Anda di halaman 1dari 4

Indonesia pernah mengalami krisis moneter sejak 1997 hingga 1998 yang menjadikannya

sebagai peristiwa penting dalam sejarah bangsa ini. Krisis ekonomi yang sangat parah ini
dicirikan oleh kemerosotan berbagai sektor ekonomi, termasuk sistem perbankan, yang dipicu
oleh depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Pada krisis moneter
1998 di Indonesia, masyarakat mengalami kesulitan ekonomi yang signifikan. Terjadi
devaluasi rupiah, inflasi melonjak, dan banyak perusahaan mengalami kesulitan
keuangan, menyebabkan pengangguran dan penurunan daya beli masyarakat.
Situasi ini menciptakan ketidakstabilan sosial dan ekonomi yang dirasakan oleh
banyak orang.

Kejadian ini mencetuskan laju inflasi yang sulit dikendalikan, mengakibatkan


kenaikan harga kebutuhan pokok melampaui daya beli masyarakat.Keadaan ini
berlangsung dalam kurun waktu cukup panjang, mencapai puncaknya pada 1998 yang
menyulut situasi politik yang sangat panas.Namun, apa sebenarnya yang menjadi pemicu
krisis moneter di Indonesia pada periode tersebut?

Penururunan nilai tukar rupiah


Penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar diperkirakan menjadi penyebab utama dari krisis
moneter.Penurunan ini dipicu oleh sistem devisa bebas tanpa pengawasan yang memadai.
Dampaknya, banyak pihak dapat berpartisipasi dalam pasar valas.Depresiasi nilai tukar
rupiah terhadap dolar ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk aktivitas spekulatif baik
dari dalam maupun luar negeri.Para spekulan ini tidak hanya menggunakan modal sendiri,
tetapi juga memanfaatkan dana yang dipinjam dari sistem perbankan untuk melakukan
transaksi di pasar.

Akumulasi utang luar negeri swasta


Faktor lain yang turut menjadi penyebab krisis moneter di Indonesia adalah akumulasi utang
luar negeri swasta.Keberadaan utang ini menjadi salah satu pemicu penurunan nilai rupiah,
dikarenakan keterbatasan devisa tidak memadai untuk membayar utang yang sudah jatuh
tempo beserta bunganya.Sejak awal tahun 1990-an, jumlah utang swasta luar negeri telah
terakumulasi menjadi sangat besar, bahkan melebihi jumlah utang resmi yang dimiliki oleh
pemerintah pada periode tersebut. Hal ini menjadi salah satu faktor penting yang merambah
dan memperburuk situasi ekonomi, menjadi bagian integral dari krisis moneter Indonesia.

Kesalahan pemerintah dalam sistem perbankan

Kesalahan pemerintah dan sistem perbankan juga menjadi kontributor signifikan terhadap
krisis moneter.

Salah satu kesalahan pemerintah adalah memberikan sinyal kurang tepat kepada pelaku
ekonomi, khususnya dengan mempertahankan nilai tukar rupiah di tingkat terlalu tinggi
secara berkelanjutan, serta menetapkan suku bunga rupiah yang tinggi.

Hal ini menyebabkan pinjaman dalam rupiah menjadi mahal relatif, sedangkan pinjaman dalam mata uang
asing menjadi lebih terjangkau. Sebaliknya, pemerintah membiarkan tingkat suku bunga di dalam negeri
tetap tinggi untuk mencegah keluarnya modal ke luar negeri, dengan harapan masyarakat akan memilih
untuk menyimpan dananya dalam rupiah.

Kondisi ini memberikan keuntungan kepada pengusaha selama tidak terjadi devaluasi. Namun, hal tersebut
berlangsung dalam jangka waktu cukup lama, sehingga memberikan dorongan bagi pengusaha untuk terus
meminjam dari luar negeri dalam jumlah yang semakin besar
Akibatnya, perilaku pengusaha tercermin dari respons terhadap sinyal yang diterima dari pemerintah.

Selain itu, pemerintah tidak melakukan pengawasan yang memadai terhadap utang luar
negeri, kecuali terkait dengan proyek pemerintah melalui pembentukan tim Pengawas
Kebijakan Luar Negeri (PKLN).

IMF menunda bantuan


Bantuan dari Dana Moneter Internasional (IMF) terhenti dan tertunda, dengan alasan bahwa pemerintah
Indonesia tidak memenuhi dengan baik 50 butir kesepakatan. Sementara itu, negara-negara mitra yang
sebelumnya berjanji untuk membantu Indonesia, juga menunda penyaluran bantuan karena menunggu
tanda dari IMF. Hal ini membuat kondisi ekonomi Indonesia semakin memburuk pada saat itu.

Berikut dampak dari krisis moneter

1. Perusahaan Gulung Tikar


Perusahaan yang tidak mampu membayar utang akhirnya mengalami gulung tikar.
Apalagi mengingat bahwa sebagian besar bahan baku diperoleh secara impor, tentu mereka
membutuhkan dolar Amerika Serikat untuk membelinya.
Penurunan nilai tukar rupiah yang melonjak membuat perusahaan tidak bisa membeli bahan
baku dan melakukan kegiatan produksi, sehingga terpaksa harus kehilangan bisnisnya.
Situasi ini sangat merugikan karena ada banyak pekerja yang kehilangan sumber penghasilan
sehingga kemiskinan meningkat tajam.

2. Perbankan Mengalami Kredit Macet

Penyebab krisis moneter 1998 yang mengakibatkan nilai tukar rupiah menurun akhirnya
membuat seluruh bank menghadapi situasi kredit gagal bayar. Kredit macet ini merugikan
bank, sehingga pemerintah memutuskan untuk menggabungkan beberapa lembaga keuangan
untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia.

3. Hilangnya Kepercayaan Negara Asing

Indonesia saat itu cukup terbuka bagi investor asing yang menanamkan modal usahanya di
perusahaan dalam negeri. Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk mencocokkan nilai
tukar rupiah dengan harga pasar. Namun, bukannya membaik, nilai tersebut justru mencapai
angka yang lebih rendah daripada sebelumnya. Hal tersebut membuat investor tidak lagi
percaya bahwa uang yang diinvestasikan di Indonesia akan memberikan hasil yang baik
sehingga mereka memilih untuk menarik modalnya.

4. Harga Bahan Pokok Meningkat

Selain menyebabkan kenaikan tingkat pengangguran, nilai tukar yang terus terdepresiasi akan
memengaruhi harga komoditas pokok. Kenaikan harga barang pokok membuat masyarakat
resah karena kehilangan daya beli dan menimbulkan protes di mana-mana.

5. Kerusuhan Masyarakat

Krisis moneter 1998 juga memicu timbulnya protes besar-besaran yang terjadi hampir di
seluruh Indonesia, termasuk oleh mmahasiswaHal tersebut membuat situasi semakin
memburuk karena terjadi bentrokan antara pelaku demo dengan pihak ppolisi Akibatnya,
bentrokan massa pun pecah dan menewaskan empat orang mahasiswa Trisakti.

Kebijakan pemerintah

Paket Keuangan: Pemerintah menerapkan serangkaian kebijakan keuangan untuk menangani


krisis, termasuk penyesuaian nilai tukar, pengendalian inflasi, dan restrukturisasi sektor
kkeuangan

Paket Reformasi Struktural: Langkah-langkah untuk melakukan reformasi struktural dalam


berbagai sektor ekonomi, seperti perbankan, perdagangan, dan investasi.

Program Bantuan Sosial: Pemerintah juga meluncurkan program bantuan sosial untuk
membantu masyarakat yang terdampak secara ekonomi.

Dan untuk apakah keputusan yang diambil pemerintah sudah baik atau belum itu tergantung
pada Alasannya karena ini adalah sebuah langkah untuk mensejahterakan negara pasti ada
baik dan ada buruknya

Alasan-alasan Langkah yang Baik:

1. Stabilisasi Ekonomi: Kebijakan keuangan dan reformasi struktural dapat membantu


mengatasi ketidakstabilan ekonomi dan mencegah situasi yang lebih buruk.

2. Pemulihan Ekonomi: Langkah-langkah tersebut dapat merangsang pemulihan ekonomi


dengan membuka pintu bagi investasi, perdagangan, dan pertumbuhan sektor-sektor kunci.

3. Pencegahan Kekacauan Sosial: Tindakan cepat pemerintah dapat mencegah terjadinya


kekacauan sosial dan konsekuensi negatif yang lebih parah.
Alasan-alasan Langkah yang Buruk:

1. Dampak Sosial:Beberapa kebijakan dapat memiliki dampak sosial yang merugikan, seperti
peningkatan pengangguran dan penurunan daya beli masyarakat.

2. Ketidaksetaraan: Reformasi struktural yang tidak seimbang dapat meningkatkan


ketidaksetaraan ekonomi, memberikan keuntungan lebih besar kepada kelompok tertentu.

3. Konsekuensi Jangka Panjang: Beberapa langkah yang diambil mungkin memiliki


konsekuensi jangka panjang yang sulit diprediksi atau bahkan merugikan, tergantung pada
implementasinya.

Penilaian terhadap baik atau buruknya langkah-langkah ini sering kali kompleks dan
tergantung pada sudut pandang serta dampak yang diukur.

Anda mungkin juga menyukai