TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Cairan
1. Cairan Tubuh
Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat
tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan
partikel – partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam
larutan. Cairan can elektrolit akan masuk kedalam tubuh melalui makanan,
minuman dan cairan intravena dan di distribusi ke seluruh bagian
tubuh(Rudi, 2013). Cairan tubuh menempati kompartmen intrasel dan
ekstrasel. Dua pertiga bagian (67%) dari cairan tubuh berada di dalam sel
(cairan intrasel/CIS) dan sepertiganya (33%) berada di luar sel (cairan
ekstrasel/ CES). CES dibagi cairan intravaskuler atau plasma darah yang
meliputi 20% CES atau 15% dari total berat badan, dan cairan intersisial
yang mencapai 80% CES atau 5% dari total berat badan. Selain kedua
kompartmen tersebut, ada kompartmen lain yang ditempati cairan tubuh,
yaitu cairan transel. Namun, volumenya diabaikan karena kecil, yaitu cairan
sendi, cairan otak, cairan perikard, liur pencernaan, dll (Sherwood, 2012).
Cairan tubuh berpindah antara kedua kompartemen untuk
mempertahankan keseimbangan nilai cairan. Pergerakan cairan tubuh
ditentukan oleh beberapa proses transpor yaitu difusi, transpor aktif, filtrasi,
dan osmosis. Difusi adalah proses pergerakan partikel dalam dari
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah sampai terjadi keseimbangan
Transport Aktif adalah bahan bergerak dari konsentrasi rendah ke tinggi.
Banyak zat terlarut penting ditransport secara aktif melewati membran sel
meliputi natrium, kalium, hidrogen, glukosa dan asam amino. Filtrasi
adalah merembesnya suatu cairan melalui selaput permeable. Arah
perembesan adalah dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi ke daerah
dengan tekanan yang lebih rendah. Osmosis adalah gerakan air melewati
5
6
2. Keseimbangan Cairan
4. Cairan Serebrospinal
5. Sirkulasi otak
SSP (Sistem Saraf Pusat) seperti juga jaringan tubuh lainnya sangat
bergantung pada keadekuatan aliran darah untuk nutrisi dan pembuangan
sisa metabolismenya. Suplai darah arteria ke otak merupakan suatu jalinan
pembuluh – pembuuh darah yang bercabang – cabang yang berhubungan
erat dengan yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat
untuk sel (Muttaqin, 2008).
Otak menerima sekitar 20% curah jantung dan memerlukan 20%
pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya
(Price&Wilson, 2006). Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri
karotis interna dan arteri vertebralis. Dari dalam rongga kranium, keempat
arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu
sirkulus Willisi. Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan arteri
basilar dan karotis internal bersatu. Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri
serebral, arteri komunikans anterior, kedua arteri serebral posterior dan
kedua arteri komunikans anterior. Jaringan sirkulasi ini memungkinkan
darah bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer yang lain dan dari bagian
anterior ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang memungkinkan
sirkulasi kolateral jika satu pembuluh darah arteri mengalami penyumbatan.
Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena interna
yang mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok
vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak yang mencurahkan
darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan
seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung.
B. Konsep Stroke
1. Pengertian
2. Klasifikasi
3. Etiologi
c. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama
karena konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
Manifestasi paling umum SIS (Stroke Intraserebral).
4. Patofisiologi
5. Faktor resiko
1. Pengkajian
2. Diagnosa keprawatan
3. Intervensi Keperawatan
Menurut NANDA (2015) kriteria hasil dari rencana tindakan
untuk menangani kasus gangguan keseimbangan cairan pada pasien
stroke hemoragik adalah sebagai berikut :
a. Menunjukan status sirkulasi yang membaik ditandai dengan tekanan
sistol dan diastol dalam rentang yang diharapkan 120/80 mmHg,
tidak ada peningkatan tekanan darah yang tiba – tiba, tidak ada
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial <15 mmHg.
b. Menunjukan kemampuan kognitif yang membaik ditandai dengan
berkomunikasi dengan jelas dan sesuai kemampuan, menunjukkan
perhatian dan orientasi.
c. Menunjukan kemampuan sensori dan motorik kranial yang utuh
ditandai dengan tingkat kesadaran yang membaik dan tidak ada
gerakan involunter.
NIC (2015) menyebutkan bahwa intervensi yang dapat diberikan
pada pasien yaitu :
a. Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
Tingkat kesadaran merupakan indikator terbaik adanya
perubahan neurologi.
b. Monitor tekanan intrakranial dan respon neurologi terhadap
aktivitas.
Pemantauan pada tekanan intrakranial memberikan informasi
yang membantu intervensi untuk mencegah iskemia cerebral
sekunder, mencegah agar pasien tidak mengalami herniasi otak,
serta membantu dalam memandu penggunaan terapi yang
kemungkinan dapat membahayakan seperti hiperventilasi dan
manitol. Pemantauan dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Pemantauan secara langsung adalah dengan
menggunakan alat seperti kateter intraventrikel, alat serat optik, dan
monitor epidural. Sedangkan pemantauan tidak langsung dengan
23
g. Evaluasi