Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

A. Kasus (Masalah Utama)


Halusinasi

B. Proses terjadinya masalah


1. Definisi
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu objek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori meliputi seluruh pancaindra.
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami
perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada (Yosep, 2014)

2. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya. Faktor predisposisi dapat
meliputi factor perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis, dan
genetik.
1) Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress dan
kecemasan.
2) Faktor Sosiokultural
Berbagai factor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa
disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan
yang membesarkannya.
3) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang
mengalami stress yang berleihan, maka di dalam tubuhnya akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik nuorokimia
seperti buffofenon dan dimethytranferase (DMP).
4) Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan
stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi
realitas.
5) Faktor Genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil
studi menunjukkan bahwa factor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini.

b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energy ekstra untuk
menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi klien
dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi, objek yang ada di
lingkungan, dan juga suasana sepi atau terisolasi sering menjadi pencetus
terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan
yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.

3. Rentang respon
Adaptif Maladaptif
Pikiran logis Kadang proses pikir tidak Gangguan pikir / delusi
Persepsi akurat terganggu (waham)
Emosi Konsisten dengan Ilusi Halusinasi
Pengalaman Emosi tidak stabil Kesukaran proses emosi
Perilaku sesuai Perilaku aneh/tidak biasa Perilaku tidak terorganisasi
Berhubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial
harmonis

Halusinasi merupakan salah satu mal adaptif individu berada dalam rentang
respon neurobiology. Jadi merupakan persepsi paling adaptif jika klien sehat,
persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera. Klien dengan
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus itu tidak ada, di antara kedua respon
tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan
persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut
sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap
stimulus pancaindera tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.

4. Tanda dan gejala


Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah
sebagai berikut:
a. Bicara sendiri
b. Senyum sendiri
c. Ketawa sendiri
d. Menggerakkan bibir tanpa suara
e. Pergerakan mata yang cepat
f. Respon verbal yang lambat
g. Menarik diri dari orang lain
h. Berusaha untuk menghindari orang lain
i. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata
j. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah
k. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik
l. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori
m. Sulit berhubungan dengan orang lain
n. Ekpresi muka tegang
o. Mudah tersinggung, jengkel, marah
p. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
q. Tampak tremor dan berkeringat
r. Perilaku panik
s. Agitasi dan kataton
t. Curiga dan bermusuhan
u. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan
v. Ketakutan
w. Tidak dapat mengurus diri
x. Bisa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang

5. Tahapan halusinasi
Menurut Yosep (2010) tahapan halusinasi ada 5 fase, yaitu:
Tahapan halusinasi Karakteristik
Stage 1: sleep disorder Klien merasa banyak masalah, ingin
Fase awal seseorang sebelum muncul menghindar dari lingkungan, takut
halusianasi diketahui orang lain bahwa dirinya bnyak
masalah. Masalah makin terasa sulitkarena
berbagai stressor terakumulasi, misalnya
kekasih hamil, terlibat narkoba, dihianati
kekasih, masalah dikampus, drop out.
Masalah terasa menekan karena
terakumulasi dengan suport sistem kurang
dan persepsi terhadap masalah sangat
buruk. Sulit tidur berlangsung terus-
menerus sehingga terbiasa menghayal.
Klien menganggap lamunan-lamunan awal
tersebut sebagai pemecahan masalah.
Stage II: comforting Klien mengalami emosi yang berlanjut
Halusinasi secara umum ia terima sebagai seperti adanya perasaan cemas, kesepian,
sesuatu yang alami perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba
memusatkan pemikiran pada timbulnya
kecemasan. Ia beranggapan bahwa
pengalaman pikiran dan sensorinya dapat
dia kontrol bila kecemasannya diatur,
dalam tahap ini ada kecendrungan klien
merasa nyaman dengan halusinasinya.

Stage III: condemning Pengalaman sensori klien menadi lebih


Secara umum halusianasi sering sering datang dan mengalami bias. Klien
mendatangi klien mulai merasa tidak mampu lagi
mengontrolnya dan mulai berupaya
menjaga jarak antara dirinya dengan objek
yang dipersepsikan klien mulai menarik
diri dari orang lain, dengan intensitas
waktu yang lama.
Stage IV: Controlling Severe level of Klien mencoba melawan suarua-suara atau
Anxiety sensori abnormal yang datang. Klien dapat
Fungsi sensori menjadi tidak relevan merasakan kesepian bila halusinasinya
dengan kenyataan berakhir. Dari sinilah dimulai fase
gangguan psikotik
Stage V: Conguering panic level of Pengalaman sensorinya terganggu. Klien
anxiety mulai terasa terancam dengan datangnya
Klien mengalami gangguan dalam suara-suara terutama bila klien tidak dapat
menilai lingkungannya menuruti ancaman atau perintah yang ia
dengar dari halusinanya. Halusianasi dapat
berlangsung selama minimal empat jam
atau seharian bila klien tidak mendapatkan
komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan
psikotik berat.

6. Macam-macam halusinasi
Jenis halusinasi Data objektif Data subjektif
Halusinasi dengar/suara a. Bicara atau tertawa a. Mendengar suara-suara
sendiri atau kegaduhan
b. Marah-marah tanpa b. Mendengar suara yang
sebab mengajak bercakap-
c. Mengarahkan telinga ke cakap
arah tertentu c. Mendengar suara
d. Menutup telinga menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya
Halusianasi penglihatan a. Menunju-nunjuk ke arah a. Melihat bayangan, sinar,
tertentu bentuk geometris,
b. Ketakutan pada sesuatu bentuk kartun, melihat
yang tidak jelas hantu, atau monster
Halusinasi penciuman a. Mencium seperti sedang a. Membaui bau-bauan
membaui bau-bauan seperti bau darah, urine,
tertentu feses dan kadang-kadang
b. Menutup hidung bau tidak menyenangkan
Halusinasi pengecapan a. Sering meludah Merasakan rasa seperti
b. Muntah darah, urine atau feses
Halusinasi perabaan Menggaruk-garuk a. Mengatakan ada
permukaan kulit serangga dipermukaan
kulit
b. Merasa seperti tersengat
listrik
C. Pohon masalah
Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Perubahan persepsi sensori:


halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronis

D. Masalah keperawatan dan data yang peru dikaji


Subjektif:
1. Klien mengatakan mendengar sesuatu
2. Klien mengatakan melihat bayangan putih
3. Klien mengatakan dirinya seperti disengat listrik
4. Klien mencium bau-bauan yang tidak sedap, seperti feses
5. Klien mengatakan kepalanya melayang di udara
6. Klien mengatakan dirinya merasakan ada sesuatu yang berbeda pada dirinya.
Objektif:
1. Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat dikaji
2. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
3. Berhenti bicara di tengah-tengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
4. Disorientasi
5. Konsentrasi rendah
6. Pikiran cepat berubah-ubah
7. Kekacauan alur pikiran

E. Diagnosa keperawatan
Perubahan Sensori Persepsi: halusinasi
F. Rencana tindakan keperawatan
Tujuan tindakan untuk klien adalah sebagai berikut:
1. Klien dapat mengenal halusinasi yang dialaminya
2. Klien dapat mengontrol halusinasinya
3. Klien mengikuti program pengobatan secara optimal
4. Tindakan Keperawatan
a. Membantu klien mengenal halusinasi
Dalam membantu klien mengenal halusinasinya, perawat dapat berdiskusi
dengan klien tentang isi halusinasi (apa yang didengar, dilihat atau dirasa),
waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan terjadinya halusinasi, dan respon klien saat halusinasi itu
muncul.
b. Melatih klien mengontrol halusinasi
1) Menghardik halusinasi
a) Menjelaskan cara menghardik halusinasi
b) Memperagakan cara menghardik
c) Meminta klien memperagakan ulang
d) Memantau penerapan cara, menguatkan perilaku klien.
2) Bercakap-cakap dengan orang lain
Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu mengontrol
halusinasi, ketika klien bercakap-cakap dengan orang lain terjadi
distraksi yaitu focus perhatian klien akan beralih dari halusinasi ke
percakapan yang dilakukan dengan orang lain. Anjurkan atau ingatkan
kepada klien bahwa ketika waktu-waktu yang diperkirakan sebagai
waktu halusinasi tersebut muncul maka kien diharapkan langsung
mencari teman untuk bercakap-cakap.
3) Melakukan aktivitas yang terjadwal
a) Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasi
b) Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan klien
c) Melatih klien melakukan aktivitas
d) Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang
telah dilatih. Upayakan agar klien memiliki aktivitas muali dari
bangun pagi sampai dengan tidur malam.
4) Minum obat secara teratur
a) Jelaskan kegunaan obat
b) Jelaskan akibat putus obat
c) Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
d) Jelaskan cara minum obat dengan prinsip 6B plus.
5. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
a. Orientasi
Latihan 1 Membina Hubungan Saling Percaya
“Selamat pagi. Saya perawat yang akan merawat Bapak/ibu. Nama saya Eka
senang dipanggil Kiki. Nama Bapak/ibu siapa? Senang dipanggil apa?”
Bagaimana perasaan Bapak/ibu hari ini? Apa keluhan Bapak? Ibu saat ini?
Baiklah bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara-suara yang
selama ini mengganggu Bapak/Ibu mau duduk dimana?

Latihan 2 Mengkaji Isi, Waktu, Frekuensi, Dan Situasi Munculnya


Halusinasi
Apakah bapak/ibu mendengar atau melihat sesuatu? Apakah pengalaman ini
terus-menerus terjadi atau sewaktu-waktu saja? Kapan bapa/ibu mengalami
hal ini? Berapa kali sehari bapak/ibu mengalami hal ini? Pada keadaan apa
terdengar suara itu? Apakah pada waktu sendiri?
Bagus, bapak/ibu mau menceritakan semua ini

Latihan 3 mengkaji respon klien


Apa yang bapak/ibu rasakan jika suara-suara itu muncul? Apa yang bapa/ibu
lakukan jika mengalami halusinasi? Bagaimana dengan kegiatan bapak/ibu
sehari-hari apakah terganggu? Apa yang bapak/ibu lakukan apakah berhasil
menghilangkan suara-suara itu? Bagaimana kalau kita belajar beberapa cara
untuk mencegah munculnya suara-suara itu?
b. Kerja
“Apakah Ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan
suara itu? Apakah Ibu melihat sesuatu atau orang atau bayangan atau
mahluk? Seperti apa yang kelihatan? Apakah terus-menerus terlihat dan
terdengar, atau hanya sewaktu-waktu saja? Kapan paling sering Ibu melihat
sesuatu atau mendengar suara tersebut? Berapa kali sehari Ibu
mengalaminya?Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri? Apa yang Ibu
rasakan pada saat melihat sesuatu?Apa yang Ibu lakukan saat melihat
sesuatu?Apa yang Ibu lakukan saat mendengar suara tersebut?Apakah
dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang? Bagaimana kalau kita
belajar cara untuk mencegah suara-suara atau bayangan agar tidak muncul?
Ibu ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal. Keempat,
minum obat dengan teratur. Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu,
yaitu dengan menghardik.
Caranya seperti ini:
1) Saat suara-suara itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi Saya tidak mau
dengar. Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang
sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba ibu peragakan! Nah
begitubagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”
2) Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi Saya tidak
mau lihat. Saya tidak mau lihat. Kamu palsu. Begitu diulang-ulang
sampai bayangan itu tak terlihat lagi. Coba Ibu peragakan! Nah
begitubagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”
c. Terminasi
“Bagaimana perasaan Ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa senang tidak
dengan latihan tadi?”
“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Ibu simpulkan
pembicaraan kita tadi. “Coba sebutkan cara untuk mencegah suara dan atau
bayangan itu agar tidak muncul lagi.”
“Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silakan Ibu coba cara
tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja
latihannya?”(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian klien).
1) Kontrak yang akan datang
a) Topik
“Ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya
berbicara dengan orang lain saat bayangan dan suara-suara itu
muncul?”
b) Waktu
“Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30
WIB, bisa?”
c) Tempat
“Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana ya?
Sampai jumpa besok.Wassalamualaikum,……………
Daftar Pustaka

Hamid, Achir Yani. (2000). Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa Teori dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Hawari, Dadang. (2001). Pendekatan Holistik pada gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Maramis, W. F. (2005). Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9. Surabaya: Airlangga University


Press.

Stuart dan Laraia. (2007). Principle and Practice Of Psychiatric Nursing. edisi 6. St. Louis:
Mosby Year Book.

Townsend, Mary. C. (2000). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts Of Care. Edisi 3.
Philadelphia: F. A. Davis Company

Yosep, I & Sutini, T. (2014). Buku ajar keperawtan jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.
Surabaya, Januari 2018

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

(..................................................) (..................................................)

Anda mungkin juga menyukai