SVLK
SVLK
Kata Pengantar 6
Agar Legal, Bab 1 8
Industri Perlu SVLK
Kurikulum, Mendorong Interaksi antara Bab 2 26
Peserta dengan Pelatih
Pelatihan SVLK-Asmindo Bab 3 38
di Yogyakarta
Pelatihan SVLK-Asmindo Bab 4 56
Komda Solo Raya
SVLK Rasa Jepara Bab 5 74
Ingin Mudah dan Murah…
Pelatihan SVLK di Semarang, Mayoritas Bab 6 94
Industri Papan Atas
Pelatihan SVLK Bab 7 110
di Surabaya
Operasi Tanpa Tulis: Bab 8 112
Bali dan Jepara Sama saja
Rangkuman Temuan dalam Bab 9 138
Pelatihan SVLK di Enam Kota
Pelatihan SVLK bersama MFP
istem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) pada 2012 sudah seperti tamu di depan pintu. Peraturan
6
Pengantar Dari MFP
ekspor. Di sisi lain, kewajiban untuk melaksanakan SVLK sepenuhnya pada Januari 2014 di
sektor ini terlihat cukup berat. Ini mengingat tingkat kemampuan dan pengetahuan di kalangan
IKM. Karena itu, ada kebutuhan untuk memberikan perhatian lebih kepada IKM dalam upaya
peningkatan kapasitas ini. Meski demikian, sumberdaya yang dimiliki oleh MFP - KEHATI tak
memungkinkan untuk melakukan latih-damping secara intensif terhadap semua IKM. Karena
itu, kegiatan ini dirancang sebagai pelatihan dan asistensi awal hanya kepada IKM yang
direkomendasikan oleh asosiasinya, dalam hal ini Asosasi Industri Permebelan dan Kerajinan
Indonesia (Asmindo).
Kegiatan pelatihan SVLK bagi IKM/UKM diharapkan dapat menghasilkan beberapa capaian
nyata berupa:
1. Meningkatnya pemahaman dan kesiapan kelompok UKM tentang SVLK, yang
meliputi konteks, kriteria indikator yang harus dipenuhi, dan strategi penerapannya,
2. Tersusunnya gap analysis dan rencana tindak lanjut penyiapan implementasi SVLK
bagi masing-masing industri peserta,
3. Adanya komitmen dari pelaku industri berbahan baku kayu menuju sertifikasi legalitas
kayu,
4. Tersusunnya rencana untuk mengimplementasikan SVLK secara penuh dan
menyebarluaskan pengetahuan tentang implementasi SVLK oleh peserta pelatihan
kepada para pelaku usaha yang lain melalui asosiasi yang ada,
5. Adanya dokumentasi dan pembelajaran tentang strategi peningkatan kapasitas IKM
melalui pelatihan yang dilaksanakan dan beberapa program lain sebelumnya.
Capaian dari rangkaian pelatihan ini diharapkan dapat melengkapi apa yang sudah dihasilkan
oleh MFP - KEHATI melalui mitranya dalam memfasilitasi IKM untuk melaksanakan SVLK.
Beberapa industri di Jepara, Yogyakarta, Bulukumba, dan Surakarta, selama beberapa bulan pada
tahun 2012 ini telah mendapatkan asistensi teknis dari mitra MFP - KEHATI, dan sedang
menyiapkan diri untuk menjalani audit verifikasi legalitas kayu. Seperti dipaparkan di atas,
pelatihan ini diharapkan dapat menambah akselerasi penguatan kapasitas yang dilakukan,
sehingga dampaknya tidak berhenti pada 5 industri / kelompok pengrajin yang telah didampingi
saja.
Diah Rahardjo,
Programme Director MFP - KEHATI
7
Agar Legal, Industri
Perlu SVLK
“
SVLK adalah sistem untuk memastikan keabsahan legalitas kayu
pada industri berbasis kayu.
8
Bab
Pelatihan SVLK di enam kota di Pulau Jawa dan Bali—Yogyakarta, Surakarta, Jepara, Semarang, Surabaya, dan Denpasar.
9
Pelatihan SVLK bersama MFP
10
Pelatihan SVLK bersama MFP
Milestone Pelatihan SVLK bagi IKM Anggota Asmindo oleh MFP 2012
Semarang Jepara Surabaya
Selasa–Kamis, Jumat–Minggu, Senin–Rabu,
1–3 Mei 2012 27–29 April 2012 7–9 Mei 2012
11
Pelatihan SVLK bersama MFP
dengan kepedulian masyarakat internasional ditambah dengan cap oleh masyarakat inter-
untuk mengerem laju pembabatan hutan nasional bahwa produk mebel Indonesia
secara liar (illegal logging). Kasus illegal logging dibuat dari bahan baku kayu tak legal. Itu
memang marak di Tanah Air, terutama bebe- semuai membuat harga diri Pemerintah RI
rapa tahun setelah jatuhnya rezim Pemerintah- terusik. Stigmatisasi tersebut seolah menuding
an Presiden Soeharto pada 1998. Bahkan bahwa Bangsa Indonesia tak sanggup
sampai tahun 2000, illegal logging berlangsung. mengatur sendiri urusan dalam negerinya,
Dan sebagian besar hasil illegal logging mengalir termasuk mengurusi legalitas kayu sebagai
ke industri berbasis kayu, termasuk industri bahan baku industri berbasis kayu (timber-
mebel dan kerajinan. based industry). Dari situlah kemudian Peme-
rintah RI menyusun dan menerbitkan
Dan dari berbagai komoditas ekspor Indone- peraturan tentang SVLK pada 2003.
sia, mebel termasuk yang volumenya dominan,
dengan nilai yang tak sedikit. Ekspor mebel Hanya saja, di saat-saat sekitar awal pener-
Indonesia bukan hanya ke Eropa, melainkan bitannya SVLK masih bersifat sukarela.
juga ke belahan dunia lainnya: Amerika Akibatnya, industri pun juga bersikap suka-
Serikat, Australia, Jepang, Korea Selatan, suka. Artinya, SVLK belum efektif sebagai alat
Taiwan, ailand, Turki, Afrika Selatan, untuk mencapai tujuan. Belum ada jaminan
Dubai, bahkan Israel. Dan seluruh pemerin- bahwa mebel produksi Indonesia, baik yang
tahan negara-negara tersebut sudah telanjur untuk ekspor maupun untuk pasar domestik,
mencap bahwa mebel yang mereka impor dari menggunakan bahan baku kayu legal. Jika
Indonesia dibuat dari bahan baku kayu yang diartikan lebih jauh, illegal logging sangat
tak memenuhi syarat legalitas. mungkin masih berlangsung.
Kritik bermunculan dari parapihak yang Keadaan ini sekali lagi membuat beberapa
melihat pelaksanaan SVLK di Indonesia negara yang tegabung dalam Uni Eropa minta
terkesan kurang sungguh-sungguh. Itu masih Pemerintah RI lebih besungguh-sungguh.
Eropa
t
Afrika Selatan
t Australia
t
12
ekspor: Beberapa negara Eropa minta kayu legal.
13
Pelatihan SVLK bersama MFP
Perjalanan SVLK
Deklarasi Bali tentang Berbagai Mou Konsultasi multi pihak Pengembangan lebih lanjut dan
penegakan hukum kerjasama untuk untuk mengem- perumusan standar dan kriteria
kehutanan dan memerangi bangkan definisi legali- untuk legalitas kayu dari berbagai
pemerintahan pembalakan liar tas kayu jenis standar legalitas kayu
“
Indonesia
merupakan
memandang SVLK sebagai beban, terutama
beban biaya. Baru ketika Pemerintah menetap-
kan tenggat diberlakukannya SVLK bagi
industri lanjutan, yaitu pada Desember 2013,
Implementasi” oleh kedua negara dan
pembicaraan intensif terkait pengembangan
kelembagaan Joint Preparatory Committee.
negara Asia Asmindo berubah pikiran. Asmindo tak ingin Implementasi SVLK pada tingkat unit mana-
pertama yang industri mebel anggotanya tutup warung gara- jemen pelaku usaha sudah terlihat dan menun-
mempunyai gara tak melaksanakan sistem ini. Apa lagi jukkan perkembangan yang signifikan dalam
kesepakatan VPA beberapa negara di luar Indonesia— terutama dua tahun terakhir. Itu tampak dari ber-
dengan UE. China, Vietnam, dan Malaysia— yang selama langsungnya penilaian kinerja Pengelolaan
ini juga mengandalkan salah satu lumbung Hutan Produksi Lestari (PHPL) pada unit
devisanya dari ekspor mebel, berpeluang kelola/pemegang izin pada berbagai bentuk
melesat lebih di depan dan meninggalkan pengelolaan hutan dengan total areal seluas
Indonesia tercecer di belakang. kurang lebih 5,8 juta hektare. Di sisi lain,
verifikasi legalitas kayu (VLK) juga telah
Indonesia merupakan negara Asia pertama dilakukan pada hutan alam maupun tanaman
yang mempunyai kesepakatan VPA dengan dengan luas kurang lebih 800 ribu hektare, dan
negara-negara EU. Hingga pada saat ini, verifikasi legalitas kayu juga telah dilaksanakan
perkembangan dari tahapan perjanjian VPA pada 175 unit industri pengolahan kayu.
tersebut tengah memasuki tahap “persiapan
ujicoba pengiriman kayu atau produk kayu Sebagian besar industri yang telah lulus proses
bersertifikat”, sebelum memasuki tahap imple- sertifikasi VLK adalah industri berskala besar
mentasi sepenuhnya pada Maret 2013. dan bergerak di bidang wood working. Bebe-
Beberapa indikator berjalannya proses tersebut rapa contoh di Jawa Tengah antara lain Indo-
adalah telah dikembangkannya “Strategi tama Omricon Kahar, Albasia Bumhipala
14
Pelatihan SVLK bersama MFP
Reformulasi standar le- Peningkatan standar le- Standar dan sistem le- l Kesepakatan VPA tercapai
galitas kayu dan uji galitas kayu dan galisasi kayu diadopsi l Pemarafan kesepakatan
coba lapangan pengembangan sistem oleh pemerintah VPA
l Peluncuran logo “V-legal”
Persada, Dharma Satya Nusantara Temang- itu dengan pelatihan juga diharapkan muncul-
gung, dan PT Kayu Lapis Indonesia Semarang. nya strategi bagi kelompok usaha kecil dan
Beberapa industri besar tersebut juga mem- menengah dalam menyikapi keharusan dalam
produksi furnitur dan menggarap moulding, menerapkan SVLK.
seperti Kurnia Jati Utama (Jawa Tengah) dan
PT Panca Warna di Gresik (Jawa Timur). China dan Vietnam terang-terangan mengirim
Sedangkan di kalangan UKM, salah satu dari delegasi ke Indonesia untuk mengkopi draf
sedikit yang telah lolos audit VLK adalah Jawa SVLK, dan tinggal menerjemahkannya ke
Furni Lestari (Yogyakarta), yang memproduksi dalam bahasa masing-masing. Malaysia pun
furnitur dengan pola non manufactured. agresif memperisapkan investasinya untuk
masuk ke bisnis mebel di Indonesia. Jika tetap
Dalam mencapai tujuan untuk mempersiap- saja tak sigap dalam menyikapi dinamika
kan industri kehutanan, terutama dari kalang- perdagangan mebel internasional, terutama
an Usaha Kecil dan Menengah untuk mampu berkaitan dengan pemberlakuan SVLK sebagai
mengimplementasikan sistem verifikasi legali- kebijakan wajib, industri mebel Indonesia bisa
tas kayu (SVLK), maka perlu dilakukan benar-benar tertimpa petaka. Itu mengingat
peningkatan kapasitas dan kesiapan pelaku wajib SVLK tak hanya untuk ekspor ke Eropa,
industri kecil dan menengah melalui pelatihan tapi juga akan melebar untuk ekspor ke
SVLK. Kegiatan tersebut juga diharapkan Amerika Serikat (AS), Jepang, dan Australia.
secara bersama-sama menjadi sarana untuk Dan jika negara-negara lain yang nantinya
mendorong implementasi SVLK di kalangan lebih dulu ber-SVLK, maka, pasar domestik
IKM/UKM, mendorong perluasan jejaring akan dibanjir produk impor, terutama dari
usaha kehutanan serta penajaman tentang China, dan juga terlibas oleh masuknya
berbagai hambatan untuk implementasi. Selain penanaman modal langsung investor Malaysia.
15
Pelatihan SVLK bersama MFP
Diah Raharjo: Jepara, Bali Ahmad Edi Nugroho: Surakarta Agus Setyarso: Surakarta, Jepara, Agus P Djailani: Yogyakarta, Surakarta,
Semarang, Surabaya, Bali Surabaya, Bali
I Ketut Alit Wisnawa: Yogyakarta, Irfan Bakhtiar: Yogyakarta, Surakarta, Suryanto Sadiyo: Yogyakarta, Exwan Novianto: Yogyakarta,
Semarang, Surabaya, Bali Jepara, Semarang, Bali Surakarta, Jepara, Surabaya Surakarta, Jepara, Bali
Een Nuraeni: Yogyakarta, Surakarta, Setyowati: Yogyakarta, Surakarta, Jajag Suryo Putro: Yogyakarta, Panji Anom: Yogyakarta, Surakarta,
Surabaya, Bali Jepara, Semarang, Surabaya, Bali Surakarta, Jepara, Semarang, Bali Jepara, Semarang, Surabaya, Bali
Anton Sanjaya: Jepara, Semarang, Sudarwan: Yogyakarta, Surakarta, Teguh Yuwono: Jepara, Semarang, Bali.
Surabaya Jepara, Semarang, Bali
16
Pelatihan SVLK bersama MFP
MFP tak sendiri melaksanakan seluruh Dalam kerjasama dengan para mitra lokal,
kegiatan dan tanggungjawab dalam pelatihan termasuk dengan Javlec dan Sulawesi
SVLK bagi IKM anggota Asmindo di enam Community Foundation (SCF) di Makassar,
kota kali ini. Ia bekerjasama dengan jaringan MFP berperan sebagai penyandang dana. MFP
mitra lokal di beberapa daerah untuk juga memiliki program yang salah satunya
melakukan itu. Ini terutama untuk penyediaan tentang implementasi SVLK, baik di hutan
tenaga pelatih, narasumber, dan panitia lokal maupun di industri. Kontribusi MFP yang
di enam kota yang bersangkutan. diharapkan oleh para mitra lokalnya adalah
pertama adanya fasilitasi yang berkelanjutan,
Kerjasama antara MFP dengan sejumlah mitra termasuk dalam kegiatan pelatihan ini.
lokal tersebut membuat pelatihan SVLK bagi Artinya, para mitra dan jaringan lokal berharap
IKM anggota Asmindo di enam kota lebih kegiatan ini tak berhenti sampai di sini. Pasal-
mudah. Mudah dalam pengertian bahwa dari nya, masih banyak pekerjaan yang belum
beberapa program pelatihan sebelumnya, di tuntas dan perlu adanya tindakan nyata berupa
situ sudah terdapat tenaga pelatih, narasumber, pendampingan bagi industri kecil dan
dan kurikulum yang siap dimanfaatkan. menengah yang mempunyai kemauan tinggi
untuk menuju SVLK. Harapan lain adalah
Pada 17 hingga 21 Januari 2012, MFP dan adanya terobosan yang konkret untuk men-
para mitranya juga baru saja menyeleng- dorong Pemerintah dan pihak lain untuk
garakan pelatihan bagi tenaga pendamping membenahi kebijakan yang kurang pas.
IKM. Di situ, MFP bekerjasama dengan Dengan demikian, VLK dapat terlaksana
“
Universitas Gadjah Mada (UGM), dalam hal sesuai rencana dan tepat waktu.
ini Fakultas Kehutanan, dan Java Learning
Center (Javlec). Pelatihan berlangsung di Kom- Dalam kerjasama dengan MFP, para mitra
pleks Wanagama, hutan observasi milik UGM, lokal juga hadir bukan dengan tangan hampa. Pada 17 hingga
di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Mereka memberikan kontribusi berupa 21 Januari 2012,
Istimewa Yogyakarta (DIY). Peserta pelatihan jaringan dan dampingan di lapangan. Para MFP dan para
berasal dari sejumlah IKM yang selama ini mitra dan jaringan MFP juga menyiapkan mitra menyeleng-
sedang dan akan menjadi mitra dampingan materi, memfasiltasi pelatihan, dan membuat garakan pelatihan
dari LSM mitra MFP, misalnya APIK Bule- laporan pelaksanaan kegiatan kepada MFP. bagi tenaga
leng, Koperasi Kosta Jasa Kebumen, Lampung, Untuk teknis pelaksanaan di lapangan, MFP pendamping IKM.
serta dari perwakilan LSM dan pemerintah jelas tak sanggup berjalan sendiri. Di situlah,
daerah (Pemda). mitra lokal dan jaringannya memainkan
peranya sebagai mitra MFP, karena selama ini
Pelatihan bagi pendamping IKM pada Januari telah berhasil dalam mendorong kegiatan-
tersebut dapat disebut sebagai arena kegiatan untuk mempersiapkan Unit Mana-
pemanasan bagi pelatihan SVLK bagi IKM jemen Hutan Rakyat dan Industri Kecil
anggota Asmindo sepanjang April hingga Mei Menengah (IKM) menuju SVLK.
2012. Target, materi, kurikulum, peserta,
lokasi, dan mekanisme pelatihan bagi Sejauh ini sudah ada lima Unit Manajemen
pendamping IKM memang berbeda dari Hutan Rakyat dan satu Industri Kecil
pelatihan SVLK bagi IKM anggota Asmindo. Menegah yang mendapatkan SVLK. Dari
Namun dalam beberapa hal, kedua pelatihan sudut pandang sumberdaya manusia (SDM),
pada taraf tertentu memiliki kemiripan. Yakni para personel Javlec dan jaringannya memiliki
dalam hal pengelolaan penyelenggaraan, kompetensi dalam melakukan fasilitasi pelatih-
tenaga pelatih, dan metodologi. an SVLK. Mereka ini telah lulus dari pelatihan
17
Pelatihan SVLK bersama MFP
pendamping atau fasilitator dan auditor. Selain dilakukan. Harapannya, industri yang sudah
itu, mereka juga memiliki pengalaman dalam siap dan punya komitmen nantinya akan
melakukan pendampingan dan audit internal. melakukan langkah-langkah lanjutan secara
Khusus berkaitan dengan pelatihan SVLK bagi mandiri ke arah SVLK.
UKM anggota Asmindo, ini merupakan yang
pertama. Sebelum ini Asmindo sempat meno- Tenaga pelatih dalam beberapa pelatihan
lak SVLK, dan baru kemudian menerima. Itu SVLK inilah hampir semuanya berasal dari
berlanjut dengan inisiatif Asmindo yang lembaga-lembaga yang selama ini merupakan
kemudian minta MFP memfasilitasi pelatihan. mitra lokal MFP. Di situ ada Teguh Yuwono
Hanya saja tak semua anggota Asmindo (dosen Fakultas Kehutanan UGM), Jajag
terakomodasi dalam pelatihan SVLK ini. Suryo Putro (pebisnis mebel di Yogyakarta),
dengan koordinasi oleh Irfan Bakhtiar (salah
Untuk memfasilitasi industri anggota Asmindo satu fasilitator dari MFP). Kapasitas Teguh
agar siap mengadopsi SVLK, Asmindo dan Yuwono jelas, yakni sebagai dosen Fakultas
MFP sepakat bahwa kegiatan ini bukan ajang Kehutanan UGM, sesuai dengan syarat –syarat
sosialisasi, melainkan penyiapan industri pelatih. Akan halnya Jajag dan Irfan hadir
menuju SVLK. Tujuannya adalah agar industri dengan kapasitas sebagai pendukung. Jajag
mengetahui seberapa jauh kekurangan atau diperlukan kehadirannya untuk memaparkan
kesiapan mereka untuk meraih SVLK. pengalaman empirisnya sebagai pelaku bisnis
Faktanya, memang masih banyak industri yang mebel (PT Jawa Furni Lestari).
belum paham dan belum tahu tentang SVLK.
Sementara itu, Irfan hadir sebagai narasumber
Pendekatan terhadap kondisi di kalangan untuk mendukung pemahaman para peserta
industri yang demikian itu dilakukan dalam seputar SVLK. Selain tiga nama tersebut, hadir
bentuk pelatihan, dan lebih spesifik lagi berupa pula Exwan Novianto dan Suryanto Sadiyo
coaching tentang SVLK, konsultasi intensif, sebagai fasilitator utama (lead trainer) pada saat
pemetaan masalah berikut tindakan yang proses pelatihan berlangsung. Kedua personal
jaringan Javlec ini telah banyak berkiprah
dalam bidang sertifikasi. Berpengalaman
panjang dalam mendampingi hutan rakyat dan
IKM perkayuan, serta mengantongi sertifikat
sebagai auditor sertifikasi Chain of Custody
(CoC) industri kayu dan pelatih Indepenent
Forest Monitoring (IFM), Exwan dan Suryo
merupakan dua dari sedikit pelatih yang sangat
menguasai substansi dan kodisi lapangan
dalam implementasi SVLK, terutama bagi
UM Hutan Rakyat dan IKM perkayuan.
18
Pelatihan SVLK bersama MFP
19
Pelatihan SVLK bersama MFP
dengan lebih dari 750 anggota dan dengan APIK mulai merapikan administrasi internal
pendampingan dari JAUH, telah pula para anggotanya serta menata proses produksi,
mengantongi Sertifikat Forest Stewardship sesuai dengan syarat-syarat (verifier) SVLK.
Council (FSC). Langkah yang ditempuh APIK mencakup
rencana memasukkan unit kelola hutan milik
Pada saat ini SCF dan sejumlah LSM lokal dan para petani ke dalam keanggotaan asosiasi.
petani hutan melakukan pendampingan di tiga Tujuannya, untuk menjamin bahwa seluruh
kabupaten— Muna (200 petani jati), Luwu kayu bahan baku yang digunakan industri ker-
(51 petani), dan Bulukumba (200 lebih ajinan dan industri mebel di Buleleng legal.
petani). Kini SCF tengah memfasilitasi inven-
tarisasi potensi pohon di ketiga kabupaten Penambahan jumlah personel dalam pelatihan
tersebut. Sementara itu, Een Nuraeni (Bogor, SVLK bagi IKM anggota Asmindo tak hanya
Jawa Barat) adalah personel MFP yang selama terjadi pada pelatih. Jumlah narasumber juga
ini giat dalam program untuk mendorong dan ditingkatkan. Irfan Bakhtiar tak hanya
memfasilitasi para pengrajin dan industri kecil memainkan peran sebagai kordinator yang
mebel di Kabupaten Buleleng (Bali) yang memaksa dia selalu berkomunikasi dan beker-
berhimpun dalam Asosiasi Pengrajin Industri jasama dengan Komda Asmindo di enam kota.
Kecil (APIK). Komunikasi antara Irfan dengan Komda
Asmindo di enam kota dimaksudkan untuk
Pada saat ini pendampingan MFP terhadap memastikan beberapa hal berkaitan dengan
APIK kian intensif seiring dengan rencana pelatihan. Itu terutama berkaitan dengan tem-
asosiasi tersebut untuk mengejar target men- pat pelatihan yang representatif ( biasanya di
dapatkan SVLK sekitar 2013. Sejak awal 2012, ruang pertemuan atau convention hall di hotel
atau di restoran), serta jumlah peserta yang
sudah pasti berimplikasi pada anggaran.
Narasumber Pelatihan
Dalam pelatihan SVLK bagi industri anggota
Asmindo di enam kota tersebut Irfan tak
sekadar berperan sebagai koordinator. Ia bebe-
rapa kali juga menjadi narasumber, terutama
untuk menjelaskan tentang latar belakang
SVLK, tentang latar belakang serta tujuan
pelatihan, dan juga tentang kapasitas MFP
dalam pelatihan tersebut. Selain Irfan, pelatih-
an SVLK bagi industri anggota Asmindo juga
melibatkan sejumlah narasumber lain, baik
yang permanen maupun yang insidental.
20
Pelatihan SVLK bersama MFP
21
Pelatihan SVLK bersama MFP
tentang situasi dan dinamika yang terjadi pada Jepara, Semarang, Denpasar) serta Dinas
saat pelaksanaan pelatihan. Hasil telaah dan Perdagangan (Denpasar).
pengamatan lantas ia jadikan bahan diskusi
dengan para pelatih, dengan tujuan agar ada Narasumber permanen lain juga datang dari
perbaikan sehingga pelatihan dapat mencapai Asmindo pusat (Dewan Pengurus Pusat,
hasil optimal. DPP), yakni Ketut Alit Wisnawa. Di DPP
Asmindo, Alit memang memegang peran
Sedangkan narasumber dari MFP yang hadir sebagai pengurus yang khusus menangani
insidental di saat pelatihan adalah Achmad Edi sosialisasi SVLK internal di kalangan industri
Nugroho (di Surakarta) dan Diah Raharjo (di yang menjadi anggota Asmindo. Ia ikut hadir
Jepara dan Denpasar). Sebagai figur yang dan menjadi narasumber dalam pelatihan
memegang peran sentral di MFP, Achmad Edi SVLK oleh MFP bagi industri anggota
Nugroho dan Diah Raharjo hadir di pelatihan Asmindo di enam kota, kecuali Jepara.
lebih untuk memberikan dukungan moral dan
politik. Ini terutama ketika pada pelatihan Dari Asmindo, masih ada juga narasumber lain
tersebut terdapat sesi pertemuan sampingan untuk pelatihan SVLK ini, yakni pimpinan
(side event), baik resmi maupun tak resmi, yang Komda setempat. Mereka itu antara lain Yuli
melibatkan pimpinan institusi, seperti Sugianto (Komda Yogyakarta), David R
Asmindo (baik Asmindo pusat maupun Wijaya (Komda Solo Raya), Akhmad Fauzi
Komda) dan kantor Pemerintah Daerah— (Komda Jepara), Anggoro Ratmodiputro
biasanya Dinas Kehutanan dan Perkebunan (di (Komda Semarang), dan Pitoyo (Komda
Denpasar). Satu-satunya Komda Asmindo
yang ketuanya tak bisa hadir ke pelatihan
adalah Surabaya, dan diwakilkan.
22
Pelatihan SVLK bersama MFP
23
Pelatihan SVLK bersama MFP
Meskipun di dalam workplan hanya direncanakan untuk melaksanakan pelatihan dan pendampingan
atau asistensi kepada delapan unit IKM, realitas pelaksanaan SVLK membutuhkan yang lebih besar.
Jumlah industri kecil menengah, terutama mebel dan kerajinan begitu besar, dan pengrajin kecil
yang tergantung pada sektor ini begitu banyak, terutama di daerah – daerah sentra furnitur dan
kerajinan yang bertujuan ekspor.
Di sisi lain, kewajiban untuk mengimplementasikan SVLK sepenuhnya pada Januari 2014 di sektor
ini terlihat cukup berat jika dilihat dengan tingkat kemampuan dan pengetahuan di kalangan IKM.
Karena itu, dirasa perlu untuk memberikan perhatian lebih kepada IKM dalam upaya peningkatan
kapasitas ini. Meskipun demikian, sumberdaya yang dimiliki oleh MFP tak memungkinkan untuk
melakukan latih damping secara intensif terhadap semua IKM yang ada. Oleh karena itu, kegiatan
ini didesain sebagai pelatihan dan asistensi awal kepada IKM yang direkomendasikan oleh Asmindo.
Target
Dari dua tujuan besar tersebut ada beberapa target yang hendak dicapai melalui pelatihan ini:
a. Meningkatnya pemahaman dan kesiapan kelompok usaha kecil dan menengah tentang SVLK,
yang meliputi konteks, kriteria indikator yang harus dipenuhi, dan strategi implementasi di
lapangan,
b. Tersusunnya gap analisis dan rencana tindak lanjut penyiapan implementasi SVLK bagi masing–
masing industri peserta,
c. Adanya komitmen dari pelaku industri berbahan baku kayu menuju sertifikasi legalitas kayu,
d. Tersusunnya rencana untuk mengimplementasikan SVLK secara penuh dan menyebarluaskan
pengetahuan tentang implementasi SVLK oleh peserta pelatihan kepada para pelaku usaha yang
lain melalui asosiasi yang ada
e. Adanya dokumentasi tentang desain dan pelaksanaan pelatihan IKM yang dilaksanakan.
Strategi
Sedangkan strategi dalam pelatihan ini meliputi beberapa langkah:
1. Memberikan pemahaman kepada peserta lewat materi pada hari pertama
2. Kemudian pada hari kedua peserta melakukan praktik untuk melakukan assessment terhadap
industrinya dengan output berupa data gap analysis yang terjadi pada industri,
24
Pelatihan SVLK bersama MFP
3. Dan pada hari ketiga dilakukan konsultasi dengan metode clinical coach, yang menempatkan
tiap peserta di-clinic oleh dua hingga tiga pelatih.
1. Latar belakang pentingnya IKM, khususnya mebel dan kerajinan, untuk melaksanakan SVLK dan
VPA, serta kerangka dasar kerja sama antara MFP dengan Asosiasi seperti Asmindo dan APKJ.
2. Proses perjalanan fasilitasi MFP pada IKM. Bagian ini menggambarkan perjalanan dalam mem-
fasilitasi IKM dari 2010 sampai dengan 2011, dengan berbagai pelajaran yang didapatkan. Kajian
laporan program, interview dokumentator dengan fasilitator MFP (Irfan Bakhtiar), technical
assistance (Een Nuraeini), dan mitra (Anton Sanjaya, Suryanto Sadiyo, Sudarwan, Exwan Novianto,
Jajak Suryo Putro) menjadi bahan bagi penulis untuk menyusun pembelajaran fasilitasi. Beberapa
fasilitasi MFP dan mitra yang akan dikembangkan dalam dokumentasi ini antara lain:
v Fasilitasi Asosiasi Pengrajin Industri Kecil (APIK) Buleleng
v Dukungan audit kepada Jawa Furni Lestari
v Fasilitasi industri kecil menengah di Sulawesi oleh SCF
v Fasilitasi industri kecil menengah di Yogyakarta, Surakarta, dan Jepara oleh Javlec.
3. Gambaran tentang kluster industri yang dipilih dan nilai strategisnya bagi industri kayu, khususnya
mebel, di Indonesia. Di dalam bagian ini juga akan ditampilkan profil industri yang terpilih di
masing – masing klaster (daerah).
4. Kurikulum, silabus, modul, dan bahan ajar yang digunakan selama pelatihan. Kurikulum dan
bahan– bahan pelatihan akan ditampilkan dalam buku ini sebagai bahan tutorial kontemporer
yang komunikatif dan bisa dikembangkan (replicable). Dengan demikian, aktivitas pelatihan ini
dapat direplikasi oleh asosiasi atau pihak terkait lain untuk melaksanakan pelatihan sejenis.
5. Catatan–catatan penting dari diskusi yang berkembang dalam proses pelatihan, baik di kelas
maupun di lapangan.
6. Sintesis hasi pelatihan yang merupakan rangkuman dari diskusi rencana tindak lanjut pada hari
terakhir dengan pemilik industri dan pegurus asosiasi.
7. Lessons learned kegiatan pelatihan bersama Asmindo. Bagian ini merupakan bagian yang penting
dalam dokumentasi ini. Bagian ini merupakan hasil refleksi bersama semua pihak yang terlibat,
baik tim MFP, tim pelatih, ataupun Asmindo sebagai rekan kerja dari tim ini. Pembelajaran dari
seri pelatihan ini diharapkan menjadi bekal dan landasan ke depan bagi intervensi MFP II ataupun
program–program yang lain.
Dalam rangka penyusunan dokumen lessons learned ini, penulis menyertai proses pelatihan di tiap
kota. Selain untuk menangkap substansi pelatihan dan lessons learned yang didapatkan secara
langsung, keikutsertaan seorang penulis dalam seri pelatihan ini juga untuk mendokumentasikan
profil – profil menarik dari IKM – IKM yang terpilih di tiap lokasi dan sekaligus dapat intens berinteraksi
dengan tim trainer, MFP, dan para mitra untuk melakukan penggalian informasi terkait.
Dengan demikian, pada akhir program MFP II, telah dihasilkan dokumentasi fasilitasi (capacity
building) MFP kepada industri secara lengkap dan komprehensif.
25
Kurikulum,
Mendorong Interaksi
antara Peserta
dengan Pelatih
“
Persiapan kurikulum di Yogyakarta
berlangsung sehari di Hotel Jambuluwuk
pada Senin, 9 April 2012.
26
Bab
Kick-off pelatihan SVLK di Yogyakarta, tiga hari menyusul persiapan materi dan kurikulum.
27
Pelatihan SVLK bersama MFP
28
Pelatihan SVLK bersama MFP
Analisis situasi merupakan langkah untuk terapkan dalam pelatihan bagi industri anggota
melihat seperti apa kondisi industri anggota Asmindo, mereka sepakat memodifikasi
Asmindo yang bakal mereka hadapi dalam kurikulum yang sebelumnya mereka pernah
pelatihan nanti. Dari analisis itu kemudian laksanakan dalam pelatihan bagi pendamping
muncul pelatihan macam apa yang dibutuh- IKM/UKM. Pertimbangannya, topik bahasan
kan oleh industri. Pada tahap tersebut kemu- kedua pelatihan ini memiliki kesamaan, yakni
dian kegiatan bangun kurikulum. Untuk tentang SVLK.
membangun kurikulum yang akan mereka
29
Pelatihan SVLK bersama MFP
1 Konteks SVLK Konteks sertifikasi kehutan-an dan SVLK 4 Peserta mampu: In-class
1) Menjelaskan kembali sertifikasi hutan dalam konteks
industri kehutanan dan perdagangan, dan
2) Mendiskusikan secara spesifik IKM di Indonesia.
2 Teknik dasar Fasilitasi Inti Menguasai prinsip-prinsip fasilitasi kelompok 2 Peserta mampu memahami dasar-dasar fasilitasi, misi fasili- In-class
tator multipihak, dan tindak fasilitasi.
Memahami langkah dasar fasilitasi kelompok 2 Peserta mampu mendeskripsikan kembali berbagai In-class
pengalaman yang menyangkut langkah dasar fasilitasi
kelompok secara sistematis.
3 Merancang fasi litasi/pen- Pemetaan parapihak 4 Peserta mampu mengenali aktor-aktor kunci pada In-class
dam-pingan IKM pendampingan SVLK, mengidentifikasi preferensi awal para
pihak, dan memperoleh keberterimaan para pihak untuk pro-
gram pendampingan SVLK.
Identifikasi kebutuhan pendampingan di IKM 4 Peserta mampu mengidentifikasi isu dan akar masalah pener- In-class
apan SVLK pada pihak-pihak yang dilayani, serta kapasitas
yang ada untuk penerapan SVLK.
4 Melaksanakan Fasilitasi/Pen- Menguasai teknik pendampingan lapangan 8 Peserta mampu: Praktek Lapangan
dampingan IKM 1) Menguasai teknik pendampingan kelompok IKM untuk
penyiapan penerapan VLK.
5 Monitoring dan Evaluasi Mengkaji ulang hasil-hasil fasilitasi/pen- 6 Setelah mengikuti pelajaran ini, peserta kompeten dalam Evaluasi Bersama
dampingan mengkaji ulang fasilitasi/ pendampingan yang meliputi
kegiatan : Menjelaskan pedoman, teknik dan metode, analisa,
dan kriteria evaluasi keterampilan fasilitasi dalam evaluasi
hasil-hasil pelaksanaan simulasi.
Total 48
30
Pelatihan SVLK bersama MFP
Agus Setyarso mengajak para pelatih mencoba berbasis masalah) sebagai berikut:
untuk melihat persoalan industri kecil dan
mikro secara utuh. Mereka melakukan itu Dalam pertemuan di Hotel Jambuluwuk
untuk menemukan logika kurikulum dan tersebut mereka juga menyepakati untuk
silabus yang bisa dibangun agar nyambung memberi kesempatan kepada industri untuk
dengan kenyataan yang ada di kalangan mengirimkan dua wakilnya ke pelatihan. Dua
industri. Dalam sesi ini seluruh pelatih ikut
terlibat untuk memberikan masukan. Ini
misalnya ketika ada usulan agar pelatihan
SVLK bagi industri anggota Asmindo ini
wakil dari industri tersebut terdiri dari seorang
personel level manajemen atau pembuat
keputusan (decision maker, DM), dan seorang
lagi dari level staf. Dan atas dasar keterwakilan
“
Dalam melakukan
presentasi, para pelatih
memasukkan unsur metode pendampingan dua tingkatan dalam industri ini pula, panitia (trainer) dalam sesi training
(coaching). Sisi positif metode coaching adalah memasukan agenda kelas terpisah bagi kedua di kelas di hari pertama
adanya peluang bagi para peserta nantinya ikut kelompok itu. Artinya, dalam kurikulum yang diwanti-wanti menampilkan
terlibat (partisipasi) aktif. Dengan begitu, mereka susun di Hotel Jambuwuluk pada saat slide sesedikit mungkin, dan
suasana pelatihan nantinya bisa terjalin itu ada satu sesi dalam pelatihan di hari sebaliknya didorong untuk
komunikasi timbal-balik antara pelatih atau pertama yang menempatkan dua kelompok memancing interaksi
pendamping dengan peserta. wakil dari industri tadi mengikuti kelas dengan peserta semaksimal
terpisah pada saat yang sama. mungkin. Selain itu, para
Dalam persiapan kurikulum di Hotel Jambu- pelatih juga disarankan
luwuk tersebut para pelatih sepakat untuk Panitia memisah kelas kedua kelompok wakil untuk mencermati latar
menyusun informasi dasar tentang karakter tadi atas dasar kapasitas mereka di dalam belakang para peserta.
peserta sebagai bekal awal bagi para pelatih. Di industri. Karena berbeda kapasitas, maka
situ mereka menempatkan industri kecil dalam materi, pelaksanaan (pendekatan), dan target
menengah peserta pelatuhan tersebut pada pelatihan bagi mereka pun dibuat bebeda,
kategori dengan beberapa karakter (analisis sesuai dengan jenis pekerjaaan dan tingkat
situasi pada IKM dan analisis kebutuhan tangungjawab mereka di industri.
Untuk peserta dari kelompok pembuat keputusan, panitia pelatihan menyiapkan pendekatan
dan target dalam analisis kebutuhan berbasis kompetensi sebagai berikut:
Dan berikut ini analisis kebutuhan berbasis kompetensi untuk kelompok peserta dari
tingkat staf:
1. Melakukan gap analysis pada industri masing-masing dengan mengacu pada
verifier SVLK
2. Mengidentifikasi titik-titik kritis VLK di industri (dengan metode penyampaian kasus)
3. Menyusun format administrasi dan tata-usaha kayu (TUK) di internal industri
(tagging, tabulasi, dan data manajemen)
4. Melatih anak buah untuk menerapkan TUK internal.
31
Alur Pelatihan SVLK Industri Anggota Asmindo oleh MFP
1. Registrasi
3. Pleno, pemaparan tentang SVLK oleh narasumber dari MFP dan Asmindo (Pusat dan Komda), dipandu fasilitator dari salah satu
pelatih, disusul dengan sesi tanyajawab.
32
di Yogyakarta, Surakarta, Jepara, Semarang, Surabaya, dan Denpasar
April-Mei 2012
4. Share learning oleh pelaku industri yang berhasil ber-VLK, 5. Kelas terpisah pararel bagi dua kelompok peserta
disusul dengan sesi tanya-jawab (manajemen dan staf), juga oleh dua narasumber berbeda
dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) tingkat
provinsi atau dari Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan
Produksi (BPPHP), Direktorat Jenderal Bina Produksi
Kehutanan, Kementerian Kehutanan RI
6. Pengumuman nama-nama pelatih (coach) dan nama-nama industri (klien) yang akan dikunjungi dalam pelatihan hari
kedua, satu coach melakukan coaching clinic terhadap dua atau tiga klien. Panitia tak mengunjungi industri yang wakilnya kabur
dari pelatihan atau tak mengikuti sampai selesai pelatihan di hari petama.
33
Hari 2 Field Coaching
1. Para coach berangkat dari hotel tempat menginap— 2. Kunjungan dilakukan dengan menggunakan mobil rental
langsung menuju dua atau tiga industri, sesuai jadwal yang setempat— satu coach satu mobil— yang diorganisasikan
telah disusun. oleh petugas Komda Asmindo setempat pula.
3. Kunjungan coach ke industri bertujuan melihat kondisi riil bagaimana klien sanggup mempersiapakan surat-surat legalitas,
apakah sudah sanggup memahami pemaparan tentang SVLK dengan berbagai implikasinya pada sesi training di hari pertama.
34
Hari 3 Coaching Clinic
35
Pelatihan SVLK bersama MFP
Kedua Gap assessment pada industry • Pelaksanaan (pagi) Coach melakukan kunjungan
• Coaching (siang) ke industri, satu coach
Pelatihan berlangsung dalam • Revisi (jika perlu) menangani dua industri.
format coaching di industri • Pelaporan oleh peserta
Ketiga Coaching clinic Perbaikan tertib administrasi dan TUK oleh industri. • Empat klien ditangani oleh
dua coach.
Pelatihan berlangsung dalam • Pelaksanaannya masing-
format coaching di kelas) masing industri, yang dalam
pelatihan ini diwakili oleh
dua orang peserta,
ditangani oleh dua orang
coach.
Tugas coach:
Observasi dan memberi saran Coach harus menjaga jarak dengan klien.
36
Pelatihan SVLK bersama MFP
Lampiran Evaluasi
Pelatihan SVLK Anggota Asmindo oleh MFP
I. Penyelenggaraan pelatihan:
A. Tempat/venue pelaksanaan dan fasilitas pertemuan:
cukup baik sangat baik
B. Kualitas makanan dan servis:
cukup baik sangat baik
C. Ketersedian materi/bahan presentasi
kurang standar sangat baik
D. Persiapan Panitia/penyelenggara:
cukup baik sangat baik
Komentar tambahan:
Komentar tambahan:
III. Tindak Lanjut yang Dibutuhkan untuk Anggota Asmindo yang Berminat SVLK:
Pelatihan tambahan untuk persiapan dokumen/sistem, termasuk kunjungan ke perusahaan yang
sudah SVLK (khususnya pola kemitraan/sub kontrak)
Pendampingan untuk pra-asesment
Kemungkinan untuk group certification
Pembentukan koperasi/KSU untuk penyedian bahan kayu bersertifikasi SVLK melalui
“warung/terminal kayu”
Tambahan lain-lain:
37
Pelatihan
SVLK-Asmindo
di Yogyakarta
38
Bab
Yogyakarta menjadi tuan rumah pertama pelatih an SVLK bagi industri anggota Asmindo.
39
Pelatihan SVLK bersama MFP
Peserta Pelatihan SVLK bagi Industri Anggota Asmindo Komda Yogyakarta, 12-14 April 2012
No Industri Nama Alamat
1 CV Kwas Laily Jl Imogiri Barat Km 17 Bungas Jetis, Bantul
Prawesti
6 Koperasi Serba Usaha (KSU) Noor Hasanah Jl Imogiri Barat Km 4,5 No. 163 A Yogyakarta
Apikri Ahmadi
13 PT Aunika Java Art Daniel Philippe Bulak Nyamplung, Dusun Bibis, Kelurahan Timbulharjp. Kecamawan Sewon, Bantul
Dessibourg
Hestin
Widiyanurti
Y
ogyakarta menjadi tuan rumah pertama pelatihan SVLK bagi industri anggota Asmindo.
Pelatihan berlangsung dari Kamis (12 April) hinga Sabtu (14 April 2012). Acara ini berlangsung
di Hotel Bintang Fajar (Bifa), di kawasan Umbulharjo, tenggara Yogyakarta. Semua hotel besar
dan menengah di kawasan tengah kota full booked karena kebetulan pada hari-hari itu sedang
ramai event di Yogyakarta.
Ada enam pelatih ambil bagian dalam pelatihan di Yogyakarta. Mereka antara lain Exwan
Novianto, Sudarwan, Panji Anom, Een Nuraeni, dan Setyowati. Selain tenaga pelatih, hadir pula
sejumlah narasumber. Salah satu narasumber adalah Ketut Alit Wisnawa (DPP Asmindo). Di
samping sebagai anggota DPP Asmindo, Alit adalah pengusaha dan eksportir kerajinan dan
mebel kayu di Denpasar (Bali).
Narasumber lain dalam pelatihan SVLK-Asmindo di Yogyakarta adalah Irfan Bakhtiar. Masih
dari MFP, hadir pula Arbi Valentinus dan Agus Djailani. Namun Arbi hanya bisa mengikuti sesi
pembukaan, karena ada tugas mendadak di Jakarta. Agus Djailani, dengan keahlian di bidang
UKM/IKM, hadir sebagai pendukung teknis dan fasilitator di beberapa sesi.
40
Pelatihan SVLK bersama MFP
Jadwal Pelatihan SVLK bagi Industri Anggota Asmindo Komda Yogyakarta, 12-14 April 2012
No Acara Waktu Trainer/Narasumber Fasilitator
Hari ke-1
1 Registrasi Peserta 08.00 – 08.30 Panitia
2 Pembukaan 08.30 – 09.00 l MFP: Irfan Bakhtiar
l Komda Asmindo Yogyakarta: Yuli
3 Bina Suasana Pelatihan 09.00 – 09.30 Suryanto Sadiyo (Arupa) Ekswan
4 Coffee Break 09.30 – 09.45 Novianto
5 Materi: Pemahaman SVLK 09.45 – 11.30 l Ketut Alit Wisnawa Agus PD (Kelas pleno)
Materi: Manfaat dan biaya l Jajag Suryo Putro Kelas pleno)
Sertifikasi VLK
6 Istirahat 11.30 – 13.00
7 Materi: SOP PUHH 13.00 – 14.30 1. Tri Mulyadi (Dishutbun DIY) TBD (kelas paralel)
Dokumen PUHH 2. Riyanta (Dishutbun DIY)
8 Materi: Verifier kritis pada VLK Industri 14.00 – 15.30 1. Suryanto Sadiyo TBD (kelas paralel)
2. Exwan Novianto
9 Istirahat 15.30 – 15.45
10 Materi: Pengalaman penerapan 15.45 – 17.00 Sudarwan TBD
VLK Industri Imanuel Andy S (RAPI Furniture)
11 ISHOMA 17.00 -19.00
12 Materi: Persiapan coaching pada industri 19.00 – 20.30 Tim pelatiih TBD
13 Pembagian kelompok
dan penyiapan praktek lapangan 20.30 – 21.00 Leader: Suryanto
Hari ke-1
Hari ke-1
“
Seluruh peserta datang dari beberapa wilayah kabupaten dan kota yang ada di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), seperti Bantul, Sleman, Kulon Progo, dan Kota
Yogyakarta.
41
Pelatihan SVLK bersama MFP
edianya direktur program MFP II, Diah Semua wilayah tersebut relatif dekat dengan
42
Pelatihan SVLK bersama MFP
43
Pelatihan SVLK bersama MFP
teknis. Itu mulai dari paparan tentang pelatih- produk-produk dibuat dari bahan baku kayu
an yang akan berlangsung tiga hari, dengan legal dan diproduksi melalui proses teknis dan
teknik kombinasi antara pelatihan di kelas di administrasi yang mentaati hukum pula.
hari pertama dan di lapangan di hari kedua dan Dengan sertifikat SVLK, produk akhir bisa
ketiga berturutan. Pelatih juga menyampaikan dilacak asal-usul bahan bakunya dan dirunut
pada peserta bahwa pelatihan di dalam kelas di ke belakang proses produksinya.
hari pertama akan mencakup sesi terpisah
antara peserta dari tingkat pembuat keputusan Beberapa pertanyaan bermunculan dari para
dengan karyawan. Untuk keperluan itu, peserta terhadap pengalaman Jajag mengurus
pelatih bertanya kepada para peserta untuk SVLK untuk perusahannya. Secara umum
meyakinkan bahwa perusahaan mereka benar- pertanyaan para peserta lebih mengarah pada
benar mengirimkan dua wakil sesuai undang- hubungan antara SVLK dengan peluang mem-
an. Sebagian perusahaan memang mengiriman perluas pasar. Ringkasnya, peserta ingin tahu,
dua wakinya dari tingat pembuat keputusan apakah SVLK serta-merta menjamin perusa-
dan karyawan. Tapi ternyata ada juga industri haan punya kesempatan untuk mengem-
yang hanya mengirimkan satu wakil. bangkan pasar. Mereka juga ingin tahu apakah
SVLK juga dengan sendirinya akan membuat
Dalam istilah para pelatih, pendekatan ini perusahaan dapat memperoleh harga yang
mereka sebut sebagai agenda “Bangun lebih baik.
Suasana”. Ini adalah agenda yang disampaikan
oleh pelatih untuk menciptakan suasana dan Terhadap pertanyaan tersebut, Jajag men-
“
penyesuaian untuk mengantarkan peserta jelaskan bahwa SVLK tak otomatis membuat
masuk ke dalam kegiatan pelatihan yang lebih perusahaan dapat seketika memperluas pasar
rinci, lebih teknis, dan sudah pasti lebih rumit. ataupun membuat harga premium. SVLK,
Dengan sertifikat kata Jajag, dapat menjadi alat perusahaan
SVLK, produk Masih di sesi awal di hari pertama, pelatihan untuk menciptakan pasar premium.
akhir bisa dilacak juga menampilkan narasumber dari kalangan.
asalusul bahan Ia adalah Jajag Suryo Putro. Ia adalah nakoda Kelas paralel
bakunya dan PT Jawa Furni Lestari, Yogyakarta, sebuah Sampai di situ, peserta masih mengikuti
dirunut ke industri yang memperoduksi dan mengekspor pelatihan di kelas bersama. Artinya, para
belakang proses mebel yang sudah mendapatkan serfifikasi peserta dari tingkat pembuatan keputusan dan
produksinya. SVLK. Sebagai perusahaan sekelas IKM/ staf masih mendapatkan materi yang sama dari
UKM, PT Jawa Furni Lestari termasuk pionir. narasumber yang sama pula. Baru kemudian
Perusahaan ini mendapatkan sertifikat SVLK menyusul dua kelas pararel yang berlangsung
dengan fasilitasi MFP. bersamaan untuk para peserta dari kedua
tingkat tersebut.
Dalam presentasinya, Jajag menyampaikan
materi berupa perjalanan perusahaannya Secara umum, kedua kelas sebenarnya sama-
meraih SVLK. Penyelenggara berharap, testi- sama belajar tentang penatausahaan hasil hutan
moni Jajag akan memberi dorongan semangat (PUHH). Dan karena begitu banyaknya aspek
bagi peserta pelatihan. Jajag membeberkan yang terkandung dalam PUHH, panitia mem-
motivasi perusahaannya mendapatkan SVLK, bagi materi tersebut ke dalam dua kelas sesuai
kendati sudah memiliki beberapa sertifikat dengan kapasitas dan strata para peserta
lain. Menurut Jajag, perusahaannya perlu pelatihan di dalam industri. Secara agak rinci,
memiliki SVLK untuk menciptakan pasar pelatihan tentang PUHH ini banyak mengu-
premium. Yakni pasar ekspor yang menuntut pas standard operation procedures (SOP) dan
44
beberapa dokumen penting yang harus ada buat gap analysis pada industri masing-masing Materi SVLK. Narasumber Ketut Alit
untuk menyertai PUHH. dengan mengacu pada verifier SVLK. Kedua, Wisnawa menjelaskan seputar SVLK.
agar peserta mampu mengidentifikasi titik-titik
Kelas untuk peserta dari tingkat pembuat kritis VLK di industri mereka masing-masing.
keputusan fokus pada materi yang diarahkan Pelatih menyampaikan materi ini dengan
untuk mencapai empat tujuan. Pertama, agar mengajak peserta berdiskusi tentang kasus-
peserta nantinya mampu menyelesaikan kasus yang mereka alami selama ini. Ketiga,
kewajiban SVLK dengan sederhana dan tegas. agar peserta mampu menyusun format admi-
Kedua, agar peserta mampu menyampaikan nistrasi dan tata-usaha kayu (TUK) di internal
informasi dengan jelas tentang berbagai hal industri, misalnya untuk melakukan tagging,
yang mereka peroleh selama pelatihan— tabulasi, dan data manajemen. Keempat, agar
terutama tentang manfaat dan biaya SVLK— peserta sanggup melatih dan mengajari para
jelas kepada pemilik perusahaan di tempat pekerja anak buahnya untuk menerapkan
mereka bekerja. Ketiga, agar peserta mampu TUK internal.
menyusun rencana penyiapan VLK bagi
perusahaannya. Keempat, agar peserta mampu Sedianya, sesi pelatihan kelas pararel masing-
mengorganisasikan perubahan manajemen di masing dipandu oleh dua narasumber dari
perusahaan masing-masing sebagai upaya Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishut-
untuk mendapatkan VLK. bun) DIY. Tapi dalam pelatihan tersebut,
hanya satu petugas Dishutbun yang hadir—
Sementara itu, kelas pararel untuk peserta dari Tri Mulyadi— dan mengantarkan materi
kalangan staf pun juga diarahkan untuk tujuan pelatihan untuk kelas pembuat keputusan.
yang sama, hanya saja lebih pada jenis-jenis Sedangkan kelas staf, pelatihan yang sedianya
pekerjaan teknis, bukan manajerial. Pertama, menghadirkan narasumber Riyanta dari
agar peserta mampu menemukan dan mem- Dishutbun DIY diambil alih oleh tim pelatih
45
Pelatihan SVLK bersama MFP
yang disediakan MFP sejak awal— Suryanto verifier kritis dalam perusahaannya. Lebih
Sadiyo yang dibantu Exwan Novianto dan khusus lagi, pemahaman ini akan membantu
Sudarwan. peserta mengisi formulir verifier kritis.
46
terlalu larut, sekitar jam 20.00 WIB. Bagi
peserta yang tak hadir dengan alasan menarik
diri, panitia pelatihan tak memasukkan dalam
daftar untuk didampingi. Sedangkan bagi dua
lagi peserta yang tak hadir karena alasan kelu-
arga, panitia masih memberi toleransi dan
mengirim pelatih ke industri mereka untuk
melakukan pendampingan keesokan harinya.
Irfan Bakhtiar. Narasumber dari MFP
Dalam kesempatan itu, pelatih membagikan pelatihan berupa kunjungan langsung oleh memaparkan perjalanan SVLK.
formulir soft copy “Verifier Kritis” kepada pendamping ke masing-masing industri
seluruh peserta. Formulir ini akan menjadi tempat para peserta pelatihan bekerja.
bahan bagi para pelatih untuk melakukan Pendamping di situ tak lain adalah para
analisis kesenjangan gap assessment yang terjadi pelatih. Hanya karena peran pendamping agak
di tiap industri. Dari analisis kesenjangan berbeda dari pelatih, maka para pelatih dalam
inilah para pelatih nantinya dapat menakar sesi pendampingan ini disebut sebagai
seberapa besar kemungkinan industri yang pendamping.
bersangkutan sanggup melaksanakan SVLK
dalam waktu yang tersisa. Dengan pengumuman pembagian tersebut,
tiap wakil industri bisa mengetahui siapa
Sebenarnya pendampingan ini merupakan pendamping yang akan mendatangi perusa-
lanjutan dari proses pelatihan secara haan mereka esok hari. Begitu sebaliknya,
keseluruhan. Hanya saja pada awalnya, pendamping pun mengetahui perusahaan
pendampingan sedianya dibuat berbeda dari mana saja yang akan mereka kunjungi besok.
teknik pelatihan. Dalam pelatihan (training), Setelah saling mengetahui, mereka pun
pelatih (trainer) melakukan intervensi langsung berkumpul, antara pendamping dan para wakil
terhadap peserta pelatihan. industri yang hendak dikunjungi. Kedua pihak
berkoordinasi untuk menyepakati beberapa hal
Tapi dalam pendampingan (coaching), para penting: mencatat nomer telepon, mencatat
pendamping (coach) hanya mengamati hasil lokasi perusahaan, denah atau peta lokasi, serta
kerja para peserta dalam mengisi formulir waktu kunjungan.
verifier kritis tadi. Pendamping tak dibenarkan
membantu peserta mengisi formulir tersebut. Pendampingan ke Industri
Pasalnya, panitia akan menjadikan mampu Hari kedua pelatihan SVLK bagi indusri
atau tidaknya peserta dalam mengisi formulir anggota Asmindo berupa kunjungan ke
tersebut merupakan indikator sebagai perusahaan tempat para peserta bekerja. Di sini
kemapuan mereka dalam memahami materi para pendamping selama seharian penuh
pelatihan di kelas selama hari pertama. mengunjungi dua atau tiga perusahaan. Di
Ringkasnya, panitia ingin menjadikan proses Yogyakarta, jarak perusahaan-perusahaan tak
pendampingan ini seolah sebagai simulasi terlalu jauh. Mereka tersebar di Kabupaten
proses audit terhadap industri yang hendak Sleman, Bantul, dan Kota Yogyakarta saja.
ber-VLK. Di situ, auditor tak dibenarkan
membantu industri yang menjadi kliennya Untuk menjangkau lokasi perusahaan, para
mengisi formulir verifier kritis. pendamping menggunakan mobil sewaan
yang difasilitasi panitia. Semuanya mobil lokal
Secara teknis, pendampingan (adalah proses Yogyakarta, sehingga pengemudi bisa dengan
47
Pelatihan SVLK bersama MFP
“
hendak dikunjungi. Kebanyakan pelatih di tersebut.
Yogyakarta adalah warga setempat. Sekalipun
begitu, mereka tetap berkumpul dulu di hotel Peserta belum paham
Tanpa tempat pemusatan pelatihan. Temuan selama proses kunjungan di perusa-
kesanggupan haan menunjukkan bahwa sebagian besar
berkomunikasi, Jam kunjungan paling awal sekitar jam 09.00 peserta belum paham mengisi formulis verifier
peserta tak akan WIB. Ini sengaja dibuat tak bersamana dengan kritis. Artinya, mereka juga belum sepenuhnya
sanggup mengisi jam mulai bekerja sekitar jam 07.00 atau jam menangkap materi pelatihan di dalam kelas
formulir verifier 07.30 WIB. Pertimbangannya, para peserta selama sehari di hari pertama.
kritis. pelatihan memerlukan waktu untuk mem-
berikan penjelasan kepada atasan mereka di Pada saat pendamping datang di perusahaan,
kantor beberapa hal tentang pelatihan pada mereka mendapat formulir masih kosong.
kemarin hari. Ini misalnya, kepada atasannya Ketika pendamping bertanya perihal masih
atau pemilik perusahaan, peserta harus bisa kosongnya formulir, yang seharusnya sudah
mengkomunikasikan apa tujuan pelatihan. diisi pada saat pendamping datang, peserta
pelatihan mengatakan bahwa mereka belum
Tanpa kesanggupan berkomunikasi, peserta sanggup menerapkan materi pelatihan dengan
tak akan sanggup mengisi formulir verifier praktek mengisi formulir.
kritis. Sebab di situ ia harus mencatat beberapa
dokumen legal perizinan perusahaan. Dan Peserta bahkan belum mampu mengidenti-
untuk mengetahui berbagai dokumen tersebut fikasi dokumen-dokumen yang dimaksud
ia mau tak mau harus berhubungan dengan dalam formulir dengan dokumen-dokumen
pimpinan perusahaan atau petugas lain yang yang ada pada perusahaan tenpat mereka
bekerja. Masih kosongnya formulir juga karena
memang perusahaan tak memiliki atau tak
menjalankan prosedur standar operasi (SOP)
internal, lazimnya sebuah perusahaan yang
baik dan benar. Ini umpamanya, tampak
dengan tiadanya surat kontrak ataupun nota
pembelian bahan baku oleh perusahaan dari
para supplier.
48
Pelatihan SVLK bersama MFP
49
Pelatihan SVLK bersama MFP
50
Profil PT Jawa Furni Lestari
PT Jawa Furni Lestari adalah salah satu dari sedikit perusa-
haan yang telah ber-SVLK. Perusahaan yang sebagian besar
produknya untuk pasar ekspor yang berbasis di Yogyakarta
ini membuktikan bahwa SVLK tak serta merta membebani,
sekalipun juga tak berarti SVLK membuat harga produk
menjadi premium. Jajag Suryo Putro, salah satu pimpinan
perusahaan, memandang SVLK sebagai investasi untuk
memposisikan produknya di pasar premium.
51
Pelatihan SVLK bersama MFP
52
Pelatihan SVLK bersama MFP
“
masing. Tujuannya, untuk memperdalam kami tetap melakukan promosi melalui
pengetahuan mereka sesuai bidang tugas- pameran, situs web, dan blog.” kata Jajag.
nya. Itu mereka lakukan, baik melalui infor-
masi di internet serta membangun jaringan Di situs web dan blog, Jajag mempro- Riset
dan diskusi dengan berbagai komunitas. Sis- mosikan produknya dengan cara menyapa menjadi kunci
tem ini masih didukung dengan berbagai calon pelanggan untuk berdiskusi sebagai pengembangan
pelatihan peningkatan kapasitas SDM. pancingan. Kepada sebuah chain store yang perusahaan.
kebetulan punya visi sama dengannya ia Untuk tujuan itu,
Untuk urusan manajemen dan tim kreatif, akan menanyakan apakah memerlukan PT Jawa Furni
perusahaan sejak 2007 menerapkan pola koleksi. Ketika pemilik chain store butuh Lestari punya tim
rekrutmen berdasarkan standar SDM yang produk kerajinan dan mebel, Jajag pun riset.
menurut mereka benar. Perusahaan tak lantas membuatkan modelnya. “Model
memfokuskan seorang personel pada satu pertama mungkin kurang pas, tapi kami tak
jenis pekerjaan saja. Tiap personel harus siap berhenti. Tim kreatif kami justru terus mem-
dipindahtugaskan ke divisi apa pun, buatkan penyempurnaannya, sampai terjadi
sehinggga mereka dapat mengembangkan transaksi.
dirinya. Tiap enam bulan pimpinan perusa-
haan mengevaluasi performa para karya- Mereka punya target usia 45-50 harus sudah
wan untuk menentukan posisi mereka di pensiun. Baru dari situ mereka akan aktuali-
tahun berikutnya. “Kami tak mengenal sasi. Tapi untuk aktualisasi butuh modal,
pembagian senioritas. Kami member- perlu dana. Modal yang mereka cari itu
lakukan kebijakan bahwa anak buah tak berasal dari usaha mereka sekarang. l
boleh lebih bodoh dari kami. Ini supaya
konsep kami tercapai.
53
Pelatihan SVLK bersama MFP
54
Pelatihan SVLK bersama MFP
Segera setelah pelatihan di Yogyakarta usai, para pelatih dan sebagian narasum-
ber berkumpul untuk membuat evaluasi pelaksanaan peltihan. Secara ringkas,
evaluasi atas pelaksnaan pelatihan di Yogyakarta dapat dipaparkan sebagai
berikut:
Yuli Sugianto. 4. Pembagian kelas (kelas paralel) ternyata diskusinya sama saja, tak seperti yang
kita ilustrasikan di awal. Ke depan, di Solo meskipun tetap kelas paralel,
program konkret, pendampingan sampai materinya sama.
nanti audit masih banyak yang bingung.
Apakah ada hambatan untuk 5. Ternyata metode coaching yang menuntut coach agar memegang etika tak
memulai SVLK di kalangan boleh mengajari klien tak bisa dilakukan. Ini karena memang peserta masih
industri? rendah pengetahuannya. Faktanya coach masih harus sedikit melakukan
Industri memang sempat bingung melihat intervensi mengajari klien dan memberitahu kekurangan-kekurangannya. l
SVLK. Kami bertanya-tanya, ada apa lagi
ini. Ada banyak pertanyaan lain. Misalnya,
SVLK ini keharusan atau bukan, berapa
biayanya. Jika kami sudah punya SVLK
terus bagaimana. Jika ternyata kami sudah
megantongi CoC atau VLO bagaimana?
Bagaimana dengan industri kecil.
Pertanyaan seperti itu sering muncul.
55
Pelatihan SVLK-
Asmindo Komda
Solo Raya
56
Bab
57
Pelatihan SVLK bersama MFP
Peserta : 11 industri dan Asmindo Komda Solo Raya dan satu dari Kediri.
No Industri Nama Alamat
1 Nuansa Kayu Lutfi Kawasan Industri Kalijambe, Sragen
Pembukaan
P elatihan di Surakarta menyertakan industri
anggota Asmindo setempat. Di Surakarta,
asosiasi ini bermana Asmindo Komda Solo
Furniture dari Kediri (Jawa Timur). Secara
geografis, Kediri sebenarnya lebih dekat ke
Surabaya, kota kelima tempat diselenggarakan-
Raya. Pelatihan untuk Komda Solo Raya nya pelatihan. Hadirnya Dallas, menurut Irfan
berlangsung di Hotel Novotel. Pelatihan ini Bakhtiar, karena si pemilik punya sejumlah
melibatkan komposisi pelatih yang sama persis perusahaan lain dan ingin mengikutkan dua di
dengan pelatihan sebelumnya di Yogyakarta. antaranya ke pelatihan ini.
Sedangkan narasumber terjadi perubahan. Urutan acaranya pun pada umumnya sama.
DPP Asmindo, yang mengirimkan wakilnya Pembukaan berlangsung dengan penjelasan
Ketut Alit Wisnawa di Yogyakarta, kali ini oleh panitia yang juga pelatih, pengenalan
mengirimkan wakilnya Adi Dharma Santoso. seluruh hadirin, berlanjut dengan penjelasan
Dari MFP, hadir Ahmad Edi Nugroho, selain tentang seluruh agenda pelatihan salama tiga
juga Irfan Bakhtiar, Agus Djailani, dan Agus hari. Panitia juga menjelaskan agenda pelatihan
Setyarso. Sedangkan narasumber dari Asmindo di hari pertama. Itu mulai dari pembukaan,
Komda Solo Raya hadir sang ketua, David R rasionalitas SVLK oleh narasumber, kelas
Wijaya. Narasumber lain dari BP2HP Wilayah paralel bagi kelompok pemegang keputusan
VIII Surabaya, Tony Riyanto dan Budi dan staf tentang PUHH, ulasan tentang veri-
Kurniyadi, yang khusus menyampaikan materi fikasi titik kritis VLK, pengalaman penerapan
tentang PUHH. VLK dari audit internal perusahaan, berbagi
pengalaman oleh pelaku usaha yang sudah
Peserta pelatihan pada umumnya merupakan mendapatan SVLK, dan persiapan coaching
anggota Asmindo Komda Solo Raya. Hanya clinic untuk mencari temuan gap assessment di
saja, ada satu peserta yang mewakili sebuah industri esok harinya.
industri mebel dari luar Surakarta, yakni Dallas
58
Pendaftaran Peserta. Suasana
pendaftaran para peserta pelatihan
Ada satu hal yang menjadi perhatian panitia, Perhatian lebih oleh panitia terhadap persoalan SVLK di Surakarta.
yakni tentang pemahaman para peserta tersebut cukup beralasan karena tak semua
mengenai mekanisme dan prosedur pelatihan. peserta memiliki kecakapan dalam meng-
Terutama tentang pengiriman dua wakil dari komunikasikan informasi kepada pemilik
tiap industri, harus dari personel yang menem- perusahaan. Prosedur ini sekaligus juga untuk
pati posisi sebagai pembuat keputusan dan satu menguji seberapa intens hubungan atau komu-
lagi dari kalangan staf. Hal lain yang mendapat nikasi di antara para personel para perusahaan
perhatian tim pelatih adalah mengenai pelatih- yang berdangkutan.
an di hari kedua berupa coaching clinic. Ini
adalah kunjungan langsung oleh pelatih ke Tapi prosedur standar pelatihan tersebut tak
perusahaan yang merupakan tempat kerja berlaku bagi dua peserta yang mewakili Dallas,
masing-masing peserta pelatihan. sebuah perusahaan mebel asal Kediri. Mereka
mendapat perlakuan khusus. Mengingat jarak
Untuk itu, Irfan Bakhtiar, yang juga berperan yang cukup jauh dan waktu tempuh lama bagi
sebagai koordinator seluruh rangkaian pelatih- mereka untuk bolak-balik Surakarta-Kediri,
an, wanti-wanti tentang mekanisme tersebut. panitia mengusulkan pada kedua peserta tadi
Ia berpesan agar peserta yang hadir di hari per- agar minta perusahaannya mengirim doku-
tama latihan itu secakap mungkin menyam- men-dokumen soft copy melalui E-mail. Selan-
paikan informasi kepada para pimpinan jutnya, mereka akan mendapat pendampingan
perusahaan mereka di kantor bahwa esok hari di hari kedua di hotel tempat pelatihan, tanpa
pendamping pelatihan akan datang ke perusa- kunjunan langsung ke Kediri. l
haan untuk melakukan pendampingan. Tepat-
nya, mendampingi peserta pelatihan dari
perusahaan terebut dalam mencari temuan
direct gap assessment.
59
Pelatihan SVLK bersama MFP
Presentasi Narasumber
Ahmad Edi Nugroho
A hmad Edi Nugroho memulai dengan
penjelasan tentang sosialisasi SVLK.
Menurutnya selama ini telah berlangsung
tary Partnership Agreement (FLEGT-VPA).
Pasal 4 Ayat 1 timber regulation UE melarang
hadirnya kayu ilegal di pasar Eropa. Sedangkan
beberapa langkah untuk mensosialisasikan Ayat 2 menyebutkan bahwa para pelaku bisnis
SVLK. Ini terutama untuk meningkatkan pra perkayuan harus melakukan due diligence
kesiapan industri perkayuan ke arah SVLK. Ini (betul-betul memeriksa keabsahan legalitas
karena pasar kayu dunia berubah drastis, mulai produk kayunya). Peraturan tadi berlaku mulai
dengan timber reulation nomer 995 Oktober Maret 2013 untuk semua jenis produk yang
2010 di negara-negara anggota Uni Eropa mengandung unsur kayu.
(UE). Timber regulation ini mewajibkan pasar
di Eropa hanya menerima impor produk kayu Sebagai sebuah non-tarrif barrier, FLEGT-VPA
yang legal mulai pada Maret 2013. akan mengecualikan produk-produk kayu
impor dari negara yang menandatangani
Edi menjelaskan bahwa timber regulation kini FLEGT-VPA. Produk kayu dari negara-negara
telah menjadi non-tariff barrier perdagangan di yang menandatangan FLEGT-VPA tak perlu
Eropa. Dan bukan cuma produk kayu yang melakukan due diligent. Dan Indonesia ter-
menjadi sasaran, melainkan juga produk per- masuk salah satu dari lima negara yang ikut
tanian dan perikanan. Untuk produk ke- menandatangani FLEGT-VPA dengan UE.
hutanan, non-tariff barrier berupa Forest Law Mereka adalah Ghana, Kamerun, Gabon,
Enforcement, Governance and Trade-Volun- Republik Afrika Tengah. Hanya saja kelanjutan
FLEGT –VPA di keempat negera tersebut
mentok di tengah jalan.
60
Kelas Pelatihan. Hari pertama pelatihan
menggunakan SVLK sebagai sistem verifikasi Australia. Pasalnya UE bukan satu-satunya SVLK berlangsung di dalam kelas.
falam FLEGT-VPA tadi. Artinya, kedua pihak kawasan yang menerapkan standar legalitas
sudah menyelesaikan administrasi masing- produk. Pemerintah Jepang, AS, dan Australia
masing untuk mengadopsi SVLK. Dan untuk pun memiliki kebijakan yang menuntut
memastikan nasib SVLK, kedua pihak juga importir harus bertangungjawab atas legalitas
mulai membenahi persiapan masing-msing. kayu.
UE mengurus persetujuan pelaksanaan SVLK
dari 27 negara anggotanya. Pada saat yang Pada intinya, kata Edi, tren perdagangan kayu
sama, Pemerintah RI juga perlu meratifikasi dunia berubah drastis. Dan dengan SVLK, di
SVLK. Jika “pekerjaan rumah” kedua pihak situ ada peluang. Jika industri mebel Indonesia
tersebut tuntas, SVLK segera berlaku penuh. bisa memanfaatkan peluang ini, kredibiitas
ekspor produk kayu Indonesia bisa terangkat,
Menurut Edi, sebagai sebuah sertifikasi, pendapatan dari ekspor juga bisa ikut naik.
penyusunan SVLK telah melalui proses multi-
pihak di Tanah Air. Beberapa langkah dalam MFP sendiri ikut andil dalam proses untuk
proses penyusunan SVLK termasuk mencari mendorong VPA dan juga SVLK sebagai
definisi legal serta indikatornya. Selama instrumen ekspor ke Eropa. MFP meyakinkan
penyusunan, proses tersebut menyertakan para industri tentang tren bisnis kayu global
pakar untuk membicarakan bagaimana sistem belakangan ini. MFP menggelar roadshow,
ini nantinya bekerja. memproduksi dan menyebarkan brosur,
menyelenggarakan pelatihan. MFP memahami
Dari situ tampak SVLK tak hanya kredibel di keadaan industri mebel di Tanah Air yang
mata Indonesia tapi juga UE. Padahal selama masih memerlukan pendampingan khusus
ini UE paling rewel dan paling sulit ditembus dalam memahami perlunya langkah untuk
sertifikasinya. Dengan keberhasilan mencapai memenuhi syarat-syarat legalitas. Sekalipun itu
kesepakatan aspek legalitas kayu dengan UE, berupa legalitas usaha yang paling mendasar,
selanjutnya bisa melebar ke negara-negara lain, seperti dokumen SIUP, TDP, TDI, dan
seperti Jepang, Amerika Serikat (AS), dan NPWP. l
61
Pelatihan SVLK bersama MFP
62
Pelatihan SVLK bersama MFP
Rasionalisasi SVLK
Prolog oleh Agus P Djailani
A gus Djailani sebagai moderator, memberi
pengantar tentang maraknya illegal logging
di Indonesia yang terjadi segera setelah masa
itu belum ada sertifikasi wajib atas produk hasil
hutan.
krisis keuangan dan krisis politik di Tanah Air Baru belakangan Pemerintah RI mengambil
pada 1998. Pada saat itu Indonesia mendapat langkah tegas untuk meberlakukan sertifikasi
tekanan Dana Moneter Internasional (IMF) wajib atas produk-produk kayu. Sertifikasi
untuk membuka ekspor logging. Itu memicu wajib bagi produk berbahan kayu juga
maraknya illegal logging yang terus terjadi dirasakan pihak UKM, untuk menyesuaikan
hingga 2002 dan mengakibatkan hutan kritis. diri dengan tuntutan para konsumen, terutama
di luar negeri. Menurut Agus P Djailani,
Maraknya illegal logging sampai membuat sertifikasi wajib bagi produk berbahan baku
masyarakat internasional mencap Indonesia kayu harusnya sudah diberlakukan sejak masa
sebagai pengekspor produk kayu ilegal. Dan krisis itu, ketika illegal logging mulai menapak
stigmatisasi itu masih terus melekat hingga saat naik drastis. l
ini. Yang membuat keadaan parah, pada saat
63
Pelatihan SVLK bersama MFP
“
SVLK merupakan
program multi-
dorong program yang menyatakan bahwa
produk-produk mebel Indonesia diproduksi
dari bahan baku kayu legal.
pihak. Selain Pemerintah RI punya itikad serius untuk Sebagai instrumen wajib untuk menekan illegal
industri, di situ memastikan produk-rpoduk mebel Indonesia logging, SVLK juga memberi kesempatan bagi
juga ada bebe- diproduksi dari bahan baku kayu legal, Peme- Indonesia untuk menaikkan daya saing produk
rapa kementerian rintah RI membuat kesepakatan dengan mebelnya di pasar global. Sejauh ini, Indonesia
serta lembaga negara-negara yang tergabung dalam Masya- merupakan negara kelima yang menanda-
Pemerintah, rakat Eropa (European Union, EU). Pada tangani VPA. Bahkan untuk Asia, Indonesia
terutama lembaga awalnya, kesepakatan tersebut masih bersifat adalah yang terdepan dalam memberikan
penegakan sukarela (voluntary partnership agreement, VPA). komitmennya terhahap upaya menekan illegal
Perjanjian ini menyebutkan bahwa produk- logging. Vietnam, ailand, Malaysia belum
hukum (POLRI),
produk mebel Indonesia diproduksi dari bahan sampai pada tahap itu.
yang ikut menen- baku kayu legal yang ditebang dari hutan
tukan berhasilnya lestari, yakni hutan yang dikelola SVLK pula. Bahkan Malaysia masih menolak member-
penerapan SVLK. lakukan VPA. Ini karena Malaysia ikut
Dari sekadar sukarela, VPA kini menjadi wajib. memetik keuntungan dari praktek illegal log-
Pemerintah RI dan EU sudah menandatangani ging. Hampir semua kayu dan produk berba-
VPA tersebut, sehingga status VPA yang han baku kayu yang diperdagangkan oleh
tadinya sukarela berubah menjadi wajib. Dan Malaysia adalah hasil illegal logging di hutan-
itu terwujud dalam SVLK. Di tahap awal, hutan Indonesia dan dibawa masuk ke
SVLK masih terbatas efektif untuk ekspor ke Malaysia melalui cara yang tak legal pula—
Eropa. Namun dalam aktu dekat, SVLK juga penyelundupan.
akan berlaku melebar dalam hubungan dagang
dengan Jepang, Amerika Serikat (AS), dan Dari presentasi tentang latar belakang
Australia. Asmindo mendukung SVLK tersebut, Adi
64
Pelatihan SVLK bersama MFP
Dharma lantas memaparkan berbagai hal basisnya di dalam negeri dan sanggup
tentang organisasi Asmindo serta langkahnya memainkan peran sebagai tuan rumah di
dalam mendorong SVLK. Pada intinya, ia negeri sendiri. Jika mekanisme berlangsung
menggarisbahwai bahwa SVLK merupakan konsisten, itu memberikan harapan bagi indus-
program multipihak. Selain industri, di situ tri mebel di Tanah Air dalam jangka panjang.
juga ada beberapa kementerian serta lembaga
Pemerintah RI lain, terutama lembaga pene- Harapan lain juga disampaikan Asmindo
gakan hukum (POLRI), yang ikut menentu- kepada Kementerian Perdagangan. Ini khusus-
kan berhasilnya penerapan SVLK sesuai yang nya untuk merevisi peraturan tentang keten-
diharapkan. tuan ekspor produk kehutanan yang berkaitan
dengan masa pemberlakuan SVLK pada Maret
Dari kalangan kementerian, SVLK memer- 2013. Tujuannya, agar industri tak sampai ter-
lukan dukungan kebijakan dari Kementerian sandera oleh peraturan tersebut sehingga ter-
Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri, Ke- ancam tak dapat melakukan ekspor sampai
menterian Keuangan, Kementerian Luar batas waktu mulai berlakunya SVLK nanti.
Negeri, Kementerian Perindustrian, Kemente-
rian Perdagangan, Kementerian Lingkungan Kepada Kementerian Luar Negeri, Asmindo
Hidup, Kementerian Koperasi, Kementerian berharap agar selalu mengawal ratifikasi per-
Tenaga Kerja, dan Badan Perencanaan Pem- janjian kerjasama dengan negara-negara tujuan
bangunan Nasional (BAPPENAS). Dari Ke- ekspor. Ini merupakan perimbangan dari
menterian Kehutanan, umpamanya, Asmindo komitmen parapihak di dalam negeri untuk
berharap agar memberi kemudahan penyedia- mendorong pelaksanaan SVLK, dengan para-
an bahan baku kayu dari hutan lestari. pihak di luar negeri yang seharusnya juga
memberi kepastian akan terbitnya regulasi
Pada beberapa kementerian lain, Asmindo yang memaksa semua produk yang masuk
mengharapkan kemudahan sistem perizinan di harus diproduksi dengan legal pula.
berbagai tingkat pemerintahan— pusat,
provinsi, kabupaten, dan kota. Ini karena Harapan lain juga Asmindo alamatkan pada
SVLK tak hanya menuntut legalitas bahan Kementerian Keuangan. Ini berupa kemudah-
baku kayu dan proses produksi, juga legalitas an dan transparansi tata-laksana ekspor pro-
perusahaan. Dalam hal ini, legalitas perusahaan duk-produk yang ber-VLK oleh Kantor Bea
menyangkut kepemilikan berbagai izin usaha dan Cukai. Selain kemudahan dan transparansi Wakil Asmindo. Adi Dharma Santoso
seperti Tanda Daftar Industri (TDI), Tanda di kalangan Bea dan Cukai, Asmindo juga mewakili DPP Asmindo untuk urusan
SVLK.
Daftar Perusahaan (TDP), Surat Izin Usaha berharap ada pembenahan pada sistem ekspor
Perdagangan (SIUP), Eksportir Terdaftar Pro- dalam harmonisasi prosedur dan dokumen.
duk Industri Kehutanan (ETPIK), Upaya Pen- Dengan demikian tak perlu terjadi lagi perusa-
gelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya haan gagal mengekspor produknya lantaran
Pemantauan Lingkungan (UPL), Analisis sistem dokumen— seperti FAKB, FAKO,
Mengenai Dampak Lingkungan. TDI, SKAU, nota, ETPIK, endorsement-- yang
tumpang-tindih dan saling kontradiktif.
Kepada BAPPENAS, Asmindo mengharapkan Menurut Adi Dharma, akan sangat ideal jika
terbitnya kebijakan yang mendorong lembaga- pelaksanaan ekspor berlangsung dalam sistem
lembaga Pemerintah untuk menggunakan Indonesian National Single Window (INSW)
perangkat kantor dari mebel produksi dalam untuk memastikan adanya harmonisasi dan
negeri dari bahan baku kayu ber-VLK. Dengan sinkronisasi prosedur dan dokumen. l
begitu, industri kayu berpeluang memperkuat
65
Pelatihan SVLK bersama MFP
Irfan Bakhtiar
S ebetulnya paparan oleh Irfan Bahtiar sudah
disinggung Ahmad Edi Nugroho dan Adi
Dharma Santoso. Sebenarnya Irfan Bakhtiar
MFP melihat firnitur merupakan komoditas
yang strategis dalam neraca perdagangan global
Indonesia ke Eropa. Akan menjadi pukulan
berharap ada penyampaian materi rasionalitas telak bagi industri mebel Tanah Air jika Eropa
SVLK dari Kementerian Kehutanan. Tapi sam- menggembok pintu impor dari Indonesia
pai mendekati saat pelatihan, tak kunjung ada hanya karena produk-produk dari Indonesia
konfirmasi dari Kementerian Kehutanan. dibuat dari bahan baku ilegal.
Akhirnya MFP dan tim pelatih sepakat
menyusun sendiri materi rasionalitas SVLK Dari situ kemudian terbangun kontak antara
dalam pelatihan di Surakarta. MFP dengan Asmindo, dan itu berlanjut
dengan kesepakatan untuk bekerja bersama.
Irfan Bakhtiar mulai dengan garis besar bahwa Di situ MFP memberikan fasilitas untuk
tujuan SVLK adalah untuk mendorong mempercepat pelaksanaan SVLK di Tanah Air
produk hasil hutan Tanah Air agar tetap melalui berbagai cara sosialisasi. Indikator dari
sanggup menembus pasar global. Ini karena keberhasilan kerjasama antara MFP dan
pemerintah beberapa negara tujuan ekspor, Asmindo ini adalah pelaksanaan SVLK
khususnya di Eropa, sudah menerapkan non- menjadi lebih cepat. Ini mengingat timber
tariff barrier terhadap produk-roduk mebel regulation sudah disepakati dan dilaksanakan
dari bahan baku kayu. Mereka mengambil antara Pemerintah RI dengan Uni Eropa (UE).
kebijakan ini sebabagi respons mereka
terhadap riuh-rendahnya isu illegal logging, Pada tahap ini, ada harapan bahwa negara-ne-
kerusakan lingkungan, yang sudah mengalami gara yang tergabung dalam UE juga konsisten.
multiplikasi dengan isu-isu lain. Negara-negara Sebagai sebuah kesepakatan, timber regulation
tersebut menempuh non-tariff barrier karena tak hanya harus menekan Indonesia, tapi juga
kebijakan tariff barrier tak lagi dibernarkan UE agar memiliki komitmen. Untuk itu MFP
oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). merasa perlu untuk ikut mengawal pelak-
sanaan timber regulation oleh negara-negara
Kebijakan non-tariff barrier oleh beberapa Eropa melalui pemantauan pasar (market mon-
negara Eropa ini tak hanya untuk produk itoring) di sana. MFP akan memastikan jangan
kayu. Informasi dari Kementerian Luar Negeri sampai UE membiarkan masuk kayu dan
RI menyebutkan bahwa pihaknya juga tengah produk kayu ilegal. Salah satunya kayu dari
Irfan Bakhtiar. Membuat mudah menegosiasikan soal produk perikanan dan Malaysia yang sebenarnya hampir semua,
pemahaman tentang SVLK kepada
peserta pelatihan.
pertanian di sana. Ini berarti bahwa kebijakan terutama kayu merbau, hasil selundupan dari
non-tariff barrier mulai menguat. Khusus hutan di pulau-pulau di Nusantara. Jika ter-
untuk produk kayu, ada Forest Law Enfor- nyata ada negara Eropa anggota UE yang
cement, Governance and Trade (FLEGT)-VPA mengingkari SVLK, Indonesia bisa membawa
yang sudah berlaku di sejumlah negara Eropa, masalah ini ke peradilan internasional.
seperti Belgia, Prancis, dan Jerman. Bahkan
sejak beberapa tahun silam Norwegia sudah Untuk memverifikasi legalitas produk, ada
menyatakan menutup pintu bagi impor kayu- mekanisme due diligent regulation. Ini merupa-
layu kayu tropis. kan langkah untuk mengecek legalitas produk,
dari mulai lokasi pemanenan kayu sampai
Sekilas, volume komoditas ekpor Indonesia ke pelabuhan ekspor, termasuk proses produksi di
Eropa hanya 17%. Tapi dari 17% tersebut industri. Proses ini akan berlangsung bertele-
lebih dari 50% itu berupa produk furnitur. Itu tele dan memakan waktu, dengan peluang
angka yang sangat besar. Itu pula mengapa yang menganga akan terjadinya kesalahan.
66
Interaksi Pelatih-Peserta. Pemahaman
Namun prosedur due diligent regulation ini bisa lain di dalam negeri, yakni perbaikan tata tentang SVLK melalui pendekatan
dihindari berkat ditandatanganinya VPA antara kelola hutan dan industri berbahan baku kayu. personal.
Indonesia dengan UE. Penandatanganan VPA Dalam soal tata kelola hutan, ternyata banyak
ini mengisyaratkan adanya komitmen bahwa pemanfatan hutan produksi yang tak lestari.
produk kayu Indonesia mengikuti standar lega- Di situ terjadi penebangan yang melebihi
litas kayu, dan bersertifikat. Dengan sertifikat kuota (overcutting), penebangan di luar blok,
ini, produk kayu Indonesia mendapatkan dan konflik dengan masyarakat di sekitar
lampu hijau ntuk masuk ke Eropa tanpa harus hutan. Banyak sertifikasi pengelolan hutan
melalui due diligent regulation yang berliku. lestari mandatory yang dikembangkan Ke-
menterian Kehutanan yang ternyata belum
Atas dasar pertimbangan itulah MFP men- menjamin kelestarian. Dari situlah muncul
dorong telaksananaya penandatanganan VPA alasan untuk mendorong SVLK.
bilateral antara Indonesia dengan UE. Yang
lebih membanggakan, standar legalitas ini Persoalan lain juga tampak dari rendahnya
dibangun berdasar peraturan nasional RI pemahaman dan dipenuhinya ketentuan
sendiri. Dan selanjutnya, tata kelembagaan penatausanahaan hasil hutan dan dokumen
pengaturan legal assurance system ini merupa- pengangkutan. Itu, misalnya, dialami seorang
kan cikal bakal bagi SVLK. Dengan adanya pedagang kayu dari Palembang yang hendak
sistem legalitas yang dibuat sendiri oleh mengangkut kayu kopi ke Pulau Jawa. Baru
Pemerintah Indonesia, ini merupakan pang- sampai di Lampung, ia distop petugas. Yang
gung bagi Indonesia untuk mengangkat pamor menggelikan, baik si petugas dan penjual kayu
di tengah masyarakat internasional. tersebut tak tahu persis dokumen apa yang
harus dilengkapi. Artinya, pengusaha di bidang
Selain market barrier sebagai rambu-rambu produk berbasis kayu memang seharusnya
SVLK di negara tujuan ekspor, ada juga rambu paham dokumen berbagai jenis kayu.
67
Pelatihan SVLK bersama MFP
Dan itu sudah ada pada buku yang panduan lah perusahaan ekspor yang sudah mengirim
yang penerbitannya difasilitasi MFP. Buku barang ke luar negeri sekalipun belum
panduan tersebut juga membantu pengusaha memegang dokumen-dokumen perizinan. Ia
kayu membekali diri dengan pengetahuan menengarai, tak sedikit badan usaha yang
tentang jenis kayu dan dokumen apa saja yang berhubungan dengan konsumen umum eng-
diperlukan untuk menyertainya. Dengan gan mengurus izin dengan alasan biayanya
begitu, pengusaha kayu dapat membekali mahal. Pengusaha masih lebih nyaman
dirinya pada saat melakukan pengiriman kayu melakukan tawar-menawar dengan petugas,
dengan dokumen yang benar-benar sesuai. agar biaya dibuat murah.
Untuk memperkuat argumentasi, pedagang
kayu juga bisa menunjukkan daftar kayu dan Hal lain yang perlu mendapat perhatian dan
dokumennya kepada petugas di jalan, yang merupakan prakondisi menuju SVLK adalah
sudah hampir pasti juga belum paham. bahwa semua masyarakat dan petugas harus
sama-sama mematuhi peraturan Pemerintah.
Ia melanjutkan bahwa industri masih banyak Salah satu contoh adalah prosedur transportasi
yang kurang memperhatikan kelengkapan dan traksaksi kayu. Di situ, SKSKB ataupun
dokumen legalitas perizinan. Bagi pelaku usaha FAKO harus “dimatikan” oleh petugas P3KB.
Pendokumentasian Legalitas. Industri
perlu lebih disiplin menata dokumentasi di Indonesia yang penting usaha berjalan dulu, Tapi kenyataannya, ada daerah yang pasar
administrasi. izinnya belakangan. Ini juga dilakukan sejum- kayunya cukup ramai, tapi tak memiliki
68
Pelatihan SVLK bersama MFP
“
tindih dan mengakibatkan ekonomi biaya baga Verifikasi Legalitas Kayu. Dokumen V -
tinggi (korupsi). Untuk mengatasi itu, harus Legal adalah tanda yang dibubuhkan pada pro-
ada langkah ratifikasi legalitas kayu oleh indus- duk kayu atau kemasan yang menyatakan
tri perkayuan di Indonesia untuk menjamin bahwa kayu dan produk kayu telah memenuhi Pertanyaannya,
legal compliance. Prinsip legal berarti legal sum- standar VLK. Pada saat ini V Legal sedang setelah 2013
bernya, legal usahanya, legal sistem pro- dalam proses mendapatkan hak paten di Ke- industri belum
duksinya, termasuk legalitas dokumen kegiatan menterian Hukum dan Hak Asasi Manusia. juga bersertifikat
pendukungnya— soal lingkungan, misalnya. SVLK, apa tak
Dan itu bisa terakomodasi dalam SVLK. Di situ, industri yang sudah bersertifikat LK boleh ekspor?
akan mengajukan Dokumen V – Legal kepada
SVLK ditetapkan Pemerintah RI melalui Per- LVLK yang mensertfikasi. Sedangkan industri
aturan Menteri Kehutanan (Permenhut) P 38 yang belum bersertifikat LK akan menjalani
2009 juncto P 68 2011 tentang sistem penila- inspeksi untuk tiap kontainer yang diekspor
ian sistem hutan produksi. SVLK wajib bagi oleh LVLK yang terakreditasi. Yang sudah ada
industri primer dan terpadu pada Desember sekarang antara lain: BRIK, Sucofindo, TUV,
2012, setahun setelah diberlakukan aturan ini. Mutu Agung, MHI, Sarbi International, SGS
Bagi industri lanjutan termasuk mebel, SVLK Indonesia, Equality Indonesia, dan sedang
menjadi wajib dua tahun setelah diterbitkan- dalam proses Transtra Permada.
nya aturan ini, pada Desember 2013. Itu
diperkuat dengan peraturan Direktorat Pertanyaannya, setelah 2013 ternyata ada
Jenderal Bina Usaha Kehutanan, Kementerian industri yang belum juga bersertifikat SVLK,
Kehutanan. Ada juga penguatan dari peratuan apa tak boleh ekspor? Jawabnya ia boleh impor,
Kementerian Perdagangan yang sedang diubah yakni melalui inspeksi atas tiap invoice yang
dan sudah disepakati. jumlahnya puluhan lembar. Itu artinya tak
efisien. l
69
Pelatihan SVLK bersama MFP
Sesi Tanya-jawab
SVLK Buatan Asing atau
Asli Indonesia S esi tanya-jawab ini berlangsung setelah
agenda rasionalitas SVLK. Seorang peserta
pelatihan, Nugroho, menyatakan bahwa
dirinya sedikit sekali memahami persoalan
SVLK. Ia juga menyatakan belum paham
benar dengan penjelasan oleh sejumlah nara-
sumber dalam sesi rasionalitas yang baru saja
dia ikuti. Pemahaman dia tentang penjelasan
seputar rasionalitas SVLK hanya sekitar 22%.
Dan ia percaya hal yang sama dialami rekan-
rekanya sesama peserta pelatihan.
70
Pelatihan SVLK bersama MFP
71
Pelatihan SVLK bersama MFP
Tanpa SVLK, Indonesia akan negara pesaing bagi Indonesia— untuk begitu
Dilibas China dan Vietnam
saja mengkopi aturan-aturan dalam SVLK
Menghadapi persaingan dengan China dan yang sudah “siap saji” tadi. Artinya, China dan
Malaysia, Indonesia sebenarnya sudah sangat Vietnam mengakui kredibilitas SVLK dan
berbaik hati. Ini tampak dari jerih payah para- akan menggunakannya untuk mendapatkan
pihak di Indonesia dalam membangun SVLK. jalur hijau dalam ekspor ke Eropa. Pada
Itu mulai sejak 2001 ketika Indonesia meng- Desember 2012 Vietnam, umpamanya,
gagas SVLK. Gagasan itu kian intensif pada bersiap menandatangani FLEGT Lisence
2003, dengan puncaknya pada 2009 ketika dengan Eropa.
SVLK dikuatkan statusnya sebagai aturan
wajib melalui Permenhut. Belum berhenti di Sementara itu, para pelaku usaha kayu ekspor
itu, pada 2011 Pemerintah RI dan parapihak di Indonesia selama ini masih berkesan enggan
lain melakukan revsisi atas aturan tentang mengadopsi SVLK. Jika ini terus terjadi, China
SVLK tersebut. dan Vietnam kaan mendahului Indonesia
dalam menemukan jalan mudah ekspor ke
Dan ketika SVLK memiliki wujud yang sem- Eropa. Jalan panjang dan upaya keras para-
purna, datanglah wakil Pemerintah China dan pihak di Indonesia dalam membangun SVLK
Vietnam— yang sebenarnya merupakan akan sia-sia.
72
Pelatihan SVLK bersama MFP
Legal Identik dengan Halal Namun semua orang bisa saja bilang usahanya
Penjelasan Irfan Bakhtiar di atas diperkuat legal. Untuk melihat sebuah usaha legal, perlu
lebih lanjut dari narasumber lain dan sekaligus dibuktikan dengan melacak asal-usul bahan
pelatih bagi pelatih, Agus Setyarso. Baginya, baku yang legal, diproduksi dengan legal,
pelatihan di Surakarta adalah yang pertama ia melalui proses legal, diangkut dengan sistem
muncul. Agus Setyarso memulai dengan per- transportasi legal, dan dijual dengan cara legal
tanyaan apakah seseorang mengembangkan pula. Dan pada saat awal sistem legalitas ini
usaha atas dasar legal atau sekadar ingin laku. digulirkan sekitar 2001 hinga 2005, Indonesia
Agus Setyarso menganalogikan legalitas usaha memang merupakan belantara kegiatan usaha
sebagai sesuatu yang halal dalam agama. Dan ilegal.
itu, baik sesuatu yang legal atau halal, harusnya
menjadi pertimbangan dasar bagi orang Itu salah satunya tampak dari keengganan
melakukan usaha. sejumlah asosiasi. Kepada Menteri Kehutanan,
pada saat itu MS Kaban, Indonesian Sawmill
Para penggagas menyusun SVLK dengan niat and Woodworking Association (ISWA)
agar pengusaha mebel memiliki kehormatan. menyatakan keberatannya. Jika sistem veri-
Siapa pun yang memiliki usaha legal sudah fikasi legalitas ini berlaku, maka perusahaan
sepantasnya dihormati. Dan sebagai pemilik anggota ISWA bisa tinggal 50%. Beruntung
usaha yang legal, mereka ini harus mendapat MS Kaban jalan terus dengan sistem verifikasi
tempat terhormat, terpisah dari mereka yang legalitas tersebut, dan menjawab bahwa
usahanya tak legal. Dan yang lebih penting, dengan anggota yang tinggal 1% pun tak Usaha Legal. Narasumber Agus
Setyarso menekankan pentingnya
para pemilik usaha legal ini juga harus masalah asalkan legal. l usaha yang legal.
dilindungi.
73
SVLK Rasa Jepara
Ingin Mudah dan
Murah…
74
Bab
Warung Kayu. Timbunan kayu untuk dijual seperti ini banyak dijumpai di halaman rumah atau lahan kosong di tepi
jalan di Jepara.
75
Pelatihan SVLK bersama MFP
76
Pelatihan SVLK bersama MFP
Hari ke-1
Registrasi Peserta 08.00 – 08.30 Panitia
1 Pembukaan 08.30 – 09.00 • MFP
• Asmindo Komda Jepara
2 Bina suasana pelatihan 09.00 – 09.30 • Suryanto TBD
• Teguh Y
Istirahat 09.30 – 09.45
3 Materi 1 09.45 – 11.30 • Agus Setyarso Anton Sanjaya
Rasionalitas SVLK • Irfan Bahtiar (kelas pleno)
Hari ke-2
1 Gap assessment di industri masing - masing 08.30 – 12.00 Seluruh peserta Tim pelatih
Makan siang 12.00 – 13.00 mendampingi industri
2 Gap assessment di Industri masing – masing 13.00 – 17.00
3 Penyusunan laporan hasil study lapangan 19.30 – 22.00
(gap assessmnet)
Hari ke-3
“
Terminal kayu menurut pemikiran Agus Setyarso adalah sebuah sistem untuk
mengetahui dan mencatat masuknya kayu-kayu ke Jepara. Di terminal itu, kayu-kayu
dicatat akan ditujukan ke pedagang kayu, industri, atau pengrajin mana saja.
77
Pelatihan SVLK bersama MFP
78
Pelatihan SVLK bersama MFP
Pembukaan
P elatihan SVLK bagi industri mebel
berskala kecil dan menengah di Jepara
resminya berlangsung pada 27 hingga 29 April
pat menginap di Hotel Jepara Indah. Ini
karena pada saat yang sama beberapa ruang
pertemuan di hotel tersebut sudah lebih dulu
2012. Tapi MFP dan Asmindo Jepara telah dipesan pihak lain.
melakukan persiapan jauh sebelumnya. Pada
saat hari terakhir pelatihan di Surakarta, Irfan Persiapan juga belangsung di kalangan pelatih.
Bakhtiar lebih dulu menyempatkan diri Itu karena terjadi perubahan formasi pelatih
meluncur ke Jepara. Ia bertemu dengan bebe- dan narasumber. Een Nuraeni dan Agus P
rapa pengurus Asmindo Komda Jepara untuk Djailani dan yang dua kali mengikuti dua
menyiapkan berbagai hal. Itu terutama berkait- pelatihan awal di Yogyakarta dan Surakarta,
an dengan lokasi pelatihan, penginapan bagi terpaksa absen. Mereka mendapat tugas ke
pelatih, dan jumlah peserta. Serui, Papua. Sebagai ganti, muncul wajah
baru Teguh Yuwon (UGM, Yogyakarta) dan
Bahkan pada petang hari hinga menjelang Anton Sanjaya (SCF, Makassar). Karena
Hari-H pelatihan juga berlangsung pertemuan keduanya baru bergabung, MFP merasa perlu
antara pejabat Asmindo Komda Jepara, tim agar para pelatih lama yang bertahan, dengan
MFP, narasumber, dan pelatih. Mereka mem- dukungan Irfan Bakhtiar, melakukan briefing
bahas beberapa hal tentang titik berat per- terhadap Teguh Yuwono dan Anton Sanjaya.
soalan tata-niaga kayu mebel di Jepara, tentang
strategi pelatihan yang akan berlangsung esok Pemikiran tentang perlunya kedua pelatih yang
harinya, serta tentang SVLK sendiri. baru bergabung itu mendapatkan briefing
datang dari Agus Setyarso. Hal lain yang
Berbeda dari pelatihan di Yogyakarta dan berbeda pada pelatihan di Jepara dari dua
Surakarta yang tempat pelatihan dan pengi- pelatihan sebelumnya di Yogyakarta dan
napannya menyatu di satu hotel, pelatihan dan Surakarta adalah bahwa tak tampak sorang
penginapan di Jepara terpisah. Pelatihan pun perwakilan dari DPP Asmindo. l
berlangsung di Restoran Maribu, sedang tem-
79
Pelatihan SVLK bersama MFP
produk mebel. Dan menurutnya, sertifikasi Sebelum ini, industri masih bisa bertahan
terhadap produk hasil industri, temasuk kayu, dengan bahan baku dari kayu “OD” dengan
dari masa ke masa main banyak, termasuk diameter sekitar 10 sentimeter. Tapi sekarang
ISO. Dan itu semua merupakan beban bagi industri tak segan-segan menggunakan kayu
industri. “piton”, berdiameter tujuh sentimeter. Bahkan
karena begitu sulitnya mendapatkan bahan
Padahal, industri mebel dewasa ini meng- baku, tak sedikit industri di Jepara kini
hadapi kendala lebih banyak dibanding memanfaatkan ranting. Dengan kata lain,
dengan kondisi beberapa puluh tahun silam. rendemen kayu di kalangan industri di Jepara
Ia berkeseimpulan bahwa industri menghadapi bisa mencapai 70% hinga 80%.
persoalan yang terus bertambah, bukan ber-
kurang. Di masa lalu, industri tak mengalami Di tengah belitan beberapa persoalan yang
kesulitan mendapatkan bahan baku, akses menurutnya kian berat bagi industri, Akhmad
permodalan ke bank, pemasaran, serta opera- Fauzi mengakui bahwa industri tetap perlu
sional industri sendiri. Hasilnya pun berupa mengadopsi SVLK. Hanya saja, menurutnya
produk dengan mutu andal. Tapi dewasa ini masih ada beberapa pertanyaan yang membuat
suplai bahan baku tak semudah dulu. banyak pelaku industri gamang. Pertanyaan
itu antara lain adalah, jika industri benar
Akhmad Fauzi. Ketua Asmindo Komda Dampaknya, harga bahan baku berupa kayu mengadopsi SVLK, perlu dijawab bagaimana
Jepara di sela pelatihan SVLK. pun terkerek naik. Pada 2001, umpamanya, dampaknya terhadap pamasaran, akses modal,
menurut Akhmad Fauzi, harga bahan baku perpajakan. Dan dengan tersedianya waktu
berupa kayu gelondongan sekitar Rp 600 ribu yang tersisa, industri mulai sekarang perlu
per meter kubik. Sekarang, volume yang sama menentukan sikap apakah akan mengadopsi
harganya Rp 6 juta. Sementara harga baku SVLK atau tidak, dengan resiko dan keun-
meningkat, harga produk justru stagnan. Di tungan yang ada pada kedua pilihan tersebut.
samping kuantitas berkurang, harganya pun
tak terjangkau. Akhmad Fauzi juga mengaku paham bahwa
SVLK merupakan langkah untuk menyikapi
Selain ISO, sejak 2001 atau sekitar 10 tahun, isu global. Ini terutama menyangkut keharus-
industri sudah pernah dihadapkan pada syarat an industri ber-VLK, baik untuk kepentingan
verifikasi, pada saat itu bernama Eco-labeling. ekspor maupun untuk memenuhi pasar
Dan menurutnya, dari 2001 sampai sekarang domestik. Namun ia berharap SVLK yang
merupakan peraturan wajib Pemerintah ini
membuka ruang bagi kepentingan dan
kapasitas para pelaku industri lokal seperti di
Jepara. Ia ingin agar segala persyaratan dan at-
uran untuk mendapatkan SVLK mudah,
murah, dan sederhana bagi industri. Ia menye-
but SVLK yang demikian itu sebagai “SVLK
rasa Indonesia”. l
80
Pelatihan SVLK bersama MFP
“
penjelasan mengenai MFP kepada peserta verifikasi legalitas tak melulu menjadi per-
pelatihan. MFP adalah program kehutanan soalan di hulu, melainkan juga di hilir. Ia
multipihak melalui kerjasama Kementerian lantas memberi contoh tentang berbagai
Kehutanan RI dengan Pemerintah Inggris. kerumitan seputar legalitas kayu yang dihadapi MFP mendapati
MFP bertujuan memfasilitasi tata-kelola ke- sejumlah eksportir mebel dan kerajinan kayu bahwa verifikasi
hutanan. Salah satunya, sejak 2001 MFP ikut di Bali yang selama ini mendapat pendamping- legalitas tak
melakukan fasilitasi tentang SVLK. Sebagai an MFP. melulu menjadi
sebuah program multipihak, SVLK sejak awal persoalan di hulu,
melibatkan sejumlah parapihak, termasuk Bahkan verifikasi legalitas kayu kini tak lagi melainkan juga
DPP Asmindo. Serangkaian forum multipihak merupakan soal kehutanan, melainkan juga di hilir.
juga sudah berlangsung untuk membahas dan soal industri, perdagangan, dan bea-cukai. Di
mencari jalan keluar dari persoalan yang situlah tampak bahwa verifkasi legalitas, dalam
berkaitan dengan verifikasi. hal ini SVLK, tak hanya mengurusi proses di
hulu, melainkan juga hilir.
Satu hal yang mendapat perhatian Diah
Raharjo dalam sambutannya adalah hasil Itu juga berarti bahwa ketika terjadi perbaikan
pembicaraan antara tim MFP dengan atas kebijakan tentang verifikasi legalitas,
Asmindo Komda Jepara pada petang hari prosesnya juga menyangkut parapihak
sebelumnya. Salah satunya adalah tentang tersebut, dengan mengacu pada SVLK. Di situ
pendangan kalangan industri mebel di Jepara MFP memainkan peran sebagai mitra bagi
bahwa SVLK seharusnya mengarah pada beberapa pihak lainnya. Dan menurut Diah
berbagai persoalan di hulu dalam tata-niaga Raharjo, dari sejumlah pekerjaan, yang paling
mebel. Yang terjadi, masih menurut Asmindo berat untuk ditangani adalah peningkatan
Komda Jepara, SVLK pada saat itu juga kapasitas sejumlah pihak yang terkait dengan
merambah persoalan-persoalan di hilir. SVLK. Secara tak langsung, Diah Raharjo
81
Pelatihan SVLK bersama MFP
menyebutkan bahwa pelatihan yang sedang aturan SVLK dengan kenyataan di industri
berlangsung tersebut merupakan salah satu (gap assessment). Baik itu dalam soal legalitas
bentuk upaya peningkatan kapasitas parapihak bahan dan proses produksi seta pemasarannya,
agar lebih memahami SVLK. maupun legalitas administrasi perusahaan yang
berangkutan.
Mengadopsi SVLK merupakan langkah
penting bagi industri. Berbeda dari Eco-labeling Melanjutkan penjelasan dalam sambutannya,
yang sukarela, SVLK merupakan peraturan Diah Raharjo menyebutkan ada tiga hal yang
wajib. Lebih dari itu, SVLK merupakan sering ia temui di berbagai kesempatan sosiali-
peraturan produk Pemerintah RI sendiri, sasi, fasilitasi, maupun pelatihan SVLK seperti
bukan karena tekanan negara lain yang yang pada saat itu sedang berlangsung:
menuntut adanya verifikasi legalitas dengan 1. Selalu keluar pemikiran bahwa sebaiknya
berbagai indikator negara asing pula. Menurut sertifikasi ini mudah dan murah. Menurutnya,
Diah Raharjo, SVLK berangkat dari niat pemikiran itu bisa dibicarakan, terutama
Bangsa Indonesia untuk memperbaiki tata- menyangkut industri kecil-menengah. Itu
kelola, membangun sebuah sistem sertifikasi misalnya dengan mengajukan SVLK secara
dengan citarasa Indonesia. Dan pada saat ini, berkelompok. Tapi berbagai rincian di balik
SVLK sudah diundangan oleh Pemerintah RI SVLK berkelompok itulah yang justru perlu
sebagai peraturan yang wajib bagi industri dibicarakan bersama, sehingga tercapai
mulai 2013. Itu berarti industri tinggal punya kesepakatan yang mengikat.
waktu setahun dihitung dari 2012 untuk 2. Pelaku usaha atau industri perlu terbuka
menyiapkan berbagai syarat dan membenahi pada pelatih atau pendamping dalam proses
diri mengadopsi SVLK. gap assessment. Ini perlu agar keadaan atau
kenyataan pada industri segera bisa diketahui,
Bahwa pembenahan harus dilakukan tak dan dengan segera pula industri melakukan
hanya oleh industri, melainkan juga oleh pembehaan, baik pembenahan sistem adminis-
Bahan Baku. Dulu bahan kayu mudah petugas Pemerintah, Diah Raharjo setuju. Dan trasi internal perusahaan, legalitas perusahaan
dan murah diperoleh, tapi sekarang MFP sudah melangkah ke arah itu dengan ataupun legalitas proses produksi dan bahan
susah dan mahal.
menjalin kerjasaman dengan POLRI di ber- baku. Sifat SVLK memang mendorong adanya
bagai provinsi dan di berbagai tingkat— dari perbaikan pada tata-kelola unit usaha
Polsek (kecamatan), Polres (kabupaten), Pol- (industri).
resta (kota), sampai Polda (provinsi). Ker- 3. Perlunya kerjasama lebih baik antara pelaku
jasama MFP dengan POLRI tersebut berupa usaha dengan pemerintah daerah (Pemda). Ini
sosialisasi SVLK agar petugas Polisi di lapangan merupakan pintu bagi pelaku usaha untuk
memahami rincian persyaratan apa saja yang didengar suaranya ketika Pemda melakukan
harus menyertai proses produksi industri perbaikan sistem perizinan. Intinya, Pemda
perkayuan, terutama di sektor penebangan dan perlu mengakomodasi kepentingan kalangan
pengangkutan. Kerjasama tersebut juga men- usaha dengan memberikan insentif bagi
cakup penjaringan masukan dari pihak POLRI kalangan usaha yang tulus melakukan per-
bagi perbaikan SVLK. baikan di unit manajemennya.
Selain sebagai sarana untuk meningkatkan SVLK sudah menjadi keharusan bagi industri.
kapasitas kalangan industri, menurut Diah Pasar global, terutama Eropa, mensyaratkan
Raharjo, pelatihan juga merupakan upaya bahwa semua produk yang masuk benua ter-
untuk menemukan kesenjangan antara sebut harus sudah bersertifikat legal. Perkem-
persyaratan legalitas ideal yang ada dalam bangan di Eopa tersebut sejalan dengan
82
Pelatihan SVLK bersama MFP
83
Pelatihan SVLK bersama MFP
84
Pelatihan SVLK bersama MFP
Dialog dengan
A gus Setyarso melakukan pendekatan halal-
haram dalam memberikan penjelasan
seputar VLK kepada peserta pelatihan. Ia
ber-VLK. Dengan begitu, akan diketahui
mana perusahaan atau pengrajin yang sudah
melakukan langkah-langkah tertib dan bisa
Narasumber Agus
Setyarso
menganalogikan bahwa usaha mebel dan kera- didorong atau dipromosikan, dan mana yang
jinan dari kayu ilegal sama halnya berbisnis masih belepotan.
barang haram yang sering dipertanyakan.
Dengan begitu, lebih nikmat berdagang Sekalipun merupakan sentra industri mebel
barang halal, membuat hati tenang. dan kerajnan yang memiliki akar tradisi kuat
dan panjang, Jepara juga diwarnai pelaku-
Untuk mengetahui seberapa halal atau haram pelaku usaha dan pengrajin yang masih ter-
kegiatan dan dagangan para pengusaha mebel belunggu dengan urusan kapasitas modal dan
serta pengrajin di Jepara, Agus Setyarso menga- SDM. Itu membuat mereka hanya berpikir
takan bahwa itu akan diketahui dalam pelatih- bagaimana bisa bertahan. Usaha dan pengrajin
an selama tiga hari tersebut. Itu terutama pada yang demikian ini juga harus dilihat dan diper-
hari kedua, ketika para pendamping mengun- hatikan kondisinya, bukan dibiarkan sekarat.
jungi tempat usaha para peserta untuk
melakukan gap assessment. Padahal, sesuai SVLK, semua perjalanan kayu
yang merupakan bahan baku industri dan
Karena itu ia berpesan pada para peserta agar pengrajin harus tercatat dengan baik. Dan
terbuka saja dan menunjukkan keadaan dan semua dokumen transaksi kayu juga harus
kesiapan administrasi, legalitas, dan meka- disimpan. Sekalipun seorang pengepul kayu, ia
nisme kerja mereka kepada pendamping pada harus mencatat dan menyimpan dokumen
saat dikunjungi esok hari. Ia juga meyakinkan yang menyertai kayu yang dibelinya. Jika
bahwa para pendamping atau pelatih adalah pelaku usaha membeli kayu dari pengepul
pribadi-pribadi yang independen, tak memiliki seperti ini, dan ketahuan pada saat diaudit
urusan dengan pajak. untuk VLK, semua persyaratan yang telah ia
miliki akan sia-sia dan gagal ber-VLK. Di
Dengan mengetahui apa saja yang muncul Jepara juga tak sedikit perusahaan mebel yang
dalam gap assessment, perusahan dan pengrajin mapan, bahkan juga ada eksporttir. Mereka ini
akan paham seberapa besar peluang mereka memiliki kapasitas finansial dan SDM lebih
untuk ber-VLK. Justru jika perusahaan dan kuat, memiliki jaringan pemasaran luas, serta
pengrajin tertutup, akan sulit mengetahui pembeli permanen.
Sesi Diskusi. Narasumber Agus
kenyataan yang terjadi di industri seta langkah Setyarso tengah menjawab pertanyaan
apa saja yang kira-kira nantinya dapat mem- Seperti apa pun skala usahanya, sebenarnya ada peserta pelatihan.
perbaikinya. Dan jika itu terjadi, Asmindo juga cukup ruang bagi produk yang bersertifikat.
tak akan dapat membuat usulan kepada Karena tak semua produsen memiliki produk
Pemerintah untuk memperbaiki SVLK sebagai bersertifikat, maka mereka yang bersertifikat
sebuah peraturan yang murah dan mudah bagi dengan sendirinya menemukan pasar
para pelaku usaha. tersendiri (niche). Yakni pasar yang pembelinya
hanya mau menampung produk-produk legal
Jadi, niat atau peluang untuk mendapatkan bersertifikat, seperti halnya SVLK, dan bukan
sertifikasi harus datang dari pelaku usaha dan produk yang dibuat dari bahan baku kayu hasil
pengrajin sendiri. Dengan adanya gap assess- illegal logging. Tapi Agus Setyarso juga menam-
ment yang terbuka antara pelaku usaha dan bahkan bahwa pasar SVLK pasti dijalankan
pengrajin terhadap pendamping, akan sesuai jadwal atau Pemerintah akan menunda,
ketahuan pula peta kesiapan mereka untuk itu belum diketahui pasti. l
85
Pelatihan SVLK bersama MFP
Diskusi antara
Narasumber-Peserta
Pelatihan S ampai pada tahap itu, penjelasan Agus
Setyarso memancing terjadiya diskusi
dengan peserta. Seorang peserta, umpamanya
Menjawab pertanyaan apakah SVLK akan
menjamin harga produk naik, Agus Setyarso
menegaskan tidak. Kepada peserta pelatihan,
keberatan dengan cara Agus Setyarso meng- Agus Setyarso mengatakan bahwa dalam
analogikan legal-ilegal dengan halal-haram. pelatihan tersebut akan ada sesi tukar-penga-
Peserta tersebut berkeras bahwa mereka laman yang menampilkan narasumber Jajag
menggunakan bahan baku kayu legal, karena Suryo Putro, seorang pelaku usaha mebel dari
mereka membeli dari pedagang. Ia tak setuju Yogyakarta, yang telah memperoleh SVLK.
bahan baku kayu disebut ilegal hanya karena Jajag Suryo Putro juga menjadi narasumber
tak dilengkapi logo V-Legal atau dokumen tentang pengalaman dan perjalanan pelaku
verifikasi. Menurutnya, status legal atau ilegal usaha mendapatkan SVLK dalam pelatihan di
pada kayu lebih berkaitan dengan branding Yogyakarta, Surakarta, Jepara, Semarang, dan
atau pencitraan. Dalam pemahamannya, jika Denpasar. Jajag Suryo Putro tak dapat
ada upaya untuk mencitrakan bahwa kayu- mengikuti pelatihan di Semarang karena harus
kayu yang di Jepara legal, maka legal pula kayu menunggui istrinya melahirkan anak kedua.
itu!
SVLK, kata Agus Setyarso, membuat pelaku
Pada bagian lain, peserta tersebut mengakui usaha dan pengrajin merasa lebih punya
paham tentang SVLK sebagai peraturan wajib kekuatan bersaing lebih bagus. Dengan
bagi industri, dengan semua persyaratan yang mengantongi SVLK, pelaku usaha dan peng-
tak satu pun boleh lewat. Sebagai pemilik rajin menjadi yang terdepan dari yang lain
industri kecil rumahan, ia juga mengaku dalam hal prosuksi. Mereka juga memiliki
tertarik ber-VLK. Hanya saja, yang dia harap- peluang lebar masuk pasar Eropa, juga pasar
kan adalah agar SVLK dibuat (lagi-lagi) mudah Australia yang sebentar lagi juga akan mene-
dan murah. Lebih lanjut ia mempertanyakan rapkan timber regulation. Perluasan pasar bagi
apakah produk yang ber-VLK serta-merta akan produk bersertifikat juga terbuka ke Jepang
dapat terangkat harganya. Ini karena pemilik dan AS. Artinya, SVLK bukan sarana untuk
Diskusi di Kelas. Menjelang kunjungan usaha dan pengrajin akan mengeluakan ogkos medapatkan harga premium, melainkan pasar
ke industri pelatih dan peserta
berdiskusi. ekstra untuk memenuhi berbagai syarat premium. Lagi pula, kata Agus Setyarso, biaya
SVLK— mulai dari pegurusan perizinan, per- sertifikasi adalah relative. Beberapa pelaku
baikan administrasi internal, dan penambahan usaha memandang itu beban. Tapi ada juga
tenaga khusus mengurusi kerapian dokumen menganggap sertifikasi sebagai instrumen
perusahaan. Dengan pemahaman sebagai untuk mengembangkan pasar.
pengusaha, naiknya ongkos idealnya juga
berdampak pada naiknya harga produk. Agus Setyarso membenarkan bahwa SVLK
berdampak pada beban biaya bagi pelaku
Hal lain yang tampak pada peserta tadi adalah usaha. Namun bukan berarti SVLK sudah
pemahamannya tentang SVLK yang menurut- menjadi harga mati. Menurutnya, SVLK
nya lebih untuk mengamankan pasar ekspor. masih membuka pintu bagi pelaku usaha,
Ia mengusulkan agar mekanisme itu bisa terutama dari skala kecil-menengah, untuk
dibalik, yakni agar SVLK juga bisa meng- mendapatkan SVLK dengan cara lebih murah.
amankan pasar domestik. Ia berharap ada Celah itu datang dari revisi Peraturan Menteri
keberpihakan Pemerintah pada industri lokal, Kehutanan P 38 ke P 68, yang menyebutkan
misalnya dengan memberi rekomendasi pada cara kelompok sebagai modus untuk men-
proyek-proyek Pemerintah agar menggunakan dapatkan sertifikasi dengan menanggung biaya
produk mebel dalam negeri. bersama-sama, dengan begitu bisa menjadi
86
Pelatihan SVLK bersama MFP
87
Pelatihan SVLK bersama MFP
88
Pelatihan SVLK bersama MFP
memproduksi indoor furniture (500 item). Ia memproduksi furnitur setengah jadi. Ia belum
memiliki sejumlah dokumen izin usaha yang memiliki izin usaha, dan mempekerjakan 35
salah satunya adalah IUI. Ia memiliki 120 tenaga kerja, dengan dukungan 4 subkon tetap
tenaga kerja, serta didukung 40 buah subkon yang masing-masing 5 sampai 8 orang.
tetap yang masing-masing mempekerjakan 8
sampai 10 pekerja. Menurut Panji Anom, CV Multi Karya memi-
liki peluang besar masuk ke SVLK. Ia misal-
CV Harapan Kita memiliki peluang kecil nya, memiliki pembukuan yang tertib,
ber-VLK. Namun pemiliknya cukup ber- pencatatan dan pendokumentasian yang baik,
semangat untuk maju ke SVLK, termasuk belum memiliki izin-izin. Hanya saja pemilik
membangun komitmen akan studi ke Jawa kurang antusias dan sama sekali tak tertarik
Furnitur (Yogyakarta) karena kedua peusahaan dengan SVLK. Padahal ia hanya perlu waktu
memiliki karakter yang sama. Pemilik perusa- sekitar 3-4 bulan jika memang serius ingin
haan ini cukup antusias dalam mengikuti maju.
proses pelatihan hingga termasuk dukungan
terhadap pembelajaran yang didapat dalam Panji Anom mencatat, kasus unik terjadi di
Panji Anom. Proses pendampingan di
pelatihan dan pendampingan. industri adalah ketika bertemu dengan pemilik industri oleh Panji Anom.
perusahan. Mereka umumnya masih memper-
Dokumen legal bisnis lengkap, namun pen- tanyakan substansi pelatihan dan pendamping-
dokumentasian dan pencatatan dalam simpul- an. Bahkan seorang pemilik perusahaan
simpulnya sangat kurang. Perlu waktu sekitar menyatakan bahwa SVLK tak ada fungsinya.
6 - 12 bulan untuk perbaikan. Namun staf yang dikirim tetap berangkat ke
pelatihan dan menjalankan tugas yang
Panji Anom juga mendampingi UD Jati Mak- diberikan. Selain itu juga ada temuan bahwa
mur, milik Alvi. Perusahaan ini memiliki ada industri yang telah melakukan aktivitas
lingkup usaha garden furniture (meja, kursi, sejak 2008 (di bawah izin dan manajemen PT
lonjer). Dokumen izin usaha yang dimiliki Indofine) dan sedang mengusahakan semua
antara lain berupa IUI-M. Ia memiliki 70 izin-izin legalitasnya. l
orang tenaga kerja borongan, dengan 15 sub-
kon tetap yang masing-masing mempeker-
jakan 5 hingga 8 orang. UD Jati Makmur
memiliki peluang relatif sulit untuk maju ke
SVLK. Perusahaan ini berkarakter ikut-ikutan,
termasuk dalam pelatihan mengikuti sampai
semua sesi namun tak cukup antusias dalam
komitmen untuk SVLK.
89
Pelatihan SVLK bersama MFP
Pendampingan di Tiga
Perusahaan
P endampingan juga berlangsung di tiga
perusahaan. Yang pertama adalah CV
Sipra Furniture, sebuah perusahaan ekspor
produksi kayu, selama ini melakukan ekspor
produk rotan. Pada April ini mendapat order
mebel untuk pasar lokal. Orchard memiliki
yang tak memiliki unit produksi sendiri, dan dua subkon. Perusahaan ini merupakan
produksi dihasilkan dari empat subkon. produsen dan memiliki izin sah. Hanya saja
Perusahaan ini memiliki izin yang sah. NPWP tak sesuai dengan alamat perusahan.
Untuk kesalahan ini, pemilik perusahaan
Ketidaksesuain yang ditemukan di perusahaan berniat mengurus pembetulannya antara Mei
ini berupa nomor NPWP di dokumen IUI hinga Desember 2012. Untuk kelengkapan
kecil tak sesuai dengan nomor NPWP terbaru. AMDAL/UKL_UPL/SPPL, perusahaan ini
Pemilik perusahaan menyatakan akan tak memiliki SPPL tak ada. Temuan lain
mengurus perubahan IUI pada Mei 2013. Izin menunjukkan bahwa perusahaan ini tak
HO perusahaan ini juga habis masa mematikan SKSKSB cap KR/FAKB, tanpa
berlakunya, dan si pemilik menyatakan akan FAKO. Dari seluruh subkon yang bekerjasama
memperpanjangnya. Untuk syarat kelengkap- dengan perusahaan ini, tak satu pun yang
an AMDAL/UKL UPL/SPPL, perusahaan ini memiliki legalitas kerjasama. Tally sheet di sub-
terbukti tak memiiliki SPPL, dan pemiliknya kon pun juga tak ada.
menyatakan akan membuat SPPL.
Perusahaan lain yang mendapat pendamping-
Perusahaan ini belum mampu membuktikan an adalah Sunteak Furniture. Perusahaan
bahwa bahan baku yang diterima berasal dari mebel ini memproduksi dan ekspor produk
sumber yang sah. Tapi SKSKSB cap KR/FAKB indoor furniture. Ia tak memiliki atau
tak dimatikan. Untuk penyelesaian, perusa- menggunakan jasa subkon. Dalam satu bulan
haan akan berkoordinasi dengan warung kayu terakhir bisa ekspor enam kontainer.
dan meminta fasilitasi Asmindo untuk menye- Perusahaan ini mendapat order dari member
lesaikannya dalam ruang lingkup kabupaten. TFT sehingga perusahaan telah memenuhi
Perusahaan ini tak memiliki dokumen angkut- standar FSC.
an berupa FAKO.
Beberapa penyimpangan yang terjadi pada
Proses pengolahan produk pada perusahaan ini perusahaan ini adalah soal SKSKSB cap
berlangsung melalui jasa atau kerjasama KR/FAKB untuk membuktikan bahwa bahan
Penyelesaian Produk. Beberapa dengan pihak lain. Perusahaan ini tak memiliki baku yang diterima berasal dari sumber yang
produk dikeringkan sebelum finishing. dokumen perizinan/legalitas usaha pada sub- sah, ternyata tak dimatikan. Untuk meng-
kon. Si pemilik berniat melakukan koordinasi atasinya, pemilik peusahaan akan berkoordi-
dan fasilitasi subkon dalam perizinan. nasi dengan Pemkab Jepara antara Mei sampai
November 2012.
Dalam hal dokumentasi bahan baku, proses
dan produksi, perusahaan ini tak memiliki tally Pijar merupakan salah satu industri furnitur
sheet di subkon. Nantinya, ia akan menyusun dengan 30 subkon. Dalam proses pengerjaan
SOP proses produksi di subkon. Ia juga akan produknya hampir semuanya dilakukan oleh
melakukan uji coba sebelum akhirnya subkon. Kegiatan atau proses yang dilakukan
melakukan implementasi. di PT Pijar hanya finishing. Jika mau maju
SVLK, permasalahan umum yang ada di
Pendampingan juga dilakukan terhadap Jepara adalah soal FA-KO. Sedangkan per-
Orchard Collection yang baru berdiri pada masalahan yang khusus relatif tak ada. l
2011, belum pernah melakukan jual beli
90
Pelatihan SVLK bersama MFP
Temuan Sudarwan
P ada sesi pendampingan, Sudarwan men-
dapat tugas memfasilitasi tiga perusahaan.
Antara lain CV Mebel Jati Jepara milik Abdul
di perusahaan ini dan beberapa catatan lang-
sung diaplikasikannya. Selain itu, Abdul Latief
juga langsung melakukan pembenahan admi-
(pelatih)
Latief SPd, UD Multi Usaha Raya milik H nistrasi dan melakukan rekrutmen menambah
Bedjo, dan Irawan Jati milik Moch Sobirin tenaga untuk mengurusi dokumen.
(Irawan).
Sementara itu, H Bedjo pemilk UD Multi
Catatan Sudarwan menyebutkan bahwa CV Usaha Raya cukup bersemangat mengikuti
Mebel Jati Jepara merupakan perusahaan pelatihan. Ia punya target SVLK di akhir 2012.
ekspor berupa indoor furniture. Perusahaan Ia sudah mulai melakukan penertiban doku-
terhitung masih baru, berdiri pada Oktober men per Januari 2012.
2011. Selama ini ia menerima suplai barang
mentahan (belum difinishing) dari vendor Sedangkan Moch Sobirin pemilik perusahaan
tetap maupun dari vendor lain dengan Irawan Jati menyatakan keberatan mengikuti
mekanisme “beli putus”. Biasanya perusahaan SVLK. Menurutnya langkah ke arah itu terlalu
mendapat order dari pembeli, kemudian mem- rumit dan merasa tak punya dana. Ia pernah
berikan order kepada subkon. Tapi kadang- ikut sertifikasi dengan skema TFT dan dapat
kadang juga terjadi pembeli minta harga premium namun 7% gagal karena ke-
dibelanjakan barang-barang dari toko maupun mampuan SDM di perusahaan. Sampai kini ia
showroom di Jepara (beli putus). Skala bisnis pesimistis bisa SVLK.
perusahaan ini kira-kira satu kontainer per
bulan (12 kontainer/ tahun), masuk sebagai CV Mebel Jati Jepara memiliki dokumen
kategori industri menengah. internal yang cukup lengkap, tapi tak memiliki
dokumen analisis dampak lingkungan.
Sementara itu, UD Multi Usaha Raya merupa- Masalah eksternal berupa subkon yang belum
kan produsen non-ekportir dengan produk terfasilitasi SVLK. Ia belum mengkomuni-
berupa garden furniture dan indoor furniture. kasikan SVLK kepada subkon. Peluang perusa-
Ini merupakan perusahaan perorangan skala haan ini ber-VLK 80%. Jika ada pembenahan
menengah. Ia memiliki workshop berukuran di subkon bisa segera SVLK.
5.600 meter persegi. Perusahaan ini juga
mempunyai banyak subkon. Order per tiga UD Multi Jaya Raya memilki kekurangan
bulanan di perusahaan ini rata-rata di atas dalam soal legalitas perusahaan. Ada kesalahan
Sudarwan. Beberapa temuan berupa
angka Rp 300 juta. dalam IUI soal masa berlakunya izin industri kesenjangan ditemukan para pelatih.
dan belum memiliki dokumen lingkungan.
Perusahaan Irawan Jati merupakan produsen Peluang perusahaan ini ber-VLK sekitar 55%,
dan sekaligus ekportir untuk produk garden dan perlu pembenahan TUK internal dan
furniture. Selain diproduksi di workshop, subkon.
perusahaan ini juga mempunyai beberapa
subkon, dan masuk kategori skala menengah Staf CV Mebel Jati Jepara sudah memahami
dengan kapasitas ekspor empat kontainer per SVLK dan metode pelatihan sehingga di hari
bulan. ketiga punya bahan yang dikonsultasikan dan
klien membawa semua dokumen secara
AbdulLatief, pemilik CV Mebel Jati Jepara, lengkap. Dari pembicaran informal di luar
tampak memilki semangat dan progres luar forum pelatihan diketahui bahwa staf admi-
biasa terhadap pelatihan. Kebetulan sebelum nistrasi perusahaan mempunyai pengalamanan
ini Sudarwan pernah melakukan gap assessment dalam menyusun perusahaan menuju CoC. l
91
Pelatihan SVLK bersama MFP
Diskusi
Pelatih-Narasumber di
Pulau Panjang P ada hari kedua (Sabtu 28 April 2012),
pelatihan berlangsung dalam bentuk
pendampingan di luar ruangan. Ini berupa
IRT/UKM seharusnya berupa FAKB, namun
yang terjadi mereka hanya menggunakan nota.
v Terdapat banyak IRT/UKM, yang mana
kunjungan oleh para pendamping atau pelatih tak patuh pada PUHH.
ke perusahaan tempat para peserta pelatihan v Terdapat banyak subkon, yang semuanya
14.00. Pada sore hari para pelatih atau pen- gajian tak dilengkapi FAKO.
damping berkumpul di luar kelas. v Sebagian besar penggergajian tak memiliki
IUPHHK.
Dipimpin Agus Setyarso, mereka mendiskusi- v Ada kasus ketika industri primer memiliki
kan beberapa perkembangan yang terjadi IUIPHHK, namun tak memiliki penerbit
selama dua hari latihan. Berikut adalah catatan FAKO.
mereka selama diskusi di Pulau Panjang, sekitar v Hanya ada dua orang petugas P3KB di
30 menit dengan perahu mesin di lepas Pantai Jepara, itupun hanya satu orang yang saat ini
Jepara pada senja: berada dalam posisi sebagai petugas P 3 K B .
Ini secara operasional tak mungkin mampu
Situasi Perkayuan di Jepara: memeriksa dan mematikan dokumen
v Arus masuknya bahan baku kayu log ke pengangkutan SKSKSB cap KR/FAKB.
Jepara sebesar 200 truk per hari. Dengan v Keterbatasan penerbit FAKB dan FAKO.
asumsi tiap truk memuat lima meter kubik v Ada pasar komponen kayu untuk mebel,
maka ada sekitar 1.000 meter kubik per hari fakta ini semakin memperumit ketelusuran
kayu log. asal bahan bakunya karena ada indikasi ada
v Penatausahaan kayu di Jepara belum ter- percampuran kayu yang berasal usul berbeda.
implementasikan sebagaimana mestinya, Dokumen pengangkutan komponen tersebut
misalnya, kayu log yang masuk Jepara yang adalah nota/faktur jual-beli, ini pun sulit untuk
dilengkapi dokumen SKSKB cap KR atau dapat ditelusuri asal-usul dan legaitasnya.
FAKB (Perhutani), sebagian besar tak di- v Untuk percepatan implementasi SVLK
matikan dokumen tersebut oleh P3KB. pada Maret 2013, industri di Jepara sulit
v Terdapat banyak warung kayu, sementara memenuhi SVLK, kecuali ada strategi cerdas
Evaluasi Pelatihan. Narasumber dan dokumen pengangkutan dari warung kayu ke untuk menyederhanakan PUHH. l
pelatih melakukan evaluasi di luar kelas.
92
Pelatihan SVLK bersama MFP
“
PUHH P 51 ( berserta turunannya) tak bermanfaat bagi
rakyat. Kenyataannya banyak penyimpangan dalam
proses implementasinya, misalnya pungutan dan
malapraktek prosedur.
93
Pelatihan SVLK di
Semarang, Mayoritas
Industri Papan Atas
94
Bab
Kebanyakan peserta pelatihan SVLK di Semarang adalah industri dengan kekuatan modal besar dan biasanya meyasar pasar ekspor.
95
Pelatihan SVLK bersama MFP
“
Sebagian industri besar dan eksportir memang memiliki bengkel kerja sendiri. Tapi untuk
memenuhi permintaan pasar luar negeri mereka tetap mengandalkan kiriman dari
rekanan pengrajin di Jepara.
96
Pelatihan SVLK bersama MFP
Hari Pertama
Registrasi Peserta 08.00–08.30 Panitia
1 Pembukaan 08.30–09.00 • MFP
• Asmindo Komda Semarang
2 Bina suasana pelatihan 09.00–09.30 Anton Sanjaya TBD
Istirahat 09.30–09.45
3 Materi 1 09.45–11.30 • Agus Setyarso Anton Sanjaya
Rasionalitas SVLK • Irfan Bahtiar (kelas pleno)
4 Makan siang 11.30–13.00
5 Materi II 13.00–14.30 BP2HP Wilayah VIII Setyowati
PUHH:
Kelas 1. SOP PUHH
Kelas2. Dokumen PUHH
6 Materi IV 14.00–15.30 Tim pelatih Setyowati
Verifier kritis pada VLK Industri 1. Teguh Yuwono
Kelas 1. 2. Sudarwan
Kelas 2.
Coffee Break 15.30–15.45
7 Materi V 15.45–17.00 Jajag Suryon Putro Sudarwan
Pengalaman penerapan VLK Industri (man-
faat, pembiayaan dan proses S-LK)
Istirahat 17.00-19.00
8 Materi VI 19.00–00.30 Teguh Yuwono Panji Anom
• Pengorganiasian data (kelas pleno)
• Persiapan coaching pada industri
• Penyusunan laporan hasil gap assessment
9 Pembagian kelompok dan penyiapan praktek 20.30–21.00 Anton Sanjaya Panji Anom
lapangan (kelas pleno)
Hari Kedua
Hari Ketiga
97
Pelatihan SVLK bersama MFP
Fenomena Industri
Mebel Semarang
B isnis industri mebel dan kerajinan kayu di
Semarang (Jawa Tengah) ibarat etalase.
Sebagian besar mereka adalah eksportir
kerajinan dari rekanan pengrajin mereka di
Jepara.
berskala menengah ke atas. Untuk memenuhi Dalam dunia permebelan, para rekanan
permintaan pasar luar negeri, mereka mengan- pengrajin ini mendapat istilah khusus, yakni
dalkan suplai dari para pengrajin dari Jepara. “subkon”. Itu kependekan dari sub kontraktor.
Itu terungkap dalam rangkaian sesi pelatihan Ke atas, para subkon bekerja atas dasar pesanan
Sistem Verifikasi Legal Kayu (SVLK) di yang datang dari industri besar, dari perusa-
Semarang dari Selasa 1 Mei hingga Kamis 3 haan ekspor, ataupun dari broker. Subkon tak
Mei 2012. berhubungan langsung dengan pembeli atau
importir di luar negeri (buyer). Ke bawah, sub-
Pelatihan SVLK di Semarang melibatkan 11 kon berurusan dengan “sub-subkon”, dalam
perusahaan dari total sekitar 122 perusahaan hal ini pengrajin berskala rumahan atau
anggota Asosiasi Industri Permebelan dan dengan pedagang kayu.
Kerajinan Indonesia (Asmindo) Komisariat
Daerah (Komda) Semarang. Sebagian merupa- Sebagian industri besar dan eksportir memang
kan perusahaan besar, baik itu industri memiliki bengkel kerja sendiri. Tapi untuk
Perusahaan Mapan. Industri peserta maupun eksportir. Dalam hitungan kasar, memenuhi permintaan pasar luar negeri
pelatihan di Semarang memiliki
kapasitas sumberdaya manudia yang industri mebel dan kerajinan kayu di Semarang mereka tetap mengandalkan kiriman dari
memadai. mengandalkan 60% suplai produk mebel dan rekanan pengrajin di Jepara. Lagi pula, bengkel
98
kerja milik industri di Semarang kebanyakan
hanya mengerjakan penyelesaian akhir
sebelum produk masuk kontainer.
99
Pelatihan SVLK bersama MFP
Proses Pelatihan
P elatihan SVLK bagi anggota Asmindo
Komda Semarang berlangsung di Hotel
Swiss-Bell Ciputra, tepat di ujung Kawasan
Simpang Lima. Ada 11 perusahaan hadir
mengikuti pelatihan ini. Peserta pelatihan
bukan sekadar perusahaan yang ada di
Semarang, melainkan ada juga yang datang
dari Salatiga (dua jam bermobil dari Semarang
kearah selatan) dan Blora (empat jam bermobil
dari Semarang ke arah timur).
100
Pelatihan SVLK bersama MFP
yang membuat sulit upaya menelusuri ke- Asmindo dan MFP punya kapasitas serta akses
absahannya. Pelaku usaha dan pengrajin hanya kepada sejumlah kementerian, terutama
tahu bahwa mereka mendapatkan kayu bahan Kementerian Kehutanan RI, untuk merevisi
baku industri dengan cara membeli dari peda- peraturan yang mendorong terciptanya tata-
gang kayu. Hanya dengan membeli kayu, niaga kayu yang rapi di masa datang.
mereka sudah percaya bahwa itu cukup sebagai
bukti legalitas kayu. Padahal sebelum sampai Tata-niaga kayu yang benderang membantu
ke pengepul atau pedagang, kebanyakan kayu pelaku usaha dan pengrajin mendapatkan kayu
yang beredar di sekitar Semarang benar-benar yang jelas asal-usulnya. Dengan demikian
beredar di tengah belantara tata-niaga kayu pelaku usaha dan pengrajin mendapat peluang
yang abu-abu. makin lebar untuk memperoleh sertifikat
SVLK. Dan pada gilirannya, kegiatan per-
Tata-niaga kayu yang tak jelas membuat SVLK dagangan mereka, teutama ke pasar Eropa dan
sulit. Artinya, pelaku usaha dan pengrajin yang sejumlah negara lain yang menuntut legalitas
ikut atau terperangkap dalam permaianan tata- kayu, dapat terus berlangsung. l
niaga kayu seperti itu juga mustahil akan sang-
Sunaryo. Tata-niaga kayu yang tak jelas
membuat SVLK sulit.
101
Pelatihan SVLK bersama MFP
102
Pelatihan SVLK bersama MFP
keadilan sebagai titik berat SVLK. Ia Bahwa petani hutan rakyat perlu mendapat
menggambarkan bahwa industri mebel dan perhatian karena jumlah mereka tak sedikit,
kerajinan menggantungkan suplai kayu sebagai dengan aset yang tak kecil pula. Di Pulau Jawa,
bahan baku. Namun dalam mata-rantai ter- petani hutan rakyat tersebar di 7.000 desa.
sebut ada ketimpangan ekonomi antara petani Tiap tahun, mereka mampu menghasilkan
hutan rakyat yang yang menjadi sumber bahan sekitar rujuh juta meter kubik kayu jati dan
baku kayu, dengan para pelaku usaha, sengon. Dan bagi petani hutan rakyat kayu
terutama industri menengah atas. yang mereka tanam juga memiliki nilai
ekonomi yang strategis. Petani menjadikan
Dalam catatan Agus Setyarso, petani hutan kayu di hutan rakyat sebagai tabungan yang
rakyat perlu waktu paling cepat 10 tahun akan mereka gunakan ketika memerlukan
untuk menikmati hasil, sejak dari mulai dana untuk keperluan darurat, misalnya biaya
menanam hingga memanen. Dan dalam bisnis anak sekolah, biaya kesehatan, ongkos hajatan.
produk berbahan baku kayu, petani hutan
hanya kebagian 6% sampai 8% keuntungan Namun Agus Setyarso juga mengakui bahwa
saja. Sebagian besar keuntungan dalam bisnis sebagai peraturan produk Pemerintah, SVLK
produk kayu adalah para pengusaha, terutama masih mengandung kelemahan. Ini terutama
para pedagang eksportir. Dengan mengirim kelemahan yang datang dari Pemerintah
sedikitnya dua kontainer dalam sebulan, sendiri dalam menyiapkan perangkat untuk
pedagang dapat menangguk keuntungan menjamin terlaksananya SVLK. Di beberapa
bersih sekitar Rp 50 juta. tingkat pemerintahan, masih saja terjadi
pengkotakan ranah kewenangan. SVLK,
Bisa terjadi ketimpangan demikian karena umpamanya, ketika sudah menjadi peraturan
selama ini tata-niaga kayu tak pernah jelas,
rumit. Sehingga pedagang kayu dapat
mendikte petani hutan agar menjual kayunya
semurah mungkin. Pada saat yang sama peda-
gang kayu akan menjual kayunya dengan harga
semena-mena pula. Bedanya, eksportir masih
punya jalan keluar dengan menaikkan harga
produknya. Sedangkan petani sama sekali tak
berkutik.
103
Pelatihan SVLK bersama MFP
Pemerintah maka semua kementerian harus sekitar tiga juta delapan ratus ribu meter kubik
paham dan ikut memperhatikan pelaksanaan- di Jepara, umpamanya, hanya ada dua satu
nya. SVLK bukan hanya ranah garapan petugas P2KBP3KB yang masih aktif dan
Kementerian Kehutanan. bertugas seagai P3KB. Di Jawa Tengah, hanya
ada enam puluh satu (61) petugas P2KB
Kelemahan lain paling tampak adalah elite untuk menangani perputaran kayu dengan
politik lokal— baik eksekutif maupun legis- nilai sekitar Rp 4 triliun.
latif— yang kurang mendukung upaya pelaku
usaha untuk mendapatkan kemudahan berser- Dari berbagai dinamika di lapangan, yang
tifikasi. Padahal kepedulian elite politik daerah penting bagi SVLK adalah persiapan oleh para-
sangat diperlukan para pelaku usaha untuk pihak. Baik itu pengelola hutan, industri, dan
membuat berbagi terobosan, misalnya pembe- Pemerintah. Tanpa persiapan memadai, SVLK
rian keringanan (tax holiday) serta beberapa akan kandas. Dan untuk mengetahui apa saja
bentuk meudahan lain bagi pelaku usaha yang yang perlu disiapkan, harus ada masukan dari
terbukti masuk dalam kategori skala kecil. parapihak, termasuk industri. Masukan dari
pelaku usaha tak akan hanya membantu
Hal lain yang masih perlu ditingkatkan adalah meningkatkan persiapan, melainkan juga
layanan Pemerintah. Ketika mengeluarkan bermanfaat bagi industri sendiri. Ini terutama
kebijakan, harusnya Pemerintah juga mengim- jika industri anggota Asmindo mampu meng-
banginya dengan daya dukung yang memadai, identifikasi SVLK seperti apa yang bisa meng-
umpamanya jumlah petugasnya di lapangan. akomodasi keinginan dan kemampuannya.
Itu tampak dengan kurangnya petugas untuk Dengan demikian, pada saat mulai diber-
Siap Kirim. Sebuah produk mebel mematikan dokumen SKSKB. Jumlah lakukan nanti, akan muncul sebuah SVLK
menjalani proses pengepakan,
siap kirim. petugas ganis dan wasganis P3KB juga masih yang pro-Asmindo. l
sangat terbatas. Dengan perputaran kayu
104
CV Dijawa Abadi
Setyowati mendampingi tiga perusahaan pada
sesi pendampingan. Salah satunya adalah CV
Dijawa Abadi, perusahaan milik Irwan, dan
beralamat di Perum Semarang Indah Blok
EV/3. Dalam pendampingan tersebut, Setyo-
wati menemukan bahwa perusahaan ini
mengantongi izin HO (izin ganguan lingkung-
an sosial), hanya saja masa berlakunya sudah
berlalu. Dokumen legalitas perusahaan lain
yang kadaluwarsa adalah izin usaha lingkung-
an kecil. Perusahaan ini juga tak memiliki
dokumen lingkungan (UKL-UPL).
pekerja. Dan satu hal lagi, di situ tidak tersedia
Untuk membuktikan bahwa bahan-bahan dokumen peraturan perusahaan.
baku yang diterima berasal dari sumber yang
sah, perusahaan ini ternyata gagal. Ia membeli PT Devonshire Tunggal Indo
kayu impor yang tak dilengkapi dengan doku- Perusahaan lain yang didampingi Setyowati
men impor, daftar kayu impor dan dokumen adalah PT Devonshire Tunggal Indo. Perusa-
deklarasi dari negara asal kayu. Di situ juga tak haan yang beralamat di Jl Mpu Tantular 70-
terdapat dokumen LMHHOK. Perusahan ini 72, Semarang, ini milik pengusaha bernama
juga belum menerapkan sistem penelusuran Timotius Tan. Ada beberapa indikator dan
kayu. Buktinya, realisasi produksi (30 kontai- verifier yang tak dimiliki perusahaan ini,
ner pada 2011) melebihi kapasitas produksi terutama yang berkaitan dengan pengolahan
yang diizinkan, enam kontainer saja. dan izin yang sah. Kekurangan itu antara lain
berupa izin HO yang sudah daluwarsa masa
CV Dijawa Abadi bermitra dengan sejumlah berlakunnya. Di situ tak tersedia dokumen
subkon. Tapi selama ini,kerjasama tersebut tak lingkungan (UKL-UPL), dokumen izin primer
dikawal dengan kontrak tertulis. Lebih jauh, (industri memiliki kegiatan memproduksi
pihak subkon juga tak dapat menunjukkan ke- kayu bulat). Selain itu, alamat pabrik pada
absahan dokumen perizinan atau legalitas semua dokumen perijinan tidak sesuai dengan
usahanya. Dan sudah bisa dtebak bahwa para kondisi di lapangan.
subkon ini tak pernah melakukan pengdoku-
mentasian atas bahan baku, proses, dan Untuk memmbuktikan bahwa bahan baku
produksinya. yang diterima berasal dari sumber yang sah,
pembelian kayu oleh perusahaan ini memang
Hal lain yang belum dimiliki perusahaan ini dilengkapi dengan dokumen SKSHH. Hanya
adalah prosedur dan implementasi K3. Di situ saja untuk pembelian kayu bulat, dokumen
tak tersedia prosedur K3 dalam kegiatan SKSKB cap KR dan FAKB belum dimatikan
operasional lapangan, tanpa jalur evakuasi, dan oleh petugas yang berwenang. Selain itu doku-
tak tersedia catatan kejadian kecelakaan kerja men FAKO juga dilengkapi dengan informasi
secara lengkap. Untuk pemenuhan hak-hak penerima kayu. Di situ juga tak tersedia doku-
tenaga kerja, perusahaan ini tak memiliki men LMKB dan LMHHOK. Dan pada saat
kebijakan tertulis mengenai kebijakan dicek penerapan sistem penelusuran kayu,
perusahaan yang membolehkan untuk diketahui bahwa realisasi produksi melebihi
membentuk/ terlibat dalam kegiatan serikat kapasitas produksi yang diizinkan.
105
Pelatihan SVLK bersama MFP
Dalam hal sistem keselamatan kerja, perusa- Dalam hal sumber bahan baku yang diterima,
haan ini tak melengkapi dirinya dengan perusahaan ini untuk pembelian kayu sudah
prosedur K3 dalam kegiatan operasional dilengkapi dengan dokumen SKSHH. Tapi
lapangan. Tak ada pula jalur evakuasi. Ber- untuk pembelian kayu bulat, dokumen
kenaan dengan pemenuhan hak-hak tenaga SKSKB cap KR dan FAKB belum dimatikan
kerja, pada perusahaan ini tak terdapat serikat oleh petugas yang berwenang. Pada perusahaan
pekerja atau pernyataan tertulis mengenai ini juga tak tersedia dokumen LMKB dan
kebijakan perusahaan yang membolehkan LMHHOK yang sesuai dengan Lampiran
untuk membentuk/ terlibat dalam kegiatan Permenhut No. 55/Menhut-II/2006. Tentang
serikat pekerja. Juga tak tersedia dokumen penerapan sistem penelusuran kayu, perusa-
peraturan perusahaan. haan ini memiliki realisasi produksi 2011
sejumlah 60 kontainer, sedangkan kapasitas
izin sebesar 4.776 pcs.
106
Pelatihan SVLK bersama MFP
107
Pelatihan SVLK bersama MFP
Analisis Kesenjangan
Beberapa Perusahaan
P roses pendampingan oleh para pelatih atau
pendamping menghasilkan analisis kesen-
jangan dan rencana tindak lanjut setiap perusa-
pendirian usaha yang masih berlaku dan sesuai
dengan lingkup usaha namun masih meng-
gunakan NPWP lama. Ia tak memiliki HO.
haan yang mereka dampingi. Analisis ini Dan untuk NPWP, masih berlaku dan sesuai
mereka kemas dalam laporan berformat tabu- dengan lingkup usaha. SIUP juga masih
lasi yang sangat rinci, sehingga mereka dapat berlaku, sesuai dengan lingkup usaha, hanya
mengukur seberapa kecil atau besar peluang saja masih model SIUP lama dan NPWP yang
setiap perusahaan untuk melaju mendapatkan lama. TDP juga masih berlaku, tapi tak sesuai
SVLK. Dari laporan tersebut dapat diperhi- dengan lingkup usaha-- tertera di situ kegiatan-
tungkan pula waktu yang diperlukan para nya di bidang perdagangan besar dan kon-
pelaku usaha untuk membawa perusahannya struksi. TDP tercatat sudah daluwarsa, dan
ber-VLK. Berikut adalah analisis kesenjangan- masih mengacu pada NPWP lama. Sementara
beberapa perusahaan yang berhasil ditemukan itu, TDI/IUI masih berlaku dan sesuai dengan
para pelatih dalam pelatihan di Semarang. lingkup usaha, hanya saja mengacu pada
NPWP lama. Perusahaan ini tak memiliki
PT GDI Amdal/UKL. ETPIK masih berlaku namun
Perusahaan di kawasan Genuk ini merupakan mengacu pada NPWP lama.
perusahaan modal asing (PMA) dari Eropa.
Perusahaan dengan asset sekitar Rp 500 juta Bahan baku yang dipergunakan ini berupa
dan mepekerjakan 294 orang telah memiliki kayu jati dari Perhutani. Untuk produk kayu
izin, dengan kapasitas produksi meja (3,262 (meja dan kursi), perusahaan ini menyerahkan
pcs / 741 m3), bangku (403 pcs / 46 m3), dan pengerjaannya kepada sebuah subkon yang
kursi (196 pcs/ 31 m3) per tahun. Perusahaan memiliki karyawan empat orang. Sedangkan
ini mengekspor seluruh produknya ke Eropa. kerangka besi dikerjakan oleh subkon lain yang
mempekerjakan karyawan 10 orang.
Beberapa jenis perizinan juga masih berlaku,
antara lain izin HO, SIUP, TDP, TDI / IUI, Yang menarik, perusahaan ini pernah
AMDAL/UKL-UPL/SPPL (masih proses), mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2000 dari
PKAPT, ETPIK, ETPIK non-podusen, IUI lembaga sertifikasi TUV pada 2007.
PHHK, RPBBI. Untuk mendapatkan sumber
bahan baku kayu, perusahaan ini sebagian AT
Kesibukan Industri. Suasana produksi besar membeli dari Perhutani dan sebagian Ini merupakan perusahaan dengan jenis
pada sebuah perusahaan.
kecil dari pemasok kayu bekas. primer dan lanjutan (IUI terpadu), dan
berlokasi di Salatiga. Dengan aset senilai sekitar
PT BMU Rp 782 juta, perusahaan ini mempekerjakan
Perusahaan ini berlokasi di kawasan industri 100 hingga 200 tenaga kerja. Sesuai izinnya,
Terboyo dengan status perusahaan modal produk yang dihasilkan berupa mebel, pintu,
dalam negeri. Perusahaan ini berjenis industri dan kerajinan. Dari beberapa izin, hanya TDP
lanjutan dengan asset sekitar Rp 1 miliar dan yang tak sesuai dengan IUI.
mempekerjakan 31 orang. Produk yang
dihasilkan berupa furnitur (meja dan kursi Perusahaan ini memiliki dua lokasi kegiatan
dengan kerangka besi) sebanyak 1.000 m3 per dengan pemilik yang sama. Untuk men-
tahun. Sebagian besar prodk diekspor ke dapatkan bahan baku, perusahaan ini meng-
Jerman. andalkan kayu jati, mahoni, dan mindi yang
dibeli dari Perhutani dan dari pedagang kayu
Untuk perizinan, perusahaan ini memiliki akte umum.
108
Dari hasil kunjungan lapangan (pendamping-
an), ada beberapa hal penting berkenaan
dengan kesiapan VLK di Perusahaan
Perorangan Anugrah Timbers:
109
Pelatihan SVLK
di Surabaya
110
Bab
Pelatihan di Surabaya. Suasana pembukaan pelatihan SVLK bagi industri anggota Asmindo Komda Jawa Timur.
111
Pelatihan SVLK bersama MFP
“
Belajar dari kejadian di Surakarta, tim pelatih dalam pelatihan di Surabaya menyiapkan
pendekatan yang lebih terencana bagi peserta dari Tomohon.
112
Pelatihan SVLK bersama MFP
Hari Pertama
Registrasi Peserta 08.30 – 09.00 Panitia
1 Pembukaan 09.00 – 09.30 • MFP (Agus Setyarso)
• Asmindo Komda Jatim (Taufik Ghani)
2 Bina Suasana Pelatihan 09.30 – 10.00 • Anton Sanjaya TBD
Istirahat 10.00 – 10.30
3 Materi 1 10.30 – 12.00 • Agus Setyarso Agus P Djailani
Rasionalitas SVLK • Ketut Alit Wisnawa (kelas pleno)
Makan siang 12.00 – 13.00
4 Materi II 13.00 – 14.30 (90 menit) BP2HP Wilayah VIII Suryanto
PUHH: Sadiyo
Kelas 1. SOP PUHH Teguh Yuwono
Kelas 2. Dokumen PUHH
5 Materi IV (14.30 – 16.00) 90 menit Tim pelatih Panji Anom
verifier kritis pada VLK industri 1. Teguh Yuwono Suryanto
Kelas 1. 2. Anton Sanjaya Sadiyo
Kelas 2.
Istirahat 16.00 – 16.30)
6 Materi V (16.30 – 17.30) 60 menit Suryanto Sadiyo Anton Sanjaya
Pengalaman penerapan VLK Industri
(manfaat, pembiayaan dan proses S-LK)
Makan malam 17.30 -19.00
7 Materi VI 19.00 – 20.3008.30 – 12.00 Teguh Yuwono Panji
• Pengorganiasian data 12.00 – 13.00 (kelas pleno)
• Persiapan pendampingan pada industri 13.00 – 17.00
• Penyusunan laporan hasil gap assessment 19.30 – 22.00
• Pembagian kelompok dan penyiapan
praktek lapangan
Hari Kedua
09.00 – 11.00
1 Gap assessment di industri masing - masing 11.00 – 13.00
Makan siang 13.00 – 14.00 Semua peserta Tim mendampingi
2 Gap assessment di Industri masing–masing 14.00 – 15.00 industri
3 Penyusunan laporan hasil studi lapangan 15.00 – 17.30
(gap assessmnet)
17.30 – 18.00
Hari Ketiga
113
Pelatihan SVLK bersama MFP
114
Pelatihan SVLK bersama MFP
Sidoarjo, Mendekatkan
P emilihan Sidoarjo, bukan Surabaya,
sebagai tempat pelatihan tadinya juga
dimaksudkan untuk memperpendek jarak dan
Selain unik karena menyertakan peserta dari
berbagai kota di Jatim, pelatihan SVLK di
Surabaya juga pertama kali melibatkan sejum-
Peserta
waktu tempuh bagi peserta dari beberapa lah personel Asmindo Certification Care
kota— Mojokerto, Jombang, Kediri, Pasu- (ACC) secara intensif. Mereka mengukuti
ruan, dan Situbondo. Sempat muncul gagasan setiap sesi pelatihan, termasuk mendampingi
di kalangan pelatih untuk membawa kelima pelatih dalam kunjungan ke industri. Tampil-
peserta dari Tomohon ini ke industri-industri nya ACC membuat Asmindo Komda
yang dikunjungi pelatih di sekitar Surabaya. Surabaya menjadi tuan rumah yang sebenar-
Tujuannya, agar dari proses pendampingan nya bagi pelatihan SVLK oleh MFP di Kota
dan kunjungan tadi kelimanya bisa belajar ten- Pahlawan tersebut. l
tang apa saja yang mereka perlu siapkan untuk
mendapatkan VLK. Tapi rencana ini urung
karena ternyata sifat kegiatan industri kelima
eksportir rumah kayu dari Tomohon ini tak
menyerupai kegiatan industri para peserta
pelatihan lain di Jawa Timur.
Ia menambahkan, sebelum ini memang sudah telah disulap menjadi kayu bersertifikat legal!
ada beberapa sistem sertifikasi yang digagas dan Mayarakat internasional menurutnya sangat
difasilitasi lembaga swadaya masyarakat tak adil. Mereka tak jarang menyebut Indone-
(LSM). Hanya saja, menurut Taufik Ghani, sia sebagai sumber illegal logging, dan menun-
beberapa sistem sertifikasi yang pernah ada tut para pelaku usaha di Tanah Air bersertifikat
tersebut justru sebagai selubung yang dimak- legal. Tapi pada saat yang sama dunia menutup
sudkan untuk menenggelamkan produk kayu mata terhadap praktek penimbunan dan
Indonesia di pasar global. Dengan berkedok produksi kayu di Malaysia dan China yang
sebagai instrumen sertifikasi, sistem tersebut bahannya mereka peroleh dengan cara
dengan mudah dapat mengidentifikasi dengan menadah illegal logging di Indonesia. Ini nam-
cara melacak produk-produk kayu untuk pak sekali dari beredarnya kayu-kayu mahoni
kemudian dijatuhkan dengan segala stigma- di Malaysia, yang merupakan pohon khas
tisasi negatif. Indonesia dan tak pernah ada di Malaysia.
Ia lantas memberi ilustrasi bahwa dalam suatu Tekanan internasional dan upaya terselubung
perjalanan ke China dan Malaysia, ia mene- menenggelamkan industri kayu di Indonesia
mukan lokasi yang luasnya sekitar satu membuat industri perkayuan di Tanah Air
kecamatan penuh dengan timbunan kayu tersendat. Akibatnya, sumber bahan baku yang
gelondongan. Dari wewancara dengan petugas melimpah tak serta-merta membuat Indonesia
yang berjaga di tempat itu Taufik Ghani men- memimpin produksi kayu dunia. Untuk pasar
jadi tahu bahwa tumpukan kayu yang meng- global, ekspor produk kayu Indonesia hanya
Mengurai Admisnistrasi. Peserta dan gunung tersebut adalah hasil selundupan 2,7%. Italia memimpin dengan 19,5%,
pelatih merunut status legalitas dan
admnistrasi industri. (illegal logging) dari beberapa pulau di Indo- menyusul kemudian Jerman 14%. Dan
nesia. Yang membuat ia terhenyak adalah Malaysia, yang mengunakan bahan baku illegal
bahwa sekalipun merupakan hasil selundupan, logging dari Indonesia juga masih lebih baik
kayu-kayu itu setibanya di Malaysia dan China dari Indonesia sendiri. l
116
Pelatihan SVLK bersama MFP
Agus Setyarso
K lop dengan uraian Taufik Ghani tentang
pasar global illegal logging, Agus Setyarso
mengatakan bahwa China merupakan negara
saja membuat harganya naik. Satu hal yang
bisa terjadi pada produk yang telah berser-
tifikat adalah terbukanya peluang untuk masuk
terbesar pengimpor kayu-kayu hasil illegal pasar khusus. Yakni pasar yang memang hanya
logging. Selain dari Indonesia, kayu-kayu menghendaki masuknya produk-produk ber-
gelondongan yang masuk China juga datang sertifikat legal. Dan menurut Agus Setyarso,
dari beberapa negara Asia Tengah bekas Uni pasar yang demikian itu belum tentu bisa
Soviet. China menerima semua kayu berbagai imasuki sembarang eksportir. Dalam istilah
rupa, tanpa mempedulikan jenisnya. Agus Setyarso, pasar seperti ini adalah pasar
premium, pasar niche.
Dari China, kayu-kayu log ilegal tersebut
dikirim ke Eropa Barat dan Jepang. Hanya Selain berpeluang menembus pasar niche,
saja, Jepang cukup cerdik. Untuk menghindari SVLK juga dapat menjadi pintu gerbang bagi
tudingan di kemudian hari sebagai negara para pelaku usaha untuk menertibkan opera-
pengimpor kayu ilegal, Jepang mengimpor sional dan administrasi internal perusahaan-
kayu dalam bentuk produk setengah jadi dari nya. Dengan memiliki sistem operasional serta
China. Agus Setyarso menyebutnya sebagai administrasi yang tertib, maka terbuka pula
pencucian kayu cara Jepang. Selain China, kesempatan bagi perusahaan yang bersang-
Malaysia merupakan pasar kayu ilegal terbesar kutan untuk menjadi lebih efisien dan efektif.
kedua. Pada gilirannya, efisiensi dan efektivitas akan
meningkatkan daya saing.
Fenomena pasar kayu ilegal tak hanya terjadi
di pasar global, melainkan juga di pasar Perusahaan-perusahaan kayu di Jawa Timur
domestik. Menurut Agus Setyarso, beberapa pada saat ini sudah berada di ambang persaing-
kota di pesisir utara Pulau Jawa— temasuk an global. Itu ditandai dengan masuknya
Surabaya dan Jakarta— merupakan tempat modal asing, termasuk dari Malaysia dan
pencucian kayu ilegal, bukan hanya untuk China, untuk mendirikan perusahan kayu di
kayu yang datang dari luar Pulau Jawa beberapa kota yang terkenal sebagai sentra
melainkan juga dari Pulau Jawa sendiri. Agus industri kayu di Jawa Timur. Para pemilik
Setyaso mencatat, setidaknya 80% kayu-kayu modal dari luar negeri ini masuk ke Jawa
yang mendarat di kota-kota tepi pantai utara Timur dengan tujuan mempermudah jalan
Jawa adalah ilegal. dalam mencari bahan baku.
Kayu Ilegal Global. China dan Malaysia
menikmati niaga kayu ilegal global.
Dan itu berarti bahwa Bangsa Indonesia Jika jumlah perusahaan bermodal asing ini
memiliki pekerjaan rumah untuk member- makin banyak, maka perusahaan lokal akan
sihkan dirinya sendiri dari praktek perdagang- terancam krisis bahan baku. Dengan kekuatan
an kayu ilegal. Itu salah satu alasan yang modalnya dan kapasitas produksinya, perusa-
melandasi langkah Pemerintah RI serta bebe- haan asing tersebut akan menyedot berapa pun
rapa pemangku kepentingan untuk meluncur- suplai kayu sebagai bahan baku. Rata-rata
kan SVLK. sebuah perusahaan besar memiliki kapasitas
produksi 700 kontainer per bulan. Jika di Jawa
Kepada peserta pelatihan, Agus Setyarso men- Timur ada 10 perusahan besar asing, maka
jelaskan bahwa sertifikasi memang ber- bencana kekurangan bahan baku di kalangan
implikasi pada naiknya biaya operasional perusahaan lokal bukan sesuatu yang
perusahaan. Dan itu tak menjamin bahwa mengada-ada. l
produk yang sudah sertifikasi tak lantas begitu
117
Pelatihan SVLK bersama MFP
Analisis Kesenjangan
Beberapa Perusahaan
P roses pendampingan oleh para pelatih atau
pendamping menghasilkan analisis kesen-
jangan dan rencana tindak lanjut setiap perusa-
Perum Perhutani, dan kayu hutan rakyat (Jawa
dan sulawesi). Bahan baku ini dibeli dari
pemasok dalam tiga bentuk—kayu bulat, kayu
haan yang mereka dampingi. Analisis ini olahan (sawn timber), dan square log (khusus
mereka kemas dalam laporan berformat tabu- kayu jati dari Sulawesi).
lasi yang sangat rinci, sehingga mereka dapat
mengukur seberapa kecil atau besar peluang PT DSF sudah menerapkan pencatatan atau
setiap perusahaan untuk melaju mendapatkan dokumentasi semua proses produksi mulai
SVLK. Dari laporan tersebut dapat diperhi- penerimaan bahan baku sampai dengan penge-
tungkan pula waktu yang diperlukan para masan. Itu salah satunya karena PT DSF sudah
pelaku usaha untuk membawa perusahannya mendapatkan sertifikasi CoC FSC. Semua
ber-VLK. Berikut adalah analisis kesenjangan- proses produksi dikerjakan sendiri, tak
beberapa perusahaan yang berhasil ditemukan melibatkan sub kontraktor.
para pelatih dalam pelatihan di Jawa Timur.
Berdasarkan hasil verifikasi dokumen dan
PT DSF verifikasi lapangan, PT DSF relatif sudah
PT DSF merupakan industri terpadu (industri cukup siap untuk maju dalam VLK. Manaje-
primer dan industri lanjutan), di mana mereka men PT DSF memiliki komitmen yang cukup
memiliki unit sawmill untuk mengolah kayu tinggi untuk secepatnya maju dalam sertifikasi
bulat menjadi kayu olahan. Hanya saja ia VLK dalam beberapa bulan ke depan. Bebe-
Kunjungan ke Industri. Tim pelatih, belum memegang izin. Perusahaan ini meng- rapa simpul kritis dalam VLK sudah cukup
narasumber, dan ACC berkunjung ke
industri.
gunakan bahan baku khusus kayu jati dari baik. Perizinan legalitas perusahaan relatif
118
lengkap, kecuali ditemukan izin HO yang PT YR
sudah kedaluwarsa, dan IUI-PHHK yang PT YR merupakan industri lanjutan. Mereka
belum dimiliki (akan segera diurus ke Dinas memiliki unit sawmill namun hanya untuk
Kehutanan). membelah kayu olahan menjadi ukuran yang
“
lebih kecil. Bahan baku yang digunakan di
Pemenuhan ketelusuran asal bahan baku sudah industri ini kayu olahan yang terdiri atas
cukup baik (dokumen PUHH seperti FAKB mindi, sengon, mahoni, yang berasal dari
untuk kayu bulat, FAKO untuk kayu olahan). hutan rakyat, veener, kayu lapis, MDF, dan Proses
Khusus untuk kayu square log sementara baru particle board. pendampingan
berupa FAKO dari pemasok. Kegiatan proses oleh para pelatih
produksi mulai dari penerimaan bahan baku, PT YR belum menerapkan pencatatan/doku- atau pendamping
dan proses produksi sudah dilakukan penca- mentasi di semua proses produksi (mulai menghasilkan
tatan dengan adanya kartu tally (stock card). penerimaan bahan baku sampai pengepakan). analisis
Semua proses produksi dikerjakan sendiri, kesenjangan
Beberapa kekurangan dalam pemenuhan VLK kecuali proses pengeringan kayu di kiln and dry
dan rencana
yang akan segera ditindaklanjuti oleh PT DSF yang melibatkan pihak lain (sub-kontraktor).
adalah sebagai berikut: Pada saat ini PT YR sedang membangun
tindak lanjut
a. Pemenuhan perizinan/legalitas industri kayu lapis namun belum beroperasi
setiap perusahaan
IUI-PHHK, RPBBI dan LMKB-nya. normal dan baru sebatas uji coba. yang mereka
b. Pembenahan PUHH, khususnya untuk damping.
bahan baku kayu square log dari Hasil verifikasi dokumen dan verifikasi lapang-
pemasok. Selain FAKO akan dilengkapi an, PT YR relatif belum siap untuk maju
dengan copy SKSKB cap KR asal kayu dalam VLK. Dari aspek ketelusuran bahan
dari Sulawesi. baku (dokumen FA-KO), pendokumentasian
c. Pembuatan LMKO sesuai yang proses produksi (kartu tally atau stock card)
dipersyaratkan oleh ketentuan. hingga penyusunan LMKO belum sistematis.
119
Pelatihan SVLK bersama MFP
Berdasarkan hasil wawancara dengan direktur toko sebaiknya dilengkapi nota dan
PT YR, manajemen PT YR memiliki komit- copy FAKO/no FAKO.
men yang cukup tinggi untuk menyiapkan e. Pembuatan LMKO sesuai yang
dokumentasi dan fisik kayu untuk maju dalam dipersyaratkan oleh ketentuan.
sertifikasi VLK. Rencana dalam waktu dekat f. Pada saat pengeringan melalui KD
akan mulai ada pembenahan, sehingga (kiln and dry) milik perusahaan lain,
diharapkan pada 2013 PY YR siap maju VLK. sebaiknya dilakukan penandaan pada
kayu olahan dan dilakukan segregasi
Beberapa simpul kritis dalam VLK di PT YR dan separasi sehingga tak tercampur
masih perlu diperbaiki, khususnya: dengan kayu milik perusahaan lain.
a. Pemenuhan ketelusuran asal bahan
baku belum sempurna (ada dokumen PT IPS
FAKO yang bukan untuk PT YR) PT IPS merupakan industri lanjutan, di mana
diterima oleh PT YR; bahan baku bahan baku yang digunakan adalah kayu olah-
veener dan kayu lapis yang dibeli an (sawn timber) dari jenis: sengon, mahoni,
dari toko atau pemasok masih pinus, rimba campuran; dan beberapa bahan
menggunakan dokumen nota. penunjang seperti: kayu lapis, MDF. Bahan
Nantinya menggunakan nota ditambah baku industri kayu olahan dibeli dari pemasok.
dengan copy FAKO dari toko. Sedangkan untuk kayu lapis dan MDF dibeli
b. Kegiatan proses produksi mulai dari dari toko.
penerimaan bahan baku, dan proses
produksi belum dilakukan pencatatan/ Proses produksi sudah dilakukan pencatatan/
pendokumentasian sehingga dapat dokumentasi, karena PT IPS sudah menyiap-
tertib administrasi. kan sistem untuk maju sertifikasi VLO
c. Pemenuhan perizinan/legalitas (namun belum diajukan karena akan maju
khususnya IUI-PHHK untuk pabrik VLK saja). Dalam proses produksi ada bebe-
kayu lapis, RPBBI dan LMKB-nya. rapa informasi penting di perusahaan tersebut.
d.Pembenahan PUHH khususnya untuk Ada sebagian kecil proses produksi yang diker-
bahan baku kayu yang berupa kayu jakan oleh sub-kontraktor yaitu pembubutan
olahan dari pemasok. Dicek FAKO nya kaki-kaki furnitur (meja), mengukir kom-
sesuai antara alamat penerima; untuk ponen furnitur, dan laminating MDF dengan
veener dan kayu lapis yang dibeli dari veneer.
120
Pelatihan SVLK bersama MFP
Sub-kontraktor untuk kegiatan laminating Selain itu juga akan ada pembenahan aspek
veneer dilakukan oleh perusahaan PT, sedang ketenagakerjaan seperti sosialisasi peraturan
untuk bubut dan ukir dilakukan oleh perusa- perusahaan, dan menertibkan penggunaan
haan CV. Selain digunakan untuk kepenting- perlengkapan K-3. l
an sendiri, kiln and dry PT IPS juga dijasakan
untuk mengeringkan kayu milik pihak ketiga
(hanya satu perusahaan).
121
Operasi Tanpa Tulis:
Bali dan Jepara
Sama saja
Pelatihan di Bali. Para peserta, pelatih, dan narasumber pelatihan SVLK di Bali berfoto bersama.
Pelatihan SVLK bersama MFP
“
Bagi para pengrajin kecil di Bali, berhimpun bukan hal baru. Dalam melakukan
ekspor, mereka bersama-sama memanfaatkan kontainer untuk memuat berbaga produk
mereka masing-masing.
124
Pelatihan SVLK bersama MFP
Hari Pertama
Registrasi Peserta 08.00 – 08.30
1 Pembukaan 08.30 – 09.30 • Asmindo Komda Bali
• Dinas Kehutanan Bali
Istirahat 09.30 – 09.45
2 Bina suasana pelatihan 09.45 – 10.15 • Suryanto Sadiyo
• Teguh Yuwono
3 Materi 1 10.15 – 12.00 • Agus Setyarso Irfan Bakhtiar
Rasionalitas SVLK • Ketut Alit Wisnawa
Makan siang 12.00 – 13.00
4 Materi II 13.00 – 14.30 BP2HP Denpasar Suryanto Sadiyo
PUHH: Teguh Yuwono
Kelas 1. SOP PUHH
Kelas 2. Dokumen PUHH
5 Materi IV 14.30 – 16.00 Tim Pelatih Panji Anom
Verifier kritis pada VLK Industri 1. Teguh Yuwono Sudarwan
Kelas 1. 2. Suryanto
Kelas 2.
Istirahat 16.00 – 16.15
6 Materi V 16.15 – 18.00 Jajag Suryo Putro Panji Anom
Pengalaman penerapan VLK industri Sudarwan
(manfaat, pembiayaan dan proses S-LK)
Makan malam 18.00 -19.00
7 Materi VI 19.00 – 20.30 Teguh Yuwono Suryanto Sadiyo
• Pengorganiasian data
• Persiapan pendampingan industri
• Penyusunan laporan hasil gap assessment
8 Pembagian kelompok dan penyiapan praktek 20.30 – 21.00 Teguh Yuwono Suryanto Sadiyo
lapangan (kelas pleno)
Hari Kedua
Hari Ketiga
125
Pelatihan SVLK bersama MFP
Selain industri kerajinan berskala rumahan, Tentang ongkos VLK, narasumber Agus
ada juga beberapa perusahaan yang berfungsi Setyarso memberikan alternatif jalan keluar.
sebagai pengepul dan eksportir. Perusahaan Yakni agar seluruh indusri kecil mendapatkan
pengepul dan eksportir ini disebut-sebut sertifikasi VLK sebagai kelompok. Yang ia
sebagai perusahaan yang cukup “bermodal” maksudkan adalah agar seluruh industri kecil
laptop dan biasa “berkantor” di café atau tersebut berhimpun dalam satu wadah. Dan
restoran memburu pembeli di luar negeri. kemudian satu wadah inilah, bisa berupa
koperasi atau asosiasi, yang kemudian tampil
Beberapa narasumber melihat, industri kerajin- mengajukan VLK.
an mendominasi bisnis produk berbasis kayu
di Bali. Dengan kata lain, kegiatan industri Jurus ber-VLK melalui kelompok ini sedang
produk berbasis kayu sebagaian besar berupa dicoba sejumlah pengrajin di Kecamatan Bule-
hasil kerajianan. Sedangkan produk berupa leng, Kabupaten Buleleng. Mereka ini ber-
perabot mebel atau furnitur sebagaian besar himpun dalam satu wadah bernama Asosiasi
mengandalkan suplai berupa barang setengah Pengrajin Industri Kecil (APIK). Begitu serius
jadi dari beberapa kota di Pulau Jawa, terutama para pengrajin angota APIK ini mendapatkan
dari Jepara dan Pasuruan. VLK, mereka belakangan mendapatkan pen-
dampingan intensif dari MFP bersama mitra
Sebagai perusahaan kerajinan berskala rumah- lembaga swadaya masyarakat (LSM)-nya, di
an, mereka umumnya mengabaikan beberapa bidang kehutanan, Yayasan Wisnu Denpasar
aspek legal industri maupun aspek legal kayu. yang juga dibantu salah satunya Java Learning
Lokasi Pelatihan. Di sebuah hall di hotel. Aspek legal perusahaan ini umpamanya berupa Center (Javlec) yang berkantor pusat di
izin pendirian perusahaan, izin lingkungan, Yogyakarta.
NPWP, serta ketenagakerjaan. Sedangkan
aspek legal kayu ini berupa surat-surat tanda Bagi para pengrajin kecil di Bali, berhimpun
sahnya perniagaan dan lalu-lintas kayu yang sebenarnya bukan hal baru. Dalam melakukan
mereka manfaatkan sebagai bahan baku. ekspor, umpamanya, beberapa di antara
Dalam keadaan seperti itu, industri kerajinan mereka selama ini bersama-sama meman-
berbasis kayu di Bali sama dengan yang terjadi faatkan kontainer untuk memuat berbagai
di Jepara: serba tanpa catatan tertulis. produk mereka masing-masing. Artinya, ketika
di situ terdapat kepentingan bersama, ada
126
Pelatihan SVLK bersama MFP
peluang bagi para pengrajin untuk berhimpun Alit Wisnawa yang khusus menangani Pelatihan di Kelas. Suasana proses
pelatihan di hari pertama.
dalam mendapatkan VLK. sertifikasi bagi anggotanya.
Dalam kasus APIK, para pengrajin lebih Dalam pertemuan tersebut, Alit meluruskan
mudah berhimpun, salah satunya karena pemberitaan di media massa sebelumnya yang
mereka tinggal di kawasan yang relatif di menyebutkan bahwa Asmindo terkesan meno-
pedesaaan (rural) ketimbang kawan-kawan lak SVLK. Yang benar, kata Alit, Asmindo
mereka yang berdada di sekitar Denpasar melihat ada beberapa syarat SVLK yang mem-
(urban). Sebagai bagian masyarakat rural, para beratkan industri mebel, terutama indusri
pengrajin angota APIK di Buleleng masih berskala kecil. Namun ia optimistis, dalam
mewarisi ikatan sosial dan budaya yang erat. waktu yang masih tersisa ke depan ada ruang
Itu umpamanya dengan masih berlakunya untuk mensosialisasikan beberapa syarat
aturan serta kekerabatan adat, yang membuat tersebut melalui berbagai pertemuan, baik
mereka memiliki rasa kebersamaan dan dengan dengan MFP maupun dengan parapihak lain
begitu mereka pun lebih mudah berhimpun. di kalangan Pemerintah— Kementerian Ke-
hutanan, Kementerian Keuangan, Kemente-
Pelatihan di Denpasar merupakan akhir dari rian Pertanian, Kementerian Perindustrian,
rangkaian pelatihan serupa di lima kota lainya Kementerian Perdagangan, Kementerian
di Yogyakarta, Surakatra, Jepara, Semarang, Dalam Negeri, serta Kementerian Luar Negeri.
dan Surabaya, sejak 12 April 2012. Di sela
berbagai sesi perlatihan di Denpasar, ber- Mereka sepakat untuk melanjutkan kerjasama
langsung pula pertemuan kecil antara MFP mendorong SVLK bagi para angota Asmindo.
dan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asmindo. Mereka mengakui masih banyak tantangan
Dari MFP tampak Diah Raharjo (Direktur untuk mewujudkan SVLK di kalangan
Program MFP), Agus P Djailani (Tehnical anggota Asmindo. Salah satu langkah paling
Assistance untuk Small and Medium dekat adalah pertemuan lanjutan antara kedua
Enterprise), dan Irfan Bakhtiar (Forest Policy pihak sekitar akhir Mei 2012 ini. l
Facilitator). Dari DPP Asmindo tampak
Ambar Tjahyono (Ketua Umum) dan Ketut
127
Pelatihan SVLK bersama MFP
Agus Setyarso
U jung dari segala upaya pelatihan SVLK
bagi industri anggota Asmindo adalah
munculnya komitmen dari insdustri untuk
tak serta-merta membuat produk mendapat-
kan harga yang lebih menguntungkan. Sebagai
pelaku usaha, keuntungan masih merupakan
ber-VLK. Dan ada beberapa langkah— tujuan utama.
mengenal SVLK, memahami SVLK, dan
pengambilan keputusan— yang harus dilalui Masih sedikit pelaku usaha melihat sertifikasi,
pemilik usaha untuk mencapai komitmen. termasuk SVLK, sebagai investasi. Dengan
sertifikasi, pelaku usaha, terutama yang ber-
Urutan langkah ke arah komitmen ber-VLK orientasi ke pasar luar negeri atau ke mana pun
tersebut tercermin dari pelaksanaan pelatihan yang konsumennya menuntut legalitas pro-
selama tiga hari. Di hari pertama para peserta duk, bisa mendapatkan peluang mengisi ceruk
menjalani pelatihan di dalam kelas, dengan pasar yang khusus. Ceruk ini sempit karena tak
mendapatkan penjelasan dari berbagai sudut sembarang pedagang, kecuali yang mengan-
pandang tentang SVLK oleh sejumlah pelatih tongi sertifikasi pada produknya, bisa masuk
dan narasumber. ke dalamnya.
Di hari kedua, peserta mendapat tugas mengisi Agus Setyarso menyebut ceruk sempit bagi
formulir berisi pertanyaan atau parameter produk bersertifikat legal ini sebagai pasar
untuk mengukur keadaan administrasi dan niche. Dan karena belum tentu banyak pemain
legalitas usaha tempat mereka bekerja. Hasil yang sanggup masuk ke ceruk sempit itu,
isian tersebut akan tampak kesenjangan pelaku usaha yang produknya bersertifikat
seberapa dekat atau seberapa jauh antara berkesempatan mengeksplorasinya lebih
keadaan nyata pada perusahaan dengan norma dalam. Harga produk di situ bisa jadi tak
yang disyaratkan SVLK. Karena itu pula begitu heboh, sekalipun juga tak berarti jatuh.
materi pelajaran pada hari kedua pelatihan ini Namun dengan keadaan sedikitnya kompe-
disebut dengan gap assessment. titor yang bermain di situ, pasar ini ibarat bisa
memberikan perlakuan khusus bagi produk-
Sampai pada tahap gap assessment sudah akan produk bersertifikat legal. Dalam istilah Agus
tampak seberapa siap atau sebarapa serius Setyarso, pasar seperti ini mendapat sebutan
peserta atau pemilik perusahaan untuk ber- sebagai pasar premium. Dan pada gilirannya,
VLK. Contoh paling kentara adalah ketika pasar premium yang berkembang bukan tak
pelatih atau pendamping mendatangi industri mungkin akan ikut menambah volume bisnis
dan mengecek formulir tersebut. Ternyata pelaku usaha, yang juga berarti datangnya
dalam pelatihan di Bali, ada sejumlah peserta keuntungan.
dan pelaku usaha yang membiarkan formulir
itu kosong. Dan apakah peserta atau pelaku Hanya saja, pemahaman seperti itu belum
berniat sungguh-sungguh dengan upaya untuk dimiliki banyak pelaku usaha, walaupun telah
Agus Setyarso. Sebagai narasumber, ia ber-VLK makin jelas pada sesi pendampingan mengikuti pelatihan SVLK, umpamanya.
juga aktif mendampingi pelatih.
dan rekomendasi (coaching clinic) di hari Hanya pelaku usaha yang punya komitmen di
ketiga. akhir pelatihan yang kemungkinan sanggup
mencapai pemikiran seperti itu. Bahkan
Sikap peserta atau pemilik usaha yang ragu- komitmen pun juga masih harus didukung
ragu atau tegas-tegas menolak SVLK bisa jadi dengan konsistensi. Dalam pelaksanaan pela-
didasari oleh pemikiran bahwa SVLK rumit tihan, komitmen dan konsistensi tercermin
dan mahal. Bagi pelaku usaha, biaya SVLK pada sesi rencana tindak lanjut (RTL).
dipandang sebagai ongkos. Lebih-lebih SVLK
128
Pejabat Pemerintah. Kepala Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Bali, IGN
Tapi SVLK memang tak datang begitu saja. Wiranatha
129
Pelatihan SVLK bersama MFP
Ambar Tjahyono
(Ketua DPP Asmindo)
I ni pertama kali Ketua DPP Asmindo, Ambar
Tjahyono, datang ke pelatihan. Ia datang ke
Denpasar pada saat pelatihan memasuki hari
kesemua produk berbasis kayu. Ia melihat
sertifikasi sebagai ajang bagi lembaga sertifikasi
untuk memperluas lahan bisnis. Dari yang
ketiga atau terakhir. Sebelum masuk ruangan tadinya hanya di sektor hulu, jadi merambah
pelatihan untuk sesi penutupan, Ambar industri yang populasinya jelas jauh lebih
Tjahyono mengadakan pertemuan kecil banyak dan merupakan sumber profit.
dengan tiga personel MFP— Diah Raharjo,
Agus P Djailani, dan Irfan Bakhtiar— di ruang Ia mengakui, SVLK bermaksud baik. Tapi jika
tersendiri. Pada kesempatan itu, Ambar dipaksakan dengan segala syarat seperti yang
Tjahyono ditemani koleganya, Ketut Alit ada pada saat itu, SVLK justru menjadi kontra
Wisnawa, pengurus DPP Asmindo untuk produktif karena menghambat ekspor. Itu ter-
gugus tugas SVLK. jadi karena rantai birokrasi SVLK ia pandang
terlalu panjang, lebih panjang dari sertifikasi
Agus P Djailani membuka forum kecil dan lain yang sudah ada. Rantai panjang birokrasi
informal tersebut dengan laporan bahwa inilah yang menurut Ambar Tjahyono mem-
pelatihan di enam kota telah berakhir. Pelatih- buat SVLK menambah beban biaya hingga
an, kerjasama antara Asmindo dengan MFP 20% dari seluruh ongkos produksi bagi indus-
yang tadinya sempat menghadapi kesulitan, tri. Dengan demikian, pelaku usaha merasa
akhirnya terwujud. Namun ada harapan perlu menaikkan harga produknya hingga
bahwa pelatihan tersebut bukan akhir dari 20% pula untuk menutup biaya. Masalahnya,
upaya parapihak untuk mendorong pelak- konsumen belum tentu mau begitu saja
sanaan SVLK di kalangan industri, terutama menerima kenaikan 20% tersebut.
yang berskala kecil hingga menengah. Harapan
yang sama juga disampaikan mereka yang Itu menurut Ambar Tjahyono yang membuat
hadir dalam pertemuan tersebut. pelaku usaha, terutama kecil menengah, kebe-
ratan menerima SVLK. Dan sikap seperti itu
Hanya saja DPP Asmindo, seperti disuarakan pula yang kata Ambar Tjahtono seketika di-
Ambar Tjahyono, menambahkan dunia usaha tunjukkan Asmindo. Sekalipun begitu ia
dewasa ini sedang dibuat mumet oleh upaya menambahkan bahwa Asmindo mendukung
memburu pembeli. Dan itu masih ditimpa pelaksanaan SVLK sebagai produk kebijakan
dengan peraturan Pemerintah berupa kewa- Pemerintah. Ia hanya ingin agar SVLK meng-
jiban untuk mengadopsi SVLK. Padahal, akomodasi kepentingan pelaku usaha, yakni
menurut Ambar Tjahyono, banyak petugas SVLK yang mudah dan murah. Dan menurut-
pemerintah secara pribadi belum paham benar nya, dukungan Asmindo terhadap pelaksanaan
tentang SVK. Ia juga melihat SVLK salah SVLK adalah dengan membuat murah biaya
alamat. Ia melihat Pemerintah memunculkan sertifikasi.
Ambar Tjahyono. Ketua Umum DPP peraturan tentang wajib SVLK bagi pelaku
Asmindo hadir di pelatihan terakhir. usaha berbasis kayu karena Pemerintah salah Sertifikasi bisa murah, salah satunya, jika
dalam mengurus hutan. Asmindo punya lembaga sertifikasi sendiri, dan
tak lagi menggunakan jasa lembaga sertifikasi
Dengan begitu, harusnya sertifikasi, termasuk independen. Jalan lain yang hendak ditempuh
SVLK lebih pas dijalankan di sektor hulu Asmindo adalah mempererat kerjasama
industri kayu, yakni sekitar hutan dan tata- dengan kepala-kepala pemerintah daerah
niaga kayu. Itu mengapa, kata Ambar Tjah- (Pemda) agar mempermudah izin dan mem-
yono, tadinya sertifikasi diarahkan hanya persingkat rantai birokrasi. Dan yang pasti,
untuk garden furniture, tapi kemudian melebar Asmindo akan meningkatkan intensitas
130
hubungannya dengan kementerian Kehutanan Biaya SVLK. Salah satu perhatian para
peserta adalah soal biaya SVLK.
dan beberapa pihak lain. Ia melihat ada banyak
masalah dalam SVLK, dan itu membuat
parapihak memiliki pemahaman yang
berbeda-beda.
131
Pelatihan SVLK bersama MFP
132
Pelatihan SVLK bersama MFP
Interaksi Pelatih-Peserta
S elama tiga hari pelatihan, antara pelatih atau pendamping terjalin komunikasi yang cukup
cair. Ini berkat pertemuan yang intensif sepanjang hari di hari pertama, ditambah dengan
kunjungan langsung oleh pelatih ke industri tempat para peserta latihan biasa bekerja.
Pelatihan
Dalam pelatihan di beberapa kota sebelumnya, pelatih membagikan formulir isian analisis
kesenjangan langsung kepada peserta pelatihan. Namun di Bali, pelatih mengkonfirmasi
pembagian formulir melalui E-mail. Beberapa peserta menerima begitu saja E-mail pelatih. Tapi
ada juga seorang peserta pelatihan dari perusahaan Bali Prefab yang membalas E-mail yang
dikirimkan Panji Anom, seorang pelatih.
Kepada Ibu-ibu dan Bapak-bapak peserta pelatihan SVLK Industri di Sanur Beach Hotel Bali,
Berikut kami sampaikan formulir sebagai penuntun bagi industri menuju SVLK. Kami harapkan
agar setelah mengisi kondisi yang ada di perusahaan, dengan norma dalam formulir, Ibu-ibu dan
Bapak-bapak mengirimkan ke pelatih masing-masing. Terimakasih
Salam
Panji Anom.
Kepada:
Bapak Panji Anom dan kawan-kawan pelatih,
Terima kasih atas informasi yang telah Bapak dan tim pelatih berikan kepada kami selaku
pengusaha IKM di Bali. Banyak hal yang dapat kami terima dari hasil pelatihan SVLK tersebut.
Namun ada beberapa kendala yang dapat saya ungkapkan yang mungkin beberapa dari kita bisa
membantu memecahkannya.
Produk SVLK ini merupakan suatu jawaban dari Indonesia mengenai tekanan dari luar negeri
terhadap hal-hal yang bersinggungan dengan kayu, industri kayu dan hasil olahannya. Pemerintah
dan beberapa elemen masyarakat berupaya untuk membuat suatu sistem agar produk hasil kayu Pengrajin Perempuan. Sebuah
industri kerajinan mempekerjakan
olahan dari Indonesia bisa mendapatkan sertifikasi yang diakui oleh pihak luar. perempuan pengrajin.
Kami menyambut baik langkah positif yang sudah diambil. Namun industri di Bali yang
kebanyakan adalah industri kecil dan menengah menemukan beberapa kendala seperti perizinan,
syarat-syarat teknis yang diperlukan untuk mendapatkan SVLK. Dan yang juga krusial adalah
dari pendanaan yang tak sedikit (sekitar Rp 70 juta untuk tiga tahun, yang di tahun berikutnya
harus diperpanjang lagi dengan dana yang juga cukup besar).
Mengingat ke depan IKM akan mengalami persaingan yang lebih sengit lagi dari luar negeri
seperti China, ailand, Malaysia dan Vietnam, sedangkan kondisi ekonomi Amerika dan Eropa
yang masih belum pulih, malah cenderung memburuk, akan mengakibatkan semakin tidak
pastinya pasar tersebut melakukan transaksi bisnis dengan Indonesia.
133
Pelatihan SVLK bersama MFP
Di tengah lesunya penjualan ekspor kami ke negara tersebut, ditambah makin ketatnya syarat-
syarat yang harus dipenuhi oleh industri perkayuan untuk mendapatkan “legalitas”, maka saya
rasa industri perkayuan di Indonesia, terutama di Bali akan mengalami semakin banyak “rintang-
an” dan pasti menyebabkan penurunan ekspor, mengurangi produksi, bahkan jika berkelanjutan
dan semakin parah bisa menyebabkan PHK. Dan itu sudah terbukti, dengan banyaknya pabrik
yang tutup karena krisis ini, juga karena beberapa masalah lain.
Menurut saya, perlu dukungan penuh dari Pemerintah dan mungkin dari MFP untuk bisa
memberikan subsidi untuk membiayai kepada perusahaan-perusahaan di Bali yang mempunyai
respons positif dan serius untuk bisa mendapatkan SVLK ini.
Gubernur Bali mencanangkan Bali sebagai Clean and Green Province. Jadi mungkin Ibu-ibu dan
Bapak-bapak yang mempunyai akses ke pemerintahan bisa menyalurkan aspirasi tersebut untuk
bisa membantu industri perkayuan di Bali untuk mendapatkan SVLK. Sehingga, kebijakan
Pemerintah tersebut bisa terealisasi di lapangan, bukan hanya sebagai wacana.
Beberapa perusahaan yang ingin mendapatkan SVLK ini akan sangat terbantukan jika ada
dukungan dari pihak-pihak yang berkomitmen untuk mengadakan SVLK untuk industri
perkayuan di Bali. Syarat-syarat dan perizinan yang belum lengkap akan kami lengkapi untuk
pengajuan SVLK ini.
Demikian informasi yang dapat saya sampaikan, semoga ada respon positif dari Ibu-ibu dan
Bapak-bapak. Terima kasih atas perhatian dan kerjasamanya
Salam hormat
134
Pelatihan SVLK bersama MFP
135
Pelatihan SVLK bersama MFP
136
Pelatihan SVLK bersama MFP
APIK berdiri pada 2006. Ia terbangun atas dasar kesadaran dan keinginan para
pengrajin kecil untuk bersama-sama memperjuangkan tingkat kesejahteraan ekonomi
keluarga. Kini APIK masih dalam proses penilaian Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK)
baik untuk Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) maupun untuk verifikasi Lega-
litas Kayu (LK) di industrinya. Untuk memburu sertifikasi, APIK bekerjasama dengan
Yayasan Wisnu dan mendapat fasilitasi intensif dari MFP.
Keanggotaan APIK terdiri dari kelompok usaha kecil menengah (UKM). Sebagai sebuah
asosiasi, APIK beberapa divisi usaha. Itu mulai dari koperasi serba saha (KSU), business
development service (BDS), Perdagangan dan penggergajian kayu termasuk unit kelola
hutan rakyat, yang dilengkapi akte pendirian KSU dengan nomor: 27/BH/Dis-
perindagkop/III/ 2006, 28 Maret 2006.
Jumlah anggota yang tergabung dalam APIK Buleleng adalah 300 orang yang terdiri
dari 200 anggota hutan rakyat dan 100 anggota industri kecil. Kapasitas produksi APIK
mencapai 2.000 m3 kayu per tahun. Sumber bahan baku kayu berasal dari anggota
petani hutan hak yang tergabung dalam APIK. Luas wilayah yang sedang dalam proses
sertifikasi adalah 250 Ha dengan potensi perluasan 500 hektare. Tujuan pemasaran
produk APIK adalah pasar lokal dan luar negeri. l
137
Rangkuman Temuan
dalam Pelatihan
SVLK di Enam Kota
“
Banyak temuan oleh para pelatih atau
pendamping selama memberikan pelatihan
dan pendampingan SVLK di kalangan
industri. Itu terhitung sejak pelatihan di
Yogyakarta, Surakarta, Semarang,
Surabaya, dan Denpasar.
Bab
Pemilahan kayu olahan yang siap diproses menjadi produk pada sebuah industri.
Pelatihan SVLK bersama MFP
A da banyak sekali temuan oleh para pelatih atau pendamping selama memberikan pelatihan dan
pendampingan SVLK di kalangan industri. Itu terhitung sejak pelatihan di Yogyakarta, Surakarta,
Semarang, Surabaya, dan Denpasar. Semua temuan cukup menarik karena menyiratkan kondisi
yang terjadi di kalangan industri di enam kota tersebut.
Seluruh pelatih menyusun laporan sesuai dengan temuan pada tiap industri yang mereka
dampingi. Dari para pelatih, ada dua di antaranya— Een Nuraeni dan Teguh Yuwono— yang
mencoba merangkum berbagai temuan tersebut dalam format yang mudah dipahami pembaca
umum. Berikut adalah rangkuman kedua pelatih tersebut:
Rankuman Temuan Temuan Een Nuraeni diambil dari pelatihan di empat lokasi pelatihan, antara lain Yogyakarta,
Een Nuraeni Surakarta, Jawa Timur, dan Bali. Ia sempat tak mengikuti pelatihan di dua lokasi pelatihan lain,
yakni di Jepara dan Semarang.
Dokumen Legalitas Untuk anggota Asmindo dari kalangan industri menengah ke atas tak telalu menjadi masalah. Hampir
Perusahaan (Perizinan
Perusahaan) seluruhnya memenuhi kelengkapan perizinan yang disyaratkan. Namun ada sedikit masalah mengenai
alamat industri dan jenis kegiatan usaha yang belum ter-update, alamat dan jenis kegiatan usaha tak
sesuai antara praktek dan penjelasan yang tertera di surat perizinan.
Yang harus menjadi perhatian Asmindo adalah bahwa para pengrajin kecil/industri rumah tangga yang
selama ini banyak dilibatkan menjadi bagian/simpul proses produksi industri anggota Asmindo atau
biasa di sebut sub-kontraktor (outsourcing), kebanyakan belum memiliki kelengkapan perizinan yang
merupakan syarat wajib, walau itu sekadar izin usaha perorangan yang merupakan izin level terendah
yaitu berbentuk usaha dagang (UD) yang tak berbentuk badan hukum.
Dokumen Legalitas Kayu Di antara lokasi coaching, Jawa Timur yang kelihatan lebih rapi dan lengkap dalam hal dokumen legalitas
kayu. Kebanyakan dari anggota Asmindo Jawa Timur telah melengkapi setiap penerimaan bahan baku
kayu mereka dengan dokumen legalitas kayu yang sesuai dengan peruntukkannya (FAKB, FAKO).
Bahkan perusahaan yang menjadi sub-kon (outsourcing) pun telah melengkapi setiap pengiriman
barangnya dengan dokumen legalitas kayu yang sesuai peruntukkannya. Mungkin ini karena
kebanyakan anggota Asmindo Jawa Timur merupakan industri menengah dan besar.
Lain halnya untuk lokasi coaching di Yogyakarta, Surakarta, dan Bali. Di situ masih ditemukan industri
anggota Asmindo (termasuk para sub-kon nya) yang belum melengkapi pembelian bahan baku dengan
dokumen legalitas kayu yang sesuai dengan peruntukkannya. Selain karena kurang pemahaman dan
pengetahuan mengenai PUHH, ini bisa dipahami karena anggota Asmindo di tiga lokasi ini masih
banyak yang level nya industri kecil/pengrajin industri rumahtangga. Dan kenyatannya, biaya
pembuatan dokumen legalitas kayu masih menjadi beban yang berat bagi para industri kecil/pengrajin
industri rumahtangga.
140
Pelatihan SVLK bersama MFP
Kontrak kerajasama dengan Temuan lain adalah belum memahami/mengetahui, apalagi melaksanakan proses pematian dokumen
subkon (outsourcing) pada saat sebelum kayu di bongkar di TPK (logyard) perusahaan. Itu termasuk siapa petugas yang
dan prosedur sub-kon
(outsourcing) berwenang “mematikan” dokumen. Lagi-lagi ini ditemukan di tiga lokasi (Yogyakarta, Surakarta, Bali).
Di delapan industri dari empat lokasi (Yogyakarta, Surakarta, Jawa Timur, dan Bali), saya tak menemukan
satu pun perusahaan anggota Asmindo yang memiliki kontrak kerjasama dengan subkon (outsourcing).
Itu termasuk prosedur (SOP) sertifikasi yang harus diikuti oleh subkon (outsourcing) seperti segregasi dan
perizinan.
Sistem Manajemen Internal Sebuah perusahaan menengah/besar belum menjamin sistem manajemen internalnya sudah memadai
Sertifikasi (termasuk SOP, tally untuk menuju sertifikasi kayu. Fakta yang ia temukan di empat lokasi (Yogyakarta, Surakarta, Surabaya,
sheet, SDM, dll)
Bali), hanya sedikit perusahaan yang sudah memiliki sistem manajemen internal yang memadai untuk
menuju sertifikasi kayu, biasanya mereka yang sudah mendapatkan sertifikasi voluntary FSC, sudah lebih
baik dalam kualitas manajemennya.
Beberapa memang sudah menerapkan pencatatan (tally sheet) mutasi kayu sederhana dalam proses
produksinya. Namun pencatatan tersebut belum dibarengi dengan sebuah sistem lacak-balaknya (CoC).
Sehingga bila ingin melakukan penelusuran asal-usul kayu tak akan terlacak.
Kapasitas sumberdaya manusia di sini dalam hal kapasitas pemahaman dan pengetahuan mengenai
sertifikasi kayu (persyaratan dan manajemen ) dan ketersediaan kuantitasnya. Kondisi ini terjadi tak
hanya di industri kecil atau pengrajin, tapi juga di perusahaan menengah hingga besar anggota
Asmindo di hampir seluruh lokasi.
Di delapan perusahaan pada empat lokasi pelatihan (Yogyakarta, Surakarta, Jawa Timur, dan Bali) hanya
satu yang memiliki peraturan perusahaan yang update. Yang lainnya ada beberapa yang sudah
membuat tapi tidak update.
Untuk K3, hampir di seluruh lokasi pelatihan belum satu pun yang secara lengkap memenuhi dan
mengimplementasikan K3. Peralatan umum yang seringkali ada hanya hydrant. Itu pun banyak yang tak
berfungsi lagi dan tak disiapkan di tempat yang tepat.
Komitmen Perusahaan dan Dalam dunia sertifikasi kayu, konsistensi perusahaan untuk menjalankan semua persyaratan sertifikasi
Kerjasama merupakan hal yang penting untuk dijaga. Konsistensi bisa berawal dari komitmen pimpinan
manajemen perusahaan. Komitmen sangat penting dan harus ada sebelum perusahaan tersebut ingin
melaksanaakn sertifikasi kayu. Komitmen yang tinggi para pimpinan manajemen perusahaan untuk
melakukan perbaikan dan melengkapi semua persyaratan yang diminta oleh sertifikasi, dapat memun-
culkan semangat bagi tim pelaksana di perusahaan. Bila semangat kerja tim sudah terbentuk, konsis-
tensi menjalankan manajemen sertifikasi akan dapat dilakukan.
Di delapan industri dari empat lokasi (Yogyakarta, Surakarta, Jawa Timur, dan Bali), Een Nuraeni melihat
komitmen belum kuat di Yogyakarta dan Bali.
141
Pelatihan SVLK bersama MFP
4. Ketelusuran Kayu
a. Perusahaan yang sedang menyiapkan/sudah mendapatkan sertifikasi voluntary (CoC,
VLO, TFT) umumnya memiliki sistem manajemen internal yang memadai dalam hal
pendokumentasian proses produksi yang snagat penting untuk penyiapan VLK.
b. Perusahaan skala kecil/menengah (apalagi belum menyiapkan menuju TFT, VLO, CoC)
umumnya belum menerapkan pendokumentasian proses produksi.
142
Pelatihan SVLK bersama MFP
• Catatan: Pemeringkatan oleh Teguh Yuwono tak memasukkan Surakarta dan Yogyakarta karena
ia tak mengikuti pelatihan di dua lokasi tersebut.
Meski tak mengikuti proses pelatihan di Yogyakarta dan Surakarta, Teguh Yuwono mencoba
membuat rangkuman temuan atas dasar laporan yang disusun oleh beberapa pelatih lain.
A. YOGYAKARTA
Aspek Temuan
1. Legalitas perusahaan • Secara umum legalitas perusahaan yang mengikuti pelatihan VLK sudah cukup lengkap, kecuali
dokumen lingkungan (UKL/UPL atau SPPL kebanyakan belum memiliki).
• Sebagian perizinan (SIUP / TDP / HO) masa berlakunya sudah kedaluwarsa.
2. Kelengkapan dokumen • Sebagian dokumen PUHH (SKSKB cap KR) belum dimatikan.
PUHH • Kayu olahan tak disertai dokumen FA-KO.
• Industri belum membuat dokumen LMKB / LMKO sesuai dengan P 55/2006.
3. Ketelusuran kayu • Tdak ada informasi.
4. Kerjasama dengan mitra/ • Belum ada kontrak kerjasama antara industri dengan sub-kontraktor.
subkon • Sumber bahan baku tak disertai dengan dokumen yang sesuai (hanya nota).
• Sub kontraktor belum menerapkan sistem administrasi pendokumentasian proses produksi secara
tertib.
• Belum dilakukan segregasi dan separasi dalam pengolahan kayu.
5. Ketenagakerjaan dan K-3 • Industri belum menerapkan K-3 secara tertib dan lengkap sesuai ketentuan.
B. SURAKARTA
Aspek Temuan
1. Legalitas perusahaan • Industri terpadu (yang memiliki //sawmill//) belum memiliki izin IUI primer dan RPBBI.
• Secara umum legalitas perusahaan yang mengikuti pelatihan VLK sudah cukup lengkap, kecuali
dokumen lingkungan (UKL/UPL atau SPPL kebanyakan belum memiliki).
• Sebagian izin (SIUP / TDP / HO) belum lengkap, dan yang tak sesuai antara izin legalitas atas nama
pribadi, sedang NIK atas nama perusahaan.
2. Kelengkapan dokumen • Sebagian dokumen PUHH (SKSKB cap KR) belum dimatikan.
PUHH • Kayu olahan tak disertai dengan dokumen FA-KO namun hanya disertai nota.
• Pembelian bahan baku kayu limbah tak ada bukti jual-beli.
• Industri belum membuat dokumen LMKB / LMKO sesuai P 55/2006.
3. Ketelusuran kayu • Pencatatan proses produksi belum dilakukan dengan baik.
4. Kerjasama dengan mitra/ • Belum ada kontrak kerjasama antara industri dengan sub-kontraktor.
subkon • Sumber bahan baku tidak disertai dengan dokumen yang sesuai (hanya nota).
• Sub-kontraktor belum menerapkan sistem administrasi pendokumentasian proses produksi secara
tertib.
• Belum dilakukan segregasi dan separasi dalam pengolahan kayu sehingga memungkinkan ada
ketercampuran antara produk VLK dengan non-VLK.
5. Ketenagakerjaan dan K-3 • Industri belum menerapkan K-3 secara tertib dan lengkap sesuai ketentuan.
143
Pelatihan SVLK bersama MFP
C. JEPARA
1. Meskipun kayu yang masuk ke Jepara sudah memiliki dokumen PUHH yang
lengkap, karena sebagian besar industri kayu skala kecil (dan industri rumah tangga)
umumnya membeli dalam bentuk eceran (beberapa batang), maka sebagian besar
pemindahtanganan kayu di Jepara tak disertai dokumen PUHH yang sah sesuai
ketentuan.
2. Banyak industri primer (sawmill) dan atau industri terpadu (gabungan primer
dengan sekunder) yang tak memiliki IUI-PHHK dan dokumen RPBBI.
3. Ketersediaan petugas P3KB di Jepara sangat terbatas (hanya dua orang) tak seimbang
dengan jumlah kayu yang masuk ke Jepara (rata-rata 200 truk per hari).
4. Biaya mematikan dokumen SKSKB, SKSKB cap KR, dan FA-KB cukup mahal.
5. Sebagian industri pengolahan kayu di Jepara memiliki subkon dan/atau atau menjadi
subkon dari perusahaan lain di Jepara maupun di luar Jepara (Semarang atau Bali).
Aspek Temuan
1. Legalitas perusahaan • Untuk perusahaan yang skala menengah hingga besar umumnya sudah memiliki perizinan yang
lengkap, kecuali dokumen lingkungan (UKL/UPL atau SPPL ada sebagian industri yang belum
memiliki).
• Untuk industri skala kecil (TDI atau IRT) kebanyakan belum memiliki ragam perizinan belum sesuai
ketentuan.
• Ada sebagian perizinan yang masa berlakunya sudah kedaluwarsa atau ada ketidaksesuaian antara
TDP, SIUP, dengan TDI/IUI. Ini khususnya mengenai jenis produk, kapasitas izin dengan yang riil
terjadi.
2. Kelengkapan dokumen • Bahan baku yang digunakan industri skala menengah hingga besar umumnya dilengkapi dokumen
PUHH PUHH.
• Bahan baku kayu yang digunakan oleh industri, (khususnya industri skala kecil) sebagian besar tak
disertai dengan dokumen PUHH yang sesuai ketentuan (dokumen FAKB, FAKO, Nota dll).
• Industri belum menyusun LMKB dan LMKO sesuai ketentuan.
3. Ketelusuran kayu • Industri skala menengah/besar umumnya sudah menerapkan pencatatan proses produksi. Namun
untuk industri skala kecil atau industry rumah tangga (IRT) belum memiliki pencatatan proses
produksi.
4. Kerjasama dengan mitra/ • Sub-kontraktor umumnya belum memiliki perizinan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
subkon • Belum ada kontrak kerjasama antara industri dengan sub-kontraktor.
• Sub kontraktor belum menerapkan sistem administrasi pendokumentasian proses produksi secara
tertib.
• Belum dilakukan segregasi dan separasi dalam pengolahan kayu sehingga dimungkinkan ada
ketercampuran antara produk VLK dengan non-VLK.
5. Ketenagakerjaan dan K-3 • Dokumen ketenagakerjaan masih belum lengkap (dokumen serikat pekerja atau kebijakan
perusahaan, peraturan perusahaan dll)
• SOP K-3 belum dimiliki, dan implementasi K-3 belum diterapkan secara konsisten.
144
Pelatihan SVLK bersama MFP
D. SEMARANG
1. Perusahaan peserta pelatihan VLK umumnya perusahaan menengah hinga besar,
dengan aset rata-rata di atas Rp 200 juta.
2. Sebagian perusahaan di Semarang memiliki sub-kontraktor (umumnya di Jepara) yang
memproduksi dari bahan baku dan barang setengahjadi, kemudian dikirim ke
Semarang dan industri di Semarang sebatas melakukan finishing dan pemasaran
serta ekspor.
Aspek Temuan
1. Legalitas perusahaan • Secara umum legalitas perusahaan yang mengikuti pelatihan VLK sudah cukup lengkap, kecuali
dokumen lingkungan (UKL/UPL atau SPPL belum memiliki).
• Sebagian dari perizinan masa berlakunya sudah kedaluwarsa.
• Ada sebagian perizinan (TDP, SIUP, IUI/TDI) yang belum sesuai, misalnya kapasitas izin, jenis produk,
dll.
2. Kelengkapan • Secara umum bahan baku yang digunakan oleh industri skala menengah/besar sudah dilengkapi
dokumen PUHH dengan dokumen PUHH, namun pada saat kayu olahan diangkut dari sawmill umumnya tidak
disertai dengan dokumen FA-KO (karena tidak tahu).
• Untuk industri yang memiliki kerjasama dengan sub kontraktor, umumnya memiliki permasalahan
belum tertibnya sub-kontraktor dalam pemenuhan dokumen PUHH (SKSKB, SKSKB cap KR, FA-KB,
FA-KO, dll).
3. Ketelusuran kayu • Industri skala menengah/besar umumnya sudah menerapkan sistem pencatatan proses produksi,
namun untuk sub kontraktor (umumnya ada di Jepara) belum menerapkan pencatatan proses
produksi.
4. Kerjasama dengan mitra/ • Sebagian industri di Semarang memiliki sub kontraktor di Jepara.
sub-kon • Sub-kontraktor umumnya belum memiliki perizinan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
• Belum ada kontrak kerjasama antara industri dengan sub-kontraktor.
• Sub kontraktor belum menerapkan sistem administrasi pendokumentasian proses produksi secara
tertib.
• Belum dilakukan segregasi dan separasi dalam pengolahan kayu sehingga dimungkinkan ada
ketercampuran antara produk VLK dengan non-VLK.
5. Ketenagakerjaan dan K-3 • Untuk industri skala menengah/besar sudah memiliki dokumen ketenagakerjaan dan K-3 meskipun
belum lengkap (misalnya dokumen kebijakan perusahaan, peraturan perusahaan/KKB).
• Sebagian industri belum memiliki SOP K-3 dan belum sepenuhnya menerapkan K-3.
145
Pelatihan SVLK bersama MFP
E. JAWA TIMUR
1. Peserta pelatihan VLK di Surabaya semuanya merupakan industri menengah hingga
besar dengan aset di atas Rp 200 juta, dan umumnya proses produksinya dilakukan
sendiri di pabrik tersebut. Ada sebagian industri yang menggunakan jasa subkon
(misalnya kegiatan bubut, mengukir, maupun menganyam dengan pelepah pisang).
2. Sub kontraktor yang dijadikan mitra industri umumnya berbentuk PT atau CV
sehingga sudah memiliki perizinan meskipun ada kemungkinan perlu dilakukan
pembenahan.
3. Ada sebagian industri yang merupakan industri terpadu (gabungan industri primer dan
lanjutan) dan sebagian lain merupakan industri lanjutan.
4. Bahan baku yang digunakan industri tersebut sebagian merupakan kayu olahan
(Perhutani maupun hutan rakyat), sedang sebagian kecil berupa kayu bulat (hutan
rakyat, square log) dari pemasok.
5. Sebagai bahan baku pendukung, perusahaan membeli kayu lapis, MDF, particle
board, dan veener dari pemasok atau perusahaan lain maupun toko. Umumnya hanya
dengan menggunakan nota.
6. ASMINDO Komda Jawa Timur cukup perhatian dalam penyiapan anggota menuju
sertifikasi/VLK. Mereka punya lembaga konsultan Asmindo Certification Care (ACC)
yang mendampingi anggota untuk maju sertifikasi.
Aspek Temuan
1. Legalitas Perusahaan • Secara umum legalitas perusahaan yang mengikuti pelatihan VLK sudah cukup lengkap, kecuali
dokumen lingkungan (UKL/UPL atau SPPL umumnya belum memiliki).
• Ada sebagian dari perizinan yang masa berlakunya sudah kedaluwarsa.
• Secara umum perusahaan dalam membeli bahan baku sudah dilengkapi dengan dokumen PUHH
2. Kelengkapan dokumen (FAKO, SKAU, Nota, dll).
PUHH • Masih ada perusahaan yang belum tertib dalam melakukan pendokumentasian dokumen PUHH
(misalnya PT Yanamuri).
• Sebagian besar perusahaan peserta pelatihan VLK sudah melakukan pencatatan dalam proses
3. Ketelusuran kayu produksi secara tertib. Hanya ada sebagian kecil yang belum melakukan proses dokumentasi
produksi (misal PT Yanamuri).
• Belum ada kontrak kerjasama antara industri dengan sub-kontraktor.
4. Kerjasama dengan mitra/ • Sub-kontraktor umumnya belum memiliki perizinan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
subkon • Sub kontraktor belum menerapkan sistem administrasi pendokumentasian proses produksi secara
tertib.
• Belum dilakukan segregasi dan separasi dalam pengolahan kayu sehingga memungkinkan ada
ketercampuran antara produk VLK dengan non-VLK.
5. Ketenagakerjaan dan K-3 • Untuk industri skala menengah hingga besar sudah memiliki dokumen ketenagakerjaan dan K-3
meskipun belum lengkap (misalnya dokumen kebijakan perusahaan, peraturan perusahaan/KKB).
• Sebagian industri belum memiliki SOP K-3 dan belum sepenuhnya menerapkan K-3.
146
Pelatihan SVLK bersama MFP
F. BALI
1. Komitmen peserta pelatihan VLK di Denpasar kurang. Dari 14 industri yang hadir
pada pelatihan dari pagi hingga petang, namun di malam hari hanya tersisa 9
perusahaan.
2. Bahan baku yang digunakan industri di Bali umumnya kayu olahan yang berasal dari
Jawa (Perhutan dan hutan rakyat), Kalimantan, Sulawesi. Untuk kayu yang berasal dari
Bali umumnya berupa kayu bulat (log) (jati, sengon, dll).
3. Selama ini di Bali banyak sawmill (industri primer) yang tak memiliki izin
IUIPHHK, sehingga kayu yang diolah dan diangkut di sawmill tak dilengkapi
dokumen FA-KO.
4. Di Bali banyak kepala desa yang belum teregister sebagai penerbit SKAU, sehingga ada
sebagian industri yang beli kayu dari hutan rakyat namun tidak dilengkapi dokumen
SKAU.
5. Sebagian industri di Bali memiliki sub-kontraktor di Jawa (kebanyakan Jawa Timur,
dan Jepara). Ada yang finishing dan packaging, namun ada juga yang hanya
sebatas trading.
Aspek Temuan
1. Legalitas perusahaan • Sebagian perusahaan yang mengikuti pelatihan VLK sudah memiliki perizinan yang cukup lengkap,
kecuali dokumen lingkungan (UKL/UPL atau SPPL belum memiliki). Sebagian dari perizinan masa
berlakunya sudah kedaluwarsa.
• Namun sebagian perusahaan lain belum memiliki perizinan yang lengkap.
2. Kelengkapan dokumen • Masih banyak ditemukan industri dalam memenuhi bahan baku belum disertai dengan dokumen
PUHH PUHH sesuai ketentuan (misal FAKO, SKAU, Nota, dll).
3. Ketelusuran kayu • Sebagian besar industri pengolahan kayu di Bali belum menerapkan sistem pendokumentasian
proses produksi.
4. Kerjasama dengan mitra/ • Belum ada kontrak kerjasama antara industri dengan sub-kontraktor.
subkon • Sub kontraktor umumnya belum memiliki perizinan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
• Sub kontraktor belum menerapkan sistem administrasi pendokumentasian proses produksi secara
tertib.
• Belum dilakukan segregasi dan separasi dalam pengolahan kayu sehingga memungkinkan ada
ketercampuran antara produk VLK dengan non-VLK.
5. Ketenagakerjaan dan K-3 • Untuk industri skala menengah/besar sudah memiliki dokumen ketenagakerjaan dan K-3 meskipun
belum lengkap (misalnya dokumen kebijakan perusahaan, peraturan perusahaan/KKB), namun
sebagian lain juga belum memiliki.
• Sebagian industri belum memiliki SOP K-3 dan belum sepenuhnya menerapkan K-3.
147
Buku ini merupakan rekaman berbagai peristiwa yang mengiringi
pelaksanaan pelatihan SVLK bagi industri kecil-menengah anggota
Asmindo. Pelatihan berlangsung di enam kota sentra industri
mebel dan kerajinan di Pulau Jawa dan Bali melalui kerjasama MFP
dengan DPP Asmindo serta Komda Asmindo di keenam daerah. Itu
antara lain Yogyakarta (Asmindo Komda DIY), Surakarta (Asmindo
Komda Solo Raya), Jepara (Asmindo Komda Jepara) Semarang
(Asmindo Komda Semarang), Surabaya (Asmindo Komda Jawa
Timur), dan Denpasar (Asmindo Komda Bali).