Anda di halaman 1dari 3

Fatwa tentang Kewajiban Taat Kepada Penguasa (2)

KUMPULAN FATWA DARI SYAIKH ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAZ RAHIMAHULLAH Dinukil dari Kitab Murajaat Fil Fiqhil Waqi as-Siyasi Wal Fikri (hal.24-28) Majalah Assunnah Edisi 07/Th.IV/1421-2000 (hal.23) Soal: Syaikh yang mulia, kita telah mengetahui bahwa ini (perkara yang disebutkan di atas) adalah merupakan salah satu dari kaidah-kaidah Ahlul Sunnah wal Jamaah, namun sangat disayangkan sebagian orang memandang bahwa hal ini adalah suatu pemikiran yang lemah, dan padanya ada bentuk-bentuk kehinaan, sebagaimana yang mereka ucapkan, oleh sebab itu mereka menyeru para pemuda untuk menggunakan kekerasan dalam melakukan perubahan? Jawab: Ini adalah perkataan salah dan menunjukkan kurangnya pemahaman, karena mereka tidak memahami sunnah dan mengetahui sebagaimana mestinya. Mereka hanya terdorong oleh semangat untuk merubah kemungkaran, meskipun mereka terjerumus dalam bentuk penyilisihan terhadap syariat sebagaimana terjerumusnya kelompok khawarij dan Mutajilah. Mereka terdorong oleh kecintaan menegakkan kebenaran dan semangat untuk membela kebenaran, hingga terjerumus ke dalam perkara yang batil. Mereka mengkafirkan kaum muslimin karena maksiat yang mereka lakukan atau menganggap mereka itu kekal di dalam neraka karena dosa maksiatnya, sebagaimana yang dilakukan oleh kelompok Mutazilah. Kelompok Khawarij mengkafirkan kaum muslimin karena kemaksiatannya dan memvonis orang yang bermaksiat kekal didalam neraka, sedangkan Mutazilah sepakat (dengan Khawarij) bahwa orang yang bermaksiat itu kekal di dalam neraka. Akan tetapi mereka mengatakan bahwa pelaku dosa besar itu berada di antara dua kedudukan (antara mukmin dan kafir) di dunia. Semua itu adalah kesesatan. Dan ahlul Sunnah berpegang kepada yang haq yaitu pelaku dosa besar tidaklah dikafirkan dengan perbuatan dosanya selama ia tidak menghalalkannya, maka jika dia berzina atau mencuri atau minum khamr, tidaklah ia dihukumi menjadi kafir, dia hanya disebut sebagai orang yang durhaka karena lemahnya iman, fasiq dan ditegakkan padanya hudud (hukum). Ia tidak dihukum kafir dengan semua kemaksiatan yang yang dia lakukan, kecuali jika dia menghalalkan kemaksiatan tersebut. Dan pendapat kelompok Khawarij dalam hal ini adalah suatu kebatilan, pengkafiran mereka terhadap kaum muslimin adalah suatu kebatilan. Karena itu Rasulullah mensifati mereka dengan sabdanya:

Mereka (Khawarij) keluar dari Islam dan tidak akan kembali, mereka memerangi kaum muslimin dan membiarkan penyembah-penyembah berhala. Inilah kelompok Khawarij, dikarenakan sikap berlebih-lebihan dan kebodohan serta kesesatan yang ada pada mereka. Maka tidak layak para pemuda atau yang lainnya untuk mencontoh, meniru gaya Khawarij dan Mutazilah. Wajib bagi mereka untuk berjalan diatas madzhab Ahlul Sunnah wal Jamaah yang sesuai dengan ketentuan syariat, hingga mereka berhenti dan mencukupkan diri dengan dalil-dalil syarI sebagaimana datangnya. Dan tidak boleh membangkang terhadap penguasa, hanya karena satu atau beberapa kemaksiatan yang dilakukan penguasa. Yang wajib mereka lakukan adalah menasehati baik secara tertulis ataupun secara langsung dengan cara yang baik, penuh hikmah dan berdebat dengan cara yang terbaik pula sampai mereka berhasil. Hingga berkuranglah kejelekan atau menjadi ringan dan bertambah kebaikan. Demikianlah anjuran Rasulullah di dalam hadist-hadistnya. Dan Allah Taala berfirman: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. (Ali-Imran:159). Maka merupakan kewajiban bagi setiap orang yang peduli dan bagi para daI agar menyeru untuk berpegang teguh kepada batasan-batasan syariat dan menasehati para penguasa yang memegang urusan mereka dengan perkataan yang baik, penuh hikmah dan metode-metode yang terbaik, sehingga kebaikan bertambah dan kejelekan berkurang dan banyaklah daI-daI yang mengajak kepada jalan Allah, dan agar mereka giat untuk berdakwah dengan cara yang terbaik, bukan dengan kekerasan dan kekasaran. Mereka menasehati para penguasa dengan berbagai metode yang baik dan benar disertai dengan doa untuk mereka agar Allah memberikan petunjuk dan taufiq-Nya dengan membantu mereka dalam beramal kebajikan dan memberikan kemampuan kepada mereka untuk meninggalkan maksiat yang mereka lakukan dan menegakkan al-haq. Demikianlah ia berdoa kepada Allah dengan penuh ketundukkan agar Allah memberikan petunjuk kepada para penguasa dan membantu mereka dalam kebenaran. Sebagaimana ia pun senantiasa berusaha membantu mereka dengan metode yang terbaik. Demikian pula ia berbuat kepada sahabat-sahabatnya. Ia menasehati mereka, mengajarkan al-haq, dan mengingatkan mereka agar mereka giat dalam berdakwah dengan cara yang terbaik bukan dengan kekerasan, dan kejelekan. Dengan demikian kebaikan akan bertambah dan kejelekan akan berkurang. Dan dengan diberikannya petunjuk kepada penguasa untuk senantiasa berbuat kebaikan serta istiqoma (konsekuen diatasnya) akan terwujudlah akhir yang baik bagi semua pihak. Soal: Seandainya kita menetapkan bahwa telah dibolehkan secara syarI untuk

mengangkat senjata melawan penguasa (menurut sebagian orang), apakah hal ini membolehkan dibunuhnya pembantu-pembantu penguasa dan setiap orang yang bekerja dalam pemerintahnya seperti tentara, polisi, kamra dan lain-lainnya? Jawab: Telah saya sebutkan tadi tidak diperbolehkan membangkang kepada penguasa kecuali dengan dua syarat: 1.Adanya kekafiran yang nyata, yang ada dalil dan keterangan dari Allah. 2.Kemampuan untuk menggeser penguasa tersebut dengan tidak berdampak berupa kejelekan yang lebih besar, adapun tanpa hal ini maka tidak diperbolehkan.

Anda mungkin juga menyukai