Bab 5 Pelayanan Anestesi Dan Bedah (Pab)
Bab 5 Pelayanan Anestesi Dan Bedah (Pab)
BEDAH (PAB)
Gambaran Umum
Tindakan anestesi, sedasi, dan intervensi bedah merupakan proses yang kompleks dan
sering dilaksanakan di rumah sakit. Hal tersebut memerlukan
1) asesmen pasien yang lengkap dan menyeluruh;
2) perencanaan asuhan yang terintegrasi;
3) pemantauan yang terus menerus;
4) transfer ke ruang perawatan berdasar atas kriteria tertentu;
5) rehabilitasi;
6) transfer ke ruangan perawatan dan pemulangan.
Anestesi dan sedasi umumnya merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dari sedasi
minimal hingga anastesi penuh. Oleh karena respons pasien dapat berubah- ubah sepanjang
berlangsungnya rangkaian tersebut maka penggunaan anestesi dan sedasi diatur secara
terpadu. Dalam bab ini dibahas anestesi serta sedasi sedang dan dalam yang keadaan
ketiganya berpotensi membahayakan refleks protektif pasien terhadap fungsi pernapasan.
Dalam bab ini tidak dibahas penggunaan sedasi minimal (anxiolysis) atau penggunaan
sedasi untuk penggunaan ventilator.
Karena tindakan bedah juga merupakan tindakan yang berisiko tinggi maka harus
direncanakan dan dilaksanakan secara hati-hati. Rencana prosedur operasi dan asuhan
pascaoperasi dibuat berdasar atas asesmen dan didokumentasikan.
Standar pelayanan anestesi dan bedah berlaku di area manapun dalam rumah sakit yang
menggunakan anestesi, sedasi sedang dan dalam, dan juga pada tempat dilaksanakannya
prosedur pembedahan dan tindakan invasif lainnya yang membutuhkan persetujuan tertulis
(informed consent) (lihat HPK.6.4). Area ini meliputi ruang operasi rumah sakit, rawat
sehari, klinik gigi, klinik rawat jalan, endoskopi, radiologi, gawat darurat, perawatan
intensif, dan tempat lainnya.
Standar PAB 1
Rumah sakit menyediakan pelayanan anestesi (termasuk sedasi sedang dan dalam) untuk
memenuhi kebutuhan pasien dan pelayanan tersebut memenuhi peraturan perundang-
undangan serta standar profesi.
1
Maksud dan Tujuan PAB 1
Sedasi dan anestesi biasanya diartikan sebagai satu jalur layanan berkesinambungan dari
sedasi minimal sampai anestesi dalam. Respons pasien bergerak mengikuti jalur ini dan
selama menjalani perjalanan ini pasien menghadapi risiko pada refleks protektif jalan napas
pasien. Sedasi dan anestesi adalah proses kompleks sehingga harus diintegrasikan ke dalam
rencana asuhan. Sedasi dan anestesi membutuhkan asesmen lengkap dan komprehensif
serta monitoring pasien terus menerus.
Rumah sakit mempunyai suatu sistem untuk pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan
dalam untuk melayani kebutuhan pasien, kebutuhan pelayanan klinis yang ditawarkan,
serta kebutuhan para PPA yang memenuhi peraturan perundang- undangan dan standar
profesi.
Pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam (termasuk layanan yang diperlukan
untuk kegawatdaruratan) tersedia 24 jam.
Standar PAB 2
Ada staf medis anestesi yang kompeten dan berwenang, bertanggung jawab untuk
mengelola pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam.
1. Ada regulasi rumah sakit yang mengatur pelayanan anestesi, serta sedasi moderat
dan dalam seragam di seluruh rumah sakit (lihat PAP 1. EP 1) dan berada di bawah
tanggung jawab seorang dokter anestesi sesuai dengan peraturan perundangan. (lihat
TKRS 5). (R)
2
2. Ada bukti penanggung jawab pelayanan anestesi untuk mengembangkan,
melaksanakan, dan menjaga regulasi seperti butir 1 sampai dengan 4 pada maksud
dan tujuan. (DW)
3. Ada bukti penanggung jawab menjalankan program pengendalian mutu. (DW).
4. Ada bukti pelaksanaan supervisi dan evaluasi pelaksanaan pelayanan anestesi, serta
sedasi moderat dan dalam di seluruh rumah sakit. (D,W)
Pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam merupakan tindakan yang berisiko,
oleh karena itu perencanaan dan pelaksanaannya membutuhkan tingkat kehati-hatian dan
akurasi tinggi. Berhubungan dengan hal itu maka rumah sakit menetapkan program mutu
dan keselamatan pasien pada pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam
merupakan bagian dari program mutu dan keselamatan pasien, tetapi tidak terbatas pada
a) pelaksanaan asesmen prasedasi dan pra-anestesi;
b) proses monitoring status fisiologis selama anestesi;
c) proses monitoring proses pemulihan anestesi dan sedasi dalam;
d) evaluasi ulang bila terjadi konversi tindakan dari lokal/regional ke general.
1. Rumah sakit menetapkan program mutu dan keselamatan pasien dalam pelayanan
anestesi, serta sedasi moderat dan dalam. (lihat PMKP 2.1). (R)
2. Ada bukti monitoring dan evaluasi pelaksanaan asesmen prasedasi dan pra- anestesi.
(D,W)
3. Ada bukti monitoring dan evaluasi proses monitoring status fisiologis selama
anestesi. (D,W)
4. Ada bukti monitoring dan evaluasi proses monitoring serta proses pemulihan
anestesi dan sedasi dalam. (D,W)
5. Ada bukti monitoring dan evaluasi evaluasi ulang bila terjadi konversi tindakan
dari lokal/regional ke general. (D,W)
6. Ada bukti pelaksanaan program mutu dan keselamatan pasien dalam anestesi, serta
sedasi moderat dan dalam yang diintegrasikan dengan program mutu rumah sakit.
(lihat PMKP 2.1). (D,W)
❖ PELAYANAN
3
Pemberian sedasi moderat dan dalam dilakukan sesuai dengan regulasi yang ditetapkan.
Prosedur pemberian sedasi moderat dan dalam yang diberikan secara intravena tidak
bergantung pada berapa dosisnya.
Prosedur pemberian sedasi dilakukan seragam di tempat pelayanan di dalam rumah sakit
termasuk unit di luar kamar operasi oleh karena prosedur pemberian sedasi seperti
layaknya anestesi mengandung risiko potensial pada pasien. Pemberian sedasi pada pasien
harus dilakukan seragam dan sama di semua tempat di rumah sakit.
Oleh sebab itu, rumah sakit harus menetapkan pedoman spesifik hal tersebut di atas.
1. Ada regulasi rumah sakit yang menetapkan pemberian sedasi yang seragam di
semua tempat di rumah sakit sesuai dengan peraturan perundangan ditetapkan dan
dilaksanakan sesuai dengan elemen a) sampai dengan d) seperti yang dinyatakan
pada maksud dan tujuan PAB 3. (R)
2. Ada bukti pelaksanaan sedasi sesuai dengan regulasi yang ditetapkan. (D,O,W)
3. Peralatan emergensi tersedia dan dipergunakan sesuai dengan jenis sedasi, usia,
dan kondisi pasien. (D,O)
4. Staf yang terlatih dan berpengalaman dalam memberikan bantuan hidup lanjut
(advance) harus selalu tersedia dan siaga selama tindakan sedasi dikerjakan.
(D,O,W)
Para profesional pemberi asuhan (PPA) kompeten dan berwenang memberikan pelayanan
sedasi moderat dan dalam serta melaksanakan monitoring.
4
Maksud dan Tujuan PAB 3.1
Kualifikasi dokter, dokter gigi, atau petugas lain yang bertanggung jawab terhadap pasien
yang menerima tindakan sedasi sangat penting.
Pemahaman berbagai cara memberikan sedasi terkait pasien dan jenis tindakan yang
diberikan akan menaikkan toleransi pasien terhadap rasa tidak nyaman, rasa sakit, dan atau
risiko komplikasi.
Komplikasi terkait pemberian sedasi terutama gangguan jantung dan paru. Sertifikasi
dalam bantuan hidup lanjut sangat penting.
Sebagai tambahan, pengetahuan farmakologi zat sedasi yang digunakan termasuk zat
reversal mengurangi risiko terjadi kejadian yang tidak diharapkan.
Oleh karena itu, orang yang bertanggung jawab memberikan sedasi harus kompeten dan
berwenang dalam hal
Petugas lain yang kompeten dapat melakukan pemantauan di bawah supervisi secara terus
menerus terhadap parameter fisiologis pasien dan memberi bantuan dalam hal tindakan
resusitasi. Orang yang bertanggung jawab melakukan monitoring harus kompeten dalam
5
Standar PAB 3.2
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk tindakan sedasi (moderat dan dalam) baik cara
memberikan dan memantau berdasar atas panduan praktik klinis.
Tingkat kedalaman sedasi berlangsung serta berlanjut dari mulai ringan sampai sedasi
dalam dan pasien dapat menjalaninya dari satu tingkat ke tingkat yang lain.
Banyak faktor berpengaruh terhadap respons pasien dan hal ini selanjutnya memengaruhi
tingkat sedasi pasien. Faktor-faktor yang berpengaruh adalah obat yang dipakai, cara
pemberian obat dan dosis, usia pasien (anak, dewasa, serta lanjut usia), dan riwayat
kesehatan pasien. Contoh, ada riwayat kerusakan organ utama kemungkinan obat yang
diminum berinteraksi dengan obat sedasi, alergi obat, efek samping obat anestesi, atau
sedasi yang lalu.
Jika status fisik pasien berisiko tinggi maka dipertimbangkan pemberian tambahan
kebutuhan klinis lainnya dan diberikan tindakan sedasi yang sesuai.
Asesmen prasedasi membantu menemukan faktor yang dapat yang berpengaruh pada
respons pasien terhadap tindakan sedasi dan juga dapat ditemukan hal penting dari hasil
monitor selama dan sesudah sedasi.
Profesional pemberi asuhan (PPA) yang kompeten dan berwenang melakukan asesmen
prasedasi sebagai berikut:
Cakupan dan isi asesmen dibuat berdasar atas Panduan Praktik Klinis dan regulasi yang
ditetapkan oleh rumah sakit.
6
Pasien yang sedang menjalani tindakan sedasi dimonitor tingkat kesadarannya, ventilasi
dan status oksigenasi, variabel hemodinamik berdasar atas jenis obat sedasi yang diberikan,
jangka waktu sedasi, jenis kelamin, dan kondisi pasien.
Seorang yang kompeten bertanggung jawab melakukan monitoring status fisiologis pasien
secara terus menerus dan membantu memberikan bantuan resusitasi sampai pasien pulih
dengan selamat.
Setelah tindakan selesai dikerjakan, pasien masih tetap berisiko terhadap komplikasi
karena keterlambatan absorsi obat sedasi, terdapat depresi pernapasan, dan kekurangan
stimulasi akibat tindakan. Ditetapkan kriteria pemulihan pasien yang siap untuk ditransfer.
(lihat juga PMKP 8).
1. Dilakukan asesmen prasedasi dan dicatat dalam rekam medis yang sekurang-
kurangnya berisikan butir a) sampai dengan e) pada maksud dan tujuan PAB
3.2 untuk evaluasi risiko dan kelayakan tindakan sedasi bagi pasien sesuai dengan
regulasi yang ditetapkan oleh rumah sakit. (lihat AP 14). (D,W)
2. Seorang yang kompeten melakukan pemantauan pasien selama sedasi dan mencatat
hasil monitor dalam rekam medis. (D,W)
3. Kriteria pemulihan digunakan dan didokumentasikan setelah selesai tindakan
sedasi. (D,W)
Rencana tindakan sedasi memuat pendidikan kepada pasien, keluarga pasien, atau mereka
yang membuat keputusan mewakili pasien tentang risiko, manfaat, dan alternatif terkait
tindakan sedasi. Pembahasan berlangsung sebagai bagian dari proses mendapat persetujuan
tindakan kedokteran untuk tindakan sedasi sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
7
Elemen Penilaian PAB 3.3
1. Pasien dan atau keluarga atau pihak lain yang berwenang yang memberikan
keputusan dijelaskan tentang risiko, keuntungan, dan alternatif tentang tindakan
sedasi. ( D,W)
2. Pasien dan atau keluarga atau pihak lain yang berwenang diberi edukasi tentang
pemberian analgesi pascatindakan sedasi. (D,W)
3. Dokter spesialis anestesi melaksanakan edukasi dan mendokumentasikan. (D,W)
Standar PAB 4
Profesional pemberi asuhan (PPA) yang kompeten dan berwenang pada pelayanan anestesi
melakukan asesmen pra-anestesi.
Standar PAB.4.1
Profesional pemberi asuhan (PPA) yang kompeten dan berwenang pada pelayanan anestesi
melakukan asesmen prainduksi.
Oleh karena anestesi mengandung risiko tinggi maka pemberiannya harus direncanakan
dengan hati-hati. Asesmen pra-anestesi adalah dasar perencanaan ini untuk mengetahui
temuan apa pada monitor selama anestesi dan setelah anestesi, dan juga untuk menentukan
obat analgesi apa untuk pascaoperasi.
16
0
berbasis IAR, terpisah dari asesmen pra-anestesi, fokus pada stabilitas fisiologis dan
kesiapan pasien untuk tindakan anestesi, dan berlangsung sesaat sebelum induksi anestesi.
Jika anestesi diberikan secara darurat maka asesmen pra-anestesi dan prainduksi dapat
dilakukan berurutan atau simultan, namun dicatat secara terpisah. (lihat juga PAB 6)
1. Asesmen pra-anestesi dilakukan untuk setiap pasien yang akan dioperasi. (lihat juga
AP 1). (D,W)
2. Hasil asesmen didokumentasikan dalam rekam medis pasien. (D,W)
Standar PAB 5
Rencana, tindakan anestesi, dan teknik yang digunakan dicatat serta didokumentasikan di
rekam medis pasien.
Tindakan anestesi direncanakan secara saksama dan didokumentasikan dalam rekam medis.
Perencanaan mempertimbangkan informasi dari asesmen lainnya (misal dari hasil
pemeriksaan, konsul, dll.) dan mengidentifikasi tindakan anestesi yang akan digunakan
termasuk metode pemberiannya, pemberian medikasi dan cairan lain, serta prosedur
monitorig dalam mengantisipasi pelayanan pasca-anestesi dan didokumentasikan di rekam
medis.
16
1
Standar PAB 5.1
Risiko, manfaat, dan alternatif tindakan anestesi didiskusikan dengan pasien dan keluarga
atau orang yang dapat membuat keputusan mewakili pasien.
1. Pasien dan atau keluarga atau pihak lain yang berwenang yang memberikan
keputusan dijelaskan tentang risiko, keuntungan, dan juga alternatif tindakan
anestesi. (D,W)
2. Pasien dan atau keluarga atau pihak lain yang berwenang diberikan edukasi
pemberian analgesi pascatindakan anestesi. (D,W)
3. Dokter spesialis anestesi melaksanakan proses edukasi dan juga
mendokumentasikannya. (R,D)
Standar PAB 6
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk menentukan status fisiologis dimonitor selama
proses anestesi dan bedah sesuai dengan panduan praktik klinis serta didokumentasikan di
dalam form anestesi.
Informasi dari monitoring menentukan kebutuhan asuhan medis dan keperawatan serta
kebutuhan diagnostik dan pelayanan lainnya. Hasil monitorig dicatat di form anestesi,
sedangkan untuk anestesi lokal dapat digunakan form tersendiri.
Metode memonitor ditentukan oleh status pasien pada pra-anestesi, jenis anestesi yang
akan dipergunakan, dan kompleksitas operasi atau tindakan lain yang dilaksanakan selama
anestesi. Pelaksanaan monitorpng selama anestesi dan operasi harus dijalankan sesuai
dengan panduan praktik klinis. Hasil monitoring dicatat di rekam medik pasien. (lihat juga
PAB 4)
16
2
Elemen Penilaian PAB 6
1. Ada regulasi jenis dan frekuensi pemantauan selama anestesi dan operasi dilakukan
berdasar atas status pasien pra-anestesi, metode anestesi yang dipakai, dan tindakan
operasi yang dilakukan. (R)
2. Pemantauan status fisiologis pasien sesuai dengan panduan praktik klinis. (D,W)
3. Hasil monitoring dicatat di form anestesi. (D,W)
Standar PAB 6
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk memonitor status pasca-anestesi setiap pasien dan
dicatat dalam rekam medis pasien. Pasien dipindahkan dari ruang pemulihan oleh staf yang
kompeten dan berwenang atau berdasar atas kriteria baku yang ditetapkan.
Monitoring selama periode anestesi menjadi acuan untuk monitoring pada periode pasca-
anestesi.
Pengumpulan data status pasien terus menerus secara sistematik menjadi dasar
memindahkan pasien ke ruangan intensif atau ke unit rawat inap. Catatan monitoring
menjadi acuan untuk menyelesaikan monitoring di ruang pemulihan atau sebagai acuan
untuk pindah dari ruang pemulihan.
Jika pasien dipindahkan langsung dari kamar operasi ke ruang intensif maka monitoring
dan pendokumentasian diperlakukan sama dengan monitoring di ruang pulih.
Keluar dari ruang pemulihan pasca-anestesi atau menghentikan monitoring pada periode
pemulihan dilakukan dengan mengacu pada salah satu alternatif di bawah ini.
16
3
Elemen Penilaian PAB 6.1
Standar PAB 7
Asuhan setiap pasien bedah direncanakan berdasar atas hasil asesmen dan dicatat dalam
rekam medis pasien.
Pemilihan tindakan juga mempertimbangkan asesmen waktu pasien masuk dirawat inap,
pemeriksaan diagnostik, dan sumber lainnya. Proses asesmen dikerjakan segera pada
pasien darurat. (lihat juga AP 1.2.1)
Asuhan untuk pasien bedah dicatat di rekam medis. Untuk pasien yang langsung dilayani
oleh dokter bedah, asesmen prabedah menggunakan asesmen awal rawat inap, pada pasien
yang diputuskan dilakukan pembedahan dalam proses perawatan. Asesmen dicatat dalam
rekam medis, sedangkan pasien yang dikonsultasikan di tengah perawatan oleh dokter
penanggung jawab pelayanan (DPJP) lain dan diputuskan operasi maka asesmen prabedah
juga dicatat di rekam medis (dengan isi berbasis IAR) sesuai dengan regulasi rumah sakit.
Hal ini termasuk diagnosis praoperasi dan pascaoperasi serta nama tindakan operasi. (lihat
juga AP 1.3.1; MIRM 10.1).
16
4
Elemen Penilaian PAB 7
1. Ada regulasi asuhan setiap pasien bedah direncanakan berdasar atas informasi dari
hasil asesmen. (R)
2. Diagnosis praoperasi dan rencana operasi dicatat di rekam medik pasien oleh dokter
penanggung jawab pelayanan (DPJP) sebelum operasi dimulai. (D,W)
3. Hasil asesmen yang digunakan untuk menentukan rencana operasi dicatat oleh
dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) di rekam medis pasien sebelum operasi
dimulai. (lihat juga AP 1.2.1; AP 1.3.1). (D,W)
Risiko, manfaat dan alternatif didiskusikan dengan pasien dan atau keluarga atau pihak lain
yang berwenang yang memberikan keputusan.
Pasien, keluarga, dan mereka yang memutuskan menerima cukup penjelasan untuk
berpartisipasi dalam keputusan asuhan pasien dan memberikan persetujuan yang
dibutuhkan seperti di HPK 5.2. Untuk memenuhi kebutuhan pasien maka penjelasan
tersebut diberikan secara terintegrasi oleh para profesional pemberi asuhan (PPA) terkait
dibantu oleh manajer pelayanan pasien (MPP).
1. Pasien, keluarga, dan mereka yang memutuskan diberikan edukasi tentang risiko,
manfaat, komplikasi, serta dampak dan alternatif prosedur/teknik terkait dengan
rencana operasi. (D,W)
2. Edukasi memuat kebutuhan, risiko, manfaat, dan alternatif penggunaan darah dan
produk darah. (D,W)
16
5
Edukasi dilakukan oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) dan dicatat
pada bagian pemberian informasi dalam form persetujuan tindakan kedokteran.
(D,W)
Informasi yang terkait dengan operasi dicatat dalam laporan operasi dan digunakan untuk
menyusun rencana asuhan lanjutan.
Asuhan pasien pascaoperasi bergantung pada temuan dalam operasi. Hal yang terpenting
adalah semua tindakan dan hasilnya dicatat di rekam medis pasien.
Laporan ini dapat dibuat dalam bentuk format template atau dalam bentuk laporan operasi
tertulis sesuai dengan regulasi rumah sakit.
a) diagnosis pascaoperasi;
b) nama dokter bedah dan asistennya;
c) prosedur operasi yang dilakukan dan rincian temuan;
d) ada dan tidak ada komplikasi;
e) spesimen operasi yang dikirim untuk diperiksa;
f) jumlah darah yang hilang dan jumlah yang masuk lewat transfusi;
g) nomor pendaftaran alat yang dipasang (implan);
h) tanggal, waktu, dan tanda tangan dokter yang bertanggung jawab.
Beberapa catatan mungkin ditempatkan di lembar lain dalam rekam medik. Contoh, jumlah
darah yang hilang dan transfusi darah dicatat di catatan anestesi atau catatan tentang implan
dapat ditunjukkan dengan “sticker” yang ditempelkan pada rekam medik.
Waktu selesai membuat laporan didefinisikan sebagai “setelah selesai operasi, sebelum
pasien dipindah ke tempat asuhan biasa”.
Definisi ini penting untuk memastikan bahwa informasi yang tepat tersedia bagi pemberi
asuhan berikutnya.
16
6
Jika dokter bedah mendampingi pasien dari ruang operasi ke ruangan asuhan intensif
lanjutan (misalnya ICU, ICCU, dsb.) maka laporan operasi dapat dibuat di daerah asuhan
lanjutan. (lihat juga ARK 3; PAP 2.3; PMKP 8)
Kebutuhan asuhan medis, keperawatan, dan profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya
sesuai dengan kebutuhan setiap pasien pascaoperasi berbeda bergantung pada tindakan
operasi dan riwayat kesehatan pasien.
Beberapa pasien mungkin membutuhkan pelayanan dari profesional pemberi asuhan (PPA)
lain atau unit lain seperti rehabilitasi medik atau terapi fisik. Penting membuat rencana
asuhan tersebut termasuk tingkat asuhan, metode asuhan, tindak lanjut monitor atau tindak
lanjut tindakan, kebutuhan obat, dan asuhan lain atau tindakan serta layanan lain.
Rencana asuhan pascaoperasi dapat dimulai sebelum tindakan operasi berdasarkan asesmen
kebutuhan dan kondisi pasien serta jenis operasi yg dilakukan. Rencana asuhan pasca
operasi juga memuat kebutuhan pasien yang segera. Rencana asuhan dicacat di rekam
medik pasien dalam waktu 24 jam dan diverifikasi oleh dokter penanggung jawab
pelayanan (DPJP) sebagai pimpinan tim klinis untuk memastikan kontuinitas asuhan
selama waktu pemulihan dan masa rehabilitasi.
Kebutuhan pascaoperasi dapat berubah sebagai hasil perbaikan klinis atau informasi baru
dari asesmen ulang rutin, atau dari perubahan kondisi pasien yang mendadak. Rencana
asuhan pascaoperasi direvisi berdasar atas perubahan ini dan dicatat di rekam medis pasien
sebagai rencana asuhan baru. (lihat juga PAP 2.1)
16
7
jawab pelayanan (DPJP), perawat, dan profesional pemberi asuhan (PPA)
lainnya untuk memenuhi kebutuhan segera pasien pascaoperasi. (R)
2. Ada bukti pelaksanaan rencana asuhan pascaoperasi dicatat di rekam medis pasien
dalam waktu 24 jam oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) atau
diverifikasi oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) bila ditulis oleh
dokter bedah yg didelegasikan. (D,W)
3. Ada bukti pelaksanaan rencana asuhan pascaoperasi termasuk rencana asuhan
medis, keperawatan, dan PPA lainnya berdasar atas kebutuhan pasien. (D,O,W)
4. Ada bukti pelaksanaan rencana asuhan pascaoperasi diubah berdasar atas asesmen
ulang pasien. (D,O,W)
Rumah sakit menetapkan regulasi yang mengatur asuhan pasien operasi yang
menggunakan implan dan harus memperhatikan pertimbangan khusus tentang tindakan
yang dimodifikasi.
Banyak tindakan bedah menggunakan implan prostetik antara lain panggul, lutut, pacu
jantung, dan pompa insulin. Tindakan operasi seperti ini mengharuskan tindakan operasi
rutin yang dimodifikasi dengan mempertimbangkan faktor khusus seperti
1. Ada regulasi yang meliputi butir a) sampai dengan h) pada maksud dan tujuan. (R)
2. Ada daftar alat implan yang digunakan di rumah sakit. (D,W)
3. Bila implan yang dipasang dilakukan penarikan kembali (recall) ada bukti rumah
sakit dapat melakukan telusur terhadap pasien terkait. (D,O,W)
4. Ada bukti alat implan dimasukkan dalam prioritas monitoring unit terkait. (D,W)
16
8
❖ RUANG OPERASI
Standar PAB 8
Desain tata ruang operasi harus memenuhi syarat sesuai dengan peraturan dan perundang-
undangan.
16
9
dengan hal itu rumah sakit menetapkan program mutu dan keselamatan pasien yang meliputi
a) pelaksanaan asesmen prabedah;
b) penandaan lokasi operasi;
c) pelaksanaan surgical safety check List (lihat juga SKP 4);
d) pemantauan diskrepansi diagnosis pre dan posoperasi.
17
0