Anda di halaman 1dari 46

Modul 1

DASAR-DASAR PERENCANAAN

PONDASI DANGKAL

Disusun oleh:
Drs.H. Bambang Djatmiko, S.T.,M.T
NIP: 19600401 198203 1 004

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2020

1
PONDASI DANGKAL

1. Pendahuluan

Menurut Hardiyatmo, HC (2001) pondasi adalah bagian terendah dari bangunan yang
meneruskan beban bangunan ke tanah atau batuan yang berada di bawahnya. Terdapat dua
klasifikasi pondasi yaitu; (a) pondasi dangkal dan (b) pondasi dalam ( akan dibahas pada materi
lain ). Sampai saat ini masih sulit untuk mendefinisikan pondasi dangkal, karena sangat
tergantung dari masingmasing ahli tanah yang menginterpretasikan. Sebagai contoh Terzaghi
tnendefinisikan pondasi dangkal adalah;
(a). Apabila kedalaman pondasi (Df) lebih kecil atau sama dengan lebar bawah pondasi (B)
{Df<B} (b). Apabila penyebaran tegangan pada struktur pondasi ke tanah di bawahnya yang
berupa lapisan penyangga (Z) lebih kecil atau sama dengan lebar pondasi bawah (B) --> { Z < B}
.

Deep of foundation

Gambar 1 :Tanah keras penyangga penyebaran tegangan tanah

2. Tipe-tipe Keruntuhan Fondasi

Untuk mempelajari perilaku tanah pada saat permulaan pembebanan sampai mencapai keruntuhan,
dilakukan tinjauan terhadap suatu fondasi kaku pada kedalaman dasar fondasi yang tak lebih dari
lebar fondasinya. Penambahan beban fondasi dilakukan secara berangsur-angsur (Gambar 3.2).

Fase I. Saat awal penerapan bebannya, tanah di bawah fondasi turun yang diikuti oleh
deformasi tanah secara lateral dan vertikal ke bawah. Sejauh beban yang diterapkan relatif kecil,
penurunan yang terjadi kira-kira sebanding dengan besarnya beban yang diterapkan. Dalam keadaan
ini, tanah dalam kondisi keseimbangan elastis. Massa tanah yang terletak di bawah fondasi
mengalami kompresi yang mengakibatkan kenaikan kuat geser tanah, yang dengan demikian
menambah daya dukungnya.

2
Fase II. Pada penambahan beban selanjutnya, baji tanah terbentuk tepat di dasar fondasi dan
deformasi plastis tanah menjadi semakin dominan. Gerakan tanah pada kedudukan plastis dimulai
dari tepi fondasi, dan kemudian dengan bertambahnya beban, zona plastis berkembang. Gerakan
tanah ke arah lateral menjadi semakin nyata yang diikuti oleh retakan lokal dan geseran tanah di
sekeliling tepi fondasinya. Dalam zona plastis, kuat geser tanah sepenuhnya berkembang untuk
menahan bebannya.

Fase III.Fase ini dikarakteristikkan oleh kecepatan deformasi yang semakin bertambah
seiring dengan penambahan bebannya. Deformasi tersebut diikuti oleh gerakan tanah ke arah luar
yang diikuti oleh menggembungnya tanah permukaan, dan kemudian, tanah pendukung fondasi
mengalami keruntuhan dengan bidang runtuh yang berbentuk lengkungan dan garis, yang disebut
bidang geser radial dan bidang geser linier.

Gambar 2 Fase-fase keruntuhan fondasi. (Hardiyatmo, HC (2001)

Berdasarkan pengujian model, Vesic (1963) membagi mekanisme keruntuhan fondasi


menjadi 3 macam (Gambar 3):
(1) Keruntuhan geser umum (general shear failure).
(2) Keruntuhan geser local (local shear failure).
(3) Keruntuhan penetrasi (penetration failure atau punching shear failure).

2.1. Keruntuhan geser umum.


Keruntuhan fondasi terjadi menurut bidang runtuh yang dapat diidentifikasi dengan jelas.
Suatu baji tanah terbentuk tepat pada dasar fondasi (zona A) yang menekan tanah ke bawah hingga
menyebabkan aliran tanah secara plastis pada zona, Gerakan ke arah luar di kedua zona tersebut,

3
ditahan oleh tahanan tanah pasif di bagian Saat tahanan tanah pasif bagian C terlampaui, terjadi
gerakan tanah yang mengakibatkan penggembungan tanah di sekitar fondasi. Bidang longsor yang
terbentuk, berupa lengkungan dan garis lurus yang menembus hingga mencapai permukan tanah.
Saat keruntuhannya, terjadi gerakan massa tanah ke arah luar dan ke atas (Gambar 3a). Keruntuhan
geser umum terjadi dalam waktu yang relatif mendadak, yang diikuti oleh penggulingan
fondasinya.

2.2. Keruntuhan geser lokal.


Tipe keruntuhannya hampir sama dengan keruntuhan geser umum, namun bidang
runtuh yang terbentuk tidak sampai mencapai permukaan tanah. Jadi, bidang runtuh yang kontinu
tak berkembang. Fondasi tenggelam akibat bertambahnya beban pada kedalaman yang relatif
dalam, yang menyebabkan tanah di dekatnya mampat. Tetapi, rnampatnya tanah tidak sampai
mengakibatkan kedudukan kritis keruntuhan tanahnya, sehingga zona plastis tak berkembang
seperti pada keruntuhan geser umum. Dalam tipe keruntuhan geser lokal, terdapat sedikit
penggembungan tanah di sekitar fondasi, namun tak terjadi penggulingan fondasi (Garnbar 3b).

Gambar 3 Macam keruntuhan fondasi. (Hardiyatmo, HC (2001)


a. Keruntuhan geser umum. b.Keruntuhan geser lokal.c. Keruntuhan penetrasi.
4
2.3. Keruntuhan penetrasi.

Pada tipe keruntuhan ini, (Hardiyatmo, HC (2001) dapat dikatakan keruntuhan geser
tanah tidak terjadi. Akibat bebannya, fondasi hanya menembus dan menekan tanah ke samping yang
menyebabkan pemampatan tanah di dekat fondasi. Penurunan fondasi bertambah hampir secara
linier dengan penambahan bebannya. Pemampatan tanah akibat penetrasi fondasi, berkembang
hanya pada zona terbatas tepat di dasar dan di sekitar tepi fondasi. Penurunan yang terjadi tak
menghasilkan cukup gerakan arah lateral yang menuju kedudukan kritis keruntuhan
tanahnya, sehingga kuat geser ultimit tanah tak dapat berkembang. Fondasi menembus
tanah ke bawah dan baji tanah yang terbentuk di bawah dasar fondasi hanya
menyebabkan tanah menyisih. Saat keruntuhan, bidang runtuh tak terlihat sama sekali
(Gambar 3c).
Jika tanah tak mudah mampat dan kuat gesernya tinggi, praktis akan terjadi
keruntuhan geser umum. Tipe keruntuhan penetrasi dapat diharapkan terjadi terutama
pada tanahtanah yang mudah mampat, seperti pasir tak padat dan lempung lunak, dan
banyak terjadi pula jika kedalaman fondasi (D f ) sangat besar dibandingkan dengan
lebarnya (B). Akan tetapi, model keruntuhan fondasi yang dapat diharapkan terjadi pada
tipe fondasi tertentu tergantung dari banyak faktor. Contohnya, tipe tanah tertentu tidak
dapat menunjukkan tipe model keruntuhan fondasinya.

Vesic (1963) telah banyak mengerjakan tes model untuk mengetahui pengaruh
kepadatan tanah pasir serta pengaruh lebar dibanding kedalaman fondasi (D f /B)
terhadap mekanisme keruntuhan fondasi. Dari basil tes tersebut, diperoleh bahwa tipe
keruntuhan fondasi bergantung pada kerapatan relatif (Dr ) dan nilai Df /B, seperti yang
ditunjukkan dalam Gambar 4. Tipe keruntuhan geser umum diharapkan terjadi pada
fondasi yang relatif dangkal yang terletak pada pasir padat atau kira-kira dengan > 36°,
sedang untuk keruntuhan geser lokal kira-kira dengan < 29°.

Gambar 4: Hubungan Df/B, Dr dari model keruntuhan tanah pasir (Vesic, 1963)

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya dukung tanah safety (qs) :

3.1. Bentuk dasar pondasi


5
Tabel 1. Pengaruh bentuk dasar pondasi (α dan β)
Faktor bentuk Menerus Bujur sangkar Persegi Panjang Lingkaran

α 1,0 1,3 1,0 + 0,3 (B/L) 1,3

β 0,5 0,4 1 – 0,2 (B/L) 0,3

3.2. Pengaruh Posisi MAT (Muka Air Tanah) menurut (Hardiyatmo, HC (2001)

Berat volume tanah sangat dipengaruhi oleh kadar air dan kedudukan air tanah. Oleh
karena itu, hal tersebut berpengaruh pula pada daya dukungnya yaitu:

(1) Jika muka air tanah sangat dalam dibandingkan dengan lebar fondasinya atau Z > B, dengan z
adalah jarak muka air tanah di bawah dasar fondasi (lihat Gambar 5), nilai y dalam suku ke-2 dari
persamaan daya dukung dipakai γ b atau γ d, demikian pula dalam suku persamaan ke-3 dipakai
nilai berat volume basah (γ b) atau kering yd. Untuk kondisi ini, nilai parameter kuat geser yang
digunakan dalam hitungan adalah parameter kuat geser dalam tinjauan tegangan efektif (c' dan
(p'). Sehingga Po = γ b x Df

(2) Bila muka air tanah terletak di atas atau sama dengan dasar fondasinya (Gambar 5), nilai berat
volume yang dipakai dalam suku persamaan ke-3 harus berat volume efektifnya (γ ' ) , karena
zona geser yang terletak di bawah fondasi sepenuhnya terendarn air. Pada kondisi ini, nilai p,
pada suku persamaan ke-2, menjadi

Po = γ' (Df – dw ) + γ b.dw

dengan γ ' = γ sat – γ w′ dan dw = kedal am an m uka ai r t anah dari perm ukaan

(3) Jika muka air tanah di permukaan atau dw= 0 maka γ pada suku persamaan ke-2, digantikan
dengan γ '. Sedang γ pada suku persamaan ke-3 dipakai berat volume tanah efektif (γ ') .

(4) Jika muka air tanah terletak pada kedalaman z di bawah dasar fondasi (Z< B) (Gambar 5), nilai γ
pada suku persamaan ke-2 digantikan dengan γ b bila tanahnya basah, dan diganti dengan γ d bila
tanahnya kering. Karena massa tanah dalam zona geser sebagian terendam air, berat volume
tanah yang diterapkan dalam suku ke-3 dari persamaan daya dukung suku ke-3, dapat didekati
dengan:
γ rt = γ ’+ (Z/B) (γ b — γ '), dengan γ rt = berat volume tanah rata-rata.
Po = γ rt x Df
6
Gambar 5. Pengaruh muka air tanah pada daya dukung.

3.3. P e m b e b a n a n E k s e n t r i s

Pengaruh pembebanan vertikal yang eksentris pada fondasi memanjang yang terletak di
permukaan tanah kohesif ((φ = 0) dan tanah granuler (c = 0 dan φ = 35°), secara kuantitatif
diperlihatkan oleh Meyerhof (1953) (Gambar 6). Dapat dilihat bahwa faktor reduksi daya dukung
merupakan fungsi dari eksentrisitas beban. Pada tanah-tanah granuler, reduksi daya dukung lebih
besar daripada tanah kohesif. Pada Gambar 3.13b, daya dukung ultimit pembebanan vertikal-
eksentris (qu') diperoleh dengan mengalikan daya dukung ultimit fondasi dengan pembebanan
vertikal-terpusat (qu) dengan faktor reduksi Rer yaitu

qu' = Re.qu
dengan
qu' = daya dukung ultimit pada pembebanan vertikal-eksentris.
Re= faktor reduksi akibat pembebanan eksentris.
qu = daya dukung ultimit pada pembebanan vertikal di pusat fondasi.
e = eksentrisitas
Dari Gambar 6 terlihat bahwa jika e/B = 0,5, daya dukung ultimit sama dengan nol (Re= 0). Jika e/B
= 0 atau beban vertikal di pusat fondasi, daya dukung ultimit menjadi bernilai penuh (Re = 1).

Meyerhof (1953) menganggap bahwa pengaruh eksentrisitas beban pada daya dukung
adalah mereduksi dimensi fondasinya. Bila area fondasi sebenarnya berukuran B dan L, akibat
pengaruh beban yang eksentris, Meyerhof memberikan koreksi untuk lebar dan panjangnya yang
dinyatakan oleh dimensi efektif fondasi B' dan L'. Untuk eksentrisitas beban satu arah (Gambar
7a), dimensi efektif fondasi dinyatakan sebagai berikut:

(1) Jika beban eksentris pada arah lebarnya, lebar efektif fondasi dinyatakan oleh:
B ' = B — 2ex, dengan L' = L
7
(2) Jika beban eksentris pada arah memanjangnya, panjang efektif fondasi dinyatakan oleh:
L' = L — 2ey′ , dengan B ' = B
dengan ex dan ey berturut-turut adalah eksentrisitas resultan beban pada arah x dan y.

Gambar 6. (a) Pembebanan eksentris pada fondasi memanjang.


(b) Pengaruh eksentrisitas beban pada daya dukung fondasi memanjang yang
dibebani secara vertikal (Meyerhof, 1953).

Gambar 7 Area kontak efektif


(a). Eksentrisitas satu ara, (b). Eksentrisitas dua arah, (c). Eksentrisitas dua arah
disederhanakan (Meyerhof, 1953)

8
Jika eksentrisitas beban dua arah, yaitu ex dan ey, maka lebar efektif fondasi (B') ditentukan
sedemikian hingga resultan beban terletak di pusat berat area efektif A' (Gambar 7b).
Komponen vertikal beban total (P') yang didukung oleh fondasi dengan beban eksentris
dinyatakan oleh:
P’ = q uA' = q „B'L'
dengan A' adalah luas efektif dengan sisi terpanjang L', sedemikian hingga pusat beratnya
berimpit dengan garis kerja resultan beban fondasi. Dalam hal ini, didefinisikan lebar efektif B' =
A'/L'. Dalam Persamaan P’= q uA' = q „B'L', bila hitungannya dalam tinjauan daya
dukung ultimit neto (qun), beban yang terhitung merupakan beban ultimit neto.
(3) Untuk eksentrisitas beban 2 arah, Meyerhof (1953) menyarankan penyederhanaan luas dasar
fondasi efektif seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7c, dengan

B' = B – 2ex, dan L' = L – 2ey

Contoh soal:
Fondasi telapak terletak pada tanah lempung jenuh dengan berat volume 2 t/m3. Dari pengujian tekan
bebas diperoleh kohesi tanpa-drainase rata-rata tanah di bawah fondasi cu = 0,6 kg/cm2. Ukuran
fondasi 1,5 m x 3 m, terletak pada kedalaman 1 m. Beban kolom vertikal dan eksentris sebesar 30 ton,
dengan ex= 0,25 m dari pusat fondasi. Bila dipakai persamaan daya dukung Meyerhof, selidiki apakah
fondasi aman terhadap daya dukung (SF = 3) ?

3.4. Pembebanan Miring dan Kombinasi

Pembebanan miring dan kombinasi pembebanan miring dengan pembebanan eksentris


tidak dibahas karena keterbatasan SKS dan JS (silahkan baca halaman 106 dst, 1996.
Hardiyatmo, HC.Teknik Pondasi I. Jakarta. Gramedia).

9
LANJUTAN PONDASI DANGKAL:
1. SF = Safety factor
2. PENURUNAN TOTAL

S total = Si + Sc + Ss
Si = immediate settlement ( penurunan segera )
Sc = consolidation settlement ( penurunan konsolidasi )
( penurunan primer )
Ss = secundair settlement ( penurunan sekunder )
1. Si pada pondasi ( DP Lingkaran )
2. Si pada pondasi ( DP persegi )

Keterangan:
= modulus elastis tanah ( Tabel 4.2 )

= angka poison tanah ( Tabel 4.3)


Rumus Dee Beer:

Meyerhoff
Rumus Penurunan data CPT (sondir)
Rumus Penurunan data SPT (standard penetration test)

Anda mungkin juga menyukai