hingga bantuan serta pembangunan (rekonstruksi dan
rehabilitasi) pasca bencana.
Masih ingat dibenak masyarakat Kota Pangkalpinang ketika terjadi bencana
banjir pada bulan Februari tahun 2016, hampir 5 (lima) dari 7 (tujuh) wilayah
kecamatan terendam banjir. Belajar dari kejadian tersebut, fenomena bencana per-
30 tahunan itu menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga bagi Pemerintah
Kota Pangkalpinang dalam upaya penyelenggaraan penanggulangan bencana
khususnya bencana banjir.
Bencana banjir di Kota Pangkalpinang merupakan bencana rutin yang pasti
terjadi setiap tahunnya, baik itu dalam skala ringan, sedang hingga berat. Kondisi ini
menuntut Pemerintah Kota Pangkalpinang untuk melakukan upaya penanggulangan
bencana yang terpadu, kompherensif, efektif dan efisien baik dalam situasi
prabencana, siaga, darurat hingga pemulihan pascabencana sehingga apa yang
diamanatkan oleh undang-undang dapat terwujudkan. Adapun wilayah yang sering

4
mengalami bencana banjir di Kota Pangkalpinang, yaitu seperti: Kelurahan Gedung
Nasional, Rawabangun, Bukit Tani, Opas Indah, Bintang, Pasar Padi, Pasir Putih,
Semabung Lama, dan lain sebagainya. Menurut data dari Badan Penanggulangan
Bencana Kota Pangkalpinang, bencana alam terjadi setiap tahunnya, hal tersebut
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1.2 Data Kejadian Bencana Alam berdasarkan Jenis Bencana
di Kota Pangkalpinang Tahun 2019-2023

Jenis Bencana
No Tahun
Banjir Puting Beliung Kekeringan GEA Karhutla
1. 2019 71 6 0 1 67
2. 2020 35 7 0 1 1
3. 2021 86 32 0 1 7
4. 2022 75 52 0 0 4
5. 2023 31 8 134 0 58
Jumlah 298 105 134 3 137
Sumber: Pusat Data dan Informasi BPBD Kota Pangkalpinang, 2023.
Berdasarkan tabel 1.6 diketahui bahwa bencana banjir merupakan bencana alam
yang banyak terjadi di wilayah Kota Pangkalpinang setiap tahunnya yakni 298
kejadian banjir di Kota Pangkalpinang, hal ini tentunya menimbulkan banyak korban,
kerugian serta kerusakan lingkungan, adapun beberapa sumber yang menjadi
penyebab utama bencana banjir di Kota Pangkalpinang dari beberapa sumber
antara lain sebagai berikut:
1. Sebagian besar wilayah Kota Pangkalpinang memiliki karakteristik wilayah yang
bertopografi datar dan di lintasi oleh 3 (tiga) Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu
Sungai Pedindang, Sungai Rangkui dan Sungai Kulan, sehingga rentan terhadap
bencana banjir akibat dari luapan ketiga sungai tersebut serta diperparah dengan
pendangkalan (sedimentasi) aliran sungai akibat dari aktivitas pertambangan
ilegal yang terjadi di hulu dan hilir sungai. (Dokumen KRB Kota Pangkalpinang
Tahun 2023);
2. Gelombang pasang yang masuk ke daratan melalui muara sungai, terdapat
beberapa wilayah yang memiliki ketinggian tanah yang rendah dibandingkan
ketinggian permukaan air laut, sehingga sangat rentan terjadinya bencana banjir
dan diperparah ketika terjadi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat.
(gambaran Umum Dan Kondisi Wilayah Kota Pangkalpinang (123dok.com);
3. Perubahan tata guna lahan. Hal ini menyebabkan berkurangnya daerah resapan
dan kantong air di beberapa wilayah rawan bencana di Kota Pangkalpinang.
(Dokumen KRB Kota Pangkalpinang Tahun 2023);

5
4. Pembangunan drainase yang masih menggunakan metode lama yang hanya
menampung debit air dengan kapasitas yang rendah, hal ini berbanding terbalik
dengan bertambahnya jumlah penduduk dan jumlah pembangunan sehingga
beban saluran air semakin bertambah. (Ternyata Ini Penyebab Pangkalpinang
Sering Timbul Genangan Hingga Banjir - Bangkapos.com (tribunnews.com).
Dari 4 (empat) penyebab utama terjadinya bencana banjir di Kota Pangkalpinang,
tentunya Pemerintah Kota Pangkalpinang memiliki tanggung jawab yang sangat
besar dalam mengambil langkah-langkah strategis penanggulangan bencana banjir
di Kota Pangkalpinang.
Pemerintah menyadari urgensi kebijakan untuk penanggulangan banjir sebagai
respon terhadap tingginya risiko banjir di Indonesia. Salah satu kebijakan untuk
penanggulangan bencana yaitu Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Kemudian agar penanggulangan bencana berjalan
secara terpadu dan terkoordinasi secara menyeluruh maka Pemerintah Republik
Indonesia menetapkan peraturan Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana. Di tingkat daerah juga ditetapkan Peraturan Daerah
Kota Pangkalpinang Nomor 10 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana di Kota Pangkalpinang. Selain itu, penanggulangan
bencana juga menjadi salah satu agenda dalam Rencana Strategis Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Pangkalpinang Tahun 2018-2023.
Namun, penelitian terdahulu (Sidiq Hafiah, 2020) tentang Kinerja Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kota Pangkalpinang, hasil penelitian tersebut
disimpulkan bahwa Kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah dalam
Menanggulangi Bencana Banjir di Kota Pangkalpinang sudah maksimal dan sesuai
prosedut serta aturan atau kebijakan, hal tersebut dapat dilihat melalui beberapa
dimensi yang mengukur kinerja, yakni Faktor Individu, Faktor Kepemimpinan, Faktor
Tim, dan Faktor Situasi, akan tetapi Faktor Sistem masih belum maksimal karena
sarana dan prasarana kurang memadai disebabkan banyaknya kerusakan. Adapun
faktor penghambat pada kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah, yaitu
penyediaan anggaran yang terbatas, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap
potensi bencana banjir, dan kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki Badan
Penanggulangan Bencana Daerah. Kemudian (Yuliana HS, 2016) dalam
penelitiannya yang berjudul “Analisis Dampak Pertambangan Timah Rakyat
Terhadap Bencana Banjir” (Studi Pada Kota Pangkalpinang Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung Tahun 2016), hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor manusia
sangat berpengaruh besar terhadap kerusakan lingkungan. Perlu adanya
perumusan kebijakan yang mengatur pertambangan timah rakyat dan pengawasan
terhadap kegiatan pertambangan timah rakyat. Tentunya akibat pertambangan timah

6
yang terjadi di daerah hulu dan hilir memberikan dampak negatif terhadap Kota
Pangkalpinang, bahkan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Pangkalpinang Nomor
2 Tahun 2012 bahwa Kota Pangkalpinang tidak mempunyai wilayah pertambangan,
hal ini memperjelas bahwa aktivitas pertambangan timah yang berada di wilayah
Kota Pangkalpinang bisa dipastikan ilegal.
Selain itu, berdasarkan pengakuan salah satu warga Kelurahan Bukit Tani,
menyebutkan bahwa satu jam hujan lebat saja kawasan tersebut langsung
tergenang, Kami dekat kawasan sini (Bukit Tani) sudah benar-benar capek dengan
permasalahan banjir ini, tidak selesai-selesai, selalu beginilah ceritanya setiap hujan
lebat banjir. Apa kerja dinas-dinas terakit dengan permasalahan banjir ini (www.
bangka.tribunnews.com, 2021). Terkait keluhan tersebut, dapat diindikasikan bahwa
belum adanya komunikasi yang baik antar stakeholders terkait penanggulangan
banjir di Kota Pangkalpinang, sehingga harus mendapatkan keluhan dari warga.
Kemudian itu, bencana banjir disebabkan oleh sistem drainase, hal tersebut
disampaikan oleh Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Kota Pangkalpinang di salah satu media online menyebutkan
bahwa dimana faktor yang paling dominan menyebabkan genangan maupun banjir
lantaran drainase atau saluran air di Kota Pangkalpinang saat ini sudah melebihi
kapasitas yang tersedia. Secara umum drainase di Kota Pangkalpinang
menggunakan sistem yang lama, oleh karena itu dengan sistem yang lama otomatis
dengan berjalannya waktu pertambahan penduduk dan perkembangan masyarakat
ini akan menambah beban saluran (www.bangkapos.com, 2022).
Bencana banjir tentunya memiliki permasalahan yang kompleks, sehingga
sangat dibutuhkan dan diperlukan peranan dari berbagai pemangku kepentingan
(stakeholders) dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Hal ini menjadi
efektif dan efisien apabila seluruh stakeholders memahami akan peran dan
tanggung jawabnya baik pada tahapan pra bencana, darurat hingga pasca bencana.
Tahapan tersebut tentunya akan membagi peran stakeholders sesuai dengan
kemampuan serta kapasitas masing-masing. Adapun stakeholders yang terlibat
dalam penanggulangan bencana banjir di Kota Pangkalpinang yaitu, unsur
pemerintah kota, swasta, masyarakat, media massa serta akademisi atau yang
dikenal dengan Pentahelix. Menurut (Dr. Indra Permanajati, 2023) Konsep
Pentahelix atau kolaborasi yang melibatkan berbagai unsur yakni pemerintah, media
massa, akademisi, dunia usaha, dan masyarakat merupakan formulasi yang tepat.
Konsep tersebut akan mengkoordinasikan sumber daya sesuai dengan peran
masing-masing dalam mitigasi dan penanganan bencana dan masing-masing
elemen bekerja sesuai dengan bidang dan lingkup kerjanya. Konsep Pentahelix ini
sudah terevaluasi secara kompherensif, menyeluruh dan terbukti efektif dalam

7
mitigasi dan penanganan bencan (Akademisi: Konsep pentahelix jadi kunci utama
penanganan bencana-ANTARA News). Konsep/model Pentahelix dalam
penanggulangan banjir dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 1.1 Konsep/Model Pentahelix Penanggulangan Bencana Banjir

PEMERINTAH/
PEMERINTAH DAERAH

KOMUNITAS/
MASYARAKAT KONSEP PENTAHELIX MEDIA MASSA

DUNIA USAHA AKADEMISI

Namun demikian, di Kota Pangkalpinang kesepahaman antar pemangku


kepentingan (stakeholders) belum terjalin dengan maksimal. Hal ini dibuktikan dengan
belum adanya Rencana Aksi Daerah dan Rencana Penanggulangan Bencana serta
Rencana Kontijensi yang di telah dilegalisasikan melalui peraturan kepala daerah yang
tertuang dalam Rencana Strategis Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota
Pangkalpinang 2019-2023, ini tentunya menjadi sebuah permasalahan dalam
penanggulangan bencana banjir di Kota Pangkalpinang mengingat bahwa rencana
tersebut memuat peran dan tanggung jawab masing-masing stakeholders.

Dari sisi anggaran, Pemerintah Kota Pangkalpinang memfokuskan pada tahapan


mitigasi, berdasarkan informasi yang didapat penulis dari berita di salah satu media
online bahwa Pemerintah Kota Pangkalpinang melalui Dinas Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang mengatakan pada tahun 2023 Pemerintah Kota Pangkalpinang
memprioritaskan penangan banjir dengan mengalokasikan anggaran sebesar Rp. 14,4
Milyar, dimana anggaran tersebut diperuntukan pembuatan kolam retensi Bukit Nyatoh.
Disisi lain, upaya penanganan banjir yang sampai kini terus dilakukan yakni melalui
pembangunan Kolam Retensi Terak-Pedindang oleh Balai Wilayah Sungai (BWS)
Bangka Belitung. Pembangunan kolam retensi itu diklaim mampu mereduksi banjir
hingga 69% di wilayah Kota Pangkalpinang yang selama ini kerap melanda, artinya
Kota Pangkalpinang tidak akan pernah selesai dari masalah banjir. Terlebih jika

8
permasalahan pembangunan Kolam Retensi Terak-Pedindang tidak segera
diselesaikan (Anggaran Rp14,4 Miliar Digelontorkan untuk Penanganan Banjir Awal
Tahun 2023 - Bangkapos.com.tribunnews.com).

Terkait informasi diatas, seperti diketahui bahwa penanggulangan bencana tidak nya
pada tahapan pra bencana saja, namun pada tahapan darurat dan pasca bencana.
Tahapan pra bencana terdiri dari pencegahan, mitigasi dan siaga bencana, Pemerintah
Kota Pangkalpinang hanya memfokuskan pada tahap mitigasi, namun pada tahap
pencegahan dan kesiapsiagaan belum masuk pada skala prioritas. Seharusnya pada
tahap pencegahan dan kesiapsiagaan manjadi prioritas, karena tahapan tersebut
menjadi kunci dalam meningkatkan peran stakeholders dalam penanggulangan
bencana.

Lembaga pemerintahan merupakan leading sektor yang bertanggung jawab untuk


mengembangkan dan melaksanakan kebijakan, rencana, dan program untuk
penanggulangan banjir. Pemerintah juga harus tangguh sehingga mampu untuk
mengelola setiap bencana yang mungkin terjadi. Selain itu, leading sektor memiliki tiga
fungsi dalam penanggulangan bencana banjir, yaitu: fungsi koordinasi, pelaksana dan
komando (Awalia, 2015). Leading sektor dalam penanggulangan bencana alam
menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 yaitu Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB). Kemudian ditingkat daerah lembaga pemerintah
non-departemen ini disebut dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Berdasarkan preliminary research pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah


(BPBD) Kota Pangkalpinang, stakeholders dalam pelaksanaan penanggulangan banjir
dilakukan dari unsur pemerintah daerah oleh: Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD), Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPU), Dinas Penataan
Ruang (DPUPR), Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS). Sesuai dengan indentifikasi
stakeholder tersebut, tentu ada kekurangan pada keterlibatan stakeholders dari unsur
pemerintah lainnya seperti Badan Perencanaan, Pembangunan dan Penelitian Daerah
(Bappeda), Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Disperkim), Dinas
Lingkungan Hidup (DLH) serta unsur pemerintah lainnya yang terkait urusan
kebencanaan. Setiap instansi memiliki kepentingan tersendiri sehingga sering terjadi
benturan kepentingan, sulitnya komunikasi dan koordinasi. Hal tersebut menyebabkan
belum adanya kesepahaman antar stakeholders untuk melaksanakan upaya
pengurangan resiko bencana.

Selain stakeholders dari pemerintah terdapat stakeholders dari komunitas, yaitu


Desa/Kelurahan Tangguh Bencana (Destana) dan Kecamatan Tangguh Bencana
(Kencana) . Kelurahan Tangguh Bencana (Destana) meliputi 42 kelurahan dan
Kecamatan Tangguh Bencana (Kencana) meliputi 7 kecamatan yang ada di Kota
9
Pangkalpinang. Pelaksanaan Destana dan Kencana merupakan tanggung jawab
masing-masing kelurahan dan kecamatan, sedangkan Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) hanya bertugas untuk mengawal, melakukan pembinaan
serta pengawasan program tersebut. Kelompok ini dapat dilibatkan dalam pengendalian
banjir dengan berpartisipasi dalam pertemuan masyarakat dan mampu mengorganisir
sumber daya manusia untuk mengurangi kerentanan resiko bencana banjir. Namun,
dalam pelaksanaanya komunitas ini masih memiliki beberapa kendala yang dihadapai
oleh masing-masing kelurahan dan kecamatan, seperti: kendala pada pendanaan dan
kurangnya sumber daya manusia dalam pelaksanaan program Destana dan Kencana.

Penanggulangan banjir tidak terlepas dari partisipasi masyarakat itu sendiri.


Masyarakat dapat berpartisipasi dalam tahap kesiapsiagaan dan proses evakuasi
dengan menjadi relawan atau memberikan masukan tentang kebutuhan pengendalian
banjir lokal (Nur, 2022). Adapun relawan Destana Kelurahan yang terdata di BPBD Kota
Pangkalpinang Tahun 2023 yang merupakan hasil dari inventarisasi dan pelaksanaan
kegiatan pembinaan pengawasan yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Kota Pangkalpinang yaitu sebanyak 1 Komunitas Kencana
Kecamatan Girimaya terdiri dari 8 Relawan, sedangkan Destana Kelurahan sebanyak 8
komunitas yang terdiri dari Destana Kelurahan Gajah Mada sebanyak 20 relawan,
Destana Kelurahan Pintu Air sebanyak 20 orang, Destana Kelurahan Asam sebanyak
11 orang, Destana Kelurahan Bintang sebanyak 15 orang, Destana Kelurahan
Paritlalang sebanyak 16 orang, Destana Kelurahan Rejosari sebanyak 5 orang,
Destana Kelurahan Ketapang sebanyak 5 orang dan Destana Kelurahan Opas Indah
sebanyak 25 orang . Namun dalam penanggulangan bencana banjir, masyarakat juga
menjadi salah satu penyebab banjir. Kondisi ini tentunya menjadi permasalahan karena
keterlibatan peran secara partisipatif dari komunitas atau masyarakat sangat rendah,
hal ini dibuktikan dari hasil pengukuran dan penghitungan Indeks Kesiapsiagaan
Masyarakat (IKM) dalam menghadapi Bencana yang terdapat dalam Dokumen Kajian
Risiko Bencana (KRB) Kota Pangkalpinang Tahun 2023, adapun data IKM tersebut
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1.3 Indeks Kesiapsiagaan Masyarakat Kota Pangkalpinang
Berdasarkan Jenis Bencana Alam

KAPASITAS
NO KECAMATAN CUACA
BANJIR GEA KARHULA KEKERINGAN
EKTRIM
1. Bukit Intan RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH
2. Gerunggang RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH
3. Girimaya RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH
4. Pangkalbalam RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH

10
5. Rangkui RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH
6. Tamansari RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH
7. Gabek RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH
Pangkalpinang RENDAH RENDAH RENDA RENDAH RENDAH
H
(Sumber: Dokumen Kajian Risiko Bencana Kota Pangkalpinang Tahun 2023).

Dari sektor swasta juga dapat mendukung upaya pengendalian banjir dengan
menyediakan sumber daya keuangan dan membantu proses rehabilitasi serta
rekonstruksi daerah yang terkena bencana (Suleman et al., 2007). Selain itu, mereka
juga dapat terlibat dalam meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pengendalian
banjir dan mempromosikan keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dan
pelaksanaan tindakan pengendalian banjir. Kegiatan tersebut diimplementasikan oleh
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Pangkalpinang dengan PT.
Angkasa Pura II dengan menginisiasi pelatihan kesiapsiagaan relawan Gurilla bentukan
dari PT. Angkasa Pura II serta Penandatanganan Kerjasama antara Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kota Pangkalpinang dengan Lembaga
Permasyarakatan Kelas IIA Kota Pangkalpinang dan Dinas Kependudukan Catatan
Sipil Kota Pangkalpinang yang merupakan salah satu meningkatkan sinergitas antar
lintas sektor dalam penanggulangan bencana banjir di Kota Pangkalpinang.

Di sisi akademisi dan media massa sebagai salah satu stakeholders yang sangat
berperan dalam memberikan saran dan masukan terhadap penanggulangan bencana
banjir di Kota Pangkalpinang. Peranan akademisi dan media massa sangat membantu
memberikan masukan dan saran kepada Pemerintah Kota Pangkalpinang dalam
menentukan arah kebijakan upaya pengurangan risiko dan penanggulangan bencana
banjir di Kota Pangkalpinang. Tentunya peran akademisi dan media massa ini harus
seiring sejalan dengan stakeholders lainnya, sehingga tidak terjadi lagi penyebarluasan
berita atau informasi dari akademisi yang dapat membuat masyarakat menjadi panik,
hal demikian tersebut pernah terjadi kehebohan dari informasi yang tersebar di media
massa pada tahun 2022 lalu, berdasarkan hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh
Climate Central dan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menyatakan bahwa
sebanyak 112 kabupaten/kota di Indonesia terancam tenggelam. Salah satu daerah
yang diprediksi tenggelam sekitar 30 tahun lagi adalah Kota Pangkalpinang
(RANGKUMAN Fakta Pangkalpinang Terancam Tenggelam di Tahun 2050, Bentuk Kota
Seperti Kuali - Bangkapos.com .tribunnews.com). terkait hal tersebut, dapat
diindikasikan bahwa belum adanya koordinasi yang baik antara pemerintah, akademisi
dan media massa.

11
Banyaknya stakeholders yang terlibat dalam penanggulangan bencana banjir di
Kota Pangkalpinang memiliki kompleksitas tersendiri. Oleh karena itu, diperlukan
analisis peran stakeholders dalam penanggulangan banjir. Hal ini guna memetakan
kepentingan, tupoksi dan pemahaman dalam penanggulangan banjir dalam rangka
menyamakan tujuan, sehingga program/kegiatan dapat terlaksana dengan baik.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, penulis menganalisis bahwa


masih terdapat kendala dalam hubungan antar stakeholders sehingga sekarang di kota
Pangkalpinang. Oleh karena itu berangkat dari permasalahan dan kendala tersebut,
maka penulis ingin melakukan penelitian yang berjudul “ANALISIS PERAN
STAKEHOLDERS DALAM PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR DI KOTA
PANGKALPINANG”, tujuan penulisan ini diharapkan dapat memetakan peran
stakeholders dalam penanggulangan bencana banjir di Kota Pangkalpinang.

1.2 Perumusan Masalah Penelitian


Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka dapat dapat dirumuskan
beberapa permasalahan yaitu sebagai berikut:
1. Siapa saja stakeholders yang terlibat dalam penanggulangan bencana banjir di
Kota Pangkalpinang?
2. Bagaimana peran stakeholders dalam penanggulangan bencana banjir di Kota
Pangkalpinang?
3. Apa faktor pendukung dan penghambat peran stakeholders dalam
penanggulangan bencana banjir di Kota Pangkalpinang?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengidentifikasi stakeholders yang terlibat dalam penanggulangan
bencana banjir di Kota Pangkalpinang.
2. Untuk menganalisis peran stakeholders yang terlibat dalam penanggulangan
bencana banjir di Kota Pangkalpinang.
3. Untuk menganalisis faktor pendukung dan penghambat peran stakeholders
dalam penanggulangan bencana banjir di Kota Pangkalpinang.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan bisa dapat menambah wawasan, dan informasi
mengenai peran stakeholders dalam penanggulangan bencana banjir di Kota
Pangkalpinang. Diharapkan penelitian ini juga dapat membantu dalam menganalisis
peran pemerintah mengenai banjir, serta menjadi tolak ukur kebijakan di masa
mendatang, mengingat ancaman banjir yang terus terjadi di wilayah Kota

12
Pangkalpinang. Kemudian bagi akademisi, diharapkan dapat dijadikan sebagai
tambahan bahan pustaka dalam melaksanakan penelitian yang relevan dengan
penelitian ini sendiri.

1.4.2 Manfaat Praktis


Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai kontribusi kepada Pemerintah Kota
Pangkalpinang, terutama pada Badan Penanggulangan Bencana Kota
Pangkalpinang dalam menyusun Rencana Penanggulangan Bencana sebagai
dokumen legal yang dijadikan sebagai dasar dan arah kebijakan Pemerintah Kota
Pangkalpinang serta pihak-pihak yang terlibat lainnya dalam upaya penanggulangan
bencana banjir di Kota Pangkalpinang. Selain itu penelitian ini juga bermanfaat bagi
peneliti dalam menambah pengetahuan yang berkaitan dengan peran stakeholders
pada penanggulangan bencana banjir di Kota Pangkalpinang.

1.5 Sistematika Penulisan Tesis


Sebagai bentuk gambaran singkat dalam penyusunan tesis ini, maka sistematika
penulisan tesis ini disajikan sebagai berikut:
1. BAB I PENDAHULUAN
Bab ini adalah bab yang mendasari dalam melakuakn penelitian tentang analisis
peran stakeholders dalam penanggulangan bencana banjir di Kota Pangkalpinang.
Oleh karena itu, dalam bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan
masalah penelitian, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Dalam manfaat
penelitian terbagi menjadi 2 manfaat yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini menguraikan tentang teori-teori yang mendasari terkait penelitian ini
yaitu sebagai berikut: Defenisi Administrasi Publik dan Kebijakan Publik yang
berkaitan dengan penelitian ini; Pengertian, ciri, teori dan konsep peran; analisis
peran stakeholders; Defenisi dan konsep penanggulangan bencana; serta unsur-
unsur pendukung dan penghambat peran stakeholders. Selanjutnya pada bab ini
juga menjelaskan terkait peneltian terdahulu yang memaparkan beberapa kajian
terdahulu atau penelitian terdahulu yang memeliki keterkaitan dengan penelitian ini,
dan dalam bab ini juga disajikan tentang kerangka konseptual penelitian yang
menggambarkan alur pikir yaitu dari input, proses dan output dari peneliti dalam
melaksanakan penelitian yang dilandasi dengan konsep atau teori yang digunakan.
Dalam penelitian ini alur input berupa latar belakang masalah, alur proses berupa
tujuan peneltian dan output yaitu berupa landasan teori yang dianalisis kedalam bab
pembahasan.

13
3. BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini memuat tentang cara – cara yang berkaitan dengan atau proses yang
ditempuh oleh peneliti dalam rangka melaksanakan penelitian. Sejumlah
pembahasan yang dibahas pada bab ini adalah jenis penelitian, unit analisis yang
terdiri dari partisipan penelitian dan lokasi penelitian, teknik dan pengumpulan data,
pedoman pertanyaan wawancara, serta teknik analisis data.
4. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini memuat tentang hasil dari penelitian yang isinya adalah penjelasan
terkait deskripsi partisipan yaitu kondisi dan situasi riil yang menjadi latar belakang
penelitian, dan mencakup karakteristik partisipan atau orang yang berpartisipasi dan
menjawab pertanyaan dalam penelitian, serta tahapan proses lapangan yang telah
dilakukan, termasuk menguraikan adanya hambatan atau kesulitan yang mungkin
ditemui dalam menggali informasi dari partisipan. Bab ini juga memuat hasil
penelitian barupa pengolahan dan analisis data yang terkait dengan peneliti
dapatkan dari penelitian di lapangan, serta pengolahan data hasil penelitian yang
akan disesuaikan untuk menjawab dari rumusan masalah penelitian berdasarkan
teori - teori yang telah dikaji pada bab - bab sebelumnya. Selanjutnya pada bab ini
menjelaskan terkait Pembahasan hasil penelitian yang disesuaikan dengan rumusan
masalah atau pertanyaan penelitian dan teori yang digunakan. Penyajian
pembahasan harus terstruktur sesuai dengan rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian tersebut.

5. BAB V PENUTUP
Pada bab ini memuat kesimpulan yang diperoleh penulis setelah melakukan
penelitian dan memperoleh hasil penelitian yang memuat sekurang-kurangnya
terdiri atas: jawaban terhadap rumusan masalah dan tujuan penelitian, temuan baru
yang diperoleh dan prospek temuan, pemaknaan teoritik dari hal baru yang
ditemukan. Sedangkan implikasi penelitian menjelaskan terkait rangkuman hasil
penelitian yang berguna bagi pihak-pihak yang menerima manfaat. Keterbatasan
penelitian menjelaskan tantangan atau hambatan selama penelitian dilakukan dan
saran penelitian merupakan implikasi hasil penelitian terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan, memberi saran bagi penelitian selanjutnya dapat disampaikan dari
hasil pemikiran peneliti atas keterbatasan penelitian yang dilakukan.

14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Administrasi Publik
Menurut Chandler dan Plano dalam Keban, (2014) administrasi publik
merupakan suatu metode yang sumber daya dan personel public diorganisir dan
dikoordinasikan untuk merumuskan, melaksanakan, dan mengelola keputusan
kebijakan publik. Kedua ahli ini juga menjelaskan bahwa administrasi publik adalah
seni dan ilmu yang mengelola pengaruh publik dan mengimplementasikan tugas
yang diberikan. Dan sebagai disiplin ilmu, administrasi publik memiliki tujuan untuk
mengatasi permasalahan publik dengan cara pemulihan atau peningkatan kualitas
terutama di bidang organisasi, sumber daya manusia dan keuangan. Administrasi
publik juga diartikan sebagai koordinasi upaya individu dan kelompok untuk
melaksanakan kebijakan pemerintah, mencakup pekerjaan sehari-hari. Kemudian
secara global dapat dimaknai sebagai proses yang melibatkan implementasi
kebijakan pemerintah, keterampilan mengarahkan dan banyak teknik lainnya yang
dapat memberikan arah dan tujuan pada upaya sejumlah orang (Syafiie, 2010).

Presepsi tentang administrasi publik sangat bervariasi. Hal tersebut tergantung


dari pandangan orang terhadap kata “administrasi publik” itu sendiri (Keban, 2014).
Administrasi public dapat diartikan sebagai administration of public (administrasi
dari publik), di mana pemerintah memiliki peran agen tugal yang berkuasa dan
berinisiatif untuk mengatur dan mengambil keputusan untuk kebaikan masyarakat.
Selanjutya terdapat pandangan bahwa administration for public (administrasi untuk
publik), di mana pemerintah lebih tanggap terhadap hal yang dibutuhkan
masyarakat dan memahami cara terbaik dalam memberikan pelayanan publik.
Kemudian terdapat presepsi bahwa administration by public (administrasi oleh
publik), di mana Pemerintah dengan konsep pemberdayaan masyarakat
memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengelola hidupnya secara
mandiri agar tidak tergantung secara terus-menerus kepada pemerintah. Adapun
Nicholas Henry dalam (Kaban, 2014) menyebutkan bahwa terdapat beberapa
paradigma tentang keberadaan Ilmu Administrasi Publik, yaitu:

1. Paradigma pertama (1900-1926), Paradigma Dikotomi Politik dan Administrasi.


Paradigma ini dikembangkan oleh Frank J. Goodnow dan Leonard D. White.
Paradigma ini menyebutkan bahwa politik harus memfokuskan atensinya kepada
kebijakan. Sedangkan administrasi difokuskan kepada pelaksanaan dari
kebijakan tersebut. Pemisahan politik dan administrasi ini dilambangkan dalam
bentuk pemisahan badan legislative dan badan eksekutif. Maksud dari
paradigma ini yaitu administrasi dilihat sebagai suatu yang bebas nilai dan

15
diarahkan untuk mencapai nilai effesiensi dari birokrasi pemerintahan. Namun,
dalam paradigma ini kurang dijelaskan mengenai fokus atau metode yang
dikembangkan dalam administrasi publik.
2. Paradigma kedua (1927-1937), Prinsip-prinsip Administrasi. Paradigma ini
dikembangkan oleh Willoughby, Gullick dan Urwick. Beliau mengemukakan
tentang prinsip-prinsip administrasi sebagai focus administrasi public. Prinsip
tersebut dikenal dengan sebutan POSDCORB (Planning, Organizaing, Staffing,
Directing, Coordinating, Reporting, dan Budgeting). Prinsip-prinsip tersebut dapat
berlaku dimana saja, termasuk organisasi pemerintah.
3. Paradigma ketiga (1950-1970), Administrasi Negara sebagai Ilmu Politik.
Beberapa ahli mempertanyakan paradigma-paradigma sebelumnya, di mana
mereka beranggapan bahwa pemisahan politik dan administrasi merupakan
tindakan tidak realistis, serta prinsip administrasi tidak berlaku secara universal.
Sehingga muncul pandangan baru di mana administrasi public sebagai ilmu
politik dengan lokus birokrasi pemerintahan dan focus menjadi kabur karena
prinsip administrasi memiliki banyak kelemahan. Periode ini menjadikan
administrasi publik mengalami krisis identitas, karena ilmu politik yang disiplin
dianggap dominan dalam administrasi publik.
4. Paradigma keempat (1956-1970), Administrasi Publik sebagai Ilmu Administrasi.
Fokus dari paradigma ini yaitu mengembangkan prinsip-prinsip manajemen
sebelumnya secara ilmiah dan mendalam. Namun perkembangan paradigma ini
terbagi mejadi dua arah, yaitu: perkembangan ilmu administrasi murni yang
didukung oleh disiplin psikologi sosial dan mengarah kepada kebijakan publik.
5. Paradigma kelima (1970-1990), Administrasi Publik sebagai Administrasi Publik.
Adapun fokus dari paradigma ini yaitu teori organisasi, teori manjemen, dan
kebijakan publik. Sedangkan lokusnya yaitu masalah-masalah dan kepentingan-
kepentingan public.
6. Paradigma keenam (1990-sekarang). Administrasi sebagai Governance. G.
Shabbir Cheema dalam (Kaban, 2014) menyebutkan bahwa sistem nilai,
kebijakan dan kelembagaan dimana unsur-unsur ekonomi, sosial, dan politik
dikelola berdasarkan interaksi antara masyarakat, pemerintah dan sektor swasta.
Paradigma administrasi sebagai governance mengacu pada lokus administrasi
publik yaitu bagaimana dan mengapa organisasi tersebut bekerja, berperilaku
dalam organisasi, dan keputusan tersebut diambil (Mariana, 2010).

Administrasi sebagai governance dilakukan oleh para stakeholders pada


proses perumusan dan pelaksanaan dalam mencapai tujuan publik. Hal ini sejalan
dengan penelitian tentang “Analisis Peran Stakeholders dalam Penanggulangan
Banjir di Kota Pangkalpinang”, di mana dalam penanggulangan bencana banjir di

16
Kota Pangkalpinang wajib melibatkan banyak aktor yang terbagi beberapa peran,
karena dalam upaya penanggulangan setiap bencan tentunya Pemerintah tidak
dapat bekerja sendiri, maka dari itu keterlibatan semua pihak sangat dibutuhkan
demi memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat yang menjadi salah
satu objek akibat dari bencana itu sendiri. Tidak hanya Pemerintah tetapi juga
melibatkan swasta dan masyarakat. Kemudian good governance dalam
penanggulangan banjir dapat dilakukan dengan adanya hubungan yang sinergis
dan konstruktif di antara stakeholders. Pada proses penanggulangan bencana
banjir, pemerintah mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip
profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, efesiensi dan efektifitas yang dapat
diterima oleh seluruh masyarakat.

2.1.2 Collaborative Governance


Menurut (Retno Sunu Astuti, dkk, 2020) dalam buku yang berjudul
“Collaborative Governance dalam Prespektif Administrasi Publik” Istilah
collaborative governance merupakan cara pengelolaan pemerintahan yang
melibatkan secara langsung pemangku kepentingan di luar pemerintahan atau
negara, berorientasi pada konsensus dan musyawarah dalam proses pengambilan
keputusan kolektif yang bertujuan untuk membuat atau melaksanakan kebijakan
publik serta program-program publik (Ansell dan Gash, 2008).

Kolaborasi yaitu suatu kegiatan yang secara fundamental terletak pada


pengelolaan jaringan sosial. Jaringan sosial yakni hubungan simpul-simpul
komunikasi para pemangku kepentingan. Atas pemahaman tersebut dapat
disimpulkan bahwa teori kolaborasi yakni analisis dari proses tata kelola dengan
sudut pandang pada jaringan sosial. Model tata kelola kolaboratif mengharuskan
seluruh pemangku kepentingan terlibat dalam dialog, dimana para pemangku
kepentingan ini mewakili diri mereka sendiri dalam mengungkapkan
kepentingannya (Booher dan Innes, 2002).

Fokus collaborative governance ada pada kebijakan dan masalah publik.


Institusi publik memang memiliki orientasi besar dalam pembuatan kebijakan,
tujuan dan proses kolaborasi adalah mencapai derajat konsensus diantara para
pemangku kepentingan. Collaborative governance menghendaki terwujudnya
keadilan sosial dalam memenuhi kepentingan publik. Menurut O’Leary dan
Bingham (Sudarmo, 2015) kolaborasi merupakan konsep yang menggambarkan
proses memfasilitasi dan pelaksanaan yang melibatkan multi organisasi untuk
memecahkan masalah yang tidak bisa atau tidak dengan mudah dipecahkan oleh
sebuah organisasi secara sendirian. Pendapat ini didukung oleh Bardach
(Sudarmo, 2015) yang mendefinisikan collaboration sebagai bentuk aktivitas

17
bersama oleh dua institusi atau lebih yang bekerja sama ditujukan untuk
meningkatkan “public value” ketimbang bekerja sendiri-sendiri.

Collaborative governance adalah serangkaian pengaturan dimana satu atau


lebih lembaga publik yang melibatkan secara langsung Pemangku kepentingan
“non-state” di dalam proses pembuatan kebijakan yang bersifat formal, berorientasi
konsensus dan deliberatif yang bertujuan untuk membuat atau
mengimplementasikan kebijakan publik atau mengatur program publik atau aset
(Ansell dan Gash, 2008).

Edward DeSeve (Sudarmo, 2015) mendefinisikan collaborative governance


adalah sebagai sebuah sistem yang terintegrasi dengan hubungan yang dikelola
melintasi batas batas organisasi formal dan informal dengan prinsip-prinsip
organisasi yang direkonsepsi dan definisi kesuksesan yang jelas. Selanjutnya
Agrawal dan Lemos (Subarsono, 2011) mendefinisikan collaborative governance
tidak hanya berbatas pada pemangku kepentingan yang terdiri dari pemerintah dan
non-pemerintah tetapi juga terbentuk atas adanya “multi partner governance” yang
meliputi sektor privat/ swasta, masyarakat dan komunitas sipil dan terbangun atas
sinergi peran pemangku kepentingan dan penyusunan rencana yang bersifat
“hybrid” seperti halnya kerja sama publik-privat-sosial. Sejalan dengan itu Balogh
dkk (Subarsono, 2011) mendefinisikan collaborative governance sebagai sebuah
proses dan struktur dalam manajemen dan Perumusan keputusan kebijakan publik
yang melibatkan aktor-aktor yang secara konstruktif berasal dari berbagai level,
baik dalam tatanan pemerintahan dan atau instansi publik, instansi swasta dan
masyarakat sipil dalam rangka mencapai tujuan publik yang tidak dapat dicapai
apabila dilaksanakan oleh satu pihak.

Definisi dan konsep yang dijelaskan oleh banyak ilmuwan tersebut di atas
dapat dirumuskan menjadi beberapa kata kunci yang menekankan pada enam
karakteristik, yaitu:

1. Forum tersebut di inisiasi atau dilaksanakan oleh lembaga publik maupun aktor-
aktor dalam lembaga publik;
2. Peserta di dalam forum tersebut juga termasuk aktor non publik;
3. Peserta terlibat secara langsung dalam pembuatan dan pengambilan keputusan
dan keputusan tidak harus merujuk kepada aktor-aktor publik;
4. Forum terorganisir secara formal dan pertemuan diadakan secara bersama-
sama;
5. Forum bertujuan untuk membuat keputusan atas kesepakatan bersama, dengan
kata lain forum ini berorientasi pada konsensus; dan
6. Kolaborasi berfokus pada kebijakan publik maupun manajemen publik.
18
Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan, maka dapat dipahami
collaborative governance merupakan cara pengelolaan “sesuatu hal” yang
melibatkan semua pemangku kepentingan baik secara langsung maupun tidak
langsung, berorientasi dan terjadi musyawarah dalam proses pengambilan
keputusan kolektif, dalam rangka mencapai tujuan bersama.

Model collaborative governance muncul sebagai respons terhadap masalah-


masalah publik yang semakin hari semakin kompleks, sehingga dibutuhkan
berbagai aktor (multi-aktor) untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Artinya,
collaborative governance dapat dipahami sebagai upaya untuk mengefektifkan
manajemen publik melalui keterlibatan lintas aktor dalam konteks governance.
Secara umum, bentuk governance terdiri atas model dominasi negara, model
pemerintahan, dan model multi-aktor. Model multi-aktor diyakini sebagai akar dari
pendekatan collaborative governance (Hanberger, 2004).

Menurut (Vigoda, 2002), Memahami proses kolaborasi dapat dilihat melalui


enam tahapan yang diharapkan dapat memberikan gambaran umum kolaborasi
yang akan dilakukan. Tahapan tersebut antara lain:

1. Memutuskan isu
Memutuskan isu di dalam kolaborasi dilakukan untuk membuktikan kolaborasi
tersebut baik atau buruk bagi anggotanya. Membuktikannya melalui dua kondisi,
jika:
a. Masalah diusahakan menjadi sebuah investasi bersama dengan membuat
sebuah kelompok kerja bersama; dan
b. Terdapat alasan yang tepat serta jelas agar dapat dipercaya. Pemangku
kepentingan yang akan hadir akan memiliki pengaruh dan kekuatan yang
besar dalam kelompok.
2. Menentukan karakteristik masalah
Menentukan karakteristik masalah dapat dimulai dengan sebuah pertanyaan
“apa dan dimana” masalah tersebut. Kolaborasi membutuhkan kejelasan apa
yang menjadi isu dan dimana dibutuhkan tindakan. Setiap anggota adalah
individu yang memiliki kompetensi untuk bernegosiasi terhadap masalah dan
mampu saling bertukar gagasan untuk bekerja sama demi menghasilkan
kolaborasi yang efektif dan efisien.
3. Mencari tau siapa saja yang terlibat
Para pemangku kepentingan yang terlibat dalam kolaborasi memiliki tujuan
yang sama untuk saling meningkatkan komitmen, kepercayaan, dan keyakinan
dalam perencanaan tujuan bersama. Dengan demikian proses menjalankan
kolaborasi akan menjadi efektif dan efisien.

19
4. Mencari tahu bagaimana mengimplementasikannya
Terwujudnya kolaborasi yang efektif dapat dipengaruhi oleh kedewaan
berkomunikasi, kerja sama, ketulusan, keikhlasan dan fleksibilitas. Perlu
dipahami pula bahwa kolaborasi adalah sebuah perjalanan yang harus dilalui
sehingga dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan.
5. Mencari tahu bagaimana menyelenggarakannya
Untuk menyelenggarakan program atau kegiatan dengan baik, setidaknya
terdapat hal yang perlu dilakukan, diantaranya:
a. Para pemangku kepentingan sepakat secara bersama sama melakukan
program tersebut dengan metode yang sudah ditentukan bersama;
b. Memikirkan kembali dan mendefinisikan tujuan; dan
c. Menentukan indikator-indikator kerja untuk seluruh proses dalam
berkolaborasi.
6. Mencari tahu bagaimana mengevaluasi prosesnya
Melalui evaluasi akan terlihat dampak dari upaya yang telah dilakukan dari
proses kolaborasi, seperti:
a. Menilai dampak dan perubahan bagi organisasi tersebut;
b. Bagi anggota organisasi; dan
c. Bagi masyarakat yang mereka layani.

Dalam upaya penanggulangan bencana banjir di Kota Pangkalpinang tentunya


membutuhkan hubungan kolaborasi yang terbangun dengan baik, stakeholders
yang berperan dalam tugasnya masing-masing berjalan sesuai dengan yang telah
ditetapkan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selanjutnya,
proses membangun kolaborasi tersebut tentu dihadapkan oleh kendala-kendala
yang terjadi dalam mengimplementasi hasil dari hubungan kolaborasi tersebut.
Namun demikian, ketika tujuan utama telah direncakana, dimusyawarahkan dan
ditetapkan secara bersama-sama tentunya kendala atau hambatan tersebut dapat
dihadapi dan diselesaikan secara bersama-sama.

2.1.3 Kebijakan Publik

Kebijakan publik pada dasarnya dibuat dengan maksud dan tujuan untuk dapat
memecahkan masalah publik yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.
Masalah dapat timbul dalam berbagai macam, variasi dan intensitasnya. Sehingga,
tidak semua isu publik dapat melahirkan kebijakan publik. Hanya masalah publik
yang dapat membuat orang berpikir, dan menemukan solusi yang dapat
menciptakan kebijakan publik. Oleh karena itu, perumusan masalah kebijakan
publik merupakan langkah penting dalam proses kebijakan publik. Namun, dalam
proses kebijakan publik juga perlu diperhatikan siapa yang berwenang

20
merumuskan, menetapkan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi
pelaksanaan kebijakan publik.

Secara terminologi pengertian kebijakan publik (public policy) itu ternyata


banyak sekali, tergantung dari sudut mana kita mengartikannya. Easton
memberikan definisi kebijakan publik sebagai the authoritative allocation of values
for the whole society atau sebagai pengalokasian nilai nilai secara paksa kepada
seluruh anggota masyarakat. Laswell dan Kaplan juga mengartikan kebijakan
publik sebagai a projected program of goal, value, and practice atau sesuatu
program pencapaian tujuan, nilai-nilai dalam praktek-praktek yang terarah.

Thomas R Dye sebagaimana dikutip Islamy (2009: 19) mendefinisikan


kebijakan publik sebagai “ is whatever government choose to do or not to do”
(apapaun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan).
Definisi ini menekankan bahwa kebijakan publik adalah mengenai perwujudan
“tindakan” dan bukan merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat
publik semata. Di samping itu pilihan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu
juga merupakan kebijakan publik karena mempunyai pengaruh (dampak yang
sama dengan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu.

Permasalahan tentang kebencanaan direspon Pemerintah dengan


mengeluarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana. Menurut Shalih (2021) kerangka kebijakan tersebut merupakan suatu
kerangka kerja dan serangkaian tindakan yang dirancang oleh pemerintah dan
lembaga terkait untuk mengidentifikasi, mencegah, merespons, dan memulihkan
diri dari dampak bencana alam atau buatan manusia. Kebijakan ini bertujuan untuk
melindungi nyawa manusia, harta benda, lingkungan, dan ekonomi masyarakat dari
kerusakan yang disebabkan oleh bencana.

Riant Nugroho dalam (Sapta Waluyo, 2021) mengemukakan secara sederhana


kebijakan publik adalah setiap keputusan dan strategi yang dibuat pemerintah
untuk merealisasikan tujuan negara. Secara filosofi, setiap kebijakan publik harus
bermakna positif bagi publik, khususnya dalam konteks kehidupan bernegara.
Kebijakan publik yang berdampak negatif atau mengancam keselamatan atau
kenyamanan publik dalam kehidupan bernegara bukanlah kebijakan publik,
melainkan kejahatan publik, yaitu kejahatan yang dilakukan aparat Negara.
Kebijakan public yang merusak mungkin berstatus legal karena
diputuskan/dikeluarkan lembaga yang berwenang melalui prosedur formal, namun
tujuannya ternyata untuk memenuhi hasrat kekuasaan yang rakus dan tamak
belaka.

21
Handmer (2007) memaparkan pemahamannya tentang keterkaitan antara
kebijakan dan respon kelembagaan terhadap keadaan darurat (bencana):

1. Problem framing. Dalam pembingkaian masalah, semua stakeholders dapat


terlibat di dalamnya. Namun, pembingkaian masalah lebih baik dilakukan
dengan memasukkan: perdebatan sosial dan wacana yang sedang berlangsung
antar bagian masyarakat, identifikasi penyebab dari kerentanan dan ketahanan,
dan penilaian resiko secara terbuka.
2. Policy framing and strategic policy choice. Tujuan kebijakan di bidang bencana
harus secara eksplisit mengatasi konflik yang ada. Poin krusial dalam proses
kebijakan yaitu menentukan apa dan siapa yang diikutsertakan dan
dikecualikan.
3. Policy design and implementation. Tujuan kebijakan melibatkan beberapa
instrument seperti: keuangan, informasi, manusia, administrasi, undang-undang,
dll. Kemudian diperlukan mekanisme untuk melakukan pemantauan secara
berkelanjutan yang dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran atau evaluasi.
4. Policy monitoring and learning. Tahap ini melibatkan observasi berkelanjutan
dan pengumpulan data yang diperlukan secara rutin. Kaitan antara tahap 1
(pemantauan sistem manusia dan alam) memerlukan integrasi kebijakan dan
pemantauan dasar yang memungkinkan pemisahan dampak dari intervensi
kebijakan.

Kebijakan bencana adalah komitmen pemerintah dan masyarakat untuk


melindungi dan mempersiapkan diri terhadap ancaman bencana. Tujuannya bukan
hanya untuk merespons bencana saat terjadi, tetapi juga untuk mengurangi risiko
bencana di masa depan dan membangun masyarakat yang lebih tangguh terhadap
ancaman bencana. Kebijakan bencana yang efektif adalah salah satu langkah
kunci dalam menjaga ketahanan masyarakat dan lingkungan.

2.1.4 Analisi Peran Stakeholders

Menurut freeman dalam (Retno Sunu Astuti, dkk, 2020) menyatakan bahwa
pemangku kepentingan yakni suatu kelompok masyarakat ataupun individu yang
saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pencapaian tujuan tertentu dari
organisasi. Menurut Biset pemangku kepentingan sebagai orang dengan suatu
kepentingan atau perhatian pada suatu permasalahan (Azheri, 2012). Sedangkan
Derek Walker, Arthur Shelley and Lynda Bourne mendefinisikan pemangku
kepentingan adalah individu atau kelompok yang memiliki kepentingan, hak atau
kepemilikan dalam proyek dan dapat berkontribusi, dipengaruhi oleh proyek, baik
pekerjaan atau hasil proyek (Walker, Shelley, dan Bourne, 2008).

22
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemangku
kepentingan (stakeholders) adalah individu atau kelompok yang memiliki
kepentingan terhadap permasalahan atau proyek yang akan diselesaikan. Bila
dikaitkan dengan penelitian ini tentang analisis peran stakeholders dalam
penanggulangan bencana banjir di Kota Pangkalpinang, maka dapat dikatakan
bahwa pemangku kepentingan yang akan di teliti adalah individu atau kelompok/
lembaga yang terlibat dalam penanggulangan bencana banjir, individu atau
kelompok/ lembaga tersebut terdampak langsung maupun tidak langsung terhadap
bencana banjir.

Analisis peran stakeholders dalam studi kebijakan dilaksanakan untuk


menunjukan peranan dari para aktor atau pemangku kepentingan yang terlibat
(Hidayah et al., 2019). Adapun peran menurut David Adi Susilo (2019) yaitu suatu
tindakan yang dilakukan oleh seseorang dimana meraka memiliki posisi dalam
status sosial. Kemudian peran juga mencakup beberapa syarat, yaitu: norma yang
berkaitan dengan posisi seseorang dalam masyarakat, tindakan individu yang
penting bagi struktur sosial masyarakat, dan hubungan yang teratur akibat suatu
jabatan. Selain itu, stakeholders mempunyai karakteristik yang dapat
mempengaruhi proses kebijakan. Sehingga Handayani and Warsono dalam (Talib,
2020) mengklasifikasikan stakeholders menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Stakeholders utama (Primer): merupakan stakeholders yang terkena dampak


secara langsung, baik positif maupun negatif dari suatu rencana serta
mempunyai kepentingan langsung terhadap kegiatan tersebut.
2. Stakeholders kunci: stakeholders yang berpengaruh kuat dan mempunyai
kewenangan terhadap kelancaran kegiatan, serta memiliki kepentingan yang
tinggi dalam pengambilan keputusan pada pembuatan kebijakan.
3. Stakeholders sekunder: stakeholders yang tidak mempunyai kepentingan
langsung terhadap kegiatan tetapi memiliki kepedulian besar terhadap proses
pengembangan. Stakeholders pendukung dapat dijadikan fasilitator dalam
proses pengembangan dan cukup berpengaruh terhadap pengambilan
keputusan.

Peran stakeholders dalam penyelenggaraan kebijakan dikelompokkan oleh


Nugroho dalam (Setiawan et al., 2018) menjadi 5 bagian yaitu:

1. Policy Creator, yaitu stakeholders yang berperan sebagai pengambil keputusan


dan penentu suatu kebijakan.
2. Koordinator, yaitu stakeholders yang berperan mengkoordinasikan stakeholders
lain yang terlibat. Menurut (Destiana, 2020) Koordinator dituntut memiliki
indikasi, yaitu:
23
a. Having a global picture, yaitu kemampuan untuk memahami visi jangka
panjang dari semua elemen yang dipimpinnya;
b. Setting a common goal, yaitu kemampuan untuk memilih elemen yang dapat
dijadikan sebagai roda penggerak utama sehingga dapat memicu
pergerakan lainnya;
c. Knowing your team and defining team roles, yaitu kemampuan untuk
memahami kekuatan spesifik dari masing-masing elemen di dalam
menjalankan tugasnya;
d. Planning, yaitu kemampuan menyusun tugas pokok dan fungsi elemen
secara lengkap agar alokasi waktu, biaya dan target capaian dapat ditinjau
ulang secara berkala;
e. Communicating and disseminating, yaitu penyebaran informasi berupa
program yang sudah disusun menjadi suatu aksi yang dapat dilakukan oleh
semua stakeholders;
f. Review and controlling, yaitu mengendalikan kegiatan yang dilaksanakan.
3. Fasilitator, yaitu stakeholders sebagai fasilitator yang berperan memfasilitasi
dan mencukupi apa yang dibutuhkan kelompok sasaran. Fasilitator memiliki
dukungan anggaran sehingga pengembangan sarana dan prasarana
penanggulangan banjir dapat berjalan dengan baik.
4. Implementor, yaitu stakeholders pelaksana kebijakan yang di dalamnya
termasuk kelompok sasaran.
5. Akselerator, yaitu stakeholders yang berperan mempercepat dan memberikan
kontribusi agar suatu program dapat berjalan sesuai sasaran atau bahkan lebih
cepat waktu pencapaiannya.

Keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholders) dalam penelitian


memberikan dampak positif, seperti: mendapatkan akses ke informasi atau sumber
daya tambahan, dan meningkatkan relevansi atau kegunaan penelitian bagi
pengguna dan penerima manfaat. Dengan melibatkan para pemangku
kepentingan, hasil penelitian dapat disesuaikan secara lebih efektif dengan konteks
lokal, meningkatkan kemungkinan bahwa hasil tersebut diadopsi dan diterapkan,
dan menghasilkan dampak yang bermanfaat bagi semuanya. Dalam penelitian
mengenai Analisis Peran Stakeholders dalam Penanggulangan Bencana Banjir di
Kota Pangkalpinang, penulis menemukan informasi dari preliminary research
bahwa pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan penanggulangan banjir yang
menonjol pada tahap mitigasi yaitu BPBD, Disperkim, DPUPR, dan BBWS, padahal
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana tidak fokus pada tahap mitigasi
saja, namun proses penyelenggaraan tersebut dilaksanakan secara kompherensif
dan berkelanjutan pada tahapan selanjutnya yaitu tahap kesiapsiagaan hingga

24
pemulihan yang sampai saat ini belum melibatkan secara maksimal stakeholders
lainnya. Namun, tidak semua pemangku kepentingan dalam kelompok akan
berbagi kekhawatiran atau memiliki pendapat atau prioritas yang sama.

2.1.5 Penanggulangan Bencana

Bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang


Penanggulangan Bencana yaitu bencana merupakan peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun
faktor sosial sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Defenisi tersebut sejalan
dengan yang dikemukakan oleh The United National Disaster Management Training
Program yaitu bencana merupakan kejadian yang datang tiba-tiba dan
mengacaukan fungsi normal masyarakat atau komunitas. Bencana merupakan
peristiwa atau rangkain kejadian yang menimbulkan korban jiwa, kerusakan atau
kerugian infrastruktur, pelayanan umum, dan kehidupan masyarakat. Peristiwa ini
diluar kapasitas normal dari masyarakat untuk mengatasinya, sehingga
memerlukan bantuan dari luar masyarakat tersebut (Kollek, 2013).

Berdasarakan pengertian dari bencana diatas, maka bencana dapat diartikan


sebagai suatu peristiwa atau kejadian yang disebabkan oleh faktor alam maupun
non alam yang terjadi secara tidak terduga atau tidak dapat diperkirakan yang
mengancam dan menggangu serta menimbulkan kerugian bagi kehidupan dan
penghidupan masyarakat, baik itu korban jiwa makhluk hidup, rusaknya lingkungan,
kerugian materi dan berdampak negatif terhadap psikologis manusia. Namun
demikian, untuk mengurangi akibat dari peristiwa bencana tersebut, keterlibatan
seluruh stakeholders dapat melakukan langkah-langkah penanggulangan bencana
pada tahap prabencana meliputi mitigasi, deteksi dini dan kesiapsiagaan seluruh
pemangku kepentingan.

Berdasarkan UU No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,


penanggulangan bencana merupakan serangkaian upaya yang meliputi penetapan
kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan
bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi. Penyelenggaraan penanggulangan
bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi kebijakan pembangunan yang
berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan
rehabilitasi (Bakornas PB, 2007). Rangkaian kegiatan tersebut dapat digambarkan
dalam siklus penanggulangan bencana seperti pada gambar berikut:

25
Gambar 2.1 Siklus Penanggulangan Bencana

Sumber: Manajemen Bencana Fisip Untad, Edisi 2017


Adapun tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana menurut
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia (2017), yaitu:
1. Tahap pra-bencana yang dilakukan ketika tidak ada bencana namun ada
kemungkinan terjadinya;
2. Tahap tanggap darurat yang diterapkan dan dilaksanakan saat bencana sedang
berlangsung;
3. Tahap pasca bencana yang diterapkan setelah terjadinya bencana.
Dalam tahapan-tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana tersebut,
terdapat tiga jenis manajemen penanggulangan bencana yang digunakan, yaitu
sebagai berikut:
1. Manajemen Risiko Bencana
Menurut Syarief dan Kondoatie (2006) mengutip Carter (2001), Manajemen
Risiko Bencana adalah pengelolaan bencana sebagai suatu ilmu pengetahuan
terapan (aplikatif) yang mencari, dengan melakukan observasi secara sistematis
dan analisis bencana untuk meningkatkan tindakan-tindakan (measures), terkait
dengan pencegahan (preventif), pengurangan (mitigasi), persiapan, respon
darurat dan pemulihan (https://media.neliti.com). Sederahananya manajemen
risiko bencana merupakan pengelolaan bencana yang terfokus pada upaya

26
mengurangi risiko sebelum terjadinya bencana. Manajemen risiko bencana ini
dapat diimplementasikan melalui 3 (tiga) tahapan yaitu:
a. Pencegahan (Prevention) adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, melalui pengurangan
ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana
(Bakornas PB, 2007).. Contoh kegiatan pencegahan terhadap bencana
meliputi: pembangunan kolam retensi, normalisasi aliran sungai,
pembangunan sumur resapan, gotong royong membersihkan lingkungan,
dan lain-lain.
b. Mitigasi (Mitigation) mitigasi adalah bagian dari pencegahan bencana
dengan melakukan upaya untuk mengurangi korban jiwa dan kerusakan
infrastruktur akibat dari bencana sehingga dapat dilakukan dengan langkah
langkah yang diambil yaitu menganalisis dan mengurangi risiko bencana
yang ada (Federal Emergency Management Agency, 2016). Kegiatannya
meliputi: pemetaan, penyiapan perangkat lunak, dan penyiapan program
penanggulangan bencana.
c. Kesiapsiagaan (Preparedness) merupakan serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian, langkah
langkah yang tepat guna, dan berdaya guna (International Disaster Nursing,
2010). Kesiapsiagaan merupakan proses yang berkesinambungan dan
terpadu yang dihasilkan dari berbagai kegiatan pengurangan risiko dan
sumber (International of Red Cross and Red Cresscent Society, 2016 ).
Berdasarkan UU No.24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana
kegiatan yang dapat dilakukan dalam kesiapsiagaan yaitu: penyusunan dan
uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana, pengorganisasian,
pengujian, dan pemasangan peringatan dini, penyediaan dan penyiapan
barang untuk pemenuhan kebutuhan dasar, penyuluhan, pelatihan atau
simulasi tanggap darurat dan penyediaan jalur evakuasi.
2. Manajemen Kedaruratan
Manajemen kedaruratan merupakan pengaturan upaya penanganan bencana
dengan penekanan pada faktor-faktor pengurangan kerugian dan korban serta
penanganan pengungsi selama bencana berlangsung, Adapun fase-fase yang
ditetapkan, yaitu:
a. Siaga Darurat
Siaga darurat adalah serangkaian aktivitas yang harus dilakukan setelah
mendapatkan informasi akan terjadinya bencana. Kondisi ini telah terprediksi
terjadinya bencana dan waktunya sangat cepat, maka dari itu fase ini
dibutuhkan kecepatan dan ketepatan dalam bertindak dan mengambil

27
sebuah keputusan (kaji cepat). Maka dari itu, di fase ini menjadi sangat
krusial dan dibutuhkan pemimpin untuk menentukan status darurat dan
selanjutnya mengaktivasi sistem komando yang akan mengarahkan
stakeholders yang terlibat.
b. Tanggap Darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk
yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi
korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,
pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan
sarana (https://ntb.bpk.go.id).
3. Manajemen Pumulihan
Manajemen pemulihan adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana
dengan penekanan pada faktor-faktor yang dapat mengembalikan kondisi
masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan
kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana secara terencana, terkoordinasi,
terpadu dan menyeluruh setelah terjadinya bencana (https://simantu.pu.go.id).
Berikut ini adalah dengan fase-fase dalam manajemen pemulihan yaitu:
a. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik
atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana
dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar
semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah
pascabencana.
b. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban,
dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat pada wilayah pascabencana.

Bencana berupa banjir memerlukan penanggulangan guna meminimalisir


dampak yang ditimbulkan dengan melibatkan seluruh elemen pemangku
kepentingan (stakeholders). Agar penyelenggaraan penanggulangan bencana
dapat berjalan dengan baik, maka dibutuhkan serangkaian kegiatan yang terpadu
dan kompherensif dalam sebuah manajamen bencana yang baik.

2.1.6 Faktor Pendukung dan Penghambat Peran Stakeholders

Analisis peran stakeholders dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung dan


penghambat. Dalam penelitian Destiana, dkk (2020) menyebutkan bahwa terdapat

28
4 unsur yang berkaitan dengan faktor pendukung dan penghambat pada peran
stakeholders, yaitu:

1. Nilai
Secara umum, nilai adalah konsep yang menunjuk pada hal hal yang dianggap
berharga dalam kehidupan manusia, yaitu tentang apa yang dianggap baik,
layak, pantas, benar, penting, indah, dan dikehendaki oleh masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, hal-hal yang dianggap tidak pantas, buruk,
salah dan tidak indah dianggap sebagai sesuatu yang tidak bernilai. Sesuatu
dikatakan mempunyai nilai, apabila mempunyai kegunaan, kebenaran, kebaikan
dan keindahan. Menurut Richard T. Schaefer dan Robert P. Lmm dalam
(Zakky, 2020) Nilai adalah suatu gagasan bersama-sama (kolektif) mengenai
apa yang dianggap penting, baik, layak dan diinginkan, sekaligus mengenai
yang dianggap tidak penting, tidak baik, tidak layak dan tidak diinginkan dalam
hal kebudayaan. Nilai merujuk kepada suatu hal yang dianggap penting pada
kehidupan manusia, baik itu sebagai individu ataupun sebagai anggota
masyarakat.
Analsis peran stakeholders memiliki beberapa nilai seperti: nilai individual,
organisasi, legalitas, dan profesioonalitas. Nilai individual dilihat dari peran
kepemimpinan sebagai penggerak dalam penanggulangan banjir. Kemudian
nilai organisasi dilihat dari landasan masing-masing institusi. Selanjutnya
legalitas, di mana menilai peningkatan penanggulangan banjir berdasarkan
kebijakan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 10 Tahun 2019 tentang
penyelenggaraan penanggulangan bencana di Kota Pangkalpinang. Terakhir
yaitu nilai profesionalitas dilihat dari kemampuan dan komitmen individu yang
melaksanakan kebijakan terkait penanggulangan banjir.
2. Komunikasi
Hubungan antar stakeholders dapat berjalan secara efektif karena didukung
oleh komunikasi yang baik (Destiana, 2020). Menurut Lasswell, komunikasi
adalah sebuah proses penyampaian pesan yang dilakukan melalui media
kepada komunikate yang menimbulkan efek tertentu. Model komunikasi
Lasswell menggambarkan kajian proses komunikasi secara ilmiah yang
menitikberatkan pada berbagai turunan dari setiap elemen komunikasi dan
sekaligus merupakan jawaban dari pertanyaan yang telah ia kemukakan (Model
Komunikasi Lasswell - Konsep - Kelebihan - Kekurangan -
PakarKomunikasi.com). Kelima elemen komunikasi tersebut adalah: (1)
Komunikator/sumber/pengirim pesan; (2) Pesan; (3) Media; (4)
Komunikan/komunikate/penerima pesan; (5) Efek/timbal balik. Komunikasi yang
efektif di mana stakeholders secara aktif terlibat, dapat menyelesaikan

29
perbedaan pendapat dan mengatasi konflik, serta dapat membentuk hubungan
yang baik sehingga dalam implementasi penanggulangan bencana dapat
berjalan sesuai dengan yang telah ditetapkan.
3. Kepercayaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kepercayaan merupakan harapan dan
keyakinan seseorang terhadap orang lain akan kejujuran, kebaikan dan
kesetiaan. Sedangkan menurut istilah kepercayaan adalah suatu sikap yang
ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya
telah mencapai kebenaran. Karena kepercayaan adalah suatu sikap, maka
kepercayaan seseorang itu tidak selalu benar dan bukanlah merupakan suatu
jaminan kebenaran (https://repository.radenfatah.ac.id/). Menurut Lewicky dan
Wiethoff mendeskripsikan bahwa, kepercayaan sebagai keyakinan individu dan
kemauan untuk bertindak atas dasar kata-kata tindakan dan keputusan orang
lain.
Namun, hubungan yang terjalin antar stakeholders memiliki peluang munculnya
rasa kurang percaya di antara stakeholders. Hal tersebut dapat muncul karena
kurangnya koordinasi dan sinergi, serta arahan dari sektor utama dalam upaya
penaggulangan banjir. Oleh karena itu, menurut (Qomariah, 2014) dalam
membangun kepercayaan dibutuhkan yaitu:
a. Integritas, yaitu mengacu pada kejujuran dan kebenaran;
b. Kompetensi, yaitu terkait dengan pengetahuan dan keterampilan teknikal
dan interpersonal yang dimiliki individu;
c. Konsistensi, yaitu berhubungan dengan keandalan, kemampuan
memprediksi dan penilaian individu dalam menangani situasi;
d. Loyalitas, yaitu keinginan untuk melindungi dan menyelamatkan orang lain;
e. Keterbukaan, yaitu memberikan kemudahan kepada setiap orang dalam
mengakses informasi.
4. Kebijakan
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan
dasar rencana dalam pelaksanaan satu pekerjaan, kepemimpinan dalam
pemerintahan atau organisasi pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip atau maksud
sebagai garis pedoman dalam mencapai sasaran (Marbun, 2007). Sehingga
Pemerintah perlu membuat kebijakan sebagai landasan dalam penanggulangan
banjir. Dalam penanggulangan bencana, Pemerintah Kota Pangkalpinang
membuat Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana.

30
2.2 Penelitian Terdahulu
Adapun tujuan dari pemaparan kajian terdahulu ini adalah untuk menentukan
posisi penelitian serta menjelaskan perbedaannya. Selain itu penelitian terdahulu ini
sangat berguna sebagai bahan perbandingan. Dengan demikian penelitian yang
dilakukan oleh peneliti benar-benar orisinil. Berikut penelitian terdahulu dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.1 Daftar Penelitian Terdahulu

Nama, Tahun Dan Variabel


No Hasil Penelitian
Sumber Penelitian Penelitian
1. Muzakar Isa, Liana Pengurangan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Mangifera. 2017. The Risiko, Banjir; terdapat 14 stakeholder dalam
6th University Research Kerentanan, pengurangan risiko banjir ini. Mereka
Colloquium 2017 Stakeholders memiliki 6 kepentingan yang
berbeda-beda, yaitu income,
lingkungan, pembangunan daerah
dan keselamatan jiwa. Dalam upaya
pengurangan risiko banjir di
Kabupaten Klaten, BPBD
mempunyai peran sentral bersama
dengan kepala desa setempat dan
relawan (masyarakat). Sedangkan
perguruan tinggi merupakan aktor
yang mempunyai pengaruh paling
rendah dalam pengurangan risiko
banjir ini.
2. Riska Destiana, Pariwisata Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Kismartini, Tri Halal, pengembangan destinasi wisata
Yuningsih. 2020. Stakeholders, halal pulau ini melibatkan pemangku
Jurnal Ilmu Pengembanga kepentingan dengan konsep
Administrasi Negara n Pariwisata pentahelix yang terdiri dari
Vol.08 No.02, akademisi, bisnis, komunitas,
September 2020. pemerintah dan media massa. Ada
38 pemangku kepentingan yang
terlibat dan diklasifikasikan menjadi
pemangku kepentingan primer, kunci
dan sekunder. Peran pemangku
kepentingan tercermin dalam peran

31
Nama, Tahun Dan Variabel
No Hasil Penelitian
Sumber Penelitian Penelitian
pembuat kebijakan, koordinator,
fasilitator, pelaksana dan akselerator.
Hubungan antar pemangku
kepentingan dilihat dari bentuk dan
kegiatannya. Nilai dan komunikasi
merupakan faktor pendukung dalam
pengembangan destinasi wisata
halal, sedangkan kepercayaan dan
kebijakan merupakan faktor
penghambat.
3. Rizka Utami Indra, Flood Disaster, Disimpulkan bahwa stakeholders
Retna Hanani,
The Role Of dalam upaya penanggulangan
Kismartini. 2023.
Journal Of Public Stakeholders, bencana banjir dikelompokkan
Policy And
Semarang City menjadi tiga bagian. Stakeholders
Management Review.
kunci pada penanggulangan
bencana banjir yaitu Badan
Penanggulangan Bencana Daerah
Kota Semarang. Stakeholders primer
yaitu Dinas Pekerjaan Umum Kota
Semarang dan warga Kelurahan
Tanjung Mas. Stakeholders sekunder
yaitu Dinas Penataan Ruang Kota
Semarang, Balai Besar Wilayah
Sungai Pemali Juana Dan
Pemerintah Kelurahan Tanjung Mas.
Stakeholders yang terlibat dalam
penanggulangan bencana banjir
telah menjalankan peran sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
Namun, masih terdapat
permasalahan pada peran
koordinasi.
4. Afiya Sasti Ihtiarni. Collaboration, Berdasarkan hasil penelitian di
2023. Jurnal Ambilin Badar, lapangan, dapat disimpulkan bahwa
Pemerintahan Dan Stakeholder proses kolaborasi antar stakeholder
Keamanan Publik (JP dalam program ambilin badar sudah

32
Nama, Tahun Dan Variabel
No Hasil Penelitian
Sumber Penelitian Penelitian
Dan KP) Vol. 5 No.1, memenuhi komponen kolaborasi
Februari 2023. ansel dan gash, namun dalam unsur
kepemimpinan kolaborasi masih
kurang sesuai dengan teori tersebut.
5. Aisyah Annis Analisis Peran, Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Rahmawati, Augustin Peran seluruh stakeholder telah memenuhi
Rina Herawati, Teuku Stakeholder, semua klasifikasi peran stakeholder.
Afrizal. 2023. Journal Program Kota Namun demikian, masih terdapat
Of Public Policy And Layak Anak stakeholder pelaksana yakni Dinas
Management Review. Kesehatan Kabupaten Boyolali yang
belum menjalankan perannya
sebagai implementor dengan
optimal. Faktor yang menjadi
penghambat peran stakeholder pada
program KLA di Kabupaten Boyolali
klaster kelima antara lain faktor
faktor informasi dan faktor
pembagian potensi.
6. Syahputra Adisanjaya Peran, Peran stakeholder dalam
Suleman, Nurliana Stakeholder, manajemen bencana banjir yang
Cipta Apsari. 2017. Manajemen dalam hal ini dilakukan oleh
PROSIDING KS: Bencana Pemerintah Pusat, Pemerintah
RISET & PKM Daerah, BNPB dan Lembaga
VOLUME: 4 NOMOR: Swasta dan International telah diatur
1 HAL: 1 - 140 ISSN: dalam Peraturan Pemerintah.
2442-4480. Instansi/institusi mempunyai tugas,
fungsi, dan perannya masing-masing
sesuai peraturan yang telah
ditetapkannya. Namun dapat dilihat
dari tugas, fungsi dan perannya,
bahwa bnpb/bpbd mempunyai peran
yang secara langsung berwenang
dalam penanganan bencana,
khususnya pada mitigasi bencana
banjir. Hal ini didasarkan pada
pembentukan lembaga BNPB/BPBD

33
Nama, Tahun Dan Variabel
No Hasil Penelitian
Sumber Penelitian Penelitian
sebagai pusat dalam
penanggulangan bencana nasional
dan daerah.
7. Abd. Kadir Wakka. KHDTK Hasil penelitian menunjukkan bahwa
2014. Jurnal Penelitian Mengkendek, terdapat enam stakeholders dalam
Kehutanan Wallacea Analisis pengelolaan KHDTK mengkendek.
Vol.3 No.1, April 2014: Stakeholders, Balai Penelitian Kehutanan
47-55. Pemetaan Makassar (BPK Makassar), Dinas
Stakeholders Kehutanan Dan Perkebunan Tana
Toraja, Pemerintah
Kelurahan/Lembang Dan Lembaga
Adat (Tongkonan) merupakan key
players dalam pengelolaan KHDTK
mengkendek. Komunikasi dan
koordinasi dengan stakeholders
tersebut harus dapat dilakukan
dengan baik sehingga tujuan
pengelolaan khdtk mengkendek
dapat terwujud.
8. Tsuraya Annisa Formulasi Efektifitas dalam peran stakeholders
Salsabila, R. Slamet Kebijakan pengembangan obyek wisata Candi
Santoso. 2018. Journal Publik, Gedongsongo yang dilakukan oleh
Of Public Policy And Efektivitas tujuh stakeholders belum dapat
Management Review. Peran, Jejaring dikatakan efektif. Hal ini disebabkan
Http// Kebijakan, karena kepentingan dan pengaruh
Www.Fisip.Undip.Ac.Id. Pengembanga stakeholders masih ada yang belum
n Pariwisata sesuai. Hubungan antar
stakeholders dalam pengembangan
obyek wisata Candi Gedongsongo
secara hubungan memang sudah
baik tetapi dalam stakeholders
belum koordinasi dapat dikatakan
baik. Hal ini dibuktikan dengan tidak
khusus adanya forum terjadwal
antara stakeholders baik yang terikat
perjanjian maupun yang tidak terikat

34
Nama, Tahun Dan Variabel
No Hasil Penelitian
Sumber Penelitian Penelitian
dengan perjanjian. Dinas Pariwisata
sebagai stakeholders primer yang
memiliki kepentingan dan pengaruh
yang paling tinggi diantara
stakeholders primer lain menjadikan
dinas ini sebagai titik pusat dalam
pengembangan padahal seharusnya
hubungan antar stakeholders
terlebih stakeholders primer harus
seimbang.
9. Vidia Reski Awalia, Peran Hasil penelitian ini menunjukkan
Mappamiring, Andi Pemerintah, Bahwa peran pemerintah dalam
Nuraeni Aksa. 2015. Resiko penanggulangan bencana di Desa
Jurnal Ilmu Bencana Tahibua bisa dikategorikan sangat
Pemerintahan, Vol. V baik, karena berdasar dari penuturan
No. 2 Oktober 2015. masyarakat di Desa Tahibua itu
sendiri yang merasakan program-
program yang telah pemerintah
laksanakan serta kesiapsiagaan
yang sangat intensif dilakukan baik
sebelum terjadi dan ketika terjadi
bencana.
10 Nahot Tua Pemerintahan Penelitian ini mengungkapkan
. Parlindungan Sihaloho. Kolaboratif, bahwa aspek-aspek penanganan
2022. Jurnal Ilmiah Kerjasama banjir di medan perlu ditindaklanjuti
Muqoddimah: Jurnal Pemerintahan, dengan memprioritaskan aspek
Ilmu Sosial, Politik Dan Manajemen governance dan distributive
Humaniora E-ISSN: Risiko Banjir accountability, kemudian diikuti
2598-6236. dengan aspek aspek lain, yang
secara berturut-turut meliputi: access
to authority, information sharing,
networked structure, dan leadership.
Ketika mengambilan kebijakan kerja
sama pada fase antisipasi,
sebaiknya collaborative governance
lebih ditekankan pada aktor

35
Nama, Tahun Dan Variabel
No Hasil Penelitian
Sumber Penelitian Penelitian
akademisi dan pengambang
software, karena hasilnya sangat
berguna pada fase mitigasi dan
resiliensi.
Sumber: data dioleh Peneliti (2023)

Penelitian terdahulu menjadi acuan dalam mengkaji informasi yang masih


relevan terhadap permasalahan penelitian saat ini. Adapun penelitian terdahulu
yang dilakukan oleh Isa (2017), Destiana (2020), dan Indra (2023) memiliki fokus
yang sama dengan penelitian ini terkait peran stakeholders dalam penanggulangan
banjir. Namun, terdapat perbadaan dalam dalam masing-masing penelitian
terdahulu tersebut, dalam penelitian yang dilakukan oleh Isa (2017) yang berjudul
“Analisis Stakeholders Dalam Pengurangan Risiko Banjir di Kabupaten Klaten”
menggunakan metode pendekatan mixed method, yaitu perpaduan pendekatan
kuantitatif dan pendekatan kualitatif, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan
metode pedekatan kualitatif saja, perbedaan lainnya yaitu secara substansi variabel
penelitiannya terfokus pada tahapan pengurangan risiko bencana atau tahapan pra
bencana, sedangkan dalam penelitian ini dilakukan pada seluruh tahapan
penyelenggaraan penanggulangan bencana atau dari tahapan pra bencana,
darurat sampai dengan pasca bencana.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Destiana (2020) yang berjudul “Analisis
Peran Stakeholders Dalam Pengembangan Destinasi Pariwisata Halal di Pulau
Penyengat Provinsi kepulauan Riau” memiliki kesamaan dengan penelitian ini
yakni menggunakan teori yang sama dalam menganalisis peran yang meliputi:
Policy creator, Koordinator, Fasilitator, Implementor, dan Akselerator, namun yang
berbeda hanya pada fokus penelitian saja dimana penelitiannya fokus pada
pengembangan destinasi wisata halal, sedangkan penelitian ini difokuskan pada
penanggulangan bencana banjir.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Indra (2023) dalam penelitiannya yang
berjudul “Analisis Peran Stakeholders dalam Penanggulangan Bencana Banjir di
Kota Semarang” memiliki kesamaan terkait fokus penelitian dan teori identifikasi
stakeholders yang digunakan dalam penelitian ini yang meliputi, namun tentunya
stakeholders dalam penelitian tersebut diindikasikan hanya stakeholders yang
terfokus pada upaya pencegahan dan mitigasi (pra bencana) saja yang
teridentifikasikan, tentunya hal tersebut berbeda dengan penelitian ini, dalam
identifikasi stakeholders dalam penelitian ini sangat memungkinkan akan

36
teridentifikasi pemangku kepentingan lainnya yang terlibat dalam tahapan darurat
dan pasca bencana.

Kemudian itu, dalam penelitian terdahulu lainnya sesuai dengan tabel diatas
tentunya hampir terdapat kesamaan dalam penelitian ini, baik metode, substansi
penelitian berupa identifikasi stakeholders, tujuan, pembagian peran, aspek
collaborate government serta mengulas faktor pendukung dan penghambat peran
stakeholders, namun yang berbeda hanya pada lokus atau tempat penelitian saja.

Berdasarakan penelitian terdahulu yang telah dijelaskan diatas, dapat


disimpulkan bahwa penelitian yang akan dilakukan dengan judul “Analisis Peran
Stakeholders dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Pangkalpinang”
berfokus pada peran stakeholders yang terlibat dalam upaya penanggulangan
bencana banjir. Meskipun terdapat kesamaan metode dan teori dengan beberapa
penelitian sebelumnya. Namun adanya unsur kebaruan dapat berupa kebaruan
tahapan penanggulangan bencana dan penambahan aktor-aktor lainnya dalam
mengidentifikasi stakeholders yang terlibat serta lokus penelitian diharapkan dapat
memberikan sumbangan ilmu pengetahuan penelitian untuk masa yang akan
datang.

37
2.3 Kerangka Konspetual Penelitian
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian

Analisis Peran 1. UU No. 24 Th. 2007 ttg Penanggulangan


Stakeholders Dalam Bencana
Penanggulangan Banjir 2. Perda Kota Pangkalpinang No. 10 Th 2019
di Kota Pangkalpinang ttg Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana Kota Pangkalpinang

Rumusan Masalah Identifikasi Stakeholders Primer


 Siapa saja stakeholders Stakeholders dalam
Stakeholders Kunci
yang terlibat dalam Penanggulangan Banjir
Stakeholders Sekunder Prabencana
penanggulangan di Kota Pangkalpinang
bencana banjir di Kota Darurat Bencana
Pangkalpinang?
Policy Creator Pascabencana
 Bagaimana peran Peran Stakeholders
Koordinator
stakeholders dalam dalam penyelenggaraan Fasilitator
penanggulangan Penanggulangan Banjir Implementor
bencana banjir di Kota di Kota Pangkalpinang Akselerator
Pangkalpinang?
 Apa faktor pendukung
dan penghambat peran Faktor Pendukung dan Nilai
stakeholders dalam Penghambat Peran Kepercayaan
penanggulangan Stakeholders dalam Kumunikasi
bencana banjir di Kota Penanggulangan Banjir
Kebijakan
Pangkalpinang? di Kota Pangkalpinang

38
BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
deskriptif. Menurut Sugiyono (2019, hlm. 18) metode penelitian kualitatif adalah metode
penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme yang digunakan untuk
meneliti objek dengan kondisi yang alamiah (keadaan riil, tidak disetting atau dalam
keadaan eksperimen) di mana peneliti adalah instrumen kuncinya.

Sementara itu menurut Walidin & Tabrani (2015, hlm. 77) penelitian kualitatif
adalah suatu proses penelitian untuk memahami fenomena-fenomena manusia atau
sosial dengan menciptakan gambaran yang menyeluruh dan kompleks yang dapat
disajikan dengan kata-kata, melaporkan pandangan terinci yang diperoleh dari sumber
informan, serta dilakukan dalam latar setting yang alamiah. Penelitian kualiatif memiliki
sifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis pendekatan induktif, sehingga
proses dan makna berdasarkan perspektif subyek lebih ditonjolkan dalam penelitian
kualitatif ini (Fadil, 2020, hlm. 33).

Sifat deskriptif pada penelitian kualitatif berarti penelitian akan berusaha untuk
membuat gambaran umum secara sistematis, akurat, dan faktual mengenai suatu fakta,
sifat, hingga hubungan antarfenomena yang diteliti. Seperti yang diungkapkan oleh
Nazir (2014, hlm. 43) bahwa metode penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam
meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem
pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang dengan tujuan untuk
membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang terselidiki.

Dapat disimpulkan bahwa metode penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian


yang dilakukan untuk meneliti objek, suatu kondisi, sekelompok manusia, atau
fenomena lainnya dengan kondisi alamiah atau riil (tanpa situasi eksperimen) untuk
membuat gambaran umum yang sistematis atau deskripsi rinci yang faktual dan akurat.

3.2 Unit Analisis


Unit analisis dalam penelitian adalah satuan tertentu yang diperhitungkan dan
diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan komponen yang akan diteliti. Unit
analisis dalam penelitian ini adalah unit organisasi yaitu organisasi perangkat daerah
(OPD) Kota Pangkalpinang, Instansi Vertikal, Perusahaan, Organisasi Masyarakat, dan
Media Massa yang tentunya memiliki keterkaitan peran dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana banjir di Kota Pangkalpinang. Dengan demikian unit analisis
dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis peran stakeholders
dalam penanggulangan bencana banjir di Kota Pangkalpinang.
39
3.2.1 Partisipan Penelitian
Partisipan penelitian adalah sebagian dari subjek populasi (Latipun, 2010).
Berkaitan dengan isi penelitian, subjek penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu
unsur yang ada dalam populasi tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih
menjadi sampel. Sehingga dalam menentukan subjek penelitian, peneliti menggunakan
teknik sampling bertujuan (Purposive Sampling), yaitu cara atau teknik pemilihan
partisipan dalam suatu penelitian yang ditetapkan secara sengaja atas dasar kriteria
atau pertimbangan yang telah ditentukan oleh peneliti sesuai dengan kebutuhan dan
tujuan penelitian (Arikunto, 2006). Teknik ini mengambil sampel yang digunakan dengan
langsung menunjuk ke seseorang yang dianggap mewakili karakteristik populasi.
Subjek utama dalam penelitian ini adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kota Pangkalpinang, instansi-instransi terkait, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan
(ormas), dan media massa, dimana masing-masing organisasi tersebut terdapat
sumber daya manusia yang dijadikan sebagai seorang informan atau paritisipan yang
tentunya dapat digunakan sebagai sumber informasi yang ikut terlibat serta relevan
terkait permasalahan pada penelitian ini. Adapun yang menjadi partisipan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 3.1 Daftar Partisipan Penelitian

No Partisipan Kriteria Partisipan


Pegawai Badan Penanggulangan 1. Menguasai dan memahami upaya
1.
Bencana Daerah Kota Pangkalpinang penanggulangan bencana banjir di
Pegawai Dinas Pekarjaan Umum dan Kota Pangkalpinang;
2.
Penataan Ruang Kota Pangkalpinang 2. Terlibat langsung dalam upaya
Pegawai Dinas Sosial Kota penanggulangan bencana banjir di
3.
Pangkalpinang Kota Pangkalpinang
Pegawai Dinas Perumahan dan 3. Terlibat secara tidak langsung,
4.
Pemukiman Kota Pangkalpinang namun dapat memberikan informasi
Pegawai Bappedalitbang Kota dan mengetahui dalam upaya
5.
Pangkalpinang penanggulangan bencana banjir di
6. Kepala Basarnas Kota Pangkalpinang;
7. Pegawai BMKG 4. Partisipan yang merasakan dampak
Pegawai Balai Besar Wilayah Sungai langsung dari bencana banjir di
8.
Bangka Belitung Kota Pangkalpinang;
9. Pengamat Kebijakan/Akademisi 5. Memberikan informasi sesuai fakta
Komunitas/Relawan/Masyarakat Kota dengan bahasa sendiri
10.
Pangkalpinang
11. Direktur PT. Duta Putra Lexindo
12. Pegawai/Jurnalis TVRI Babel

40
Masyarakat Kota Pangkalpinang yang
13.
terdampak bencana banjir
Sumber: Data diolah peneliti (2023).

3.2.2 Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian merupakan objek penelitian dimana kegiatan penelitian
dilakukan. Adapun lokasi dalam penelitian ini yaitu di Kota Pangkalpinang, dengan
alasan karena, pertama, Lokasi organisasi dan partisipan penelitian berada di wilayah
Kota Pangkalpinang dan sekitarnya. Kedua, kemudahan akses dan jarak tempuh yang
singkat antara tempat tinggal peneliti dengan lokus penelitian. Ketiga, lokasi penelitian
memiliki keterkaitan terhadap topik penelitian karena Kota Pangkalpinang merupakan
satu-satunya kota yang ada dan memiliki karakteristik wilayah yang kompleks
dibandingkan daerah lainnya sekaligus merupakan ibukota Provinsi Kepulauan angka
Belitung yang tentunya menjadi sebuah wajah dari negeri serumpun sebalai, dimana
menjadi tolak ukur keberhasilan pemerintah daerah dalam menjalankan roda
pemerintahan khususnya dalam penanggulangan bencana banjir.

3.3 Teknik dan Alat Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan prosedur yang dilakukan secara terukur
dan sistematik guna mendapatkan data yang diperlukan. Teknik pengumpulan data
merupakan langkah penting dalam metode penelitian karena tujuan dari sebuah
penelitian untuk mendapatkan data yang nantinya dianalisis untuk diambil kesimpulan
dari permasalahan yang ada.

Pengumpulan data dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti yang


dijelaskan oleh Sugiyono (2014: 209) jika ditinjau berdasarkan cara atau teknik
pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilaksanakan dengan
observasi, wawancara, angket serta dokumentasi. Selain itu menurut pendapat Laksmi
(dalam Pendit, 2009: 70) dalam proses pengumpulan data di lapangan, terdapat tiga
cara utama yaitu pengamatan terlibat, wawancara dan dokumentasi.

Mengingat pada penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengetahui


peran serta faktor pendukung dan penghambat stakholders dalam penanggulangan
bencana banjir di Kota Pangkalpinang, maka diperlukan pendekatan secara mendalam
dengan partisipan atau informan untuk menggali informasi. Maka penelitian ini
menggunakan teknik pengumpulan data yaitu dengan metode wawancara dan studi
dokumentasi.

Dalam metode wawancara, peneliti memilih menggunakan wawancara secara


langsung. Wawancara langsung adalah pembicaraan 2 arah yang dilakukan sang

41
pewawancara (interviwer) terhadap partisipan atau informan. Tentunya hal ini berguna
untuk menggali informasi lebih mendalam terkait dengan tujuan penelitian. Adapun
partisipan atau informan yang akan diwawancarai oleh peneliti terdapat pada Tabel 3.1.
Daftar Partisipan Penelitian pada sub bab diatas.

menurut Sugiyono (2014: 121-127) terdapat tiga metode wawancara yang


digunakan sebagai teknik pengambilan data yaitu:

1. Wawancara terstruktur, teknik wawancara ini digunakan apabila peneliti mengetahui


apa yang tidak diketahuinya. Sehingga peneliti telah menyiapkan interview guide
(pedoman wawancara) yang sistematis;
2. Wawancara semi terstruktur, teknik ini dapat dikatakan sebagai wawancara
mendalam, karena pelaksanaannya peneliti lebih bebas mengeksplorasi
permasalahan dari informan penelitian namun tetap perpedoman pada interview
guide;
3. Wawancara tidak terstruktur, merupakan teknik wawancara yang dilakukan secara
bebas karena peneliti tidak menggunakan interview guide, pedoman yang
digunakan dalam teknik ini adalah garis besar permasalahan penelitian.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan


wawancara semi terstruktur karena agar peneliti dapat mengetahui secara pasti data
penelitiannya serta menggali data lebih mendalam dari apa yang disampaikan oleh
informan penelitian namun peneliti dalam melakukan wawancara tetap berpedoman
pada interview guide.

Pada metode studi dokumentasi, menurut Bailey (1994) dokumentasi mengacu


pada analisis dokumen yang didalamnya terdapat fenomena yang sedang diteliti.
Sehingga dapat disimpulkan studi dokumen dilakukan untuk mendapatkan data secara
relevan serta hasil analisis data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

Dalam hal ini peneliti menggunakan studi dokumentasi sebagai salah satu teknik
pengumpulan data. Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini seperti, dokumen
kajian, dokumen program dan kegiatan pemerintah daerah (RPJMD dan RKPD),
peraturan perundang-undangan, artikel, surat kabar, buku-buku, foto dari hasil
lapangan maupun karya ilmiah, tentunya dengan studi dokumen ini peneliti dapat
menjawab terkait rumusan masalah dan tujuan dalam penelitian ini.

42
3.4 Pedoman Pertanyaan Wawancara
Tabel 3.2 Pedoman Pertanyaan Wawancara

ITEM
TEMA SUB TEMA SUB-SUB TEMA
PERTANYAAN
Tujuan dan manfaat dalam identifikasi Daftar
stakeholders pertanyaan
Stakeholders yang terlibat dalam Tahapan identifikasi stakeholders yang terlampir
penanggulangan bencana banjir di terlibat dalam penanggulangan bencana
Identifikasi Stakeholders dalam
Kota Pangkalpinang banjir di Kota Pangkalpinang
penanggulangan bencana banjir di
Stakeholders yang terlibat dalam
Kota Pangkalpinang
penanggulangan bencana banjir
 Stakeholders primer Bagaimana kepentingan atau pengaruh
 Stakeholders kunci stakeholders dalam penanggulangan

 Stakeholders sekunder bencana banjir

Peran Stakeholders sebagai policy creator


Peran Stakeholders sebagai coordinator
Peran Stakeholders dalam Pembagian Peran Stakeholders Peran Stakeholders sebagai fasilitator
penanggulangan bencana banjir di dalam penanggulangan bencana Peran Stakeholders sebagai implementator
Kota Pangkalpinang banjir di Kota Pangkalpinang Peran Stakeholders sebagai akselerator

Faktor pendukung dan penghambat Mengidentifikasi Faktor pendukung Penerapan nilai dalam penanggulangan

43
bencana banjir
Penerapan kepercayaan antar
peran Stakeholders dalam
dan penghambat peran stakeholders
penanggulangan bencana banjir di
Stakeholders Membangun komunikasi antar stakeholders
Kota Pangkalpinang
Kebijakan yang di implementasikan dalam
penanggulangan bencana banjir
Sumber: Data diolah peneliti (2023).

44
3.5 Teknik Analisis Data
Pada penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, analisi data
digunakan untuk mengolah hasil temuan dilapang dalam bentuk desktiptif secara
mendalam. Proses analisis data dijelaskan menurut Miles dan Huberman (1992)
yaitu reduksi data, penyajian data serta penarikan kesimpulan dan verifikasi.

Pada penelitian ini analisis data yang digunakan berdasarkan rancangan


Miles dan Huberman, berikut adalah penjelasan lebih lanjut terkait metode analisis
data pada penelitian ini:

1. Reduksi Data
Data yang diperoleh di lapangan begitu banyak dan kompleks sehingga
diperlukan reduksi data. Mereduksi data menggunakan cara merangkum data
yang sudah didapat, kemudian mengelompokan berdasarkan hal-hal yang saling
berkaitan sehingga memunculkan kemiripan antar jawaban, memfokuskan hal-
hal relevan serta tidak relevan yang didapat dari hasil wawancara yang kemudian
dianalisis kesesuaiannya dengan penelitian. Sehingga data yang diperoleh akan
berfokus pada rumusan masalah penelitian agar dapat memberikan gambaran
yang jelas mengenai objek penelitian terkait analisis peran stakeholders dalam
penanggulangan bencana banjir di Kota Pangkalpinang.
2. Penyajian Data
Data yang sudah direduksi kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif namun
singkat berdasarkan pengelompokannya dengan maksud agar penyajian data
tersebut dapat dengan mudah dipahami sehingga mempermudah rencana kerja
kedepannya.
3. Penarikan Kesimpulan
Penerikan kesimpulan dilakukan setelah data dianalisa secara kritis berdasarkan
data-data di lapangan, pada penelitian kualitatif kesimpulan merupakan temuan
baru yang sebelumnya belum ada tetang objek yang diteliti. kemudian penarikan
kesimpulan dituliskan dalam bentuk naratif sebagai jawaban dari rumusan
masalah penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pengujian validitas data dengan


cara menganalisis sumber, sehingga peneliti menggunakan teknik triangulasi
sumber. Sumber berdasarkan metode perolehan data dapat berupa data primer dan

45
data sekunder. Data primer diperoleh dari metode wawancara, sedangkan data
sekunder diperoleh dari dokumen dan arsip data Kemudian dalam mencari
kebenaran informasi dengan menggunakan berbagai sumber, wawancara dilakukan
kepada lebih dari satu subjek, artinya dapat dimungkinkan dalam satu unit
organisasi dapat diperoleh lebih dari satu informan atau partisipan sehingga
memperoleh pemahaman yang lebih kompherensif dalam menjawab rumusan
masalah penelitian dan mengurangi potensi bias dari penggunaan satu sumber
terkait peran stakeholders dalam penanggulangan bencana banjir di Kota
Pangkalpinang.
Tabel 3.3 Triangulasi Sumber

Sumber (Informan)
No. Sub-sub Tema 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 13
2
1. Tujuan dan manfaat identifikasi
stakeholders
2. Tahapan identifikasi
stakeholders
3. Stakeholders yang terlibat
4. kepentingan atau pengaruh
stakeholders dalam
penanggulangan bencana
banjir
5. Peran Stakeholders sebagai
policy creator
6. Peran Stakeholders sebagai
coordinator
7. Peran Stakeholders sebagai
fasilitator
8. Peran Stakeholders sebagai
implementator
9. Peran Stakeholders sebagai
akselerator
10. Penerapan nilai dalam
penanggulangan bencana
banjir
11. Penerapan kepercayaan antar
stakeholders
12. Membangun komunikasi antar
stakeholders
13 Kebijakan yang di
implementasikan dalam
penanggulangan bencana
banjir
Sumber: Data diolah peneliti (2023).

46
47
DAFTAR PUSTAKA

Buku/Dokumen
Dokumen Kajian Risiko Bencana Kota Pangkalpinang. 2023

Dokumen Rencana Strategis BPBD Kota Pangkalpinang 2018-2023

Jurnal
Agani, Muh Hasbi Azis, ect. 2020. “Local Government Strategies in Managing Flood
Disaster in Tompobulu, Maros, Indonesia”. PSAKU International Journal of
Interdisciplinary Research 4(2): 1-8.

Anggara, B., Idris, A., & Hasanah, N. (2019). PENANGGULANGAN BENCANA


BANJIR OLEH BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH ( BPBD ).
Jurnal Ilmu Pemerintahan, 7(2), 879–890.

Destiana, Riska, Kismartini, dan Tri Yuningsih. 2020. “Analisis Peran Stakeholderss
Dalam Pengembangan Destinasi Pariwisata Halal Di Pulau Penyengat
Provinsi Kepulauan Riau”. JURNAL ILMU ADMINISTRSI NEGARA (AsIAN)
8(2): 132-153.

Heryati, S. (2020). PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENANGGULANGAN


BENCANA. Jurnal Pemerintahan Dan Keamanan Publik (JP Dan KP), 2(2),
139–146.

Suleman, S. A., & Apsari, N. C. (2017). Peran Stakeholder Dalam Manajemen


Bencana Banjir. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat,
4(1), 53.

Sidiq Hanafiah. 2020. Kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Dalam


Menanggulangi Bencana Banjir Di Kota Pangkalpinang. Diakses pada tanggal
20 Desember 2023 dari eprints.ipdn.ac.id.

Cindy Monica dan Siti Hazzah Nur R. (2022). Koordinasi Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Dengan Dinas Pekerjaan Umum Dalam Upaya
Penanggulangan Pasca Bencana Banjir Di Kota Medan. Diakses pada 19
Desember 2023 dari https://jurnal.unived.ac.id.

I Made Yudhiantara. “Kategorisasi Alur Pemikiran Ilmu Administrasi Publik”, Resitasi


dan Review Paradigma: Universitas Warmadewa. 2021. Diakses pada

48
tanggal 20 Desember 2023 dari
https://www.researchgate.net/publication/355022461.

Retno Sunu Astuti, Hardi Warsono, & Rahim Abd., 2020. Collaboratif Government
dalam Perspektif Administrasi Publik: Universitas Diponegoro Press. Diakses
pada tanggal 20 Desember 2023 dari
https://doc-pak.undip.ac.id/id/eprint/1143/1.

Matthoriq , Soesilo Zauhar , Romy Hermawan. 2021. Collaborative Governance


dalam Tata Kelola Pariwisata-Desa (Studi Pariwisata Desa “Bumiaji
Agrotourism” di Kota Wisata Batu). Jurnal Ilmiah Administrasi Publik (JIAP).
Diakses pada 20 Desember 2023 dari https://jiap.ub.ac.id/index.php/jiap.

David Adi Susilo, Retno Sunu Astuti, dan Budi Puspo Priyadi. 2019. Stakeholder
Analysis Dalam Pengaturan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima:
Departemen Administrasi Publik, Universitas Diponegoro, Indonesia. Diakses
pada tanggal 20 Desember 2023 dari
https://journal.uny.ac.id/index.php/natapraja.

Hartini Retnaningsih. 2015. Permasalahan Corporate Social Responsibility (CSR)


Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat: Pusat Pengkajian, Pengolahan
Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI. Diakses pada
tanggal 21 Desember 2023 dari
https://jurnal.dpr.go.id/index.php/aspirasi/article/view/512.

Muchlisin Riadi. 2018. Pengertian, Jenis dan Manajemen Bencana. Diakses pada 21
Desember 2023 dari https://www.kajianpustaka.com/2018/04.

Muzakar Isa, Liana Mangifera. 2017. The 6 th University Research Colloquium 2017.
Pengurangan Risiko, Banjir; Kerentanan, Stakeholders.

Rizka Utami Indra, Retna Hanani, Kismartini. 2023. Journal Of Public Policy And
Management Review. Flood Disaster, The Role Of Stakeholders, Semarang
City.

Internet
Muchlisin Riadi. 2022. Banjir (Pengertian, Jenis, Penyebab dan Pengendalian).
Diakses tanggal 19 Desember 2023 dari
https://www.kajianpustaka.com/2022/07/banjir.

49
Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RIPJM) Kota Pangkalpinang 2013-
2017. Gambaran Umum dan Kondisi Wilayah Kota Pangkalpinang. Diakses
pada 20 Desember 2023 dari Gambaran Umum Dan Kondisi Wilayah Kota
Pangkalpinang (123dok.com).

Ternyata Ini Penyebab Pangkalpinang Sering Timbul Genangan Hingga Banjir. 2022.
Diakses pada tanggal 20 Desember 2023 dari tribunnews.com.

Indra Permanajati. 2023. Akademisi: Konsep pentahelix jadi kunci utama


penanganan bencana. Diakses pada 20 Desember 2023 dari
https://www.antaranews.com/berita/3428886.

Anggaran Rp14,4 Miliar Digelontorkan untuk Penanganan Banjir Awal Tahun 2023.
(2023). Diakses pada tanggal 20 Desember 2023 dari
https://bangka.tribunnews.com/2023/02/02.

Rangkuman Fakta Pangkalpinang Terancam Tenggelam di Tahun 2050, Bentuk Kota


Seperti Kuali. 2022. Diakses pada tanggal 20 Desember 2023 dari
https://bangka.tribunnews.com/2022/11/09.

Data Informasi Bencana Indonesia. (bnpb.go.id)

Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan


Penanggulangan Bencana.

Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 4 Tahun 2014


tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Daerah.

Peraturan Daerah Kota Pangkalpinang Nomor 10 Tahun 2019 tentang


Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

50
LAMPIRAN
Panduan dan Daftar Pertanyaan Wawancara
No Partisipan Sumber (Partisipan) Jumlah Partisipan
Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota
1. Informan 1 1 orang
Pangkalpinang
Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekarjaan Umum dan Penataan
2. Informan 2 1 orang
Ruang Kota Pangkalpinang
3. Kepala Dinas Sosial Kota Pangkalpinang Informan 3 1 orang
4. Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Pangkalpinang Informan 4 1 orang
5. Kepala Bidang Perencanaan Bappedalitbang Kota Pangkalpinang Informan 5 1 orang
6. Kepala Seksi Operasional Kantor Basarnas Pangkalpinang Informan 6 1 orang
7. Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Pangkalpinang Informan 7 1 orang
8. Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Bangka Belitung Informan 8 1 orang
9. Pengamat Kebijakan/Akademisi Informan 9 1 orang
10. Ketua Komunitas/Relawan/Masyarakat Kota Pangkalpinang Informan 10 1 orang
11. Direktur PT. Duta Putra Lexindo Informan 11 1 orang
12. Pimpinan TVRI Babel Informan 12 1 orang
13. Masyarakat yang terdampak bencana banjir Informan 13 1 orang

No Fenomena Gejala Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13


51
.
1. Identifikasi Apa tujuan dan manfaat
Stakeholders mengidentifikasi Stakeholders
dalam yang terlibat dalam √
penanggulangan penanggulangan bencana banjir di
bencana banjir Kota Pangkalpinang?
di Kota Bagaimana tahapan identifikasi
Stakeholders yang
Pangkalpinang Stakeholders yang terlibat dalam
terlibat √ √
penanggulangan bencana banjir di
Kota Pangkalpinang?
Stakeholders apa saja yang
terlibat dalam penanggulangan
√ √
bencana banjir di Kota
Pangkalpinang?
Stakeholders primer Bagaimana cara √ √ √
mengklasifikasikan Stakeholders
Stakeholders kunci yang terlibat dalam √ √ √ √
Stakeholders penanggulangan bencana banjir di
Kota Pangkalpinang √ √ √ √ √ √
sekunder
2. Peran Apakah stakeholders terlibat
Stakeholders dalam pembuatan kebijakan dan
dalam Policy Creator pengambil keputusan pada √ √ √ √
penanggulangan penangggulangan bencana banjir
bencana banjir di Kota Pangkalpinang?
di Kota Bagaimana hubungan antar
Koordinator stakeholders dalam melakukan √
Pangkalpinang
koordinasi?
Bagaimana peran stakeholders
dalam memenuhi fasilitas
Fasilitator √ √ √ √ √ √ √ √ √
penanggulangan banjir di Kota
Pangkalpinang
Implementator Bagaimana bentuk upaya √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
52
penanggulangan banjir yang
dilakukan oleh stakeholders?
Apa kontribusi stakeholders dalam
upaya mempercepat
Akselerator √ √ √ √ √ √ √
penanggulangan bencana banjir di
Kota Pangkalpinang
3. Faktor Bagaimana pengaruh nilai-nilai
pendukung dan terhadap kelancaran
Nilai √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
penghambat penanggulangan banjir antar
peran stakeholders?
Stakeholders Bagaimana pengaruh kepercayaan
dalam Kepercayaan antar stakeholders dalam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
penanggulangan penanggulangan bencana banji?
bencana banjir Apakah terdapat permasalahan
di Kota komunikasi antar stakeholders
Pangkalpinang Komunikasi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
dalam penanggulangan bencana
banjir?
Apakah stakeholders berperan
Kebijakan sesuai dengan kebijakan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
penanggulangan bencana?

53

Anda mungkin juga menyukai