Anda di halaman 1dari 31

HUBUNGAN NORMA SUBJEKTIF DENGAN PERENCANAAN

PERNIKAHAN PADA REMAJA

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER

2023
A. JUDUL PENELITIAN

Hubungan Norma Subjektif Dengan Perencanaan Pernikahan Pada Remaja

Lokasi

Lokasi penelitian ini dilakukan diwilayah Sumber Jambe Kabupaten JEMBER, Jawa

Timur.

1.1 Peretujuan etik

Penilitian ini bukan penelitian multi senter sehingga tidak memerlukan persetujuan

etik dari senter/institusi yang lain.

B. IDENTIFIKASI

2.1 CV Peneliti

2.1.1 CV Peneliti Utama

DATA PRIBADI

1. Nama :

2. NIM :

3. Tempat, Tanggal Lahir :

4. Jenis Kelamin :

5. Agama :

6. Alamat :

7. No Telp/HP :

8. Pekerjaan :

9. Program Studi :

10. Fakultas :

11. Institusi :
12. Alamat Institusi :

12. Alamat E-mail :

2.1.2 CV Peneliti Anggota

Anggota Peneliti 1 :

Jenis Kelamin :

NIK :

Institusi :

No. Telp/Email :

Anggota Peneliti 2 :

Jenis Kelamin :

NIK :

Institusi :

No. Telp/Email :

2.1.3 CV Lembaga Sponsor

Dalam penelitian ini tidak memiliki lembaga sponsor dan peneliti menggunakan biaya

pribadi.

C. PROTOKOL PENELITIAN
3.1 Ringkasan

3.2 Latar Belakang

Perencanaan pernikahan dini merupakan suatu pernikahan atau perkawinan pada

usia dimana seseorang tersebut belum mencapai usia dewasa. Undang-undang tentang

perkawinan telah mengatur batas minimal usia perempuan dan laki-laki yang akan

melangsungkan pernikahan. Dalam undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974

pasal 7 menyatakan bahwa perkawinan hanya dizinkan bila pihak pria mencapai umur 19

tahun dan pihak perempan sudah mencapai usia 16 tahun (Haidar, 2019). Remaja yang

memutuskan untuk menikah pada usia dibawah 19 tahun dipengaruhi oleh beberapa

faktor, bisa dari diri pribadi maupun luar pribadi. Memutuskan suatu tindakan merupakan

sebuah perilaku dimana sebelumnya diawali dengan niat. Niat dapat diprediksi

menggunakan teori planned behavior (Indiasari, 2019).

Usia pernikahan yang kurang dari usia minimal menikah disebut dengan

pernikahan dini dengan kategori usia <19 tahun Berdasarkan data pernikahan di bawah

usia 18 tahun di berbagai negara seperti Amerika sebesar 90 %, Asia Timur sebesar 62%,

dan Pasifik sebesar 53 % (Arthur & Earle, 2018). Sedangkan pada rentang usia 15-19

yang telah menikah memiliki angka 11,7% jauh lebih besar jika dibandingkan dengan

laki-laki muda berusia 15-19 tahun sejumlah 1,6 % (Hadi & Sunarko, 2017). Pada

pernikahan dini proporsi menikah sebelum umur 18 tahun pada 2020 di indonesia yaitu

10,35%, jawa timur dengan usia perempuan menikah sebelum usia 18 tahun pada 2020

sebesar 10,67 %. Sedangkan pada kabupaten jember tahun 2020, ada 600 dari sekitar

21.000 pernikahan di antaranya melibatkan anak perempuan di bawah 19 tahun selain itu,
400 pernikahan di antaranya melibatkan anak laki-laki di bawah 19 tahun. Di

Sumberjambe riwayat pernikahan usia dini pada tahun 2020 perkawinan anak usia.

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyimpulkan bahwa

angka pernikahan usia muda di pedesaan memang lebih besar dibandingkan di perkotaan.

Perbandingan yang didapatkan untuk kelompok yang menikah di usia muda (umur 15-19

tahun) sebanyak 5,28% terjadi di perkotaan dan 11,88% terjadi pedesaan. Pernikahan usia

tersebut paling banyak dilakukan pada perempuan-perempuan berstatus pendidikan

rendah dan juga berasal dari keluarga berstatus ekonomi rendah.

Permasalahan kesehatan reproduksi yang dapat ditimbulkan akibat pernikahan

dini yaitu pada saat kehamilan, dapat menjadi faktor penyebab terjadinya keguguran,

anemia, dan keracunan kehamilan. Pada saat persalinan dan nifas, dapat menyebabkan

terjadinya persalinan prematur dan mudah terjadi infeksi sedangkan dampak yang

ditimbulkan pada bayi yang dilahirkan, yaitu Bayi Berat 2 Lahir Rendah (BBLR) dan

kelainan bawaan bahkan berisiko terjadinya kematian ibu dan kematian bayi. Risiko

terjadinya kematian ibu dan bayi pada perempuan yang menikah dibawah usia 20 tahun

50% lebih tinggi dibandingkan pada perempuan yang menikah diusia 20 tahun keatas

(Nainggolan, 2019).

Menurut Azzen (2018) beberapa faktor yang mempengaruhi keinginan adalah

faktor sikap, faktor norma subjektif, dan faktor kontrol perilaku pernikahan ini dilakukan

oleh perempuan dan laki-laki yang belum mencapai syarat ideal untuk melangsungkan

suatu pernikahan atau perkawinan. Adapun factor yang menjadi pendorong terjadinya

perkawinan dini yang sering ditemui di lingkungan masyarakat kita yakni factor ekonomi
(kemiskinan), factor pendidikan (putus sekolah), faktor orangtua (perjodohan), factor

media massa (situs dewasa/pergaulan bebas), dan factor adat/budaya (sudah baliqh

langsung dinikahkan) Kusuma, 2019).

Hal ini diduga karena berbagai factor yang diantaranya yakni factor ekonomi,

sosial dan budaya. Alasan ekonomi yakni solusi paling cepat dengan menikahkan

anaknya, karena dengan adanya keluarga baru maka dihadapkan dapat membantu status

perekonomian orangtuanya. Alasan sosial masih banyak masyarakat yang menganggap

bahwa semakin cepat anak perempuan menikah maka semakin baik. Sedangkan alasan

budaya, yakni diduga masih ada beberapa daerah terpencil di Indonesia yang

melangsungkan pernikahan diusia muda dimana hal tersebut lumrah meskipun tidak

sesuai dengan ketetapan undangundang perkawinan tahun 1974 pasal 7 yakni seseorang

diperbolehkan menikah pada usia minimal 16 tahun bagi perempuan dan minimal 19

tahun bagi laki-laki. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan

sebelumnya, maka secara umum rumusan yang akan di teliti “Hubungan Norma

Subjektif Dengan Perencanaan Pernikahan Pada Remaja Di SMAN 1 Sumber Kalong

Bondowoso”.

D. ISU ETIK PENELITIAN

Menurut peneliti, isu-isu etik dalam penelitian ini difasilitasi dengan Lembar

Informed Consent (Lembar persetujuan), Anonimity (Tanpa nama), dan Confidentiality

(Kerahasiaan). Informed consent berisi penjelasan mengenai tujuan dan manfaat

penelitian termasuk juga penjelasan tentang hak responden terkait Anatonimity dan

Confidentiality. Prinsip Anatonimity dilakukan dengan tidak mencantumkan nama asli

responden dalam penelitian. Confidentiality yaitu informasi yang telah dikumpulkan dari
responden tetap dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dengan cara melampirkan data

kasar atau mentah di dalam hasil penelitian ini.

E. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep Theory Of Planed Behavior


2.1.1 Pengertian
Theory of Planned Behavior adalah teori yang memperkirakan pertimbangan dalam

perilaku manusia. Secara psikologis, sifat perilaku manusia dapat dipertimbangkan dan

direncanakan. Theory of Planned Behavior memiliki keunggulan dibandingkan teori

keperilakuan lainnya. Theory of Planned Behavior merupakan teori perilaku yang dapat

mengenali bentuk keyakinan seseorang, terhadap kontrol atas sesuatu yang akan terjadi dari

hasil perilaku. Dari sinilah, perbedaan perilaku, antara seseorang yang berkehendak, dengan

yang tidak berkehendak, dapat dibedakan (Busia, 2015). Teori perilaku terencana
membedakan antara tiga jenis kepercayaan (belief) yaitu behavioral belief, normative belief,

dan control belief, dimana hal tersebut terkait dengan konstruksi sikap (attitude), norma

subjektif (subjective norm), dan kontrol perilaku yang dirasakan (perceived behavior control)

Hal tersebut cukup bisa dikatakan bahwa semua keyakinan mengasosiasikan perilaku

menarik dengan atribut dari beberapa jenis, baik itu suatu hasil, harapan normatif, atau

sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan perilaku. Dengan demikian, mungkin untuk

mengintegrasikan semua keyakinan tentang perilaku yang diberikan untuk mendapatkan

ukuran keseluruhan perilaku disposisi. Keberatan utama untuk pendekatan seperti itu adalah

bahwa hal itu mengaburkan perbedaan yang menarik, baik dari teori dan dari sudut pandang

praktis. Secara teoritis, evaluasi pribadi dari perilaku (attitude), perilaku sosial yang

diharapkan (norma subjektif), dan selfefficacy dengan perilaku (perceived behavioral

control) adalah konsep yang sangat berbeda masing-masing memiliki tempat yang penting

dalam penelitian sosial dan perilaku.

2.1.2 Sikap
Sikap dianggap sebagai anteseden pertama dari intensi perilaku, yang mencerminkan

keinginan, dan kepercayaan seseorang, untuk menampilkan suatu perilaku tertentu.

Kepercayaan atau beliefs ini disebut dengan behavioral beliefs. Seorang individu akan

berniat untuk menampilkan suatu perilaku tertentu ketika ia menilainya baik secara positif

maupun negative. Sikap ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan individu mengenai

konsekuensi dari suatu perilaku (behavioral beliefs), yang dilihat berdasarkan hasil evaluasi

terhadap konsekuensi akibat perilaku tersebut (outcome evaluation) Sikap-sikap tersebut

dipercaya memiliki pengaruh langsung terhadap intensi berperilaku dan dihubungkan dengan

norma subjektif dan perceived behavioral control.


2.1.3 Norma Subjektif
Norma Subyektif dianggap sebagai anteseden kedua dari intensi perilaku, yang

mencerminkan keinginan, dan kepercayaan seseorang, untuk menampilkan suatu perilaku

tertentu. Norma subjektif diasumsikan sebagai suatu fungsi dari beliefs yang secara spesifik

menjadi acuan bagi seseorang untuk setuju atau tidak setuju dalam menampilkan suatu

perilaku. Kepercayaan-kepercayaan yang termasuk dalam norma-norma subjektif disebut

juga kepercayaan normatif (normative beliefs). Seorang individu akan berniat menampilkan

suatu perilaku tertentu jika ia beranggapan bahwa orang yang dianggap penting baginya,

berfikir bahwa ia seharusnya melakukan hal itu. Orang lain yang penting tersebut bisa

pasangan, sahabat, dokter dan sebagainya. Hal ini dapat diketahui dengan cara menanyai

responden untuk menilai apakah orang yang dianggap penting tadi cenderung akan setuju

atau tidak setuju jika ia menampilkan perilaku yang dimaksud (Achmat, 2015).

2.1.4 Kontrol Perilaku Persepsi


Kontrol perilaku yang dirasakan didefinisikan sebagai perasaan individu tentang

kemudahan atau kesulitan yang akan dialaminya dalam melaksanakan perilaku. Control

perilaku merupakan control yang dimiliki oleh individu dalam berperilaku ketika individu

menilai kondisi eksternal. Dalam TPB, kontrol perilaku yang dirasakan merupakan sesuatu

yang menggambarkan tingkat kontrol kehendak internal yang paling rendah. Hal ini timbul

karena individu seringkali dipenngaruhi oleh tingkat keyakinan dirinya akan kemampuannya

melaksanakan perilaku tersebut. Perasaan keyakinan diri dipengaruhi oleh kemampuan

individu dalam menganalisis ketersediaan sumber daya dan kesempatan yang mendukung

perilaku. Ketersediaan sumber daya pendukung bersifat spesifik. Masing-masing perilaku


memiliki karakteristik kebutuhan sumber daya yang kadang sulit untuk dipenuhi, namun

tidak jarang pula membutuhkan sumber daya yang minim. Selain itu kontrol perilaku juga

berhubungan dengan sesuatu yang dirasakan yang seringkali memiliki tingkat relativitas.

Sesuatu yang dirasakan sebagai sulit atau mudah berada dalam suatu batasan contimum yang

tidak stabil dan akan berubah sesuai dengan kondisi dan situasi. Dalam pemikiran umum,

tingkat kepercayaan diri merupakan komponen kognitif untuk mampu mengendalikan

masalah dan merupakan aspek fundamental dari pemikiran manusia.

2.2 Konsep Remaja


2.2.1 Definisi Remaja
Masa remaja dimulai dengan masa remaja awal usia 12-14 tahun, kemudian

dilanjutkan dengan masa remaja tengah usia 15-17 tahun dan masa remaja akhir 18-21 tahun

(Hurlock, 2011). Remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama

kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan

seksual (Sarwono, 2011). Pada tahap tersebut remaja mengalami banyak perubahan baik

secara emosi, tubuh, minat, pola perilaku dan juga penuh dengan masalah-masalah pada

masa remaja (Hurlock, 2011).

2.2.2 Tahapan Remaja

Tahapan remaja menurut Sarwono (2011) dan Hurlock (2011) ada tiga tahap, yaitu :

a. Remaja awal (early adolescence) usia 11-13 tahun, pada tahap ini remaja masih heran akan

perubahan perubahan yang terjadi pada tubuhnya, remaja mengembangkan pikiran-pikiran

baru, cepat tertarik pada lawan jenis, ingin bebas, mulai berfikir abstrak dan mudah

terangsang secara erotis. Pada tahap ini remaja awal sulit untuk mengerti dan dimengerti

oleh orang dewasa.


b. Remaja Madya (middle adolescence) 14-16 tahun, pada tahap ini remaja sangat

membutuhkan teman-teman, remaja merasa senang jika banyak teman yang menyukainya,

ada kecendrungan “narcistic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman

yang mempunyai sifat yang sama pada dirinya. Pada fase remaja madya ini mulai timbul

keinginan untuk berkencan dengan lawan jenis dan berkhayal tentang aktivitas seksual

sehingga remaja mulai mencoba aktivitas-aktivitas seksual yang mereka inginkan.

c. Remaja akhir (late adolesence) 17-20 tahun merupakan tahap konsolidasi menuju periode

dewasa yang ditandai dengan pencapaian 4 hal, yaitu minat yang makin mantap terhadap

fungsi-fungsi intelektual, terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi,

egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri, tumbuh “dinding” yang

memisahkan diri pribadinya (private self) dan publik.

2.2.3 Perkembangan Remaja

Faktor yang paling menonjol dalam tumbuh kembang remaja adalah adanya perubahan

fisik, psikososial, kognitif dan alat reproduksi (Ali Imron, 2012).

a. Perkembangan fisik, pada remaja putri terdapat tampak perubahan bentuk tubuh seperti

tumbuhnya payudara dan panggul yang membesar. Puncak kematangan pada remaja

wanita adalah ketika mendapatkan menstruasi pertama (menarche), hal ini menunjukkan

bahwa remaja putri telah memproduksi sel telur yang tidak dibuahi, sehingga akan keluar

bersama darah menstruasi melalui vagina (Sarwono, 2011).

b. Perkembangan emosi, erat kaitannya dengan perkembangan hormone dan ditandai dengan

emosi yang sangat labil. Remaja ketika marah bisa meledak-ledak, jika sedang gembira

terlihat sangat ceria dan jika sedih bisa sangat depresif, ini adalah kondisi yang normal

bahwa remaja belum dapat sepenuhnya mengendalikan emosinya (Sarwono, 2011)


c. Perkembangan kognitif, dapat dilihat dari bagaimana mereka dapat menyelesaikan

masalahnya yaitu dengan penyelesaian yang logis. Dalam menyelesaikan masalah, remaja

dapat mencari solusi dan jalan keluarnya secara efektif, remaja juga mampu berpikir secara

abstrak setiap menyelesaikan masalah.

d. Perkembangan psikososial, pada masa ini remaja mulai tertarik dengan lawan jenis, minat

sosialnya bertambah dan penampilannya menjadi lebih penting dibandingkan sebelumnya.

Perubahan fisik yang terjadi seperti berat badan dan proporsi tubuh dapat menimbulkan

perasaan yang tidak menyenangkan seperti, malu dan tidak percaya diri.

2.3 Konsep Pernikahan Dini

2.3.1 Pengertian Pernikahan Dini

Pernikahan usia dini (early mariage) merupakan suatu pernikahan formal atau tidak

formal yang dilakukan dibawah usia 18 tahun (UNICEF, 2018). Pernikahan usia dini adalah

pernikahan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang wanita, yang umur keduanya

masih dibawah umur minimum yang diatur oleh undang-undang (Rohmah, 2019). Pernikahan

dini adalah pernikahan yang berlangsung pada umur di bawah usia produktif yaitu kurang

dari 20 (dua puluh ) tahun pada wanita dan kurang dari 25 (dua puluh lima) tahun pada pria.1

Menurut Undang-Undang Perkawinan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan

No.1/1974 sebagi hukum positif yang berlaku di Indonesia, menetapkan bahwa perkawinan

hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak

wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.2 jadi pernikahan dikatakan sebagai

pernikahan dini jika salah satu pasangan pernikahan usianya masih dibawah 19 (sembilan

belas) tahun.
Pernikahan dini merupakan perkawinan dibawah umur, dalam hal ini persiapan

seorang anak atau remaja belum sepenuhnya maksimal, baik dalam persiapan mental, psikis,

bahkan materinya. Ketika pernikahan dilakukan di usia dini, remaja belum cukup memiliki

pengetahuan tentang pernikahan, keluarga, dan belum mengetahui bagaimana manajemen

konflik yang baik sehingga hal tersebut akan menimbulkan pertengkaran dalam keluargan dan

membuat pernikahannya kurang harmonis (Haidaer, 2018)

2.3.2 Faktor-Faktor Pernikahan Dini

Ada bermacam-macam faktor yang mempengaruhi pernikahan dini seperti halnya

faktor ekonomi, pendidikan yang rendah, budaya dan adat, kemauan sendiri, dan pergaulan

bebas. Secara lebih detail berikut penjelasan faktor-faktor pernikahan dini yaitu (Kusuma,

2018):

a) Faktor ekonomi

Kesulitan ekonomi menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya pernikahan dini,

keluarga yang mengalami kesulitan ekonomi akan cenderung menikahkan anaknya

pada usia muda. Pernikahan ini merupakan solusi bagi kesulitan ekonomi keluarga,

dengan menikah diharapkan akan mengurangi beban ekonomi keluarga, sehingga

akan sedikit dapat mengatasi kesulitan ekonomi. Disamping itu masalah ekonomi

yang rendah dan kemiskinan menyebabkan orang tua tidak mampu mencukupi

kebutuhan anaknya dan tidak mampu membiayai sekolah, sehingga mereka

memutuskan untuk menikahkan anaknya dengan harapan lepas tanggung jawab untuk

membiayai kehidupan anaknya ataupun dengan harapan anaknya bisa memperoleh

penghidupan yang lebih baik.

b) Faktor pendidikan
Pendidikan remaja memiliki hubungan sebab akibat terhadap kejadian pernikahan

dini. Remaja yang berpendidikan rendah mempengaruhi kejadian pernikahan usia

dini, semakin rendah pendidikan remaja maka semakin beresiko untuk melakukan

pernikahan usia dini karena kurangnya kegiatan atau aktifitas remaja sehari-hari

sehingga remaja memilih melakukan pernikahan usia dini. Begitu juga sebaliknya

semakin tinggi pendidikan remaja maka semakin lama untuk melakukan pernikahan,

sehingga remaja terhindar dari pernikahan usia dini. Jadi tingkat pendidikan yang

rendah atau tidak melanjutkan sekolah lagi bagi seorang remaja dapat mendorong

seseorang untuk cepatcepat menikah.

c) Kebiasaan dan adat setempat

Adat istiadat yang diyakini masyarakat tertentu semakin menambah persentase

pernikahan dini. Misalnya keyakinan bahwa tidak boleh menolak pinangan seseorang

pada putrinya walaupun masih dibawah umur usia 18 (delapan belas) tahun, karena

hal tersebut akan dianggap menghina pihak yang melamar sehingga hal tersebut

menyebabkan orang tua menikahkan putrinya. Selain itu pada beberapa keluarga

tertentu, dapa dilihat ada yang memiliki tradisi atau kebiasaan menikahkan anaknya

pada usia muda, dan hal ini berlangsung terus menerus, sehingga anak-anak yang ada

pada keluarga tersebut secara otomatis akan mengikuti tradisi tersebut. Jadi kebiasaan

dan adat di lingkungan setempat mempengaruhi kebiasaan warganya untuk menikah

di usia dini. alasan mereka menikah di usia dini agar tidak dikatakan perawan tua, dan

orang yang di lamar dilarang menolak karena bisa menimbulkan sulit mendapat

jodoh.

d) Menikah karena kecelakan (Married by Accident)


Terjadinya kehamilan di luar nikah, karena anak-anak melakukan hubungan yang

melanggar norma, memaksa mereka untuk melakukan pernikahan dini, guna

memperjelas status anak yang dikandung. Pernikahan ini memaksa mereka menikah

dan bertanggung jawab untuk berperan sebagai suami istri serta menjadi ayah dan

ibu, sehingga hal ini berdampak pada penuaan dini, karena mereka belum siap lahir

batin. Disamping itu, dengan kehamilan anak diluar nikah membuat ketakutan orang

tua, sehingga hal tersebut mendorong orang tua menikahkan anak pada usia muda.

Jadi hamil di luar nikah menjadi salah satu faktor anak menikah di usia muda, karena

orang tua khawatir terhadap persepsi masyarakat dilingkunganya dan hal tersebut

membuat orang tua menikahkan anaknya di usia dini, untuk menutupi aib keluarga.

e) Faktor orangtua

Pernikahan dini juga dapat disebabkan karena pengaruh bahkan paksaan orang tua.

Ada beberapa alasan orang tua menikahkan anaknya secara dini, karena khawatir

anaknya terjerumus dengan pergaulan bebas dan berakibat negatif, orang tua ingin

melanggengkan hubungan dengan relasi atau anak relasinya, menjodohkan anaknya

dengan anak saudara dengan alasannya agar harta yang dimiliki tidak jatuh ke orang

lain, tetapi tetap dipegang oleh keluarga. Faktor pendidikan orang tua juga sangat

berpengaruh dalam pernikahan dini, semakin rendah pendidikan orang tua maka

semakin besar orang tua akan menikahkan anaknya di usia dini

2.3.3 Dampak Pernikahan Dini

Menurut Indiasar (2019) setiap tindakan manusia pasti memiliki dampak positif

maupun dampak negatif. Seperti halnya pernikahan dini juga memiliki dampak positif

maupun negatif secara langsung bagi para pelakunya yaitu :


a) Dampak ekonomi

Anak remaja yang usianya dibawah 18 (delapan belas) tahun sering kali belum

mapan atau tidak memiliki pekerjaan yang layak dikarenakan tingkat pendidikan

mereka yang rendah. Hal tersebut menyebabkan anak yang sudah menikah masih

menjadi tanggung jawab keluarga khususnya orang tua dari pihak laki-laki (suami).

Akibatnya orang tua memiliki beban ganda, selain menghidupi keluarga, mereka

juga harus menghidupi anggota keluarga baru. Kondisi ini akan berlangsung secara

turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya sehingga kemiskinan

struktural akan terbentuk.

b) Dampak kesehatan

Menikah muda memiliki risiko tidak siap melahirkan dan merawat anak, dan

apabila mereka melakukan aborsi, maka berpotensi melakukan aborsi yang tidak

aman dan dapat membahayakan keselamatan bayi dan ibunya sampai kepada

kematian. Jadi pernikahan yang dilakukan di usia dini dapat menimbulkan bahaya

bagi wanita. Pada saat hamil dan melahirkan organ reproduksi belum siap. Sehingga

saat melahirkan kemungkinan menyebabkan kematian terhadap ibu maupun anak

cukup besar

c) Dampak psikologis

Bagi pelaku pernikahan di bawah umur secara psikis mereka belum siap, karena

pada usia tersebut mereka pada dasarnya masih ingin bebas seperti teman-teman

yang lain, pergi sekolah dan bekerja tanpa tanggung jawab terhadap suami ataupun

anak. Mereka masih labil sehingga kadang merasa resah dan marah-marah tanpa

alasan. Pernikahan usia muda rentan terhadap perselisihan atau percekcokan karena
masing-masing ingin eksistensinya diakui pasangannya. Disamping itu masing-

masing ingin diperhatikan dan dimanja, ketika harapan itu tidak terpenuhi maka

mudah sekali terjadi kesalahpahaman. Pernikahan usia dini membutuhkan tanggung

jawab dan kesabaran, sebab permasalahan kecil dalam keluarga bisa menimbulkan

kesalahpahaman yang berlanjut dengan percekcokan dan berakhir meninggalkan

pasangannya dan bisa terjadi perceraian.

F. KONDISI LAPANGAN

6.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di wilayah SMA di Sumberkalong, Kec. Wonosari, Kab.

Bondowoso, Jawa Timur. Dalam menjalankan kegiatannya, UPTD SPF SMP Negeri 1

Wonosari berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

6.2 Fasilitas

6.3 Demografis
G. DESAIN PENELITIAN

7.1 Tujuan Penelitian

7.1.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis Hubungan Norma Subjektif Dengan

Perencanaan Pernikahan Pada Remaja Di SMAN 1 Sumber Kalong Bondowoso

7.1.2 Tujuan Khusus

Tujuan Khusus dari penelitian ini adalah :

a) Mengidentifikasi Perencanaan Pernikahan Pada Remaja

b) Mengindetifikasi norma subjektif yang terjadi pada remaja

c) Menganalisis adanya Hubungan Norma Subjektif Dengan Perencanaan Pernikahan

Pada Remaja Di SMAN 1 Sumber Kalong Bondowoso

7.2 Hipotesis

Hipotesis yang diambil dalam penelitian ini adalah

H0 : Ada Hubungan Norma Subjektif Dengan Perencanaan Pernikahan Pada Remaja Di

SMAN 1 Sumber Kalong Bondowoso

H1 : Tidak ada Hubungan Norma Subjektif Dengan Perencanaan Pernikahan Pada

Remaja Di SMAN 1 Sumber Kalong Bondowoso

7.3 Pertanyaan Penelitian

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”apakah ada Hubungan Norma Subjektif

Dengan Perencanaan Pernikahan Pada Remaja Di SMAN 1 Sumber Kalong Bondowoso?”

7.4 Asumsi dan Variabel Penelitian

7.4.1 Variabel Penelitian


Variabel adalah seseorang atau objek yang memilik variasi antara satu dengan

orang/objek yang lain. Variabel meliputi ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki oleh orang

atau objek yang membedakannya satu dan yang lainnya. Jenis variabelnya terdiri dari

variabel bebas, variabel terikat, dan variabel pengganggu (Masturoh & Anggita, 2018).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat pernikahan dini, dan variabel terikat

adalah norma subjektif.

7.4.3 Instrumen Penelitian

Kuesioner adalah alat pengumpulan data yang memberikan beberapa pertanyaan

dan pernyataan kepada responden kemudian untuk dijawab secara tertulis (Masturoh &

Anggita 2018). Pengukuran dilakukan menggunakan kuesioner terkait perencanaan

pernikahan dini dan norma subjektif diri pada remaja.


7.5 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan yaitu penelitian kuantitatif dengan pendekatan

cross sectional. Penelitian cross sectional merupakan penelitian yang menyelidiki

korelasi antara paparan atau faktor risiko dan akibat atau efek, penelitian dengan cara

pengambilan data variabel independen dan variabel dependen yang dilakukan hanya

dengan satu kali pada saat itu. Semua variabel, baik independen maupun dependen,

diamati pada waktu yang bersamaan jadi tidak diperlukan adanya tindak lanjut (Syapitri

et al., 2021). Dalam penlitian ini mencari hubungan antara variabel independen yaitu

norma subjektif dengan variabel dependen yaitu perencanaan pernikahan dini

7.6 Metode

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional.

Penelitian cross sectional merupakan penelitian yang menyelidiki korelasi antara

paparan atau faktor risiko dan akibat atau efek, penelitian dengan cara pengambilan data

variabel independen dan variabel dependen yang dilakukan hanya dengan satu kali pada

saat itu. Semua variabel, baik independen maupun dependen, diamati pada waktu yang

bersamaan jadi tidak diperlukan adanya tindak lanjut (Syapitri et al., 2021). Penelitian ini

akan melakkukan pengkajian penyebab dari berlangsungnya perniakhan dini yang terjadi

pada remaja. Teknik pengumpulan data untuk mengetahui hubungan antara tingkat stres

dengan manajemen perawatan diri pada lansia dengan hipertensi yaitu menggunakan

kuesioner yang diberikan pada responden untuk diisi. Pengambilan data dilakukan melaului

proses :

a) Mengurus surat izin penelitian kepada Dekan Fakultas Keperawatan Universitas dr.
Soebandi Jember

b) Melanjutkan surat kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Jember

c) Surat dilanjut kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Jember

d) Surat yang didapatkan lalu diserahkan pada kepala sekolah SMPN 1 Sumber Kalong

Bondowoso

e) Setelah peneliti mendapatkan izin dari pihak SMAN 1 Sumber Kalong Bondowoso

peneliti mengunjungi siswa-siswi

f) Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian ini kepada responden dan

melakukan pengisian informed consent terkait dengan penelitian yang dilakukan

g) Responden diberikan lembar informed consent dan lembar kuesioner yang

berhubungan dengan norma subjektif dan pernikahan dini.

h) Responden diminta mengisi kuesioner tentang hal dalam penelitian ini setelah

responden menandatangani lembar informed consent dan mengisi identitas pada lembar

tersebut. Responden diberikan waktu ±30 menit untuk mengisi kuesioner

i) Kuesioner yang telah diisi kemudian diserahkan responden kepada peneliti untuk

diperiksa kembali untuk memastikan setiap point yang terdapat pada instrumen telah

terisi semua oleh responden


H. SAMPLING

8.1 Subjek Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian atau objek yang memenuhi kriteria yang

ditetapkan (Nursalam, 2015). Pada penelitian ini populasi yang diambil adalah seluruh

siswa-siswi pada kelas 7 di SMAN 1 Sumber Kalong Bondowoso sejumlah 126 Siswi.

Sampel penelitian ini adalah unit terkecil dari sekelompok individu yang merupakan bagian

perwakilan dari populasi (Dharma, 2015).

Rumus Slovin :

N
n=
1+ N ¿ ¿

126
n=
1+¿ ¿

126
n= =¿
1+(126 x 0 , 01)

126
n=
1+1 , 26

126
n= =55 , 77 ( 56 ) Responden
2 , 26

Keterangan :

n : Jumlah sampel

N : Jumlah populasi

e : Tingkat signifikasi di dalam pengambilan sampel 1% (0,01)

Dari hasil perhitungan menggunakan rumus slovin didapat jumlah sampel yang

akan digunakan yaitu sebanyak 56 responden. Teknik pengambilan sampel yang akan

digunakan dalam penelitian ini menggunakan simple random sampling. Simple random
samplimg adalah metode pengambilan sampel secara acak sederhana dapat

menggunakan metode lotere atau undian (Nursalam, 2015).

8.2 Kriteria Pertisipan

8.2.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi mempunyai ciri-ciri umum subjek penelitian suatu populasi target

yang terjangkau dan akan diteliti yaitu siswa yang bersedia menjadi responden

8.2.2 Kriteria Ekslusi

Kriteria eksklusi adalah langkah mengeluarkan subjek yang memenuhi persyaratan

kriteria inklusi dan kemungkinan mengganggu pengukuran dan interpretasi hasil. Pada

penelitian ini yang menjadi kriteria eklusi yaitu Siswa yang tidak hadir saat dilakukan

penelitian

8.3 Sampling Kelompok Rentan

Penelitian ini tidak melibatkan anak anak atau orang dewasa yang rentan atau tidak

mampu memberikan persetujuan untuk meminimalisir bila terjadi reisko. Penelitian ini

melibatkan remaja yang merupakan kelompok rentan, akan tetapi penelitian ini bukan

penelitian intervensi, penelitian ini hanya mengambil data dengan cara mengisi kuisioner,

tentunya diawal sudah diberikan penjelasan terkait bagaimana penelitian ini akan dilakukan

untuk itu remaja mengisi persetujuan pada lembar informed consent sebagai ketersediaan

menjadi responden. Apabila lansia tidak bisa mengisi lembar informed consent sendiri,

maka akan diwakili oleh keluarga atau guru.


I. INTERVENSI

Tidak relevan. Penelitian ini bukan merupakan penelitian intervensi.

J. MONITORING PENELITIAN

10.1 Monitoring Penelitian

Tidak relevan. Pengambilan data dilakukan 1 kali pada saat selesai jam pelajaran,

tentunya ada petugas kesehatan yang mendampingi pada saat pengambilan data dilakukan.

Apabila ada remaja yang masuk kriteria inklusi tapi tidak dalam kondisi yang baik maka

tidak dijadikan sampel.

K. PENGHENTIAN PENELITIAN DAN ALASAN

Penelitian ini dihentikan apabila responden merasa tidak nyaman ataupun tidak

bersedia melanjutkan penelitian

L. ADVERSE EVENT & KOMPLIKASI

12.1 Metode Pencatatan dan Pelaporan

Penlitin ini merupakan penelitian korelasi tidak yang memberikan intervensi pada

responden. Pencatatan jawaban responden menggunakan kuesioner yang nantinya akan

diolah dan dianalisis. Responden berhak menolak/menghentikan pengumpulan data jika

ada hal yang tidak diinginkan dalam penelitian. Peneliti bertanggung jawab atas dampak

penelitiannya terhadap responden.

12.2 Resiko

Tidak relevan. Penelitian ini bukan merupakan penelitian eksperimen / intervensi.

M. PENANGANAN KOMPLIKASI

13.1 Penanganan
Penelitian ini bukan berupa intervensi, perlakuan atau pengobatan apapun,

sehingga tidak akan menimbulkan risiko cedera fisik atau bahkan kematian. Peneliti hanya

akan menanyakan beberapa pertanyaan yang tercantum dalam kuesioner penelitian.

N. MANFAAT

14.1 Manfaat Penelitian

Subjek dapat mengetahui terkait factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya

pernikahan dini dan dampak yang terjadi pada kedua remaja yang melakukan pernikahan

dini. Dampak bukan hanya pada mereka sendiri tetapi dampak akibat yang terjadim pada

merek juga pada calon anak mereka.

14.2 Manfaat Aplikatif

a. Bagi Institusi Keperawatan

Diharapkan penelitian ini dapat memperkaya khazanah bagi Ilmu Keperawatan

dalam pengembangan keilmuan khususnya Keperawatan anak dan komunitas serta

diharapkan dapat menjadi acuan dan peningkatan pengetahuan dalam upaya turut serta

berperan aktif dalam upaya pengendalian kejadian pernikahan dini pada remaja

b. Bagi Peneliti

Diharapkan penelitian ini memberikan pengalaman baru bagi peneliti sebagai

peneliti pemula khususnya terkait dengan penanggulangan kejadian pernikahan dini pada

remaja

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman bagi pihak yang akan melakukan

berikutnya, serta dapat pengembangkan penelitian terhadap aspek-aspek metode metode

yang dapat mengurangi kejadian pernikahan dini pada remaja


O. JAMINAN KEBERLANJUTAN

15.1 Keberlanjutan

Penelitian ini bukan merupakan penelitian intervensi, apabila hasil penelitian ini

didapatkan bahwa bagi responden yang mempunyai rencana melakukan pernikahan dini

maka akan diberikan edukasi dampak dan akibat dari pernikahan dini.

15.2 Modalitas

Tidak relevan, penelitian ini tidak memberikan intervensi atau perlakuan pada

responden

15.3 Pihak yang Mendaptkan Keberlangsungan Pengobatan

Tidak relevan, penelitian ini tidak memberikan intervensi atau perlakuan pada

responden

15.4 Lama Waktu

Tidak relevan, penelitian ini tidak memberikan intervensi atau perlakuan pada

responden

P. INFORMED CONSENT

16.1 Cara Memperolah Informed Consent

Peneliti akan membrikan penjelasan mengenai tujuan, manfaat, prosedur, dan risiko

penelitian. Responden berhak menerima ataupun menolak untuk tidak menjadi responden

tanpa adanya paksaan untuk menandatangani informed consent.

16.2 Perencanaan Monitoring Kesehatan Ibu dan Anak

Penelitian ini tidak melibatkan Ibu hamil dan anak anak


Q. WALI

17.1 Wali/Orang Tua

Dalam penelitian ini yang menajdi subjek adalah remaja. penliti akan menjelaskan

terkait tujuan manfaat, prosedur dan risiko penelitian pada keluarga atau guru dari remaja

tersebut apabila remaja tidak bisa memberikan informed consent. Penelitian ini tidak

melibatkan anak dibawah umur.

R. BUJUKAN

18.1 Deskripsi Bujukan

Peneliti memberikan souvenir atau bingkisan kepada responden atas

keikutsertaanya dalam penelitian berupa ATK seperti buku, pensil dan penghapus senilai

Rp. 10.000.

18.2 Rencana dan Prosedur

Prosedur penelitian dijelaskan pada responden sebelum dilakukan penenlitian

sehinnga berhak menerima ataupun menolak untuk melanjutkan penelitian.

18.3 Perencanaan Menginformasikan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini rencananya akan diinformasikan kepada responden dengan

memberikan lembaran kertas hasil penelitian kepada pihak SMAN 1 Sumber Kalong

Bondowoso, kemudian akan diringkas menggunakan bahasa yang mudah dipahami

sehingga informasi hasil penelitian dapat diteruskan kepada responden.

S. PENJAGAAN KERAHASIAAN

19.1 Proses Rekrutmen Subjek

Proses rekrutmen dilakukan sendiri oleh peneliti dengan secara langsung

mendatangi responden sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Langkah atau upaya peneliti
dalam menjaga privasi dan kerahasiaan selama proses rekrutmen adalah dengan

melakukan pendekatan secara terapeutik terhadap responden dan menjaga setiap

dokumen yang berisi tentang informasi responden, serta responden dapat menghubungi

peneliti pada nomor hp 08254621584

19.2 Proteksi Kerahasiaan Data

Peneliti tidak mencantumkan nama responden ( anomity ) dan tidak mencantumkan

data mentah pada hasil penelitian. Peneliti hanya menyimpan sendiri hasil dari penelitian.

19.3 Informasi Koding

Informasi terkait responden disimpan sendiri oleh peneliti dan tidak ada pihak lain

yang mengetahuinya, dengan menyimpan file serta dokumen secara rapi dalam satu folder

yang telah diberikan password.

19.4 Penggunaan Data Personal/Material Biologis

Data dalam penelitian digunakan sesuai dengan tujuan dan manfaat penelitian.

T. RENCANA ANALISIS

20.1 Analisis Statistik

Analisa data pada penelitian ini menggunakan analisa univariat dan Bivariat.

a) Analisis Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap

variable penelitian.Analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi pada setiap

variable (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini peneliti melihat gambaran distribusi

frekuensi untuk norma subjektif dan pernikahan dini pada rremaja angka persentase

dihitung dengan menggunakan rumus :

b)
P = Nilai f/ n x 100%

Keterangan :

P : Nilai Persentase responden

f : Frekuensi responden berdasarkan kategori hasil ukur

n : Jumlah skore keseluruhan responden

c) Analisis Bivariat

Analisa bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk menjelaskan hipotesis hubungan

variable bebas dengn variable terikat (Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini digunakan uji

Chi-Square untuk menghubungkan variable terikat (independent) dan variable bebas

(dependen) yaitu untuk mencari Hubungan Norma Subjektif Dengan Perencanaan

Pernikahan Pada Remaja Di SMAN 1 Sumber Kalong Bondowoso. Data yang

dikumpulkan diolah melalui program softwer IBM SPSS (Statiscal Package For Sosial

Sciences) statistic 20. Uji Chi-Square adalah salah satu dari jenis uji korelasi yang

digunakan untuk mengetahui derat keeratan hubungan anatara variable independen dan

dependen. Dasar pengambilan keputusan hasil analisis uji statistik adalah terdapat

Hubungan Norma Subjektif Dengan Perencanaan Pernikahan Pada Remaja Di SMAN 1

Sumber Kalong Bondowoso dan dengan p-value > 0,00 dan ≤α 0,05.

U. MONITOR KEAMANAN

21.1 Rencana Monitoring Keamanan Obat/Intervensi

Penelitian ini tidak memberikan intervensi atau perlakuan


V. KONFLIK KEPENTINGAN

22.1 Regulasi Konflik

Peneliti akan memaparkan hasil penelitian sesuai dengan data yang didapatkan.

Untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan, peneliti menjaga kerahasiaan data

responden. Jika memang pada pelaksanaanya terjadi konflik, maka oeneliti akan

memberitahukan dan meminta saran pada komite etik.

W. MANFAAT SOSIAL

23.1 Manfaat Sosial

Penelitian ini tidak dilakukan pada setting sumberdaya lemah, namun peneliti juga

akan memfasilitasi responden jika memang nantinya ada yang berkonsultasi terkait dengan

topik penelitian dan masalah kesehatan yang dialami. Peneliti berharap dapat memberikan,

manfaat pada responden dan tempat penelitian dengan adanya penelitian ini.

23.2 Protokol Penelitian (Dokumen)

Proses penelitian ini melibatkan agregat remaja dengan perencanaan pernikahan

dini di Di SMPN 1 Sumber Kalong Bondowoso, dan penanggung jawab SMAN 1

Sumber Kalong Bondowoso hanya akan diberikan informasi terkait tujuan dan manfaat

penelitian tanpa melibatkan pengisian kuesioner

X. HAK ATAS DATA

24.1 Hak Publikasi Hasil Riset

Hak atas data murni milik peneliti. Hak publikasi hasil riset juga tentunya milik

peneliti. Ketua beserta anggota peneliti berkewajiban menyiapkan bersama terkait laporan

hasil penelitian.
Y. PUBLIKASI

25.1 Rencana Publikasi

Penelitian ini berencana akan dipublikasikan di repositori Universitas dr Soebandi

dalam bentuk manuskrip

Z. PENDANAAN

26.1 Pendanaan

Penelitian ini didanai secara pribadi oleh peneliti

AA. KOMITMEN ETIK

27.1 Pernyataan Penliti

Peneliti akan mematuhi prinsip-prinsip yang tertuang dalam pedoman. Surat

pernyataan peneliti terlampir.

27.2 Riwayat Usulan Review Protokol Etik

Peneliti sebelumnya belum pernah mengajukan dan mendapatkan uji kelayakan etik .

27.3 Pernyataan Tidak Ada Pemalsuan Data

Peneliti menyatakan jika ada bukti pemalsuan data maka akan ditangani sesuai

policy sponsor untuk mengambil langkah yang diperlukan.

Anda mungkin juga menyukai