Anda di halaman 1dari 5

Nama : Shofi Faiza

NPM : 2306282455

1. Nutrisi laktasi

Kandungan Air Susu Ibu


Lemak g/100 mL
Total 4.2
Asam lemak Trace
PUFA (Polyunsaturated fatty acids) 0.6
Kolesterol 0.016

Protein g/100 mL
Total 1.1
Casein 0.3
Alfa-lactalbumin 0.3
Lactoferin 0.2

Karbohidrat g/100 mL
Laktosa 7
Oligosakarida 0.5

Mikronutrien Microgram / 100 mL


Vitamin
A 67
D 0.05
E 3.15
K 0.21
C 3.8
B6 93
B12 26

Mineral
Ca 28
Mg 3
Fe 40

2. Mekanisme menyusui dan involusi

Involusi uterus merujuk pada pengembalian uterus ke ukuran dan bentuk normalnya setelah
melahirkan. Menyusui dapat memengaruhi involusi uterus melalui beberapa mekanisme, di
antaranya:

1. Kontraksi Oksitosin-Induksi:
o Saat menyusui, stimulus fisik seperti bayi menyusu dapat merangsang
pelepasan hormon oksitosin dari kelenjar pituitari ibu.
o Oksitosin memiliki efek kontraksi pada otot-otot uterus. Kontraksi ini
membantu mengurangi ukuran dan membentuk kembali uterus setelah
persalinan.
2. Frekuensi Menyusui dan Pelepasan Oksitosin:
o Frekuensi menyusui dapat memengaruhi sejauh mana oksitosin dilepaskan.
Semakin sering bayi menyusu, semakin sering pula pelepasan oksitosin dan
kontraksi uterus terjadi.
o Kontraksi uterus membantu mengurangi perdarahan postpartum dan
mempercepat pemulihan bentuk uterus.
3. Peningkatan Prolaktin:
o Menyusui memicu pelepasan hormon prolaktin, yang berperan dalam produksi
dan pemeliharaan air susu ibu (ASI).
o Prolaktin juga dapat memberikan efek positif pada involusi uterus dengan
merangsang kontraksi otot-otot uterus.
4. Supresi Ovulasi dan Efek Hormon Laktasi:
o Menyusui eksklusif dapat menyebabkan penundaan ovulasi dan menstruasi,
yang disebut amenore laktasi. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar
prolaktin dan rendahnya hormon gonadotropin yang memengaruhi sumbu
hipotalamus-hipofisis-ovarium.
o Supresi ovulasi dapat membantu menjaga kontraksi uterus dan mendukung
proses involusi.
5. Kehadiran Bayi dan Sentuhan Fisik:
o Kontak kulit dengan kulit dan sentuhan fisik antara ibu dan bayi selama
menyusui juga dapat merangsang pelepasan oksitosin dan membantu dalam
proses involusi.
6. Efek Jangka Panjang Menyusui:
o Menyusui secara eksklusif dan berkelanjutan dalam jangka waktu tertentu
setelah melahirkan dapat memberikan efek jangka panjang pada involusi
uterus.
o Menyusui dengan frekuensi yang cukup dapat membantu menjaga kekuatan
kontraksi uterus dan mempercepat pemulihan.
Gambar 1 . Stimulasi reflex hisap bayi untuk pengeluaran oksitosin pada Ibu

3. Jaras Laktasi sebagai metode kontrasepsi


Gambar 2. Jaras proses menyusui menyebabkan amenorea

Selama kehamilan, hormone-hormon dari plasenta menghambat fungsi hipofisis yang


menghasilkan gonadotropin. Pada akhir kehamilan, kandungan LH (hormone luteinizing)
dalam hipofisis hanya mencapai 1 % dari nilai normalnya. Setelah melahirkan, menyusui
menyebabkan gangguan pada sumbu HPO, yang menyebabkan amenore fisiologis yang
sesuai. Hormon folikel-stimulasi (FSH) mencapai kadar yang karakteristik untuk fase
folikuler awal dalam 4 minggu setelah melahirkan, terlepas dari apakah ibu menyusui atau
tidak. Pengaruh aksi FSH pada perkembangan folikel selama menyusui diamati melalui
pemeriksaan ultrasonografi. Meskipun folikel mencapai ukuran pra-ovulasi, aktivitas
steroidogeniknya minimal karena sekresi LH yang tidak adekuat. Seiring berjalannya waktu
dan berkurangnya durasi menyusui, frekuensi sekresi LH meningkat, mencapai frekuensi
yang karakteristik untuk fase folikuler normal. Menyusui setidaknya lima kali sehari dengan
durasi di atas 65 menit menjaga keadaan amenore. Neuropeptida kisspeptin dianggap sebagai
penjaga utama aksi sumbu HPO karena merupakan stimulator GnRH yang paling kuat yang
pernah diidentifikasi. Kisspeptin dihasilkan oleh gen Kiss1 dan berinteraksi dengan
reseptornya yang dihasilkan oleh gen Kiss1R, yang diekspresikan pada sebagian besar neuron
GnRH. Mutasi pada gen-gen ini terkait dengan hipogonadisme hipotalamik idiopatik dan
amplitudo rendah pulsa LH pada manusia. Selama menyusui, penekanan Kiss1 dapat menjadi
faktor kunci dalam penekanan GnRH, dan penurunan ekspresi mRNA Kiss1 terjadi di kedua
bagian ARC dan AVPV. Penurunan Kiss1 selama menyusui dapat menjadi faktor kunci
dalam penekanan GnRH, dengan penurunan ekspresi mRNA Kiss1 dan NKB terjadi pada sel
KNDy di ARC.

Selama menyusui penelitian pada tikus, ekspresi mRNA Kiss1 sangat berkurang di kedua
bagian ARC dan AVPV. Administrasi sentral Kiss1 selama menyusui meningkatkan sekresi
LH, sementara antagonis kisspeptin memblokir secara signifikan pelepasan pulsatile LH pada
tikus. Diketahui bahwa penurunan ekspresi Kiss1, neuropeptida yang dianggap sebagai
penjaga utama sumbu hipotalamus-hipofisis-ovarium, terjadi selama amenore. Meskipun
mekanisme pasti dari perubahan sumbu hipotalamus-hipofisis-ovarium selama menyusui
masih belum jelas, teks menyajikan pandangan bahwa menyusui tetap menjadi stimulus
terpenting dalam mempertahankan efek supresi pada ovarium setelah kehamilan. Tingginya
kadar prolaktin selama menyusui menjadi faktor kunci, dan frekuensi serta durasi menyusui
yang cukup tinggi diperlukan agar fungsi menstruasi dapat kembali normal.
Hiperprolaktinemia menyebabkan penekanan pada neuron Kiss1 di hipotalamus yang
mengontrol pelepasan GnRH secara pulsatil. Gangguan dalam sekresi GnRH yang berdenyut
menghasilkan penurunan frekuensi denyut LH yang sesuai. Sekresi LH yang tidak memadai
dan kurangnya lonjakan pra-ovulasi menghambat perkembangan fase folikuler dalam siklus
menstruasi, yang dapat menyebabkan anovulasi dan amenore.

Sumber : Calik-Ksepka A, Stradczuk M, Czarnecka K, Grymowicz M, Smolarczyk R.


Lactational Amenorrhea: Neuroendocrine Pathways Controlling Fertility and Bone Turnover.
Int J Mol Sci. 2022 Jan 31;23(3):1633. doi: 10.3390/ijms23031633. PMID: 35163554;
PMCID: PMC8835773.

Anda mungkin juga menyukai