Anda di halaman 1dari 8

Tanya Demonstrasi Saya hanya sedikit ingin "menunjukkan", bagaimana "kokoh"nya para hizbiyyin utk berusaha melakukan istidlal

dr semua apa yg terlanjur mereka lakukan, walau nasehat dr para ulama itu telah mereka dengar ! walau akhirnya istdilalnya ngga tepat. Maka, perhatikanlah istidlal yg mereka ajukan, seandainya nash-nash yg mereka sebut itu shahih, maka kita bertanya kepada mereka apakah itu dilakukan thdp pemerintahan kafir atau pemerintahan muslim yg dhalim ? Karena diantara keduanya ada perbedaan yg besar ! Sekali lagi, apakah mereka tdk melihat bagaimana Ibnu Umar radhiallohu anhu melarang orang-orang keluar thd yazid bin muawiyyah ? Semua org saat itu "gemes" ingin menghancurkan yazid, dan mereka menunggu fatwa dari Ibnu Umar (dan inilah adab seorang thulab, meminta fatwa dari ulama thd masalah masalah yg menyangkut orang banyak). (Lihat buku "Sikap Politik Ahlussunnah terhadap Pemerintah", Syaikh Abdussalam Barjass) Kemudian, seorang pernah bertanya kpd saya, bukankah org-org syariahonline.com adalah org yg berilmu ? bukankah diantara mereka adalah alumnus madinah ? Maka saya katakan padanya, syaikh-syaikh mereka di di madinah masih hidup dan ada yg masih aktiv mengajar diantaranya adalah al-allamah Syaikh Abdul Muhsin AL-Abbad atau Syaikh Muhammad Al-Banna, kenapa mereka tidak bertanya kepada yg lebih alim dr mereka ? Semoga Alloh membuka hati mereka dan kita semua agar senantiasa ikhlas menerima nasehat ulama. Peribahasa mengatakan, diatas atap masih ada langit..... Sedikit diluar masalah demonstrasi, tapi penting utk melihat karakter istidlal yg dilakukan oleh orang-orang pergerakan (syariahonline.com) Satu pelajaran berharga dr istidlal yg dilakukan oleh para hizbiyyin adalah bagaimana mereka mengambil suatu kejadian langka, kemudian beristinbath sesuai dg kehendak

hawa nafsunya (yg ingin membenarkan apa yg mereka lakukan). Hal yg sama telah terjadi pd diri Syaikh Besarnya, yakni Syaikh Dr. Al-Qordhowi ketika beristinbath bolehnya MUSIK dan bolehnya Wanita Safar tanpa mahram dan bolehnya Wanita berjabat Tangan dg Pria. Bolehnya Musik, diambil dr bolehnya menabuh rebana ketika 'ied ---> mengambil sesuatu yg khusus/pengecualian yg kemudian di generalisir sebagai keumuman, la haula wala quwata illa billahi..... Begitulah seterusnya......... Istinbath yg "aneh" akan kita jumpai juga di syariahonline.com soal masalah jenggot. Katanya, krn mencukur jenggor itu "ikhtilaf" (iya betul, "ikhtilaf" antara syaikhnya dg para Imam Ahlussunnah), maka yg "terbaik" adalah tdk mencukur habis dan tidak memanjangkannya sampai panjang yg terkesan KOTOR (Wallohi, kata-kata "KOTOR" ini ada pd ucapan mereka, dan saya sangat terkejut itu keluar dr ucapan org-org yg pernah menuntut ilmu di Madinah, yakni Saleh Al-Jufri dan Hidayat Nur Wahid, semoga Alloh menunjukinya dan menunjuki kita semua). Barangkali kalau cara istinbath ini diterapkan pd ikhtilaf antara menggerak-gerakkan jari dan tidak ketika tahiyyat (kalau ini betul-betul ikhtilaf), akan menjadi setengah tahiyyat digerakkan dan setengah lagi diam...istinbath yg malah menjadi sesuatu yg tdk ada dalilnya dlm sunnah.... la haula wala quwata illahi billahi... Maka wahai ikhwah.....berkumpullah dlm lingkaran ulama-ulama yg kokoh membela sunnah sampai hal-hal yg sekecil apapun........ Jangan terperdaya dg kalam org-org yg secara zhahir syahadahnya memang doktor tapi menyelisihi ulama ahlussunnah. Bahkan ulama itu malah lebih dr doktor, yakni professor...:), hanya keumuman mereka lebih sering disebut "Syaikh" dr pd professor. Wassalamualaikum, abu nisa

--- In assunnah@yahoogroups.com, "Zainal" <Zainal2000@t...> wrote: > Assalamu'alaikum warahamtullahi wabarakatuh' > > Berikut ini salah satu poin jawaban syariahonline.com > > mengenai halalnya demonstrasi > > C. Sirah Rasul saw.: Nabi saw. dengan para sahabatnya melakukan > demonstrasi meneriakkan dan menyerukan tauhid dan kerasulan Muhammad saw. di > jalan-jalan sambil menelusuri jalan Mekkah dengan tetap melakukan tabligh > dakwah. > > Rasulullan saw. dan para sahabatnya sambil melakukan Thawaf Qudum setelah > peristiwa Hudaibiyah melakukan demo memperlihatkan kebenaran Islam dan > kekuatan para pendukungnya (unjuk rasa dan unjuk kekuatan) dengan > memperlihatkan pundak kanan ( idhthiba E sambil berlari-lari kecil. Bahkan > beliau secara tegas mengatakaan saat itu: EKita tunjukkan kepada mereka > (orang-orang zhalim) bahwa kita (pendukung kebenaran) adalah kuat (tidak > dapat diremehkan dan dimain-mainkan) E > > Minta tolong tanggapannya mengenai kebenaran kisah diatas ini & analisanya > mengenai demonstrasi dengan lengkap, jelas dan -tentu saja- dalil yang > qath'i > > Semoga Allah selalu menunjukkan kita ke jalan yang lurus (jalan dimana Nabi > Muhammad SAW dan para shahabatnya berada) dan meneguhkan kita semua > dijalan-Nya, aamiin. > > Jazakumullahu khoiron katsiiron, Wassalamu'alaikum warahmatullahi > wabarakatuh > > Zainal Hukum Istinja' karena Buang Angin

karena kentut atau akibat salah satu yang membatalkan wudhu lantaran perut mulas dan apakah hukumnya sama dengan yang beser ?

Jawaban : Jika yang sedang sholat berhadas akibat kentut atau kencing atau hal lainnya, maka ia wajib menggantikan sholatnya walau sebagai imam atau makmum berdasarkan sabda Nabi SAW: " seseorang jangan menghentikan sholatnya sehingga terdengar suara atau baunya kentut." Dengan demikian, jika hal itu dialami oleh makmum hendaklah ia mrnghentikan sholatnya dan pergi wudhu dan kembali mengikuti imam dan menyempurnakan sholatnya. Jika hal itu dialami imam hendaklah ia menghentikan sholatnya dan berkata kepada yang dibelakangnya (makmum) "majulah hai fulan dan sempurnakanlah sholat dengan mereka". Cara seperti ini hendaknya dilakukan pula oleh imam yang tengah sholat lalu teringat bahwa dirinya tidak dalam keadaan suci. Sedangkan bagi yang mulas perut dan tak mungkin ditahan tahan lagi hingga keluar sesuatu tanpa disengaja, maka hukumnya sama dengan orang beser; hendaklah ia berwudhu setelah tiba waktu sholat, ditutup lobangnya baru sholat. Sholatnya tetap syah walau setelah itu ada yang keluar, sebab Allah berfirman : " Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu". (Qs : 64 ayat 16). Allah tidak membebani seseorang melaikan sesuai dengan kesanggupannya " (Qs : 2 ayat 286)". (Sumber: 257 Tanya Jawab Fatwa-Fatwa Al-'Utsaimin; Hal. 22)

] Seputar hukum waktu shalat Isya-1

Assalamu'alaikum wr.wb., Menyambung soalan di bawah tentang mengakhirkan shalat Isya' saya ingin bertanya: yang dimaksud dengan "sepertiga malam" itu konkritnya sampai PUKUL BERAPA? Apakah sepertiga malam yang pertama, atau sepertiga malam yang terakhir? Mohon penjelasan, Wassalam, ----- Original Message ----From: "Abu Abdullah" <abdullah_abu@hotmail.com> To: <assunnah@yahoogroups.com> Sent: Friday, January 24, 2003 8:30 AM Subject: Re: [assunnah] Seputar hukum waktu shalat Isya-1 > >From: "Adinda Praditya" <adind@v...> > >Date: Sat, Jan 4, 2003 Assalamu 'alaikum > >Ana ingin bertanya apa yang dimaksud hadits ini. Kapankah waktunya > >jika kita ingin mengakhirkan shalat Isya? > >Dari Abu Barzah Radhiyallahu Anhu berkata bahwa Nabi > >Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam senang mengakhirkan shalat Isya', membenci > >tidur sebelumnya dan berbicara sesudahnya. (HR Bukhari) > >Yang kedua, maksud dari hadits ini: > >Dari Abdullah bin Mas'ud Radhiallahu Anhu berkata bahwasanya Nabi > >Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, "Tidak boleh mengobrol > >(setelah shalat Isya') kecuali orang yang shalat atau musafir" (HR Ahmad, > >di tashhih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami' nomor 7375) > >Bagaimana jika kita sedang membantu orang tua, atau menjaga toko, > >atau melakukan aktifitas lainnya? Adakah batasan-batasannya? Ana mohon > >penjelasannya, jazakallah. > > Mengerjakan shalat berjama'ah lima waktu ada yang sunnah untuk didahulukan > dan ada yang sunnah untuk diakhirkan pelaksanaannya, Imam Bukhari > meriwayatkan dalam shahihnya, dari Muhammad bin Amru bina Al-Hasan bin Ali > Radhiyallahu 'anhu, dia berkata : Ketika para haji telah tiba di Madinah, > kami tanyakan hal itu kepada Jabir bin Abdullah, lalu dia menjawab : Adalah > Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat dhuhur di waktu tengah hari > (matahari sudah tergelincir), shalat ashar ketika matahari masih hidup > (panas), shalat maghrib ketika matahari benar-benar telah tenggelam, beliau > mengawalkan isya' ketika jama'ah sudah banyak, ketika mereka masih sedikit, > beliau mengakhirkannya, dan beliau shalat shubuh ketika masih gelap. [1]

> > Untuk lebih jelasnya, pembahasan tersebut akan saya salinkan dari kitab > Majmu' Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa, Bab Ibadah yang > ditulis oleh Syaikh Muhamamd bin Shalih Al-Ustsaimin. > > Pertanyaan. > Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : "Manakah waktu yang paling > afdhal untuk melaksanakan shalat ? Apakah shalat diawal waktu itu lebih > afdhal ? > > Jawaban. > Melaksanakan shalat sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh syar'i adalah > lebih sempurna oleh karena itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda > ketika menjawab pertanyaan yang dilontarkan kepadanya : ' Amalan apakah yang > paling dicintai Allah ? Beliau menjawab : Shalat tepat pada waktunya' [2] > > Beliau tidak menjawab (shalat pada awal waktu) dikarenakan shalat lima waktu > ada sunnah untuk didahulukan pelaksanaannya dan ada yang sunnah untuk > diakhirkan. Misalnya shalat isya', sunnah untuk mengakhirkan pelaksanaannya > sampai sepertiga malam, maka apabila seorang wanita bertanya mana yang lebih > afdha bagi saya, saya shalat isya' ketika adzan isya' atau mengakhirkan > shalat isya' sepertiga malam ? Jawabannya : Yang lebih afdhal kalau dia > mengakhirkan shalat isya' sampai sepertiga malam, karena pada suatu malam > Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengakhirkan shalat isya' sehingga para > shahabat berkata : 'Wahai Rasulullah, para wanita dan anak-anak telah tidur, > lalu beliau keluar dan shalat bersama mereka kemudian bersabda : > Sesungguhnya inilah waktu yang paling tepat (untuk shalat isya') kalaulah > tidak memberatkan umatku'. [3] > > Demikian pula dianjurkan bagi para laki-laki muslimin yaitu laki-laki yang > mengalami kesulitan di saat bepergian mereka berkata : Kami akhirkan shalat > atau kami dahulukan ? Kita jawab : Yang lebih afdhal hendaknya mereka > mengakhirkan. > > Demikian pula kalau sekelompok orang mengadakan piknik dan waktu isya' telah > tiba, maka yang lebih afdhal melaksanakan shalat isya' pada waktunya atau > mengakhrikannya ? Kita menjawab : 'Yang paling afdhal hendaklah mereka > mengakhirkan shalat isya' kecuali kalau mengakhirkannya mendapat

kesulitan, > maka shalat subuh, dhuhur, ashar, maghrib, hendaknya dikerjakan pada > waktunya kecuali ada sebab-sebab tertentu. > > Adapun shalat fardhu selain shalat isya' dilaksanakan pada waktunya lebih > utama kecuali ada sebab-sebab tertentu untuk mengakhirkannya. Adapun > sebab-sebab tertentu antara lain. > > Apabila cuaca terlalu panas maka yang paling afdhal mengakhirkan shalat > dhuhur pada saat cuaca dingin, yaitu mendekati waktu shalat ashar, maka > apabila cuaca terasa panas yang afdhal shalat pada cuaca dingin, > sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : 'Apabila cuaca > sangat panas maka carilah waktu yang dingin untuk shalat, karena hawa panas > itu berasal dari hembusan neraka jahannam' [4] > > Adapun Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pada saat safar, Bilal > berdiri untuk adzan maka Rasulullah bersabda : 'Carilah waktu dingin [4]. > Kemudian Bilal berdiri lagi untuk adzan, Rasulullah mengizinkannya. > > Seorang yang mendapatkan shalat berjama'ah diakhir waktu sedangkan diawal > waktu tidak ada jama'ah, maka mengakhirkan shalat lebih afdhal, seperti > seseorang yang telah tiba waktu shalat sedangkan ia berada di daratan, ia > mengetahui akan sampai ke satu desa dan mendapatkan shalat berjama'ah di > akhir waktu, maka manakah yang lebih afdhal ia mendirikan shalat ketika > waktu shalat tiba atau mengakhirkannya sehingga ia shalat secara berjama'ah >? > > Kita katakan :'Sesungguhnya yang lebih afdhal mengakhirkan shalat sehingga > mendapatkan shalat secara berjama'ah, yang kami maksudkan mengakhirkan di > sini demi hanya untuk mendapatkan shalat berjama'ah. > ---------> Foote Note. > [1]Fathul Bari, 2/47 No. 565, Kitab 10, bab 21, maksudnya masih gelap adalah > gelapnya akhir malam yang sudah bercampur dengan sinar waktu pagi, > An-Nihayah 3/177 [Shalat Jama'ah Panduan Hukum...] > [2]Hadits Riwayat Bukhari, Kitabul Mawaqit, bab, Fadhul Shalat Liwaktiha, > dan Muslim. Kitabul Al-Iman, bab Launul Iman billahi Ta'ala afdahl Al-Amal. > [3]Hadits Riwayat Muslim. Kitabul Masyajidi, bab Waktul isya' wa takhiruka. > [4] Hadits Riwayat Bukhari, Kitabul Mawaqiti Shalat, bab Al-Ibrad bi dhuhri

> fi siddatil harri, dan Muslim, Kitabul Masajid, bab Istihbab Al-Ibrad di > dhuhuri. > [5] Hadits Riwayat Bukhari, Kitabul Mawaqiti Shalat, bab Al-Ibrad bi dhuhuri > fi safar, dan Muslim. Kitabul Masajidi, bab Istihbab Al-Ibrad bi dhuhuri fi > siddatil harri > > [Majmu' Fatawa, Bab Ibadah, hal. 333-335 Pustaka Arafah] > -----------------------------------------------------------------------

Anda mungkin juga menyukai