Proposal Penelitian
Proposal Penelitian
Oleh:
RENAL WINANTA
NPM: 22261101054P
UNIVERSITAS PERTIBA
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
2023
DAFTAR ISI
COVER
DAFTAR ISI...................................................................................................................... i
DAFTAR TABEL..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
i
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................47
LAMPIRAN.................................................................................................................... 50
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Kejadian Bencana Alam berdasarkan Jenis Bencana di Indonesia
Tahun 2019-2023.............................................................................................2
Tabel 1.2 Data Kejadian Bencana Alam berdasarkan Jenis Bencana di Kota
Pangkalpinang Tahun 2019-2023..................................................................5
Tabel 1.3 Indeks Kesiapsiagaan Masyarakat Kota Pangkalpinang Berdasarkan
Jenis Bencana Alam.....................................................................................10
Tabel 2.1 Daftar Penelitian Terdahulu.........................................................................31
Tabel 3.1 Daftar Partisipan Penelitian........................................................................40
Tabel 3.2 Rumah Tema Penelitian...............................................................................43
Tabel 3.3 Triangulasi Sumber......................................................................................46
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I PENDAHULUAN
1
Tabel 1.1 Data Kejadian Bencana Alam berdasarkan Jenis Bencana
di Indonesia Tahun 2019-2023
Jenis Bencana
No Tahun
Banjir Puting Beliung Kekeringan GEA Karhutla
1. 2019 815 1.395 123 18 757
2. 2020 1.531 1.486 26 44 619
3. 2021 1.196 838 15 57 271
4. 2022 598 650 43 20 160
5. 2023 303 282 33 4 1.617
Jumlah 4.443 4.651 240 143 3.424
Sumber: Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI) (bnpb.go.id)
Dari data kejadian bencana alam diatas, dapat dilihat bahwa kejadian bencana
banjir dan bencana puting beliung mendominasi di Indonesia selama 5 (lima) tahun
terakhir. Tentunya bencana alam yang terjadi menimbulkan dampak korban jiwa dan
kerusakan yang sangat besar.
Fenomena bencana banjir seringkali melanda wilayah Indonesia. Banjir dapat
disebabkan oleh kondisi alam yang statis seperti geografis, topografis, dan geometri
alur sungai. Peristiwa alam yang dinamis seperti curah hujan yang tinggi,
pembendungan dari laut/pasang pada sungai induk, tanah ambles dan
pendangkalan akibat sedimentasi, serta aktivitas manusia yang dinamis seperti
adanya tata guna di lahan dataran banjir yang tidak sesuai, yaitu: dengan
mendirikan pemukiman di bantaran sungai, kurangnya prasarana pengendalian
banjir, amblesan permukaan tanah dan kenaikan muka air laut akibat global
warming. Menurut KBBI atau Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian banjir
adalah berair banyak dan juga deras, kadang-kadang meluap. Hal itu dapat terjadi
sebab jumlah air yang ada di danau, sungai, ataupun daerah aliran air lainnya yang
melebihi kapasitas normal akibat adanya akumulasi air hujan atau pemampatan
sehingga menjadi meluber, sedangkan menurut Khotimah, dkk (2013), banjir adalah
aliran atau genangan air yang menimbulkan kerugian ekonomi atau bahkan
menyebabkan kehilangan jiwa, sedangkan dalam istilah teknik diartikan sebagai
aliran air sungai yang mengalir melampaui kapasitas tampung sungai tersebut.
Penanggulangan bencana merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional, yaitu serangkaian kegiatan penanggulangan bencana sebelum, pada saat
maupun setelah terjadinya bencana. Seringkali bencana hanya dianggap secara
parsial oleh pemerintah. Bahkan bencana hanya ditanggapi dengan pendekatan
tanggap darurat (emergency response) saja padahal bencana selalu membawa
derita, menimbulkan korban harta dan nyawa, menghancurkan tatanan
sosioekonomi, membentuk pribadi-pribadi yang traumatis dan banyak hal lain.
2
Seringnya situasi bencana melanda kondisi masyarakat menjadikannya sebagai
common and public problem yang menuntut kehadiran tindakan intervensi kolektif
dari berbagai pihak.
Dalam penanggulangan bencana, Pemerintah memiliki peran penting
sebagaimana di amanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada
sebagian alenia keempat “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
selruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,….”. tentunya
sebagian Pembukaan UUD 1945 tersebut dikemas menjadi tujuan dibentuknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka dari itu, Pemerintah dan Pemerintah
Daerah wajib melindungi warga negaranya dari ancaman apapun termasuk
ancaman dan kejadian bencana baik bencana alam maupun non alam.
Pola penanggulangan bencana mendapatkan dimensi baru dengan
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, dikuti beberapa turunan peraturan terkait penanganan/penanggulangan
bencana baik peraturan Pemerintah Pusat hingga peraturan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, yaitu sebagai berikut:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana;
2. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 4 Tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Daerah; dan
3. Peraturan Daerah Kota Pangkalpinang Nomor 10 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
Tentunya masih banyak aturan atau mekanisme yang menjadi acuan atau dasar
dalam penanggulangan bencana di daerah. Dengan ditetapkannya Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2007 dan aturan yang lainnya terkait penanggulangan bencana,
maka penyelenggaraan penanggulangan bencana diharapkan akan semakin baik,
karena Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjadi penanggungjawab dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Di Indonesia sendiri, Pemerintah membentuk suatu badan yang mengurusi
urusan kebencanaan yaitu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang
merupakan sebuah lembaga Pemerintah non kementerian yang mempunyai tugas
membantu Presiden Republik Indonesia dalam mengkoordinasikan perencanaan
dan pelaksanaan kegiatan penanganan bencana dan kedaruratan secara terpadu,
serta melaksanakan penanganan bencana meliputi pencegahan, kesiapsiagaan,
penanganan darurat, dan pemulihan.
3
Bencana alam yang terjadi di Indonesia tidak hanya melanda satu tempat saja,
melainkan diberbagai daerah yang ada di Indonesia dimungkinkan dapat terjadi
bencana. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 pada Pasal 8
disebutkan bahwa Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana daerah bertanggung jawab dalam: (1) Penjaminan pemenuhan hak
masyarakat sesuai dengan standar minimum; (2) Melindungi masyarakat dari
dampak bencana; (3) Pengurangan risiko bencana dan pemanduan pengurangan
risiko bencana dengan program pembangunan; (4) Pengalokasian dana
penanggulangan bencana dalam anggaran pendapatan daerah yang memadai.
Penanggulangan bencana merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional, yaitu serangkaian kegiatan penanggulangan bencana sebelum, pada saat
maupun sesudah terjadinya bencana. Seringkali bencana hanya ditanggapi secara
parsial oleh pemerintah. Bahkan bencana hanya ditanggapi dengan pendekatan
tanggap darurat (Depkominfo, 2007: 12), paradigma tersebut tentunya belum sesuai
dengan defenisi penanggulangan bencana menurut Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 yang disebutkan bahwa penanggulangan bencana adalah serangkaian
upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya
bencana, penyelenggaraan penanggulangan bencana yang dilaksanakan secara
terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh pada tahap prabencana, saat
tanggap darurat dan pasca bencana, serta pengawasan yang dapat dilakukan oleh
pemerintah dan masyarakat. Artinya penanggulangan bencana bukan hanya pada
pendekatan kondisi darurat bencana saja, melainkan seluruh rangkaian terpadu
yang meliputi saat prabencana, darurat hingga pasca bencana baik itu dalam
penyusunan atau penetapan kebijakan, mekanisme/standar operasional prosedur
(SOP) keadaan darurat hingga bantuan serta pembangunan (rekonstruksi dan
rehabilitasi) pasca bencana.
Masih ingat dibenak masyarakat Kota Pangkalpinang ketika terjadi bencana
banjir pada bulan Februari tahun 2016, hampir 5 (lima) dari 7 (tujuh) wilayah
kecamatan terendam banjir. Belajar dari kejadian tersebut, fenomena bencana per-
30 tahunan itu menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga bagi Pemerintah
Kota Pangkalpinang dalam upaya penyelenggaraan penanggulangan bencana
khususnya bencana banjir.
Bencana banjir di Kota Pangkalpinang merupakan bencana rutin yang pasti
terjadi setiap tahunnya, baik itu dalam skala ringan, sedang hingga berat. Kondisi ini
menuntut Pemerintah Kota Pangkalpinang untuk melakukan upaya penanggulangan
bencana yang terpadu, kompherensif, efektif dan efisien baik dalam situasi
prabencana, siaga, darurat hingga pemulihan pascabencana sehingga apa yang
diamanatkan oleh undang-undang dapat terwujudkan. Adapun wilayah yang sering
4
mengalami bencana banjir di Kota Pangkalpinang, yaitu seperti: Kelurahan Gedung
Nasional, Rawabangun, Bukit Tani, Opas Indah, Bintang, Pasar Padi, Pasir Putih,
Semabung Lama, dan lain sebagainya. Menurut data dari Badan Penanggulangan
Bencana Kota Pangkalpinang, bencana alam terjadi setiap tahunnya, hal tersebut
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1.2 Data Kejadian Bencana Alam berdasarkan Jenis Bencana
di Kota Pangkalpinang Tahun 2019-2023
Jenis Bencana
No Tahun
Banjir Puting Beliung Kekeringan GEA Karhutla
1. 2019 71 6 0 1 67
2. 2020 35 7 0 1 1
3. 2021 86 32 0 1 7
4. 2022 75 52 0 0 4
5. 2023 31 8 134 0 58
Jumlah 298 105 134 3 137
Sumber: Pusat Data dan Informasi BPBD Kota Pangkalpinang, 2023.
Berdasarkan tabel 1.6 diketahui bahwa bencana banjir merupakan bencana alam
yang banyak terjadi di wilayah Kota Pangkalpinang setiap tahunnya yakni 298
kejadian banjir di Kota Pangkalpinang, hal ini tentunya menimbulkan banyak korban,
kerugian serta kerusakan lingkungan, adapun beberapa sumber yang menjadi
penyebab utama bencana banjir di Kota Pangkalpinang dari beberapa sumber
antara lain sebagai berikut:
1. Sebagian besar wilayah Kota Pangkalpinang memiliki karakteristik wilayah yang
bertopografi datar dan di lintasi oleh 3 (tiga) Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu
Sungai Pedindang, Sungai Rangkui dan Sungai Kulan, sehingga rentan terhadap
bencana banjir akibat dari luapan ketiga sungai tersebut serta diperparah dengan
pendangkalan (sedimentasi) aliran sungai akibat dari aktivitas pertambangan
ilegal yang terjadi di hulu dan hilir sungai. (Dokumen KRB Kota Pangkalpinang
Tahun 2023);
2. Gelombang pasang yang masuk ke daratan melalui muara sungai, terdapat
beberapa wilayah yang memiliki ketinggian tanah yang rendah dibandingkan
ketinggian permukaan air laut, sehingga sangat rentan terjadinya bencana banjir
dan diperparah ketika terjadi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat.
(gambaran Umum Dan Kondisi Wilayah Kota Pangkalpinang (123dok.com);
3. Perubahan tata guna lahan. Hal ini menyebabkan berkurangnya daerah resapan
dan kantong air di beberapa wilayah rawan bencana di Kota Pangkalpinang.
(Dokumen KRB Kota Pangkalpinang Tahun 2023);
5
4. Pembangunan drainase yang masih menggunakan metode lama yang hanya
menampung debit air dengan kapasitas yang rendah, hal ini berbanding terbalik
dengan bertambahnya jumlah penduduk dan jumlah pembangunan sehingga
beban saluran air semakin bertambah. (Ternyata Ini Penyebab Pangkalpinang
Sering Timbul Genangan Hingga Banjir - Bangkapos.com (tribunnews.com).
Dari 4 (empat) penyebab utama terjadinya bencana banjir di Kota Pangkalpinang,
tentunya Pemerintah Kota Pangkalpinang memiliki tanggung jawab yang sangat
besar dalam mengambil langkah-langkah strategis penanggulangan bencana banjir
di Kota Pangkalpinang.
Pemerintah menyadari urgensi kebijakan untuk penanggulangan banjir sebagai
respon terhadap tingginya risiko banjir di Indonesia. Salah satu kebijakan untuk
penanggulangan bencana yaitu Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Kemudian agar penanggulangan bencana berjalan
secara terpadu dan terkoordinasi secara menyeluruh maka Pemerintah Republik
Indonesia menetapkan peraturan Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana. Di tingkat daerah juga ditetapkan Peraturan Daerah
Kota Pangkalpinang Nomor 10 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana di Kota Pangkalpinang. Selain itu, penanggulangan
bencana juga menjadi salah satu agenda dalam Rencana Strategis Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Pangkalpinang Tahun 2018-2023.
Namun, penelitian terdahulu (Sidiq Hafiah, 2020) tentang Kinerja Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kota Pangkalpinang, hasil penelitian tersebut
disimpulkan bahwa Kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah dalam
Menanggulangi Bencana Banjir di Kota Pangkalpinang sudah maksimal dan sesuai
prosedut serta aturan atau kebijakan, hal tersebut dapat dilihat melalui beberapa
dimensi yang mengukur kinerja, yakni Faktor Individu, Faktor Kepemimpinan, Faktor
Tim, dan Faktor Situasi, akan tetapi Faktor Sistem masih belum maksimal karena
sarana dan prasarana kurang memadai disebabkan banyaknya kerusakan. Adapun
faktor penghambat pada kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah, yaitu
penyediaan anggaran yang terbatas, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap
potensi bencana banjir, dan kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki Badan
Penanggulangan Bencana Daerah. Kemudian (Yuliana HS, 2016) dalam
penelitiannya yang berjudul “Analisis Dampak Pertambangan Timah Rakyat
Terhadap Bencana Banjir” (Studi Pada Kota Pangkalpinang Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung Tahun 2016), hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor manusia
sangat berpengaruh besar terhadap kerusakan lingkungan. Perlu adanya
perumusan kebijakan yang mengatur pertambangan timah rakyat dan pengawasan
terhadap kegiatan pertambangan timah rakyat. Tentunya akibat pertambangan timah
6
yang terjadi di daerah hulu dan hilir memberikan dampak negatif terhadap Kota
Pangkalpinang, bahkan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Pangkalpinang Nomor
2 Tahun 2012 bahwa Kota Pangkalpinang tidak mempunyai wilayah pertambangan,
hal ini memperjelas bahwa aktivitas pertambangan timah yang berada di wilayah
Kota Pangkalpinang bisa dipastikan ilegal.
Selain itu, berdasarkan pengakuan salah satu warga Kelurahan Bukit Tani,
menyebutkan bahwa satu jam hujan lebat saja kawasan tersebut langsung
tergenang, Kami dekat kawasan sini (Bukit Tani) sudah benar-benar capek dengan
permasalahan banjir ini, tidak selesai-selesai, selalu beginilah ceritanya setiap hujan
lebat banjir. Apa kerja dinas-dinas terakit dengan permasalahan banjir ini (www.
bangka.tribunnews.com, 2021). Terkait keluhan tersebut, dapat diindikasikan bahwa
belum adanya komunikasi yang baik antar stakeholders terkait penanggulangan
banjir di Kota Pangkalpinang, sehingga harus mendapatkan keluhan dari warga.
Kemudian itu, bencana banjir disebabkan oleh sistem drainase, hal tersebut
disampaikan oleh Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Kota Pangkalpinang di salah satu media online menyebutkan
bahwa dimana faktor yang paling dominan menyebabkan genangan maupun banjir
lantaran drainase atau saluran air di Kota Pangkalpinang saat ini sudah melebihi
kapasitas yang tersedia. Secara umum drainase di Kota Pangkalpinang
menggunakan sistem yang lama, oleh karena itu dengan sistem yang lama otomatis
dengan berjalannya waktu pertambahan penduduk dan perkembangan masyarakat
ini akan menambah beban saluran (www.bangkapos.com, 2022).
Bencana banjir tentunya memiliki permasalahan yang kompleks, sehingga
sangat dibutuhkan dan diperlukan peranan dari berbagai pemangku kepentingan
(stakeholders) dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Hal ini menjadi
efektif dan efisien apabila seluruh stakeholders memahami akan peran dan
tanggung jawabnya baik pada tahapan pra bencana, darurat hingga pasca bencana.
Tahapan tersebut tentunya akan membagi peran stakeholders sesuai dengan
kemampuan serta kapasitas masing-masing. Adapun stakeholders yang terlibat
dalam penanggulangan bencana banjir di Kota Pangkalpinang yaitu, unsur
pemerintah kota, swasta, masyarakat, media massa serta akademisi atau yang
dikenal dengan Pentahelix. Menurut (Dr. Indra Permanajati, 2023) Konsep
Pentahelix atau kolaborasi yang melibatkan berbagai unsur yakni pemerintah, media
massa, akademisi, dunia usaha, dan masyarakat merupakan formulasi yang tepat.
Konsep tersebut akan mengkoordinasikan sumber daya sesuai dengan peran
masing-masing dalam mitigasi dan penanganan bencana dan masing-masing
elemen bekerja sesuai dengan bidang dan lingkup kerjanya. Konsep Pentahelix ini
sudah terevaluasi secara kompherensif, menyeluruh dan terbukti efektif dalam
7
mitigasi dan penanganan bencan (Akademisi: Konsep pentahelix jadi kunci utama
penanganan bencana-ANTARA News). Konsep/model Pentahelix dalam
penanggulangan banjir dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
PEMERINTAH/
PEMERINTAH DAERAH
KOMUNITAS/
MASYARAKAT KONSEP PENTAHELIX MEDIA MASSA
8
permasalahan pembangunan Kolam Retensi Terak-Pedindang tidak segera
diselesaikan (Anggaran Rp14,4 Miliar Digelontorkan untuk Penanganan Banjir Awal
Tahun 2023 - Bangkapos.com.tribunnews.com).
Terkait informasi diatas, seperti diketahui bahwa penanggulangan bencana tidak nya
pada tahapan pra bencana saja, namun pada tahapan darurat dan pasca bencana.
Tahapan pra bencana terdiri dari pencegahan, mitigasi dan siaga bencana, Pemerintah
Kota Pangkalpinang hanya memfokuskan pada tahap mitigasi, namun pada tahap
pencegahan dan kesiapsiagaan belum masuk pada skala prioritas. Seharusnya pada
tahap pencegahan dan kesiapsiagaan manjadi prioritas, karena tahapan tersebut
menjadi kunci dalam meningkatkan peran stakeholders dalam penanggulangan
bencana.
KAPASITAS
NO KECAMATAN CUACA
BANJIR GEA KARHULA KEKERINGAN
EKTRIM
1. Bukit Intan RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH
2. Gerunggang RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH
3. Girimaya RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH
4. Pangkalbalam RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH
10
5. Rangkui RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH
6. Tamansari RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH
7. Gabek RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH
Pangkalpinang RENDAH RENDAH RENDA RENDAH RENDAH
H
(Sumber: Dokumen Kajian Risiko Bencana Kota Pangkalpinang Tahun 2023).
Dari sektor swasta juga dapat mendukung upaya pengendalian banjir dengan
menyediakan sumber daya keuangan dan membantu proses rehabilitasi serta
rekonstruksi daerah yang terkena bencana (Suleman et al., 2007). Selain itu, mereka
juga dapat terlibat dalam meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pengendalian
banjir dan mempromosikan keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dan
pelaksanaan tindakan pengendalian banjir. Kegiatan tersebut diimplementasikan oleh
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Pangkalpinang dengan PT.
Angkasa Pura II dengan menginisiasi pelatihan kesiapsiagaan relawan Gurilla bentukan
dari PT. Angkasa Pura II serta Penandatanganan Kerjasama antara Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kota Pangkalpinang dengan Lembaga
Permasyarakatan Kelas IIA Kota Pangkalpinang dan Dinas Kependudukan Catatan
Sipil Kota Pangkalpinang yang merupakan salah satu meningkatkan sinergitas antar
lintas sektor dalam penanggulangan bencana banjir di Kota Pangkalpinang.
Di sisi akademisi dan media massa sebagai salah satu stakeholders yang sangat
berperan dalam memberikan saran dan masukan terhadap penanggulangan bencana
banjir di Kota Pangkalpinang. Peranan akademisi dan media massa sangat membantu
memberikan masukan dan saran kepada Pemerintah Kota Pangkalpinang dalam
menentukan arah kebijakan upaya pengurangan risiko dan penanggulangan bencana
banjir di Kota Pangkalpinang. Tentunya peran akademisi dan media massa ini harus
seiring sejalan dengan stakeholders lainnya, sehingga tidak terjadi lagi penyebarluasan
berita atau informasi dari akademisi yang dapat membuat masyarakat menjadi panik,
hal demikian tersebut pernah terjadi kehebohan dari informasi yang tersebar di media
massa pada tahun 2022 lalu, berdasarkan hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh
Climate Central dan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menyatakan bahwa
sebanyak 112 kabupaten/kota di Indonesia terancam tenggelam. Salah satu daerah
yang diprediksi tenggelam sekitar 30 tahun lagi adalah Kota Pangkalpinang
(RANGKUMAN Fakta Pangkalpinang Terancam Tenggelam di Tahun 2050, Bentuk Kota
Seperti Kuali - Bangkapos.com .tribunnews.com). terkait hal tersebut, dapat
diindikasikan bahwa belum adanya koordinasi yang baik antara pemerintah, akademisi
dan media massa.
11
Banyaknya stakeholders yang terlibat dalam penanggulangan bencana banjir di
Kota Pangkalpinang memiliki kompleksitas tersendiri. Oleh karena itu, diperlukan
analisis peran stakeholders dalam penanggulangan banjir. Hal ini guna memetakan
kepentingan, tupoksi dan pemahaman dalam penanggulangan banjir dalam rangka
menyamakan tujuan, sehingga program/kegiatan dapat terlaksana dengan baik.
12
Pangkalpinang. Kemudian bagi akademisi, diharapkan dapat dijadikan sebagai
tambahan bahan pustaka dalam melaksanakan penelitian yang relevan dengan
penelitian ini sendiri.
13
3. BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini memuat tentang cara – cara yang berkaitan dengan atau proses yang
ditempuh oleh peneliti dalam rangka melaksanakan penelitian. Sejumlah
pembahasan yang dibahas pada bab ini adalah jenis penelitian, unit analisis yang
terdiri dari partisipan penelitian dan lokasi penelitian, teknik dan pengumpulan data,
pedoman pertanyaan wawancara, serta teknik analisis data.
4. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini memuat tentang hasil dari penelitian yang isinya adalah penjelasan
terkait deskripsi partisipan yaitu kondisi dan situasi riil yang menjadi latar belakang
penelitian, dan mencakup karakteristik partisipan atau orang yang berpartisipasi dan
menjawab pertanyaan dalam penelitian, serta tahapan proses lapangan yang telah
dilakukan, termasuk menguraikan adanya hambatan atau kesulitan yang mungkin
ditemui dalam menggali informasi dari partisipan. Bab ini juga memuat hasil
penelitian barupa pengolahan dan analisis data yang terkait dengan peneliti
dapatkan dari penelitian di lapangan, serta pengolahan data hasil penelitian yang
akan disesuaikan untuk menjawab dari rumusan masalah penelitian berdasarkan
teori - teori yang telah dikaji pada bab - bab sebelumnya. Selanjutnya pada bab ini
menjelaskan terkait Pembahasan hasil penelitian yang disesuaikan dengan rumusan
masalah atau pertanyaan penelitian dan teori yang digunakan. Penyajian
pembahasan harus terstruktur sesuai dengan rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian tersebut.
5. BAB V PENUTUP
Pada bab ini memuat kesimpulan yang diperoleh penulis setelah melakukan
penelitian dan memperoleh hasil penelitian yang memuat sekurang-kurangnya
terdiri atas: jawaban terhadap rumusan masalah dan tujuan penelitian, temuan baru
yang diperoleh dan prospek temuan, pemaknaan teoritik dari hal baru yang
ditemukan. Sedangkan implikasi penelitian menjelaskan terkait rangkuman hasil
penelitian yang berguna bagi pihak-pihak yang menerima manfaat. Keterbatasan
penelitian menjelaskan tantangan atau hambatan selama penelitian dilakukan dan
saran penelitian merupakan implikasi hasil penelitian terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan, memberi saran bagi penelitian selanjutnya dapat disampaikan dari
hasil pemikiran peneliti atas keterbatasan penelitian yang dilakukan.
14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Administrasi Publik
Menurut Chandler dan Plano dalam Keban, (2014) administrasi publik
merupakan suatu metode yang sumber daya dan personel public diorganisir dan
dikoordinasikan untuk merumuskan, melaksanakan, dan mengelola keputusan
kebijakan publik. Kedua ahli ini juga menjelaskan bahwa administrasi publik adalah
seni dan ilmu yang mengelola pengaruh publik dan mengimplementasikan tugas
yang diberikan. Dan sebagai disiplin ilmu, administrasi publik memiliki tujuan untuk
mengatasi permasalahan publik dengan cara pemulihan atau peningkatan kualitas
terutama di bidang organisasi, sumber daya manusia dan keuangan. Administrasi
publik juga diartikan sebagai koordinasi upaya individu dan kelompok untuk
melaksanakan kebijakan pemerintah, mencakup pekerjaan sehari-hari. Kemudian
secara global dapat dimaknai sebagai proses yang melibatkan implementasi
kebijakan pemerintah, keterampilan mengarahkan dan banyak teknik lainnya yang
dapat memberikan arah dan tujuan pada upaya sejumlah orang (Syafiie, 2010).
15
diarahkan untuk mencapai nilai effesiensi dari birokrasi pemerintahan. Namun,
dalam paradigma ini kurang dijelaskan mengenai fokus atau metode yang
dikembangkan dalam administrasi publik.
2. Paradigma kedua (1927-1937), Prinsip-prinsip Administrasi. Paradigma ini
dikembangkan oleh Willoughby, Gullick dan Urwick. Beliau mengemukakan
tentang prinsip-prinsip administrasi sebagai focus administrasi public. Prinsip
tersebut dikenal dengan sebutan POSDCORB (Planning, Organizaing, Staffing,
Directing, Coordinating, Reporting, dan Budgeting). Prinsip-prinsip tersebut dapat
berlaku dimana saja, termasuk organisasi pemerintah.
3. Paradigma ketiga (1950-1970), Administrasi Negara sebagai Ilmu Politik.
Beberapa ahli mempertanyakan paradigma-paradigma sebelumnya, di mana
mereka beranggapan bahwa pemisahan politik dan administrasi merupakan
tindakan tidak realistis, serta prinsip administrasi tidak berlaku secara universal.
Sehingga muncul pandangan baru di mana administrasi public sebagai ilmu
politik dengan lokus birokrasi pemerintahan dan focus menjadi kabur karena
prinsip administrasi memiliki banyak kelemahan. Periode ini menjadikan
administrasi publik mengalami krisis identitas, karena ilmu politik yang disiplin
dianggap dominan dalam administrasi publik.
4. Paradigma keempat (1956-1970), Administrasi Publik sebagai Ilmu Administrasi.
Fokus dari paradigma ini yaitu mengembangkan prinsip-prinsip manajemen
sebelumnya secara ilmiah dan mendalam. Namun perkembangan paradigma ini
terbagi mejadi dua arah, yaitu: perkembangan ilmu administrasi murni yang
didukung oleh disiplin psikologi sosial dan mengarah kepada kebijakan publik.
5. Paradigma kelima (1970-1990), Administrasi Publik sebagai Administrasi Publik.
Adapun fokus dari paradigma ini yaitu teori organisasi, teori manjemen, dan
kebijakan publik. Sedangkan lokusnya yaitu masalah-masalah dan kepentingan-
kepentingan public.
6. Paradigma keenam (1990-sekarang). Administrasi sebagai Governance. G.
Shabbir Cheema dalam (Kaban, 2014) menyebutkan bahwa sistem nilai,
kebijakan dan kelembagaan dimana unsur-unsur ekonomi, sosial, dan politik
dikelola berdasarkan interaksi antara masyarakat, pemerintah dan sektor swasta.
Paradigma administrasi sebagai governance mengacu pada lokus administrasi
publik yaitu bagaimana dan mengapa organisasi tersebut bekerja, berperilaku
dalam organisasi, dan keputusan tersebut diambil (Mariana, 2010).
16
Kota Pangkalpinang wajib melibatkan banyak aktor yang terbagi beberapa peran,
karena dalam upaya penanggulangan setiap bencan tentunya Pemerintah tidak
dapat bekerja sendiri, maka dari itu keterlibatan semua pihak sangat dibutuhkan
demi memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat yang menjadi salah
satu objek akibat dari bencana itu sendiri. Tidak hanya Pemerintah tetapi juga
melibatkan swasta dan masyarakat. Kemudian good governance dalam
penanggulangan banjir dapat dilakukan dengan adanya hubungan yang sinergis
dan konstruktif di antara stakeholders. Pada proses penanggulangan bencana
banjir, pemerintah mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip
profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, efesiensi dan efektifitas yang dapat
diterima oleh seluruh masyarakat.
17
bersama oleh dua institusi atau lebih yang bekerja sama ditujukan untuk
meningkatkan “public value” ketimbang bekerja sendiri-sendiri.
Definisi dan konsep yang dijelaskan oleh banyak ilmuwan tersebut di atas
dapat dirumuskan menjadi beberapa kata kunci yang menekankan pada enam
karakteristik, yaitu:
1. Forum tersebut di inisiasi atau dilaksanakan oleh lembaga publik maupun aktor-
aktor dalam lembaga publik;
2. Peserta di dalam forum tersebut juga termasuk aktor non publik;
3. Peserta terlibat secara langsung dalam pembuatan dan pengambilan keputusan
dan keputusan tidak harus merujuk kepada aktor-aktor publik;
4. Forum terorganisir secara formal dan pertemuan diadakan secara bersama-
sama;
5. Forum bertujuan untuk membuat keputusan atas kesepakatan bersama, dengan
kata lain forum ini berorientasi pada konsensus; dan
6. Kolaborasi berfokus pada kebijakan publik maupun manajemen publik.
18
Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan, maka dapat dipahami
collaborative governance merupakan cara pengelolaan “sesuatu hal” yang
melibatkan semua pemangku kepentingan baik secara langsung maupun tidak
langsung, berorientasi dan terjadi musyawarah dalam proses pengambilan
keputusan kolektif, dalam rangka mencapai tujuan bersama.
1. Memutuskan isu
Memutuskan isu di dalam kolaborasi dilakukan untuk membuktikan kolaborasi
tersebut baik atau buruk bagi anggotanya. Membuktikannya melalui dua kondisi,
jika:
a. Masalah diusahakan menjadi sebuah investasi bersama dengan membuat
sebuah kelompok kerja bersama; dan
b. Terdapat alasan yang tepat serta jelas agar dapat dipercaya. Pemangku
kepentingan yang akan hadir akan memiliki pengaruh dan kekuatan yang
besar dalam kelompok.
2. Menentukan karakteristik masalah
Menentukan karakteristik masalah dapat dimulai dengan sebuah pertanyaan
“apa dan dimana” masalah tersebut. Kolaborasi membutuhkan kejelasan apa
yang menjadi isu dan dimana dibutuhkan tindakan. Setiap anggota adalah
individu yang memiliki kompetensi untuk bernegosiasi terhadap masalah dan
mampu saling bertukar gagasan untuk bekerja sama demi menghasilkan
kolaborasi yang efektif dan efisien.
3. Mencari tau siapa saja yang terlibat
Para pemangku kepentingan yang terlibat dalam kolaborasi memiliki tujuan
yang sama untuk saling meningkatkan komitmen, kepercayaan, dan keyakinan
dalam perencanaan tujuan bersama. Dengan demikian proses menjalankan
kolaborasi akan menjadi efektif dan efisien.
19
4. Mencari tahu bagaimana mengimplementasikannya
Terwujudnya kolaborasi yang efektif dapat dipengaruhi oleh kedewaan
berkomunikasi, kerja sama, ketulusan, keikhlasan dan fleksibilitas. Perlu
dipahami pula bahwa kolaborasi adalah sebuah perjalanan yang harus dilalui
sehingga dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan.
5. Mencari tahu bagaimana menyelenggarakannya
Untuk menyelenggarakan program atau kegiatan dengan baik, setidaknya
terdapat hal yang perlu dilakukan, diantaranya:
a. Para pemangku kepentingan sepakat secara bersama sama melakukan
program tersebut dengan metode yang sudah ditentukan bersama;
b. Memikirkan kembali dan mendefinisikan tujuan; dan
c. Menentukan indikator-indikator kerja untuk seluruh proses dalam
berkolaborasi.
6. Mencari tahu bagaimana mengevaluasi prosesnya
Melalui evaluasi akan terlihat dampak dari upaya yang telah dilakukan dari
proses kolaborasi, seperti:
a. Menilai dampak dan perubahan bagi organisasi tersebut;
b. Bagi anggota organisasi; dan
c. Bagi masyarakat yang mereka layani.
Kebijakan publik pada dasarnya dibuat dengan maksud dan tujuan untuk dapat
memecahkan masalah publik yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.
Masalah dapat timbul dalam berbagai macam, variasi dan intensitasnya. Sehingga,
tidak semua isu publik dapat melahirkan kebijakan publik. Hanya masalah publik
yang dapat membuat orang berpikir, dan menemukan solusi yang dapat
menciptakan kebijakan publik. Oleh karena itu, perumusan masalah kebijakan
publik merupakan langkah penting dalam proses kebijakan publik. Namun, dalam
proses kebijakan publik juga perlu diperhatikan siapa yang berwenang
20
merumuskan, menetapkan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi
pelaksanaan kebijakan publik.
21
Handmer (2007) memaparkan pemahamannya tentang keterkaitan antara
kebijakan dan respon kelembagaan terhadap keadaan darurat (bencana):
Menurut freeman dalam (Retno Sunu Astuti, dkk, 2020) menyatakan bahwa
pemangku kepentingan yakni suatu kelompok masyarakat ataupun individu yang
saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pencapaian tujuan tertentu dari
organisasi. Menurut Biset pemangku kepentingan sebagai orang dengan suatu
kepentingan atau perhatian pada suatu permasalahan (Azheri, 2012). Sedangkan
Derek Walker, Arthur Shelley and Lynda Bourne mendefinisikan pemangku
kepentingan adalah individu atau kelompok yang memiliki kepentingan, hak atau
kepemilikan dalam proyek dan dapat berkontribusi, dipengaruhi oleh proyek, baik
pekerjaan atau hasil proyek (Walker, Shelley, dan Bourne, 2008).
22
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemangku
kepentingan (stakeholders) adalah individu atau kelompok yang memiliki
kepentingan terhadap permasalahan atau proyek yang akan diselesaikan. Bila
dikaitkan dengan penelitian ini tentang analisis peran stakeholders dalam
penanggulangan bencana banjir di Kota Pangkalpinang, maka dapat dikatakan
bahwa pemangku kepentingan yang akan di teliti adalah individu atau kelompok/
lembaga yang terlibat dalam penanggulangan bencana banjir, individu atau
kelompok/ lembaga tersebut terdampak langsung maupun tidak langsung terhadap
bencana banjir.
24
pemulihan yang sampai saat ini belum melibatkan secara maksimal stakeholders
lainnya. Namun, tidak semua pemangku kepentingan dalam kelompok akan
berbagi kekhawatiran atau memiliki pendapat atau prioritas yang sama.
25
Gambar 2.1 Siklus Penanggulangan Bencana
26
mengurangi risiko sebelum terjadinya bencana. Manajemen risiko bencana ini
dapat diimplementasikan melalui 3 (tiga) tahapan yaitu:
a. Pencegahan (Prevention) adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, melalui pengurangan
ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana
(Bakornas PB, 2007).. Contoh kegiatan pencegahan terhadap bencana
meliputi: pembangunan kolam retensi, normalisasi aliran sungai,
pembangunan sumur resapan, gotong royong membersihkan lingkungan,
dan lain-lain.
b. Mitigasi (Mitigation) mitigasi adalah bagian dari pencegahan bencana
dengan melakukan upaya untuk mengurangi korban jiwa dan kerusakan
infrastruktur akibat dari bencana sehingga dapat dilakukan dengan langkah
langkah yang diambil yaitu menganalisis dan mengurangi risiko bencana
yang ada (Federal Emergency Management Agency, 2016). Kegiatannya
meliputi: pemetaan, penyiapan perangkat lunak, dan penyiapan program
penanggulangan bencana.
c. Kesiapsiagaan (Preparedness) merupakan serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian, langkah
langkah yang tepat guna, dan berdaya guna (International Disaster Nursing,
2010). Kesiapsiagaan merupakan proses yang berkesinambungan dan
terpadu yang dihasilkan dari berbagai kegiatan pengurangan risiko dan
sumber (International of Red Cross and Red Cresscent Society, 2016 ).
Berdasarkan UU No.24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana
kegiatan yang dapat dilakukan dalam kesiapsiagaan yaitu: penyusunan dan
uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana, pengorganisasian,
pengujian, dan pemasangan peringatan dini, penyediaan dan penyiapan
barang untuk pemenuhan kebutuhan dasar, penyuluhan, pelatihan atau
simulasi tanggap darurat dan penyediaan jalur evakuasi.
2. Manajemen Kedaruratan
Manajemen kedaruratan merupakan pengaturan upaya penanganan bencana
dengan penekanan pada faktor-faktor pengurangan kerugian dan korban serta
penanganan pengungsi selama bencana berlangsung, Adapun fase-fase yang
ditetapkan, yaitu:
a. Siaga Darurat
Siaga darurat adalah serangkaian aktivitas yang harus dilakukan setelah
mendapatkan informasi akan terjadinya bencana. Kondisi ini telah terprediksi
terjadinya bencana dan waktunya sangat cepat, maka dari itu fase ini
dibutuhkan kecepatan dan ketepatan dalam bertindak dan mengambil
27
sebuah keputusan (kaji cepat). Maka dari itu, di fase ini menjadi sangat
krusial dan dibutuhkan pemimpin untuk menentukan status darurat dan
selanjutnya mengaktivasi sistem komando yang akan mengarahkan
stakeholders yang terlibat.
b. Tanggap Darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk
yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi
korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,
pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan
sarana (https://ntb.bpk.go.id).
3. Manajemen Pumulihan
Manajemen pemulihan adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana
dengan penekanan pada faktor-faktor yang dapat mengembalikan kondisi
masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan
kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana secara terencana, terkoordinasi,
terpadu dan menyeluruh setelah terjadinya bencana (https://simantu.pu.go.id).
Berikut ini adalah dengan fase-fase dalam manajemen pemulihan yaitu:
a. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik
atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana
dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar
semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah
pascabencana.
b. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban,
dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
28
4 unsur yang berkaitan dengan faktor pendukung dan penghambat pada peran
stakeholders, yaitu:
1. Nilai
Secara umum, nilai adalah konsep yang menunjuk pada hal hal yang dianggap
berharga dalam kehidupan manusia, yaitu tentang apa yang dianggap baik,
layak, pantas, benar, penting, indah, dan dikehendaki oleh masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, hal-hal yang dianggap tidak pantas, buruk,
salah dan tidak indah dianggap sebagai sesuatu yang tidak bernilai. Sesuatu
dikatakan mempunyai nilai, apabila mempunyai kegunaan, kebenaran, kebaikan
dan keindahan. Menurut Richard T. Schaefer dan Robert P. Lmm dalam
(Zakky, 2020) Nilai adalah suatu gagasan bersama-sama (kolektif) mengenai
apa yang dianggap penting, baik, layak dan diinginkan, sekaligus mengenai
yang dianggap tidak penting, tidak baik, tidak layak dan tidak diinginkan dalam
hal kebudayaan. Nilai merujuk kepada suatu hal yang dianggap penting pada
kehidupan manusia, baik itu sebagai individu ataupun sebagai anggota
masyarakat.
Analsis peran stakeholders memiliki beberapa nilai seperti: nilai individual,
organisasi, legalitas, dan profesioonalitas. Nilai individual dilihat dari peran
kepemimpinan sebagai penggerak dalam penanggulangan banjir. Kemudian
nilai organisasi dilihat dari landasan masing-masing institusi. Selanjutnya
legalitas, di mana menilai peningkatan penanggulangan banjir berdasarkan
kebijakan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 10 Tahun 2019 tentang
penyelenggaraan penanggulangan bencana di Kota Pangkalpinang. Terakhir
yaitu nilai profesionalitas dilihat dari kemampuan dan komitmen individu yang
melaksanakan kebijakan terkait penanggulangan banjir.
2. Komunikasi
Hubungan antar stakeholders dapat berjalan secara efektif karena didukung
oleh komunikasi yang baik (Destiana, 2020). Menurut Lasswell, komunikasi
adalah sebuah proses penyampaian pesan yang dilakukan melalui media
kepada komunikate yang menimbulkan efek tertentu. Model komunikasi
Lasswell menggambarkan kajian proses komunikasi secara ilmiah yang
menitikberatkan pada berbagai turunan dari setiap elemen komunikasi dan
sekaligus merupakan jawaban dari pertanyaan yang telah ia kemukakan (Model
Komunikasi Lasswell - Konsep - Kelebihan - Kekurangan -
PakarKomunikasi.com). Kelima elemen komunikasi tersebut adalah: (1)
Komunikator/sumber/pengirim pesan; (2) Pesan; (3) Media; (4)
Komunikan/komunikate/penerima pesan; (5) Efek/timbal balik. Komunikasi yang
efektif di mana stakeholders secara aktif terlibat, dapat menyelesaikan
29
perbedaan pendapat dan mengatasi konflik, serta dapat membentuk hubungan
yang baik sehingga dalam implementasi penanggulangan bencana dapat
berjalan sesuai dengan yang telah ditetapkan.
3. Kepercayaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kepercayaan merupakan harapan dan
keyakinan seseorang terhadap orang lain akan kejujuran, kebaikan dan
kesetiaan. Sedangkan menurut istilah kepercayaan adalah suatu sikap yang
ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya
telah mencapai kebenaran. Karena kepercayaan adalah suatu sikap, maka
kepercayaan seseorang itu tidak selalu benar dan bukanlah merupakan suatu
jaminan kebenaran (https://repository.radenfatah.ac.id/). Menurut Lewicky dan
Wiethoff mendeskripsikan bahwa, kepercayaan sebagai keyakinan individu dan
kemauan untuk bertindak atas dasar kata-kata tindakan dan keputusan orang
lain.
Namun, hubungan yang terjalin antar stakeholders memiliki peluang munculnya
rasa kurang percaya di antara stakeholders. Hal tersebut dapat muncul karena
kurangnya koordinasi dan sinergi, serta arahan dari sektor utama dalam upaya
penaggulangan banjir. Oleh karena itu, menurut (Qomariah, 2014) dalam
membangun kepercayaan dibutuhkan yaitu:
a. Integritas, yaitu mengacu pada kejujuran dan kebenaran;
b. Kompetensi, yaitu terkait dengan pengetahuan dan keterampilan teknikal
dan interpersonal yang dimiliki individu;
c. Konsistensi, yaitu berhubungan dengan keandalan, kemampuan
memprediksi dan penilaian individu dalam menangani situasi;
d. Loyalitas, yaitu keinginan untuk melindungi dan menyelamatkan orang lain;
e. Keterbukaan, yaitu memberikan kemudahan kepada setiap orang dalam
mengakses informasi.
4. Kebijakan
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan
dasar rencana dalam pelaksanaan satu pekerjaan, kepemimpinan dalam
pemerintahan atau organisasi pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip atau maksud
sebagai garis pedoman dalam mencapai sasaran (Marbun, 2007). Sehingga
Pemerintah perlu membuat kebijakan sebagai landasan dalam penanggulangan
banjir. Dalam penanggulangan bencana, Pemerintah Kota Pangkalpinang
membuat Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana.
30
2.2 Penelitian Terdahulu
Adapun tujuan dari pemaparan kajian terdahulu ini adalah untuk menentukan
posisi penelitian serta menjelaskan perbedaannya. Selain itu penelitian terdahulu ini
sangat berguna sebagai bahan perbandingan. Dengan demikian penelitian yang
dilakukan oleh peneliti benar-benar orisinil. Berikut penelitian terdahulu dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:
31
Nama, Tahun Dan Variabel
No Hasil Penelitian
Sumber Penelitian Penelitian
pembuat kebijakan, koordinator,
fasilitator, pelaksana dan akselerator.
Hubungan antar pemangku
kepentingan dilihat dari bentuk dan
kegiatannya. Nilai dan komunikasi
merupakan faktor pendukung dalam
pengembangan destinasi wisata
halal, sedangkan kepercayaan dan
kebijakan merupakan faktor
penghambat.
3. Rizka Utami Indra, Flood Disaster, Disimpulkan bahwa stakeholders
Retna Hanani,
The Role Of dalam upaya penanggulangan
Kismartini. 2023.
Journal Of Public Stakeholders, bencana banjir dikelompokkan
Policy And
Semarang City menjadi tiga bagian. Stakeholders
Management Review.
kunci pada penanggulangan
bencana banjir yaitu Badan
Penanggulangan Bencana Daerah
Kota Semarang. Stakeholders primer
yaitu Dinas Pekerjaan Umum Kota
Semarang dan warga Kelurahan
Tanjung Mas. Stakeholders sekunder
yaitu Dinas Penataan Ruang Kota
Semarang, Balai Besar Wilayah
Sungai Pemali Juana Dan
Pemerintah Kelurahan Tanjung Mas.
Stakeholders yang terlibat dalam
penanggulangan bencana banjir
telah menjalankan peran sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
Namun, masih terdapat
permasalahan pada peran
koordinasi.
4. Afiya Sasti Ihtiarni. Collaboration, Berdasarkan hasil penelitian di
2023. Jurnal Ambilin Badar, lapangan, dapat disimpulkan bahwa
Pemerintahan Dan Stakeholder proses kolaborasi antar stakeholder
Keamanan Publik (JP dalam program ambilin badar sudah
32
Nama, Tahun Dan Variabel
No Hasil Penelitian
Sumber Penelitian Penelitian
Dan KP) Vol. 5 No.1, memenuhi komponen kolaborasi
Februari 2023. ansel dan gash, namun dalam unsur
kepemimpinan kolaborasi masih
kurang sesuai dengan teori tersebut.
5. Aisyah Annis Analisis Peran, Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Rahmawati, Augustin Peran seluruh stakeholder telah memenuhi
Rina Herawati, Teuku Stakeholder, semua klasifikasi peran stakeholder.
Afrizal. 2023. Journal Program Kota Namun demikian, masih terdapat
Of Public Policy And Layak Anak stakeholder pelaksana yakni Dinas
Management Review. Kesehatan Kabupaten Boyolali yang
belum menjalankan perannya
sebagai implementor dengan
optimal. Faktor yang menjadi
penghambat peran stakeholder pada
program KLA di Kabupaten Boyolali
klaster kelima antara lain faktor
faktor informasi dan faktor
pembagian potensi.
6. Syahputra Adisanjaya Peran, Peran stakeholder dalam
Suleman, Nurliana Stakeholder, manajemen bencana banjir yang
Cipta Apsari. 2017. Manajemen dalam hal ini dilakukan oleh
PROSIDING KS: Bencana Pemerintah Pusat, Pemerintah
RISET & PKM Daerah, BNPB dan Lembaga
VOLUME: 4 NOMOR: Swasta dan International telah diatur
1 HAL: 1 - 140 ISSN: dalam Peraturan Pemerintah.
2442-4480. Instansi/institusi mempunyai tugas,
fungsi, dan perannya masing-masing
sesuai peraturan yang telah
ditetapkannya. Namun dapat dilihat
dari tugas, fungsi dan perannya,
bahwa bnpb/bpbd mempunyai peran
yang secara langsung berwenang
dalam penanganan bencana,
khususnya pada mitigasi bencana
banjir. Hal ini didasarkan pada
pembentukan lembaga BNPB/BPBD
33
Nama, Tahun Dan Variabel
No Hasil Penelitian
Sumber Penelitian Penelitian
sebagai pusat dalam
penanggulangan bencana nasional
dan daerah.
7. Abd. Kadir Wakka. KHDTK Hasil penelitian menunjukkan bahwa
2014. Jurnal Penelitian Mengkendek, terdapat enam stakeholders dalam
Kehutanan Wallacea Analisis pengelolaan KHDTK mengkendek.
Vol.3 No.1, April 2014: Stakeholders, Balai Penelitian Kehutanan
47-55. Pemetaan Makassar (BPK Makassar), Dinas
Stakeholders Kehutanan Dan Perkebunan Tana
Toraja, Pemerintah
Kelurahan/Lembang Dan Lembaga
Adat (Tongkonan) merupakan key
players dalam pengelolaan KHDTK
mengkendek. Komunikasi dan
koordinasi dengan stakeholders
tersebut harus dapat dilakukan
dengan baik sehingga tujuan
pengelolaan khdtk mengkendek
dapat terwujud.
8. Tsuraya Annisa Formulasi Efektifitas dalam peran stakeholders
Salsabila, R. Slamet Kebijakan pengembangan obyek wisata Candi
Santoso. 2018. Journal Publik, Gedongsongo yang dilakukan oleh
Of Public Policy And Efektivitas tujuh stakeholders belum dapat
Management Review. Peran, Jejaring dikatakan efektif. Hal ini disebabkan
Http// Kebijakan, karena kepentingan dan pengaruh
Www.Fisip.Undip.Ac.Id. Pengembanga stakeholders masih ada yang belum
n Pariwisata sesuai. Hubungan antar
stakeholders dalam pengembangan
obyek wisata Candi Gedongsongo
secara hubungan memang sudah
baik tetapi dalam stakeholders
belum koordinasi dapat dikatakan
baik. Hal ini dibuktikan dengan tidak
khusus adanya forum terjadwal
antara stakeholders baik yang terikat
perjanjian maupun yang tidak terikat
34
Nama, Tahun Dan Variabel
No Hasil Penelitian
Sumber Penelitian Penelitian
dengan perjanjian. Dinas Pariwisata
sebagai stakeholders primer yang
memiliki kepentingan dan pengaruh
yang paling tinggi diantara
stakeholders primer lain menjadikan
dinas ini sebagai titik pusat dalam
pengembangan padahal seharusnya
hubungan antar stakeholders
terlebih stakeholders primer harus
seimbang.
9. Vidia Reski Awalia, Peran Hasil penelitian ini menunjukkan
Mappamiring, Andi Pemerintah, Bahwa peran pemerintah dalam
Nuraeni Aksa. 2015. Resiko penanggulangan bencana di Desa
Jurnal Ilmu Bencana Tahibua bisa dikategorikan sangat
Pemerintahan, Vol. V baik, karena berdasar dari penuturan
No. 2 Oktober 2015. masyarakat di Desa Tahibua itu
sendiri yang merasakan program-
program yang telah pemerintah
laksanakan serta kesiapsiagaan
yang sangat intensif dilakukan baik
sebelum terjadi dan ketika terjadi
bencana.
10 Nahot Tua Pemerintahan Penelitian ini mengungkapkan
. Parlindungan Sihaloho. Kolaboratif, bahwa aspek-aspek penanganan
2022. Jurnal Ilmiah Kerjasama banjir di medan perlu ditindaklanjuti
Muqoddimah: Jurnal Pemerintahan, dengan memprioritaskan aspek
Ilmu Sosial, Politik Dan Manajemen governance dan distributive
Humaniora E-ISSN: Risiko Banjir accountability, kemudian diikuti
2598-6236. dengan aspek aspek lain, yang
secara berturut-turut meliputi: access
to authority, information sharing,
networked structure, dan leadership.
Ketika mengambilan kebijakan kerja
sama pada fase antisipasi,
sebaiknya collaborative governance
lebih ditekankan pada aktor
35
Nama, Tahun Dan Variabel
No Hasil Penelitian
Sumber Penelitian Penelitian
akademisi dan pengambang
software, karena hasilnya sangat
berguna pada fase mitigasi dan
resiliensi.
Sumber: data dioleh Peneliti (2023)
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Destiana (2020) yang berjudul “Analisis
Peran Stakeholders Dalam Pengembangan Destinasi Pariwisata Halal di Pulau
Penyengat Provinsi kepulauan Riau” memiliki kesamaan dengan penelitian ini
yakni menggunakan teori yang sama dalam menganalisis peran yang meliputi:
Policy creator, Koordinator, Fasilitator, Implementor, dan Akselerator, namun yang
berbeda hanya pada fokus penelitian saja dimana penelitiannya fokus pada
pengembangan destinasi wisata halal, sedangkan penelitian ini difokuskan pada
penanggulangan bencana banjir.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Indra (2023) dalam penelitiannya yang
berjudul “Analisis Peran Stakeholders dalam Penanggulangan Bencana Banjir di
Kota Semarang” memiliki kesamaan terkait fokus penelitian dan teori identifikasi
stakeholders yang digunakan dalam penelitian ini yang meliputi, namun tentunya
stakeholders dalam penelitian tersebut diindikasikan hanya stakeholders yang
terfokus pada upaya pencegahan dan mitigasi (pra bencana) saja yang
teridentifikasikan, tentunya hal tersebut berbeda dengan penelitian ini, dalam
identifikasi stakeholders dalam penelitian ini sangat memungkinkan akan
36
teridentifikasi pemangku kepentingan lainnya yang terlibat dalam tahapan darurat
dan pasca bencana.
Kemudian itu, dalam penelitian terdahulu lainnya sesuai dengan tabel diatas
tentunya hampir terdapat kesamaan dalam penelitian ini, baik metode, substansi
penelitian berupa identifikasi stakeholders, tujuan, pembagian peran, aspek
collaborate government serta mengulas faktor pendukung dan penghambat peran
stakeholders, namun yang berbeda hanya pada lokus atau tempat penelitian saja.
37
2.3 Kerangka Konspetual Penelitian
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian
38
BAB III METODE PENELITIAN
Sementara itu menurut Walidin & Tabrani (2015, hlm. 77) penelitian kualitatif
adalah suatu proses penelitian untuk memahami fenomena-fenomena manusia atau
sosial dengan menciptakan gambaran yang menyeluruh dan kompleks yang dapat
disajikan dengan kata-kata, melaporkan pandangan terinci yang diperoleh dari sumber
informan, serta dilakukan dalam latar setting yang alamiah. Penelitian kualiatif memiliki
sifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis pendekatan induktif, sehingga
proses dan makna berdasarkan perspektif subyek lebih ditonjolkan dalam penelitian
kualitatif ini (Fadil, 2020, hlm. 33).
Sifat deskriptif pada penelitian kualitatif berarti penelitian akan berusaha untuk
membuat gambaran umum secara sistematis, akurat, dan faktual mengenai suatu fakta,
sifat, hingga hubungan antarfenomena yang diteliti. Seperti yang diungkapkan oleh
Nazir (2014, hlm. 43) bahwa metode penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam
meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem
pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang dengan tujuan untuk
membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang terselidiki.
40
Masyarakat Kota Pangkalpinang yang
13.
terdampak bencana banjir
Sumber: Data diolah peneliti (2023).
41
pewawancara (interviwer) terhadap partisipan atau informan. Tentunya hal ini berguna
untuk menggali informasi lebih mendalam terkait dengan tujuan penelitian. Adapun
partisipan atau informan yang akan diwawancarai oleh peneliti terdapat pada Tabel 3.1.
Daftar Partisipan Penelitian pada sub bab diatas.
Dalam hal ini peneliti menggunakan studi dokumentasi sebagai salah satu teknik
pengumpulan data. Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini seperti, dokumen
kajian, dokumen program dan kegiatan pemerintah daerah (RPJMD dan RKPD),
peraturan perundang-undangan, artikel, surat kabar, buku-buku, foto dari hasil
lapangan maupun karya ilmiah, tentunya dengan studi dokumen ini peneliti dapat
menjawab terkait rumusan masalah dan tujuan dalam penelitian ini.
42
3.4 Pedoman Pertanyaan Wawancara
Tabel 3.2 Pedoman Pertanyaan Wawancara
ITEM
TEMA SUB TEMA SUB-SUB TEMA
PERTANYAAN
Tujuan dan manfaat dalam identifikasi Daftar
stakeholders pertanyaan
Stakeholders yang terlibat dalam Tahapan identifikasi stakeholders yang terlampir
penanggulangan bencana banjir di terlibat dalam penanggulangan bencana
Identifikasi Stakeholders dalam
Kota Pangkalpinang banjir di Kota Pangkalpinang
penanggulangan bencana banjir di
Stakeholders yang terlibat dalam
Kota Pangkalpinang
penanggulangan bencana banjir
Stakeholders primer Bagaimana kepentingan atau pengaruh
Stakeholders kunci stakeholders dalam penanggulangan
Faktor pendukung dan penghambat Mengidentifikasi Faktor pendukung Penerapan nilai dalam penanggulangan
43
bencana banjir
Penerapan kepercayaan antar
peran Stakeholders dalam
dan penghambat peran stakeholders
penanggulangan bencana banjir di
Stakeholders Membangun komunikasi antar stakeholders
Kota Pangkalpinang
Kebijakan yang di implementasikan dalam
penanggulangan bencana banjir
Sumber: Data diolah peneliti (2023).
44
3.5 Teknik Analisis Data
Pada penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, analisi data
digunakan untuk mengolah hasil temuan dilapang dalam bentuk desktiptif secara
mendalam. Proses analisis data dijelaskan menurut Miles dan Huberman (1992)
yaitu reduksi data, penyajian data serta penarikan kesimpulan dan verifikasi.
1. Reduksi Data
Data yang diperoleh di lapangan begitu banyak dan kompleks sehingga
diperlukan reduksi data. Mereduksi data menggunakan cara merangkum data
yang sudah didapat, kemudian mengelompokan berdasarkan hal-hal yang saling
berkaitan sehingga memunculkan kemiripan antar jawaban, memfokuskan hal-
hal relevan serta tidak relevan yang didapat dari hasil wawancara yang kemudian
dianalisis kesesuaiannya dengan penelitian. Sehingga data yang diperoleh akan
berfokus pada rumusan masalah penelitian agar dapat memberikan gambaran
yang jelas mengenai objek penelitian terkait analisis peran stakeholders dalam
penanggulangan bencana banjir di Kota Pangkalpinang.
2. Penyajian Data
Data yang sudah direduksi kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif namun
singkat berdasarkan pengelompokannya dengan maksud agar penyajian data
tersebut dapat dengan mudah dipahami sehingga mempermudah rencana kerja
kedepannya.
3. Penarikan Kesimpulan
Penerikan kesimpulan dilakukan setelah data dianalisa secara kritis berdasarkan
data-data di lapangan, pada penelitian kualitatif kesimpulan merupakan temuan
baru yang sebelumnya belum ada tetang objek yang diteliti. kemudian penarikan
kesimpulan dituliskan dalam bentuk naratif sebagai jawaban dari rumusan
masalah penelitian.
45
data sekunder. Data primer diperoleh dari metode wawancara, sedangkan data
sekunder diperoleh dari dokumen dan arsip data Kemudian dalam mencari
kebenaran informasi dengan menggunakan berbagai sumber, wawancara dilakukan
kepada lebih dari satu subjek, artinya dapat dimungkinkan dalam satu unit
organisasi dapat diperoleh lebih dari satu informan atau partisipan sehingga
memperoleh pemahaman yang lebih kompherensif dalam menjawab rumusan
masalah penelitian dan mengurangi potensi bias dari penggunaan satu sumber
terkait peran stakeholders dalam penanggulangan bencana banjir di Kota
Pangkalpinang.
Tabel 3.3 Triangulasi Sumber
Sumber (Informan)
No. Sub-sub Tema 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 13
2
1. Tujuan dan manfaat identifikasi
stakeholders
2. Tahapan identifikasi
stakeholders
3. Stakeholders yang terlibat
4. kepentingan atau pengaruh
stakeholders dalam
penanggulangan bencana
banjir
5. Peran Stakeholders sebagai
policy creator
6. Peran Stakeholders sebagai
coordinator
7. Peran Stakeholders sebagai
fasilitator
8. Peran Stakeholders sebagai
implementator
9. Peran Stakeholders sebagai
akselerator
10. Penerapan nilai dalam
penanggulangan bencana
banjir
11. Penerapan kepercayaan antar
stakeholders
12. Membangun komunikasi antar
stakeholders
13 Kebijakan yang di
implementasikan dalam
penanggulangan bencana
banjir
Sumber: Data diolah peneliti (2023).
46
47
DAFTAR PUSTAKA
Buku/Dokumen
Dokumen Kajian Risiko Bencana Kota Pangkalpinang. 2023
Jurnal
Agani, Muh Hasbi Azis, ect. 2020. “Local Government Strategies in Managing Flood
Disaster in Tompobulu, Maros, Indonesia”. PSAKU International Journal of
Interdisciplinary Research 4(2): 1-8.
Destiana, Riska, Kismartini, dan Tri Yuningsih. 2020. “Analisis Peran Stakeholderss
Dalam Pengembangan Destinasi Pariwisata Halal Di Pulau Penyengat
Provinsi Kepulauan Riau”. JURNAL ILMU ADMINISTRSI NEGARA (AsIAN)
8(2): 132-153.
Cindy Monica dan Siti Hazzah Nur R. (2022). Koordinasi Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Dengan Dinas Pekerjaan Umum Dalam Upaya
Penanggulangan Pasca Bencana Banjir Di Kota Medan. Diakses pada 19
Desember 2023 dari https://jurnal.unived.ac.id.
48
tanggal 20 Desember 2023 dari
https://www.researchgate.net/publication/355022461.
Retno Sunu Astuti, Hardi Warsono, & Rahim Abd., 2020. Collaboratif Government
dalam Perspektif Administrasi Publik: Universitas Diponegoro Press. Diakses
pada tanggal 20 Desember 2023 dari
https://doc-pak.undip.ac.id/id/eprint/1143/1.
David Adi Susilo, Retno Sunu Astuti, dan Budi Puspo Priyadi. 2019. Stakeholder
Analysis Dalam Pengaturan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima:
Departemen Administrasi Publik, Universitas Diponegoro, Indonesia. Diakses
pada tanggal 20 Desember 2023 dari
https://journal.uny.ac.id/index.php/natapraja.
Muchlisin Riadi. 2018. Pengertian, Jenis dan Manajemen Bencana. Diakses pada 21
Desember 2023 dari https://www.kajianpustaka.com/2018/04.
Muzakar Isa, Liana Mangifera. 2017. The 6 th University Research Colloquium 2017.
Pengurangan Risiko, Banjir; Kerentanan, Stakeholders.
Rizka Utami Indra, Retna Hanani, Kismartini. 2023. Journal Of Public Policy And
Management Review. Flood Disaster, The Role Of Stakeholders, Semarang
City.
Internet
Muchlisin Riadi. 2022. Banjir (Pengertian, Jenis, Penyebab dan Pengendalian).
Diakses tanggal 19 Desember 2023 dari
https://www.kajianpustaka.com/2022/07/banjir.
49
Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RIPJM) Kota Pangkalpinang 2013-
2017. Gambaran Umum dan Kondisi Wilayah Kota Pangkalpinang. Diakses
pada 20 Desember 2023 dari Gambaran Umum Dan Kondisi Wilayah Kota
Pangkalpinang (123dok.com).
Ternyata Ini Penyebab Pangkalpinang Sering Timbul Genangan Hingga Banjir. 2022.
Diakses pada tanggal 20 Desember 2023 dari tribunnews.com.
Anggaran Rp14,4 Miliar Digelontorkan untuk Penanganan Banjir Awal Tahun 2023.
(2023). Diakses pada tanggal 20 Desember 2023 dari
https://bangka.tribunnews.com/2023/02/02.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana.
50
LAMPIRAN
Panduan dan Daftar Pertanyaan Wawancara
No Partisipan Sumber (Partisipan) Jumlah Partisipan
Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota
1. Informan 1 1 orang
Pangkalpinang
Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekarjaan Umum dan Penataan
2. Informan 2 1 orang
Ruang Kota Pangkalpinang
3. Kepala Dinas Sosial Kota Pangkalpinang Informan 3 1 orang
4. Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Pangkalpinang Informan 4 1 orang
5. Kepala Bidang Perencanaan Bappedalitbang Kota Pangkalpinang Informan 5 1 orang
6. Kepala Seksi Operasional Kantor Basarnas Pangkalpinang Informan 6 1 orang
7. Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Pangkalpinang Informan 7 1 orang
8. Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Bangka Belitung Informan 8 1 orang
9. Pengamat Kebijakan/Akademisi Informan 9 1 orang
10. Ketua Komunitas/Relawan/Masyarakat Kota Pangkalpinang Informan 10 1 orang
11. Direktur PT. Duta Putra Lexindo Informan 11 1 orang
12. Pimpinan TVRI Babel Informan 12 1 orang
13. Masyarakat yang terdampak bencana banjir Informan 13 1 orang
53