Anda di halaman 1dari 150

Sertifikasi Legalitas

Produk Kayu, Siapa Berani?

Yogyakarta 12-14 April 2012 Semarang 1-3 Mei 2012


Surakarta 16-18 April 2012 Surabaya 7-9 Mei 2012
Jepara 27-29 April 2012 Denpasar 10-12 Mei 2012
Sertifikasi Legalitas
Produk Kayu, Siapa Berani?

Penulis & Fotografer: Sigit Pramono


Desain Grafis: Agus Sudaryono
Daftar Isi

Kata Pengantar 6
Agar Legal, Bab 1 8
Industri Perlu SVLK
Kurikulum, Mendorong Interaksi antara Bab 2 26
Peserta dengan Pelatih
Pelatihan SVLK-Asmindo Bab 3 38
di Yogyakarta
Pelatihan SVLK-Asmindo Bab 4 56
Komda Solo Raya
SVLK Rasa Jepara Bab 5 74
Ingin Mudah dan Murah…
Pelatihan SVLK di Semarang, Mayoritas Bab 6 94
Industri Papan Atas
Pelatihan SVLK Bab 7 110
di Surabaya
Operasi Tanpa Tulis: Bab 8 112
Bali dan Jepara Sama saja
Rangkuman Temuan dalam Bab 9 138
Pelatihan SVLK di Enam Kota
Pelatihan SVLK bersama MFP

istem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) pada 2012 sudah seperti tamu di depan pintu. Peraturan

S Menteri Kehutanan (Permenhut) Nomor P. 38/2009 dan seperangkat petunjuk pelaksanaan


penerapan SVLK diundangkan sejak Juni 2009. SVLK yang selama beberapa tahun telah dibahas
secara maraton oleh berbagai pihak terkait, pada 2013 akan menjelma menjadi wajib dan
mengikat.
Hasil evaluasi terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.38/Menhut-II/2009
dan petunjuk pelaksanaannya pada 2010 menunjukkan bahwa SVLK memang masih perlu
penyempurnaan. Tujuannya, untuk meningkatkan akuntabilitas dan kredibilitasnya. Melalui
forum konsultasi publik tingkat regional dan nasional, parapihak berhasil merumuskan masukan
dalam upaya penyempurnaan aturan tersebut.
Selanjutnya proses penyempurnaan masukan berlanjut melalui tim kelompok kerja. Dan pada
akhir Desember 2011 ada penetapan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.68/Menhut-
II/2011 tentang perubahan atas Peraturan Menteri kehutanan Nomor P.38/Menhut-II/2009 tentang
standar dan pedoman penilaian kinerja pengelolaan hutan produksi lestari dan verifikasi legalitas
kayu pada pemegang izin atau pada hutan hak.
Dalam dua tahun terakhir hingga awal 2012, pelaksanaan SVLK pada tingkat unit manajemen
pelaku usaha sudah tampak dan berkembang signifikan. Sudah ada penilaian kinerja Pengelolaan
Hutan Produksi Lestari (PHPL) pada unit kelola/pemegang izin pada berbagai bentuk pengelola-
an hutan dengan total areal seluas kurang lebih 5,8 juta hektare. Di sisi lain, verifikasi legalitas
kayu (VLK) juga telah dilakukan pada hutan alam maupun tanaman dengan luas kurang lebih
800 ribu hektare, dan verifikasi legalitas kayu juga telah dilaksanakan pada 175 unit industri
pengolahan kayu.
Sebagian besar industri yang lulus proses sertifikasi VLK adalah industri berskala besar dan
bergerak di bidang wood working. Di Jawa Tengah, beberapa industri yang mengawali
implementasi sistem ini antara lain Indotama Omricon Kahar, Albasia Bumhipala Persada, PT
Kayu Lapis Indonesia Semarang, dan Dharma Satya Nusantara Temanggung. Sebagian di antara
industri besar tersebut memproduksi furnitur dan moulding, seperti Kurnia Jati Utama di Jawa
Tengah dan PT Panca Warna di Gresik (Jawa Timur). Di kalangan Usaha Kecil Menengah
(UKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM), salah satu dari sedikit yang telah mendapatkan
Sertifikat Legalitas Kayu adalah Jawa Furni Lestari (Yogyakarta), yang memproduksi furnitur
dengan pola non manufactured.
Untuk mempersiapkan industri kehutanan, terutama dari kalangan UKM, agar mampu menerap-
kan SVLK, perlu syarat. Yakni meningkatkan kapasitas dan kesiapan pelaku industri kecil dan
menengah melalui pelatihan SVLK. Kegiatan tersebut juga diharapkan secara bersama-sama
menjadi sarana untuk mendorong implementasi SVLK di kalangan IKM/UKM, mendorong
perluasan jejaring usaha kehutanan serta penajaman tentang berbagai hambatan untuk imple-
mentasi. Selain itu dengan pelatihan juga diharapkan munculnya strategi bagi kelompok UKM
dalam menyikapi keharusan dalam menerapkan SVLK.
Bagi MFP - KEHATI, pelatihan SVLK bagi IKM/UKM ini sendiri merupakan pelaksanaan dari
salah satu rencana kerja, yaitu untuk melakukan latih damping bagi unit manajemen hutan hak
dan industri kecil dan menengah. Pada awalnya, MFP – Kehati hanya berencana melaksanakan
pelatihan dan pendampingan atau asistensi pada delapan unit IKM. Tapi dalam pelaksanaannya,
pelatihan dan pendampingan SVLK melibatkan peserta lebih besar. Jumlah industri kecil
menengah, terutama mebel dan kerajinan begitu besar, dan pengrajin kecil yang tergantung pada
sektor ini begitu banyak, terutama di daerah-daerah sentra furnitur dan kerajinan yang bertujuan

6
Pengantar Dari MFP

ekspor. Di sisi lain, kewajiban untuk melaksanakan SVLK sepenuhnya pada Januari 2014 di
sektor ini terlihat cukup berat. Ini mengingat tingkat kemampuan dan pengetahuan di kalangan
IKM. Karena itu, ada kebutuhan untuk memberikan perhatian lebih kepada IKM dalam upaya
peningkatan kapasitas ini. Meski demikian, sumberdaya yang dimiliki oleh MFP - KEHATI tak
memungkinkan untuk melakukan latih-damping secara intensif terhadap semua IKM. Karena
itu, kegiatan ini dirancang sebagai pelatihan dan asistensi awal hanya kepada IKM yang
direkomendasikan oleh asosiasinya, dalam hal ini Asosasi Industri Permebelan dan Kerajinan
Indonesia (Asmindo).

Kegiatan pelatihan SVLK bagi IKM/UKM diharapkan dapat menghasilkan beberapa capaian
nyata berupa:
1. Meningkatnya pemahaman dan kesiapan kelompok UKM tentang SVLK, yang
meliputi konteks, kriteria indikator yang harus dipenuhi, dan strategi penerapannya,
2. Tersusunnya gap analysis dan rencana tindak lanjut penyiapan implementasi SVLK
bagi masing-masing industri peserta,
3. Adanya komitmen dari pelaku industri berbahan baku kayu menuju sertifikasi legalitas
kayu,
4. Tersusunnya rencana untuk mengimplementasikan SVLK secara penuh dan
menyebarluaskan pengetahuan tentang implementasi SVLK oleh peserta pelatihan
kepada para pelaku usaha yang lain melalui asosiasi yang ada,
5. Adanya dokumentasi dan pembelajaran tentang strategi peningkatan kapasitas IKM
melalui pelatihan yang dilaksanakan dan beberapa program lain sebelumnya.

Capaian dari rangkaian pelatihan ini diharapkan dapat melengkapi apa yang sudah dihasilkan
oleh MFP - KEHATI melalui mitranya dalam memfasilitasi IKM untuk melaksanakan SVLK.
Beberapa industri di Jepara, Yogyakarta, Bulukumba, dan Surakarta, selama beberapa bulan pada
tahun 2012 ini telah mendapatkan asistensi teknis dari mitra MFP - KEHATI, dan sedang
menyiapkan diri untuk menjalani audit verifikasi legalitas kayu. Seperti dipaparkan di atas,
pelatihan ini diharapkan dapat menambah akselerasi penguatan kapasitas yang dilakukan,
sehingga dampaknya tidak berhenti pada 5 industri / kelompok pengrajin yang telah didampingi
saja.

Jakarta, Juli 2011

Diah Rahardjo,
Programme Director MFP - KEHATI

7
Agar Legal, Industri
Perlu SVLK


SVLK adalah sistem untuk memastikan keabsahan legalitas kayu
pada industri berbasis kayu.

8
Bab

Pelatihan SVLK di enam kota di Pulau Jawa dan Bali—Yogyakarta, Surakarta, Jepara, Semarang, Surabaya, dan Denpasar.

9
Pelatihan SVLK bersama MFP

P ertengahan April hingga pertengahan Mei


2012 merupakan saat yang mendatangkan
kesibukan ekstra bagi Multistakeholder
Forestry Programme (MFP). Program yang
bisnisnya. Ini terutama bagi industri yang
melempar produknya ke pasar ekspor.

Resminya, pelatihan SVLK bagi industri


mendapat dukungan Departemen Pem- berkala kecil dan menengah ini bertajuk
bangunan Internasional Kerajaan Inggris dan Pelatihan SVLK Bagi Kelompok Usaha Kecil dan
Irlandia Utara (UKAID) ini mengerahkan Menengah (UKM) Pemegang Izin Usaha Indus-
sejumlah personelnya untuk memfasilitasi tri Kayu Lanjutan (Furniture, Kerajinan, dll).
pelatihan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu Pelatihan berlangsung dari 12 April hingga 12
(SVLK) di enam kota di Pulau Jawa dan Bali— Mei 2012.
Yogyakarta, Surakarta, Jepara, Semarang,
Surabaya, dan Denpasar. Pelatihan SVLK ini merupakan respons MFP
terhadap permintaan Asosiasi Industri Per-
Sesuai namanya, SVLK adalah sistem untuk mebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo).
memastikan keabsahan legalitas kayu yang Yakni agar MFP memfasilitasi pelatihan SVLK
digunakan sebagai bahan baku oleh industri bagi para anggotanya di sejumlah wilayah.
berbasis kayu. SVLK adalah peraturan yang Yang dimaksud “fasilitasi” di sini adalah bahwa
disusun oleh Pemerintah Republik Indonesia MFP memberikan dukungan dalam beberapa
(RI), dalam hal ini Kementerian Kehutanan. bentuk – dana untuk mengongkosi sebagian
Sebagai sebuah peraturan, SVLK harus ditaati kebutuhan pelatihan, sumberdaya manusia
kalangan industri berbasis kayu. Artinya, (SDM) untuk peran pelatih serta tenaga nara
industri harus menerapkan SVLK dalam sumber, juga kurikulum dan silabus – untuk
terlaksananya proses pelatihan.

Maka jadilah pelatihan tersebut menyertakan


perusahaan permebelan dan kerajinan berbasis
kayu yang sebagian besar anggota Asmindo.
Hanya saja, untuk pelatihan di Jepara (Jawa
Tengah), peserta bukan dari anggota Asmindo,
melainkan juga anggota Asosiasi Pengrajin
Kecil Jepara (APKJ). Untuk industri anggota
Asmindo, pelatihan SVLK ini merupakan yang
pertama kali. Tapi pelatihan SVLK untuk
industri di luar Asmindo, sudah pernah ada
sebelumnya. Ada catatan tersendiri tentang
dinamika ini, dalam bagian lain bab ini.

Asmindo mengetuk pintu MFP untuk mem-


fasilitasi pelatihan SVLK bagi para anggotanya
bukan tanpa sebab. Bergulir sejak 2008, MFP
II bergerak dalam kegiatan untuk mendorong
proses multipihak untuk mempercepat proses
pemberlakuan SVLK di Indonesia. Jadi, selama
ini SVLK merupakan program utama yang
didorong MFP. Dengan menjadikan SVLK
Industri sawmill: Termasuk salah satu usaha berbasis kayu.
sebagai salah satu program utama, MFP

10
Pelatihan SVLK bersama MFP

Milestone Pelatihan SVLK bagi IKM Anggota Asmindo oleh MFP 2012
Semarang Jepara Surabaya
Selasa–Kamis, Jumat–Minggu, Senin–Rabu,
1–3 Mei 2012 27–29 April 2012 7–9 Mei 2012

Yogyakarta Surakarta Denpasar


Kamis–Sabtu, Senin–Rabu, Kamis–Sabtu,
12–14 April 2012 16–18 April 2012 10–12 Mei 2012

dengan sendirinya juga memiliki berbagai


Desember 2013 Industri Wajib SVLK
sumberdaya. Baik itu berupa sumberdaya Pelatihan SVLK bagi industri mebel dan
manusia, jaringan, sistem informasi, maupun kerajinan berbasis kayu anggota Asmindo ini
sumber pendanaan— yang semuanya disiap- berangkat dari dinamika perkembangan sikap
kan untuk memfasilitasi berbagai kegiatan Asmindo sendiri terhadap status SVLK. Itu
mendorong tercapainya SVLK. terjadi ketika pada 2009 beredar kabar bahwa
Pemerintah RI berketetapan hati untuk
Alasan lain mengapa Asmindo mengandalkan menaikkan status VLK. Tadinya, sejak disusun
dukungan MFP dalam mendorong SVLK pada 2003, sebagai sebuah peraturan, SVLK
adalah bahwa selama ini MFP, juga sudah ber- masih bersifat tak wajib atau sukarela (volun-
gerak memberikan dukungan bagi sejumlah tary). Artinya, industri masih boleh menjual
mitra lokal untuk melakukan pendampingan produk mebel dan kerajinan berbahan kayu ke
dan pelatihan SVLK secara langsung, di luar Eropa tanpa harus memenuhi semua syarat
kerjasama dengan Asmindo. Pelatihan tersebut yang ada dalam SVLK.
melibatkan industri kecil dari sejumlah wilayah
di Indonesia. Pelatihan ini berlangsung di SVLK adalah peraturan produk asli Pemerin-
Yogyakarta, sekitar awal 2011 dan 2012. tah RI. Selain diniatkan untuk memperbaiki
Dengan fasilitasi MFP, pelatihan tersebut pada pengurusan hutan dan industri produk
saat itu dilakukan oleh Universitas Gadjah kehutanan, ini merupakan tanggapan terhadap
Mada (UGM), dalam hal ini Fakultas sikap sejumlah negara yang tergabung dalam
Kehutanan, serta sebuah Lembaga Swadaya Uni Eropa (UE), terutama Inggris. Mereka
Masyarakat (LSM) bidang kehutanan dan meminta jaminan bahwa produk mebel yang
pemberdayaan masyarakat, Java Learning diekspor RI ke Eropa dibuat dari bahan baku
Center (JAVLEC), Yogyakarta. kayu legal. Permintaan jaminan ini berkaitan

11
Pelatihan SVLK bersama MFP

dengan kepedulian masyarakat internasional ditambah dengan cap oleh masyarakat inter-
untuk mengerem laju pembabatan hutan nasional bahwa produk mebel Indonesia
secara liar (illegal logging). Kasus illegal logging dibuat dari bahan baku kayu tak legal. Itu
memang marak di Tanah Air, terutama bebe- semuai membuat harga diri Pemerintah RI
rapa tahun setelah jatuhnya rezim Pemerintah- terusik. Stigmatisasi tersebut seolah menuding
an Presiden Soeharto pada 1998. Bahkan bahwa Bangsa Indonesia tak sanggup
sampai tahun 2000, illegal logging berlangsung. mengatur sendiri urusan dalam negerinya,
Dan sebagian besar hasil illegal logging mengalir termasuk mengurusi legalitas kayu sebagai
ke industri berbasis kayu, termasuk industri bahan baku industri berbasis kayu (timber-
mebel dan kerajinan. based industry). Dari situlah kemudian Peme-
rintah RI menyusun dan menerbitkan
Dan dari berbagai komoditas ekspor Indone- peraturan tentang SVLK pada 2003.
sia, mebel termasuk yang volumenya dominan,
dengan nilai yang tak sedikit. Ekspor mebel Hanya saja, di saat-saat sekitar awal pener-
Indonesia bukan hanya ke Eropa, melainkan bitannya SVLK masih bersifat sukarela.
juga ke belahan dunia lainnya: Amerika Akibatnya, industri pun juga bersikap suka-
Serikat, Australia, Jepang, Korea Selatan, suka. Artinya, SVLK belum efektif sebagai alat
Taiwan, ailand, Turki, Afrika Selatan, untuk mencapai tujuan. Belum ada jaminan
Dubai, bahkan Israel. Dan seluruh pemerin- bahwa mebel produksi Indonesia, baik yang
tahan negara-negara tersebut sudah telanjur untuk ekspor maupun untuk pasar domestik,
mencap bahwa mebel yang mereka impor dari menggunakan bahan baku kayu legal. Jika
Indonesia dibuat dari bahan baku kayu yang diartikan lebih jauh, illegal logging sangat
tak memenuhi syarat legalitas. mungkin masih berlangsung.

Kritik bermunculan dari parapihak yang Keadaan ini sekali lagi membuat beberapa
melihat pelaksanaan SVLK di Indonesia negara yang tegabung dalam Uni Eropa minta
terkesan kurang sungguh-sungguh. Itu masih Pemerintah RI lebih besungguh-sungguh.

Peta Tujuan Ekspor Mebel Indonesia

Eropa
t

Amerika Serikat Jepang


Korea Selatan
t t t
Timur Tengah
t Taiwan
Mexico t
t
Thailan
t

Afrika Selatan
t Australia
t

12
ekspor: Beberapa negara Eropa minta kayu legal.

Hasilnya, pada 2009 Pemerintah RI memutus- Selanjutnya proses penyempurnaan masukan


kan bahwa SVLK bukan lagi bersifat sukarela, ditindaklanjuti melalui tim kelompok kerja
melainkan wajib bagi industri. Sebenarnya, yang akhirnya pada akhir Desember 2011
wajib SVLK bukan hanya bagi industri, menetapkan terbitnya Peraturan Menteri
melainkan semua jenis bisnis yang mengguna- Kehutanan Nomor P.68/Menhut-II/2011
kan kayu. Itu bahkan berlaku pula bagi para tentang perubahan atas Peraturan Menteri
pengelola hutan. Kebijakan Pemerintah untuk kehutanan Nomor P.38/Menhut-II/2009
mewajibkan SVLK tertuang melalui Peraturan
Menteri Kehutanan (Permenhut) No.
P.38/Menhut-II/2009.

Meski ditandatangani pada 2009, Permenhut


tentang standar dan pedoman penilaian kinerja
pengelolaan hutan produksi lestari dan veri-
fikasi legalitas kayu pada pemegang izin atau
pada hutan hak (bukan hutan milik negara).

Perlu
penyempurnaan
No. 38 2009 dan seperangkat petunjuk pelak- Sambil mendapat masukan baru dari para SVLK guna
sanaan dalam penerapan SVLK ini tak serta- pemangku kepentingan (stakeholder), meningkatkan
merta memaksakan SVLK efektif pada tahun Pemerintah melalui P 68 menyebutkan bahwa akuntabilitas dan
itu juga. Pemerintah pada 2010 masih pada Desember 2012 industri primer dan kredibilitasnya.
melakukan evaluasi dan pembenahan (revisi) integrated-- seperti sawmill, plywood-- sudah
atas Peraturan tersebut. Hasil evaluasi terhadap harus ber-VLK. Sedangkan untuk industri
implementasi tersebut menunjukkan perlunya lanjutan pada Desember 2013. Itu berarti
penyempurnaan SVLK guna meningkatkan bahwa industri yang tak mengikuti aturan
akuntabilitas dan kredibilitasnya. Melalui main SVLK bakal kehilangan kesempatan
forum konsultasi publik tingkat regional dan melanjutkan bisnisnya.
nasional; para pihak berhasil merumuskan
masukan dalam upaya penyempurnaan aturan Pada awal diberlakukannya SVLK, dan indusri
tersebut. masih enggan menerapkannya, Asmindo pun

13
Pelatihan SVLK bersama MFP

Perjalanan SVLK

2001 2002 2003 2005

Deklarasi Bali tentang Berbagai Mou Konsultasi multi pihak Pengembangan lebih lanjut dan
penegakan hukum kerjasama untuk untuk mengem- perumusan standar dan kriteria
kehutanan dan memerangi bangkan definisi legali- untuk legalitas kayu dari berbagai
pemerintahan pembalakan liar tas kayu jenis standar legalitas kayu


Indonesia
merupakan
memandang SVLK sebagai beban, terutama
beban biaya. Baru ketika Pemerintah menetap-
kan tenggat diberlakukannya SVLK bagi
industri lanjutan, yaitu pada Desember 2013,
Implementasi” oleh kedua negara dan
pembicaraan intensif terkait pengembangan
kelembagaan Joint Preparatory Committee.

negara Asia Asmindo berubah pikiran. Asmindo tak ingin Implementasi SVLK pada tingkat unit mana-
pertama yang industri mebel anggotanya tutup warung gara- jemen pelaku usaha sudah terlihat dan menun-
mempunyai gara tak melaksanakan sistem ini. Apa lagi jukkan perkembangan yang signifikan dalam
kesepakatan VPA beberapa negara di luar Indonesia— terutama dua tahun terakhir. Itu tampak dari ber-
dengan UE. China, Vietnam, dan Malaysia— yang selama langsungnya penilaian kinerja Pengelolaan
ini juga mengandalkan salah satu lumbung Hutan Produksi Lestari (PHPL) pada unit
devisanya dari ekspor mebel, berpeluang kelola/pemegang izin pada berbagai bentuk
melesat lebih di depan dan meninggalkan pengelolaan hutan dengan total areal seluas
Indonesia tercecer di belakang. kurang lebih 5,8 juta hektare. Di sisi lain,
verifikasi legalitas kayu (VLK) juga telah
Indonesia merupakan negara Asia pertama dilakukan pada hutan alam maupun tanaman
yang mempunyai kesepakatan VPA dengan dengan luas kurang lebih 800 ribu hektare, dan
negara-negara EU. Hingga pada saat ini, verifikasi legalitas kayu juga telah dilaksanakan
perkembangan dari tahapan perjanjian VPA pada 175 unit industri pengolahan kayu.
tersebut tengah memasuki tahap “persiapan
ujicoba pengiriman kayu atau produk kayu Sebagian besar industri yang telah lulus proses
bersertifikat”, sebelum memasuki tahap imple- sertifikasi VLK adalah industri berskala besar
mentasi sepenuhnya pada Maret 2013. dan bergerak di bidang wood working. Bebe-
Beberapa indikator berjalannya proses tersebut rapa contoh di Jawa Tengah antara lain Indo-
adalah telah dikembangkannya “Strategi tama Omricon Kahar, Albasia Bumhipala

14
Pelatihan SVLK bersama MFP

2006 2007 2009 2011

Reformulasi standar le- Peningkatan standar le- Standar dan sistem le- l Kesepakatan VPA tercapai
galitas kayu dan uji galitas kayu dan galisasi kayu diadopsi l Pemarafan kesepakatan
coba lapangan pengembangan sistem oleh pemerintah VPA
l Peluncuran logo “V-legal”

Persada, Dharma Satya Nusantara Temang- itu dengan pelatihan juga diharapkan muncul-
gung, dan PT Kayu Lapis Indonesia Semarang. nya strategi bagi kelompok usaha kecil dan
Beberapa industri besar tersebut juga mem- menengah dalam menyikapi keharusan dalam
produksi furnitur dan menggarap moulding, menerapkan SVLK.
seperti Kurnia Jati Utama (Jawa Tengah) dan
PT Panca Warna di Gresik (Jawa Timur). China dan Vietnam terang-terangan mengirim
Sedangkan di kalangan UKM, salah satu dari delegasi ke Indonesia untuk mengkopi draf
sedikit yang telah lolos audit VLK adalah Jawa SVLK, dan tinggal menerjemahkannya ke
Furni Lestari (Yogyakarta), yang memproduksi dalam bahasa masing-masing. Malaysia pun
furnitur dengan pola non manufactured. agresif memperisapkan investasinya untuk
masuk ke bisnis mebel di Indonesia. Jika tetap
Dalam mencapai tujuan untuk mempersiap- saja tak sigap dalam menyikapi dinamika
kan industri kehutanan, terutama dari kalang- perdagangan mebel internasional, terutama
an Usaha Kecil dan Menengah untuk mampu berkaitan dengan pemberlakuan SVLK sebagai
mengimplementasikan sistem verifikasi legali- kebijakan wajib, industri mebel Indonesia bisa
tas kayu (SVLK), maka perlu dilakukan benar-benar tertimpa petaka. Itu mengingat
peningkatan kapasitas dan kesiapan pelaku wajib SVLK tak hanya untuk ekspor ke Eropa,
industri kecil dan menengah melalui pelatihan tapi juga akan melebar untuk ekspor ke
SVLK. Kegiatan tersebut juga diharapkan Amerika Serikat (AS), Jepang, dan Australia.
secara bersama-sama menjadi sarana untuk Dan jika negara-negara lain yang nantinya
mendorong implementasi SVLK di kalangan lebih dulu ber-SVLK, maka, pasar domestik
IKM/UKM, mendorong perluasan jejaring akan dibanjir produk impor, terutama dari
usaha kehutanan serta penajaman tentang China, dan juga terlibas oleh masuknya
berbagai hambatan untuk implementasi. Selain penanaman modal langsung investor Malaysia.

15
Pelatihan SVLK bersama MFP

Ini Dia Wajah-wajah Para Pelatih dan Narasumber

Diah Raharjo: Jepara, Bali Ahmad Edi Nugroho: Surakarta Agus Setyarso: Surakarta, Jepara, Agus P Djailani: Yogyakarta, Surakarta,
Semarang, Surabaya, Bali Surabaya, Bali

I Ketut Alit Wisnawa: Yogyakarta, Irfan Bakhtiar: Yogyakarta, Surakarta, Suryanto Sadiyo: Yogyakarta, Exwan Novianto: Yogyakarta,
Semarang, Surabaya, Bali Jepara, Semarang, Bali Surakarta, Jepara, Surabaya Surakarta, Jepara, Bali

Een Nuraeni: Yogyakarta, Surakarta, Setyowati: Yogyakarta, Surakarta, Jajag Suryo Putro: Yogyakarta, Panji Anom: Yogyakarta, Surakarta,
Surabaya, Bali Jepara, Semarang, Surabaya, Bali Surakarta, Jepara, Semarang, Bali Jepara, Semarang, Surabaya, Bali

Anton Sanjaya: Jepara, Semarang, Sudarwan: Yogyakarta, Surakarta, Teguh Yuwono: Jepara, Semarang, Bali.
Surabaya Jepara, Semarang, Bali

16
Pelatihan SVLK bersama MFP

MFP tak sendiri melaksanakan seluruh Dalam kerjasama dengan para mitra lokal,
kegiatan dan tanggungjawab dalam pelatihan termasuk dengan Javlec dan Sulawesi
SVLK bagi IKM anggota Asmindo di enam Community Foundation (SCF) di Makassar,
kota kali ini. Ia bekerjasama dengan jaringan MFP berperan sebagai penyandang dana. MFP
mitra lokal di beberapa daerah untuk juga memiliki program yang salah satunya
melakukan itu. Ini terutama untuk penyediaan tentang implementasi SVLK, baik di hutan
tenaga pelatih, narasumber, dan panitia lokal maupun di industri. Kontribusi MFP yang
di enam kota yang bersangkutan. diharapkan oleh para mitra lokalnya adalah
pertama adanya fasilitasi yang berkelanjutan,
Kerjasama antara MFP dengan sejumlah mitra termasuk dalam kegiatan pelatihan ini.
lokal tersebut membuat pelatihan SVLK bagi Artinya, para mitra dan jaringan lokal berharap
IKM anggota Asmindo di enam kota lebih kegiatan ini tak berhenti sampai di sini. Pasal-
mudah. Mudah dalam pengertian bahwa dari nya, masih banyak pekerjaan yang belum
beberapa program pelatihan sebelumnya, di tuntas dan perlu adanya tindakan nyata berupa
situ sudah terdapat tenaga pelatih, narasumber, pendampingan bagi industri kecil dan
dan kurikulum yang siap dimanfaatkan. menengah yang mempunyai kemauan tinggi
untuk menuju SVLK. Harapan lain adalah
Pada 17 hingga 21 Januari 2012, MFP dan adanya terobosan yang konkret untuk men-
para mitranya juga baru saja menyeleng- dorong Pemerintah dan pihak lain untuk
garakan pelatihan bagi tenaga pendamping membenahi kebijakan yang kurang pas.
IKM. Di situ, MFP bekerjasama dengan Dengan demikian, VLK dapat terlaksana


Universitas Gadjah Mada (UGM), dalam hal sesuai rencana dan tepat waktu.
ini Fakultas Kehutanan, dan Java Learning
Center (Javlec). Pelatihan berlangsung di Kom- Dalam kerjasama dengan MFP, para mitra
pleks Wanagama, hutan observasi milik UGM, lokal juga hadir bukan dengan tangan hampa. Pada 17 hingga
di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Mereka memberikan kontribusi berupa 21 Januari 2012,
Istimewa Yogyakarta (DIY). Peserta pelatihan jaringan dan dampingan di lapangan. Para MFP dan para
berasal dari sejumlah IKM yang selama ini mitra dan jaringan MFP juga menyiapkan mitra menyeleng-
sedang dan akan menjadi mitra dampingan materi, memfasiltasi pelatihan, dan membuat garakan pelatihan
dari LSM mitra MFP, misalnya APIK Bule- laporan pelaksanaan kegiatan kepada MFP. bagi tenaga
leng, Koperasi Kosta Jasa Kebumen, Lampung, Untuk teknis pelaksanaan di lapangan, MFP pendamping IKM.
serta dari perwakilan LSM dan pemerintah jelas tak sanggup berjalan sendiri. Di situlah,
daerah (Pemda). mitra lokal dan jaringannya memainkan
peranya sebagai mitra MFP, karena selama ini
Pelatihan bagi pendamping IKM pada Januari telah berhasil dalam mendorong kegiatan-
tersebut dapat disebut sebagai arena kegiatan untuk mempersiapkan Unit Mana-
pemanasan bagi pelatihan SVLK bagi IKM jemen Hutan Rakyat dan Industri Kecil
anggota Asmindo sepanjang April hingga Mei Menengah (IKM) menuju SVLK.
2012. Target, materi, kurikulum, peserta,
lokasi, dan mekanisme pelatihan bagi Sejauh ini sudah ada lima Unit Manajemen
pendamping IKM memang berbeda dari Hutan Rakyat dan satu Industri Kecil
pelatihan SVLK bagi IKM anggota Asmindo. Menegah yang mendapatkan SVLK. Dari
Namun dalam beberapa hal, kedua pelatihan sudut pandang sumberdaya manusia (SDM),
pada taraf tertentu memiliki kemiripan. Yakni para personel Javlec dan jaringannya memiliki
dalam hal pengelolaan penyelenggaraan, kompetensi dalam melakukan fasilitasi pelatih-
tenaga pelatih, dan metodologi. an SVLK. Mereka ini telah lulus dari pelatihan

17
Pelatihan SVLK bersama MFP

pendamping atau fasilitator dan auditor. Selain dilakukan. Harapannya, industri yang sudah
itu, mereka juga memiliki pengalaman dalam siap dan punya komitmen nantinya akan
melakukan pendampingan dan audit internal. melakukan langkah-langkah lanjutan secara
Khusus berkaitan dengan pelatihan SVLK bagi mandiri ke arah SVLK.
UKM anggota Asmindo, ini merupakan yang
pertama. Sebelum ini Asmindo sempat meno- Tenaga pelatih dalam beberapa pelatihan
lak SVLK, dan baru kemudian menerima. Itu SVLK inilah hampir semuanya berasal dari
berlanjut dengan inisiatif Asmindo yang lembaga-lembaga yang selama ini merupakan
kemudian minta MFP memfasilitasi pelatihan. mitra lokal MFP. Di situ ada Teguh Yuwono
Hanya saja tak semua anggota Asmindo (dosen Fakultas Kehutanan UGM), Jajag
terakomodasi dalam pelatihan SVLK ini. Suryo Putro (pebisnis mebel di Yogyakarta),
dengan koordinasi oleh Irfan Bakhtiar (salah
Untuk memfasilitasi industri anggota Asmindo satu fasilitator dari MFP). Kapasitas Teguh
agar siap mengadopsi SVLK, Asmindo dan Yuwono jelas, yakni sebagai dosen Fakultas
MFP sepakat bahwa kegiatan ini bukan ajang Kehutanan UGM, sesuai dengan syarat –syarat
sosialisasi, melainkan penyiapan industri pelatih. Akan halnya Jajag dan Irfan hadir
menuju SVLK. Tujuannya adalah agar industri dengan kapasitas sebagai pendukung. Jajag
mengetahui seberapa jauh kekurangan atau diperlukan kehadirannya untuk memaparkan
kesiapan mereka untuk meraih SVLK. pengalaman empirisnya sebagai pelaku bisnis
Faktanya, memang masih banyak industri yang mebel (PT Jawa Furni Lestari).
belum paham dan belum tahu tentang SVLK.
Sementara itu, Irfan hadir sebagai narasumber
Pendekatan terhadap kondisi di kalangan untuk mendukung pemahaman para peserta
industri yang demikian itu dilakukan dalam seputar SVLK. Selain tiga nama tersebut, hadir
bentuk pelatihan, dan lebih spesifik lagi berupa pula Exwan Novianto dan Suryanto Sadiyo
coaching tentang SVLK, konsultasi intensif, sebagai fasilitator utama (lead trainer) pada saat
pemetaan masalah berikut tindakan yang proses pelatihan berlangsung. Kedua personal
jaringan Javlec ini telah banyak berkiprah
dalam bidang sertifikasi. Berpengalaman
panjang dalam mendampingi hutan rakyat dan
IKM perkayuan, serta mengantongi sertifikat
sebagai auditor sertifikasi Chain of Custody
(CoC) industri kayu dan pelatih Indepenent
Forest Monitoring (IFM), Exwan dan Suryo
merupakan dua dari sedikit pelatih yang sangat
menguasai substansi dan kodisi lapangan
dalam implementasi SVLK, terutama bagi
UM Hutan Rakyat dan IKM perkayuan.

Kelima nama itu pula yang kemudian kembali


tampil dalam ragkaian pelatihan SVLK bagi

Pelaku industri: Sasaran lepatihan SVLK-MFP-Asmindo.

18
Pelatihan SVLK bersama MFP

Niaga kayu: SVLK memastikan kayu


IKM anggota Asmindo. Dan karena skala ping bagi entitas masyarakat dan badan usaha yang beredar legal.
pekerjaan dalam pelatihan SVLK bagi IKM berbasis kayu untuk mendapatkan SVLK.
anggota Asmindo lebih besar, melibatkan Suryanto Sadiyo (Arupa, Yogyakarta), Exwan
peserta lebih banyak, berlangsung lebih lama, Novianto dan Sudarwan (keduanya Shorea,
dan berlangsung di enam kota, jumlah pelatih Yogyakarta) selama ini merupakan mitra bagi
dan narasumber pun juga lebih banyak. Javlec. Javlec sendiri adalah mitra lokal MFP
Beberapa nama pelatih tambahan antara lain di Yogyakarta dengan kegiatan untuk men-
Een Nuraeni, Setyowati, Anton Sanjaya, dan dorong sertifikasi pengelolaan hutan rakyat.
Sudarwan. Jadi, pelatihan SVLK bagi IKM Kegiatan ini tak terbatas pada pengelolaan
anggota Asmindo melibatkan total enam hutan rakyat di seputar Yogyakarta, melainkan
pelatih. meluas ke Jawa Timur (Malang, Madiun,
Pacitan) dan JawaTengah (Purworejo dan
Keenam nama tersebut mendapat kepercayaan Kebumen).
menangani pelatihan SVLK bagi IKM anggota
Asmindo karena mereka memang memiliki Anton Sanjaya adalah manajer program sebuah
kapasitas untuk melaksanakan pekerjaan LSM Sulawesi Community Foundation (SCF)
sebagai pelatih. Mereka menguasai persoalan yang berbasis di Makassar (Sulawesi Selatan),
karena berpengalaman di bidang tersebut. Di selain memiliki sertifikat sebagai auditor Veri-
samping menekuni pekerjaan tetap masing- fikasi Legalitas Kayu. Bersama Jaringan
masing, mereka juga telah menjalani pelatihan Advokasi untuk Hutan (JAUH) dan Koperasi
dan bahkan mengantongi sertifikat sebagai Hutan Jaya Lestari (KHJL), SCF berkoordinasi
auditor profesional. Dan lebih dari itu, selama dalam berbagai pelatihan SVLK dan pen-
ini mereka pun aktif menangani isu SVLK, dampingan bagi para anggota koperasi, dan
dengan memainkan peran sebagai pendam- berhasil lulus SVLK pada 2011. Koperasi HJL,

19
Pelatihan SVLK bersama MFP

dengan lebih dari 750 anggota dan dengan APIK mulai merapikan administrasi internal
pendampingan dari JAUH, telah pula para anggotanya serta menata proses produksi,
mengantongi Sertifikat Forest Stewardship sesuai dengan syarat-syarat (verifier) SVLK.
Council (FSC). Langkah yang ditempuh APIK mencakup
rencana memasukkan unit kelola hutan milik
Pada saat ini SCF dan sejumlah LSM lokal dan para petani ke dalam keanggotaan asosiasi.
petani hutan melakukan pendampingan di tiga Tujuannya, untuk menjamin bahwa seluruh
kabupaten— Muna (200 petani jati), Luwu kayu bahan baku yang digunakan industri ker-
(51 petani), dan Bulukumba (200 lebih ajinan dan industri mebel di Buleleng legal.
petani). Kini SCF tengah memfasilitasi inven-
tarisasi potensi pohon di ketiga kabupaten Penambahan jumlah personel dalam pelatihan
tersebut. Sementara itu, Een Nuraeni (Bogor, SVLK bagi IKM anggota Asmindo tak hanya
Jawa Barat) adalah personel MFP yang selama terjadi pada pelatih. Jumlah narasumber juga
ini giat dalam program untuk mendorong dan ditingkatkan. Irfan Bakhtiar tak hanya
memfasilitasi para pengrajin dan industri kecil memainkan peran sebagai kordinator yang
mebel di Kabupaten Buleleng (Bali) yang memaksa dia selalu berkomunikasi dan beker-
berhimpun dalam Asosiasi Pengrajin Industri jasama dengan Komda Asmindo di enam kota.
Kecil (APIK). Komunikasi antara Irfan dengan Komda
Asmindo di enam kota dimaksudkan untuk
Pada saat ini pendampingan MFP terhadap memastikan beberapa hal berkaitan dengan
APIK kian intensif seiring dengan rencana pelatihan. Itu terutama berkaitan dengan tem-
asosiasi tersebut untuk mengejar target men- pat pelatihan yang representatif ( biasanya di
dapatkan SVLK sekitar 2013. Sejak awal 2012, ruang pertemuan atau convention hall di hotel
atau di restoran), serta jumlah peserta yang
sudah pasti berimplikasi pada anggaran.

Narasumber Pelatihan
Dalam pelatihan SVLK bagi industri anggota
Asmindo di enam kota tersebut Irfan tak
sekadar berperan sebagai koordinator. Ia bebe-
rapa kali juga menjadi narasumber, terutama
untuk menjelaskan tentang latar belakang
SVLK, tentang latar belakang serta tujuan
pelatihan, dan juga tentang kapasitas MFP
dalam pelatihan tersebut. Selain Irfan, pelatih-
an SVLK bagi industri anggota Asmindo juga
melibatkan sejumlah narasumber lain, baik
yang permanen maupun yang insidental.

Beberapa nama yang temasuk narasumber


pemanen dari MFP adalah Agus Setyarso dan
Agus P Djailani, sekalipun mereka berdua sem-
pat tak mengikuti pelatihan di beberapa kota
karena harus melaksanakan tugas lain. Di
Kegiatan Industri: Di Jepara dan Bali banyak pengrajin samping sebagai narasumber, Agus Setyarso
juga membuat pengamatan serta telaah sekilas

20
Pelatihan SVLK bersama MFP

Berbagi Tugas atara Asmindo dan MFP


Bagian awal bab ini menyebutkan bahwa Asmindo minta agar MFP melakukan fasilitasi
pelatihan SVLK bagi industri angota Asmindo.Yang dimaksud dengan “fasilitasi” oleh MFP
dalam pelatihan SVLK bagi anggota Asmindo ini berwujud beberapa hal, terutama berupa
pendanaan untuk seluruh keperluan untuk mendukung pelaksanaan pelatihan. Dengan
perhitungan bahwa pelatihan di tiap kota berlangsung tiga hari, maka total terdapat 18 hari
pelatihan, dengan beberapa pos anggaran yang menjadi tanggungan MFP sebagai berikut.

l Honor pelatih, rata-rata enam orang untuk tiap kota


l Honor narasumber, rata-rata empat sampai enam orang di tiap kota
l Honor tim pendukung (resepsionis dan administrasi), rata-rata dua sampai lima orang
di tiap kota
l Ongkos transportasi bagi pelatih, narasumber, personel Asmindo, personel MFP, dan
peserta (termasuk tiket pesawat terbang PP), rata-rata 50 orang di tiap kota
l Ongkos akomodasi di hotel (menginap dan makan) bagi peserta, pelatih, personel
Asmindo, narasumber dan personel MFP sendiri), rata-rata 50 orang di tiap kota
l Uang saku (perdiem) bagi peserta, pelatih, narasumber, dan panitia, rata-rata 50 orang
di tiap kota
l Ongko sewa kendaraan bagi pelatih untuk mengunjungi lokasi industri yang hendak
didampingi pada sesi pendampimgan di tiap kota, rata-rata empat mobil di tiap latihan,
untuk disewa selama satu hari,
l Ongkos produksi dan sewa peralatan (kaos, sound system, multimedia, flash disk berisi
bahan ajar).

Sementara itu, Komda Asmindo bertugas menangani beberapa hal:


l Mengurusi hal-hal teknis berkaitan dengan akomodasi di hotel atau tempat pelatihan
l Membuat daftar dan mengundang peserta pelatihan
l Mengundang narasumber dari BP2HP atau Dinas Kehutanan dan Perkebunan
l Menyiapkan tempat latihan dan peralatannya (termasuk back drop)
l Mengorganisasi penyewaan mobil yang dipakai pelatih dalam melakukan kunjungan
(coaching) di industri.

21
Pelatihan SVLK bersama MFP

tentang situasi dan dinamika yang terjadi pada Jepara, Semarang, Denpasar) serta Dinas
saat pelaksanaan pelatihan. Hasil telaah dan Perdagangan (Denpasar).
pengamatan lantas ia jadikan bahan diskusi
dengan para pelatih, dengan tujuan agar ada Narasumber permanen lain juga datang dari
perbaikan sehingga pelatihan dapat mencapai Asmindo pusat (Dewan Pengurus Pusat,
hasil optimal. DPP), yakni Ketut Alit Wisnawa. Di DPP
Asmindo, Alit memang memegang peran
Sedangkan narasumber dari MFP yang hadir sebagai pengurus yang khusus menangani
insidental di saat pelatihan adalah Achmad Edi sosialisasi SVLK internal di kalangan industri
Nugroho (di Surakarta) dan Diah Raharjo (di yang menjadi anggota Asmindo. Ia ikut hadir
Jepara dan Denpasar). Sebagai figur yang dan menjadi narasumber dalam pelatihan
memegang peran sentral di MFP, Achmad Edi SVLK oleh MFP bagi industri anggota
Nugroho dan Diah Raharjo hadir di pelatihan Asmindo di enam kota, kecuali Jepara.
lebih untuk memberikan dukungan moral dan
politik. Ini terutama ketika pada pelatihan Dari Asmindo, masih ada juga narasumber lain
tersebut terdapat sesi pertemuan sampingan untuk pelatihan SVLK ini, yakni pimpinan
(side event), baik resmi maupun tak resmi, yang Komda setempat. Mereka itu antara lain Yuli
melibatkan pimpinan institusi, seperti Sugianto (Komda Yogyakarta), David R
Asmindo (baik Asmindo pusat maupun Wijaya (Komda Solo Raya), Akhmad Fauzi
Komda) dan kantor Pemerintah Daerah— (Komda Jepara), Anggoro Ratmodiputro
biasanya Dinas Kehutanan dan Perkebunan (di (Komda Semarang), dan Pitoyo (Komda
Denpasar). Satu-satunya Komda Asmindo
yang ketuanya tak bisa hadir ke pelatihan
adalah Surabaya, dan diwakilkan.

Narasumber lain dalam pelatihan ini adalah


petugas dari Balai Pemantauan Pemanfaatan
Hasil Hutan Produksi (BP2HP) Wilayah VIII,
Kementerian Kehutanan, Surabaya, untuk
materi tentang penatausahaan hasil hutan
(PUHH). Mereka ini hadir dalam pelatihan di
Surakarta, Jepara, Semarang, dan Surabaya.
Untuk tiap pelatihan, ada dua narasumber dari
BP2HP, sesuai dengan sifat pelatihan yang juga
mengundang dua wakil untuk tiap industri—
satu orang dari posisi pembuat keputusan
(decision maker, DM) dan satu orang dari
posisi staff. Untuk pelatihan di Yogyakarta dan
Denpasar, narasumber untuk materi tentang
PUHH berasal dari Dinas Kehutanan dan
Perkebunan provinsi setempat. l

Industri Mebel: Setiap proses harus dicatat.

22
Pelatihan SVLK bersama MFP

Petugas BP2HP Pelatihan SVLK IKM/UKM


untuk Materi PUHH:

Tony Riyanto (Surakarta, Surabaya) Budi Kurniyadi (Surakarta)

Erwan Sudaryanto (Semarang, Surabaya) Hadi Sukisno (Semarang)



Narasumber
lainnya dari
BP2HP Wilayah
VIII, Surabaya,
untuk materi
tentang PUHH

Heru Sutopo (Jepara) Aditya Nugroho (Jepara).

23
Pelatihan SVLK bersama MFP

Buat Apa Pelatihan SVLK?


Jadi, dengan ringkas dapat disampaikan bahwa pelatihan ini dilatarbelakangi peraturan menteri
tentang SVLK, yakni P 38 tahun 2009 jo P 68 tahun 2011. Peraturan tersebut mewajibkan para
pemegang izin, baik pengelola hutan maupun industry, untuk memperoleh SVLK. Memang, sudah
ada beberapa industri yang mendapatkan sertifikat VLK. Hanya saja mereka itu sebagian besar
merupakan industri besar. Sedangkan industri kecil dan menengah, terutama yang bergerak di
bidang furniture dan mebel, masih sedikit. Untuk itulah, Asmindo meminta MFP untuk memfasilitasi
penyiapan industri menuju SVLK.

Tujuan, Target, dan Strategi Asmindo


Dan secara spesifik, ada dua tujuan utama dalam pelatihan ini:
1. Peserta memahami sistem verifikasi legalitas kayu,
2. Peserta mampu mengimplementasikan legalitas kayu dalam unit industrinya.
Secara khusus, pelatihan SVLK bagi IKM anggota Asmindi ini merupakan pelaksanaan Workplan
MFP Transisi nomor 1.3.2.a. Latih Damping bagi 10 Usaha Menengah (UM dan delapan IKM.

Meskipun di dalam workplan hanya direncanakan untuk melaksanakan pelatihan dan pendampingan
atau asistensi kepada delapan unit IKM, realitas pelaksanaan SVLK membutuhkan yang lebih besar.
Jumlah industri kecil menengah, terutama mebel dan kerajinan begitu besar, dan pengrajin kecil
yang tergantung pada sektor ini begitu banyak, terutama di daerah – daerah sentra furnitur dan
kerajinan yang bertujuan ekspor.

Di sisi lain, kewajiban untuk mengimplementasikan SVLK sepenuhnya pada Januari 2014 di sektor
ini terlihat cukup berat jika dilihat dengan tingkat kemampuan dan pengetahuan di kalangan IKM.
Karena itu, dirasa perlu untuk memberikan perhatian lebih kepada IKM dalam upaya peningkatan
kapasitas ini. Meskipun demikian, sumberdaya yang dimiliki oleh MFP tak memungkinkan untuk
melakukan latih damping secara intensif terhadap semua IKM yang ada. Oleh karena itu, kegiatan
ini didesain sebagai pelatihan dan asistensi awal kepada IKM yang direkomendasikan oleh Asmindo.

Target
Dari dua tujuan besar tersebut ada beberapa target yang hendak dicapai melalui pelatihan ini:
a. Meningkatnya pemahaman dan kesiapan kelompok usaha kecil dan menengah tentang SVLK,
yang meliputi konteks, kriteria indikator yang harus dipenuhi, dan strategi implementasi di
lapangan,
b. Tersusunnya gap analisis dan rencana tindak lanjut penyiapan implementasi SVLK bagi masing–
masing industri peserta,
c. Adanya komitmen dari pelaku industri berbahan baku kayu menuju sertifikasi legalitas kayu,
d. Tersusunnya rencana untuk mengimplementasikan SVLK secara penuh dan menyebarluaskan
pengetahuan tentang implementasi SVLK oleh peserta pelatihan kepada para pelaku usaha yang
lain melalui asosiasi yang ada
e. Adanya dokumentasi tentang desain dan pelaksanaan pelatihan IKM yang dilaksanakan.

Strategi
Sedangkan strategi dalam pelatihan ini meliputi beberapa langkah:
1. Memberikan pemahaman kepada peserta lewat materi pada hari pertama
2. Kemudian pada hari kedua peserta melakukan praktik untuk melakukan assessment terhadap
industrinya dengan output berupa data gap analysis yang terjadi pada industri,

24
Pelatihan SVLK bersama MFP

3. Dan pada hari ketiga dilakukan konsultasi dengan metode clinical coach, yang menempatkan
tiap peserta di-clinic oleh dua hingga tiga pelatih.

Dokumentasi dan Pembelajaran Pelatihan


Mengiringi pelaksanaan pelatihan SVLK bagi industri angota Asmindo ini, juga berlangsung kegiatan
pendokumentasian. Dokumentasi ini mencakup penulisan proses pembelajaran dari aktivitas
berbagai program yang telah dilakukan dan pelatihan ini. Produk dokumentasi ini akan berbentuk
buku, yang di dalamnya mengandung muatan sebagai berikut:

1. Latar belakang pentingnya IKM, khususnya mebel dan kerajinan, untuk melaksanakan SVLK dan
VPA, serta kerangka dasar kerja sama antara MFP dengan Asosiasi seperti Asmindo dan APKJ.
2. Proses perjalanan fasilitasi MFP pada IKM. Bagian ini menggambarkan perjalanan dalam mem-
fasilitasi IKM dari 2010 sampai dengan 2011, dengan berbagai pelajaran yang didapatkan. Kajian
laporan program, interview dokumentator dengan fasilitator MFP (Irfan Bakhtiar), technical
assistance (Een Nuraeini), dan mitra (Anton Sanjaya, Suryanto Sadiyo, Sudarwan, Exwan Novianto,
Jajak Suryo Putro) menjadi bahan bagi penulis untuk menyusun pembelajaran fasilitasi. Beberapa
fasilitasi MFP dan mitra yang akan dikembangkan dalam dokumentasi ini antara lain:
v Fasilitasi Asosiasi Pengrajin Industri Kecil (APIK) Buleleng
v Dukungan audit kepada Jawa Furni Lestari
v Fasilitasi industri kecil menengah di Sulawesi oleh SCF
v Fasilitasi industri kecil menengah di Yogyakarta, Surakarta, dan Jepara oleh Javlec.
3. Gambaran tentang kluster industri yang dipilih dan nilai strategisnya bagi industri kayu, khususnya
mebel, di Indonesia. Di dalam bagian ini juga akan ditampilkan profil industri yang terpilih di
masing – masing klaster (daerah).
4. Kurikulum, silabus, modul, dan bahan ajar yang digunakan selama pelatihan. Kurikulum dan
bahan– bahan pelatihan akan ditampilkan dalam buku ini sebagai bahan tutorial kontemporer
yang komunikatif dan bisa dikembangkan (replicable). Dengan demikian, aktivitas pelatihan ini
dapat direplikasi oleh asosiasi atau pihak terkait lain untuk melaksanakan pelatihan sejenis.
5. Catatan–catatan penting dari diskusi yang berkembang dalam proses pelatihan, baik di kelas
maupun di lapangan.
6. Sintesis hasi pelatihan yang merupakan rangkuman dari diskusi rencana tindak lanjut pada hari
terakhir dengan pemilik industri dan pegurus asosiasi.
7. Lessons learned kegiatan pelatihan bersama Asmindo. Bagian ini merupakan bagian yang penting
dalam dokumentasi ini. Bagian ini merupakan hasil refleksi bersama semua pihak yang terlibat,
baik tim MFP, tim pelatih, ataupun Asmindo sebagai rekan kerja dari tim ini. Pembelajaran dari
seri pelatihan ini diharapkan menjadi bekal dan landasan ke depan bagi intervensi MFP II ataupun
program–program yang lain.

Dalam rangka penyusunan dokumen lessons learned ini, penulis menyertai proses pelatihan di tiap
kota. Selain untuk menangkap substansi pelatihan dan lessons learned yang didapatkan secara
langsung, keikutsertaan seorang penulis dalam seri pelatihan ini juga untuk mendokumentasikan
profil – profil menarik dari IKM – IKM yang terpilih di tiap lokasi dan sekaligus dapat intens berinteraksi
dengan tim trainer, MFP, dan para mitra untuk melakukan penggalian informasi terkait.

Dengan demikian, pada akhir program MFP II, telah dihasilkan dokumentasi fasilitasi (capacity
building) MFP kepada industri secara lengkap dan komprehensif.

25
Kurikulum,
Mendorong Interaksi
antara Peserta
dengan Pelatih


Persiapan kurikulum di Yogyakarta
berlangsung sehari di Hotel Jambuluwuk
pada Senin, 9 April 2012.

26
Bab

Kick-off pelatihan SVLK di Yogyakarta, tiga hari menyusul persiapan materi dan kurikulum.

27
Pelatihan SVLK bersama MFP

Y ogyakarta menjadi kota penting bagi pelaksa-


naan pelatihan SVLK bagi industri anggota
Asmindo. Yogyakarta menjadi kota pertama
(kick off) pelaksanaan pelatihan, pada 12
pelatih hadir dalam agenda di Hotel Jambu-
luwuk ini. Selain empat pelatih asal Yogyakarta
yang tersebut di atas, hadir pula tiga pelatih
lain, yakni Setyowati dan Een Nuraeni
hingga 14 April 2012. Dari Kota Pelajar itu (keduanya dari Bogor, Jawa Barat), serta Anton
pula, pelatihan ini paling banyak menyertakan Sanjaya (Makassar).
mitra dan tenaga pelatihnya. Lima dari delapan
tenaga pelatih berasal dari Yogyakarta, seperti Hadir pula Agus Setyarso— paling senior baik
Panji Anom (Javlec), Exwan Novianto dan di kalangan pelatih maupun narasumber—
Sudarwan (Shorea), Suryanto Sadiyo (Arupa), yang berperan sebagai pelatih bagi kelima
dan Teguh Yuwono (Fakultas Kehutanan pelatih tersebut (trainer of trainer, ToT). Di
Universitas Gadjah Mada, UGM). Dan lebih samping itu hadir pula beberapa personel dari
dari itu, di Yogyakarta pula MFP melakukan MFP, Irfan Bakhtiar. Sebagai wakil MFP, Irfan
persiapan palaing pelatihan, yakni untuk Bakhtiar juga memainkan peran sebagai
menentukan kurikulum, silabus, dan metode koordinator pertemuan tersebut.
pelatihan SVLK bagi industri anggota
Asmindo. Agenda tersebut, selain untuk menyusun
kurikulum untuk pelatihan SVLK bagi
Persiapan kurikulum di Yogyakarta ini berlang- industri anggota Asmindo, juga menjadi ajang
sung sehari di Hotel Jambuluwuk pada Senin, pengarahan (briefing) oleh Agus Setyarso bagi
9 April 2012. Itu berarti bahwa persiapan tujuh pelatih— minus Teguh Yuwono— yang
kurikulum tersebut hanya berselang tiga hari akan dikerahkan ke pelatihan SVLK. Sebagai
dari kick off pelatihan. Empat dari total delapan ToT, Agus memberikan pengarahan untuk
menyamakan persepsi di kalangan pelatih
berkaitan berbagai hal seputar pelatihan. Di
situ pelatih membangun kata sepakat sesuai
dengan kapasitas masing-masing, untuk
memahami dokumen-dokumen verifier SVLK.
Dan lebih banyak lagi waktu yang mereka
manfaatkan untuk mendesain pelatihan SVLK
yang bakal mereka laksanakan nanti. Desain
pelatihan ini mencakup analisis situasi, analisis
kebutuhan, dan pilihan kurikulum dan
metodenya.

Daftar Hadir: Untuk data dan mengetahui peserta.

28
Pelatihan SVLK bersama MFP

Analisis Kebutuhan atas Dasar Persoalan pada Industri:


1. Berbasis dan berskala rumahan
2. Hanya merupakan bagian dari mata-rantai perniagaan (warung kayu,
penggergajian, pengrajin, supplier (pool), industri, dan pasar)
3. Mengandalkan ketrampilan (skill-based industry, bukan knowledge base)
4. Tanpa dukungan jasa finansial bank (di level pengrajin), bankable pada level
supplier sampai industri
5. Tanpa manajemen mutu (sampai tingkat supplier), ada manajemen mutu di
Industri
6. Mudah memulai dan mudah mengakhiri usaha
7. Keberlangsungan produksi rendah di tingkat pengrajin, besar di level industri
8. Hubungan dengan Dinas Perdagangan dan Industri rendah.

Analisis Kebutuhan Berbasis Masalah:


1. Sampai dengan pengrajin: horison, terbatas pada order
2. Industri: sale maksimum (makin banyak order makin bagus), berdampak pada
tingkat bisa diterimanya SVLK (diterima jika berdampak positif pada penjualan)
3. Manajemen internal lemah (sumberdaya manusia, SDM): keputusan teknis masih
ada di level pemilik perusahaan
4. Administrasi internal belum tertib
5. Kepatuhan pada regulasi rendah: hanya patuh pada polisi, patuh pada PUHH
6. Perlu intervensi SVLK sampai ke manajemen, perlu tertib regulasi dan administrasi.

Analisis situasi merupakan langkah untuk terapkan dalam pelatihan bagi industri anggota
melihat seperti apa kondisi industri anggota Asmindo, mereka sepakat memodifikasi
Asmindo yang bakal mereka hadapi dalam kurikulum yang sebelumnya mereka pernah
pelatihan nanti. Dari analisis itu kemudian laksanakan dalam pelatihan bagi pendamping
muncul pelatihan macam apa yang dibutuh- IKM/UKM. Pertimbangannya, topik bahasan
kan oleh industri. Pada tahap tersebut kemu- kedua pelatihan ini memiliki kesamaan, yakni
dian kegiatan bangun kurikulum. Untuk tentang SVLK.
membangun kurikulum yang akan mereka

29
Pelatihan SVLK bersama MFP

Klaster Judul Sesi Pelatihan Sesuai Referensi


No JPL Indikator Keberhasilan
Kompetensi dengan Unit Kompetensi Narasumber

1 Konteks SVLK Konteks sertifikasi kehutan-an dan SVLK 4 Peserta mampu: In-class
1) Menjelaskan kembali sertifikasi hutan dalam konteks
industri kehutanan dan perdagangan, dan
2) Mendiskusikan secara spesifik IKM di Indonesia.

2 Teknik dasar Fasilitasi Inti Menguasai prinsip-prinsip fasilitasi kelompok 2 Peserta mampu memahami dasar-dasar fasilitasi, misi fasili- In-class
tator multipihak, dan tindak fasilitasi.

Memahami langkah dasar fasilitasi kelompok 2 Peserta mampu mendeskripsikan kembali berbagai In-class
pengalaman yang menyangkut langkah dasar fasilitasi
kelompok secara sistematis.

3 Merancang fasi litasi/pen- Pemetaan parapihak 4 Peserta mampu mengenali aktor-aktor kunci pada In-class
dam-pingan IKM pendampingan SVLK, mengidentifikasi preferensi awal para
pihak, dan memperoleh keberterimaan para pihak untuk pro-
gram pendampingan SVLK.

Pemahaman mengenai SVLK & CoC 4 Peserta mampu: In-class


1) Menjelaskan ketentuan penerapan VLK pada pemegang
izin dan menentukan panduan VLK yang digunakan.
2) Menjelaskan keterkaitan pelaksanaan penilaian VLK pada
bagan kelembagaan pelaksanaan VLK.
3) Menjelaskan protokol/prosedur penilaian VLK pada pe-
megang izin.
4) Menjelaskan ketentuan ISO terkait penerapan VLK pada pe-
megang izin dan kelengkapannya pada bagan kelembagaan
pelaksanaan VLK.
5) Memahami prinsip CoC di Unit Industri.

PUHH 4 Peserta Mampu: In-class


1) Menjelaskan PUHH di IKM;
2) Menganalisis PUHH di IKm

Identifikasi kebutuhan pendampingan di IKM 4 Peserta mampu mengidentifikasi isu dan akar masalah pener- In-class
apan SVLK pada pihak-pihak yang dilayani, serta kapasitas
yang ada untuk penerapan SVLK.

Menguasai situasi pendam-pingan VLK pada 6 Peserta mampu: In-class


IKM 1) Menggali motif, harapan, gagasan, dan masalah penerapan
VLK berdasarkan perspektif unit industri
2) Menumbuhkan minat dan empati unit industri pada pelak-
sanaan VLK.
3) Menjelaskan segmen-segmen kegiatan penata-usahaan
hasil hutan pada kegiatan unit industri.
4) Mengidetifikasi para pihak (kelompok- kelompok peserta)
SVLK dalam fasilitasi.
5) Menganalisis hak, tanggung jawab/kewajiban para pihak.
6) Menganalisis hubungan para pihak.
7) Menjelaskan identitas penyelenggara fasilitasi dalam sosial-
isasi/ diseminasi/pendampingan.
8) Mengkaji hasil analisis 3R.
9) Mengkaji hubungan-hubungan parapihak.

Menyusun rencana tindak fasilitasi pen- 4 Peserta mampu: In-class


dampingan SVLK 1) Melakukan kesepahaman mengenai kesenjangan situasi
saat awal pendampingan untuk pencapaian VLK.
2) Melakukan kesepahaman dengan pihak yang dilayani men-
genai tujuan, lingkup dan hasil yang diharapkan dari proses
pendamping-an.
3) Mengidentifikasi tahapan pendampingan sesuai dengan
situasi IKM dan preferensi pihak yang dilayani.
4) Mengidentifikasi strategi pendampingan pada setiap taha-
pan.
5) Mengidentifikasi narasumber.
6) Mengidentifikasi kebutuhan logisitik dan sarana selama
pendampingan.
7) Menyusun jadwal pendampingan.
8) Merumuskan mekanisme monitoring terhadap proses pen-
dampingan.
9) Menyusun dokumen rencana pendampingan.

4 Melaksanakan Fasilitasi/Pen- Menguasai teknik pendampingan lapangan 8 Peserta mampu: Praktek Lapangan
dampingan IKM 1) Menguasai teknik pendampingan kelompok IKM untuk
penyiapan penerapan VLK.

5 Monitoring dan Evaluasi Mengkaji ulang hasil-hasil fasilitasi/pen- 6 Setelah mengikuti pelajaran ini, peserta kompeten dalam Evaluasi Bersama
dampingan mengkaji ulang fasilitasi/ pendampingan yang meliputi
kegiatan : Menjelaskan pedoman, teknik dan metode, analisa,
dan kriteria evaluasi keterampilan fasilitasi dalam evaluasi
hasil-hasil pelaksanaan simulasi.

Total 48

30
Pelatihan SVLK bersama MFP

Agus Setyarso mengajak para pelatih mencoba berbasis masalah) sebagai berikut:
untuk melihat persoalan industri kecil dan
mikro secara utuh. Mereka melakukan itu Dalam pertemuan di Hotel Jambuluwuk
untuk menemukan logika kurikulum dan tersebut mereka juga menyepakati untuk
silabus yang bisa dibangun agar nyambung memberi kesempatan kepada industri untuk
dengan kenyataan yang ada di kalangan mengirimkan dua wakilnya ke pelatihan. Dua
industri. Dalam sesi ini seluruh pelatih ikut
terlibat untuk memberikan masukan. Ini
misalnya ketika ada usulan agar pelatihan
SVLK bagi industri anggota Asmindo ini
wakil dari industri tersebut terdiri dari seorang
personel level manajemen atau pembuat
keputusan (decision maker, DM), dan seorang
lagi dari level staf. Dan atas dasar keterwakilan

Dalam melakukan
presentasi, para pelatih
memasukkan unsur metode pendampingan dua tingkatan dalam industri ini pula, panitia (trainer) dalam sesi training
(coaching). Sisi positif metode coaching adalah memasukan agenda kelas terpisah bagi kedua di kelas di hari pertama
adanya peluang bagi para peserta nantinya ikut kelompok itu. Artinya, dalam kurikulum yang diwanti-wanti menampilkan
terlibat (partisipasi) aktif. Dengan begitu, mereka susun di Hotel Jambuwuluk pada saat slide sesedikit mungkin, dan
suasana pelatihan nantinya bisa terjalin itu ada satu sesi dalam pelatihan di hari sebaliknya didorong untuk
komunikasi timbal-balik antara pelatih atau pertama yang menempatkan dua kelompok memancing interaksi
pendamping dengan peserta. wakil dari industri tadi mengikuti kelas dengan peserta semaksimal
terpisah pada saat yang sama. mungkin. Selain itu, para
Dalam persiapan kurikulum di Hotel Jambu- pelatih juga disarankan
luwuk tersebut para pelatih sepakat untuk Panitia memisah kelas kedua kelompok wakil untuk mencermati latar
menyusun informasi dasar tentang karakter tadi atas dasar kapasitas mereka di dalam belakang para peserta.
peserta sebagai bekal awal bagi para pelatih. Di industri. Karena berbeda kapasitas, maka
situ mereka menempatkan industri kecil dalam materi, pelaksanaan (pendekatan), dan target
menengah peserta pelatuhan tersebut pada pelatihan bagi mereka pun dibuat bebeda,
kategori dengan beberapa karakter (analisis sesuai dengan jenis pekerjaaan dan tingkat
situasi pada IKM dan analisis kebutuhan tangungjawab mereka di industri.

Untuk peserta dari kelompok pembuat keputusan, panitia pelatihan menyiapkan pendekatan
dan target dalam analisis kebutuhan berbasis kompetensi sebagai berikut:

1. Mampu menyelesaikan kewajiban untuk VLK secara sederhana dan tegas


2. Mampu menyampaikan informasi dengan jelas kepada pimpinan perusahaan
tentang manfaat dan biaya VLK
3. Mampu menyusun rencana penyiapan VLK
4. Mampu mengorganisasikan perubahan manajemen di industri masing-masing.

Dan berikut ini analisis kebutuhan berbasis kompetensi untuk kelompok peserta dari
tingkat staf:
1. Melakukan gap analysis pada industri masing-masing dengan mengacu pada
verifier SVLK
2. Mengidentifikasi titik-titik kritis VLK di industri (dengan metode penyampaian kasus)
3. Menyusun format administrasi dan tata-usaha kayu (TUK) di internal industri
(tagging, tabulasi, dan data manajemen)
4. Melatih anak buah untuk menerapkan TUK internal.

31
Alur Pelatihan SVLK Industri Anggota Asmindo oleh MFP

Hari 1 Training di dalam kelas

1. Registrasi

2. Training berlangsung di tempat khusus dengan daya


tampung sekitar 50 orang dan fasilitas memadai
(ruang rapat di hotel atau restoran).

3. Pleno, pemaparan tentang SVLK oleh narasumber dari MFP dan Asmindo (Pusat dan Komda), dipandu fasilitator dari salah satu
pelatih, disusul dengan sesi tanyajawab.

32
di Yogyakarta, Surakarta, Jepara, Semarang, Surabaya, dan Denpasar
April-Mei 2012

4. Share learning oleh pelaku industri yang berhasil ber-VLK, 5. Kelas terpisah pararel bagi dua kelompok peserta
disusul dengan sesi tanya-jawab (manajemen dan staf), juga oleh dua narasumber berbeda
dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) tingkat
provinsi atau dari Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan
Produksi (BPPHP), Direktorat Jenderal Bina Produksi
Kehutanan, Kementerian Kehutanan RI

6. Pengumuman nama-nama pelatih (coach) dan nama-nama industri (klien) yang akan dikunjungi dalam pelatihan hari
kedua, satu coach melakukan coaching clinic terhadap dua atau tiga klien. Panitia tak mengunjungi industri yang wakilnya kabur
dari pelatihan atau tak mengikuti sampai selesai pelatihan di hari petama.

33
Hari 2 Field Coaching

1. Para coach berangkat dari hotel tempat menginap— 2. Kunjungan dilakukan dengan menggunakan mobil rental
langsung menuju dua atau tiga industri, sesuai jadwal yang setempat— satu coach satu mobil— yang diorganisasikan
telah disusun. oleh petugas Komda Asmindo setempat pula.

3. Kunjungan coach ke industri bertujuan melihat kondisi riil bagaimana klien sanggup mempersiapakan surat-surat legalitas,
apakah sudah sanggup memahami pemaparan tentang SVLK dengan berbagai implikasinya pada sesi training di hari pertama.

34
Hari 3 Coaching Clinic

1. Para klien kembali ke tempat pelatihan seperti di hari


pertama
2. Panitia menyiapkan beberapa meja konsultasi.
3. Satu sesi konsultasi melibatkan dua wakil industri dan
dilayani oleh dua konsultan yang tak lain adalah mereka yang
dalam sesi pelatihan sebelumnya berperan sebagai coach,
trainer, ataupun fasilitator.
4. Konsultan memeriksa kesanggupan klien dalam memenuhi
verifier.
5. Konsultan memberikan rekomendasi serta saran sebagai
rencana tindak lanjut (RTL).
6. Pleno melibatkan seluruh peserta, pemilik perusahaan,
pelatih, dan narasumber untuk melakukan evalusasi, disusul
dengan tanyajawab.
7. Panitia membagikan flash disk berkapasitas delapan giga
byte berisi seluruh materi pelatihan; souvenir berupa kaos
berlogo SVLK, Asmindo, dan MFP.

Monitoring: kurang lebih satu sampai dua bulan ke depan pasca


pelatihan.

35
Pelatihan SVLK bersama MFP

Materi Pelatihan SVLK bagi Industri Anggota Asmindo oleh MFP


di Yogyakarta, Surakarta, Jepara, Semarang, Surabaya, dan Denpasar, 12 April – 12 Mei 2012
Hari Materi Keterangan
Pertama Pembukaan Kelas pleno
Bina Suasana • Alur pelatihan Kelas pleno
• Pemetaan peserta
Pemahaman tentang VLK • Perubahan Permendag 20 Kelas pleno
• SVLK sebagai sertifikat wajib
• Dampak tak mengikuti VLK
Manfaat dan biaya VLK Kelas pleno
PUHH • Bagan dan dokumen (bedah kasus) Kelas paralel
(Pelatihan berlangsung dalam Rehat siang Istirahat, solat, makan siang
format //training// di kelas) Verifier kritis pada SVLK • Verifier kritis berdasar pada indikator Kelas paralel
Pengalaman penerapan VLK Kelas pleno
Rehat petang Istirahat, solat, makan malam
Persiapan coaching • Yang di-coach sebagai perusahaan, bukan sebagai Kelas pleno.
orang/perserta
• Lingkup coaching Harus jelas indikator
• Target coaching keberhasilannya apa? Untuk
target evaluasi sebulan ke
Peserta diberi tugas menyusun perencanaan untuk tindak/aksi di depan.
industrinya, terkait:
a. Melakukan gap analisis
b. Merencanakan tertib administrasi. dan TUK industri
c. Bagaimana mentransfer pengetahuan tentang SVLK ke anak
buahnya

Kedua Gap assessment pada industry • Pelaksanaan (pagi) Coach melakukan kunjungan
• Coaching (siang) ke industri, satu coach
Pelatihan berlangsung dalam • Revisi (jika perlu) menangani dua industri.
format coaching di industri • Pelaporan oleh peserta
Ketiga Coaching clinic Perbaikan tertib administrasi dan TUK oleh industri. • Empat klien ditangani oleh
dua coach.
Pelatihan berlangsung dalam • Pelaksanaannya masing-
format coaching di kelas) masing industri, yang dalam
pelatihan ini diwakili oleh
dua orang peserta,
ditangani oleh dua orang
coach.

Ilustrasi Posisi Pelatih (Trainer atau Coach)


Hari Pertama Hari Kedua Hari Ketiga
Sifatnya training Sifatnya coaching
Fasilitator bertugas: Coaching berbeda dengan training.

• Memperlancar dan menghidupkan diskusi Pada coaching:


• Mempergunakan narasumber semaksimal mungkin - Coach tak mengajari
• Memberikan tekanan pada hal-hal penting - Semua hal tentang tugas, harus dikerjakan peserta
• Jangan memberikan jawaban yang ‘’mengambang”, karena akan - Memancing keterlibatan aktif peserta dengan pertanyaan
dicecar dengan pertanyaan-pertanyaan lanjutan oleh peserta. - Dapat memberi contoh dokumen dari industri lain, tapi tak boleh memberi template, biarkan klien
Tanyakan pada ahlinya menyusun sendiri.

Tugas coach:
Observasi dan memberi saran Coach harus menjaga jarak dengan klien.

36
Pelatihan SVLK bersama MFP

Lampiran Evaluasi
Pelatihan SVLK Anggota Asmindo oleh MFP

I. Penyelenggaraan pelatihan:
A. Tempat/venue pelaksanaan dan fasilitas pertemuan:
cukup baik sangat baik
B. Kualitas makanan dan servis:
cukup baik sangat baik
C. Ketersedian materi/bahan presentasi
kurang standar sangat baik
D. Persiapan Panitia/penyelenggara:
cukup baik sangat baik

Komentar tambahan:

II. Materi, narasumber dan tim pelatih:


A. Struktur/organisasi pelatihan di kelas & coaching lapangan (di lokasi IKM)
kurang cocok cocok sangat cocok
B. Waktu penyelenggaraan:
kurang cukup terlalu panjang
C. Materi tentang SVLK/pengetahuan nara sumber dan tim pelatih:
kurang cukup lengkap sangat komprehensif
D. Relevansi SVLK untuk perusahaan anda:
tidak relevan relevan sangat relevan/ekspor ke UE
E. Pengetahuan Tim Trainer tentang masalah/isu ygn dihadapi UKM/IKM
kurang menguasai sangat menguasai

Komentar tambahan:

III. Tindak Lanjut yang Dibutuhkan untuk Anggota Asmindo yang Berminat SVLK:
Pelatihan tambahan untuk persiapan dokumen/sistem, termasuk kunjungan ke perusahaan yang
sudah SVLK (khususnya pola kemitraan/sub kontrak)
Pendampingan untuk pra-asesment
Kemungkinan untuk group certification
Pembentukan koperasi/KSU untuk penyedian bahan kayu bersertifikasi SVLK melalui
“warung/terminal kayu”

Tambahan lain-lain:

37
Pelatihan
SVLK-Asmindo
di Yogyakarta

Hari : Kamis-Sabtu, 12-14 April 2012


Tempat : Hotel Bintang Fajar, Umbulharjo
Peserta : 14 industri anggota Asmindo Komda DIY
Pelatih : Een Nuraeni (MFP), Setyowati (independen),
Sudarwan (Shorea), Exwan Novianto
(Shorea), Suryanto Sadiyo (Arupa),
Panji Anom (Javlec).
Narasumber : Jajag Suryo Putro (PT Jawa Furni Lestari,
Yogyakarta), Yuli Sugianto (Ketua
Asmindo Komda Yogyakarta, Ketut Alit
Wisnawa (Pengurus DPP Asmindo), Tri
Mulyadi (Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, DIY),
Irfan Bakhtiar (MFP).
Fasilitator : Agus P Djailani.

38
Bab

Yogyakarta menjadi tuan rumah pertama pelatih an SVLK bagi industri anggota Asmindo.

39
Pelatihan SVLK bersama MFP

Peserta Pelatihan SVLK bagi Industri Anggota Asmindo Komda Yogyakarta, 12-14 April 2012
No Industri Nama Alamat
1 CV Kwas Laily Jl Imogiri Barat Km 17 Bungas Jetis, Bantul
Prawesti

2 CV Interiorindo Irwan Sindhu Jl Parangtritis Km 13, Sumber, Sumberagung, Jetis, Bantul


Ridikprobo
Hidayat

3 Yoni Art Suistiningsih Dukuh RT 5/08 Banyuraden, Gamping, Sleman


Agus

4 PT Talaindo Yen Perwira Gamping Tengah, RT 2 RW 15, Ambarketawang, Gamping, Sleman


Suparjo

5 Nebula Nery Novita Jl Imogiri Barat Km 6,5 No 200 Yogyakarta


Erdian Cahya

6 Koperasi Serba Usaha (KSU) Noor Hasanah Jl Imogiri Barat Km 4,5 No. 163 A Yogyakarta
Apikri Ahmadi

7 Halim Pratama Candra Gunawan Jl Parangtritis Km 4,5, Yogyakarta


Joko Suparyanto

8 CV Purnama International Dina Dirgayuni Jl Parangtritis Km 7, No 1, Sewon, Bantul

9 PT Mirota Persada Sutartini Jl FM Noto 7, Kotabaru, Yogyakarta


Tri Hartati Jl Plemburan No 17, Sariharjo, Ngaglik, Sleman (pabrik)

10 CV Java Connection Gallery Setyana Ade Jl Trapesium 27, Condongcatur, Sleman

11 Jogja Home Gallery Yuli Sugianto Jl Raya Jogja-Solo, Km 11,5


Jl Cempaka, Sukoharjo, RT 01 RW 04, Cupuwatu I, Purwomartani, Kalasan, Sleman

12 PT YIG Dyah Jl Pleret, Km 2,3, Balong Potorono, Bantul


Maryanto

13 PT Aunika Java Art Daniel Philippe Bulak Nyamplung, Dusun Bibis, Kelurahan Timbulharjp. Kecamawan Sewon, Bantul
Dessibourg
Hestin
Widiyanurti

14 Karkasa Dian Kurniati Jl Godean Km 9,5, Mandungan, Margoluwih, Sayegan, Sleman


Arif Sujatmiko

15 Asmindo Komda DIY Rumi Jl Karanglo No 74, Kotagede


Ana

Y
ogyakarta menjadi tuan rumah pertama pelatihan SVLK bagi industri anggota Asmindo.
Pelatihan berlangsung dari Kamis (12 April) hinga Sabtu (14 April 2012). Acara ini berlangsung
di Hotel Bintang Fajar (Bifa), di kawasan Umbulharjo, tenggara Yogyakarta. Semua hotel besar
dan menengah di kawasan tengah kota full booked karena kebetulan pada hari-hari itu sedang
ramai event di Yogyakarta.

Ada enam pelatih ambil bagian dalam pelatihan di Yogyakarta. Mereka antara lain Exwan
Novianto, Sudarwan, Panji Anom, Een Nuraeni, dan Setyowati. Selain tenaga pelatih, hadir pula
sejumlah narasumber. Salah satu narasumber adalah Ketut Alit Wisnawa (DPP Asmindo). Di
samping sebagai anggota DPP Asmindo, Alit adalah pengusaha dan eksportir kerajinan dan
mebel kayu di Denpasar (Bali).

Narasumber lain dalam pelatihan SVLK-Asmindo di Yogyakarta adalah Irfan Bakhtiar. Masih
dari MFP, hadir pula Arbi Valentinus dan Agus Djailani. Namun Arbi hanya bisa mengikuti sesi
pembukaan, karena ada tugas mendadak di Jakarta. Agus Djailani, dengan keahlian di bidang
UKM/IKM, hadir sebagai pendukung teknis dan fasilitator di beberapa sesi.

40
Pelatihan SVLK bersama MFP

Jadwal Pelatihan SVLK bagi Industri Anggota Asmindo Komda Yogyakarta, 12-14 April 2012
No Acara Waktu Trainer/Narasumber Fasilitator

Hari ke-1
1 Registrasi Peserta 08.00 – 08.30 Panitia
2 Pembukaan 08.30 – 09.00 l MFP: Irfan Bakhtiar
l Komda Asmindo Yogyakarta: Yuli
3 Bina Suasana Pelatihan 09.00 – 09.30 Suryanto Sadiyo (Arupa) Ekswan
4 Coffee Break 09.30 – 09.45 Novianto
5 Materi: Pemahaman SVLK 09.45 – 11.30 l Ketut Alit Wisnawa Agus PD (Kelas pleno)
Materi: Manfaat dan biaya l Jajag Suryo Putro Kelas pleno)
Sertifikasi VLK
6 Istirahat 11.30 – 13.00
7 Materi: SOP PUHH 13.00 – 14.30 1. Tri Mulyadi (Dishutbun DIY) TBD (kelas paralel)
Dokumen PUHH 2. Riyanta (Dishutbun DIY)
8 Materi: Verifier kritis pada VLK Industri 14.00 – 15.30 1. Suryanto Sadiyo TBD (kelas paralel)
2. Exwan Novianto
9 Istirahat 15.30 – 15.45
10 Materi: Pengalaman penerapan 15.45 – 17.00 Sudarwan TBD
VLK Industri Imanuel Andy S (RAPI Furniture)
11 ISHOMA 17.00 -19.00
12 Materi: Persiapan coaching pada industri 19.00 – 20.30 Tim pelatiih TBD
13 Pembagian kelompok
dan penyiapan praktek lapangan 20.30 – 21.00 Leader: Suryanto

Hari ke-1

1 Gap assessment di industri 08.30 – 12.00


2 Istirahat 12.00 – 13.00 Tim pelatih melatih
3 Gap Assessment di industri 13.00 – 17.00 Seluruh peserta industri
4 Penyusunan laporan hasil study lapangan 19.30 – 22.00
(gap assessmnet)

Hari ke-1

1 Coaching clinic Sesi I 09.00 – 11.00 Tim pelatih


2 Coaching clinic Sesi II 11.00 – 13.00 Tim pelatih
3 Istirahat siang 13.00 – 14.00
4 Penyusunan review oleh tim 14.00 – 15.00 Tim Pelatih APD/IB
5 Rencana tindak lanjut bersama pimpinan 15.00 – 17.30 Tim pelatih
industri dan Amindo
6 Penutup 17.30 – 18.00 MFP


Seluruh peserta datang dari beberapa wilayah kabupaten dan kota yang ada di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), seperti Bantul, Sleman, Kulon Progo, dan Kota
Yogyakarta.

41
Pelatihan SVLK bersama MFP

edianya direktur program MFP II, Diah Semua wilayah tersebut relatif dekat dengan

S Raharjo, juga hadir dan siap membuka


pelatihan di Yogyakarta. Tapi ia mendadak
harus kembali ke Jakarta sehari sebelumnya
hotel tempat latihan. Dengan begitu, seluruh
peserta dan panitia lokal bertolak ke pelatihan
dari tempat tinggal masing-masing, tanpa
karena ada tugas yang lebih mendesak. Maka harus bermalam di hotel. Dari seluruh personel
jadilah Irfan ikut membuka pelatihan bersama yang terlibat dalam
Alit dan Ketua Asmindo Komda Yogyakarta,
Yuli Sugianto. pelatihan di Yogyakarta tersebut, hanya tiga
yang bermalam di hotel, yakni dua pelatih dari
Dari kalangan industri yang menjadi peserta Bogor— Een Nuraeni dan Setyowati.
pelatihan, hadir 28 orang mewakili 14 perusa-
haan. Total jumlah industri kerajinan dan Pelaksanaan Pelatihan
mebel di Yogyakarta ada sekitar 300. Jumlah Kelas Bersama
persisnya tak ada yang tahu, karena industri- Acara di hari pertama berupa pelatihan di
industri kecil dengan modal kecil begitu dalam ruangan. Tiga narasumber di sesi
gampang datang dan pergi. Seluruh peserta pembukaan tersebut, antara lain Yuli Sugianto
datang dari beberapa wilayah kabupaten dan (Asmindo Komda DIY), Ketut Alit Wisnawa
kota yang ada di Provinsi Daerah Istimewa (DPP Asmindo), Agus Djailani (MFP), Irfan
Yogyakarta (DIY), seperti Bantul, Sleman, Bakhtiar (MFP), dan Jajag Suryo Putro (indus-
Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta. tri, PT Jawa Furni Lestari, Yogyakarta). Pada
umumnya pelatihan berlangsung sesuai
rencana. Komposisi peserta pun sesuai dengan
undangan, yakni satu industri mengirimkan
dua wakilnya— satu dari tingkat pembuat
keputusan dan satu tingkat staf.

Pada pembukaan, masing-masing narasumber


kepada peserta memaparkan dua hal utama.
Yang pertama adalah tentang latar belakang
dan tujuan SVLK. Yang kedua tentang latar
belakang dan pelatihan. Narasumber juga
memberikan gambaran umum kepada peserta
tentang beberapa manfaat ketika industri
mengadopsi SVLK. Mereka juga memaparkan
resiko yang bisa dialami industri jika tak
kunjung menerapkan SVLK sampai sistem ini
berlaku efektif sebagai aturan wajib.

Narasumber juga memaparkan beberapa hal


tentang lembaga masing-masing. Ketut Alit
Wisnawa yang mewakili Asmindo, umpama-
nya, menjelaskan kelembagaan, anggota,
kegiatan, serta posisi dan langkah Asmindo

Pelatihan Pertama. Sesi di dalam dan di luar kelas.

42
Pelatihan SVLK bersama MFP

Kelas Pararel. Dipandu pelatih


Suryanto Sadiyo.
dalam menyikapi SVLK. Hal senada juga menjadi mitra Asmindo untuk memfasilitasi
terlontar dari Yuli Sugianto, Ketua Asmindo pelatihan. MFP tak pada posisi untuk men-
Komda DIY. Alit dan Yuli juga menyampaikan dorong, membujuk, apa lagi memaksa industri
harapan, baik kepada internal anggota untuk mengadopsi SVLK. Dengan ringkas
Asmindo maupun kepada MFP. Kepada Irfan mengatakan, SVLK tetap berjalan terus
industri yang menjadi peserta pelatihan, dengan atau tanpa industri mengadopsinya.
keduanya berharap dapat memanfaatkan
kesempatan selama pelatihan dan menularkan Meski demikian, Irfan tak menepis anggapan
pemahaman mereka tentang SVLK yang sejumlah pihak bahwa SVLK masih perlu lebih
mereka peroleh selama pelatihan kepada para disempurnakan. Ini karena masih ada beberapa
pelaku industri lain yang belum mendapatkan persyaratan yang sangat ideal sehingga industri
kesempatan serupa. Kepada MFP, keduanya sulit dapat memenuhinya. Tapi justru melalui
berharap lembaga donor dari Inggris tersebut serangkaian pelatihan inilah MFP berniat
dapat memfasilitasi pelatihan lanjutan seperti mendengar dan mengamati langsung
itu. Atau setidaknya, MFP memberi dukungan kesenjangan apa saja yang terjadi antara ber-
pada Asmindo dalam mendorong para bagai verifier dalam SVLK dengan fakta yang
anggotanya ber-VLK. terjadi di industri. Selanjutnya, MFP mencatat,
menganalisis, dan menyampaikan rekomen-
Sementara itu, Irfan Bakhtiar yang mewakili dasi kepada Pemerintah RI, dalam hal ini
MFP menjelaskan sejarah perjalanan SVLK. Kementerian Kehutanan, untuk merevisi
Itu termasuk perkembangan terakhir bahwa SVLK agar sebisa mungkin mendekati realita
Pemerintah RI sudah menetapkan untuk men- yang terjadi di kalangan indutsri.
jadikan SVLK sebagai syarat wajib bagi indus-
tri pada 2013. Irfan juga menegaskan bahwa Sementara itu, pelatih menyampaikan materi
dalam pelatihan SVLK tersebut MFP sekadar berbagai hal yang lebih rinci dan lebih bersifat

43
Pelatihan SVLK bersama MFP

teknis. Itu mulai dari paparan tentang pelatih- produk-produk dibuat dari bahan baku kayu
an yang akan berlangsung tiga hari, dengan legal dan diproduksi melalui proses teknis dan
teknik kombinasi antara pelatihan di kelas di administrasi yang mentaati hukum pula.
hari pertama dan di lapangan di hari kedua dan Dengan sertifikat SVLK, produk akhir bisa
ketiga berturutan. Pelatih juga menyampaikan dilacak asal-usul bahan bakunya dan dirunut
pada peserta bahwa pelatihan di dalam kelas di ke belakang proses produksinya.
hari pertama akan mencakup sesi terpisah
antara peserta dari tingkat pembuat keputusan Beberapa pertanyaan bermunculan dari para
dengan karyawan. Untuk keperluan itu, peserta terhadap pengalaman Jajag mengurus
pelatih bertanya kepada para peserta untuk SVLK untuk perusahannya. Secara umum
meyakinkan bahwa perusahaan mereka benar- pertanyaan para peserta lebih mengarah pada
benar mengirimkan dua wakil sesuai undang- hubungan antara SVLK dengan peluang mem-
an. Sebagian perusahaan memang mengiriman perluas pasar. Ringkasnya, peserta ingin tahu,
dua wakinya dari tingat pembuat keputusan apakah SVLK serta-merta menjamin perusa-
dan karyawan. Tapi ternyata ada juga industri haan punya kesempatan untuk mengem-
yang hanya mengirimkan satu wakil. bangkan pasar. Mereka juga ingin tahu apakah
SVLK juga dengan sendirinya akan membuat
Dalam istilah para pelatih, pendekatan ini perusahaan dapat memperoleh harga yang
mereka sebut sebagai agenda “Bangun lebih baik.
Suasana”. Ini adalah agenda yang disampaikan
oleh pelatih untuk menciptakan suasana dan Terhadap pertanyaan tersebut, Jajag men-


penyesuaian untuk mengantarkan peserta jelaskan bahwa SVLK tak otomatis membuat
masuk ke dalam kegiatan pelatihan yang lebih perusahaan dapat seketika memperluas pasar
rinci, lebih teknis, dan sudah pasti lebih rumit. ataupun membuat harga premium. SVLK,
Dengan sertifikat kata Jajag, dapat menjadi alat perusahaan
SVLK, produk Masih di sesi awal di hari pertama, pelatihan untuk menciptakan pasar premium.
akhir bisa dilacak juga menampilkan narasumber dari kalangan.
asalusul bahan Ia adalah Jajag Suryo Putro. Ia adalah nakoda Kelas paralel
bakunya dan PT Jawa Furni Lestari, Yogyakarta, sebuah Sampai di situ, peserta masih mengikuti
dirunut ke industri yang memperoduksi dan mengekspor pelatihan di kelas bersama. Artinya, para
belakang proses mebel yang sudah mendapatkan serfifikasi peserta dari tingkat pembuatan keputusan dan
produksinya. SVLK. Sebagai perusahaan sekelas IKM/ staf masih mendapatkan materi yang sama dari
UKM, PT Jawa Furni Lestari termasuk pionir. narasumber yang sama pula. Baru kemudian
Perusahaan ini mendapatkan sertifikat SVLK menyusul dua kelas pararel yang berlangsung
dengan fasilitasi MFP. bersamaan untuk para peserta dari kedua
tingkat tersebut.
Dalam presentasinya, Jajag menyampaikan
materi berupa perjalanan perusahaannya Secara umum, kedua kelas sebenarnya sama-
meraih SVLK. Penyelenggara berharap, testi- sama belajar tentang penatausahaan hasil hutan
moni Jajag akan memberi dorongan semangat (PUHH). Dan karena begitu banyaknya aspek
bagi peserta pelatihan. Jajag membeberkan yang terkandung dalam PUHH, panitia mem-
motivasi perusahaannya mendapatkan SVLK, bagi materi tersebut ke dalam dua kelas sesuai
kendati sudah memiliki beberapa sertifikat dengan kapasitas dan strata para peserta
lain. Menurut Jajag, perusahaannya perlu pelatihan di dalam industri. Secara agak rinci,
memiliki SVLK untuk menciptakan pasar pelatihan tentang PUHH ini banyak mengu-
premium. Yakni pasar ekspor yang menuntut pas standard operation procedures (SOP) dan

44
beberapa dokumen penting yang harus ada buat gap analysis pada industri masing-masing Materi SVLK. Narasumber Ketut Alit
untuk menyertai PUHH. dengan mengacu pada verifier SVLK. Kedua, Wisnawa menjelaskan seputar SVLK.
agar peserta mampu mengidentifikasi titik-titik
Kelas untuk peserta dari tingkat pembuat kritis VLK di industri mereka masing-masing.
keputusan fokus pada materi yang diarahkan Pelatih menyampaikan materi ini dengan
untuk mencapai empat tujuan. Pertama, agar mengajak peserta berdiskusi tentang kasus-
peserta nantinya mampu menyelesaikan kasus yang mereka alami selama ini. Ketiga,
kewajiban SVLK dengan sederhana dan tegas. agar peserta mampu menyusun format admi-
Kedua, agar peserta mampu menyampaikan nistrasi dan tata-usaha kayu (TUK) di internal
informasi dengan jelas tentang berbagai hal industri, misalnya untuk melakukan tagging,
yang mereka peroleh selama pelatihan— tabulasi, dan data manajemen. Keempat, agar
terutama tentang manfaat dan biaya SVLK— peserta sanggup melatih dan mengajari para
jelas kepada pemilik perusahaan di tempat pekerja anak buahnya untuk menerapkan
mereka bekerja. Ketiga, agar peserta mampu TUK internal.
menyusun rencana penyiapan VLK bagi
perusahaannya. Keempat, agar peserta mampu Sedianya, sesi pelatihan kelas pararel masing-
mengorganisasikan perubahan manajemen di masing dipandu oleh dua narasumber dari
perusahaan masing-masing sebagai upaya Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishut-
untuk mendapatkan VLK. bun) DIY. Tapi dalam pelatihan tersebut,
hanya satu petugas Dishutbun yang hadir—
Sementara itu, kelas pararel untuk peserta dari Tri Mulyadi— dan mengantarkan materi
kalangan staf pun juga diarahkan untuk tujuan pelatihan untuk kelas pembuat keputusan.
yang sama, hanya saja lebih pada jenis-jenis Sedangkan kelas staf, pelatihan yang sedianya
pekerjaan teknis, bukan manajerial. Pertama, menghadirkan narasumber Riyanta dari
agar peserta mampu menemukan dan mem- Dishutbun DIY diambil alih oleh tim pelatih

45
Pelatihan SVLK bersama MFP

yang disediakan MFP sejak awal— Suryanto verifier kritis dalam perusahaannya. Lebih
Sadiyo yang dibantu Exwan Novianto dan khusus lagi, pemahaman ini akan membantu
Sudarwan. peserta mengisi formulir verifier kritis.

Dari dua kelas terpisah yang berlangsung Persiapan Pendampingan


pararel tersebut, selanjutnya peserta pelatihan Menutup hari pertama pelatihan adalah
kembali bergabung ke dalam kelas bersama. persiapan pendampingan yang akan ber-
Kali ini materi pelatihan berupa uraian langsung esok harinya. Panitia mengumumkan
pengalaman (share learning) oleh sebuah nama-nama pelatih dan industri yang hendak
perusahaan di Yogyakarta, Rapi Furniture, mereka damping esok hari. Rata-rata seorang
dalam menyusun persiapan untuk menerapkan pelatih mendampingi dua atau tiga industri.
VLK. Ini terutama mengenai dokumen apa
saja yang diperlukan sebuah industri dalam Pada saat panitia mengabsen ulang industri
perjalanannya menuju VLK. Hadir sebagai peserta pelatihan, ditemukan tiga wakil
narasumber dari Rapi Furnitur Imanuel Andy. industri tak tampak lagi. Mereka mening-
Seluruh presentasi, baik selama pembukaan, galkan sesi terakhir pelatihan di hari pertama.
sesi kelas pararel, maupun share learning oleh Satu peserta mundur dengan alasan perusa-
Jawa Furni Lestari dan Rapi Furniture merupa- haannya menarik diri dari pelatihan tersebut.
Narasumber Industri. Jajag Suryo Putro
(papling kanan) ikut menjadi kan upaya bagi pantia untuk memberi pema- Dua peserta lain tak hadir di sesi pertama
narasumber. haman bagi para peserta pelatihan tentang dengan alasan keluarga dan waktu sudah

46
terlalu larut, sekitar jam 20.00 WIB. Bagi
peserta yang tak hadir dengan alasan menarik
diri, panitia pelatihan tak memasukkan dalam
daftar untuk didampingi. Sedangkan bagi dua
lagi peserta yang tak hadir karena alasan kelu-
arga, panitia masih memberi toleransi dan
mengirim pelatih ke industri mereka untuk
melakukan pendampingan keesokan harinya.
Irfan Bakhtiar. Narasumber dari MFP
Dalam kesempatan itu, pelatih membagikan pelatihan berupa kunjungan langsung oleh memaparkan perjalanan SVLK.
formulir soft copy “Verifier Kritis” kepada pendamping ke masing-masing industri
seluruh peserta. Formulir ini akan menjadi tempat para peserta pelatihan bekerja.
bahan bagi para pelatih untuk melakukan Pendamping di situ tak lain adalah para
analisis kesenjangan gap assessment yang terjadi pelatih. Hanya karena peran pendamping agak
di tiap industri. Dari analisis kesenjangan berbeda dari pelatih, maka para pelatih dalam
inilah para pelatih nantinya dapat menakar sesi pendampingan ini disebut sebagai
seberapa besar kemungkinan industri yang pendamping.
bersangkutan sanggup melaksanakan SVLK
dalam waktu yang tersisa. Dengan pengumuman pembagian tersebut,
tiap wakil industri bisa mengetahui siapa
Sebenarnya pendampingan ini merupakan pendamping yang akan mendatangi perusa-
lanjutan dari proses pelatihan secara haan mereka esok hari. Begitu sebaliknya,
keseluruhan. Hanya saja pada awalnya, pendamping pun mengetahui perusahaan
pendampingan sedianya dibuat berbeda dari mana saja yang akan mereka kunjungi besok.
teknik pelatihan. Dalam pelatihan (training), Setelah saling mengetahui, mereka pun
pelatih (trainer) melakukan intervensi langsung berkumpul, antara pendamping dan para wakil
terhadap peserta pelatihan. industri yang hendak dikunjungi. Kedua pihak
berkoordinasi untuk menyepakati beberapa hal
Tapi dalam pendampingan (coaching), para penting: mencatat nomer telepon, mencatat
pendamping (coach) hanya mengamati hasil lokasi perusahaan, denah atau peta lokasi, serta
kerja para peserta dalam mengisi formulir waktu kunjungan.
verifier kritis tadi. Pendamping tak dibenarkan
membantu peserta mengisi formulir tersebut. Pendampingan ke Industri
Pasalnya, panitia akan menjadikan mampu Hari kedua pelatihan SVLK bagi indusri
atau tidaknya peserta dalam mengisi formulir anggota Asmindo berupa kunjungan ke
tersebut merupakan indikator sebagai perusahaan tempat para peserta bekerja. Di sini
kemapuan mereka dalam memahami materi para pendamping selama seharian penuh
pelatihan di kelas selama hari pertama. mengunjungi dua atau tiga perusahaan. Di
Ringkasnya, panitia ingin menjadikan proses Yogyakarta, jarak perusahaan-perusahaan tak
pendampingan ini seolah sebagai simulasi terlalu jauh. Mereka tersebar di Kabupaten
proses audit terhadap industri yang hendak Sleman, Bantul, dan Kota Yogyakarta saja.
ber-VLK. Di situ, auditor tak dibenarkan
membantu industri yang menjadi kliennya Untuk menjangkau lokasi perusahaan, para
mengisi formulir verifier kritis. pendamping menggunakan mobil sewaan
yang difasilitasi panitia. Semuanya mobil lokal
Secara teknis, pendampingan (adalah proses Yogyakarta, sehingga pengemudi bisa dengan

47
Pelatihan SVLK bersama MFP

mudah menemukan alamat perusahan yang berwenang mengurusi dokumen-dokumen


hendak dikunjungi. Kebanyakan pelatih di tersebut.
Yogyakarta adalah warga setempat. Sekalipun
begitu, mereka tetap berkumpul dulu di hotel Peserta belum paham
Tanpa tempat pemusatan pelatihan. Temuan selama proses kunjungan di perusa-
kesanggupan haan menunjukkan bahwa sebagian besar
berkomunikasi, Jam kunjungan paling awal sekitar jam 09.00 peserta belum paham mengisi formulis verifier
peserta tak akan WIB. Ini sengaja dibuat tak bersamana dengan kritis. Artinya, mereka juga belum sepenuhnya
sanggup mengisi jam mulai bekerja sekitar jam 07.00 atau jam menangkap materi pelatihan di dalam kelas
formulir verifier 07.30 WIB. Pertimbangannya, para peserta selama sehari di hari pertama.
kritis. pelatihan memerlukan waktu untuk mem-
berikan penjelasan kepada atasan mereka di Pada saat pendamping datang di perusahaan,
kantor beberapa hal tentang pelatihan pada mereka mendapat formulir masih kosong.
kemarin hari. Ini misalnya, kepada atasannya Ketika pendamping bertanya perihal masih
atau pemilik perusahaan, peserta harus bisa kosongnya formulir, yang seharusnya sudah
mengkomunikasikan apa tujuan pelatihan. diisi pada saat pendamping datang, peserta
pelatihan mengatakan bahwa mereka belum
Tanpa kesanggupan berkomunikasi, peserta sanggup menerapkan materi pelatihan dengan
tak akan sanggup mengisi formulir verifier praktek mengisi formulir.
kritis. Sebab di situ ia harus mencatat beberapa
dokumen legal perizinan perusahaan. Dan Peserta bahkan belum mampu mengidenti-
untuk mengetahui berbagai dokumen tersebut fikasi dokumen-dokumen yang dimaksud
ia mau tak mau harus berhubungan dengan dalam formulir dengan dokumen-dokumen
pimpinan perusahaan atau petugas lain yang yang ada pada perusahaan tenpat mereka
bekerja. Masih kosongnya formulir juga karena
memang perusahaan tak memiliki atau tak
menjalankan prosedur standar operasi (SOP)
internal, lazimnya sebuah perusahaan yang
baik dan benar. Ini umpamanya, tampak
dengan tiadanya surat kontrak ataupun nota
pembelian bahan baku oleh perusahaan dari
para supplier.

Yang lebih memprihatinkan, ada perusahaan


yang baru mengetahui bahwa salah satu izin-
nya ternyata telah daluwarsa pada saat dikun-
jungi pendamping.

Kekurangan perusahan dalam mentaati per-


aturan sesuai dengan tuntutan legalitas internal
perusahaan ataupun legalitas bahan baku
makin kentara ketika pendamping menelusuri

Kunjungan ke Industri. Pelatih Een Nuraeini (paling


kiri) melakukan pendampingan di industri.

48
Pelatihan SVLK bersama MFP

Suasana Kerja. Dua pekerja perempuan


hubunan kerja antara perusahaan dengan para Proses pendampingan di perusahaan di di sebuah industri mebel.
supplier atau sub kontraktor. Hubungan antara pelatihan hari kedua ini berlanjut dengan
kedua pihak bersifat sesaat dengan volume pertemuan di kelas pada petang hari. Di situ
produk sekadar untuk memenuhi kuota order para pendamping dan peserta pelatihan
perusahaan, bukan hubungan permanen bertemu di tempat pemusatan pelatihan, yakni
dengan volume dan frekuensi pengiriman di Hotel Bintang Fajar. Agenda utama mereka
barang secara ajeg. Keadaan ini merupakan menyusun laporan tentang berbagai kesenjang-
salah satu penyebab mengapa tak ada doku- an antara persyaratan normative SVLK dengan
men legal kerjasama antar kedua pihak. kenyataan di industri yang ditemukan selama
pendampingan di perusahaan pada pagi hingga
Berbagai realita di perusahaan ini membuat lewat tengah hari sebelumnya.
gamang para peserta mengisi formulir verifier
kritis. Mereka ragu apakah akan mengisi sesuai Pertemuan pada petang hari dari jam 19.00
kenyataan di perusahaan atau sesuai dengan hingga 22.00 WIB ini ternyata tak berlangsung
ideal VLK. Mereka baru mengisi sesuai dengan efektif karena peserta, terutama kaum perem-
keadaan di perusahaan setelah pelatih puan yang sudah berkeluarga, keberatan dan
meyakinkan mereka beruang-ulang. Yakni tak fokus mengikuti diskusi. Akhirnya pantia
bahwa pengisian formulir harus sesuai pelatihan sepakat mempersingkat pertemuan
kenyataan di perusahaan, dan bahwa mengisi ini, dan meniadakan pertemuan seperti ini
data atau informasi palsu akan membuat pada malam hari dalam lanjutan pelatihan di
perusahaan gugur ketika mereka menghadapi lima kota lainnya kemudian. Artinya, setelah
auditor yang sebenarnya di kemudan hari. Itu seharian pendamping melakukan pendam-
mengacu pada niat panitia untuk menjadikan pingan di industri, tak ada lagi kegiatan di hari
pelatihan dan pendampingan ini sebagai kedua pelatihan.
simulasi sebuah proses audit.

49
Pelatihan SVLK bersama MFP

Coaching Clinic Agenda di hari terakhir pelatihan ini berlanjut


Hari ketiga atau hari terakhir pelatihan dengan kelas bersama berisi review pelaksanaan
berlangsung di tempat pemusatan pelatihan di tiga hari pelatihan secara keseluruhan. Tim
Hotel Bintang Fajar. Para peserta berkumpul pelatih menyampaikan beberapa catatan
membawa formulir verifier kritis yang telah tentang pelaksanaan pelatihan. Ini mencakup
mereka isi dalam sesi pendampingan di hari soal pelatih, materi pelatihan, rangkuman
kedua. Tiap wakil industri, tetap dua orang berbagai temuan di beberapa industri, feno-
dari tingkat pembuat keputusan dan staf, men- mena umum pada industri, serta kemampuan
dapat pendampingan (coaching clinic) oleh dua peserta memahami materi. Beberapa kritik dan
pendamping. saran terhadap beberapa catatan di atas muncul
dari para peserta, narasumber, dan pelatih.
Mereka bersama-sama menganalisis hasil
temuan atau keadaan riil di industri masing- Dari situ disepakati rencana tindak lanjut
masing. Mereka mendiskusikan temuan- secara umum. Dengan melihat kondisi umum
temuan tersebut. Dari situ pendamping dan spesifik yang terjadi di kalangan industri
memberikan gambaran seberapa layak sebuah mebel dan furniture di DIY, para peserta
industri sangup melakukan VLK dalam waktu pelatihan menggarisbawahi beberapa hal yang
yang masih tersisa sampai 2013. memungkinkan mereka laksanakan di dalam
waktu dekat untuk mengantarkan industri
Dua pendamping untuk satu industri ini anggota Asmindo menuju VLK.
dimaksudkan agar ada pendapat pembanding.
Ini juga agar pendamping dapat saling Salah satu hal yang patut digaris bawahi adalah
mengoreksi dan melengkapi analisis serta saran bahwa pada umumnya industri di DIY masih
dan rekomendasi yang mereka berikan kepada memerlukan cukup waktu untuk ber-VLK. Ini
industri. Proses coaching clinic ini berlangsung karena secara internal mereka masih menga-
bersamaan melibatkan para peserta wakil lami banyak kekurangan dalam melengkapi
industri dan pendamping di beberapa meja dan mentaati verifier administratif dan opera-
terpisah. sioanal perusahaan.

Setidakya hanya ada satu atau dua perusahaan


yang benar-benar sudah memiliki syarat
mendekati VLK. Itu pun karena mereka
sebelum ini sudah punya pengalaman
mendapatkan sertifikasi selain SVLK. Bagi
perusahaan seperti itu, MFP menawarkan
bantuan untuk mendampingi dan mem-
fasilitasi untuk mendapatkan SVLK dengan
tanggungan MFP. Perusahaan tersebut
sanggup memenuhi semua syarat dan verifier
SVLK dalam satu tahun yang masih tersisa
hingga 2013. Agenda terakhir ini sekaligus
menutup seluruh kegiatan pelatihan yang
berlangsung tiga hari.
Produk Kayu. Selain mebel, kayu juga
menjadi bahan baku kerajinan.

50
Profil PT Jawa Furni Lestari
PT Jawa Furni Lestari adalah salah satu dari sedikit perusa-
haan yang telah ber-SVLK. Perusahaan yang sebagian besar
produknya untuk pasar ekspor yang berbasis di Yogyakarta
ini membuktikan bahwa SVLK tak serta merta membebani,
sekalipun juga tak berarti SVLK membuat harga produk
menjadi premium. Jajag Suryo Putro, salah satu pimpinan
perusahaan, memandang SVLK sebagai investasi untuk
memposisikan produknya di pasar premium.

Perusahaan ini memiliki pemegang saham dua orang, Jajag


dan Oki Widayanto. Jajag dan Oki tak pernah mengambil
deviden, belum pernah. Mereka selalu memanfaatkan
keuntungan untuk membesarkan perusahaan. Mereka
membungkus perusahaan, istilah Jajag. Itu mulai dari sekadar Klaten. Para mitra ini kebanyakan berperan sebagai vendor,
sebagai UKM, agar bisa menjadi korporasi, itu cita-cita baik ikut mengerjakan pesanan atau yang mensuplai
mereka. Dulu workshop mereka cuma berukuran 400 meter kebutuhan produksi PT Jawa Furni Lestari.
persegi, itu terjadi pada 2000-an. Pada awalnya mereka tak
tahu ke mana akan membawa perusahaan. Pada saat itu Pada 2003, jumlah mitra Jajag sekitar 40. Kini jumlah itu
kegiatan produk sudah mengarah ke furnitur. menjadi 120. Rata-rata tiap vendor mempekerjakan lima
orang tukang. Dan itu baru vendor kayu, belum menghitung
Dan berkat komitmen mereka berdua, pada 2003 mereka vendor non kayu yang jumlahnya mencapai 100-an. Vendor
nekat melegalkan usaha mereka. Pada 2005 perusahan kian non-kayu ini mencakup vendor bahan packing, finishing, sub-
tumbuh. Produksi beranjak naik, begitu juga dengan jumlah kontraktor transportasi, sub kontraktor tenaga-tenaga yang
sumberdaya manusia (SDM) yang terlibat di dalamnya. Jajag bekerja di rumah masing-masing.
memperkirakan, pada saat itu sekitar 1.500 orang terlibat
dalam kegiatan perusahaan, baik langsung maupun tak “Misalnya, untuk menganyam kulit, kami sub-kan ke orang
langsung. Itu mulai dari sub kontraktor, pemasok pemilik lain, dan jumlahnya sekarang sekitar 200-an. Dari situ, kami
bahan baku, pekerja, serta masyarakat di sekitar workshop tak ingin berhenti di tengah jalan hanya untuk egoisme kami,
yang hidup dari perusahaan. hanya karena kami sudah mendapatan keuntungan cukup.
Rasanya naif. Pengertian kami, ini tanggungjawab dan harus
Bagi Jajag dan Oki, jumlah SDM yang terlibat dalam perusa- kami selesaikan,” kata Jajag.
haannya merupakan amanah. Yakni amanah yang harus
dipelihara. “Maksud saya, ini titik kami tak bisa mundur lagi. Itulah salah satu alasan pada 2005 Jajag dan rekan
Kami harus terus mengembangkan perusahaan dengan investornya memutuskan untuk fokus dan habis-habisan
sungguh-sungguh. Kami merasa ikut bertanggungjawab mengembangkan perusahaan. Mereka tak ingin para pekerja
atas kehidupan 1.500 orang tersebut,” kata Jajag. dan rekanan mengalami kesulitan hidup lantaran perusahan
hanya berjalan di tempat. Caranya dengan membangun
Sampai sekitar awal 2012, PT Jawa Furni Lestari memiliki perusahaan dengan benar, tertib, dan cerdas. Mereka berdua
jaringan kerja sampai beberapa di luar Yogyakarta— Jepara, membenahi organisasi perusahaan, mengukur sistem
Purwodadi, Cepu, Blora. Itu artinya terjadi perluasan. manajemen dengan International Organization for Standar-
Sebelum itu, beberapa mitra Jajag masih di Bantul dan dization (ISO).

51
Pelatihan SVLK bersama MFP

“Hasilnya, perusahaan bisa berkembang permintaan yang jelas, dari beberapa


Karena sudah punya sistem yang berjalan. jaringan hotel intenasional. Mereka men-
Kami punya lima workshop, dengan luas datangi kami dan minta suplai. Itu yang
total hampir dua hektare,” kata Jajag, sarjana pasar premium. Sedangkan pasar mene-
teknik industri itu. ngahnya lebih banyak lagi dan memang
hidup kami di situ,” kata Jajag.
Dari lima workshop tersebut, dua berlokasi
di Klaten, dua di Sleman, dan satu di Kalasan, Ia menjelaskan, kesadaran tentang sertifikasi
serta sebuah show room di Palagan, datang dari hasil riset pemasaran mereka
Yogyakarta. Dan menurut Jajag, ia berhasil sendiri. Yakni bahwa tren pasar akan mele-
membuat efisien kerja kelima workshop bar atau akan fokus pada produk-produk
tersebut. Nilai yang mereka peroleh pun yang bersertifikasi. Temuan itu pun lantas
makin tinggi. Hal lain yang diakukan Jajag mereka terapkan. Tapi pada awalnya tak
adalah mengembangkan kapasitasnya mudah. Banyak orang menganggap serti-
sebagai operator perusahaan. Begitu juga fikasi sulit, aneh, ribet. Tapi upaya menda-
dengan Oki, yang berlatar belakang per- patkan sertifikasi berjalan terus. “Sebelum
bankan, mengembangkan potensinya melihat hasil sertifikasi, biasanya orang
untuk mendukung pendanaan bagi malas melakukannya,” lanjut Jajag.
perusahaan.
Untuk promosi, Jajag menempuh strategi
Tentang pemasaran, Jajag mengatakan melalui membangun jaringan dengan lem-
pada awalnya masih konvensional. Ia tak baga swadaya masyarakat (LSM), lembaga
tahu hendak menyasar segmen yang mana. donor, lembaga yang peduli untuk men-
Perusahaan ini mengalir berdasarkan dorong pasar atau pemasok serta vendor
konsep pemasaran tradisional. Artinya, untuk berbuat yang benar dengan serti-
perusahaan mengerjakan garapan ketika fikasi, dengan legalitas. Dan menurut Jajag,
ada pesanan (order). “Yang penting di awal LSM dan lembaga donor memang harus
kami untung dulu. Keuntungan itulah yang mengawal industri dalam upaya ke arah
kemudian kami putar,” katanya. sertifikasi. Pasalnya, industri sering
menghadapi masalah dan itu bisa membuat
Kegiatan Industri. Pembuatan meja
dan kursi di PT Jawa Furni Lestari. Ia menargetkan pada 2015 nanti perusa- semangat mereka untuk bersertifikat naik-
haannya benar-benar berjalan sendiri, sudah turun. “Dengan komunikasi yang ajeg
menjadi mesin bisnis. Ia berani mematok bersama LSM dan donor, membuat industri
target tersebut karena pada saat ini perusa- percaya diri,” kata Jajag.
haannya sudah memiliki diversifikasi pasar
jelas. Itu berkat beberapa sertifikasi yang Melalui kemitraan dengan LSM (Arupa,
mereka miliki, dan juga lantaran sistem Shorea, Javlec) dan lembaga donor (MFP), PT
manajemen yang mengarah pasar Jawa Furni Lestari berhasil mendapatkan
menengah ke atas, serta segmen proyek. SVLK. Tadinya perusahaan itu sudah punya
sistem certificate of conformity (CoC) yang
“Kami melihat kekosongan pasokan produk- sifatnya mandatory (wajib). Itu antara lain
produk ramah lingkungan, padahal segmen- International Organization for Standar-
nya menggunung. Sudah mulai ada dization (ISO) 9001-2000, Verification of

52
Pelatihan SVLK bersama MFP

Legal Origin (VLO), Membaga Ekolabel Mengenai persaingan di pasar, Jajag


Indonesia (LEI), serta Forest Stewardship menyikapinya dengan bonus berupa
Council (FSC). layanan kepada pelanggan berupa solusi.
Itu membuat pelanggan tak terpaku pada
Tapi perusahaan itu masih mengalami harga yang tertera pada barang. Selain
benturan tentang banyak hal yang tak bisa membuat pelanggan nyaman, layanan
dipecahkan internal. Dari situ, Jajag lantas tambahan berupa solusi ini juga membuat
mengadopsi SVLK. Pertimbangannya, SVLK pelanggan percaya dan setia. Lebih dari itu,
membuat perusahaan tak perlu lagi terlalu JajakJajag mengamati bahwa perkembang-
repot menangani soal-soal legalitas, baik an bisnisnya salah satunya didukung oleh
legalitas internal perusahaan dalam promosi di kalangan pelanggan yang
menjalankan operasinya maupun legalitas bercerita dari mulut ke mulut. Beberapa
kayu sebagai bahan baku. pelanggan barunya datang karena men-
dapat rekomendasi dari pelanggan lain
Riset menjadi kunci pengembangan perusa- yang pernah datang.
haan. Untuk tujuan itu, PT Jawa Furni Lestari
punya tim riset. Perusahaan memberi “Jadi kami tak menjadikan harga sebagai
kesempatan para personelnya untuk senjata untuk bersaing. Dan sekalipun
mengembangkan kapasitas pribadi masing- promosi dari mulut ke mulut terbukti efektif,


masing. Tujuannya, untuk memperdalam kami tetap melakukan promosi melalui
pengetahuan mereka sesuai bidang tugas- pameran, situs web, dan blog.” kata Jajag.
nya. Itu mereka lakukan, baik melalui infor-
masi di internet serta membangun jaringan Di situs web dan blog, Jajag mempro- Riset
dan diskusi dengan berbagai komunitas. Sis- mosikan produknya dengan cara menyapa menjadi kunci
tem ini masih didukung dengan berbagai calon pelanggan untuk berdiskusi sebagai pengembangan
pelatihan peningkatan kapasitas SDM. pancingan. Kepada sebuah chain store yang perusahaan.
kebetulan punya visi sama dengannya ia Untuk tujuan itu,
Untuk urusan manajemen dan tim kreatif, akan menanyakan apakah memerlukan PT Jawa Furni
perusahaan sejak 2007 menerapkan pola koleksi. Ketika pemilik chain store butuh Lestari punya tim
rekrutmen berdasarkan standar SDM yang produk kerajinan dan mebel, Jajag pun riset.
menurut mereka benar. Perusahaan tak lantas membuatkan modelnya. “Model
memfokuskan seorang personel pada satu pertama mungkin kurang pas, tapi kami tak
jenis pekerjaan saja. Tiap personel harus siap berhenti. Tim kreatif kami justru terus mem-
dipindahtugaskan ke divisi apa pun, buatkan penyempurnaannya, sampai terjadi
sehinggga mereka dapat mengembangkan transaksi.
dirinya. Tiap enam bulan pimpinan perusa-
haan mengevaluasi performa para karya- Mereka punya target usia 45-50 harus sudah
wan untuk menentukan posisi mereka di pensiun. Baru dari situ mereka akan aktuali-
tahun berikutnya. “Kami tak mengenal sasi. Tapi untuk aktualisasi butuh modal,
pembagian senioritas. Kami member- perlu dana. Modal yang mereka cari itu
lakukan kebijakan bahwa anak buah tak berasal dari usaha mereka sekarang. l
boleh lebih bodoh dari kami. Ini supaya
konsep kami tercapai.

53
Pelatihan SVLK bersama MFP

Wawancara Dengan Yuli Sugianto, Ketua Asmindo


Komda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

Bagaimana Anda memandang Pelatihan yang ideal menurut


pelatihan SVLK bagi industri ini? Anda seperti apa?
Asmindo adalam mitra Pemerintah Setelah sosialisasi atau pelatihan ini
dalam hal ekspor mebel, kerajinan kayu sebaiknya ada fasilitasi bagi industri
khususnya, meski ada juga aneka kerajin- untuk mendapatkan sertifikat SVLK. Baik
an lain. Jadi pelatihan SVLK bagi industri itu untuk perusahaan menengah ke atas
dengan MFP ini positif. Saya ingin indus- atau ke bawah. Tapi ini tetap dengan
tri memanfaatkan kesempatan ini menakar kesiapannya. Yang penting
dengan baik. pertama, industri harus punya komitmen.
Kemudian kesiapan manajer mereka. Ini
Bagaiana awal Asmindo yang tak bisa dipaksa. Tapi ini kan masih
bermitra dengan MFP? tahap awal. Nantinya saya yakin lambat
Saya tahu MFP dari Pak Agus Djailani laun SVLK ini tuntas di kalangan industri.
(konsultan MFP bidang UKM/IKM). Dia
menyampaikan pada saya bahwa MFP Tahapan apa yang dilalui untuk
memiliki satu program masalah globali- sampai mewujudkan pelak-
sasi, pelatihan, dan pendampingan SVLK. sanaan pelatihan SVLK ini?
Itu saya anggap bagus karena SVLK Prosesnya saya lihat cukup cepat. Dari
sudah merupakan peraturan Pemerin- internal Asmindo Pusat, kami mulai
tah. SVLK wajib, dan itu penting bagi dengan membentuk Asmindo Certifi-
kami, khususnya yang ada di Yogyakarta. cation Care (ACC) belum lama ini. Ini
semacam gugus tugas dan baru kami
Seperti apa gambaran umum bentuk di Yogyakarta, Jawa Timur, dan
industri mebel dan furnitur di Semarang. ACC fokus mendorong
Yogyakarta? sertifikasi melalui pendampingan di
Di Yogyakarta banyak usaha (furnitur) kalangan industri.
menengah ke atas , dan semuanya
bertanya-tanya tentang peluang kami Jika Asmindo punya program
agar dapat memanfaatkan program- pelatihan, seperti apa itu
program MFP untuk mendorong SVLK gambarannya sekilas?
tersebut. Yang jelas ini perlu cepat karena Yang pasti kurikulum Asmindo agak
Pak Agus menyampaikan sinyal waktu- berbeda. MFP sudah punya modul
nya sudah mepet. Jalan paling cepat sendiri. Itu hanya perlu menentukan
adalah segera membuat kesepakatan tempat, susunan acara pelatihan, berapa
kerjasama antara Asmindo Pusat dengan orang yang diundang. MFP bisa cepat
MFP. menentukan itu. Karena itulah, kami
mendorong kawan-kawan untuk
Bagaimana kesiapan Asmindo memanfaatkan sebaik-baiknya pelatihan
dalam pelatihan anggotanya? ini, selagi gratis.
Dari pihak Asmindo, sudah ada Asmindo
Certification Care (ACC). Asmindo Certifi- Apa yang diperlukan industri
cation Care ini berperan mendampingi untuk punya semangat ikut
industri anggota Asmindo. Dan ternyata pelatihan?
Asmindo Pusat dan MFP berhasil Ikut atau tidak, itu memang pilihan
merumuskan kesepakatan kerjasama. Ini industri sendiri. Yang penting, peserta
berlanjut dengan beberapa kegiatan— perlu punya motivasi dan niat mewujud-
sosialisasi, pelatihan, pendampingan— kan iklim untuk membangun satu komu-
di kalangan para anggota Asmindo di nitas. Dan saya kira pemahaman tentang
berbagai daerah. SVLK sudah mulai terbentuk di kalangan
industri. Jujur saja, sebelum ini jadi satu

54
Pelatihan SVLK bersama MFP

Segera setelah pelatihan di Yogyakarta usai, para pelatih dan sebagian narasum-
ber berkumpul untuk membuat evaluasi pelaksanaan peltihan. Secara ringkas,
evaluasi atas pelaksnaan pelatihan di Yogyakarta dapat dipaparkan sebagai
berikut:

1. Pelatihan perlu melibatan pemilik. Tujuannya untuk mempermudah peserta


dan pelatih mengakses dokumen perusahaan yang diperlukan untuk mengisi
formulir verifier kritis dan untuk menyusun gap assessment.

2. Materi rasionalitas harus bisa membawa peserta paham mengapa harus


SVLK. Di Yogyakarta, materi ini belum sesuai disain awal di Hotel Jambu-
luwuk. Sehingga pada materi di sesi berikutnya tak ada pertanyaan lagi tentang
mengapa SVLK.

3. Perlu memastikan peralatan di kelas berfungsi baik. Di Yogyakarta terjadi


gangguan teknis.

Yuli Sugianto. 4. Pembagian kelas (kelas paralel) ternyata diskusinya sama saja, tak seperti yang
kita ilustrasikan di awal. Ke depan, di Solo meskipun tetap kelas paralel,
program konkret, pendampingan sampai materinya sama.
nanti audit masih banyak yang bingung.

Apakah ada hambatan untuk 5. Ternyata metode coaching yang menuntut coach agar memegang etika tak
memulai SVLK di kalangan boleh mengajari klien tak bisa dilakukan. Ini karena memang peserta masih
industri? rendah pengetahuannya. Faktanya coach masih harus sedikit melakukan
Industri memang sempat bingung melihat intervensi mengajari klien dan memberitahu kekurangan-kekurangannya. l
SVLK. Kami bertanya-tanya, ada apa lagi
ini. Ada banyak pertanyaan lain. Misalnya,
SVLK ini keharusan atau bukan, berapa
biayanya. Jika kami sudah punya SVLK
terus bagaimana. Jika ternyata kami sudah
megantongi CoC atau VLO bagaimana?
Bagaimana dengan industri kecil.
Pertanyaan seperti itu sering muncul.

Anda sendiri memandang SVLK


seperti apa?
Bagi insudtri yang sudah punya sertifikasi
apa pun, SVLK merupakan kunci. Karena
paling tidak, jika kami punya SVLK jadi
agak tenang. Cuma ada satu pertanyaan
lanjutan, benarkah dengan SVLK ini nanti-
nya untuk ekspor ke negara-negara impor-
tir, semua negara bisa menerima? Apakah
masih terbatas? Karena kalau terbatas, ada
kemungkinan industri mencari negara
tujuan ekspor lain yang tak mewajibkan
SVLK. Ini terutama untuk industri kecil. Itu
menyimpang dari tujuan. l

55
Pelatihan SVLK-
Asmindo Komda
Solo Raya

Hari : Senin-Rabu, 12-14 April 2012


Tempat : Hotel Novotel
Peserta : 10 industri anggota Asmindo Komda Solo
Raya, 1 dari Kediri (Jawa Timur)
Pelatih : Een Nuraeni (MFP), Setyowati (independen,
Bogor), Sudarwan (Shorea, Yogyakarta),
Exwan Novianto (Shorea, Yogyakarta),
Suryanto Sadiyo (Arupa, Yogyakarta), Panji
Anom (Javlec, Yogyakarta).
Narasumber : Jajag Suryo Putro (PT Jawa Furni Lestari,
Yogyakarta), David R Wijaya (Ketua Asmindo
Komda Solo Raya), Adi Dharma Santoso
(Pengurus DPP Asmindo), Tony Riyanto dan
Budi Kurniyadi (BP2HP Wilayah VIII
Surabaya), Ahmad Edi Nugroho (Co-Director
MFP), Irfan Bakhtiar (MFP).
Moderator : Agus P Djailani (MFP).

56
Bab

Para peserta, pelatih, dan narasumber dalam pelatihan SVLK di Surakarta.

57
Pelatihan SVLK bersama MFP

Peserta : 11 industri dan Asmindo Komda Solo Raya dan satu dari Kediri.
No Industri Nama Alamat
1 Nuansa Kayu Lutfi Kawasan Industri Kalijambe, Sragen

2 Prima Julia Ki Mangun Sarkoro, Surakarta

3 Arafa Zakki RI Kayuapak, Polokarto, Sukharjo

4 Mugiharjo Hernawati Kanthongan, Kragilan, Boyolali

5 Andatu Irawan Jl Slamet Riyadi, Kartosuro

6 Vienna Classic Khatarina Jl Merbabu, Sukoharjo

7 Adi Furniture Adi Santoso Tegalarum, Mojosongo, Surakarta

8 Mulya Abadi Murjiyanto Ngemul, Sidorejo, Sukoharjo

9 Kharisma Rotan Dewi Ambarsari Gesingan RT 2, Luwang, Sukoharjo

10 Manggala Jati Arif Sujatmiko Jl Karang Plese, Klaten

11 Dallas Ronald Kediri

Pembukaan
P elatihan di Surakarta menyertakan industri
anggota Asmindo setempat. Di Surakarta,
asosiasi ini bermana Asmindo Komda Solo
Furniture dari Kediri (Jawa Timur). Secara
geografis, Kediri sebenarnya lebih dekat ke
Surabaya, kota kelima tempat diselenggarakan-
Raya. Pelatihan untuk Komda Solo Raya nya pelatihan. Hadirnya Dallas, menurut Irfan
berlangsung di Hotel Novotel. Pelatihan ini Bakhtiar, karena si pemilik punya sejumlah
melibatkan komposisi pelatih yang sama persis perusahaan lain dan ingin mengikutkan dua di
dengan pelatihan sebelumnya di Yogyakarta. antaranya ke pelatihan ini.

Sedangkan narasumber terjadi perubahan. Urutan acaranya pun pada umumnya sama.
DPP Asmindo, yang mengirimkan wakilnya Pembukaan berlangsung dengan penjelasan
Ketut Alit Wisnawa di Yogyakarta, kali ini oleh panitia yang juga pelatih, pengenalan
mengirimkan wakilnya Adi Dharma Santoso. seluruh hadirin, berlanjut dengan penjelasan
Dari MFP, hadir Ahmad Edi Nugroho, selain tentang seluruh agenda pelatihan salama tiga
juga Irfan Bakhtiar, Agus Djailani, dan Agus hari. Panitia juga menjelaskan agenda pelatihan
Setyarso. Sedangkan narasumber dari Asmindo di hari pertama. Itu mulai dari pembukaan,
Komda Solo Raya hadir sang ketua, David R rasionalitas SVLK oleh narasumber, kelas
Wijaya. Narasumber lain dari BP2HP Wilayah paralel bagi kelompok pemegang keputusan
VIII Surabaya, Tony Riyanto dan Budi dan staf tentang PUHH, ulasan tentang veri-
Kurniyadi, yang khusus menyampaikan materi fikasi titik kritis VLK, pengalaman penerapan
tentang PUHH. VLK dari audit internal perusahaan, berbagi
pengalaman oleh pelaku usaha yang sudah
Peserta pelatihan pada umumnya merupakan mendapatan SVLK, dan persiapan coaching
anggota Asmindo Komda Solo Raya. Hanya clinic untuk mencari temuan gap assessment di
saja, ada satu peserta yang mewakili sebuah industri esok harinya.
industri mebel dari luar Surakarta, yakni Dallas

58
Pendaftaran Peserta. Suasana
pendaftaran para peserta pelatihan
Ada satu hal yang menjadi perhatian panitia, Perhatian lebih oleh panitia terhadap persoalan SVLK di Surakarta.

yakni tentang pemahaman para peserta tersebut cukup beralasan karena tak semua
mengenai mekanisme dan prosedur pelatihan. peserta memiliki kecakapan dalam meng-
Terutama tentang pengiriman dua wakil dari komunikasikan informasi kepada pemilik
tiap industri, harus dari personel yang menem- perusahaan. Prosedur ini sekaligus juga untuk
pati posisi sebagai pembuat keputusan dan satu menguji seberapa intens hubungan atau komu-
lagi dari kalangan staf. Hal lain yang mendapat nikasi di antara para personel para perusahaan
perhatian tim pelatih adalah mengenai pelatih- yang berdangkutan.
an di hari kedua berupa coaching clinic. Ini
adalah kunjungan langsung oleh pelatih ke Tapi prosedur standar pelatihan tersebut tak
perusahaan yang merupakan tempat kerja berlaku bagi dua peserta yang mewakili Dallas,
masing-masing peserta pelatihan. sebuah perusahaan mebel asal Kediri. Mereka
mendapat perlakuan khusus. Mengingat jarak
Untuk itu, Irfan Bakhtiar, yang juga berperan yang cukup jauh dan waktu tempuh lama bagi
sebagai koordinator seluruh rangkaian pelatih- mereka untuk bolak-balik Surakarta-Kediri,
an, wanti-wanti tentang mekanisme tersebut. panitia mengusulkan pada kedua peserta tadi
Ia berpesan agar peserta yang hadir di hari per- agar minta perusahaannya mengirim doku-
tama latihan itu secakap mungkin menyam- men-dokumen soft copy melalui E-mail. Selan-
paikan informasi kepada para pimpinan jutnya, mereka akan mendapat pendampingan
perusahaan mereka di kantor bahwa esok hari di hari kedua di hotel tempat pelatihan, tanpa
pendamping pelatihan akan datang ke perusa- kunjunan langsung ke Kediri. l
haan untuk melakukan pendampingan. Tepat-
nya, mendampingi peserta pelatihan dari
perusahaan terebut dalam mencari temuan
direct gap assessment.

59
Pelatihan SVLK bersama MFP

Presentasi Narasumber
Ahmad Edi Nugroho
A hmad Edi Nugroho memulai dengan
penjelasan tentang sosialisasi SVLK.
Menurutnya selama ini telah berlangsung
tary Partnership Agreement (FLEGT-VPA).
Pasal 4 Ayat 1 timber regulation UE melarang
hadirnya kayu ilegal di pasar Eropa. Sedangkan
beberapa langkah untuk mensosialisasikan Ayat 2 menyebutkan bahwa para pelaku bisnis
SVLK. Ini terutama untuk meningkatkan pra perkayuan harus melakukan due diligence
kesiapan industri perkayuan ke arah SVLK. Ini (betul-betul memeriksa keabsahan legalitas
karena pasar kayu dunia berubah drastis, mulai produk kayunya). Peraturan tadi berlaku mulai
dengan timber reulation nomer 995 Oktober Maret 2013 untuk semua jenis produk yang
2010 di negara-negara anggota Uni Eropa mengandung unsur kayu.
(UE). Timber regulation ini mewajibkan pasar
di Eropa hanya menerima impor produk kayu Sebagai sebuah non-tarrif barrier, FLEGT-VPA
yang legal mulai pada Maret 2013. akan mengecualikan produk-produk kayu
impor dari negara yang menandatangani
Edi menjelaskan bahwa timber regulation kini FLEGT-VPA. Produk kayu dari negara-negara
telah menjadi non-tariff barrier perdagangan di yang menandatangan FLEGT-VPA tak perlu
Eropa. Dan bukan cuma produk kayu yang melakukan due diligent. Dan Indonesia ter-
menjadi sasaran, melainkan juga produk per- masuk salah satu dari lima negara yang ikut
tanian dan perikanan. Untuk produk ke- menandatangani FLEGT-VPA dengan UE.
hutanan, non-tariff barrier berupa Forest Law Mereka adalah Ghana, Kamerun, Gabon,
Enforcement, Governance and Trade-Volun- Republik Afrika Tengah. Hanya saja kelanjutan
FLEGT –VPA di keempat negera tersebut
mentok di tengah jalan.

Artinya, berbagai produk kayu yang selama ini


masuk Eropa, nantinya belum tentu akan bisa
terus berlanjut begitu FLEGT-VPA efektif.
Dengan perkembangan seperti itu, ada
peluang bagi produk-produk kayu dari Tanah
Air untuk menikmati kemudahan masuk pasar
UE. Yang sudah hampir pasti adalah bahwa
produk-produk tersebut bakal bisa mengakses
pasar premium. Dan harus diakui bahwa pasar
premium belum serta-merta bisa memastikan
bahwa harganya akan ikut premium.

Dari ulasan di atas tampak bahwa sertifikasi


atas produk kayu (SVLK) penting. Dan kini
SVLK sudah mendapat pengakuan dan per-
setujuan dari UE sebagai salah satu instrumen
penting untuk melengkapi dokumen ekspor
melalui FLEGT-VPA. Pemerintah RI dan UE
sudah menandatangani kesepakatan untuk

Ahmad Edi Nugroho. Memaparkan tentang


kesepakatan RI dan UE untuk produk legal.

60
Kelas Pelatihan. Hari pertama pelatihan
menggunakan SVLK sebagai sistem verifikasi Australia. Pasalnya UE bukan satu-satunya SVLK berlangsung di dalam kelas.
falam FLEGT-VPA tadi. Artinya, kedua pihak kawasan yang menerapkan standar legalitas
sudah menyelesaikan administrasi masing- produk. Pemerintah Jepang, AS, dan Australia
masing untuk mengadopsi SVLK. Dan untuk pun memiliki kebijakan yang menuntut
memastikan nasib SVLK, kedua pihak juga importir harus bertangungjawab atas legalitas
mulai membenahi persiapan masing-msing. kayu.
UE mengurus persetujuan pelaksanaan SVLK
dari 27 negara anggotanya. Pada saat yang Pada intinya, kata Edi, tren perdagangan kayu
sama, Pemerintah RI juga perlu meratifikasi dunia berubah drastis. Dan dengan SVLK, di
SVLK. Jika “pekerjaan rumah” kedua pihak situ ada peluang. Jika industri mebel Indonesia
tersebut tuntas, SVLK segera berlaku penuh. bisa memanfaatkan peluang ini, kredibiitas
ekspor produk kayu Indonesia bisa terangkat,
Menurut Edi, sebagai sebuah sertifikasi, pendapatan dari ekspor juga bisa ikut naik.
penyusunan SVLK telah melalui proses multi-
pihak di Tanah Air. Beberapa langkah dalam MFP sendiri ikut andil dalam proses untuk
proses penyusunan SVLK termasuk mencari mendorong VPA dan juga SVLK sebagai
definisi legal serta indikatornya. Selama instrumen ekspor ke Eropa. MFP meyakinkan
penyusunan, proses tersebut menyertakan para industri tentang tren bisnis kayu global
pakar untuk membicarakan bagaimana sistem belakangan ini. MFP menggelar roadshow,
ini nantinya bekerja. memproduksi dan menyebarkan brosur,
menyelenggarakan pelatihan. MFP memahami
Dari situ tampak SVLK tak hanya kredibel di keadaan industri mebel di Tanah Air yang
mata Indonesia tapi juga UE. Padahal selama masih memerlukan pendampingan khusus
ini UE paling rewel dan paling sulit ditembus dalam memahami perlunya langkah untuk
sertifikasinya. Dengan keberhasilan mencapai memenuhi syarat-syarat legalitas. Sekalipun itu
kesepakatan aspek legalitas kayu dengan UE, berupa legalitas usaha yang paling mendasar,
selanjutnya bisa melebar ke negara-negara lain, seperti dokumen SIUP, TDP, TDI, dan
seperti Jepang, Amerika Serikat (AS), dan NPWP. l

61
Pelatihan SVLK bersama MFP

Ketua Asmindo Komda


Solo Raya, David E Wijaya
D avid mengakui legalitas memang salah
satu bagian dari untuk memperbaiki citra
produk kayu dari Indonesia. Masyarakat dunia
industri merasa terbebani ketika harus
mengeluarkan biaya untuk mendapatkan
sertifikasi VLK. Dalam soal dokumen legalitas
selama ini telanjur mengganggap bahwa perusahaan pun, industri di Surakarta masih
produk kayu Indonesia ilegal. Menurutnya, banyak yang belepotan, tak lengkap.
SVLK merupakan kesempatan bagi industri
dan eksportir kayu untuk menyikapi dengan Ia melontarkan gagasan agar ada celah bagi
halus. industri untuk mendapatkan VLK sebagai
kelompok. Ia melihat cara itu bisa menjadi
Yang membuat David gelisah adalah waktu jalan keluar bagi industri-industri untuk mem-
pemberlakuan wajib SVLK yang sudah peroleh VLK dengan patungan. Dengan
demikian mengimpit. Selain waktu yang begitu, beban ongkos di tiap industri bisa lebih
mepet, volume bisnis industri mebel di terjangkau. Hanya saja, David mengaku belum
Surakarta kebanyakan juga masih berskala paham bagaimana mekanisme memperoleh
kecil. Untuk sekali ekspor umpamanya, VLK melalui kelompok. Itu pun jika cara
volume produk tak sampai memenuhi satu tersebut bisa dilakukan. l
kontainer. Keadaan tersebut juga membuat

David R Wijaya. Ketua Asmindo Komda Solo Raya.

62
Pelatihan SVLK bersama MFP

Rasionalisasi SVLK
Prolog oleh Agus P Djailani
A gus Djailani sebagai moderator, memberi
pengantar tentang maraknya illegal logging
di Indonesia yang terjadi segera setelah masa
itu belum ada sertifikasi wajib atas produk hasil
hutan.

krisis keuangan dan krisis politik di Tanah Air Baru belakangan Pemerintah RI mengambil
pada 1998. Pada saat itu Indonesia mendapat langkah tegas untuk meberlakukan sertifikasi
tekanan Dana Moneter Internasional (IMF) wajib atas produk-produk kayu. Sertifikasi
untuk membuka ekspor logging. Itu memicu wajib bagi produk berbahan kayu juga
maraknya illegal logging yang terus terjadi dirasakan pihak UKM, untuk menyesuaikan
hingga 2002 dan mengakibatkan hutan kritis. diri dengan tuntutan para konsumen, terutama
di luar negeri. Menurut Agus P Djailani,
Maraknya illegal logging sampai membuat sertifikasi wajib bagi produk berbahan baku
masyarakat internasional mencap Indonesia kayu harusnya sudah diberlakukan sejak masa
sebagai pengekspor produk kayu ilegal. Dan krisis itu, ketika illegal logging mulai menapak
stigmatisasi itu masih terus melekat hingga saat naik drastis. l
ini. Yang membuat keadaan parah, pada saat

Agus P Djailani. Fasiliiator MFP untuk urusan IKM/UKM.

63
Pelatihan SVLK bersama MFP

Adi Dharma Santoso:


Posisi Asmindo terhadap
SVLK A di Dharma, mewakili DPP Asmindo,
khususnya Tim Asmindo untuk SVLK.
Adi Dharma hadir dalam sesi pembukaan,
Sebagai sebuah kesepakatan atas dasar prinsip
kesetaraan, SVLK juga membuka peluang bagi
Pemerintah RI untuk mengawal pelaksanaan-
terutama utuk memberikan materi berupa nya di dalam dan di negara-negara Eropa yang
pemahaman (rasionalitas) SVLK kepada para menandatanganinya. Di dalam negeri, pelak-
peserta pelatihan. Ia memulai dengan pen- sanaan SVLK tampak dari upaya dan komit-
jelasan tentang latar belakang Asmindo dalam men Pemerintah RI untuk memastikan bahwa
mendukung langkah Pemerintah RI untuk produk-produk mebel Indonesia diproduksi
mendorong SVLK bagi industri. dari bahan baku kayu ilegal dan melalui proses
produksi yang legal, oleh industri yang juga
Menurutnya, dukungan Asmindo itu muncul ilegal.
dari desakan pasar akan produk dengan bahan
baku kayu legal. Dukungan Asmindo juga Sebaliknya, negera-negara EU pun juga
merupakan langkah untuk menyikapi pan- dituntut untuk berkomitmen melaksanakan
dangan masyaraat internasional tentang pro- SVLK. Artinya, EU juga harus mengeluarkan
duk-produk mebel indonsaia yang diproduksi peraturan yang hanya membolehkan masuk-
dari kayu hasil illegal logging. Itu semua mem- nya produk-produk mebel yang diproduksi
buat Asmindo merasa perlu lebih serius men- dari kayu legal. Jangan sampai ketika Pemerin-


SVLK merupakan
program multi-
dorong program yang menyatakan bahwa
produk-produk mebel Indonesia diproduksi
dari bahan baku kayu legal.

Untuk membuktikan pada dunia bahwa


tah RI telanjur mewajibkan SVLK, ternyata
EU kemudian membiarkan masuk produk-
produk berbahan baku kayu ilegal dari pihak
lain.

pihak. Selain Pemerintah RI punya itikad serius untuk Sebagai instrumen wajib untuk menekan illegal
industri, di situ memastikan produk-rpoduk mebel Indonesia logging, SVLK juga memberi kesempatan bagi
juga ada bebe- diproduksi dari bahan baku kayu legal, Peme- Indonesia untuk menaikkan daya saing produk
rapa kementerian rintah RI membuat kesepakatan dengan mebelnya di pasar global. Sejauh ini, Indonesia
serta lembaga negara-negara yang tergabung dalam Masya- merupakan negara kelima yang menanda-
Pemerintah, rakat Eropa (European Union, EU). Pada tangani VPA. Bahkan untuk Asia, Indonesia
terutama lembaga awalnya, kesepakatan tersebut masih bersifat adalah yang terdepan dalam memberikan
penegakan sukarela (voluntary partnership agreement, VPA). komitmennya terhahap upaya menekan illegal
Perjanjian ini menyebutkan bahwa produk- logging. Vietnam, ailand, Malaysia belum
hukum (POLRI),
produk mebel Indonesia diproduksi dari bahan sampai pada tahap itu.
yang ikut menen- baku kayu legal yang ditebang dari hutan
tukan berhasilnya lestari, yakni hutan yang dikelola SVLK pula. Bahkan Malaysia masih menolak member-
penerapan SVLK. lakukan VPA. Ini karena Malaysia ikut
Dari sekadar sukarela, VPA kini menjadi wajib. memetik keuntungan dari praktek illegal log-
Pemerintah RI dan EU sudah menandatangani ging. Hampir semua kayu dan produk berba-
VPA tersebut, sehingga status VPA yang han baku kayu yang diperdagangkan oleh
tadinya sukarela berubah menjadi wajib. Dan Malaysia adalah hasil illegal logging di hutan-
itu terwujud dalam SVLK. Di tahap awal, hutan Indonesia dan dibawa masuk ke
SVLK masih terbatas efektif untuk ekspor ke Malaysia melalui cara yang tak legal pula—
Eropa. Namun dalam aktu dekat, SVLK juga penyelundupan.
akan berlaku melebar dalam hubungan dagang
dengan Jepang, Amerika Serikat (AS), dan Dari presentasi tentang latar belakang
Australia. Asmindo mendukung SVLK tersebut, Adi

64
Pelatihan SVLK bersama MFP

Dharma lantas memaparkan berbagai hal basisnya di dalam negeri dan sanggup
tentang organisasi Asmindo serta langkahnya memainkan peran sebagai tuan rumah di
dalam mendorong SVLK. Pada intinya, ia negeri sendiri. Jika mekanisme berlangsung
menggarisbahwai bahwa SVLK merupakan konsisten, itu memberikan harapan bagi indus-
program multipihak. Selain industri, di situ tri mebel di Tanah Air dalam jangka panjang.
juga ada beberapa kementerian serta lembaga
Pemerintah RI lain, terutama lembaga pene- Harapan lain juga disampaikan Asmindo
gakan hukum (POLRI), yang ikut menentu- kepada Kementerian Perdagangan. Ini khusus-
kan berhasilnya penerapan SVLK sesuai yang nya untuk merevisi peraturan tentang keten-
diharapkan. tuan ekspor produk kehutanan yang berkaitan
dengan masa pemberlakuan SVLK pada Maret
Dari kalangan kementerian, SVLK memer- 2013. Tujuannya, agar industri tak sampai ter-
lukan dukungan kebijakan dari Kementerian sandera oleh peraturan tersebut sehingga ter-
Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri, Ke- ancam tak dapat melakukan ekspor sampai
menterian Keuangan, Kementerian Luar batas waktu mulai berlakunya SVLK nanti.
Negeri, Kementerian Perindustrian, Kemente-
rian Perdagangan, Kementerian Lingkungan Kepada Kementerian Luar Negeri, Asmindo
Hidup, Kementerian Koperasi, Kementerian berharap agar selalu mengawal ratifikasi per-
Tenaga Kerja, dan Badan Perencanaan Pem- janjian kerjasama dengan negara-negara tujuan
bangunan Nasional (BAPPENAS). Dari Ke- ekspor. Ini merupakan perimbangan dari
menterian Kehutanan, umpamanya, Asmindo komitmen parapihak di dalam negeri untuk
berharap agar memberi kemudahan penyedia- mendorong pelaksanaan SVLK, dengan para-
an bahan baku kayu dari hutan lestari. pihak di luar negeri yang seharusnya juga
memberi kepastian akan terbitnya regulasi
Pada beberapa kementerian lain, Asmindo yang memaksa semua produk yang masuk
mengharapkan kemudahan sistem perizinan di harus diproduksi dengan legal pula.
berbagai tingkat pemerintahan— pusat,
provinsi, kabupaten, dan kota. Ini karena Harapan lain juga Asmindo alamatkan pada
SVLK tak hanya menuntut legalitas bahan Kementerian Keuangan. Ini berupa kemudah-
baku kayu dan proses produksi, juga legalitas an dan transparansi tata-laksana ekspor pro-
perusahaan. Dalam hal ini, legalitas perusahaan duk-produk yang ber-VLK oleh Kantor Bea
menyangkut kepemilikan berbagai izin usaha dan Cukai. Selain kemudahan dan transparansi Wakil Asmindo. Adi Dharma Santoso
seperti Tanda Daftar Industri (TDI), Tanda di kalangan Bea dan Cukai, Asmindo juga mewakili DPP Asmindo untuk urusan
SVLK.
Daftar Perusahaan (TDP), Surat Izin Usaha berharap ada pembenahan pada sistem ekspor
Perdagangan (SIUP), Eksportir Terdaftar Pro- dalam harmonisasi prosedur dan dokumen.
duk Industri Kehutanan (ETPIK), Upaya Pen- Dengan demikian tak perlu terjadi lagi perusa-
gelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya haan gagal mengekspor produknya lantaran
Pemantauan Lingkungan (UPL), Analisis sistem dokumen— seperti FAKB, FAKO,
Mengenai Dampak Lingkungan. TDI, SKAU, nota, ETPIK, endorsement-- yang
tumpang-tindih dan saling kontradiktif.
Kepada BAPPENAS, Asmindo mengharapkan Menurut Adi Dharma, akan sangat ideal jika
terbitnya kebijakan yang mendorong lembaga- pelaksanaan ekspor berlangsung dalam sistem
lembaga Pemerintah untuk menggunakan Indonesian National Single Window (INSW)
perangkat kantor dari mebel produksi dalam untuk memastikan adanya harmonisasi dan
negeri dari bahan baku kayu ber-VLK. Dengan sinkronisasi prosedur dan dokumen. l
begitu, industri kayu berpeluang memperkuat

65
Pelatihan SVLK bersama MFP

Irfan Bakhtiar
S ebetulnya paparan oleh Irfan Bahtiar sudah
disinggung Ahmad Edi Nugroho dan Adi
Dharma Santoso. Sebenarnya Irfan Bakhtiar
MFP melihat firnitur merupakan komoditas
yang strategis dalam neraca perdagangan global
Indonesia ke Eropa. Akan menjadi pukulan
berharap ada penyampaian materi rasionalitas telak bagi industri mebel Tanah Air jika Eropa
SVLK dari Kementerian Kehutanan. Tapi sam- menggembok pintu impor dari Indonesia
pai mendekati saat pelatihan, tak kunjung ada hanya karena produk-produk dari Indonesia
konfirmasi dari Kementerian Kehutanan. dibuat dari bahan baku ilegal.
Akhirnya MFP dan tim pelatih sepakat
menyusun sendiri materi rasionalitas SVLK Dari situ kemudian terbangun kontak antara
dalam pelatihan di Surakarta. MFP dengan Asmindo, dan itu berlanjut
dengan kesepakatan untuk bekerja bersama.
Irfan Bakhtiar mulai dengan garis besar bahwa Di situ MFP memberikan fasilitas untuk
tujuan SVLK adalah untuk mendorong mempercepat pelaksanaan SVLK di Tanah Air
produk hasil hutan Tanah Air agar tetap melalui berbagai cara sosialisasi. Indikator dari
sanggup menembus pasar global. Ini karena keberhasilan kerjasama antara MFP dan
pemerintah beberapa negara tujuan ekspor, Asmindo ini adalah pelaksanaan SVLK
khususnya di Eropa, sudah menerapkan non- menjadi lebih cepat. Ini mengingat timber
tariff barrier terhadap produk-roduk mebel regulation sudah disepakati dan dilaksanakan
dari bahan baku kayu. Mereka mengambil antara Pemerintah RI dengan Uni Eropa (UE).
kebijakan ini sebabagi respons mereka
terhadap riuh-rendahnya isu illegal logging, Pada tahap ini, ada harapan bahwa negara-ne-
kerusakan lingkungan, yang sudah mengalami gara yang tergabung dalam UE juga konsisten.
multiplikasi dengan isu-isu lain. Negara-negara Sebagai sebuah kesepakatan, timber regulation
tersebut menempuh non-tariff barrier karena tak hanya harus menekan Indonesia, tapi juga
kebijakan tariff barrier tak lagi dibernarkan UE agar memiliki komitmen. Untuk itu MFP
oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). merasa perlu untuk ikut mengawal pelak-
sanaan timber regulation oleh negara-negara
Kebijakan non-tariff barrier oleh beberapa Eropa melalui pemantauan pasar (market mon-
negara Eropa ini tak hanya untuk produk itoring) di sana. MFP akan memastikan jangan
kayu. Informasi dari Kementerian Luar Negeri sampai UE membiarkan masuk kayu dan
RI menyebutkan bahwa pihaknya juga tengah produk kayu ilegal. Salah satunya kayu dari
Irfan Bakhtiar. Membuat mudah menegosiasikan soal produk perikanan dan Malaysia yang sebenarnya hampir semua,
pemahaman tentang SVLK kepada
peserta pelatihan.
pertanian di sana. Ini berarti bahwa kebijakan terutama kayu merbau, hasil selundupan dari
non-tariff barrier mulai menguat. Khusus hutan di pulau-pulau di Nusantara. Jika ter-
untuk produk kayu, ada Forest Law Enfor- nyata ada negara Eropa anggota UE yang
cement, Governance and Trade (FLEGT)-VPA mengingkari SVLK, Indonesia bisa membawa
yang sudah berlaku di sejumlah negara Eropa, masalah ini ke peradilan internasional.
seperti Belgia, Prancis, dan Jerman. Bahkan
sejak beberapa tahun silam Norwegia sudah Untuk memverifikasi legalitas produk, ada
menyatakan menutup pintu bagi impor kayu- mekanisme due diligent regulation. Ini merupa-
layu kayu tropis. kan langkah untuk mengecek legalitas produk,
dari mulai lokasi pemanenan kayu sampai
Sekilas, volume komoditas ekpor Indonesia ke pelabuhan ekspor, termasuk proses produksi di
Eropa hanya 17%. Tapi dari 17% tersebut industri. Proses ini akan berlangsung bertele-
lebih dari 50% itu berupa produk furnitur. Itu tele dan memakan waktu, dengan peluang
angka yang sangat besar. Itu pula mengapa yang menganga akan terjadinya kesalahan.

66
Interaksi Pelatih-Peserta. Pemahaman
Namun prosedur due diligent regulation ini bisa lain di dalam negeri, yakni perbaikan tata tentang SVLK melalui pendekatan
dihindari berkat ditandatanganinya VPA antara kelola hutan dan industri berbahan baku kayu. personal.

Indonesia dengan UE. Penandatanganan VPA Dalam soal tata kelola hutan, ternyata banyak
ini mengisyaratkan adanya komitmen bahwa pemanfatan hutan produksi yang tak lestari.
produk kayu Indonesia mengikuti standar lega- Di situ terjadi penebangan yang melebihi
litas kayu, dan bersertifikat. Dengan sertifikat kuota (overcutting), penebangan di luar blok,
ini, produk kayu Indonesia mendapatkan dan konflik dengan masyarakat di sekitar
lampu hijau ntuk masuk ke Eropa tanpa harus hutan. Banyak sertifikasi pengelolan hutan
melalui due diligent regulation yang berliku. lestari mandatory yang dikembangkan Ke-
menterian Kehutanan yang ternyata belum
Atas dasar pertimbangan itulah MFP men- menjamin kelestarian. Dari situlah muncul
dorong telaksananaya penandatanganan VPA alasan untuk mendorong SVLK.
bilateral antara Indonesia dengan UE. Yang
lebih membanggakan, standar legalitas ini Persoalan lain juga tampak dari rendahnya
dibangun berdasar peraturan nasional RI pemahaman dan dipenuhinya ketentuan
sendiri. Dan selanjutnya, tata kelembagaan penatausanahaan hasil hutan dan dokumen
pengaturan legal assurance system ini merupa- pengangkutan. Itu, misalnya, dialami seorang
kan cikal bakal bagi SVLK. Dengan adanya pedagang kayu dari Palembang yang hendak
sistem legalitas yang dibuat sendiri oleh mengangkut kayu kopi ke Pulau Jawa. Baru
Pemerintah Indonesia, ini merupakan pang- sampai di Lampung, ia distop petugas. Yang
gung bagi Indonesia untuk mengangkat pamor menggelikan, baik si petugas dan penjual kayu
di tengah masyarakat internasional. tersebut tak tahu persis dokumen apa yang
harus dilengkapi. Artinya, pengusaha di bidang
Selain market barrier sebagai rambu-rambu produk berbasis kayu memang seharusnya
SVLK di negara tujuan ekspor, ada juga rambu paham dokumen berbagai jenis kayu.

67
Pelatihan SVLK bersama MFP

Dan itu sudah ada pada buku yang panduan lah perusahaan ekspor yang sudah mengirim
yang penerbitannya difasilitasi MFP. Buku barang ke luar negeri sekalipun belum
panduan tersebut juga membantu pengusaha memegang dokumen-dokumen perizinan. Ia
kayu membekali diri dengan pengetahuan menengarai, tak sedikit badan usaha yang
tentang jenis kayu dan dokumen apa saja yang berhubungan dengan konsumen umum eng-
diperlukan untuk menyertainya. Dengan gan mengurus izin dengan alasan biayanya
begitu, pengusaha kayu dapat membekali mahal. Pengusaha masih lebih nyaman
dirinya pada saat melakukan pengiriman kayu melakukan tawar-menawar dengan petugas,
dengan dokumen yang benar-benar sesuai. agar biaya dibuat murah.
Untuk memperkuat argumentasi, pedagang
kayu juga bisa menunjukkan daftar kayu dan Hal lain yang perlu mendapat perhatian dan
dokumennya kepada petugas di jalan, yang merupakan prakondisi menuju SVLK adalah
sudah hampir pasti juga belum paham. bahwa semua masyarakat dan petugas harus
sama-sama mematuhi peraturan Pemerintah.
Ia melanjutkan bahwa industri masih banyak Salah satu contoh adalah prosedur transportasi
yang kurang memperhatikan kelengkapan dan traksaksi kayu. Di situ, SKSKB ataupun
dokumen legalitas perizinan. Bagi pelaku usaha FAKO harus “dimatikan” oleh petugas P3KB.
Pendokumentasian Legalitas. Industri
perlu lebih disiplin menata dokumentasi di Indonesia yang penting usaha berjalan dulu, Tapi kenyataannya, ada daerah yang pasar
administrasi. izinnya belakangan. Ini juga dilakukan sejum- kayunya cukup ramai, tapi tak memiliki

68
Pelatihan SVLK bersama MFP

petugas P3KB, seperti yang terjadi di Klaten,


Jawa Tengah. Di situlah perlunya mendorong
Pemerintah agar menyediakan petugasnya di
lapangan. Dalam hal ini asosiasi seperti
Asmindo dapat memainkan peran lebih besar
untuk mendorong Pemerintah.

Salah satu keadaan yang menunjukkan bahwa


Di Luar Ruangan. Beberapa pekerja
masyarakat masih abai, terutama pelaku usaha, mebel bekerja di luar ruangan.
adalah kurangnya perhatian pada standar
ketenaga-kerjaan. Itu tampak pada masih Pada saatnya nanti, ketika SVLK berlaku, ada
adanya perusahaan yang mepekerjakan anak- sejumlah perubahan prosedur ekspor. Endor-
anak, tak memiliki kebijakan yang mem- sement BRIK (untuk yang wajib endorsement
berikan hak berserikat bagi pekerja, kontrak BRIK) dan laporan surveyor (LS) Sucofindo
kerja, serta prosedur keamanan dan kesela- (yang wajib LS) akan digantikan dengan
matan. Dokumen V – Legal. Dokumen ini tak sekadar
mengantar barang menuju gerbang ekspor,
Di pihak Pemerintah, sistem perdagangan yang melainkan terus akan mengikuti barang
selama ini ada juga masih perlu lebih dibenahi. sampai negara tujuan ekspor.
Penerbitan NIK, ETPIK, document endorse-
ment, laporan oleh surveyor masih tumpang- Dokumen V-Legal ini diterbitkan oleh Lem-


tindih dan mengakibatkan ekonomi biaya baga Verifikasi Legalitas Kayu. Dokumen V -
tinggi (korupsi). Untuk mengatasi itu, harus Legal adalah tanda yang dibubuhkan pada pro-
ada langkah ratifikasi legalitas kayu oleh indus- duk kayu atau kemasan yang menyatakan
tri perkayuan di Indonesia untuk menjamin bahwa kayu dan produk kayu telah memenuhi Pertanyaannya,
legal compliance. Prinsip legal berarti legal sum- standar VLK. Pada saat ini V Legal sedang setelah 2013
bernya, legal usahanya, legal sistem pro- dalam proses mendapatkan hak paten di Ke- industri belum
duksinya, termasuk legalitas dokumen kegiatan menterian Hukum dan Hak Asasi Manusia. juga bersertifikat
pendukungnya— soal lingkungan, misalnya. SVLK, apa tak
Dan itu bisa terakomodasi dalam SVLK. Di situ, industri yang sudah bersertifikat LK boleh ekspor?
akan mengajukan Dokumen V – Legal kepada
SVLK ditetapkan Pemerintah RI melalui Per- LVLK yang mensertfikasi. Sedangkan industri
aturan Menteri Kehutanan (Permenhut) P 38 yang belum bersertifikat LK akan menjalani
2009 juncto P 68 2011 tentang sistem penila- inspeksi untuk tiap kontainer yang diekspor
ian sistem hutan produksi. SVLK wajib bagi oleh LVLK yang terakreditasi. Yang sudah ada
industri primer dan terpadu pada Desember sekarang antara lain: BRIK, Sucofindo, TUV,
2012, setahun setelah diberlakukan aturan ini. Mutu Agung, MHI, Sarbi International, SGS
Bagi industri lanjutan termasuk mebel, SVLK Indonesia, Equality Indonesia, dan sedang
menjadi wajib dua tahun setelah diterbitkan- dalam proses Transtra Permada.
nya aturan ini, pada Desember 2013. Itu
diperkuat dengan peraturan Direktorat Pertanyaannya, setelah 2013 ternyata ada
Jenderal Bina Usaha Kehutanan, Kementerian industri yang belum juga bersertifikat SVLK,
Kehutanan. Ada juga penguatan dari peratuan apa tak boleh ekspor? Jawabnya ia boleh impor,
Kementerian Perdagangan yang sedang diubah yakni melalui inspeksi atas tiap invoice yang
dan sudah disepakati. jumlahnya puluhan lembar. Itu artinya tak
efisien. l

69
Pelatihan SVLK bersama MFP

Sesi Tanya-jawab
SVLK Buatan Asing atau
Asli Indonesia S esi tanya-jawab ini berlangsung setelah
agenda rasionalitas SVLK. Seorang peserta
pelatihan, Nugroho, menyatakan bahwa
dirinya sedikit sekali memahami persoalan
SVLK. Ia juga menyatakan belum paham
benar dengan penjelasan oleh sejumlah nara-
sumber dalam sesi rasionalitas yang baru saja
dia ikuti. Pemahaman dia tentang penjelasan
seputar rasionalitas SVLK hanya sekitar 22%.
Dan ia percaya hal yang sama dialami rekan-
rekanya sesama peserta pelatihan.

Lebih lanjut, Nugroho melontarkan dua per-


tanyaan kepada Irfan Bakhtiar. Yang pertama,
apakah Dokumen V-Legal hanya berlaku
untuk produk kayu atau juga rotan serta kertas.

Nugroho juga minta penjelasan tentang pelak-


sanaan Dokumen V-Legal yang bakal meng-
gantikan beberapa dokumen impor. Kedua,
apakah SVLK merupakan peraturan wajib
yang dipaksakan oleh negara asing atau meru-
pakan produk Pemerintah RI sendiri.

Tentang Dokumen V-Legal, Irfan Bakhtiar


menegaskan bahwa itu hanya berlaku untuk
produk kayu. Tentang peran Dokumen V-
Legal, pemberlakuannya mulai Juli 2012.
Pelaksanaan Dokumen V-Legal masih
menunggu revisi beberapa peraturan Kemen-
terian Perdagangan. Revisi perlu dilakukan
untuk menyelaraskan aturan Kementerian
Perdagangan dan Kementerian Kehutanan.

Memotong Kayu. Seorang pekerja di


industri mebel meluruskan ukuran kayu.

70
Pelatihan SVLK bersama MFP

SVLK Dibangun sebelum Eropa


Punya Timber Regulation
Tentang inisiatif SVLK, Irfan Bakhtiar
menegaskan bahwa itu merupakan kebijakan
Pemerintah RI, bukan dari negara asing. Dan
menurutnya, parapihak di Tanah Air, termasuk
Pemerintah RI dan sejumlah LSM, sudah
memulai sejak 2001. Itu terjadi sebelum UE
memiliki timber regulation. SVLK merupakan
jawaban sekaligus tantangan dari pihak
Indonesia terhadap kritik UE dalam Deklarasi
Bali yang memandang Indonesia sebagai biang
illegal logging.

Indonesia ingin membuktikan sanggup mem-


buat produk legal melalui SVLK, dan mem-
buka mata Eropa bahwa selama ini produk
ilegal justru berasal dari China dan Malaysia
yang mengunakan bahan baku kayu curian
dari Indonesia. Sebaliknya, Indonsia menuntut
balik Eropa agar memiliki aturan— yang
belakangan muncul dalam wujud EU timber
regulation-- yang jelas-jelas melarang masuknya
produk ilegal. Artinya, Eropa jangan hanya Kayu legal. Untuk ekspor mebel ke
menekan Indonesia, tapi pada saat yang sama Eropa, kayu harus memenuhi syarat le-
galitas.
membiarkan banjirnya produk ilegal dari
China dan Malaysia.

71
Pelatihan SVLK bersama MFP

Tanpa SVLK, Indonesia akan negara pesaing bagi Indonesia— untuk begitu
Dilibas China dan Vietnam
saja mengkopi aturan-aturan dalam SVLK
Menghadapi persaingan dengan China dan yang sudah “siap saji” tadi. Artinya, China dan
Malaysia, Indonesia sebenarnya sudah sangat Vietnam mengakui kredibilitas SVLK dan
berbaik hati. Ini tampak dari jerih payah para- akan menggunakannya untuk mendapatkan
pihak di Indonesia dalam membangun SVLK. jalur hijau dalam ekspor ke Eropa. Pada
Itu mulai sejak 2001 ketika Indonesia meng- Desember 2012 Vietnam, umpamanya,
gagas SVLK. Gagasan itu kian intensif pada bersiap menandatangani FLEGT Lisence
2003, dengan puncaknya pada 2009 ketika dengan Eropa.
SVLK dikuatkan statusnya sebagai aturan
wajib melalui Permenhut. Belum berhenti di Sementara itu, para pelaku usaha kayu ekspor
itu, pada 2011 Pemerintah RI dan parapihak di Indonesia selama ini masih berkesan enggan
lain melakukan revsisi atas aturan tentang mengadopsi SVLK. Jika ini terus terjadi, China
SVLK tersebut. dan Vietnam kaan mendahului Indonesia
dalam menemukan jalan mudah ekspor ke
Dan ketika SVLK memiliki wujud yang sem- Eropa. Jalan panjang dan upaya keras para-
purna, datanglah wakil Pemerintah China dan pihak di Indonesia dalam membangun SVLK
Vietnam— yang sebenarnya merupakan akan sia-sia.

Kayu Masuk. Timbunan kayu sebelum masuk sawmill.

72
Pelatihan SVLK bersama MFP

Legal Identik dengan Halal Namun semua orang bisa saja bilang usahanya
Penjelasan Irfan Bakhtiar di atas diperkuat legal. Untuk melihat sebuah usaha legal, perlu
lebih lanjut dari narasumber lain dan sekaligus dibuktikan dengan melacak asal-usul bahan
pelatih bagi pelatih, Agus Setyarso. Baginya, baku yang legal, diproduksi dengan legal,
pelatihan di Surakarta adalah yang pertama ia melalui proses legal, diangkut dengan sistem
muncul. Agus Setyarso memulai dengan per- transportasi legal, dan dijual dengan cara legal
tanyaan apakah seseorang mengembangkan pula. Dan pada saat awal sistem legalitas ini
usaha atas dasar legal atau sekadar ingin laku. digulirkan sekitar 2001 hinga 2005, Indonesia
Agus Setyarso menganalogikan legalitas usaha memang merupakan belantara kegiatan usaha
sebagai sesuatu yang halal dalam agama. Dan ilegal.
itu, baik sesuatu yang legal atau halal, harusnya
menjadi pertimbangan dasar bagi orang Itu salah satunya tampak dari keengganan
melakukan usaha. sejumlah asosiasi. Kepada Menteri Kehutanan,
pada saat itu MS Kaban, Indonesian Sawmill
Para penggagas menyusun SVLK dengan niat and Woodworking Association (ISWA)
agar pengusaha mebel memiliki kehormatan. menyatakan keberatannya. Jika sistem veri-
Siapa pun yang memiliki usaha legal sudah fikasi legalitas ini berlaku, maka perusahaan
sepantasnya dihormati. Dan sebagai pemilik anggota ISWA bisa tinggal 50%. Beruntung
usaha yang legal, mereka ini harus mendapat MS Kaban jalan terus dengan sistem verifikasi
tempat terhormat, terpisah dari mereka yang legalitas tersebut, dan menjawab bahwa
usahanya tak legal. Dan yang lebih penting, dengan anggota yang tinggal 1% pun tak Usaha Legal. Narasumber Agus
Setyarso menekankan pentingnya
para pemilik usaha legal ini juga harus masalah asalkan legal. l usaha yang legal.
dilindungi.

73
SVLK Rasa Jepara
Ingin Mudah dan
Murah…

Hari : Jumat-Minggu, 27-29 April 2012


Tempat : Restoran Maribu
Peserta : 20 industri anggota Asmindo Komda Jepara
dan APKJ
Pelatih : Setyowati (independen, Bogor), Sudarwan
(Shorea, Yogyakarta), Exwan Novianto
(Shorea, Yogyakarta), Suryanto Sadiyo
(Arupa, Yogyakarta), Panji Anom (Javlec,
Yogyakarta), Teguh Yuwono (Yogyakarta),
Anton Sanjaya (SSC, Makassar).
Narasumber : Jajak Suryo Putro (PT Jawa Furni Lestari,
Yogyakarta), Akhmad Fauzi (Ketua Asmindo
Komda Jepara), A Kholik, Joko Pramono
(Wakil Kepala Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Jepara, Tony Riyanto
dan Budi Kurniyadi (BP2HP Wilayah VIII
Surabaya), Diah Raharjo (Co-Director MFP),
Irfan Bakhtiar (MFP).
Moderator : Teguh Yuwono.

74
Bab

Warung Kayu. Timbunan kayu untuk dijual seperti ini banyak dijumpai di halaman rumah atau lahan kosong di tepi
jalan di Jepara.

75
Pelatihan SVLK bersama MFP

Peserta Pelatihan SVLK pada Asmindo


Jepara, 27-29 APRIL 2012
No Industri Nama Alamat
1 Sukardi Cardios Furniture Troso
2 Muhammad Hatta Elok Sejati Troso
3 Ahmad Zainudin Mebel Anak Jondang
4 Rini Tahunan
5 Yenny Rahmawati CV Orchard Collection
6 Muhlisin
7 Ali Ma’rifatullah CV Java Mebel Indonesia Desa Banyumanis RT 04 RW 04
8 Hj Alfiatun Jati Makmur Kuwasen Rt 02 RW 05
9 Sulthon Kharisma Jati Antik Bugel, RT 16 RW 04
10 Agus Riyanto
11 Dwi Agus Setyowati Raisa House of Excellent Bandengan
12 Dyah
13 Nuril Mustafa CV Cambium Ngabul
14 Mawardi
15 Totok Karmanto CV Duta Jepara Jl Raya Jepara-Kudus, Km 3
16 Jati Widodo
17 Lutfi CV Allpin Karang Kebagusan
18 Kurnia
19 Andrew
20 Legiman Arya CV IFC Mulyoharjo
21 Endang P Sipra Furniture Tahunan
22 Rudiyanto
23 Abdul Latif CV Mebel Jati Jepara Sinanggul RT 03
24 Karnoto PT Cambium Wonorejo
25 Soegianto/Yayuk
26 Kuncoro
27 Amin Fatah CV Irawan Jati Mlonggo Km 9
28 Rifai
29 M Bejo Raharjo Multi Usaha Raya Sinanggul
30 Nofi A
31 Margono APKJ Jepara
32 Siti Khotimah MKM Furniture Sinanggul
33 Agus
34 Anita DL CV Mebel Jati Jepara Sinanggul
35 Deddy Pradigdo CV Sunteak Alliance Ngasem
36 M Rumman
37 Slamet Widodo Asmindo Jepara
38 Ika Jepara Carver Senenan
39 Sutrisno
40 Joni CV Karya Jati Mlonggo
41 Noor Cholis UD Harapan Kita Potroyudan
42 Moch Amry Rahman Kecapi RT 41 RW 07, Tahunan
43 Fitri Andarini
44 Fanty W Sinanggul

76
Pelatihan SVLK bersama MFP

Jadwal Pelatihan SVLK pada Asmindo


Jepara, 27-29 APRIL 2012
No Acara Waktu Trainer/Narasumber Fasilitator

Hari ke-1
Registrasi Peserta 08.00 – 08.30 Panitia
1 Pembukaan 08.30 – 09.00 • MFP
• Asmindo Komda Jepara
2 Bina suasana pelatihan 09.00 – 09.30 • Suryanto TBD
• Teguh Y
Istirahat 09.30 – 09.45
3 Materi 1 09.45 – 11.30 • Agus Setyarso Anton Sanjaya
Rasionalitas SVLK • Irfan Bahtiar (kelas pleno)

4 Makan siang 11.30 – 13.00


5 Materi II 13.00 – 14.30 BP2HP Wilayah VIII Suryanto
PUHH: Exwan
Kelas 1. SOP PUHH
Kelas2. Dokumen PUHH

6 Materi IV 14.00 – 15.30 Tim pelatih Exwan


Verifier kritis pada VLK Industri 1. Teguh Yuwono Suryanto
Kelas 1. 2. Sudarwan
Kelas 2.
Coffee Break 15.30 – 15.45
7 Materi V 15.45 – 17.00 Jajag Suryon Putro Sudarwan
Pengalaman penerapan VLK Industri
(manfaat, pembiayaan dan proses S-LK)
Istirahat 17.00 -19.00
8 Materi VI 19.00 – 20.30 Teguh Yuwono Panji Anom
• Pengorganiasian data (kelas pleno)
• Persiapan coaching pada industri
• Penyusunan laporan hasil gap assessment
Pembagian kelompok dan penyiapan 20.30 – 21.00 Anton Sanjaya Panji Anom
praktek lapangan (kelas pleno)

Hari ke-2

1 Gap assessment di industri masing - masing 08.30 – 12.00 Seluruh peserta Tim pelatih
Makan siang 12.00 – 13.00 mendampingi industri
2 Gap assessment di Industri masing – masing 13.00 – 17.00
3 Penyusunan laporan hasil study lapangan 19.30 – 22.00
(gap assessmnet)

Hari ke-3

1 Coaching clinic sesi 1 09.00 – 11.00 Tim pelatih


2 Coaching clinic sesi 2 11.00 – 13.00 Tim pelatih
3 Makan siang 13.00 – 14.00
4 Penyusunan review oleh tim 14.00 – 15.00 Agus Setyarso Sudarwan
5 Rencana dan tindak lanjut (RTL) bersama 15.00 – 17.30 Seluruh peserta Sudarwan
pemilik dan asosiasi
6 Penutup dan perpisahan 17.30 – 18.00 MFP & Asmindo


Terminal kayu menurut pemikiran Agus Setyarso adalah sebuah sistem untuk
mengetahui dan mencatat masuknya kayu-kayu ke Jepara. Di terminal itu, kayu-kayu
dicatat akan ditujukan ke pedagang kayu, industri, atau pengrajin mana saja.

77
Pelatihan SVLK bersama MFP

Wacana Satu Pintu


Check Point Kayu
untuk Jepara A da beberapa wacana yang mencuat dalam
pelatihan di Jepara. Yang paling kentara
adalah ide untuk membangun satu pintu check
an kurang bagus dengan konsep terminal kayu
konvensional di Semarang yang gagal karena
terlalu banyak menyedot pekerjaan fisik dan
point bagi arus masuknya kayu bahan baku administrastif.
industri. Ide ini bertujuan untuk membuat
peredaran kayu dari pedagang dan masuk ke Yang benar, terminal menurut pemikiran Agus
industri serta pengrajin di Jepara mudah Setyarso adalah sebuah sistem untuk menge-
dicatat, dilacak, dan transparan. Ide ini muncul tahui dan mencatat masuknya kayu-kayu dari
dari temuan bahwa begitu besarnya volume luar daerah ke Jepara. Di terminal itu pula,
suplai kayu yang masuk untuk memenuhi kayu-kayu tersebut dicatat akan ditujukan ke
kebutuhan industri dan pengrajin yang jum- pedagang kayu, industri, atau pengrajin mana
lahnya memang sangat banyak di Jepara. saja. Di terminal ini, kayu tak perlu dibongkar-
muat. Dengan perkembanan teknologi infor-
Hanya saja, perputaran niaga kayu di Jepara matika yang sudah demikan maju, pelaksanaan
tak diikuti dengan upaya pendokumentasian pencatatan terhadap berbagai data— asal kayu,
yang desiplin. Satu truk atau pikap kayu, nama perusahaan penjual, volume kayu, ukur-
umpamanya, tak selalu didistribusikan menuju an jenis, harga, dan tujuan— dalam sistem satu
satu industri. Hal lain yang mendorong pem- terminal kayu ini akan menjadi mudah.
bentukan satu pintu bagi arus kayu di Jepara
adalah bahwa di daerah ini tak banyak akses Wacana lain yang muncul dalam pelatihan
atau pintu masuk bagi kayu-kayu tersebut. adalah keingingan para pelaku industri dan
pengrajin Jepara agar khusus untuk Jepara,
Becak Kayu. Di Jepara becak tak cuma
mengangkut orang. Gagasan satu pintu check point kayu ini SVLK dibuat mudah dan murah. Gagasan ini
muncul dari Agus Setyarso, yang sehari – muncul dari argumentasi bahwa kegiatan
harinya juga merupakan anggota presidium memproduksi kerajinan kayu (termasuk pem-
Dewan Kehutanan Nasional (DKN). Agus buatan mebel), sudah sangat lama belangsung
Setyarso juga menyebut satu pintu check point di Jepara. Masyarakat Jepara memiliki tradisi
kayu ini dengan istilah lain, yakni “terminal panjang dan turun-temurun untuk mempro-
kayu”. Hanya saja istilah terminal kayu ini duksi berbagai perabot rumah dari bahan kayu.
sempat menimbulkan salah mengerti di Kegiatan itu berlangsung sebelum semua per-
kalangan pelaku usaha dan Asmindo Jepara. aturan Pemerintah, termasuk SVLK, ada.
Mereka menyangka terminal kayu tersebut
sebagai sebuah lokasi tempat kayu-kayu Karena itulah, para pengrajin dan pelaku usaha
dibongkar-muat. Karena itu, mereka menyata- Jepara ingin agar peraturanlah yang hendaknya
kan bahwa gagasan Agus Setyarso ini sudah menyesuaikan diri dengan kondisi dan tradisi
usang karena mereka pernah punya pengalam- yang terjadi di Jepara, bukan sebaliknya. Jika
SVLK harus ditaati oleh para pelaku dan
pengrajin di Jepara, mereka ingin agar SVLK
tersebut mengakomodasi kepentingan dan
kebiasaan yang selama ini berlangsung di
Jepara— sebuah ‘’SVLK rasa Jepara”. l

Arus Kayu. Salah satu kekhasan di


Jepara adalah arus kayu yang sangat
longgar.

78
Pelatihan SVLK bersama MFP

Pembukaan
P elatihan SVLK bagi industri mebel
berskala kecil dan menengah di Jepara
resminya berlangsung pada 27 hingga 29 April
pat menginap di Hotel Jepara Indah. Ini
karena pada saat yang sama beberapa ruang
pertemuan di hotel tersebut sudah lebih dulu
2012. Tapi MFP dan Asmindo Jepara telah dipesan pihak lain.
melakukan persiapan jauh sebelumnya. Pada
saat hari terakhir pelatihan di Surakarta, Irfan Persiapan juga belangsung di kalangan pelatih.
Bakhtiar lebih dulu menyempatkan diri Itu karena terjadi perubahan formasi pelatih
meluncur ke Jepara. Ia bertemu dengan bebe- dan narasumber. Een Nuraeni dan Agus P
rapa pengurus Asmindo Komda Jepara untuk Djailani dan yang dua kali mengikuti dua
menyiapkan berbagai hal. Itu terutama berkait- pelatihan awal di Yogyakarta dan Surakarta,
an dengan lokasi pelatihan, penginapan bagi terpaksa absen. Mereka mendapat tugas ke
pelatih, dan jumlah peserta. Serui, Papua. Sebagai ganti, muncul wajah
baru Teguh Yuwon (UGM, Yogyakarta) dan

Bahkan pada petang hari hinga menjelang Anton Sanjaya (SCF, Makassar). Karena
Hari-H pelatihan juga berlangsung pertemuan keduanya baru bergabung, MFP merasa perlu
antara pejabat Asmindo Komda Jepara, tim agar para pelatih lama yang bertahan, dengan
MFP, narasumber, dan pelatih. Mereka mem- dukungan Irfan Bakhtiar, melakukan briefing
bahas beberapa hal tentang titik berat per- terhadap Teguh Yuwono dan Anton Sanjaya.
soalan tata-niaga kayu mebel di Jepara, tentang
strategi pelatihan yang akan berlangsung esok Pemikiran tentang perlunya kedua pelatih yang
harinya, serta tentang SVLK sendiri. baru bergabung itu mendapatkan briefing
datang dari Agus Setyarso. Hal lain yang
Berbeda dari pelatihan di Yogyakarta dan berbeda pada pelatihan di Jepara dari dua
Surakarta yang tempat pelatihan dan pengi- pelatihan sebelumnya di Yogyakarta dan
napannya menyatu di satu hotel, pelatihan dan Surakarta adalah bahwa tak tampak sorang
penginapan di Jepara terpisah. Pelatihan pun perwakilan dari DPP Asmindo. l
berlangsung di Restoran Maribu, sedang tem-

79
Pelatihan SVLK bersama MFP

Akhmad Fauzi, Ketua


Asmindo Komda Jepara
A khmad Fauzi memandang SVLK tak
banyak berbeda dengan beberapa serti-
fikasi yang pernah ada dan diberlakukan untuk
belum terpenuhi. Ia memandang ada persoalan
di situ.

produk mebel. Dan menurutnya, sertifikasi Sebelum ini, industri masih bisa bertahan
terhadap produk hasil industri, temasuk kayu, dengan bahan baku dari kayu “OD” dengan
dari masa ke masa main banyak, termasuk diameter sekitar 10 sentimeter. Tapi sekarang
ISO. Dan itu semua merupakan beban bagi industri tak segan-segan menggunakan kayu
industri. “piton”, berdiameter tujuh sentimeter. Bahkan
karena begitu sulitnya mendapatkan bahan
Padahal, industri mebel dewasa ini meng- baku, tak sedikit industri di Jepara kini
hadapi kendala lebih banyak dibanding memanfaatkan ranting. Dengan kata lain,
dengan kondisi beberapa puluh tahun silam. rendemen kayu di kalangan industri di Jepara
Ia berkeseimpulan bahwa industri menghadapi bisa mencapai 70% hinga 80%.
persoalan yang terus bertambah, bukan ber-
kurang. Di masa lalu, industri tak mengalami Di tengah belitan beberapa persoalan yang
kesulitan mendapatkan bahan baku, akses menurutnya kian berat bagi industri, Akhmad
permodalan ke bank, pemasaran, serta opera- Fauzi mengakui bahwa industri tetap perlu
sional industri sendiri. Hasilnya pun berupa mengadopsi SVLK. Hanya saja, menurutnya
produk dengan mutu andal. Tapi dewasa ini masih ada beberapa pertanyaan yang membuat
suplai bahan baku tak semudah dulu. banyak pelaku industri gamang. Pertanyaan
itu antara lain adalah, jika industri benar
Akhmad Fauzi. Ketua Asmindo Komda Dampaknya, harga bahan baku berupa kayu mengadopsi SVLK, perlu dijawab bagaimana
Jepara di sela pelatihan SVLK. pun terkerek naik. Pada 2001, umpamanya, dampaknya terhadap pamasaran, akses modal,
menurut Akhmad Fauzi, harga bahan baku perpajakan. Dan dengan tersedianya waktu
berupa kayu gelondongan sekitar Rp 600 ribu yang tersisa, industri mulai sekarang perlu
per meter kubik. Sekarang, volume yang sama menentukan sikap apakah akan mengadopsi
harganya Rp 6 juta. Sementara harga baku SVLK atau tidak, dengan resiko dan keun-
meningkat, harga produk justru stagnan. Di tungan yang ada pada kedua pilihan tersebut.
samping kuantitas berkurang, harganya pun
tak terjangkau. Akhmad Fauzi juga mengaku paham bahwa
SVLK merupakan langkah untuk menyikapi
Selain ISO, sejak 2001 atau sekitar 10 tahun, isu global. Ini terutama menyangkut keharus-
industri sudah pernah dihadapkan pada syarat an industri ber-VLK, baik untuk kepentingan
verifikasi, pada saat itu bernama Eco-labeling. ekspor maupun untuk memenuhi pasar
Dan menurutnya, dari 2001 sampai sekarang domestik. Namun ia berharap SVLK yang
merupakan peraturan wajib Pemerintah ini
membuka ruang bagi kepentingan dan
kapasitas para pelaku industri lokal seperti di
Jepara. Ia ingin agar segala persyaratan dan at-
uran untuk mendapatkan SVLK mudah,
murah, dan sederhana bagi industri. Ia menye-
but SVLK yang demikian itu sebagai “SVLK
rasa Indonesia”. l

Bahan Baku. Dulu bahan kayu mudah


dan murah diperoleh, tapi sekarang
susah dan mahal.

80
Pelatihan SVLK bersama MFP

Yang dimaksud hulu adalah beberapa ptoses


Diah Raharjo, Program
Director MFP
awal dalam industri mebel. Itu antara lain soal
hutan asal kayu, pengangkutan kayu dari
hutan, serta perdagangan kayu sebagai bahan
baku, sebelum sampai ke pengrajin atau indus-
tri. Sedangkan sisi hilir industri mebel men-
cakup proses produksi serta pemasaran, baik
untuk pasar domestik maupun ekspor. Dan
menurut Diah Raharjo itu merupakan per-
tanyaan yang sering ia dengar cukup lama.

Diah Raharjo mengatakan bisa memahami


pemikiran tersebut. Yakni bahwa ketika proses
di hulu sudah serba terverifikasi, maka rentetan
proses di hilir seolah sudah beres. Padahal jika
ada upaya untuk memetakan lebih teliti, per-
soalannya tak sesederhana memilah sekadar
Diah Rahrjo. Program Director MFP.
dua ranah proses industri— hulu dan hilir.
Sejak ikut mengawal cikal-bakal SVLK mulai
2001 dan kemudian 209 terbit pengesahan

D iah Raharjo memulai dengan sekilas pemberlakuannya, MFP mendapati bahwa


penjelasan mengenai MFP kepada peserta verifikasi legalitas tak melulu menjadi per-
pelatihan. MFP adalah program kehutanan soalan di hulu, melainkan juga di hilir. Ia
multipihak melalui kerjasama Kementerian lantas memberi contoh tentang berbagai
Kehutanan RI dengan Pemerintah Inggris. kerumitan seputar legalitas kayu yang dihadapi MFP mendapati
MFP bertujuan memfasilitasi tata-kelola ke- sejumlah eksportir mebel dan kerajinan kayu bahwa verifikasi
hutanan. Salah satunya, sejak 2001 MFP ikut di Bali yang selama ini mendapat pendamping- legalitas tak
melakukan fasilitasi tentang SVLK. Sebagai an MFP. melulu menjadi
sebuah program multipihak, SVLK sejak awal persoalan di hulu,
melibatkan sejumlah parapihak, termasuk Bahkan verifikasi legalitas kayu kini tak lagi melainkan juga
DPP Asmindo. Serangkaian forum multipihak merupakan soal kehutanan, melainkan juga di hilir.
juga sudah berlangsung untuk membahas dan soal industri, perdagangan, dan bea-cukai. Di
mencari jalan keluar dari persoalan yang situlah tampak bahwa verifkasi legalitas, dalam
berkaitan dengan verifikasi. hal ini SVLK, tak hanya mengurusi proses di
hulu, melainkan juga hilir.
Satu hal yang mendapat perhatian Diah
Raharjo dalam sambutannya adalah hasil Itu juga berarti bahwa ketika terjadi perbaikan
pembicaraan antara tim MFP dengan atas kebijakan tentang verifikasi legalitas,
Asmindo Komda Jepara pada petang hari prosesnya juga menyangkut parapihak
sebelumnya. Salah satunya adalah tentang tersebut, dengan mengacu pada SVLK. Di situ
pendangan kalangan industri mebel di Jepara MFP memainkan peran sebagai mitra bagi
bahwa SVLK seharusnya mengarah pada beberapa pihak lainnya. Dan menurut Diah
berbagai persoalan di hulu dalam tata-niaga Raharjo, dari sejumlah pekerjaan, yang paling
mebel. Yang terjadi, masih menurut Asmindo berat untuk ditangani adalah peningkatan
Komda Jepara, SVLK pada saat itu juga kapasitas sejumlah pihak yang terkait dengan
merambah persoalan-persoalan di hilir. SVLK. Secara tak langsung, Diah Raharjo

81
Pelatihan SVLK bersama MFP

menyebutkan bahwa pelatihan yang sedang aturan SVLK dengan kenyataan di industri
berlangsung tersebut merupakan salah satu (gap assessment). Baik itu dalam soal legalitas
bentuk upaya peningkatan kapasitas parapihak bahan dan proses produksi seta pemasarannya,
agar lebih memahami SVLK. maupun legalitas administrasi perusahaan yang
berangkutan.
Mengadopsi SVLK merupakan langkah
penting bagi industri. Berbeda dari Eco-labeling Melanjutkan penjelasan dalam sambutannya,
yang sukarela, SVLK merupakan peraturan Diah Raharjo menyebutkan ada tiga hal yang
wajib. Lebih dari itu, SVLK merupakan sering ia temui di berbagai kesempatan sosiali-
peraturan produk Pemerintah RI sendiri, sasi, fasilitasi, maupun pelatihan SVLK seperti
bukan karena tekanan negara lain yang yang pada saat itu sedang berlangsung:
menuntut adanya verifikasi legalitas dengan 1. Selalu keluar pemikiran bahwa sebaiknya
berbagai indikator negara asing pula. Menurut sertifikasi ini mudah dan murah. Menurutnya,
Diah Raharjo, SVLK berangkat dari niat pemikiran itu bisa dibicarakan, terutama
Bangsa Indonesia untuk memperbaiki tata- menyangkut industri kecil-menengah. Itu
kelola, membangun sebuah sistem sertifikasi misalnya dengan mengajukan SVLK secara
dengan citarasa Indonesia. Dan pada saat ini, berkelompok. Tapi berbagai rincian di balik
SVLK sudah diundangan oleh Pemerintah RI SVLK berkelompok itulah yang justru perlu
sebagai peraturan yang wajib bagi industri dibicarakan bersama, sehingga tercapai
mulai 2013. Itu berarti industri tinggal punya kesepakatan yang mengikat.
waktu setahun dihitung dari 2012 untuk 2. Pelaku usaha atau industri perlu terbuka
menyiapkan berbagai syarat dan membenahi pada pelatih atau pendamping dalam proses
diri mengadopsi SVLK. gap assessment. Ini perlu agar keadaan atau
kenyataan pada industri segera bisa diketahui,
Bahwa pembenahan harus dilakukan tak dan dengan segera pula industri melakukan
hanya oleh industri, melainkan juga oleh pembehaan, baik pembenahan sistem adminis-
Bahan Baku. Dulu bahan kayu mudah petugas Pemerintah, Diah Raharjo setuju. Dan trasi internal perusahaan, legalitas perusahaan
dan murah diperoleh, tapi sekarang MFP sudah melangkah ke arah itu dengan ataupun legalitas proses produksi dan bahan
susah dan mahal.
menjalin kerjasaman dengan POLRI di ber- baku. Sifat SVLK memang mendorong adanya
bagai provinsi dan di berbagai tingkat— dari perbaikan pada tata-kelola unit usaha
Polsek (kecamatan), Polres (kabupaten), Pol- (industri).
resta (kota), sampai Polda (provinsi). Ker- 3. Perlunya kerjasama lebih baik antara pelaku
jasama MFP dengan POLRI tersebut berupa usaha dengan pemerintah daerah (Pemda). Ini
sosialisasi SVLK agar petugas Polisi di lapangan merupakan pintu bagi pelaku usaha untuk
memahami rincian persyaratan apa saja yang didengar suaranya ketika Pemda melakukan
harus menyertai proses produksi industri perbaikan sistem perizinan. Intinya, Pemda
perkayuan, terutama di sektor penebangan dan perlu mengakomodasi kepentingan kalangan
pengangkutan. Kerjasama tersebut juga men- usaha dengan memberikan insentif bagi
cakup penjaringan masukan dari pihak POLRI kalangan usaha yang tulus melakukan per-
bagi perbaikan SVLK. baikan di unit manajemennya.

Selain sebagai sarana untuk meningkatkan SVLK sudah menjadi keharusan bagi industri.
kapasitas kalangan industri, menurut Diah Pasar global, terutama Eropa, mensyaratkan
Raharjo, pelatihan juga merupakan upaya bahwa semua produk yang masuk benua ter-
untuk menemukan kesenjangan antara sebut harus sudah bersertifikat legal. Perkem-
persyaratan legalitas ideal yang ada dalam bangan di Eopa tersebut sejalan dengan

82
Pelatihan SVLK bersama MFP

langkah Pemerintah RI mengenai legalitas ilegal, para pengrajin kecil di Indonesia,


produk kayu. Dan kini Pemerintah RI sudah termasuk Jepara, yang melakukan jerih-payah
membuat kerjasama sukarela dengan UE berkarya dengan segala resiko hukumnya,
bahwa semua produk berbahan kayu dari sementara para pemilik modal di Eropa yang
Indonesia yang sudah terverifikasi legal dan menikmati hasilnya. Ketidakadilan akibat
berlogo V-Legal, akan ada green line di Eropa. bisnis produk ilegal inilah yang menurut Diah
Dengan UE, kebijakan yang sudah disetujui Raharjo harus dihentikan, melalui penerapan
berupa timber regulation. Parlemen Eropa juga SVLK.
sepakat bahwa timber regulation mulai efektif
pada Maret 2013. Itu bersamaan dengan pem- Diah Raharjo mengatakan bahwa banyak cara
berlakuan kebijakan di Eropa yang hanya akan untuk memperbaiki Bangsa Indonesia, selain
menerima kayu-kayu sertifikat legal. hanya mecerca Pemerintah. Dan khusus untuk

Untuk Ekspor. Sebagian produk mebel


Hanya saja, kesepakatan dan kemudahan itu meredam illegal logging, langkah perbaikan bisa Jepara masuk pasar luar negeri.
perlu dikawal konsistensinya. Beberapa pihak, berawal dari SVLK. Cara ini berpeluang
termasuk Pemerintah RI dan MFP, terus mengangkat kembali harkat Bangsa Indonesia
melakukan market monitoring. Dasar pemi- yang selama ini telanjur dicap oleh msyarakat
kirannya, di negara pembeli juga harus ada internasional sebagai sumber kerusakan hutan
kebijakan yang hanya menerima produk kayu dan lingkungan akibat illegal logging. Resiko
legal bersertifikat V Legal. Harus diakui bahwa selalu ada, dan sebagai sebuah forum para-
di Eropa pun tak sedikit pihak yang ikut pihak, SVLK tetap membuka peluang bagi
menikmati bisnis dengan produk mebel ilegal. parapihak untuk bersama-sama mengelola
Artinya, jika bisnis terus berlangsung secara resiko tersebut. l

83
Pelatihan SVLK bersama MFP

Joko Pramono, Wakil


Kepala Dinas Kehutanan
dan Perkebunan J oko Pramono menyebut SVLK menandai
bahwa isu kehutanan dan lingkungan
Indonesia sudah masuk ranah international.
cara tak mematikan dokumen perjalanan kayu.
Menurutnya, Pemda, dalam hal ini Pemerintah
Kabupaten (Pemkab) Jepara, pernah menyata-
Kabupaten Jepara
Kenyataannya, mutu hutan di Tanah Air kan berniat membuat kebijakan berisi berbagai
memang anjlok. Di kawasan Jepara, dulu hutan kemudahan bagi kalangan usaha.
cukup lebat dengan pohon sebagai bahan baku
industri mebel melimpah. Tapi kini kawasan Di luar forum, pernyataan Joko Pramono ini
hutan terus tergerus, pohonnya yang tumbuh mendapat tanggapan dari narasumber Agus
pun tak selebat dan belum sebesar dulu. Dari Setyarso. Agus Setyarso mengatakan bahwa
keadaan seperti itu, muncul kebijakan sebagai sebuah wacana, sikap Pemkab Jepara
Pemerintah RI untuk menerapkan SVLK di tersebut cukup progresif. Hanya saja itu masih
kalangan pelaku usaha perkayuan, baik di hulu sulit terwujud sampai pada tahap imple-
maupun di hilir, temasuk industri mebel. mentasi, karena masih sebatas ucapan. Untuk
membuat sebuah kebijakan efektif, harus
Laju kerusakan hutan yang seolah tak ter- dituangkan tertulis, misalnya peraturan daerah
bendung membuat masyarakat internasional (Perda).
dengan mudah menuding Indonesia sebagai
biang illegal logging. Dengan begitu, produk Khusus tentang SVLK, kata Joko Pramono,
mebelnya pun dicap ilegal pula. Dan dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Jepara
keadaan seperti itu, mereka melihat Indonesia bersama Asmindo Komda Jepara sudah
begitu mudah menyepelekan aturan. bertemu dengan Bupati. Mereka menyusun
Joko Pramono. Isu kehutanan dan draf Perda untuk mempermudah bagi pelaku
lingkungan Indonesia masuk ranah Surutnya mutu hutan akibat illegal logging juga usaha mebel dan kerajinan kayu di situ dalam
international.
tampak dari banyaknya beredar kayu tak legal mendapatkan SVLK. Menurutnya, Jepara
di pasar kayu. Banyak indikator yang berniat meniru Pemerintah Provinsi (Pemprov)
menandai adanya peredaran kayu ilegal di satu Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang
daerah. Salah satu indikator tersebut adalah membuat beberapa terobosan dalam Perda-nya
praktek tak “dimatikannya” dokumen kayu untuk membantu pengusaha perkayuan
pada saat mengalami perpindahan tempat dan mengakomodasi SVLK.
perubahan bentuk begitu kayu diperdagang-
kan. Praktek tak “mematikan” dokumen kayu Ia menjelaskan bahwa industri mebel dan
cukup banyak dilakukan pengusaha dan kerajinan kayu di Jepara merupakan yang
pengrajin mebel. paling unik di Indonesia. Ini terutama karena
masyarakat Jepara telah melakukan kegiatan
Meski demikian, Joko Pramono juga melihat produksi perabot dan ukiran kayu secara tradisi
bahwa beberapa peraturan masih dipandang yang berlangsung lama dan turun-temurun.
sebagai momok oleh pengusaha dan pengrajin. Tradisi ini sudah ada jauh sebelum berbagai
Itu salah satu alasan mengapa sampai tejadi ada peraturan tentang industri berbasis kayu
pengusaha mebel dan pengrajin menempuh muncul. Karena itu, pengusaha dan pengrajin,
Asmindo, dan Pemkab Jepara ingin agar per-
aturan, termasuk SVLK, berlaku lentur. Ia
menyebutkan, jika SVLK diberlakukan bagi
industri dan kerajinan kayu di Jepara itu tak
sekadar SVLK yang rasa Indonesia, melainkan
lebih khusus SVLK “rasa Jepara”. l

84
Pelatihan SVLK bersama MFP

Dialog dengan
A gus Setyarso melakukan pendekatan halal-
haram dalam memberikan penjelasan
seputar VLK kepada peserta pelatihan. Ia
ber-VLK. Dengan begitu, akan diketahui
mana perusahaan atau pengrajin yang sudah
melakukan langkah-langkah tertib dan bisa
Narasumber Agus
Setyarso

menganalogikan bahwa usaha mebel dan kera- didorong atau dipromosikan, dan mana yang
jinan dari kayu ilegal sama halnya berbisnis masih belepotan.
barang haram yang sering dipertanyakan.
Dengan begitu, lebih nikmat berdagang Sekalipun merupakan sentra industri mebel
barang halal, membuat hati tenang. dan kerajnan yang memiliki akar tradisi kuat
dan panjang, Jepara juga diwarnai pelaku-
Untuk mengetahui seberapa halal atau haram pelaku usaha dan pengrajin yang masih ter-
kegiatan dan dagangan para pengusaha mebel belunggu dengan urusan kapasitas modal dan
serta pengrajin di Jepara, Agus Setyarso menga- SDM. Itu membuat mereka hanya berpikir
takan bahwa itu akan diketahui dalam pelatih- bagaimana bisa bertahan. Usaha dan pengrajin
an selama tiga hari tersebut. Itu terutama pada yang demikian ini juga harus dilihat dan diper-
hari kedua, ketika para pendamping mengun- hatikan kondisinya, bukan dibiarkan sekarat.
jungi tempat usaha para peserta untuk
melakukan gap assessment. Padahal, sesuai SVLK, semua perjalanan kayu
yang merupakan bahan baku industri dan
Karena itu ia berpesan pada para peserta agar pengrajin harus tercatat dengan baik. Dan
terbuka saja dan menunjukkan keadaan dan semua dokumen transaksi kayu juga harus
kesiapan administrasi, legalitas, dan meka- disimpan. Sekalipun seorang pengepul kayu, ia
nisme kerja mereka kepada pendamping pada harus mencatat dan menyimpan dokumen
saat dikunjungi esok hari. Ia juga meyakinkan yang menyertai kayu yang dibelinya. Jika
bahwa para pendamping atau pelatih adalah pelaku usaha membeli kayu dari pengepul
pribadi-pribadi yang independen, tak memiliki seperti ini, dan ketahuan pada saat diaudit
urusan dengan pajak. untuk VLK, semua persyaratan yang telah ia
miliki akan sia-sia dan gagal ber-VLK. Di
Dengan mengetahui apa saja yang muncul Jepara juga tak sedikit perusahaan mebel yang
dalam gap assessment, perusahan dan pengrajin mapan, bahkan juga ada eksporttir. Mereka ini
akan paham seberapa besar peluang mereka memiliki kapasitas finansial dan SDM lebih
untuk ber-VLK. Justru jika perusahaan dan kuat, memiliki jaringan pemasaran luas, serta
pengrajin tertutup, akan sulit mengetahui pembeli permanen.
Sesi Diskusi. Narasumber Agus
kenyataan yang terjadi di industri seta langkah Setyarso tengah menjawab pertanyaan
apa saja yang kira-kira nantinya dapat mem- Seperti apa pun skala usahanya, sebenarnya ada peserta pelatihan.
perbaikinya. Dan jika itu terjadi, Asmindo juga cukup ruang bagi produk yang bersertifikat.
tak akan dapat membuat usulan kepada Karena tak semua produsen memiliki produk
Pemerintah untuk memperbaiki SVLK sebagai bersertifikat, maka mereka yang bersertifikat
sebuah peraturan yang murah dan mudah bagi dengan sendirinya menemukan pasar
para pelaku usaha. tersendiri (niche). Yakni pasar yang pembelinya
hanya mau menampung produk-produk legal
Jadi, niat atau peluang untuk mendapatkan bersertifikat, seperti halnya SVLK, dan bukan
sertifikasi harus datang dari pelaku usaha dan produk yang dibuat dari bahan baku kayu hasil
pengrajin sendiri. Dengan adanya gap assess- illegal logging. Tapi Agus Setyarso juga menam-
ment yang terbuka antara pelaku usaha dan bahkan bahwa pasar SVLK pasti dijalankan
pengrajin terhadap pendamping, akan sesuai jadwal atau Pemerintah akan menunda,
ketahuan pula peta kesiapan mereka untuk itu belum diketahui pasti. l

85
Pelatihan SVLK bersama MFP

Diskusi antara
Narasumber-Peserta
Pelatihan S ampai pada tahap itu, penjelasan Agus
Setyarso memancing terjadiya diskusi
dengan peserta. Seorang peserta, umpamanya
Menjawab pertanyaan apakah SVLK akan
menjamin harga produk naik, Agus Setyarso
menegaskan tidak. Kepada peserta pelatihan,
keberatan dengan cara Agus Setyarso meng- Agus Setyarso mengatakan bahwa dalam
analogikan legal-ilegal dengan halal-haram. pelatihan tersebut akan ada sesi tukar-penga-
Peserta tersebut berkeras bahwa mereka laman yang menampilkan narasumber Jajag
menggunakan bahan baku kayu legal, karena Suryo Putro, seorang pelaku usaha mebel dari
mereka membeli dari pedagang. Ia tak setuju Yogyakarta, yang telah memperoleh SVLK.
bahan baku kayu disebut ilegal hanya karena Jajag Suryo Putro juga menjadi narasumber
tak dilengkapi logo V-Legal atau dokumen tentang pengalaman dan perjalanan pelaku
verifikasi. Menurutnya, status legal atau ilegal usaha mendapatkan SVLK dalam pelatihan di
pada kayu lebih berkaitan dengan branding Yogyakarta, Surakarta, Jepara, Semarang, dan
atau pencitraan. Dalam pemahamannya, jika Denpasar. Jajag Suryo Putro tak dapat
ada upaya untuk mencitrakan bahwa kayu- mengikuti pelatihan di Semarang karena harus
kayu yang di Jepara legal, maka legal pula kayu menunggui istrinya melahirkan anak kedua.
itu!
SVLK, kata Agus Setyarso, membuat pelaku
Pada bagian lain, peserta tersebut mengakui usaha dan pengrajin merasa lebih punya
paham tentang SVLK sebagai peraturan wajib kekuatan bersaing lebih bagus. Dengan
bagi industri, dengan semua persyaratan yang mengantongi SVLK, pelaku usaha dan peng-
tak satu pun boleh lewat. Sebagai pemilik rajin menjadi yang terdepan dari yang lain
industri kecil rumahan, ia juga mengaku dalam hal prosuksi. Mereka juga memiliki
tertarik ber-VLK. Hanya saja, yang dia harap- peluang lebar masuk pasar Eropa, juga pasar
kan adalah agar SVLK dibuat (lagi-lagi) mudah Australia yang sebentar lagi juga akan mene-
dan murah. Lebih lanjut ia mempertanyakan rapkan timber regulation. Perluasan pasar bagi
apakah produk yang ber-VLK serta-merta akan produk bersertifikat juga terbuka ke Jepang
dapat terangkat harganya. Ini karena pemilik dan AS. Artinya, SVLK bukan sarana untuk
Diskusi di Kelas. Menjelang kunjungan usaha dan pengrajin akan mengeluakan ogkos medapatkan harga premium, melainkan pasar
ke industri pelatih dan peserta
berdiskusi. ekstra untuk memenuhi berbagai syarat premium. Lagi pula, kata Agus Setyarso, biaya
SVLK— mulai dari pegurusan perizinan, per- sertifikasi adalah relative. Beberapa pelaku
baikan administrasi internal, dan penambahan usaha memandang itu beban. Tapi ada juga
tenaga khusus mengurusi kerapian dokumen menganggap sertifikasi sebagai instrumen
perusahaan. Dengan pemahaman sebagai untuk mengembangkan pasar.
pengusaha, naiknya ongkos idealnya juga
berdampak pada naiknya harga produk. Agus Setyarso membenarkan bahwa SVLK
berdampak pada beban biaya bagi pelaku
Hal lain yang tampak pada peserta tadi adalah usaha. Namun bukan berarti SVLK sudah
pemahamannya tentang SVLK yang menurut- menjadi harga mati. Menurutnya, SVLK
nya lebih untuk mengamankan pasar ekspor. masih membuka pintu bagi pelaku usaha,
Ia mengusulkan agar mekanisme itu bisa terutama dari skala kecil-menengah, untuk
dibalik, yakni agar SVLK juga bisa meng- mendapatkan SVLK dengan cara lebih murah.
amankan pasar domestik. Ia berharap ada Celah itu datang dari revisi Peraturan Menteri
keberpihakan Pemerintah pada industri lokal, Kehutanan P 38 ke P 68, yang menyebutkan
misalnya dengan memberi rekomendasi pada cara kelompok sebagai modus untuk men-
proyek-proyek Pemerintah agar menggunakan dapatkan sertifikasi dengan menanggung biaya
produk mebel dalam negeri. bersama-sama, dengan begitu bisa menjadi

86
Pelatihan SVLK bersama MFP

lebih murah. Bagaimana wujud dan mekanis-


menya, kata Agus Setyarso, para pelaku usaha
di Jepara bisa duduk bersama dan mem-
bicarakannya. Dari situ bisa muncul SVLK
citarasa Jepara, seperti yang diidamkan beber-
apa pihak.

Mengenai pendapat Asmindo Komda Jepara


bahwa harusnya sertifikasi mengarah pada
kegiatan hulu industri dan bukan hilir, Agus
Setyarso mengiyakan itu. Artinya, sudah
banyak upaya sertifikasi yang diarahkan pada
para pengelola hutan yang merupakan sumber
kayu bahan baku industri. Bahkan sertifikasi
kelompok juga bisa diterapkan. Ini terutama
bagi hutan rakyat milik kelompok mayarakat.
Di situ, satu kelompok pengelola hutan rakyat
di satu kecamatan atau satu koperasi, umpama-
nya, dapat mengajukan satu sertifikasi.

Bahkan pada perkembangannya, terutama jika


SVLK sudah efektif, tata-niaga dan lalu-lintas
kayu di hulu satu daerah hulu bisa melalui satu
pintu pengecekan (single window). Dengan
adanya satu pintu pengecekan dan jalur masuk
kayu di satu kabupaten, maka tata-niaga kayu Peluang Subsidi. Industri dan pengrajin
di wilayah tersebut akan seragam. Harga kayu Melalui pelatihan tersebut, menurut Agus kecil berpeluang mendapatkan subsidi
untuk SVLK.
akan menjadi transparan, sistem adminis- Setyarso, para pelaku usaha dan pengrajin
trasinya akan menjadi lebih sederhana, dan dapat menyuarakan keinginan dan harapannya
ujungnya sertifikasi pun akan lebih mudah. berkaitan dengan SVLK. Ini salah satunya
Selain itu, pelaku usaha pun akan terhindar mengenai kemungkinan Pemerintah mem-
dari menjadi korban permainan harga kayu berikan subsidi bagi pelaku usaha untuk mem-
para pedagang. peroleh SVLK. Dari 2009 hingga 2011 pada
saat SVLK disahkan dan direvisi untuk mem-
Jika sistem satu pintu itu terlaksana, petani di beri peluang bagi masukan dari parapihak,
hutan rakyat yang sedikitnya perlu menunggu umpamanya, tak satu pun ada permohonan
10 tahun untuk memanen kayunya pun akan subsidi dari para pelaku usaha.
ikut menikmati jerih payahnya secara lebih
layak dan bermartabat. Selama ini, para petani Sekalipun beberapa kali menjelaskan manfaat
hutan kurang mendapatkan penghargaan dan yang bisa dipetik para peserta dari pelatihan
pendapatan yang setara dengan para pemilik tersebut, Agus Setyarso menegaskan bahwa
modal di industri yang dalam sehari saja pelatihan itu bukan dimaksudkan untuk mem-
mampu melakukan produksi. Sertifikasi bujuk para peserta dari kalangan usaha itu
memang dimaksudkan untuk mendudukkan mengadopsi SVLK. Ia mengatakan, keputusan
para pelaku usaha dalam mata-rantai industri apakah mereka hendak ber-VLK atau tidak,
perkayuan secara setara. tetap ada di tangan mereka sendiri. l

87
Pelatihan SVLK bersama MFP

Wawancara dengan Apa nama lengkap perusahaan yang


untuk mencari tahu informasi SVLK dan baru
Setyowati (pelatih) Anda fasilitasi di Jepara, dan siapa nama
lengkap pemiliknya? akan mempersiapkan industrinya untuk serti-
fikasi, bila usaha kerajinan merupakan produk
Cambium Furniture, Jepara Carving, dan yang wajib di-SVLK. Pemilik Duta Jepara
Duta Jepara. Cambium Furniture adalah mengikuti pelatihan untuk memperoleh infor-
sebuah manufakturing dan industri furnitur. masi mengenai SVLK.
Ia punya kapasitas ekspor 50 kontainer (2011).
Jepara Carving adalah industri kerajinan, tapi Seberapa lengkap surat-surat legal-bisnis
pemiliknya keberatan memberi tahu informasi yang mereka miliki, dan menurut Anda
seberapa besar kans mereka ber-SVLK?
tentang kapasitas ekspornya. Jepara Carving
belum memiliki izin usaha. Untuk melakukan Cambium Furniture dan Duta Jepara memiliki
ekspor, ia berkonsolidasi dengan perusahaan dokumen legalitas dan perizinan yang lengkap,
yang sama-sama masuk dalam kategori IKM sesuai dan sah. Secara umum permasalahan
lain yang memiliki izin ekspor (ETPIK). yang dihadapi industri untuk mengajukan
Sementara itu, Duta Jepara adalah industri sertifikasi SVLK terkait dokumen legalitas dan
manufakturing dan industri furnitur, dengan perizinan dipengaruhi oleh dua faktor. Faktor
kapasitas ekspor 96 kontainer. internal, dokumen lingkungan (SPPL) belum
tersedia, izin industri yang sudah tak sesuai
Jelaskan bagaimana perkembangan dengan kondisi riil. Faktor eksternal, dokumen
sikap pemiliknya terhadap pelatihan SKSKB cap KR dan atau FAKB yang belum
SVLK?
dimatikan petugas P3KB, tak ada dokumen
Pemilik Cambium Furniture mendukung dan pengangkutan (FAKO) dari sawmill jasa ke
berharap agar pelatihan SVLK dapat mem- industri. Bila faktor eksternal belum
berikan solusi terhadap gap assessment. Pada ditemukan solusinya, industri tak akan pernah
saat pelatihan, pemilik tak dapat mengikuti memperoleh sertifikat SVLK.
pelatihan dengan alasan kesibukan. Pemilik
Jepara Carving mengikuti pelatihan hanya Jelaskan proses pendampingan terhadap
mereka di hari ketiga, dan kasus
spesifik/unik apa yang Anda temukan
pada saat mendampingi mereka?

Pertama, industri menyampaikan gap analysis


yang telah dibuat berdasarkan audit internal.
Selanjutnya, pendamping memberikan solusi
berdasarkan gap assessment tersebut. Untuk
kasus yang unik, Duta Jepara tadinya mengaku
sebagai UKM. Ternyata pada saat dilakukan
kunjungan lapangan, Duta Jepara bisa dikate-
gorikan industri dengan skala besar. l

Setyowati. Dalam satu sesi pendampingan di industri.

88
Pelatihan SVLK bersama MFP

Temuan Panji Anom


P ada saat pendampingan, ia memfasilitasi
CV Harapan Kita, milik Hj Fitri Andarini.
Perusahaan ini memiliki lingkup usaha yang
Selain itu, Panji Anom juga mendampingi CV
Multi Karya Mandiri (MKM), milik Agus S.
Perusahaan ini memiliki lingkup usaha yang
(pelatih)

memproduksi indoor furniture (500 item). Ia memproduksi furnitur setengah jadi. Ia belum
memiliki sejumlah dokumen izin usaha yang memiliki izin usaha, dan mempekerjakan 35
salah satunya adalah IUI. Ia memiliki 120 tenaga kerja, dengan dukungan 4 subkon tetap
tenaga kerja, serta didukung 40 buah subkon yang masing-masing 5 sampai 8 orang.
tetap yang masing-masing mempekerjakan 8
sampai 10 pekerja. Menurut Panji Anom, CV Multi Karya memi-
liki peluang besar masuk ke SVLK. Ia misal-
CV Harapan Kita memiliki peluang kecil nya, memiliki pembukuan yang tertib,
ber-VLK. Namun pemiliknya cukup ber- pencatatan dan pendokumentasian yang baik,
semangat untuk maju ke SVLK, termasuk belum memiliki izin-izin. Hanya saja pemilik
membangun komitmen akan studi ke Jawa kurang antusias dan sama sekali tak tertarik
Furnitur (Yogyakarta) karena kedua peusahaan dengan SVLK. Padahal ia hanya perlu waktu
memiliki karakter yang sama. Pemilik perusa- sekitar 3-4 bulan jika memang serius ingin
haan ini cukup antusias dalam mengikuti maju.
proses pelatihan hingga termasuk dukungan
terhadap pembelajaran yang didapat dalam Panji Anom mencatat, kasus unik terjadi di
Panji Anom. Proses pendampingan di
pelatihan dan pendampingan. industri adalah ketika bertemu dengan pemilik industri oleh Panji Anom.
perusahan. Mereka umumnya masih memper-
Dokumen legal bisnis lengkap, namun pen- tanyakan substansi pelatihan dan pendamping-
dokumentasian dan pencatatan dalam simpul- an. Bahkan seorang pemilik perusahaan
simpulnya sangat kurang. Perlu waktu sekitar menyatakan bahwa SVLK tak ada fungsinya.
6 - 12 bulan untuk perbaikan. Namun staf yang dikirim tetap berangkat ke
pelatihan dan menjalankan tugas yang
Panji Anom juga mendampingi UD Jati Mak- diberikan. Selain itu juga ada temuan bahwa
mur, milik Alvi. Perusahaan ini memiliki ada industri yang telah melakukan aktivitas
lingkup usaha garden furniture (meja, kursi, sejak 2008 (di bawah izin dan manajemen PT
lonjer). Dokumen izin usaha yang dimiliki Indofine) dan sedang mengusahakan semua
antara lain berupa IUI-M. Ia memiliki 70 izin-izin legalitasnya. l
orang tenaga kerja borongan, dengan 15 sub-
kon tetap yang masing-masing mempeker-
jakan 5 hingga 8 orang. UD Jati Makmur
memiliki peluang relatif sulit untuk maju ke
SVLK. Perusahaan ini berkarakter ikut-ikutan,
termasuk dalam pelatihan mengikuti sampai
semua sesi namun tak cukup antusias dalam
komitmen untuk SVLK.

UD Jati Makmur memiliki dokumen legal


bisnis cukup komplit, namun tak memiliki
pencatatan dan pendokumentasian yang baik
termasuk di tingkat subkon. Ia perlu waktu 6
sampai 12 bulan untuk perbaikan.

89
Pelatihan SVLK bersama MFP

Pendampingan di Tiga
Perusahaan
P endampingan juga berlangsung di tiga
perusahaan. Yang pertama adalah CV
Sipra Furniture, sebuah perusahaan ekspor
produksi kayu, selama ini melakukan ekspor
produk rotan. Pada April ini mendapat order
mebel untuk pasar lokal. Orchard memiliki
yang tak memiliki unit produksi sendiri, dan dua subkon. Perusahaan ini merupakan
produksi dihasilkan dari empat subkon. produsen dan memiliki izin sah. Hanya saja
Perusahaan ini memiliki izin yang sah. NPWP tak sesuai dengan alamat perusahan.
Untuk kesalahan ini, pemilik perusahaan
Ketidaksesuain yang ditemukan di perusahaan berniat mengurus pembetulannya antara Mei
ini berupa nomor NPWP di dokumen IUI hinga Desember 2012. Untuk kelengkapan
kecil tak sesuai dengan nomor NPWP terbaru. AMDAL/UKL_UPL/SPPL, perusahaan ini
Pemilik perusahaan menyatakan akan tak memiliki SPPL tak ada. Temuan lain
mengurus perubahan IUI pada Mei 2013. Izin menunjukkan bahwa perusahaan ini tak
HO perusahaan ini juga habis masa mematikan SKSKSB cap KR/FAKB, tanpa
berlakunya, dan si pemilik menyatakan akan FAKO. Dari seluruh subkon yang bekerjasama
memperpanjangnya. Untuk syarat kelengkap- dengan perusahaan ini, tak satu pun yang
an AMDAL/UKL UPL/SPPL, perusahaan ini memiliki legalitas kerjasama. Tally sheet di sub-
terbukti tak memiiliki SPPL, dan pemiliknya kon pun juga tak ada.
menyatakan akan membuat SPPL.
Perusahaan lain yang mendapat pendamping-
Perusahaan ini belum mampu membuktikan an adalah Sunteak Furniture. Perusahaan
bahwa bahan baku yang diterima berasal dari mebel ini memproduksi dan ekspor produk
sumber yang sah. Tapi SKSKSB cap KR/FAKB indoor furniture. Ia tak memiliki atau
tak dimatikan. Untuk penyelesaian, perusa- menggunakan jasa subkon. Dalam satu bulan
haan akan berkoordinasi dengan warung kayu terakhir bisa ekspor enam kontainer.
dan meminta fasilitasi Asmindo untuk menye- Perusahaan ini mendapat order dari member
lesaikannya dalam ruang lingkup kabupaten. TFT sehingga perusahaan telah memenuhi
Perusahaan ini tak memiliki dokumen angkut- standar FSC.
an berupa FAKO.
Beberapa penyimpangan yang terjadi pada
Proses pengolahan produk pada perusahaan ini perusahaan ini adalah soal SKSKSB cap
berlangsung melalui jasa atau kerjasama KR/FAKB untuk membuktikan bahwa bahan
Penyelesaian Produk. Beberapa dengan pihak lain. Perusahaan ini tak memiliki baku yang diterima berasal dari sumber yang
produk dikeringkan sebelum finishing. dokumen perizinan/legalitas usaha pada sub- sah, ternyata tak dimatikan. Untuk meng-
kon. Si pemilik berniat melakukan koordinasi atasinya, pemilik peusahaan akan berkoordi-
dan fasilitasi subkon dalam perizinan. nasi dengan Pemkab Jepara antara Mei sampai
November 2012.
Dalam hal dokumentasi bahan baku, proses
dan produksi, perusahaan ini tak memiliki tally Pijar merupakan salah satu industri furnitur
sheet di subkon. Nantinya, ia akan menyusun dengan 30 subkon. Dalam proses pengerjaan
SOP proses produksi di subkon. Ia juga akan produknya hampir semuanya dilakukan oleh
melakukan uji coba sebelum akhirnya subkon. Kegiatan atau proses yang dilakukan
melakukan implementasi. di PT Pijar hanya finishing. Jika mau maju
SVLK, permasalahan umum yang ada di
Pendampingan juga dilakukan terhadap Jepara adalah soal FA-KO. Sedangkan per-
Orchard Collection yang baru berdiri pada masalahan yang khusus relatif tak ada. l
2011, belum pernah melakukan jual beli

90
Pelatihan SVLK bersama MFP

Temuan Sudarwan
P ada sesi pendampingan, Sudarwan men-
dapat tugas memfasilitasi tiga perusahaan.
Antara lain CV Mebel Jati Jepara milik Abdul
di perusahaan ini dan beberapa catatan lang-
sung diaplikasikannya. Selain itu, Abdul Latief
juga langsung melakukan pembenahan admi-
(pelatih)

Latief SPd, UD Multi Usaha Raya milik H nistrasi dan melakukan rekrutmen menambah
Bedjo, dan Irawan Jati milik Moch Sobirin tenaga untuk mengurusi dokumen.
(Irawan).
Sementara itu, H Bedjo pemilk UD Multi
Catatan Sudarwan menyebutkan bahwa CV Usaha Raya cukup bersemangat mengikuti
Mebel Jati Jepara merupakan perusahaan pelatihan. Ia punya target SVLK di akhir 2012.
ekspor berupa indoor furniture. Perusahaan Ia sudah mulai melakukan penertiban doku-
terhitung masih baru, berdiri pada Oktober men per Januari 2012.
2011. Selama ini ia menerima suplai barang
mentahan (belum difinishing) dari vendor Sedangkan Moch Sobirin pemilik perusahaan
tetap maupun dari vendor lain dengan Irawan Jati menyatakan keberatan mengikuti
mekanisme “beli putus”. Biasanya perusahaan SVLK. Menurutnya langkah ke arah itu terlalu
mendapat order dari pembeli, kemudian mem- rumit dan merasa tak punya dana. Ia pernah
berikan order kepada subkon. Tapi kadang- ikut sertifikasi dengan skema TFT dan dapat
kadang juga terjadi pembeli minta harga premium namun 7% gagal karena ke-
dibelanjakan barang-barang dari toko maupun mampuan SDM di perusahaan. Sampai kini ia
showroom di Jepara (beli putus). Skala bisnis pesimistis bisa SVLK.
perusahaan ini kira-kira satu kontainer per
bulan (12 kontainer/ tahun), masuk sebagai CV Mebel Jati Jepara memiliki dokumen
kategori industri menengah. internal yang cukup lengkap, tapi tak memiliki
dokumen analisis dampak lingkungan.
Sementara itu, UD Multi Usaha Raya merupa- Masalah eksternal berupa subkon yang belum
kan produsen non-ekportir dengan produk terfasilitasi SVLK. Ia belum mengkomuni-
berupa garden furniture dan indoor furniture. kasikan SVLK kepada subkon. Peluang perusa-
Ini merupakan perusahaan perorangan skala haan ini ber-VLK 80%. Jika ada pembenahan
menengah. Ia memiliki workshop berukuran di subkon bisa segera SVLK.
5.600 meter persegi. Perusahaan ini juga
mempunyai banyak subkon. Order per tiga UD Multi Jaya Raya memilki kekurangan
bulanan di perusahaan ini rata-rata di atas dalam soal legalitas perusahaan. Ada kesalahan
Sudarwan. Beberapa temuan berupa
angka Rp 300 juta. dalam IUI soal masa berlakunya izin industri kesenjangan ditemukan para pelatih.
dan belum memiliki dokumen lingkungan.
Perusahaan Irawan Jati merupakan produsen Peluang perusahaan ini ber-VLK sekitar 55%,
dan sekaligus ekportir untuk produk garden dan perlu pembenahan TUK internal dan
furniture. Selain diproduksi di workshop, subkon.
perusahaan ini juga mempunyai beberapa
subkon, dan masuk kategori skala menengah Staf CV Mebel Jati Jepara sudah memahami
dengan kapasitas ekspor empat kontainer per SVLK dan metode pelatihan sehingga di hari
bulan. ketiga punya bahan yang dikonsultasikan dan
klien membawa semua dokumen secara
AbdulLatief, pemilik CV Mebel Jati Jepara, lengkap. Dari pembicaran informal di luar
tampak memilki semangat dan progres luar forum pelatihan diketahui bahwa staf admi-
biasa terhadap pelatihan. Kebetulan sebelum nistrasi perusahaan mempunyai pengalamanan
ini Sudarwan pernah melakukan gap assessment dalam menyusun perusahaan menuju CoC. l

91
Pelatihan SVLK bersama MFP

Diskusi
Pelatih-Narasumber di
Pulau Panjang P ada hari kedua (Sabtu 28 April 2012),
pelatihan berlangsung dalam bentuk
pendampingan di luar ruangan. Ini berupa
IRT/UKM seharusnya berupa FAKB, namun
yang terjadi mereka hanya menggunakan nota.
v Terdapat banyak IRT/UKM, yang mana

kunjungan oleh para pendamping atau pelatih tak patuh pada PUHH.
ke perusahaan tempat para peserta pelatihan v Terdapat banyak subkon, yang semuanya

biasanya bekerja. Pendampingan di industri ini tak patuh pada PUHH.


berlangsung dari jam 09.00 hingga sekitar jam v Pengangkutan kayu olahan hasil pengger-

14.00. Pada sore hari para pelatih atau pen- gajian tak dilengkapi FAKO.
damping berkumpul di luar kelas. v Sebagian besar penggergajian tak memiliki

IUPHHK.
Dipimpin Agus Setyarso, mereka mendiskusi- v Ada kasus ketika industri primer memiliki

kan beberapa perkembangan yang terjadi IUIPHHK, namun tak memiliki penerbit
selama dua hari latihan. Berikut adalah catatan FAKO.
mereka selama diskusi di Pulau Panjang, sekitar v Hanya ada dua orang petugas P3KB di

30 menit dengan perahu mesin di lepas Pantai Jepara, itupun hanya satu orang yang saat ini
Jepara pada senja: berada dalam posisi sebagai petugas P 3 K B .
Ini secara operasional tak mungkin mampu
Situasi Perkayuan di Jepara: memeriksa dan mematikan dokumen
v Arus masuknya bahan baku kayu log ke pengangkutan SKSKSB cap KR/FAKB.
Jepara sebesar 200 truk per hari. Dengan v Keterbatasan penerbit FAKB dan FAKO.

asumsi tiap truk memuat lima meter kubik v Ada pasar komponen kayu untuk mebel,

maka ada sekitar 1.000 meter kubik per hari fakta ini semakin memperumit ketelusuran
kayu log. asal bahan bakunya karena ada indikasi ada
v Penatausahaan kayu di Jepara belum ter- percampuran kayu yang berasal usul berbeda.
implementasikan sebagaimana mestinya, Dokumen pengangkutan komponen tersebut
misalnya, kayu log yang masuk Jepara yang adalah nota/faktur jual-beli, ini pun sulit untuk
dilengkapi dokumen SKSKB cap KR atau dapat ditelusuri asal-usul dan legaitasnya.
FAKB (Perhutani), sebagian besar tak di- v Untuk percepatan implementasi SVLK

matikan dokumen tersebut oleh P3KB. pada Maret 2013, industri di Jepara sulit
v Terdapat banyak warung kayu, sementara memenuhi SVLK, kecuali ada strategi cerdas
Evaluasi Pelatihan. Narasumber dan dokumen pengangkutan dari warung kayu ke untuk menyederhanakan PUHH. l
pelatih melakukan evaluasi di luar kelas.

92
Pelatihan SVLK bersama MFP

A. Perdebatan PUHH: B. Hasil diskusi: Evaluasi di Pantai Kartini


- PUHH P 51 ( berserta turunannya) - Perlu revisi terhadap P 51 yang
tak bermanfaat bagi rakyat. Kenyata- melindungi hak-hak rakyat, yaitu
annya banyak penyimpangan dalam sederhana dan murah.
proses implementasinya, misalnya - Revisi P 51 harus mengatur kayu
pungutan dan malapraktek prosedur. rakyat dari hulu hingga hilir, yaitu dari
- P 51 hanya melindungi di bagian hutan sampai dengan industri. Arti-
hulu. Ketika kayu rakyat masuk pada nya kayu rakyat tak mengikuti P 55. l
industri lanjutan maka harus
mengikuti P 55. Di hulu, dokumen
pengangkutan kayu rakyat berupa
SKSKB cap KR/SKAU/nota. Di hilir,
dokumen pengangkutan dari industri
primer tetap FAKO.
- Filosofi P 51 adalah melindungi
hak-hak rakyat. Kenyataannya
Pemerintah justru melindungi Perum
Perhutani. Rakyat yang menanam
jenis-jenis pohon yang sama dengan
jenis-jenis pohon Perhutani, rakyat
diwajibkan membuktikan bahwa
kayunya tak berasal dari hutan
Negara.

Evaluasi Pelatihan. Narasumber dan


pelatih melakukan lanjutan evaluasi
pelatihan di luar kelas.


PUHH P 51 ( berserta turunannya) tak bermanfaat bagi
rakyat. Kenyataannya banyak penyimpangan dalam
proses implementasinya, misalnya pungutan dan
malapraktek prosedur.

93
Pelatihan SVLK di
Semarang, Mayoritas
Industri Papan Atas

Hari : Selasa-kamis, 1-3 Mei 2012


Tempat : Hotel Swiss-Bell Ciputra, Simpang Lima
Peserta : 11industri anggota Asmindo Komda
Semarang
Pelatih : Setyowati (independen, Bogor), Sudarwan
(Shorea, Yogyakarta), Panji Anom (Javlec,
Yogyakarta), Teguh Yuwono (Yogyakarta),
Anton Sanjaya (SSC, Makassar).
Narasumber : Jajag Suryo Putro (PT Jawa Furni Lestari,
Yogyakarta), (Wakil Kepala Dinas Kehutanan
dan Perkebunan Kabupaten Jepara, Erwan
dan Hadi sukisno (BP2HP Wilayah VIII
Surabaya), Irfan Bakhtiar (MFP), Ketut Alit
Wisnawa (DPP Asmindo), Sunaryo (Ketua
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi
Jawa Tengah).
Moderator : Setyowati

94
Bab

Kebanyakan peserta pelatihan SVLK di Semarang adalah industri dengan kekuatan modal besar dan biasanya meyasar pasar ekspor.

95
Pelatihan SVLK bersama MFP

Peserta Pelatihan SVLK bagi Industri Anggota Asmindo


di Semarang, 1-3 Mei 2012
No Industri Nama Alamat
1 PT Gened Devries Indonesia Nanik Jl Kaligawe Km 4,5 Semarang
2 PT Bahana Makmur Utama Mulia Jl Terboyo, INdustri Barat 3, Blok E, No 3
3 PT Devonshire Tunggal Indonesia Sri Setiowati Jl Empu Tantular 70-72, 83
4 UD Permata Furniture Andreas Wuryanto Jl Raya Cangkringan, Gunung Pati, Km 1, Bubakan
6 CV Dijawa Abadi/ Dua Musim Yoga Perum Semarang Indah, Blok E 5/3
Iwan
7 CV Property Riyanto Kawasan Wijaya Kusuma
8 PT Casa Java Furniture Diah Dusun Sambengsari, Pringsari, Pringapus, Ungaran
Esti
9 PTCountry Form Furniture Budi Darmono Jl Tugu Industri I No 10, Kawasan Wijaya Kusuma
10 PT Hart Co Ardy Jl Singotoro
11 PT Anugrah Timber Ari Jl Imam Bonjol 189, Km 2, Salatiga
12 CV Sarana Jati Blora


Sebagian industri besar dan eksportir memang memiliki bengkel kerja sendiri. Tapi untuk
memenuhi permintaan pasar luar negeri mereka tetap mengandalkan kiriman dari
rekanan pengrajin di Jepara.

96
Pelatihan SVLK bersama MFP

Jadwal Pelatihan SVLK bagi Industri Anggota Asmindo


di Semarang, 1-3 Mei 2012
No Acara Waktu Trainer/Narasumber Fasilitator

Hari Pertama
Registrasi Peserta 08.00–08.30 Panitia
1 Pembukaan 08.30–09.00 • MFP
• Asmindo Komda Semarang
2 Bina suasana pelatihan 09.00–09.30 Anton Sanjaya TBD
Istirahat 09.30–09.45
3 Materi 1 09.45–11.30 • Agus Setyarso Anton Sanjaya
Rasionalitas SVLK • Irfan Bahtiar (kelas pleno)
4 Makan siang 11.30–13.00
5 Materi II 13.00–14.30 BP2HP Wilayah VIII Setyowati
PUHH:
Kelas 1. SOP PUHH
Kelas2. Dokumen PUHH
6 Materi IV 14.00–15.30 Tim pelatih Setyowati
Verifier kritis pada VLK Industri 1. Teguh Yuwono
Kelas 1. 2. Sudarwan
Kelas 2.
Coffee Break 15.30–15.45
7 Materi V 15.45–17.00 Jajag Suryon Putro Sudarwan
Pengalaman penerapan VLK Industri (man-
faat, pembiayaan dan proses S-LK)
Istirahat 17.00-19.00
8 Materi VI 19.00–00.30 Teguh Yuwono Panji Anom
• Pengorganiasian data (kelas pleno)
• Persiapan coaching pada industri
• Penyusunan laporan hasil gap assessment

9 Pembagian kelompok dan penyiapan praktek 20.30–21.00 Anton Sanjaya Panji Anom
lapangan (kelas pleno)

Hari Kedua

1 Gap assessment di industri masing - masing 08.30–12.00


Makan siang 12.00–13.00
2 Gap assessment di Industri masing – masing 13.00–17.00 Seluruh peserta Tim pelatih
3 Penyusunan laporan hasil studi lapangan 19.30–22.00 mendampingi industri
(gap assessment)

Hari Ketiga

1 Coaching clinic sesi 1 09.00–11.00 Tim pelatih


2 Coaching clinic sesi 2 11.00–13.00 Tim pelatih
3 Makan siang 13.00–14.00
4 Penyusunan review oleh tim 14.00–15.00 Agus Setyarso Sudarwan
5 Rencana dan tindak lanjut (RTL) bersama 15.00–17.30 Seluruh peserta Sudarwan
pemilik dan asosiasi
6 Penutup dan perpisahan 17.30–18.00 MFP & Asmindo

97
Pelatihan SVLK bersama MFP

Fenomena Industri
Mebel Semarang
B isnis industri mebel dan kerajinan kayu di
Semarang (Jawa Tengah) ibarat etalase.
Sebagian besar mereka adalah eksportir
kerajinan dari rekanan pengrajin mereka di
Jepara.

berskala menengah ke atas. Untuk memenuhi Dalam dunia permebelan, para rekanan
permintaan pasar luar negeri, mereka mengan- pengrajin ini mendapat istilah khusus, yakni
dalkan suplai dari para pengrajin dari Jepara. “subkon”. Itu kependekan dari sub kontraktor.
Itu terungkap dalam rangkaian sesi pelatihan Ke atas, para subkon bekerja atas dasar pesanan
Sistem Verifikasi Legal Kayu (SVLK) di yang datang dari industri besar, dari perusa-
Semarang dari Selasa 1 Mei hingga Kamis 3 haan ekspor, ataupun dari broker. Subkon tak
Mei 2012. berhubungan langsung dengan pembeli atau
importir di luar negeri (buyer). Ke bawah, sub-
Pelatihan SVLK di Semarang melibatkan 11 kon berurusan dengan “sub-subkon”, dalam
perusahaan dari total sekitar 122 perusahaan hal ini pengrajin berskala rumahan atau
anggota Asosiasi Industri Permebelan dan dengan pedagang kayu.
Kerajinan Indonesia (Asmindo) Komisariat
Daerah (Komda) Semarang. Sebagian merupa- Sebagian industri besar dan eksportir memang
kan perusahaan besar, baik itu industri memiliki bengkel kerja sendiri. Tapi untuk
Perusahaan Mapan. Industri peserta maupun eksportir. Dalam hitungan kasar, memenuhi permintaan pasar luar negeri
pelatihan di Semarang memiliki
kapasitas sumberdaya manudia yang industri mebel dan kerajinan kayu di Semarang mereka tetap mengandalkan kiriman dari
memadai. mengandalkan 60% suplai produk mebel dan rekanan pengrajin di Jepara. Lagi pula, bengkel

98
kerja milik industri di Semarang kebanyakan
hanya mengerjakan penyelesaian akhir
sebelum produk masuk kontainer.

Keadaan tersebut membuat industri di


Semarang perlu melakukan upaya ekstra
panjang dalam memperoleh sertifikat VLK.
Para subkon dan sub-subkon merupakan titik
paling kritis dalam SVLK. Mereka – lantaran
kapasitas finansial dan kapasitas sumberdaya
manusianya yang serba pas-pasan – cenderung
mengabaikan syarat-syarat legalitas badan
usaha. Itu termasuk pemenuhan izin usaha,
izin lingkungan, alamat, dan sebagainya.

Subkon dan sub-subkon juga belum memiliki


kebiasaan membuat catatan kegiatan produksi.
Tanpa catatan pembelian kayu, tanpa catatan
tentang peruntukan kayu, tanpa catatan
tahapan-tahapan proses produksi. Selain itu,
selalu terjadi saling tukar atau “meminjam”
kayu di antara mereka. Begitu rumitnya dan
begitu banyak varian kegiatan pengolahan
kayu di Jepara, sehingga sulit melacak mundur
sejarah kayu yang digunakan dalam produksi
mebel. Dan itu termasuk mebel-mebel yang
mengalir ke Semarang.

Tapi tak semua centang-perenang proses


produksi mebel di Jepara terjadi bukan tanpa soalan, bahkan abu-abu. Akibatnya, peraturan
alasan. Pengrajin enggan membeberkan asal Pemerintah sulit diterapkan.
kayu yang mereka beli bisa jadi lantaran
mereka sengaja melakukan itu. Mereka Peraturan Pemerintah tampak kikuk dan
merahasiakan sumber-sumber bahan karena kurang bisa memberi jawaban yang memuas-
tak ingin pihak lain pada satu saat nanti kan menyangkut kayu-kayu yang berasal dari
nyelonong membeli sendiri ke sumber bahan- tanaman rakyat, umpamanya kayu pohon
bahan tersebut. mangga. Ini terutama ketika peraturan Peme-
rintah memberlakukan syarat-syarat yang sama
Sebagian peserta bahkan balik mengkritik antara kayu mangga tersebut dengan kayu jati
Pemerintah, dalam hal ini para pembuat hasil tebangan dari hutan negara, Perum Per-
peraturan. Menurut pengrajin dan industri hutani, misalnya. Harusnya ada aturan
mebel, peraturan Pemerintah yang merupakan tersendiri untuk kayu rakyat, terutama sejak
persyaratan SVLK mengawang-awang. Per- kayu ini menjalani proses penggergajian, kata
aturan dibuat tanpa melihat keadaan riil yang Irfan Bakhtiar, narasumber sekaligus koordina-
terjadi di masyarakat. Peraturan diangap terlalu tor pelatihan SVLK dari Multitakeholder
umum, cenderung menyederhanakan per- Forestry Programme (MFP). l

99
Pelatihan SVLK bersama MFP

Proses Pelatihan
P elatihan SVLK bagi anggota Asmindo
Komda Semarang berlangsung di Hotel
Swiss-Bell Ciputra, tepat di ujung Kawasan
Simpang Lima. Ada 11 perusahaan hadir
mengikuti pelatihan ini. Peserta pelatihan
bukan sekadar perusahaan yang ada di
Semarang, melainkan ada juga yang datang
dari Salatiga (dua jam bermobil dari Semarang
kearah selatan) dan Blora (empat jam bermobil
dari Semarang ke arah timur).

Hampir semua peserta merupakan perusahaan


besar dan tak lagi dapat disebut sebagai indus-
tri atau usaha kecil-menengah. Beberapa
bahkan merupakan perusahaan dengan modal
asing.

Umumnya, peserta pelatihan adalah perusa-


haan perdagangan, lebih khusus lagi ke pasar
luar negeri (ekspor). Kalaupun mengerjakan
proses produksi, itu hanya finishing. Selebih-
nya, banyak pekerjaan yag dilakukan para sub- mengikuti pelatihan pertama kali terjadi di
kon mereka, yang sebagian ada di Jepara. Jepara.
Pemahaman mereka terhadap SVLK juga lebih
mudah, karena kapasitas SDM yang mengikuti Dalam pelatihan kali ini, terjadi perubahan
pelatihan juga cukup bagus. komposisi pelatih. Exwan Novianto, Suryanto
Sadiyo, dan Een Nuraeni tak dapat bergabung.
Bahkan ada pemilik perusahaan yang datang Dengan demikian, tinggal Setyowati, Anton
sendiri mengikuti pelatihan. Hanya saja, itu Sanjaya, Teguh Yuwono, Panji Anom, dan
Teguh Yuwono. Pelatihan SVLK di
Semarang merupakan salah satu arena bukan pertama pelatihan diikuti sendiri oleh Sudarwan yang bertahan. Dengan jumlah
bgai Teguh Yuwono untuk memberikan pemilik perusahaan. Pemilik perusahaan pelatih atau pendamping seperti itu, ada
pemahaman seputar SVLK.
pelatih yang harus mendampingi tiga perusa-
haan, normalnya dua perusahaan. Akan tetapi
ada juga satu pelatih yang hanya mendampingi
satu perusahaan. Ini terutama bagi pelatih yang
harus mendampingi perusahaan yang lokasi-
nya jauh dari Semarang, seperti di Blora.

Narasumber pun juga berubah. Asmindo yang


absen mengirimkan narasumber ke pelatihan
sebelumnya di Jepara, kali ini kembali
mengirimkan Ketut Alit Wisnawa. Dari MFP
ada Irfan Bakhtiar dan Agus Setyarso. Sedang-
kan dari Pemerintah, hadir Sunaryo, Kepala
Bidang Pengusahaan Hutan, Dinas Kehutanan
dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah. l

100
Pelatihan SVLK bersama MFP

Sunaryo: Tata-niaga Kayu


T ata-niaga kayu menjadi perhatian tata-
niaga kayu rakyat. Itu mengingat selama
ini perdagangan kayu menyimpan keruwetan
gup ber-VLK. Karena itu, Sunaryo berharap
satu saat tata-niaga kayu akan berlangsung
dengan terang-benderang. Dan menurutnya,
Harus Rapi

yang membuat sulit upaya menelusuri ke- Asmindo dan MFP punya kapasitas serta akses
absahannya. Pelaku usaha dan pengrajin hanya kepada sejumlah kementerian, terutama
tahu bahwa mereka mendapatkan kayu bahan Kementerian Kehutanan RI, untuk merevisi
baku industri dengan cara membeli dari peda- peraturan yang mendorong terciptanya tata-
gang kayu. Hanya dengan membeli kayu, niaga kayu yang rapi di masa datang.
mereka sudah percaya bahwa itu cukup sebagai
bukti legalitas kayu. Padahal sebelum sampai Tata-niaga kayu yang benderang membantu
ke pengepul atau pedagang, kebanyakan kayu pelaku usaha dan pengrajin mendapatkan kayu
yang beredar di sekitar Semarang benar-benar yang jelas asal-usulnya. Dengan demikian
beredar di tengah belantara tata-niaga kayu pelaku usaha dan pengrajin mendapat peluang
yang abu-abu. makin lebar untuk memperoleh sertifikat
SVLK. Dan pada gilirannya, kegiatan per-
Tata-niaga kayu yang tak jelas membuat SVLK dagangan mereka, teutama ke pasar Eropa dan
sulit. Artinya, pelaku usaha dan pengrajin yang sejumlah negara lain yang menuntut legalitas
ikut atau terperangkap dalam permaianan tata- kayu, dapat terus berlangsung. l
niaga kayu seperti itu juga mustahil akan sang-
Sunaryo. Tata-niaga kayu yang tak jelas
membuat SVLK sulit.

101
Pelatihan SVLK bersama MFP

Ketut Alit Wisnawa


M ateri yang disampaikan Ketut Alit
Wisnawa pada dasarnya sama dengan
yang paparkan dalam pelatihan di Yogyakarta
Namun belakangan terbukti bahwa SVLK tak
serta-merta mudah diterapkan bagi industri
kecil-menengah. Kesenjangan kapasitas pada
dan Surakarta. Pada intinya, ia menguraikan industri besar dengan industri kecil inilah yang
tentang SVLK, posisi Asmindo dalam kemudian menjadi dasar utuk melakukan
mendukung SVLK, resiko ketika pelaku usaha revisi terhadap SVLK. Dinamika pada industri
tak menerapkan SVLK, serta persoalan di kecil juga membuat proses penetapan SVLK
seputar SVLK itu sendiri. menjadi rumit dan sangat makan waktu. Selain
itu, kapasitas pada industri kecil yang masih
Ia menekankan bahwa dukungan Asmindo serba terbatas, menurut Ketut Alit Wisnawa
bagi SVLK, salah satunya, berangkat dari membuat Ketua DPP Asmindo, Ambar
keprihatinan atas tudingan masyarakat inter- Tjahyono, mengatakan bahwa industri kecil-
nasional bahwa Indonesia merupakan sumber menengah anggota Asmindo akan mengalami
illegal logging. Pada awalnya, SVLK diarahkan kesulitan menerapkan SVLK, bagaimanapun
pada industri besar yang dengan kapasitas ini sudah wajib. l
keuangan serta SDMnya dengan mudah dapat
mengadopsi berbagai persyaratan wajib yang
ada di dalam SVLK.

Kedua Kali. Pelatihan di Semarang merupakan


pemunculan kedua Ketut Alit Wisnawa.

102
Pelatihan SVLK bersama MFP

Agus Setyarso: SVLK


D engan peserta pelatihan dari kalangan
industri yang mapan, Agus Setyarso
menampilkan presentasi dengan menekankan
berbagai legalitas, perolehan hasil jerih payah
akan lebih adil secara proporsional.
Menjamin Keadilan

keadilan sebagai titik berat SVLK. Ia Bahwa petani hutan rakyat perlu mendapat
menggambarkan bahwa industri mebel dan perhatian karena jumlah mereka tak sedikit,
kerajinan menggantungkan suplai kayu sebagai dengan aset yang tak kecil pula. Di Pulau Jawa,
bahan baku. Namun dalam mata-rantai ter- petani hutan rakyat tersebar di 7.000 desa.
sebut ada ketimpangan ekonomi antara petani Tiap tahun, mereka mampu menghasilkan
hutan rakyat yang yang menjadi sumber bahan sekitar rujuh juta meter kubik kayu jati dan
baku kayu, dengan para pelaku usaha, sengon. Dan bagi petani hutan rakyat kayu
terutama industri menengah atas. yang mereka tanam juga memiliki nilai
ekonomi yang strategis. Petani menjadikan
Dalam catatan Agus Setyarso, petani hutan kayu di hutan rakyat sebagai tabungan yang
rakyat perlu waktu paling cepat 10 tahun akan mereka gunakan ketika memerlukan
untuk menikmati hasil, sejak dari mulai dana untuk keperluan darurat, misalnya biaya
menanam hingga memanen. Dan dalam bisnis anak sekolah, biaya kesehatan, ongkos hajatan.
produk berbahan baku kayu, petani hutan
hanya kebagian 6% sampai 8% keuntungan Namun Agus Setyarso juga mengakui bahwa
saja. Sebagian besar keuntungan dalam bisnis sebagai peraturan produk Pemerintah, SVLK
produk kayu adalah para pengusaha, terutama masih mengandung kelemahan. Ini terutama
para pedagang eksportir. Dengan mengirim kelemahan yang datang dari Pemerintah
sedikitnya dua kontainer dalam sebulan, sendiri dalam menyiapkan perangkat untuk
pedagang dapat menangguk keuntungan menjamin terlaksananya SVLK. Di beberapa
bersih sekitar Rp 50 juta. tingkat pemerintahan, masih saja terjadi
pengkotakan ranah kewenangan. SVLK,
Bisa terjadi ketimpangan demikian karena umpamanya, ketika sudah menjadi peraturan
selama ini tata-niaga kayu tak pernah jelas,
rumit. Sehingga pedagang kayu dapat
mendikte petani hutan agar menjual kayunya
semurah mungkin. Pada saat yang sama peda-
gang kayu akan menjual kayunya dengan harga
semena-mena pula. Bedanya, eksportir masih
punya jalan keluar dengan menaikkan harga
produknya. Sedangkan petani sama sekali tak
berkutik.

Ketimpangan makin menganga karena dari


sebuah penelitian oleh Javlec menunjukkan
bahwa industri— dengan kekuatan finansial-
nya— dapat melakukan praktek di luar aturan.
Baik itu untuk menyiasati status legalitas
usaha, status legalitas bahan baku dan pro-
duknya, legalitas proses produksi, maupun
legalitas pemasarannya. Dengan SVLK, yang
membuat tata-niaga kayu transparan dan
segala bentuk akal-akalan untuk menyiasati

103
Pelatihan SVLK bersama MFP

Pemerintah maka semua kementerian harus sekitar tiga juta delapan ratus ribu meter kubik
paham dan ikut memperhatikan pelaksanaan- di Jepara, umpamanya, hanya ada dua satu
nya. SVLK bukan hanya ranah garapan petugas P2KBP3KB yang masih aktif dan
Kementerian Kehutanan. bertugas seagai P3KB. Di Jawa Tengah, hanya
ada enam puluh satu (61) petugas P2KB
Kelemahan lain paling tampak adalah elite untuk menangani perputaran kayu dengan
politik lokal— baik eksekutif maupun legis- nilai sekitar Rp 4 triliun.
latif— yang kurang mendukung upaya pelaku
usaha untuk mendapatkan kemudahan berser- Dari berbagai dinamika di lapangan, yang
tifikasi. Padahal kepedulian elite politik daerah penting bagi SVLK adalah persiapan oleh para-
sangat diperlukan para pelaku usaha untuk pihak. Baik itu pengelola hutan, industri, dan
membuat berbagi terobosan, misalnya pembe- Pemerintah. Tanpa persiapan memadai, SVLK
rian keringanan (tax holiday) serta beberapa akan kandas. Dan untuk mengetahui apa saja
bentuk meudahan lain bagi pelaku usaha yang yang perlu disiapkan, harus ada masukan dari
terbukti masuk dalam kategori skala kecil. parapihak, termasuk industri. Masukan dari
pelaku usaha tak akan hanya membantu
Hal lain yang masih perlu ditingkatkan adalah meningkatkan persiapan, melainkan juga
layanan Pemerintah. Ketika mengeluarkan bermanfaat bagi industri sendiri. Ini terutama
kebijakan, harusnya Pemerintah juga mengim- jika industri anggota Asmindo mampu meng-
banginya dengan daya dukung yang memadai, identifikasi SVLK seperti apa yang bisa meng-
umpamanya jumlah petugasnya di lapangan. akomodasi keinginan dan kemampuannya.
Itu tampak dengan kurangnya petugas untuk Dengan demikian, pada saat mulai diber-
Siap Kirim. Sebuah produk mebel mematikan dokumen SKSKB. Jumlah lakukan nanti, akan muncul sebuah SVLK
menjalani proses pengepakan,
siap kirim. petugas ganis dan wasganis P3KB juga masih yang pro-Asmindo. l
sangat terbatas. Dengan perputaran kayu

104
CV Dijawa Abadi
Setyowati mendampingi tiga perusahaan pada
sesi pendampingan. Salah satunya adalah CV
Dijawa Abadi, perusahaan milik Irwan, dan
beralamat di Perum Semarang Indah Blok
EV/3. Dalam pendampingan tersebut, Setyo-
wati menemukan bahwa perusahaan ini
mengantongi izin HO (izin ganguan lingkung-
an sosial), hanya saja masa berlakunya sudah
berlalu. Dokumen legalitas perusahaan lain
yang kadaluwarsa adalah izin usaha lingkung-
an kecil. Perusahaan ini juga tak memiliki
dokumen lingkungan (UKL-UPL).
pekerja. Dan satu hal lagi, di situ tidak tersedia
Untuk membuktikan bahwa bahan-bahan dokumen peraturan perusahaan.
baku yang diterima berasal dari sumber yang
sah, perusahaan ini ternyata gagal. Ia membeli PT Devonshire Tunggal Indo
kayu impor yang tak dilengkapi dengan doku- Perusahaan lain yang didampingi Setyowati
men impor, daftar kayu impor dan dokumen adalah PT Devonshire Tunggal Indo. Perusa-
deklarasi dari negara asal kayu. Di situ juga tak haan yang beralamat di Jl Mpu Tantular 70-
terdapat dokumen LMHHOK. Perusahan ini 72, Semarang, ini milik pengusaha bernama
juga belum menerapkan sistem penelusuran Timotius Tan. Ada beberapa indikator dan
kayu. Buktinya, realisasi produksi (30 kontai- verifier yang tak dimiliki perusahaan ini,
ner pada 2011) melebihi kapasitas produksi terutama yang berkaitan dengan pengolahan
yang diizinkan, enam kontainer saja. dan izin yang sah. Kekurangan itu antara lain
berupa izin HO yang sudah daluwarsa masa
CV Dijawa Abadi bermitra dengan sejumlah berlakunnya. Di situ tak tersedia dokumen
subkon. Tapi selama ini,kerjasama tersebut tak lingkungan (UKL-UPL), dokumen izin primer
dikawal dengan kontrak tertulis. Lebih jauh, (industri memiliki kegiatan memproduksi
pihak subkon juga tak dapat menunjukkan ke- kayu bulat). Selain itu, alamat pabrik pada
absahan dokumen perizinan atau legalitas semua dokumen perijinan tidak sesuai dengan
usahanya. Dan sudah bisa dtebak bahwa para kondisi di lapangan.
subkon ini tak pernah melakukan pengdoku-
mentasian atas bahan baku, proses, dan Untuk memmbuktikan bahwa bahan baku
produksinya. yang diterima berasal dari sumber yang sah,
pembelian kayu oleh perusahaan ini memang
Hal lain yang belum dimiliki perusahaan ini dilengkapi dengan dokumen SKSHH. Hanya
adalah prosedur dan implementasi K3. Di situ saja untuk pembelian kayu bulat, dokumen
tak tersedia prosedur K3 dalam kegiatan SKSKB cap KR dan FAKB belum dimatikan
operasional lapangan, tanpa jalur evakuasi, dan oleh petugas yang berwenang. Selain itu doku-
tak tersedia catatan kejadian kecelakaan kerja men FAKO juga dilengkapi dengan informasi
secara lengkap. Untuk pemenuhan hak-hak penerima kayu. Di situ juga tak tersedia doku-
tenaga kerja, perusahaan ini tak memiliki men LMKB dan LMHHOK. Dan pada saat
kebijakan tertulis mengenai kebijakan dicek penerapan sistem penelusuran kayu,
perusahaan yang membolehkan untuk diketahui bahwa realisasi produksi melebihi
membentuk/ terlibat dalam kegiatan serikat kapasitas produksi yang diizinkan.

105
Pelatihan SVLK bersama MFP

Sebagai perusahaan dengan kapasitas modal UD Permata Furniture


menengah ke atas, perusahaan ini bermitra Perusahaan ketiga yang didampingi Setyowati
dengan sejumlah subkon. Hanya saja kerja- adalah UD Permata Furniture. Perusahaan
sama ini tak terdokumentasikan dalam kontrak yang beralamat di Jl Raya Cangkiran, Gunung
tertulis. Sementara itu, pihak subkon sendiri Pati Km. 1, Semarang, ini tak memiliki doku-
juga tak dapat menunjukkan keabsahan doku- men lingkungan/DPLH. Ia pernah menga-
men perizinan atau legalitasnya. Subkon juga jukan untuk mendapatkan Dokumen DPLH
tak melengkapi dirinya dengan dokumentasi tapi belum dapat diproses karena perusahaan
bahan baku, proses, dan produksi. ini memang berlokasi di tengah pemukiman.

Dalam hal sistem keselamatan kerja, perusa- Dalam hal sumber bahan baku yang diterima,
haan ini tak melengkapi dirinya dengan perusahaan ini untuk pembelian kayu sudah
prosedur K3 dalam kegiatan operasional dilengkapi dengan dokumen SKSHH. Tapi
lapangan. Tak ada pula jalur evakuasi. Ber- untuk pembelian kayu bulat, dokumen
kenaan dengan pemenuhan hak-hak tenaga SKSKB cap KR dan FAKB belum dimatikan
kerja, pada perusahaan ini tak terdapat serikat oleh petugas yang berwenang. Pada perusahaan
pekerja atau pernyataan tertulis mengenai ini juga tak tersedia dokumen LMKB dan
kebijakan perusahaan yang membolehkan LMHHOK yang sesuai dengan Lampiran
untuk membentuk/ terlibat dalam kegiatan Permenhut No. 55/Menhut-II/2006. Tentang
serikat pekerja. Juga tak tersedia dokumen penerapan sistem penelusuran kayu, perusa-
peraturan perusahaan. haan ini memiliki realisasi produksi 2011
sejumlah 60 kontainer, sedangkan kapasitas
izin sebesar 4.776 pcs.

106
Pelatihan SVLK bersama MFP

Dalam proses pengolahan produk melalui jasa/


kerjasama dengan pihak lain (industri lain/
pengrajin/industri rumah tangga), perusahaan
ini menjalin kemitraan dengan sejumlah sub-
kon. Hanya saja ia tak memiliki kontrak
kerjasama dengan subkon. Pihak subkon tidak
dapat menunjukkan keabsahan dokumen
perizinan atau legalitas. Subkon juga tak men-
dokumentasikan bahan baku, proses dan

Hal lain yang perlu ditingkatkan adalah layanan Pemerintah. Ketika
mengekuarkan kebijakan, harusnya Pemerintah juga mengimbang
produksi. dengan daya dukung yang memadai, umpamanya jumlah petugas-
nya di lapangan.
Berkenaan dengan prosedur dan implementasi
K3, pada perusahaan ini tak tersedia prosedur
K3 dalam kegiatan operasional lapangan.
Demikian juga dengan pemenuhan hak-hak
tenaga kerja. Di situ tak terdapat serikat
pekerja atau pernyataan tertulis mengenai
kebijakan perusahaan yang membolehkan
untuk membentuk atau terlibat dalam
kegiatan serikat pekerja. l

107
Pelatihan SVLK bersama MFP

Analisis Kesenjangan
Beberapa Perusahaan
P roses pendampingan oleh para pelatih atau
pendamping menghasilkan analisis kesen-
jangan dan rencana tindak lanjut setiap perusa-
pendirian usaha yang masih berlaku dan sesuai
dengan lingkup usaha namun masih meng-
gunakan NPWP lama. Ia tak memiliki HO.
haan yang mereka dampingi. Analisis ini Dan untuk NPWP, masih berlaku dan sesuai
mereka kemas dalam laporan berformat tabu- dengan lingkup usaha. SIUP juga masih
lasi yang sangat rinci, sehingga mereka dapat berlaku, sesuai dengan lingkup usaha, hanya
mengukur seberapa kecil atau besar peluang saja masih model SIUP lama dan NPWP yang
setiap perusahaan untuk melaju mendapatkan lama. TDP juga masih berlaku, tapi tak sesuai
SVLK. Dari laporan tersebut dapat diperhi- dengan lingkup usaha-- tertera di situ kegiatan-
tungkan pula waktu yang diperlukan para nya di bidang perdagangan besar dan kon-
pelaku usaha untuk membawa perusahannya struksi. TDP tercatat sudah daluwarsa, dan
ber-VLK. Berikut adalah analisis kesenjangan- masih mengacu pada NPWP lama. Sementara
beberapa perusahaan yang berhasil ditemukan itu, TDI/IUI masih berlaku dan sesuai dengan
para pelatih dalam pelatihan di Semarang. lingkup usaha, hanya saja mengacu pada
NPWP lama. Perusahaan ini tak memiliki
PT GDI Amdal/UKL. ETPIK masih berlaku namun
Perusahaan di kawasan Genuk ini merupakan mengacu pada NPWP lama.
perusahaan modal asing (PMA) dari Eropa.
Perusahaan dengan asset sekitar Rp 500 juta Bahan baku yang dipergunakan ini berupa
dan mepekerjakan 294 orang telah memiliki kayu jati dari Perhutani. Untuk produk kayu
izin, dengan kapasitas produksi meja (3,262 (meja dan kursi), perusahaan ini menyerahkan
pcs / 741 m3), bangku (403 pcs / 46 m3), dan pengerjaannya kepada sebuah subkon yang
kursi (196 pcs/ 31 m3) per tahun. Perusahaan memiliki karyawan empat orang. Sedangkan
ini mengekspor seluruh produknya ke Eropa. kerangka besi dikerjakan oleh subkon lain yang
mempekerjakan karyawan 10 orang.
Beberapa jenis perizinan juga masih berlaku,
antara lain izin HO, SIUP, TDP, TDI / IUI, Yang menarik, perusahaan ini pernah
AMDAL/UKL-UPL/SPPL (masih proses), mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2000 dari
PKAPT, ETPIK, ETPIK non-podusen, IUI lembaga sertifikasi TUV pada 2007.
PHHK, RPBBI. Untuk mendapatkan sumber
bahan baku kayu, perusahaan ini sebagian AT
Kesibukan Industri. Suasana produksi besar membeli dari Perhutani dan sebagian Ini merupakan perusahaan dengan jenis
pada sebuah perusahaan.
kecil dari pemasok kayu bekas. primer dan lanjutan (IUI terpadu), dan
berlokasi di Salatiga. Dengan aset senilai sekitar
PT BMU Rp 782 juta, perusahaan ini mempekerjakan
Perusahaan ini berlokasi di kawasan industri 100 hingga 200 tenaga kerja. Sesuai izinnya,
Terboyo dengan status perusahaan modal produk yang dihasilkan berupa mebel, pintu,
dalam negeri. Perusahaan ini berjenis industri dan kerajinan. Dari beberapa izin, hanya TDP
lanjutan dengan asset sekitar Rp 1 miliar dan yang tak sesuai dengan IUI.
mempekerjakan 31 orang. Produk yang
dihasilkan berupa furnitur (meja dan kursi Perusahaan ini memiliki dua lokasi kegiatan
dengan kerangka besi) sebanyak 1.000 m3 per dengan pemilik yang sama. Untuk men-
tahun. Sebagian besar prodk diekspor ke dapatkan bahan baku, perusahaan ini meng-
Jerman. andalkan kayu jati, mahoni, dan mindi yang
dibeli dari Perhutani dan dari pedagang kayu
Untuk perizinan, perusahaan ini memiliki akte umum.

108
Dari hasil kunjungan lapangan (pendamping-
an), ada beberapa hal penting berkenaan
dengan kesiapan VLK di Perusahaan
Perorangan Anugrah Timbers:

1. Pemilik perusahaan berkomitmen untuk


secepatnya mengajukan VLK.

2. Mengingat industri Anugrah Timber


merupakan industri terpadu (IUI-Primer dan
IUI Lanjutan) di mana terdapat tiga unit
bandsaw (hanya digunakan untuk kepentingan
sendiri), maka pemilik perusahaan akan
melakukan konsultasi ke Kantor Pelayanan
Terpadu Salatiga untuk menanyakan apakah
IUI yang dimiliki sudah termasuk izin IUI

MFP membantu memfasilitasi industri untuk memenuhi kewajiban
menuju sertifikasi SVLK. MFP bukan membujuk industri ber-SVLK
primer. Jika tak temasuk IUI primer maka karena SVLK adalah wajib. Hal besar yang dilakukan MFP dalam
pemilik akan segera mengurus IUI primer dari pelatihan ini adalah menebarkan virus tentang pentingnya SVLK
sawmill yang dimiliki. bagi industri dan melakukan pemetaan atas ndustri peserta
pelatihan pada saat itu.
3. Selama ini perusahaan hanya menggunakan
bahan baku dari Perhutani, dan kayu papan
yang dikirim baik dari TPK Perhutani, KBM
Perhutani, maupun supplier yang sudah
dilengkapi dokumen PUHH (FA-KB, FA-KO,
SKSKB cap “KR”, dan nota).

4. Dalam hal pemenuhan K-3, perusahaan


akan melakukan pembenahan khususnya pem-
benahan prosedur dan kepatuhan karyawan
terhadap penggunaan alat pengamanan
keselamatan K-3. l

109
Pelatihan SVLK
di Surabaya

Hari : Senin-Rabu, 7-9 Mei 2012.


Tempat : Hotel Sun, Sidoarjo
Peserta : 15 industri anggota Asmindo Komda
Semarang
Pelatih : Setyowati (independen, Bogor), Panji Anom
(Javlec, Yogyakarta), Teguh Yuwono
(Yogyakarta), Anton Sanjaya (SSC, Makassar),
Suryanto Sadiyo (Arupa, Yogyakarta), Een
Nuraeni (MFP).
Narasumber : Agus Setyarso (MFP), Ketut Alit Wisnawa
(DPP Asmindo), Tony Riyanto dan Erwan
Sudaryanto (BP2HP Wilayah VIII Surabaya),
Moderator : Asmindo Cetification Care (ACC) Surabaya.

110
Bab

Pelatihan di Surabaya. Suasana pembukaan pelatihan SVLK bagi industri anggota Asmindo Komda Jawa Timur.

111
Pelatihan SVLK bersama MFP

Peserta Pelatihan SVLK bagi Industri Anggota Asmindo


di Surabaya, 7 – 9 April 2012
No Industri Nama Alamat
1 PT Kayaraya Sumberjati Jl Pangeran Puger No 25, Jelakombo, JOmbang
2 PT Indojaya Prima Semesta Jl Wicaksono, Desa Gunung Gangsir, Kecamatan Beji, Pasuruan
3 PT Toraya Cipta Gemilang Jl Raya Perning Km 40, Kecamatan Jetis, Mojokerto
4 PT Chantik Mebel Industry Jl Bukit Putih No 19, Ardirejo, Situbondo
5 UD Sinar Mas Jl Karya Bakti B I g/7, Gentong, Gadingrejo, Pasuruan
6 PT Yanamury Jl Raya Bangil, Desa Gerongan, Kecamatan Kratos, Pasuruan
7 PT Evoline Furniture Industry Desa Sumokembangsri, Balongbendo, Krian, Sidoarjo
8 CV Sekarjati Indonesia Jl Kol Sugiono (Pelita) No 51, Ngingas, Waru, Sidoarjo
9 UD Golden Coco Jl Kilisuci No 79, Kediri
10 Koperasi Bina Karya Mandiri Jl Dukuh Menanggal III/29, Surabaya
12 PT Diraja Surya Furniture Asem Kandang, Pasuruan
13 Asmindo Jawa Timur
14 ACC Surabaya


Belajar dari kejadian di Surakarta, tim pelatih dalam pelatihan di Surabaya menyiapkan
pendekatan yang lebih terencana bagi peserta dari Tomohon.

112
Pelatihan SVLK bersama MFP

Jadwal Pelatihan SVLK bagi Industri Anggota Asmindo


di Surabaya, 7 – 9 April 2012
No Acara Waktu Trainer/Narasumber Fasilitator

Hari Pertama
Registrasi Peserta 08.30 – 09.00 Panitia
1 Pembukaan 09.00 – 09.30 • MFP (Agus Setyarso)
• Asmindo Komda Jatim (Taufik Ghani)
2 Bina Suasana Pelatihan 09.30 – 10.00 • Anton Sanjaya TBD
Istirahat 10.00 – 10.30
3 Materi 1 10.30 – 12.00 • Agus Setyarso Agus P Djailani
Rasionalitas SVLK • Ketut Alit Wisnawa (kelas pleno)
Makan siang 12.00 – 13.00
4 Materi II 13.00 – 14.30 (90 menit) BP2HP Wilayah VIII Suryanto
PUHH: Sadiyo
Kelas 1. SOP PUHH Teguh Yuwono
Kelas 2. Dokumen PUHH
5 Materi IV (14.30 – 16.00) 90 menit Tim pelatih Panji Anom
verifier kritis pada VLK industri 1. Teguh Yuwono Suryanto
Kelas 1. 2. Anton Sanjaya Sadiyo
Kelas 2.
Istirahat 16.00 – 16.30)
6 Materi V (16.30 – 17.30) 60 menit Suryanto Sadiyo Anton Sanjaya
Pengalaman penerapan VLK Industri
(manfaat, pembiayaan dan proses S-LK)
Makan malam 17.30 -19.00
7 Materi VI 19.00 – 20.3008.30 – 12.00 Teguh Yuwono Panji
• Pengorganiasian data 12.00 – 13.00 (kelas pleno)
• Persiapan pendampingan pada industri 13.00 – 17.00
• Penyusunan laporan hasil gap assessment 19.30 – 22.00
• Pembagian kelompok dan penyiapan
praktek lapangan

Hari Kedua
09.00 – 11.00
1 Gap assessment di industri masing - masing 11.00 – 13.00
Makan siang 13.00 – 14.00 Semua peserta Tim mendampingi
2 Gap assessment di Industri masing–masing 14.00 – 15.00 industri
3 Penyusunan laporan hasil studi lapangan 15.00 – 17.30
(gap assessmnet)
17.30 – 18.00
Hari Ketiga

1 Pendampingan sesi I Tim pendamping


2 Pendampingans sesi II Tim pendamping
3 Makan siang
4 Penyusunan review oleh tim Agus Setyarso Anton Sanjaya
5 Rencana dan tindak lanjut bersama pemilik Semua peserta Anton Sanjaya
perusahaan dan Asmindo
6 Penutup MFP & Asmindo

113
Pelatihan SVLK bersama MFP

Lokasi Industri Menyebar


P elatihan SVLK bagi industri angota
Asmindo Komda Jawa Timur berlangsung
di Hotel Sun, Sidoarjo, sekitar satu jam dari
Surabaya ke arah selatan. Pelatihan berjalan
tiga hari dari Senin 7 Mei hingga Rabu 9 Mei
2012.

Untuk pertama kali, koordinator pelatihan dari


MFP, Irfan Bakhtiar absen. Tugas ke Lampung
memaksanya tak dapat mengikuti pelatihan
SVLK bagi industri anggota Asmindo Komda
Jawa Timur di Surabaya. Personel lain yang tak tempuhnya dari Surakarta mencapai sekitar
dapat mengawal pelatihan di Surabaya adalah enam jam perjalanan. Ini tak memungkinkan
dua pelatih— Exwan Novianto dan Sudarwan. pendampinan langsung ke industri. Sebagai
Narasumber dari kalangan pelaku usaha, Jajag jalan keluarnya, pendampingan cukup di
Suryo Putro tak dapat hadir karena menunggui lakukan di hotel yang menjadi pusat pelatihan
istrinya bersalin. Dalam komunikasi melalui E- dan tempat para peserta dan pelatih menginap.
mail kepada tim pelatih, Irfan Bakhtiar,
mengusulkan agar Suryanto Sadiyo Kendalanya, peserta tak membawa berbagai
menggantikan Jajag Suryo Putro. dokumen administrasi dan legal perusahaan-
nya. Sempat ada upaya untuk mengirim
Sementara itu, Agus P Djailani dan Een berkas-berkas dokumen tersebut dalam bentuk
Nuraeni sudah kembali bergabung setelah soft copy melalui E-mail ke akun E-mail pelatih.
absen di Semarang karena bertugas ke Papua. Tapi kiriman E-mail tersebut masuk spam,
Agus P Djailani memandu jalannya pelatihan. sehingga tak sempat diketahui keberadaannya
Dan Een Nuraeni bergabung dengan pelatih pada saat dibutuhkan, dan baru diketahui
atau pendamping lain. Demikian pula dengan belakangan. Sudah bisa dipastikan, peserta
Suryanto Sadiyo, yang juga hadir kembali tersebut tak dapat mengoptimalkan keikut-
mengawal jalannya pelatihan. Demikian pula sertaannya dalam pelatihan. Jangankan tanpa
Titik Kritis. Perubahan bentuk dan dengan Agus Setyarso. berkas dokumen, peserta yang telah menyiap-
ukuran kayu di industri. kan berbagai dokumen administrasi dan legal
Pelatihan di Surabaya menyertakan 15 indus- perusahaannya pun masih mengalami banyak
tri. Dan untuk pertama kali terjadi, pelatihan kesulitan memahami maksud dan tujuan tiap
di Surabaya melibatkan peserta industri dari dokumen mereka sendiri.
beberapa tempat yang cukup berjauhan.
Mereka datang dari Pasuruan, Mojokerto, Belajar dari kejadian di Surakarta, tim pelatih
Jombang, Kediri, dan Situbondo. Bahkan ada dalam pelatihan di Surabaya menyiapkan
lima peserta dari luar Jawa, yakni dari Tomo- pendekatan yang lebih terencana bagi peserta
hon, Sulawesi Utara (Sulut). dari Tomohon. Jauh sebelum kelima peserta
dari Tomohon bertolak ke Surabaya, pelatih
Sebenarnya, pelatihan dengan menyertakan mengontak mereka dan wanti-wanti agar
peserta dari tempat yang jauh dari pusat mereka mebawa serta berbagai dokumen
pelatihan pertama kali terjadi dalam pelatihan administrasi serta dokumen legal perusahaan.
sebelumnya, Surakarta dan Semarang. Pada Sesi pendampingan cukup belangsung di home
saat pelatihan di Surakarta, ada peserta satu base atau pusat pelatihan, yakni di sebuah hotel
industri dari Kediri, Jawa Timur, yang waktu di Sidoarjo. l

114
Pelatihan SVLK bersama MFP

Sidoarjo, Mendekatkan
P emilihan Sidoarjo, bukan Surabaya,
sebagai tempat pelatihan tadinya juga
dimaksudkan untuk memperpendek jarak dan
Selain unik karena menyertakan peserta dari
berbagai kota di Jatim, pelatihan SVLK di
Surabaya juga pertama kali melibatkan sejum-
Peserta

waktu tempuh bagi peserta dari beberapa lah personel Asmindo Certification Care
kota— Mojokerto, Jombang, Kediri, Pasu- (ACC) secara intensif. Mereka mengukuti
ruan, dan Situbondo. Sempat muncul gagasan setiap sesi pelatihan, termasuk mendampingi
di kalangan pelatih untuk membawa kelima pelatih dalam kunjungan ke industri. Tampil-
peserta dari Tomohon ini ke industri-industri nya ACC membuat Asmindo Komda
yang dikunjungi pelatih di sekitar Surabaya. Surabaya menjadi tuan rumah yang sebenar-
Tujuannya, agar dari proses pendampingan nya bagi pelatihan SVLK oleh MFP di Kota
dan kunjungan tadi kelimanya bisa belajar ten- Pahlawan tersebut. l
tang apa saja yang mereka perlu siapkan untuk
mendapatkan VLK. Tapi rencana ini urung
karena ternyata sifat kegiatan industri kelima
eksportir rumah kayu dari Tomohon ini tak
menyerupai kegiatan industri para peserta
pelatihan lain di Jawa Timur.

Pelatihan di Surabaya dibuat menyesuaikan


dengan keadaan. Ini terutama berlaku untuk
sesi pelatihan berupa pendampingan langsung
di industri. Dalam pelatihan di beberapa kota
sebelumnya, setelah pendampingan di industri
masing-masing di hari kedua, seluruh peserta
masih memungkinkan untuk diminta kembali
ke pusat pelatihan untuk mengikuti sesi di hari
terakhir atau hari ketiga.

Menurut kurikulum pelatihan, pada hari ter-


akhir para peserta memang diharapkan kem-
bali berkumpul di pusat pelatihan untuk
mendapat rekomendasi dari para pelatih, ten-
tang kelayakan dan langkah apa saja yang
masing-masing industri perlu lakukan untuk
mendapatkan sertifikat VLK. Tapi untuk
pelatihan di Surabaya, tak semua industri
kembali ke pusat pelatihan. Ini terutama bagi
satu peserta dari Situbondo dan dua dari
Kediri. Waktu tempuh ke Situbondo dari
pusat pelatihan mencapai enam jam. Sedang-
kan ke Kediri sekitar tiga jam. Dengan pertim-
bangan itu, semua pelaksanaan pelatihan bagi
ketiga industri di Situbondo dan Kediri dibuat
harus tuntas selama pendampingan di industri
masing-masing.

Keselamatan Kerja. Salah satu syarat


SVLK adalah industri harus menerapkan
115
keselamatan pekerja.
Pelatihan SVLK bersama MFP

Taufik Ghani, Asmindo


Komda Jawa Timur
P impinan Asmindo Komda Jawa Timur,
Taufik Ghani, mengatakan ia memahami
informasi tentang SVLK yang masih minim di
kalangan pelaku usaha. Ini terutama pelaku
usaha dengan skala kecil hingga menengah. Ia
juga menghargai pilihan para pelaku usaha
apakah nantinya, setelah mengikuti pelatihan,
akan memutuskan untuk membawa perusa-
haan mereka ber-VLK atau tidak.

Meski begitu, ia tetap minta para pelaku


industri anggotanya yang tak berminat ber-
VLK agar tak gegabah. Ini khususnya bagi
pelaku usaha yang berorientasi ekspor. Pasal-
nya, pasar ekspor global, terutama Eropa,
sudah memutuskan untuk hanya menerima
produk dari produsen di negara mana pun
yang sudah menerapkan SVLK.

Ia menambahkan, sebelum ini memang sudah telah disulap menjadi kayu bersertifikat legal!
ada beberapa sistem sertifikasi yang digagas dan Mayarakat internasional menurutnya sangat
difasilitasi lembaga swadaya masyarakat tak adil. Mereka tak jarang menyebut Indone-
(LSM). Hanya saja, menurut Taufik Ghani, sia sebagai sumber illegal logging, dan menun-
beberapa sistem sertifikasi yang pernah ada tut para pelaku usaha di Tanah Air bersertifikat
tersebut justru sebagai selubung yang dimak- legal. Tapi pada saat yang sama dunia menutup
sudkan untuk menenggelamkan produk kayu mata terhadap praktek penimbunan dan
Indonesia di pasar global. Dengan berkedok produksi kayu di Malaysia dan China yang
sebagai instrumen sertifikasi, sistem tersebut bahannya mereka peroleh dengan cara
dengan mudah dapat mengidentifikasi dengan menadah illegal logging di Indonesia. Ini nam-
cara melacak produk-produk kayu untuk pak sekali dari beredarnya kayu-kayu mahoni
kemudian dijatuhkan dengan segala stigma- di Malaysia, yang merupakan pohon khas
tisasi negatif. Indonesia dan tak pernah ada di Malaysia.

Ia lantas memberi ilustrasi bahwa dalam suatu Tekanan internasional dan upaya terselubung
perjalanan ke China dan Malaysia, ia mene- menenggelamkan industri kayu di Indonesia
mukan lokasi yang luasnya sekitar satu membuat industri perkayuan di Tanah Air
kecamatan penuh dengan timbunan kayu tersendat. Akibatnya, sumber bahan baku yang
gelondongan. Dari wewancara dengan petugas melimpah tak serta-merta membuat Indonesia
yang berjaga di tempat itu Taufik Ghani men- memimpin produksi kayu dunia. Untuk pasar
jadi tahu bahwa tumpukan kayu yang meng- global, ekspor produk kayu Indonesia hanya
Mengurai Admisnistrasi. Peserta dan gunung tersebut adalah hasil selundupan 2,7%. Italia memimpin dengan 19,5%,
pelatih merunut status legalitas dan
admnistrasi industri. (illegal logging) dari beberapa pulau di Indo- menyusul kemudian Jerman 14%. Dan
nesia. Yang membuat ia terhenyak adalah Malaysia, yang mengunakan bahan baku illegal
bahwa sekalipun merupakan hasil selundupan, logging dari Indonesia juga masih lebih baik
kayu-kayu itu setibanya di Malaysia dan China dari Indonesia sendiri. l

116
Pelatihan SVLK bersama MFP

Agus Setyarso
K lop dengan uraian Taufik Ghani tentang
pasar global illegal logging, Agus Setyarso
mengatakan bahwa China merupakan negara
saja membuat harganya naik. Satu hal yang
bisa terjadi pada produk yang telah berser-
tifikat adalah terbukanya peluang untuk masuk
terbesar pengimpor kayu-kayu hasil illegal pasar khusus. Yakni pasar yang memang hanya
logging. Selain dari Indonesia, kayu-kayu menghendaki masuknya produk-produk ber-
gelondongan yang masuk China juga datang sertifikat legal. Dan menurut Agus Setyarso,
dari beberapa negara Asia Tengah bekas Uni pasar yang demikian itu belum tentu bisa
Soviet. China menerima semua kayu berbagai imasuki sembarang eksportir. Dalam istilah
rupa, tanpa mempedulikan jenisnya. Agus Setyarso, pasar seperti ini adalah pasar
premium, pasar niche.
Dari China, kayu-kayu log ilegal tersebut
dikirim ke Eropa Barat dan Jepang. Hanya Selain berpeluang menembus pasar niche,
saja, Jepang cukup cerdik. Untuk menghindari SVLK juga dapat menjadi pintu gerbang bagi
tudingan di kemudian hari sebagai negara para pelaku usaha untuk menertibkan opera-
pengimpor kayu ilegal, Jepang mengimpor sional dan administrasi internal perusahaan-
kayu dalam bentuk produk setengah jadi dari nya. Dengan memiliki sistem operasional serta
China. Agus Setyarso menyebutnya sebagai administrasi yang tertib, maka terbuka pula
pencucian kayu cara Jepang. Selain China, kesempatan bagi perusahaan yang bersang-
Malaysia merupakan pasar kayu ilegal terbesar kutan untuk menjadi lebih efisien dan efektif.
kedua. Pada gilirannya, efisiensi dan efektivitas akan
meningkatkan daya saing.
Fenomena pasar kayu ilegal tak hanya terjadi
di pasar global, melainkan juga di pasar Perusahaan-perusahaan kayu di Jawa Timur
domestik. Menurut Agus Setyarso, beberapa pada saat ini sudah berada di ambang persaing-
kota di pesisir utara Pulau Jawa— temasuk an global. Itu ditandai dengan masuknya
Surabaya dan Jakarta— merupakan tempat modal asing, termasuk dari Malaysia dan
pencucian kayu ilegal, bukan hanya untuk China, untuk mendirikan perusahan kayu di
kayu yang datang dari luar Pulau Jawa beberapa kota yang terkenal sebagai sentra
melainkan juga dari Pulau Jawa sendiri. Agus industri kayu di Jawa Timur. Para pemilik
Setyaso mencatat, setidaknya 80% kayu-kayu modal dari luar negeri ini masuk ke Jawa
yang mendarat di kota-kota tepi pantai utara Timur dengan tujuan mempermudah jalan
Jawa adalah ilegal. dalam mencari bahan baku.
Kayu Ilegal Global. China dan Malaysia
menikmati niaga kayu ilegal global.
Dan itu berarti bahwa Bangsa Indonesia Jika jumlah perusahaan bermodal asing ini
memiliki pekerjaan rumah untuk member- makin banyak, maka perusahaan lokal akan
sihkan dirinya sendiri dari praktek perdagang- terancam krisis bahan baku. Dengan kekuatan
an kayu ilegal. Itu salah satu alasan yang modalnya dan kapasitas produksinya, perusa-
melandasi langkah Pemerintah RI serta bebe- haan asing tersebut akan menyedot berapa pun
rapa pemangku kepentingan untuk meluncur- suplai kayu sebagai bahan baku. Rata-rata
kan SVLK. sebuah perusahaan besar memiliki kapasitas
produksi 700 kontainer per bulan. Jika di Jawa
Kepada peserta pelatihan, Agus Setyarso men- Timur ada 10 perusahan besar asing, maka
jelaskan bahwa sertifikasi memang ber- bencana kekurangan bahan baku di kalangan
implikasi pada naiknya biaya operasional perusahaan lokal bukan sesuatu yang
perusahaan. Dan itu tak menjamin bahwa mengada-ada. l
produk yang sudah sertifikasi tak lantas begitu

117
Pelatihan SVLK bersama MFP

Analisis Kesenjangan
Beberapa Perusahaan
P roses pendampingan oleh para pelatih atau
pendamping menghasilkan analisis kesen-
jangan dan rencana tindak lanjut setiap perusa-
Perum Perhutani, dan kayu hutan rakyat (Jawa
dan sulawesi). Bahan baku ini dibeli dari
pemasok dalam tiga bentuk—kayu bulat, kayu
haan yang mereka dampingi. Analisis ini olahan (sawn timber), dan square log (khusus
mereka kemas dalam laporan berformat tabu- kayu jati dari Sulawesi).
lasi yang sangat rinci, sehingga mereka dapat
mengukur seberapa kecil atau besar peluang PT DSF sudah menerapkan pencatatan atau
setiap perusahaan untuk melaju mendapatkan dokumentasi semua proses produksi mulai
SVLK. Dari laporan tersebut dapat diperhi- penerimaan bahan baku sampai dengan penge-
tungkan pula waktu yang diperlukan para masan. Itu salah satunya karena PT DSF sudah
pelaku usaha untuk membawa perusahannya mendapatkan sertifikasi CoC FSC. Semua
ber-VLK. Berikut adalah analisis kesenjangan- proses produksi dikerjakan sendiri, tak
beberapa perusahaan yang berhasil ditemukan melibatkan sub kontraktor.
para pelatih dalam pelatihan di Jawa Timur.
Berdasarkan hasil verifikasi dokumen dan
PT DSF verifikasi lapangan, PT DSF relatif sudah
PT DSF merupakan industri terpadu (industri cukup siap untuk maju dalam VLK. Manaje-
primer dan industri lanjutan), di mana mereka men PT DSF memiliki komitmen yang cukup
memiliki unit sawmill untuk mengolah kayu tinggi untuk secepatnya maju dalam sertifikasi
bulat menjadi kayu olahan. Hanya saja ia VLK dalam beberapa bulan ke depan. Bebe-
Kunjungan ke Industri. Tim pelatih, belum memegang izin. Perusahaan ini meng- rapa simpul kritis dalam VLK sudah cukup
narasumber, dan ACC berkunjung ke
industri.
gunakan bahan baku khusus kayu jati dari baik. Perizinan legalitas perusahaan relatif

118
lengkap, kecuali ditemukan izin HO yang PT YR
sudah kedaluwarsa, dan IUI-PHHK yang PT YR merupakan industri lanjutan. Mereka
belum dimiliki (akan segera diurus ke Dinas memiliki unit sawmill namun hanya untuk
Kehutanan). membelah kayu olahan menjadi ukuran yang


lebih kecil. Bahan baku yang digunakan di
Pemenuhan ketelusuran asal bahan baku sudah industri ini kayu olahan yang terdiri atas
cukup baik (dokumen PUHH seperti FAKB mindi, sengon, mahoni, yang berasal dari
untuk kayu bulat, FAKO untuk kayu olahan). hutan rakyat, veener, kayu lapis, MDF, dan Proses
Khusus untuk kayu square log sementara baru particle board. pendampingan
berupa FAKO dari pemasok. Kegiatan proses oleh para pelatih
produksi mulai dari penerimaan bahan baku, PT YR belum menerapkan pencatatan/doku- atau pendamping
dan proses produksi sudah dilakukan penca- mentasi di semua proses produksi (mulai menghasilkan
tatan dengan adanya kartu tally (stock card). penerimaan bahan baku sampai pengepakan). analisis
Semua proses produksi dikerjakan sendiri, kesenjangan
Beberapa kekurangan dalam pemenuhan VLK kecuali proses pengeringan kayu di kiln and dry
dan rencana
yang akan segera ditindaklanjuti oleh PT DSF yang melibatkan pihak lain (sub-kontraktor).
adalah sebagai berikut: Pada saat ini PT YR sedang membangun
tindak lanjut
a. Pemenuhan perizinan/legalitas industri kayu lapis namun belum beroperasi
setiap perusahaan
IUI-PHHK, RPBBI dan LMKB-nya. normal dan baru sebatas uji coba. yang mereka
b. Pembenahan PUHH, khususnya untuk damping.
bahan baku kayu square log dari Hasil verifikasi dokumen dan verifikasi lapang-
pemasok. Selain FAKO akan dilengkapi an, PT YR relatif belum siap untuk maju
dengan copy SKSKB cap KR asal kayu dalam VLK. Dari aspek ketelusuran bahan
dari Sulawesi. baku (dokumen FA-KO), pendokumentasian
c. Pembuatan LMKO sesuai yang proses produksi (kartu tally atau stock card)
dipersyaratkan oleh ketentuan. hingga penyusunan LMKO belum sistematis.

119
Pelatihan SVLK bersama MFP

Berdasarkan hasil wawancara dengan direktur toko sebaiknya dilengkapi nota dan
PT YR, manajemen PT YR memiliki komit- copy FAKO/no FAKO.
men yang cukup tinggi untuk menyiapkan e. Pembuatan LMKO sesuai yang
dokumentasi dan fisik kayu untuk maju dalam dipersyaratkan oleh ketentuan.
sertifikasi VLK. Rencana dalam waktu dekat f. Pada saat pengeringan melalui KD
akan mulai ada pembenahan, sehingga (kiln and dry) milik perusahaan lain,
diharapkan pada 2013 PY YR siap maju VLK. sebaiknya dilakukan penandaan pada
kayu olahan dan dilakukan segregasi
Beberapa simpul kritis dalam VLK di PT YR dan separasi sehingga tak tercampur
masih perlu diperbaiki, khususnya: dengan kayu milik perusahaan lain.
a. Pemenuhan ketelusuran asal bahan
baku belum sempurna (ada dokumen PT IPS
FAKO yang bukan untuk PT YR) PT IPS merupakan industri lanjutan, di mana
diterima oleh PT YR; bahan baku bahan baku yang digunakan adalah kayu olah-
veener dan kayu lapis yang dibeli an (sawn timber) dari jenis: sengon, mahoni,
dari toko atau pemasok masih pinus, rimba campuran; dan beberapa bahan
menggunakan dokumen nota. penunjang seperti: kayu lapis, MDF. Bahan
Nantinya menggunakan nota ditambah baku industri kayu olahan dibeli dari pemasok.
dengan copy FAKO dari toko. Sedangkan untuk kayu lapis dan MDF dibeli
b. Kegiatan proses produksi mulai dari dari toko.
penerimaan bahan baku, dan proses
produksi belum dilakukan pencatatan/ Proses produksi sudah dilakukan pencatatan/
pendokumentasian sehingga dapat dokumentasi, karena PT IPS sudah menyiap-
tertib administrasi. kan sistem untuk maju sertifikasi VLO
c. Pemenuhan perizinan/legalitas (namun belum diajukan karena akan maju
khususnya IUI-PHHK untuk pabrik VLK saja). Dalam proses produksi ada bebe-
kayu lapis, RPBBI dan LMKB-nya. rapa informasi penting di perusahaan tersebut.
d.Pembenahan PUHH khususnya untuk Ada sebagian kecil proses produksi yang diker-
bahan baku kayu yang berupa kayu jakan oleh sub-kontraktor yaitu pembubutan
olahan dari pemasok. Dicek FAKO nya kaki-kaki furnitur (meja), mengukir kom-
sesuai antara alamat penerima; untuk ponen furnitur, dan laminating MDF dengan
veener dan kayu lapis yang dibeli dari veneer.

Persiapan Pelatihan. Dua narasumber


berbincang tentang persiapan
pelatihan.

120
Pelatihan SVLK bersama MFP

Sub-kontraktor untuk kegiatan laminating Selain itu juga akan ada pembenahan aspek
veneer dilakukan oleh perusahaan PT, sedang ketenagakerjaan seperti sosialisasi peraturan
untuk bubut dan ukir dilakukan oleh perusa- perusahaan, dan menertibkan penggunaan
haan CV. Selain digunakan untuk kepenting- perlengkapan K-3. l
an sendiri, kiln and dry PT IPS juga dijasakan
untuk mengeringkan kayu milik pihak ketiga
(hanya satu perusahaan).

Berdasarkan hasil verifikasi dokumen dan


verifikasi lapangan, PT IPS relatif cukup siap
untuk maju dalam VLK. Hal ini mengingat
beberapa simpul kritis dalam VLK sudah
cukup baik. Perizinan legalitas perusahaan
relatif lengkap, hanya ditemukan izin HO yang
sudah kedaluwarsa. Pemenuhan ketelusuran
asal bahan baku (dokumen PUHH seperti
FAKO dari pemasok, sedang khusus untuk
kayu lapis dan MDF berupa nota dari toko).
Kegiatan proses produksi mulai dari peneri-
maan bahan baku, dan proses produksi sudah
dilakukan pencatatan dengan adanya kartu
tally (stock card).

Manajemen PT IPS memiliki komitmen yang


tinggi untuk segera mengajukan sertifikasi
VLK. Manajemen cukup pro-aktif untuk
secepatnya menyelesaikan kekurangan-
kekurangan yang perlu dilengkapi menuju
VLK. Ditargetkan dalam waktu tiga sampai
empat bulan ke depan perusahaan sudah siap
untuk dinilai.

Beberapa kekurangan dalam pemenuhan VLK


yang akan segera ditindaklanjuti oleh PT IPS.
Ia akan memenuhi perizinan atau legalitas
perusahaan sub-kontraktor, pemenuhan
ketelusuran bahan baku (dokumen PUHH),
dan pembuatan kontrak kerja dengan sub
kontraktor. Langkah lain adalah pembenahan
PUHH khususnya untuk bahan baku kayu
lapis dan MDF dari toko. Selain nota akan
dilengkapi dengan copy FAKO (setidaknya
nomer FAKO asal dari industri).

121
Operasi Tanpa Tulis:
Bali dan Jepara
Sama saja

Hari : 10-12 Mei 2012


Tempat : Hotel Sanur Beach
Peserta : 14 industri anggota Asmindo Komda Bali
Pelatih : Setyowati (independen, Bogor), Sudarwan
(Shorea, Yogyakarta), Panji Anom (Javlec,
Yogyakarta), Teguh Yuwono (Yogyakarta),
Exwan Novianto (Shorea, Yogyakarta), Een
Nuraeni (MFP.
Narasumber : Jajag Suryo Putro (PT Jawa Furni Lestari,
Yogyakarta), Irfan Bakhtiar (MFP), Ketut Alit
Wisnawa (DPP Asmindo), Dyah Diah Raharjo
(Program Director MFP), Agus P Djailani
(MFP), Agus Setyarso (MFP), Ambar
Tjahyono (Ketua DPP Asmindo).
Moderator : Exwan Novianto.
Bab

Pelatihan di Bali. Para peserta, pelatih, dan narasumber pelatihan SVLK di Bali berfoto bersama.
Pelatihan SVLK bersama MFP

Peserta Pelatihan SVLK pada Asmindo Bali, 10-12 Mei 2012

No Perusahaan Nama Alamat


1 Caecelia Tamara Trinita
2 Dani Yuliadi Bali Prefab
3 Jimmy Setiadi Bali Prefab
4 Ayu Anggareni Ayu bali indonesia
5 Anggi Yuni W CV Bali Shine Wood
6 Arie Rediawati CV Kambuna Jaya
7 Made Sutamaya Kioski Gallery
8 Saiful Divadi
9 Julius CV Kambuna Jaya
10 I Wayan Diana Rika PT Wisnu Karya Furniture
11 IB urya Manuaba CV BCS Furniture
12 Made Gunadi Ngurah Bali Timber
13 Made Sutamaya Kioski Gallery
14 Krisna PA Divadi
15 I wayan Budiasa CV BCS Furniture
17 Indah PTPutri Ayu Bali
18 Pidekso Asmindo
19 Bagus John
20 Putu Gde Widnyana Gangga Sukta
21 AA Puspa Patha Handicraft
22 Luther TM
23 Toni PT Rumah Tropika
24 Listi PT Rumah tropika


Bagi para pengrajin kecil di Bali, berhimpun bukan hal baru. Dalam melakukan
ekspor, mereka bersama-sama memanfaatkan kontainer untuk memuat berbaga produk
mereka masing-masing.

124
Pelatihan SVLK bersama MFP

Jadwal Pelatihan SVLK pada Asmindo Bali, 10-12 Mei 2012

No Acara Waktu Trainer/Narasumber Fasilitator

Hari Pertama
Registrasi Peserta 08.00 – 08.30
1 Pembukaan 08.30 – 09.30 • Asmindo Komda Bali
• Dinas Kehutanan Bali
Istirahat 09.30 – 09.45
2 Bina suasana pelatihan 09.45 – 10.15 • Suryanto Sadiyo
• Teguh Yuwono
3 Materi 1 10.15 – 12.00 • Agus Setyarso Irfan Bakhtiar
Rasionalitas SVLK • Ketut Alit Wisnawa
Makan siang 12.00 – 13.00
4 Materi II 13.00 – 14.30 BP2HP Denpasar Suryanto Sadiyo
PUHH: Teguh Yuwono
Kelas 1. SOP PUHH
Kelas 2. Dokumen PUHH
5 Materi IV 14.30 – 16.00 Tim Pelatih Panji Anom
Verifier kritis pada VLK Industri 1. Teguh Yuwono Sudarwan
Kelas 1. 2. Suryanto
Kelas 2.
Istirahat 16.00 – 16.15
6 Materi V 16.15 – 18.00 Jajag Suryo Putro Panji Anom
Pengalaman penerapan VLK industri Sudarwan
(manfaat, pembiayaan dan proses S-LK)
Makan malam 18.00 -19.00
7 Materi VI 19.00 – 20.30 Teguh Yuwono Suryanto Sadiyo
• Pengorganiasian data
• Persiapan pendampingan industri
• Penyusunan laporan hasil gap assessment
8 Pembagian kelompok dan penyiapan praktek 20.30 – 21.00 Teguh Yuwono Suryanto Sadiyo
lapangan (kelas pleno)

Hari Kedua

1 Gap assessment di Industri masing - masing 08.30 – 12.00


Makan siang 12.00 – 13.00 Tim pelatih
2 Gap assessment di Industri masing – masing 13.00 – 17.00 Semua Peserta mendampingi
3 Penyusunan laporan hasil studi lapangan 19.30 – 22.00 masing-masing industri
(gap assessmnet)

Hari Ketiga

1 Pendampingan sesi I 09.00 – 11.00 Tim pelatih


2 Pendampingan sesi II 11.00 – 12.30 Tim Pelatih
3 Makan siang 12.30 – 13.30
4 Review dan rencana tindak lanjut bersama 13.30 – 15.00 Agus Setyarso Agus P Djailani
pengurus Asmindo Pembahas: Ambar Tjahyono (Asmindo)
5 Penutup 15.00 – 16.00 Diah Raharjo (MFP)
Ambar Tjahyono (DPP Asmindo)

125
Pelatihan SVLK bersama MFP

Kondisi Industri Mebel


dan Kerajinan Kayu di Bali
B ali merupakan sentra industri kecil rumah-
an untuk produk berbasis kayu. Ini sesuai
dengan kriteria UKM yang menjadi saran
Seperti itulah gambaran 14 perusahaan yang
mengiktui pelatihan SVLK bagi Asmindo oleh
MFP di Denpasar dari Kamis 9 Mei hinga
pelatihan SVLK bagi anggota Asmindo oleh Sabtu 12 Mei 2012 lalu. Dari para peserta,
MFP. Mereka ini bertebaran di berbagai pertanyaan tentang ongkos ber-VLK merupa-
kawasan industri kerajinan rumahan di seluruh kan yang paling nyaring mereka suarakan.
Bali, terutama di sekitar ibukota provinsi, di Mereka menganggap, ongkos VLK terlalu
Denpasar. Di sekitar Denpasar ada ribuan mahal. Itu membuat mereka skeptis untuk ber-
perusahaan kerajinan yang menggunakan kayu SVLK. Dan sampai pada pelatihan tahap
limbah sebagai bahan dasarnya. Kayu limbah pendampingan, tinggal tujuh perusahaan yang
di sini bermakna dalam arti sebenarnya, yakni menunjukkan minatnya untuk mengikuti
kayu bekas atau tak terpakai, yang teronggok pelatihan. Selain skeptis karena melihat angka
atau terapung-apung di sungai atau kawasan biaya VLK, perserta juga kelihatan kurang
pantai. memiliki pemahaman utuh tentang SVLK.

Selain industri kerajinan berskala rumahan, Tentang ongkos VLK, narasumber Agus
ada juga beberapa perusahaan yang berfungsi Setyarso memberikan alternatif jalan keluar.
sebagai pengepul dan eksportir. Perusahaan Yakni agar seluruh indusri kecil mendapatkan
pengepul dan eksportir ini disebut-sebut sertifikasi VLK sebagai kelompok. Yang ia
sebagai perusahaan yang cukup “bermodal” maksudkan adalah agar seluruh industri kecil
laptop dan biasa “berkantor” di café atau tersebut berhimpun dalam satu wadah. Dan
restoran memburu pembeli di luar negeri. kemudian satu wadah inilah, bisa berupa
koperasi atau asosiasi, yang kemudian tampil
Beberapa narasumber melihat, industri kerajin- mengajukan VLK.
an mendominasi bisnis produk berbasis kayu
di Bali. Dengan kata lain, kegiatan industri Jurus ber-VLK melalui kelompok ini sedang
produk berbasis kayu sebagaian besar berupa dicoba sejumlah pengrajin di Kecamatan Bule-
hasil kerajianan. Sedangkan produk berupa leng, Kabupaten Buleleng. Mereka ini ber-
perabot mebel atau furnitur sebagaian besar himpun dalam satu wadah bernama Asosiasi
mengandalkan suplai berupa barang setengah Pengrajin Industri Kecil (APIK). Begitu serius
jadi dari beberapa kota di Pulau Jawa, terutama para pengrajin angota APIK ini mendapatkan
dari Jepara dan Pasuruan. VLK, mereka belakangan mendapatkan pen-
dampingan intensif dari MFP bersama mitra
Sebagai perusahaan kerajinan berskala rumah- lembaga swadaya masyarakat (LSM)-nya, di
an, mereka umumnya mengabaikan beberapa bidang kehutanan, Yayasan Wisnu Denpasar
aspek legal industri maupun aspek legal kayu. yang juga dibantu salah satunya Java Learning
Lokasi Pelatihan. Di sebuah hall di hotel. Aspek legal perusahaan ini umpamanya berupa Center (Javlec) yang berkantor pusat di
izin pendirian perusahaan, izin lingkungan, Yogyakarta.
NPWP, serta ketenagakerjaan. Sedangkan
aspek legal kayu ini berupa surat-surat tanda Bagi para pengrajin kecil di Bali, berhimpun
sahnya perniagaan dan lalu-lintas kayu yang sebenarnya bukan hal baru. Dalam melakukan
mereka manfaatkan sebagai bahan baku. ekspor, umpamanya, beberapa di antara
Dalam keadaan seperti itu, industri kerajinan mereka selama ini bersama-sama meman-
berbasis kayu di Bali sama dengan yang terjadi faatkan kontainer untuk memuat berbagai
di Jepara: serba tanpa catatan tertulis. produk mereka masing-masing. Artinya, ketika
di situ terdapat kepentingan bersama, ada

126
Pelatihan SVLK bersama MFP

peluang bagi para pengrajin untuk berhimpun Alit Wisnawa yang khusus menangani Pelatihan di Kelas. Suasana proses
pelatihan di hari pertama.
dalam mendapatkan VLK. sertifikasi bagi anggotanya.

Dalam kasus APIK, para pengrajin lebih Dalam pertemuan tersebut, Alit meluruskan
mudah berhimpun, salah satunya karena pemberitaan di media massa sebelumnya yang
mereka tinggal di kawasan yang relatif di menyebutkan bahwa Asmindo terkesan meno-
pedesaaan (rural) ketimbang kawan-kawan lak SVLK. Yang benar, kata Alit, Asmindo
mereka yang berdada di sekitar Denpasar melihat ada beberapa syarat SVLK yang mem-
(urban). Sebagai bagian masyarakat rural, para beratkan industri mebel, terutama indusri
pengrajin angota APIK di Buleleng masih berskala kecil. Namun ia optimistis, dalam
mewarisi ikatan sosial dan budaya yang erat. waktu yang masih tersisa ke depan ada ruang
Itu umpamanya dengan masih berlakunya untuk mensosialisasikan beberapa syarat
aturan serta kekerabatan adat, yang membuat tersebut melalui berbagai pertemuan, baik
mereka memiliki rasa kebersamaan dan dengan dengan MFP maupun dengan parapihak lain
begitu mereka pun lebih mudah berhimpun. di kalangan Pemerintah— Kementerian Ke-
hutanan, Kementerian Keuangan, Kemente-
Pelatihan di Denpasar merupakan akhir dari rian Pertanian, Kementerian Perindustrian,
rangkaian pelatihan serupa di lima kota lainya Kementerian Perdagangan, Kementerian
di Yogyakarta, Surakatra, Jepara, Semarang, Dalam Negeri, serta Kementerian Luar Negeri.
dan Surabaya, sejak 12 April 2012. Di sela
berbagai sesi perlatihan di Denpasar, ber- Mereka sepakat untuk melanjutkan kerjasama
langsung pula pertemuan kecil antara MFP mendorong SVLK bagi para angota Asmindo.
dan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asmindo. Mereka mengakui masih banyak tantangan
Dari MFP tampak Diah Raharjo (Direktur untuk mewujudkan SVLK di kalangan
Program MFP), Agus P Djailani (Tehnical anggota Asmindo. Salah satu langkah paling
Assistance untuk Small and Medium dekat adalah pertemuan lanjutan antara kedua
Enterprise), dan Irfan Bakhtiar (Forest Policy pihak sekitar akhir Mei 2012 ini. l
Facilitator). Dari DPP Asmindo tampak
Ambar Tjahyono (Ketua Umum) dan Ketut

127
Pelatihan SVLK bersama MFP

Agus Setyarso
U jung dari segala upaya pelatihan SVLK
bagi industri anggota Asmindo adalah
munculnya komitmen dari insdustri untuk
tak serta-merta membuat produk mendapat-
kan harga yang lebih menguntungkan. Sebagai
pelaku usaha, keuntungan masih merupakan
ber-VLK. Dan ada beberapa langkah— tujuan utama.
mengenal SVLK, memahami SVLK, dan
pengambilan keputusan— yang harus dilalui Masih sedikit pelaku usaha melihat sertifikasi,
pemilik usaha untuk mencapai komitmen. termasuk SVLK, sebagai investasi. Dengan
sertifikasi, pelaku usaha, terutama yang ber-
Urutan langkah ke arah komitmen ber-VLK orientasi ke pasar luar negeri atau ke mana pun
tersebut tercermin dari pelaksanaan pelatihan yang konsumennya menuntut legalitas pro-
selama tiga hari. Di hari pertama para peserta duk, bisa mendapatkan peluang mengisi ceruk
menjalani pelatihan di dalam kelas, dengan pasar yang khusus. Ceruk ini sempit karena tak
mendapatkan penjelasan dari berbagai sudut sembarang pedagang, kecuali yang mengan-
pandang tentang SVLK oleh sejumlah pelatih tongi sertifikasi pada produknya, bisa masuk
dan narasumber. ke dalamnya.

Di hari kedua, peserta mendapat tugas mengisi Agus Setyarso menyebut ceruk sempit bagi
formulir berisi pertanyaan atau parameter produk bersertifikat legal ini sebagai pasar
untuk mengukur keadaan administrasi dan niche. Dan karena belum tentu banyak pemain
legalitas usaha tempat mereka bekerja. Hasil yang sanggup masuk ke ceruk sempit itu,
isian tersebut akan tampak kesenjangan pelaku usaha yang produknya bersertifikat
seberapa dekat atau seberapa jauh antara berkesempatan mengeksplorasinya lebih
keadaan nyata pada perusahaan dengan norma dalam. Harga produk di situ bisa jadi tak
yang disyaratkan SVLK. Karena itu pula begitu heboh, sekalipun juga tak berarti jatuh.
materi pelajaran pada hari kedua pelatihan ini Namun dengan keadaan sedikitnya kompe-
disebut dengan gap assessment. titor yang bermain di situ, pasar ini ibarat bisa
memberikan perlakuan khusus bagi produk-
Sampai pada tahap gap assessment sudah akan produk bersertifikat legal. Dalam istilah Agus
tampak seberapa siap atau sebarapa serius Setyarso, pasar seperti ini mendapat sebutan
peserta atau pemilik perusahaan untuk ber- sebagai pasar premium. Dan pada gilirannya,
VLK. Contoh paling kentara adalah ketika pasar premium yang berkembang bukan tak
pelatih atau pendamping mendatangi industri mungkin akan ikut menambah volume bisnis
dan mengecek formulir tersebut. Ternyata pelaku usaha, yang juga berarti datangnya
dalam pelatihan di Bali, ada sejumlah peserta keuntungan.
dan pelaku usaha yang membiarkan formulir
itu kosong. Dan apakah peserta atau pelaku Hanya saja, pemahaman seperti itu belum
berniat sungguh-sungguh dengan upaya untuk dimiliki banyak pelaku usaha, walaupun telah
Agus Setyarso. Sebagai narasumber, ia ber-VLK makin jelas pada sesi pendampingan mengikuti pelatihan SVLK, umpamanya.
juga aktif mendampingi pelatih.
dan rekomendasi (coaching clinic) di hari Hanya pelaku usaha yang punya komitmen di
ketiga. akhir pelatihan yang kemungkinan sanggup
mencapai pemikiran seperti itu. Bahkan
Sikap peserta atau pemilik usaha yang ragu- komitmen pun juga masih harus didukung
ragu atau tegas-tegas menolak SVLK bisa jadi dengan konsistensi. Dalam pelaksanaan pela-
didasari oleh pemikiran bahwa SVLK rumit tihan, komitmen dan konsistensi tercermin
dan mahal. Bagi pelaku usaha, biaya SVLK pada sesi rencana tindak lanjut (RTL).
dipandang sebagai ongkos. Lebih-lebih SVLK

128
Pejabat Pemerintah. Kepala Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Bali, IGN
Tapi SVLK memang tak datang begitu saja. Wiranatha

Pelaku usaha harus melakukan upaya men-


dapatkannya. Pelaku usaha, umpamanya, sulit
mendapatkan SVLK tanpa membenahi
administrasi perusahaan dan meningkatkan
kapasitas sumberdaya manusianya. Tapi justru
gambaran seperti itulah yang tampak dari tiga
hari pelatihan di Bali. Itu belum memasukkan
beberapa ilustrasi lain yang mencerminkan
kondisi dan sikap riil di kalangan pelaku usaha
di Bali terhadap SVLK. Dengan kata lain,

Dengan sertikasi, pelaku usaha, terutama yang berorientasi
ke pasar luar negeri atau ke mana pun yang konsumennya
masih sedikit pelaku usaha yang memiliki menuntut legalitas produk, bisa mendapatkan peluang
keinginan tegas untuk ber-VLK, tampak dari mengisi ceruk pasar yang khusus.
minimnya persyaratan yang mereka penuhi
untuk berkomitmen dan konsisten men-
dorong rencana tindak lanjut mereka sendiri.

Tapi menurut Agus Setyarso, gejala tersebut


tak terlalu mengagetkan. Pasalnya, Asmindo
sendiri, sebagai induk organisasi yang
mewadahi para pelaku usaha, juga perlu
memiliki rencana tindak lanjut berkaitan
dengan SVLK setelah pelatihan ini. l

129
Pelatihan SVLK bersama MFP

Ambar Tjahyono
(Ketua DPP Asmindo)
I ni pertama kali Ketua DPP Asmindo, Ambar
Tjahyono, datang ke pelatihan. Ia datang ke
Denpasar pada saat pelatihan memasuki hari
kesemua produk berbasis kayu. Ia melihat
sertifikasi sebagai ajang bagi lembaga sertifikasi
untuk memperluas lahan bisnis. Dari yang
ketiga atau terakhir. Sebelum masuk ruangan tadinya hanya di sektor hulu, jadi merambah
pelatihan untuk sesi penutupan, Ambar industri yang populasinya jelas jauh lebih
Tjahyono mengadakan pertemuan kecil banyak dan merupakan sumber profit.
dengan tiga personel MFP— Diah Raharjo,
Agus P Djailani, dan Irfan Bakhtiar— di ruang Ia mengakui, SVLK bermaksud baik. Tapi jika
tersendiri. Pada kesempatan itu, Ambar dipaksakan dengan segala syarat seperti yang
Tjahyono ditemani koleganya, Ketut Alit ada pada saat itu, SVLK justru menjadi kontra
Wisnawa, pengurus DPP Asmindo untuk produktif karena menghambat ekspor. Itu ter-
gugus tugas SVLK. jadi karena rantai birokrasi SVLK ia pandang
terlalu panjang, lebih panjang dari sertifikasi
Agus P Djailani membuka forum kecil dan lain yang sudah ada. Rantai panjang birokrasi
informal tersebut dengan laporan bahwa inilah yang menurut Ambar Tjahyono mem-
pelatihan di enam kota telah berakhir. Pelatih- buat SVLK menambah beban biaya hingga
an, kerjasama antara Asmindo dengan MFP 20% dari seluruh ongkos produksi bagi indus-
yang tadinya sempat menghadapi kesulitan, tri. Dengan demikian, pelaku usaha merasa
akhirnya terwujud. Namun ada harapan perlu menaikkan harga produknya hingga
bahwa pelatihan tersebut bukan akhir dari 20% pula untuk menutup biaya. Masalahnya,
upaya parapihak untuk mendorong pelak- konsumen belum tentu mau begitu saja
sanaan SVLK di kalangan industri, terutama menerima kenaikan 20% tersebut.
yang berskala kecil hingga menengah. Harapan
yang sama juga disampaikan mereka yang Itu menurut Ambar Tjahyono yang membuat
hadir dalam pertemuan tersebut. pelaku usaha, terutama kecil menengah, kebe-
ratan menerima SVLK. Dan sikap seperti itu
Hanya saja DPP Asmindo, seperti disuarakan pula yang kata Ambar Tjahtono seketika di-
Ambar Tjahyono, menambahkan dunia usaha tunjukkan Asmindo. Sekalipun begitu ia
dewasa ini sedang dibuat mumet oleh upaya menambahkan bahwa Asmindo mendukung
memburu pembeli. Dan itu masih ditimpa pelaksanaan SVLK sebagai produk kebijakan
dengan peraturan Pemerintah berupa kewa- Pemerintah. Ia hanya ingin agar SVLK meng-
jiban untuk mengadopsi SVLK. Padahal, akomodasi kepentingan pelaku usaha, yakni
menurut Ambar Tjahyono, banyak petugas SVLK yang mudah dan murah. Dan menurut-
pemerintah secara pribadi belum paham benar nya, dukungan Asmindo terhadap pelaksanaan
tentang SVK. Ia juga melihat SVLK salah SVLK adalah dengan membuat murah biaya
alamat. Ia melihat Pemerintah memunculkan sertifikasi.
Ambar Tjahyono. Ketua Umum DPP peraturan tentang wajib SVLK bagi pelaku
Asmindo hadir di pelatihan terakhir. usaha berbasis kayu karena Pemerintah salah Sertifikasi bisa murah, salah satunya, jika
dalam mengurus hutan. Asmindo punya lembaga sertifikasi sendiri, dan
tak lagi menggunakan jasa lembaga sertifikasi
Dengan begitu, harusnya sertifikasi, termasuk independen. Jalan lain yang hendak ditempuh
SVLK lebih pas dijalankan di sektor hulu Asmindo adalah mempererat kerjasama
industri kayu, yakni sekitar hutan dan tata- dengan kepala-kepala pemerintah daerah
niaga kayu. Itu mengapa, kata Ambar Tjah- (Pemda) agar mempermudah izin dan mem-
yono, tadinya sertifikasi diarahkan hanya persingkat rantai birokrasi. Dan yang pasti,
untuk garden furniture, tapi kemudian melebar Asmindo akan meningkatkan intensitas

130
hubungannya dengan kementerian Kehutanan Biaya SVLK. Salah satu perhatian para
peserta adalah soal biaya SVLK.
dan beberapa pihak lain. Ia melihat ada banyak
masalah dalam SVLK, dan itu membuat
parapihak memiliki pemahaman yang
berbeda-beda.

Berkaitan dengan peran MFP sebagai salah


satu dari parapihak yang ikut menginisiasi dan
mengawal SVLK, Ambar Tjahyono berharap
agar dukungan MFP akan terus berlanjut.
Pelatihan SVLK bagi industri kecil menengah
seperti yang baru saja usai pada saat itu hanya
salah satu bentuk dukungan MFP. Ia menye-
butkan bahwa pelatihan tersebut hanya bisa
dibilang berhasil jika dapat mendorong
lolosnya sejumlah industri dalam mendapat-
kan SVLK.

Seperti disuarakan Ambar Tjahyono, dunia usaha dewasa ini
sedang dibuat mumet oleh upaya memburu pembeli. Dan itu
Jika Pemerintah memaksakan SVLK sebagai masih ditimpa dengan peraturan Pemerintah berupa
peraturan wajib dengan berbagai syarat yang kewajiban untuk mengadopsi SVLK.
ada pada saat itu, upaya tersebut akan patah di
tengah jalan. Menurutnya pelaksanaan SVLK
tak semudah mengucapkannya. Itu termasuk
tentang gagasan sertifikasi kelompok agar
ongkos yang dikeluarkan pelaku usaha menjadi
lebih terjangkau karena ditanggung bersama di
antara seluruh anggota kelompok. Gagasan
tentang sertifikasi kelompok ini sempat men-
jadi perbincangan hangat di kalangan peserta,
pelatih, dan narasumber dalam pelatihan
sebelumnya di Surakarta dan Jepara. l

131
Pelatihan SVLK bersama MFP

Diah Raharjo, Program


Director MFP
SVLK merupakan kebijakan Peme-
rintah RI yang diinisiasi dan
didorong oleh parapihak, termasuk MFP.
sebuah sistem yang tak hanya menjadi domain
salah satu bidang saja, melainkan bersifat
holistik.
Lembaga ini ikut memfasilitasi perumusan
SVLK, atas dasar amanah kerjasama antara SVLK perlu diarahkan pula ke pelaku pasar
Pemerintah RI dengan Inggris. Sekalipun di karena di situ terdapat pembeli yang ternyata
situ terdapat terdapat kerjasama dengan luar menikmati produk-produk tak bersertifikasi
negeri, SVLK murni produk kebijakan Peme- legal. Bukan itu saja, kondisi pasar yang tak
rintah RI sendiri, yang ikut didorong oleh memperhatikan legalitas produk ternyata juga
banyak pihak. menguntungkan negara lain di luar Indonesia.
Ketimpangan ini bisa dihilangkan jika semua
Salah satu bukti bahwa SVLK adalah produk pasar internasional mengadopsi legalitas atas
Bangsa Indonesia sendiri, bukan titipan asing, semua produk yang beredar.
adalah perjalanan penyusunan SVLK yang
melibatkan berbagai pihak di Tanah Air selama Dalam catatan MFP, mengawal SVLK bukan
10 tahun. SVLK berangkat dari kondisi ketika pekerjaan ringan. MFP harus sering ber-
Bangsa Indonesia dipandang masyarakat inter- hadapan dengan para birokrat yang belum
nasional sebagai masyarakat pencuri dan paham benar semangat SVLK. Idealnya, para
perusak lingkunan, terutama hutan. Mereka pengambil keputusan dan pembuat kebijakan
mencap Bangsa Indonesia tak sanggup di Pemerintah harus paham tentang kebijakan
melakukan perubahan dan memperbaiki tata- yang dibuatnya. Itu mulai ke arah mana kebi-
kelola. jakan tersebut dan apa manfaatnya. Yang jadi
tantangan, pergantian posisi birokrasi di
SVLK digulirkan sebagai cara untuk memper- Indonesia berlangsung dalam periode yang
baiki martabat Bangsa Indonesia di mata sangat singkat. Rata-rata seorang pejabat hanya
masyarakat intenasional. SVLK adalah sebuah menempasti posisinya kurang dari tiga tahun.
terobosan. Memang ada pendapat bahwa Kebijakan menteri pun berpeluang selalu
SVLK lebih tepat mengurusi sektor hulu berubah setiap terjadi perubahan di posisi
industri berbasis kayu, dan tak perlu masuk pembantu presiden itu. Ringkasnya, perjalanan
ranah hilir (produksi dan pasar). Namun Diah MFP mengawal SVLK senantiasa menghadapi
Raharjo mengingatkan bahwa SVLK adalah tantangan dari luar dan dari dalam. l

Diah Raharjo. SVLK adalah produk


Bangsa Indonesia sendiri.

132
Pelatihan SVLK bersama MFP

Interaksi Pelatih-Peserta
S elama tiga hari pelatihan, antara pelatih atau pendamping terjalin komunikasi yang cukup
cair. Ini berkat pertemuan yang intensif sepanjang hari di hari pertama, ditambah dengan
kunjungan langsung oleh pelatih ke industri tempat para peserta latihan biasa bekerja.
Pelatihan

Dalam pelatihan di beberapa kota sebelumnya, pelatih membagikan formulir isian analisis
kesenjangan langsung kepada peserta pelatihan. Namun di Bali, pelatih mengkonfirmasi
pembagian formulir melalui E-mail. Beberapa peserta menerima begitu saja E-mail pelatih. Tapi
ada juga seorang peserta pelatihan dari perusahaan Bali Prefab yang membalas E-mail yang
dikirimkan Panji Anom, seorang pelatih.

Berikut adalah komunikasi antara keduanya:

Kepada Ibu-ibu dan Bapak-bapak peserta pelatihan SVLK Industri di Sanur Beach Hotel Bali,

Berikut kami sampaikan formulir sebagai penuntun bagi industri menuju SVLK. Kami harapkan
agar setelah mengisi kondisi yang ada di perusahaan, dengan norma dalam formulir, Ibu-ibu dan
Bapak-bapak mengirimkan ke pelatih masing-masing. Terimakasih

Salam
Panji Anom.

Kepada:
Bapak Panji Anom dan kawan-kawan pelatih,

Terima kasih atas informasi yang telah Bapak dan tim pelatih berikan kepada kami selaku
pengusaha IKM di Bali. Banyak hal yang dapat kami terima dari hasil pelatihan SVLK tersebut.
Namun ada beberapa kendala yang dapat saya ungkapkan yang mungkin beberapa dari kita bisa
membantu memecahkannya.

Produk SVLK ini merupakan suatu jawaban dari Indonesia mengenai tekanan dari luar negeri
terhadap hal-hal yang bersinggungan dengan kayu, industri kayu dan hasil olahannya. Pemerintah
dan beberapa elemen masyarakat berupaya untuk membuat suatu sistem agar produk hasil kayu Pengrajin Perempuan. Sebuah
industri kerajinan mempekerjakan
olahan dari Indonesia bisa mendapatkan sertifikasi yang diakui oleh pihak luar. perempuan pengrajin.

Kami menyambut baik langkah positif yang sudah diambil. Namun industri di Bali yang
kebanyakan adalah industri kecil dan menengah menemukan beberapa kendala seperti perizinan,
syarat-syarat teknis yang diperlukan untuk mendapatkan SVLK. Dan yang juga krusial adalah
dari pendanaan yang tak sedikit (sekitar Rp 70 juta untuk tiga tahun, yang di tahun berikutnya
harus diperpanjang lagi dengan dana yang juga cukup besar).

Mengingat ke depan IKM akan mengalami persaingan yang lebih sengit lagi dari luar negeri
seperti China, ailand, Malaysia dan Vietnam, sedangkan kondisi ekonomi Amerika dan Eropa
yang masih belum pulih, malah cenderung memburuk, akan mengakibatkan semakin tidak
pastinya pasar tersebut melakukan transaksi bisnis dengan Indonesia.

133
Pelatihan SVLK bersama MFP

Di tengah lesunya penjualan ekspor kami ke negara tersebut, ditambah makin ketatnya syarat-
syarat yang harus dipenuhi oleh industri perkayuan untuk mendapatkan “legalitas”, maka saya
rasa industri perkayuan di Indonesia, terutama di Bali akan mengalami semakin banyak “rintang-
an” dan pasti menyebabkan penurunan ekspor, mengurangi produksi, bahkan jika berkelanjutan
dan semakin parah bisa menyebabkan PHK. Dan itu sudah terbukti, dengan banyaknya pabrik
yang tutup karena krisis ini, juga karena beberapa masalah lain.

Menurut saya, perlu dukungan penuh dari Pemerintah dan mungkin dari MFP untuk bisa
memberikan subsidi untuk membiayai kepada perusahaan-perusahaan di Bali yang mempunyai
respons positif dan serius untuk bisa mendapatkan SVLK ini.

Gubernur Bali mencanangkan Bali sebagai Clean and Green Province. Jadi mungkin Ibu-ibu dan
Bapak-bapak yang mempunyai akses ke pemerintahan bisa menyalurkan aspirasi tersebut untuk
bisa membantu industri perkayuan di Bali untuk mendapatkan SVLK. Sehingga, kebijakan
Pemerintah tersebut bisa terealisasi di lapangan, bukan hanya sebagai wacana.

Beberapa perusahaan yang ingin mendapatkan SVLK ini akan sangat terbantukan jika ada
dukungan dari pihak-pihak yang berkomitmen untuk mengadakan SVLK untuk industri
perkayuan di Bali. Syarat-syarat dan perizinan yang belum lengkap akan kami lengkapi untuk
pengajuan SVLK ini.

Demikian informasi yang dapat saya sampaikan, semoga ada respon positif dari Ibu-ibu dan
Bapak-bapak. Terima kasih atas perhatian dan kerjasamanya

Salam hormat

Dani Yuliadi, ST.


PT Bali Prefab
Jl. Pemelisan (Ke Sakenan) No.8x
By Pass Ngurah Rai, Suwung
Denpasar-Bali-Indonesia 80224

Penutupan Pelatihan. Memasuki hari


ketiga, pelatihan SVLK berakhir.

134
Pelatihan SVLK bersama MFP

Catatan dan Gap Analisis PT WKPI Rencana penataan perusahaan


Perusahaan ini bergerak dibanyak bidang baik PT WKPI berencana untuk kegiatan pem-
produksi maupun jasa. Itu antara lain inter- buatan furnitur dan rumah kayu akan
national wooden house project manufacture, dilakukan di industrinya sendiri. Sedangkan
wood working industry, kiln and dry service, pabrik yang membuat furnitur akan dijadikan
SPM, international fumigation service (AQIS show room. Kegiatan ini untuk mengantisipasi
standard), endorsement (BRIK) ekspor, ketidaklengkapan izin subkon.
importir, PPJK. Pada saat itu kegiatan produksi
yang dilakukan di dalam industrinya adalah Temuan-temuan:
membuat palet atau boks kemasan. Sedangkan 1. PT WKPI
untuk furnitur dan rumah kayu di sub- - Izin usaha terlalu banyak, belum ada
kontrakan. batasan yang mau disertifikasi
- Baru proses penataan pabrik/industri
Perusahaan ini memiliki sejumlah dokumen - Belum ada kontrak yang jelas dengan
legalitas, antara lain berupa akte perusahaan, subkon
TDP, SIUP, IUI ada tiga (furnitur, wood work- - Belum ada jalur evakuasi.
ing termasuk pallet, industri kerajinan selain
kayu), NPWP, HO, ETPIK. Semua izin 2. Subkon furnitur
tersebut legalitasnya masih berlaku. Sedangkan - Legalitas perusahaan belum jelas
untuk legalitas subkon, belum dilakukan - Tak ada segregasi dan sparasi produk
pengecekan oleh PT Wisnu Karya Putra - Layout perusahaan tak jelas
International. - Tak ada LMK
- K3 tidak lengkap.
Perusahaan ini memiliki subkon untuk penger-
jaan furnitur, yang terletak di pinggir jalan 3. Subkon rumah kayu
besar di tengah-tengah pemukiman. Model - Tak ada segregasi dan separasi produk
pabrik tertutup di dalam gedung. Tata-letak - Legalitas perusahaan belum jelas
perusahaan tak jelas, mana yang untuk - Tak ada LMK
Kayu dari Jawa. Bali mendatangkan
penumpukan bahan baku, pembahanan, pera- - K3 tak lengkap. kayu dari luar pulau, terutama Jawa.
kitan, finishing dan pengemasan. Kesannya
kurang tertata. Segregasi dan separasi produk
tak jelas. Sehingga sulit dibedakan antara pro-
duk yang dipesan oleh PT WKPI dengan pro-
duk lain yang dijual sendiri, demikian pula
bahan bakunya masih campur.

PT WKPI juga memiliki subkon untuk


mengerjakan rumah kayu. Kondisi perusahaan
lebih tertata daripada subkon furnitur. Namun
tetap saja segregasi dan sparasi produk juga tak
jelas, sehingga rawan sekali terjadi proses
perselingkuhan kayu.

135
Pelatihan SVLK bersama MFP

Teguh Yuwono. Menggali informasi


tentang situasi industri. Catatan Teguh Yuwono: Berdasarkan hasil verifikasi dokumen dan
Ia mendampingi perusahaan Putri Ayu yang pengecekan fisik di lapangan serta diskusi
menurut Teguh Yuwono sang pemilik cukup dengan si pemilik CV Kambuna Jaya,
bersemangat dan berkomitmen untuk perusahaan ini baru memiliki sebagian per-
menyiapkan VLK. Sedangkan Kambuna Jaya izinan atau legalitas perusahaan. Ia juga belum
dan Bali Timber, yang juga didampingi Teguh memiliki sistem pendokumentasian yang rapi
Yuwono, secara umum tak ditemukan doku- dan sistematis, baik menyangkut dokumen
men-dokumen untuk penyiapan VLK, kecuali pembelian bahan baku, dokumentasi proses
sebagian dokumen legalitas atau perizinan produksi, maupun dokumen PUHH.
perusahaan. Untuk pendokumentasian bahan
baku, dokumentasi PUHH, dan dokumentasi Perusahaan ini, dalam proses produksi, belum
proses produksi sangat kurang. Sehingga harus dilakukan pencatatan/ dokumentasi. Pihak
dilakukan pembenahan total. manajemen menyatakan memiliki komitmen
tinggi untuk segera membenahi dokumentasi
Dalam catatannya, CV Kambuna Jaya, CV Kambuna Jaya dan Bali Timber menuju
merupakan industri lanjutan. Ia menggunakan sertifikasi VLK. l
bahan baku berupa kayu olahan (sawn timber)
dari jenis jati, ulin, dan meranti yang berasal
dari pedagang kayu. Produk utama CV
kambuna Jaya adalah interior dan furnitur.

136
Pelatihan SVLK bersama MFP

Manuver Cantik Pengrajin APIK

T ak semua yang kecil rapuh. Para


pengrajin menengah ke bawah di
Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali,
membuktikan itu. Sekalipun tergolong
teri, para pengrajin ini mampu
mengubah wujudnya dan menjadi
perkasa. Bisa menjadi demikian karena
para pengrajin kecil-kecil ini berhimpun
dalam satu wadah— Asosiasi Pengrajin
Industri Kecil (APIK). Dalam kaitannya
dengan SVLK, APIK menjadikan agenda
untuk memperoleh sertifikasi SVLK
sebagai misi paling penting mereka pada
pertengahan 2012.

Lokasi mereka di pesisir utara Bali, jauh


dari Denpasar, ikut memberikan manfaat
bagi APIK. Berada di daerah “pinggiran”
memungkinkan masyarakat hidup dalam
pertalian kekerabatan erat dan adat yang
masih kuat. Hubungan antarmanusia
masih intens, sehingga memudahkan
para pengrajin menyamakan suara di
bawah asosiasi. Kini APIK dipimpin sang Sanggar APIK. Tempat para
ketua Gusti Putu Armada yang didampingi sekretaris Wayan Jelada, pengrajin Buleleng berhimpun

APIK berdiri pada 2006. Ia terbangun atas dasar kesadaran dan keinginan para
pengrajin kecil untuk bersama-sama memperjuangkan tingkat kesejahteraan ekonomi
keluarga. Kini APIK masih dalam proses penilaian Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK)
baik untuk Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) maupun untuk verifikasi Lega-
litas Kayu (LK) di industrinya. Untuk memburu sertifikasi, APIK bekerjasama dengan
Yayasan Wisnu dan mendapat fasilitasi intensif dari MFP.

Keanggotaan APIK terdiri dari kelompok usaha kecil menengah (UKM). Sebagai sebuah
asosiasi, APIK beberapa divisi usaha. Itu mulai dari koperasi serba saha (KSU), business
development service (BDS), Perdagangan dan penggergajian kayu termasuk unit kelola
hutan rakyat, yang dilengkapi akte pendirian KSU dengan nomor: 27/BH/Dis-
perindagkop/III/ 2006, 28 Maret 2006.

Jumlah anggota yang tergabung dalam APIK Buleleng adalah 300 orang yang terdiri
dari 200 anggota hutan rakyat dan 100 anggota industri kecil. Kapasitas produksi APIK
mencapai 2.000 m3 kayu per tahun. Sumber bahan baku kayu berasal dari anggota
petani hutan hak yang tergabung dalam APIK. Luas wilayah yang sedang dalam proses
sertifikasi adalah 250 Ha dengan potensi perluasan 500 hektare. Tujuan pemasaran
produk APIK adalah pasar lokal dan luar negeri. l

137
Rangkuman Temuan
dalam Pelatihan
SVLK di Enam Kota


Banyak temuan oleh para pelatih atau
pendamping selama memberikan pelatihan
dan pendampingan SVLK di kalangan
industri. Itu terhitung sejak pelatihan di
Yogyakarta, Surakarta, Semarang,
Surabaya, dan Denpasar.
Bab

Pemilahan kayu olahan yang siap diproses menjadi produk pada sebuah industri.
Pelatihan SVLK bersama MFP

A da banyak sekali temuan oleh para pelatih atau pendamping selama memberikan pelatihan dan
pendampingan SVLK di kalangan industri. Itu terhitung sejak pelatihan di Yogyakarta, Surakarta,
Semarang, Surabaya, dan Denpasar. Semua temuan cukup menarik karena menyiratkan kondisi
yang terjadi di kalangan industri di enam kota tersebut.

Seluruh pelatih menyusun laporan sesuai dengan temuan pada tiap industri yang mereka
dampingi. Dari para pelatih, ada dua di antaranya— Een Nuraeni dan Teguh Yuwono— yang
mencoba merangkum berbagai temuan tersebut dalam format yang mudah dipahami pembaca
umum. Berikut adalah rangkuman kedua pelatih tersebut:

Rankuman Temuan Temuan Een Nuraeni diambil dari pelatihan di empat lokasi pelatihan, antara lain Yogyakarta,
Een Nuraeni Surakarta, Jawa Timur, dan Bali. Ia sempat tak mengikuti pelatihan di dua lokasi pelatihan lain,
yakni di Jepara dan Semarang.

Titik Krisis Temuan dan Rekomendasi

Dokumen Legalitas Untuk anggota Asmindo dari kalangan industri menengah ke atas tak telalu menjadi masalah. Hampir
Perusahaan (Perizinan
Perusahaan) seluruhnya memenuhi kelengkapan perizinan yang disyaratkan. Namun ada sedikit masalah mengenai
alamat industri dan jenis kegiatan usaha yang belum ter-update, alamat dan jenis kegiatan usaha tak
sesuai antara praktek dan penjelasan yang tertera di surat perizinan.

Yang harus menjadi perhatian Asmindo adalah bahwa para pengrajin kecil/industri rumah tangga yang
selama ini banyak dilibatkan menjadi bagian/simpul proses produksi industri anggota Asmindo atau
biasa di sebut sub-kontraktor (outsourcing), kebanyakan belum memiliki kelengkapan perizinan yang
merupakan syarat wajib, walau itu sekadar izin usaha perorangan yang merupakan izin level terendah
yaitu berbentuk usaha dagang (UD) yang tak berbentuk badan hukum.

Dokumen Legalitas Kayu Di antara lokasi coaching, Jawa Timur yang kelihatan lebih rapi dan lengkap dalam hal dokumen legalitas
kayu. Kebanyakan dari anggota Asmindo Jawa Timur telah melengkapi setiap penerimaan bahan baku
kayu mereka dengan dokumen legalitas kayu yang sesuai dengan peruntukkannya (FAKB, FAKO).
Bahkan perusahaan yang menjadi sub-kon (outsourcing) pun telah melengkapi setiap pengiriman
barangnya dengan dokumen legalitas kayu yang sesuai peruntukkannya. Mungkin ini karena
kebanyakan anggota Asmindo Jawa Timur merupakan industri menengah dan besar.

Lain halnya untuk lokasi coaching di Yogyakarta, Surakarta, dan Bali. Di situ masih ditemukan industri
anggota Asmindo (termasuk para sub-kon nya) yang belum melengkapi pembelian bahan baku dengan
dokumen legalitas kayu yang sesuai dengan peruntukkannya. Selain karena kurang pemahaman dan
pengetahuan mengenai PUHH, ini bisa dipahami karena anggota Asmindo di tiga lokasi ini masih
banyak yang level nya industri kecil/pengrajin industri rumahtangga. Dan kenyatannya, biaya
pembuatan dokumen legalitas kayu masih menjadi beban yang berat bagi para industri kecil/pengrajin
industri rumahtangga.

140
Pelatihan SVLK bersama MFP

Titik Krisis Temuan dan Rekomendasi

Kontrak kerajasama dengan Temuan lain adalah belum memahami/mengetahui, apalagi melaksanakan proses pematian dokumen
subkon (outsourcing) pada saat sebelum kayu di bongkar di TPK (logyard) perusahaan. Itu termasuk siapa petugas yang
dan prosedur sub-kon
(outsourcing) berwenang “mematikan” dokumen. Lagi-lagi ini ditemukan di tiga lokasi (Yogyakarta, Surakarta, Bali).

Di delapan industri dari empat lokasi (Yogyakarta, Surakarta, Jawa Timur, dan Bali), saya tak menemukan
satu pun perusahaan anggota Asmindo yang memiliki kontrak kerjasama dengan subkon (outsourcing).
Itu termasuk prosedur (SOP) sertifikasi yang harus diikuti oleh subkon (outsourcing) seperti segregasi dan
perizinan.

Sistem Manajemen Internal Sebuah perusahaan menengah/besar belum menjamin sistem manajemen internalnya sudah memadai
Sertifikasi (termasuk SOP, tally untuk menuju sertifikasi kayu. Fakta yang ia temukan di empat lokasi (Yogyakarta, Surakarta, Surabaya,
sheet, SDM, dll)
Bali), hanya sedikit perusahaan yang sudah memiliki sistem manajemen internal yang memadai untuk
menuju sertifikasi kayu, biasanya mereka yang sudah mendapatkan sertifikasi voluntary FSC, sudah lebih
baik dalam kualitas manajemennya.

Beberapa memang sudah menerapkan pencatatan (tally sheet) mutasi kayu sederhana dalam proses
produksinya. Namun pencatatan tersebut belum dibarengi dengan sebuah sistem lacak-balaknya (CoC).
Sehingga bila ingin melakukan penelusuran asal-usul kayu tak akan terlacak.

Kapasitas sumberdaya manusia di sini dalam hal kapasitas pemahaman dan pengetahuan mengenai
sertifikasi kayu (persyaratan dan manajemen ) dan ketersediaan kuantitasnya. Kondisi ini terjadi tak
hanya di industri kecil atau pengrajin, tapi juga di perusahaan menengah hingga besar anggota
Asmindo di hampir seluruh lokasi.

K3, Peraturan Perusahaan,


KKB dan hak-hak pekerja Prinsip 4 – VLK ini menjadi salah satu beban berat bagi seluruh perusahaan apalagi industri kecil atau
pengrajin. Ini tak hanya dirasakan oleh anggota Asmindo. Hampir seluruh perusahaan di Indonesia
banyak yang belum mengikuti peraturan mengenai K3 dan hak-hak pekerja.

Di delapan perusahaan pada empat lokasi pelatihan (Yogyakarta, Surakarta, Jawa Timur, dan Bali) hanya
satu yang memiliki peraturan perusahaan yang update. Yang lainnya ada beberapa yang sudah
membuat tapi tidak update.

Untuk K3, hampir di seluruh lokasi pelatihan belum satu pun yang secara lengkap memenuhi dan
mengimplementasikan K3. Peralatan umum yang seringkali ada hanya hydrant. Itu pun banyak yang tak
berfungsi lagi dan tak disiapkan di tempat yang tepat.

Komitmen Perusahaan dan Dalam dunia sertifikasi kayu, konsistensi perusahaan untuk menjalankan semua persyaratan sertifikasi
Kerjasama merupakan hal yang penting untuk dijaga. Konsistensi bisa berawal dari komitmen pimpinan
manajemen perusahaan. Komitmen sangat penting dan harus ada sebelum perusahaan tersebut ingin
melaksanaakn sertifikasi kayu. Komitmen yang tinggi para pimpinan manajemen perusahaan untuk
melakukan perbaikan dan melengkapi semua persyaratan yang diminta oleh sertifikasi, dapat memun-
culkan semangat bagi tim pelaksana di perusahaan. Bila semangat kerja tim sudah terbentuk, konsis-
tensi menjalankan manajemen sertifikasi akan dapat dilakukan.

Di delapan industri dari empat lokasi (Yogyakarta, Surakarta, Jawa Timur, dan Bali), Een Nuraeni melihat
komitmen belum kuat di Yogyakarta dan Bali.

141
Pelatihan SVLK bersama MFP

Rankuman Temuan 1. Dokumen Legalitas/Perizinan Perusahaan


Teguh Yuwono
a. Untuk industri menengah hingabesar, hampir seluruhnya sudah memenuhi sebagian
kelengkapan perizinan yang di syaratkan. Hanya saja perlu ada beberapa perbaikan dan
pembenahan atas ketidaksesuaian antara TDP, SIUP, TDI/IUI). Misalnya, alamat
industri dan jenis kegiatan usaha yang belum ter-update, alamat dan jenis kegiatan
usaha tak sesuai antara praktek dan penjelasan yang tertera di surat perizinan; ataupun
izin sudah kedaluwarsa.
b. Para pengrajin kecil atau industri rumah tangga, (umumnya sebagai sub-kontraktor)
banyak yang belum memiliki kelengkapan perizinan yang disyaratkan.
c. Industri terpadu umumnya belum memiliki izin IUI Primer.

2. Dokumen Legalitas Kayu


a. Pendokumentasian dokumen PUHH di anggota Asmindo Jawa Timur cukup rapi dan
lengkap. Kebanyakan dari anggota Asmindo Jawa Timur telah melengkapi setiap
penerimaan bahan baku kayu mereka dengan dokumen legalitas kayu yang sesuai
dengan peruntukkannya (FAKB, FAKO).
b. Di lokasi lain masih ditemukan industri anggota Asmindo (termasuk para subkon) yang
belum melengkapi pembelian bahan baku nya dengan dokumen legalitas kayu yang
sesuai dengan peruntukkannya.

3. Kontrak Kerajasama dengan Sub-kon (outsourcing)


a. Belum ada kontrak kerjasama antara industri dengan sub-kontraktor.
b. Belum ada segrergasi dan separasi dalam pengerjaan proses produksi di sub-kontraktor.

4. Ketelusuran Kayu
a. Perusahaan yang sedang menyiapkan/sudah mendapatkan sertifikasi voluntary (CoC,
VLO, TFT) umumnya memiliki sistem manajemen internal yang memadai dalam hal
pendokumentasian proses produksi yang snagat penting untuk penyiapan VLK.
b. Perusahaan skala kecil/menengah (apalagi belum menyiapkan menuju TFT, VLO, CoC)
umumnya belum menerapkan pendokumentasian proses produksi.

5. Ketenagakerjaan dan K-3


a. Untuk perusahaan skala menengah/besar umumnya sudah memiliki aturan
ketenagakerjaan meskipun belum lengkap masih perlu pembenahan/pembaruan/
perbaikan/up dating.
b. Hampir di semua lokasi coaching belum satu pun perusahaan yang secara lengkap
memenuhi dan mengimplementasikan K3.

6. Komitmen Perusahaan dan ASMINDO


Dari hasil pengamatan dari empat tempat pelatihan (Jepara, Semarang, Jawa Timur, dan
Denpasar), peringkat komitmen perusahaan dan/atau ASMINDO dalam penyiapan
anggotanya menuju VLK adalah sebagai berikut:

142
Pelatihan SVLK bersama MFP

Tingkat Komitment Peserta Asmindo


Baik Jawa Timur Jawa Timur, Jepara
Sedang Semarang, Jepara Semarang
Kurang Bali Bali

• Catatan: Pemeringkatan oleh Teguh Yuwono tak memasukkan Surakarta dan Yogyakarta karena
ia tak mengikuti pelatihan di dua lokasi tersebut.

Meski tak mengikuti proses pelatihan di Yogyakarta dan Surakarta, Teguh Yuwono mencoba
membuat rangkuman temuan atas dasar laporan yang disusun oleh beberapa pelatih lain.

A. YOGYAKARTA
Aspek Temuan
1. Legalitas perusahaan • Secara umum legalitas perusahaan yang mengikuti pelatihan VLK sudah cukup lengkap, kecuali
dokumen lingkungan (UKL/UPL atau SPPL kebanyakan belum memiliki).
• Sebagian perizinan (SIUP / TDP / HO) masa berlakunya sudah kedaluwarsa.
2. Kelengkapan dokumen • Sebagian dokumen PUHH (SKSKB cap KR) belum dimatikan.
PUHH • Kayu olahan tak disertai dokumen FA-KO.
• Industri belum membuat dokumen LMKB / LMKO sesuai dengan P 55/2006.
3. Ketelusuran kayu • Tdak ada informasi.
4. Kerjasama dengan mitra/ • Belum ada kontrak kerjasama antara industri dengan sub-kontraktor.
subkon • Sumber bahan baku tak disertai dengan dokumen yang sesuai (hanya nota).
• Sub kontraktor belum menerapkan sistem administrasi pendokumentasian proses produksi secara
tertib.
• Belum dilakukan segregasi dan separasi dalam pengolahan kayu.
5. Ketenagakerjaan dan K-3 • Industri belum menerapkan K-3 secara tertib dan lengkap sesuai ketentuan.

B. SURAKARTA
Aspek Temuan
1. Legalitas perusahaan • Industri terpadu (yang memiliki //sawmill//) belum memiliki izin IUI primer dan RPBBI.
• Secara umum legalitas perusahaan yang mengikuti pelatihan VLK sudah cukup lengkap, kecuali
dokumen lingkungan (UKL/UPL atau SPPL kebanyakan belum memiliki).
• Sebagian izin (SIUP / TDP / HO) belum lengkap, dan yang tak sesuai antara izin legalitas atas nama
pribadi, sedang NIK atas nama perusahaan.
2. Kelengkapan dokumen • Sebagian dokumen PUHH (SKSKB cap KR) belum dimatikan.
PUHH • Kayu olahan tak disertai dengan dokumen FA-KO namun hanya disertai nota.
• Pembelian bahan baku kayu limbah tak ada bukti jual-beli.
• Industri belum membuat dokumen LMKB / LMKO sesuai P 55/2006.
3. Ketelusuran kayu • Pencatatan proses produksi belum dilakukan dengan baik.
4. Kerjasama dengan mitra/ • Belum ada kontrak kerjasama antara industri dengan sub-kontraktor.
subkon • Sumber bahan baku tidak disertai dengan dokumen yang sesuai (hanya nota).
• Sub-kontraktor belum menerapkan sistem administrasi pendokumentasian proses produksi secara
tertib.
• Belum dilakukan segregasi dan separasi dalam pengolahan kayu sehingga memungkinkan ada
ketercampuran antara produk VLK dengan non-VLK.
5. Ketenagakerjaan dan K-3 • Industri belum menerapkan K-3 secara tertib dan lengkap sesuai ketentuan.

143
Pelatihan SVLK bersama MFP

C. JEPARA
1. Meskipun kayu yang masuk ke Jepara sudah memiliki dokumen PUHH yang
lengkap, karena sebagian besar industri kayu skala kecil (dan industri rumah tangga)
umumnya membeli dalam bentuk eceran (beberapa batang), maka sebagian besar
pemindahtanganan kayu di Jepara tak disertai dokumen PUHH yang sah sesuai
ketentuan.
2. Banyak industri primer (sawmill) dan atau industri terpadu (gabungan primer
dengan sekunder) yang tak memiliki IUI-PHHK dan dokumen RPBBI.
3. Ketersediaan petugas P3KB di Jepara sangat terbatas (hanya dua orang) tak seimbang
dengan jumlah kayu yang masuk ke Jepara (rata-rata 200 truk per hari).
4. Biaya mematikan dokumen SKSKB, SKSKB cap KR, dan FA-KB cukup mahal.
5. Sebagian industri pengolahan kayu di Jepara memiliki subkon dan/atau atau menjadi
subkon dari perusahaan lain di Jepara maupun di luar Jepara (Semarang atau Bali).

Aspek Temuan
1. Legalitas perusahaan • Untuk perusahaan yang skala menengah hingga besar umumnya sudah memiliki perizinan yang
lengkap, kecuali dokumen lingkungan (UKL/UPL atau SPPL ada sebagian industri yang belum
memiliki).
• Untuk industri skala kecil (TDI atau IRT) kebanyakan belum memiliki ragam perizinan belum sesuai
ketentuan.
• Ada sebagian perizinan yang masa berlakunya sudah kedaluwarsa atau ada ketidaksesuaian antara
TDP, SIUP, dengan TDI/IUI. Ini khususnya mengenai jenis produk, kapasitas izin dengan yang riil
terjadi.
2. Kelengkapan dokumen • Bahan baku yang digunakan industri skala menengah hingga besar umumnya dilengkapi dokumen
PUHH PUHH.
• Bahan baku kayu yang digunakan oleh industri, (khususnya industri skala kecil) sebagian besar tak
disertai dengan dokumen PUHH yang sesuai ketentuan (dokumen FAKB, FAKO, Nota dll).
• Industri belum menyusun LMKB dan LMKO sesuai ketentuan.
3. Ketelusuran kayu • Industri skala menengah/besar umumnya sudah menerapkan pencatatan proses produksi. Namun
untuk industri skala kecil atau industry rumah tangga (IRT) belum memiliki pencatatan proses
produksi.
4. Kerjasama dengan mitra/ • Sub-kontraktor umumnya belum memiliki perizinan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
subkon • Belum ada kontrak kerjasama antara industri dengan sub-kontraktor.
• Sub kontraktor belum menerapkan sistem administrasi pendokumentasian proses produksi secara
tertib.
• Belum dilakukan segregasi dan separasi dalam pengolahan kayu sehingga dimungkinkan ada
ketercampuran antara produk VLK dengan non-VLK.
5. Ketenagakerjaan dan K-3 • Dokumen ketenagakerjaan masih belum lengkap (dokumen serikat pekerja atau kebijakan
perusahaan, peraturan perusahaan dll)
• SOP K-3 belum dimiliki, dan implementasi K-3 belum diterapkan secara konsisten.

144
Pelatihan SVLK bersama MFP

D. SEMARANG
1. Perusahaan peserta pelatihan VLK umumnya perusahaan menengah hinga besar,
dengan aset rata-rata di atas Rp 200 juta.
2. Sebagian perusahaan di Semarang memiliki sub-kontraktor (umumnya di Jepara) yang
memproduksi dari bahan baku dan barang setengahjadi, kemudian dikirim ke
Semarang dan industri di Semarang sebatas melakukan finishing dan pemasaran
serta ekspor.

Aspek Temuan
1. Legalitas perusahaan • Secara umum legalitas perusahaan yang mengikuti pelatihan VLK sudah cukup lengkap, kecuali
dokumen lingkungan (UKL/UPL atau SPPL belum memiliki).
• Sebagian dari perizinan masa berlakunya sudah kedaluwarsa.
• Ada sebagian perizinan (TDP, SIUP, IUI/TDI) yang belum sesuai, misalnya kapasitas izin, jenis produk,
dll.
2. Kelengkapan • Secara umum bahan baku yang digunakan oleh industri skala menengah/besar sudah dilengkapi
dokumen PUHH dengan dokumen PUHH, namun pada saat kayu olahan diangkut dari sawmill umumnya tidak
disertai dengan dokumen FA-KO (karena tidak tahu).
• Untuk industri yang memiliki kerjasama dengan sub kontraktor, umumnya memiliki permasalahan
belum tertibnya sub-kontraktor dalam pemenuhan dokumen PUHH (SKSKB, SKSKB cap KR, FA-KB,
FA-KO, dll).
3. Ketelusuran kayu • Industri skala menengah/besar umumnya sudah menerapkan sistem pencatatan proses produksi,
namun untuk sub kontraktor (umumnya ada di Jepara) belum menerapkan pencatatan proses
produksi.
4. Kerjasama dengan mitra/ • Sebagian industri di Semarang memiliki sub kontraktor di Jepara.
sub-kon • Sub-kontraktor umumnya belum memiliki perizinan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
• Belum ada kontrak kerjasama antara industri dengan sub-kontraktor.
• Sub kontraktor belum menerapkan sistem administrasi pendokumentasian proses produksi secara
tertib.
• Belum dilakukan segregasi dan separasi dalam pengolahan kayu sehingga dimungkinkan ada
ketercampuran antara produk VLK dengan non-VLK.
5. Ketenagakerjaan dan K-3 • Untuk industri skala menengah/besar sudah memiliki dokumen ketenagakerjaan dan K-3 meskipun
belum lengkap (misalnya dokumen kebijakan perusahaan, peraturan perusahaan/KKB).
• Sebagian industri belum memiliki SOP K-3 dan belum sepenuhnya menerapkan K-3.

145
Pelatihan SVLK bersama MFP

E. JAWA TIMUR
1. Peserta pelatihan VLK di Surabaya semuanya merupakan industri menengah hingga
besar dengan aset di atas Rp 200 juta, dan umumnya proses produksinya dilakukan
sendiri di pabrik tersebut. Ada sebagian industri yang menggunakan jasa subkon
(misalnya kegiatan bubut, mengukir, maupun menganyam dengan pelepah pisang).
2. Sub kontraktor yang dijadikan mitra industri umumnya berbentuk PT atau CV
sehingga sudah memiliki perizinan meskipun ada kemungkinan perlu dilakukan
pembenahan.
3. Ada sebagian industri yang merupakan industri terpadu (gabungan industri primer dan
lanjutan) dan sebagian lain merupakan industri lanjutan.
4. Bahan baku yang digunakan industri tersebut sebagian merupakan kayu olahan
(Perhutani maupun hutan rakyat), sedang sebagian kecil berupa kayu bulat (hutan
rakyat, square log) dari pemasok.
5. Sebagai bahan baku pendukung, perusahaan membeli kayu lapis, MDF, particle
board, dan veener dari pemasok atau perusahaan lain maupun toko. Umumnya hanya
dengan menggunakan nota.
6. ASMINDO Komda Jawa Timur cukup perhatian dalam penyiapan anggota menuju
sertifikasi/VLK. Mereka punya lembaga konsultan Asmindo Certification Care (ACC)
yang mendampingi anggota untuk maju sertifikasi.

Aspek Temuan
1. Legalitas Perusahaan • Secara umum legalitas perusahaan yang mengikuti pelatihan VLK sudah cukup lengkap, kecuali
dokumen lingkungan (UKL/UPL atau SPPL umumnya belum memiliki).
• Ada sebagian dari perizinan yang masa berlakunya sudah kedaluwarsa.
• Secara umum perusahaan dalam membeli bahan baku sudah dilengkapi dengan dokumen PUHH
2. Kelengkapan dokumen (FAKO, SKAU, Nota, dll).
PUHH • Masih ada perusahaan yang belum tertib dalam melakukan pendokumentasian dokumen PUHH
(misalnya PT Yanamuri).
• Sebagian besar perusahaan peserta pelatihan VLK sudah melakukan pencatatan dalam proses
3. Ketelusuran kayu produksi secara tertib. Hanya ada sebagian kecil yang belum melakukan proses dokumentasi
produksi (misal PT Yanamuri).
• Belum ada kontrak kerjasama antara industri dengan sub-kontraktor.
4. Kerjasama dengan mitra/ • Sub-kontraktor umumnya belum memiliki perizinan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
subkon • Sub kontraktor belum menerapkan sistem administrasi pendokumentasian proses produksi secara
tertib.
• Belum dilakukan segregasi dan separasi dalam pengolahan kayu sehingga memungkinkan ada
ketercampuran antara produk VLK dengan non-VLK.
5. Ketenagakerjaan dan K-3 • Untuk industri skala menengah hingga besar sudah memiliki dokumen ketenagakerjaan dan K-3
meskipun belum lengkap (misalnya dokumen kebijakan perusahaan, peraturan perusahaan/KKB).
• Sebagian industri belum memiliki SOP K-3 dan belum sepenuhnya menerapkan K-3.

146
Pelatihan SVLK bersama MFP

F. BALI
1. Komitmen peserta pelatihan VLK di Denpasar kurang. Dari 14 industri yang hadir
pada pelatihan dari pagi hingga petang, namun di malam hari hanya tersisa 9
perusahaan.
2. Bahan baku yang digunakan industri di Bali umumnya kayu olahan yang berasal dari
Jawa (Perhutan dan hutan rakyat), Kalimantan, Sulawesi. Untuk kayu yang berasal dari
Bali umumnya berupa kayu bulat (log) (jati, sengon, dll).
3. Selama ini di Bali banyak sawmill (industri primer) yang tak memiliki izin
IUIPHHK, sehingga kayu yang diolah dan diangkut di sawmill tak dilengkapi
dokumen FA-KO.
4. Di Bali banyak kepala desa yang belum teregister sebagai penerbit SKAU, sehingga ada
sebagian industri yang beli kayu dari hutan rakyat namun tidak dilengkapi dokumen
SKAU.
5. Sebagian industri di Bali memiliki sub-kontraktor di Jawa (kebanyakan Jawa Timur,
dan Jepara). Ada yang finishing dan packaging, namun ada juga yang hanya
sebatas trading.

Aspek Temuan
1. Legalitas perusahaan • Sebagian perusahaan yang mengikuti pelatihan VLK sudah memiliki perizinan yang cukup lengkap,
kecuali dokumen lingkungan (UKL/UPL atau SPPL belum memiliki). Sebagian dari perizinan masa
berlakunya sudah kedaluwarsa.
• Namun sebagian perusahaan lain belum memiliki perizinan yang lengkap.
2. Kelengkapan dokumen • Masih banyak ditemukan industri dalam memenuhi bahan baku belum disertai dengan dokumen
PUHH PUHH sesuai ketentuan (misal FAKO, SKAU, Nota, dll).
3. Ketelusuran kayu • Sebagian besar industri pengolahan kayu di Bali belum menerapkan sistem pendokumentasian
proses produksi.
4. Kerjasama dengan mitra/ • Belum ada kontrak kerjasama antara industri dengan sub-kontraktor.
subkon • Sub kontraktor umumnya belum memiliki perizinan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
• Sub kontraktor belum menerapkan sistem administrasi pendokumentasian proses produksi secara
tertib.
• Belum dilakukan segregasi dan separasi dalam pengolahan kayu sehingga memungkinkan ada
ketercampuran antara produk VLK dengan non-VLK.
5. Ketenagakerjaan dan K-3 • Untuk industri skala menengah/besar sudah memiliki dokumen ketenagakerjaan dan K-3 meskipun
belum lengkap (misalnya dokumen kebijakan perusahaan, peraturan perusahaan/KKB), namun
sebagian lain juga belum memiliki.
• Sebagian industri belum memiliki SOP K-3 dan belum sepenuhnya menerapkan K-3.

147
Buku ini merupakan rekaman berbagai peristiwa yang mengiringi
pelaksanaan pelatihan SVLK bagi industri kecil-menengah anggota
Asmindo. Pelatihan berlangsung di enam kota sentra industri
mebel dan kerajinan di Pulau Jawa dan Bali melalui kerjasama MFP
dengan DPP Asmindo serta Komda Asmindo di keenam daerah. Itu
antara lain Yogyakarta (Asmindo Komda DIY), Surakarta (Asmindo
Komda Solo Raya), Jepara (Asmindo Komda Jepara) Semarang
(Asmindo Komda Semarang), Surabaya (Asmindo Komda Jawa
Timur), dan Denpasar (Asmindo Komda Bali).

Pelatihan ini berangkat dari fakta bahwa Sistem Verifikasi Legalitas


Kayu (SVLK) sudah berada di depan pintu. Kehadiran SVLK mulai
terasa tegas sejak Juni 2009 ketika Peraturan Menteri Kehutanan
(Permenhut) Nomor P. 38/2009 dan seperangkat petunjuk pelak-
sanaan penerapan SVLK diundangkan. Dari awal, SVLK dibuat
sebagai sistem yang mandatory dan dibahas secara maraton oleh
berbagai pihak terkait. Dan pada 2013 SVLK akan menjelma men-
jadi wajib dan mengikat.

Seluruh usaha berbasis kayu wajib mengadopsi SVLK. Beberapa


perusahaan besar sudah mulai mengarah ke SVLK. Sedangkan
perusahaan berskala kecil-menengah kelihatan terengah-engah
dalam upayanya menerapkan SVLK. Baik itu karena soal kapasitas
finansial dan sumberdaya manusia (SDM). Itu menjadi latar
belakang kerjasama antara MFP dengan Asmindo untuk menggelar
pelatihan ini bagi industri berskala kecil-menengah. Pelatihan ini
juga menjadi sarana untuk menmgukur sejauh mana sebenaranya
minat dan kesiapan industri ber-VLK.

Anda mungkin juga menyukai