Anda di halaman 1dari 20

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

Metode Analisis Isi.

Penilaian tingkat ketaatan berdasar pada


kode etik periklanan
yang tertuang dalam Etika Pariwara Indonesia

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan metode Analisis Isi (content analysis)

Analisis isi menurut Berelson (1952, p.18) adalah suatu teknik penelitian yang

dilakukan secara objektif, sistematis, dan deskripsi kuantitatif dari isi komunikasi

yang tampak (manifest).

Sebagai suatu teknik penelitian, analisis isi mempunyai pendekatan

tersendiri dalam menganalisis data, yaitu mempelajari dan menarik kesimpulan

atas suatu fenomena dengan memanfaatkan dokumen. Terkait dengan hal

tersebut, penelitian ini akan menggunakan dokumen berupa iklan-iklan yang

ditujukan untuk anak yang dimuat dalam majalah anak Bobo pada periode waktu

antara tahun 2000 sampai dengan tahun 2010. Pemilihan tahun tersebut

didasarkan pada periode sebelum (tahun 2000-2005) dan periode sesudah (tahun

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2006-2010) disahkannya penyempurnaan kedua terhadap Etika Periklanan

Indonesia pada tahun 2005.

Pengamatan dan pencatatan dilakukan terhadap pelanggaran-pelanggaran

yang terjadi dengan alat ukur Etika Periklanan Indonesia yang disahkan oleh

Dewan Periklanan Indonesia pada Tahun 2005. Data yang didapatkan dan dicatat

dalam lembar coding akan berupa frekwensi pelanggaran.

Tujuan dari analisis isi iklan tersebut untuk mendapatkan data

mengenai :

1. Mengetahui iklan versi apa saja yang diiklankan di majalah Bobo pada kurun

waktu 1 Januari 2000 sampai dengan 31 Desember 2010.

2. Mengetahui apakah ada iklan yang melanggar Etika Pariwara Indonesia.

3. Mengetahui apakah ada penurunan angka yang signifikan atas pelanggaran

terhadap Etika Pariwara Indonesia (EPI).

4. Mengetahui sikap apa yang diambil oleh para pelaku periklanan berkenaan

dengan disahkannya penyempurnaan Etika Pariwara Indonesia (EPI) pada

1 Juli 2005.

5. Mengetahui pedoman etika apa yang cenderung untuk dilanggar.

6. Mengetahui kategori produk apa yang dominan melanggar Etika Pariwara

Indonesia (EPI).

B. Definisi Konseptual

Istilah-istilah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pedoman etika profesi dan etika usaha yang dirumuskan oleh pihak pelaku

industri periklanan yang tergabung dalam asosiasi pendukung, yaitu :

 AMLI; Asosiasi Perusahaan Media Luar-griya Indonesia

 APPINA; Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia

 ASPINDO; Asosiasi Pemrakarsa dan Penyantun Iklan Indonesia

 ATVLI; Asosiasi Televisi Lokal Indonesia

 ATVSI; Asosiasi Televisi Swasta Indonesia

 GPBSI; Gabungan Perusahaan Bioskop Indonesia

 PPPI; Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia

 PRSSNI; Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia

 SPS; Serikat Penerbit Suratkabar

 TVRI; Televisi Republik Indonesia

Kumpulan etika profesi dan etika usaha tersebut dikenal dengan Tata

Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia. Yang kemudian disepakati untuk

disebut Etika Pariwara Indonesia.

2. Etika Pariwara Indonesia

Etika Pariwara Indonesia (EPI) adalah ketentuan-ketentuan normatif

yang menyangkut profesi dan usaha periklanan yang telah disepakati untuk

dihormati, ditaati, dan ditegakkan oleh semua asosiasi dan lembaga

pengembannya.

Etika Pariwara Indonesia yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Etika Pariwara yang telah disempurnakan pada tahun 2005.

3. Iklan

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pesan komunikasi pemasaran atau komunikasi publik tentang sesuatu

produk yang disampaikan melalui sesuatu media, dibiayai oleh pemrakarsa

yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat.

4. Pengiklan

Pemrakarsa, penyandang dana, dan pengguna jasa periklanan.

5. Periklanan

Seluruh proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan,

penyampaian, dan umpan balik dari pesan komunikasi pemasaran.

6. Perusahaan Periklanan

Suatu organisasi usaha yang memiliki keahlian untuk merancang,

mengkoordinasi, mengelola, dan atau memajukan merek, pesan, dan atau

media komunikasi pemasaran untuk dan atas nama pengiklan dengan

memperoleh imbalan atas layanannya tersebut.

7. Media Cetak

Salah satu sarana komunikasi massa untuk menyampaikan pesan

periklanan kepada konsumen atau khalayak sasaran dalam wujud cetak.

8. Khalayak

Orang atau kelompok orang yang menerima pesan periklanan dari

sesuatu media.

9. Badan Musyawarah Etika

Organisasi independen dan nirpamong yang beranggotakan semua

asosiaso pendukung EPI yang bertugas dan berwenang untuk menegakkan

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

etika periklanan. Lembaga ini bernaung di bawah Dewan Periklanan

Indonesia.

10. Anak-anak

Orang atau kelompok orang di bawah usia 12 tahun, kecuali

dinyatakan lain.

11. Pelanggaran terhadap Etika Pariwara Indonesia

Perbuatan yang melanggar atau tidak sesuai dengan peraturan-peratuan

yang dibuat oleh Dewan Periklanan Indonesia yang tertuang dalam Etika

Pariwara Indonesia. Dalam penelitian ini yaitu pelanggaran terhadap Etika

Pariwara Indonesia yang telah mengalami penyempurnaan pada tahun

2005.

C. Definisi Operasional

Konsep harus dapat diukur dan diteliti, maka konsep harus diturunkan agar

dapat diamati secara empiris. Maka dibuatlah sebuah definisi operasional dari

definisi konseptual. Definisi operasional dalam penilitan ini adalah :

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Etika Periklanan

Indonesia yang disempurnakan dan disahkan pada tahun 2005 oleh Dewan Pers

Indonesia. Tidak semua butir peraturan dijadikan sebagai alat ukur dalam

penelitian ini, melainkan hanya butir-butir peraturan yang berkaitan langsung

dengan permasalahan penelitian. Sehingga didapat 25 butir peraturan yang

dianggap relevan yang kemudian diturunkan menjadi 25 pertanyaan untuk

mengisi coding sheet.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Ke-25 butir peraturan yang dimaksud adalah :

1. Butir 1.2.1

Iklan harus disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami oleh khalayak

sasarannya, dan tidak menggunakan persandian (enkripsi) yang dapat

menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh perancang pesan

iklan tersebut

2. Butir 1.2.2

Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor

satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“, dan atau yang bermakna sama,

tanpa secara khas menjelaskan keunggulan tersebut yang harus dapat

dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang

otentik

3. Butir 1.2.3.a

Penggunaan kata ”100%”, ”murni”, ”asli” untuk menyatakan sesuatu

kandungan, kadar, bobot, tingkat mutu, dan sebagainya, harus dapat

dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang

otentik

4. Butir 1.3.1

Tanda asteris (*) pada iklan di media cetak tidak boleh digunakan untuk

menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi khalayak

tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari produk yang diiklankan,

ataupun tentang ketidaktersediaan sesuatu produk

5. Butir 1.5

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kata “gratis” atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh dicantumkan

dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain. Biaya

pengiriman yang dikenakan kepada konsumen juga harus dicantumkan dengan

jelas.

6. Butir 1.6

Jika harga sesuatu produk dicantumkan dalam iklan, maka ia harus

ditampakkan dengan jelas, sehingga konsumen mengetahui apa yang akan

diperolehnya dengan harga tersebut.

7. Butir 1.10

Iklan tidak boleh – langsung maupun tidak langsung – menampilkan adegan

kekerasan yang merangsang atau memberi kesan membenarkan terjadinya

tindakan kekerasan.

8. Butir 1.11

Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengabaikan segi-segi

keselamatan, utamanya jika ia tidak berkaitan dengan produk yang diiklankan

9. Butir 1.25

Ketaktersediaan Hadiah Iklan tidak boleh menyatakan “selama persediaan

masih ada” atau kata-kata lain yang bermakna sama

10. Butir 1.9

Rasa Takut dan Takhayul Iklan tidak boleh menimbulkan atau

mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang

terhadap takhayul, kecuali untuk tujuan positif

11. Butir 1.17.1

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pemberian kesaksian hanya dapat dilakukan atas nama perorangan, bukan

mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas.

12. Butir 1.23

Istilah Ilmiah dan Statistik Iklan tidak boleh menyalahgunakan istilah-istilah

ilmiah dan statistik untuk menyesatkan khalayak, atau menciptakan kesan

yang berlebihan

13. Butir 1.27.1

Iklan yang ditujukan kepada khalayak anak-anak tidak boleh menampilkan hal-

hal yang dapat mengganggu atau merusak jasmani dan rohani mereka,

memanfaatkan kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau kepolosan

mereka

14. Butir 2.3.2

Iklan tidak boleh menganjurkan pemakaian suatu obat secara berlebihan

15. Butir 2.3.3

Iklan tidak boleh menggunakan kata, ungkapan, penggambaran atau

pencitraan yang menjanjikan penyembuhan, melainkan hanya untuk

membantu menghilangkan gejala dari sesuatu penyakit

16. Butir 2.3.4

Iklan tidak boleh menggambarkan atau menimbulkan kesan pemberian

anjuran, rekomendasi, atau keterangan tentang penggunaan obat tertentu

oleh profesi kesehatan seperti dokter, perawat, farmasis, laboratoris, dan pihak-

pihak yang mewakili profesi kesehatan, beserta segala atribut, maupun yang

berkonotasi profesi kesehatan.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

17. Butir 2.3.7

Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti “aman”,

“tidak berbahaya”, “bebas efek samping”, “bebas risiko” dan ungkapan lain

yang bermakna sama, tanpa disertai keterangan yang memadai

18. Butir 2.4.1

Iklan tidak boleh menampilkan pemeran balita untuk produk yang bukan

diperuntukkan bagi balita.

19. Butir 2.4.3

Iklan tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi, dilarang dimuat dalam

media massa. Pemuatan pada media nonmassa, harus sudah mendapat

persetujuan Menteri Kesehatan, atau lembaga lain yang mempunyai

kewenangan serta mencantumkan keterangan bahwa ia bukan pengganti ASI.

20. Butir 2.5.3

Iklan tidak boleh menyatakan atau memberi kesan bahwa penggunaan

vitamin, mineral, dan suplemen adalah syarat mutlak bagi semua orang, dan

memberi kesan sebagai obat

21. Butir 3.1.1

Anak-anak tidak boleh digunakan untuk mengiklankan produk yang tidak

layak dikonsumsi oleh anak-anak, tanpa didampingi orang dewasa.

22. Butir 3.1.2

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Iklan tidak boleh memperlihatkan anak-anak dalam adegan-adegan yang

berbahaya, menyesatkan atau tidak pantas dilakukan oleh anak-anak

23. Butir 3.1.3

Iklan tidak boleh menampilkan anak-anak sebagai penganjur bagi penggunaan

suatu produk yang bukan untuk anak-anak

24. Butir 3.1.4

Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengeksploitasi daya rengek

(pester power) anak-anak dengan maksud memaksa para orang tua untuk

mengabulkan permintaan anakanak mereka akan produk terkait.

25. Butir 4.1.1

Ukuran huruf pada iklan mini, baris, kecik dan sejenisnya, tidak boleh kurang

dari 5,5 point

Dari 25 butir peraturan yang telah dipilih karena terdapat relevansi

terhadap penelitian ini kemudian dibuat 25 pertanyaan dengan jawaban berupa

data nominal “ya” dan “tidak”. Data kemudian dimasukkan dalam coding sheet

(proses pengcodingan) dengan protokol pengisian yang telah ditentukan.

1. Ada/tidak penggunaan anak-anak untuk mengiklankan produk yang tidak

layak dikonsumsi oleh anak-anak, tanpa didampingi orang dewasa?

2. Ada/tidak penggunaan anak-anak dalam memerankan adegan-adegan yang

berbahaya, menyesatkan atau tidak pantas dilakukan oleh anak-anak?

3. Ada/tidak penggunaan balita untuk produk yang tidak diperuntukan bagi

balita?

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4. Ada/tidak penggunaan anak-anak sebagai penganjur suatu produk yang bukan

untuk anak-anak?

5. Ada/tidak anak-anak yang ditampilkan merengek untuk memaksa orang tua

mengabulkan permintaan mereka terkait dengan produk yang diiklankan?

6. Ada/tidak penggunaan kata-kata yang bias dan tersandi yang dapat

menimbulkan penafsiran lain selain menawarkan produk?

7. Ada/tidak penggunaan kata-kata superlatif (paling, nomor satu, top, terbaik,

satu-satunya, dan perkataan sejenis) tanpa adanya pernyataan tertulis dari

otoritas terkait dan bukti yang otentik?

8. Ada/tidak penggunaan kata-kata 100%, murni, asli tanpa adanya pernyataan

tertulis dari otoritas terkait dan bukti yang otentik?

9. Ada/tidak penggunaan unsur takhayul yang digunakan untuk memanfaatkan

seseorang dan mempermainkan rasa takut. (kecuali untuk tujuan positif)?

10. Ada/tidak penggunaan kesaksian yang mengatasnamakan lembaga, kelompok,

golongan, atau masyarakat luas?

11. Ada/tidak penggunaan istilah-istilah ilmiah dan statistik untuk menyesatkan

khalayak, atau menciptakan kesan yang berlebihan?

12. Ada/tidak tampilan yang dapat mengganggu atau merusak jasmani dan rohani

anak-anak, memanfaatkan kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau

kepolosan anak-anak?

13. Ada/tidak unsur mendorong anak-anak untuk mengkonsumsi obat-obatan

secara berlebihan yang tidak sesuai dengan ijin indikasi?

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

14. Ada/tidak penggunaan kata-kata, ungkapan, penggambaran atau pencitraan

yang menjanjikan kesembuhan (iklan hanya boleh diiklankan untuk membantu

menghilangkan gejala dari suatu penyakit)?

15. Ada/tidak penggunaan kesan bahwa produk yang diiklankan mendapat

rekomendasi dari seseorang yang berprofesi sebagai ahli kesehatan seperti

dokter, perawat, farmasis, laboratoris, dan segala atribut yang berkonotasi

profesi kesehatan?

16. Ada/tidak penggunaan kata-kata yang berlebihan seperti “aman”, “tidak

berbahaya”, “bebas efek samping”, “bebas risiko” dan ungkapan lain yang

bermakna sama, tanpa disertai keterangan yang memadai?

17. Ada/tidak penggunaan kata-kata yang mengesankan produk vitamin, mineral

atau suplemen sebagai bahan pengganti sebagai syarat mutlak bagi anak-anak?

18. Ada/tidak kesan untuk menjadikan produknya sebagai pengganti ASI?

19. Ada/tidak penggunaan tanda asteris pada iklan yang ditujukan untuk

menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi khalayak

tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari produk yang diiklankan,

ataupun tentang ketidaktersediaan sesuatu produk?

20. Ada/tidak kesan untuk menyembunyikan harga produk yang diiklankan?

21. Ada/tidak kesan untuk menyembunyikan biaya-biaya tambahan yang harus

dibayarkan untuk mendapatkan produk yang diiklankan?

22. Ada/tidak adegan kekerasan yang ditampilkan secara langsung maupun tidak

langsung?

23. Ada/tidak tampilan adegan-adegan yang mengabaikan segi-segi keselamatan.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

24. Ada/tidak tulisan yang menyatakan “selama persediaan masih ada” dan kata-

kata lain yang bermakna sama?

25. Ada/tidak penggunaan huruf dibawah 5,5 point (tidak terbaca)?

Setelah didapat 25 pertanyaan yang terkait dengan pengisian lembar kode,

maka perlu dibuat protokol yang jelas agar jawaban dapat memiliki tingkat

reliabilitas yang tinggi. Dengan kata lain agar tidak ada perbedaan penafsiran

yang terlalu luas antar coder. Berikut ini adalah protokol yang dibuat untuk

pertayaan :

1. Ada/tidak penggunaan anak-anak untuk mengiklankan produk yang tidak

layak dikonsumsi oleh anak-anak, tanpa didampingi orang dewasa?

Yang dimaksud dengan produk yang tidak layak dikonsumsi oleh anak adalah

produk-produk yang tidak ditujukan untuk anak, seperti mainan yang tidak

diperuntukkan atau berbahaya jika digunakan oleh anak, minuman bersoda,

obat-obatan berdosis tinggi (bukan vitamin), rokok, dan semua jenis yang bisa

membahayakan anak?

2. Ada/tidak penggunaan anak-anak dalam memerankan adegan-adegan yang

berbahaya, menyesatkan atau tidak pantas dilakukan oleh anak-anak.

Yang dimaksud dengan adegan berbahaya adalah, segala bentuk kegiatan yang

dapat membahayakan anak seperti meloncat dari ketinggian, mendorong anak

yang lain, menunjukkan kegiatan/adegan yang melukai, dll.?

3. Ada/tidak penggunaan balita untuk produk yang tidak diperuntukan bagi

balita?

Cukup jelas tanpa penjelasan lebih lanjut.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4. Ada/tidak penggunaan anak-anak sebagai penganjur suatu produk yang bukan

untuk anak-anak?

Cukup jelas tanpa penjelasan lebih lanjut.

5. Ada/tidak anak-anak yang ditampilkan merengek untuk memaksa orang tua

mengabulkan permintaan mereka terkait dengan produk yang diiklankan?

Yang dimaksud dengan merengek adalah ekspresi cemberut, marah, menangis,

kecewa yang ditunjukkan oleh endorser.

6. Ada/tidak penggunaan kata-kata yang bias dan tersandi yang dapat

menimbulkan penafsiran lain selain menawarkan produk?

Yang dimaksud dengan kata bias dan tersandi adalah kata-kata yang dapat

menimbulkan persepsi yang lain selain tujuan utama untuk mengiklankan

produk, seperti kata-kata bombastis dan penebalan kalimat yang memiliki

maksud lain.

7. Ada/tidak penggunaan kata-kata superlatif (paling, nomor satu, top, terbaik,

satu-satunya, dan perkataan sejenis) tanpa adanya pernyataan tertulis dari

otoritas terkait dan bukti yang otentik?

Cukup jelas tanpa penjelasan lebih lanjut.

8. Ada/tidak penggunaan kata-kata 100%, murni, asli tanpa adanya pernyataan

tertulis dari otoritas terkait dan bukti yang otentik.

Cukup jelas tanpa penjelasan lebih lanjut?

9. Ada/tidak penggunaan unsur takhayul yang digunakan untuk memanfaatkan

seseorang dan mempermainkan rasa takut. (kecuali untuk tujuan positif)

Cukup jelas tanpa penjelasan lebih lanjut?

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

10. Ada/tidak penggunaan kesaksian yang mengatasnamakan lembaga, kelompok,

golongan, atau masyarakat luas?

Cukup jelas tanpa penjelasan lebih lanjut.

11. Ada/tidak penggunaan istilah-istilah ilmiah dan statistik untuk menyesatkan

khalayak, atau menciptakan kesan yang berlebihan?

Cukup jelas tanpa penjelasan lebih lanjut.

12. Ada/tidak tampilan yang dapat mengganggu atau merusak jasmani dan rohani

anak-anak, memanfaatkan kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau

kepolosan anak-anak?

Cukup jelas tanpa penjelasan lebih lanjut.

13. Ada/tidak unsur mendorong anak-anak untuk mengkonsumsi obat-obatan

secara berlebihan yang tidak sesuai dengan ijin indikasi?

Yang dimaksud dengan mendorong anak untuk mengkonsumsi obat secara

berlebih seperti kata-kata “bisa diminum setiap hari” “bisa diminum setiap

saat” dan kata yang bermakna sama.

14. Ada/tidak penggunaan kata-kata, ungkapan, penggambaran atau pencitraan

yang menjanjikan kesembuhan (iklan hanya boleh diiklankan untuk membantu

menghilangkan gejala dari suatu penyakit)?

Cukup jelas tanpa penjelasan lebih lanjut.

15. Ada/tidak penggunaan kesan bahwa produk yang diiklankan mendapat

rekomendasi dari seseorang yang berprofesi sebagai ahli kesehatan seperti

dokter, perawat, farmasis, laboratoris, dan segala atribut yang berkonotasi

profesi kesehatan.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Cukup jelas tanpa penjelasan lebih lanjut?

16. Ada/tidak penggunaan kata-kata yang berlebihan seperti “aman”, “tidak

berbahaya”, “bebas efek samping”, “bebas risiko” dan ungkapan lain yang

bermakna sama, tanpa disertai keterangan yang memadai?

Cukup jelas tanpa penjelasan lebih lanjut.

17. Ada/tidak penggunaan kata-kata yang mengesankan produk vitamin, mineral

atau suplemen sebagai bahan pengganti sebagai syarat mutlak bagi anak-anak.

Cukup jelas tanpa penjelasan lebih lanjut?

18. Ada/tidak kesan untuk menjadikan produknya sebagai pengganti ASI?

Cukup jelas tanpa penjelasan lebih lanjut.

19. Ada/tidak penggunaan tanda asteris pada iklan yang ditujukan untuk

menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi khalayak

tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari produk yang diiklankan,

ataupun tentang ketidaktersediaan sesuatu produk?

Cukup jelas tanpa penjelasan lebih lanjut.

20. Ada/tidak kesan untuk menyembunyikan harga produk yang diiklankan?

Cukup jelas tanpa penjelasan lebih lanjut.

21. Ada/tidak kesan untuk menyembunyikan biaya-biaya tambahan yang harus

dibayarkan untuk mendapatkan produk yang diiklankan?

Cukup jelas tanpa penjelasan lebih lanjut.

22. Ada/tidak adegan kekerasan yang ditampilkan secara langsung maupun tidak

langsung?

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Yang dimaksud dengan adegan kekerasan adalah memukul, membanting, dll.,

yang dapat mengakibatkan dampak merusak.

23. Ada/tidak tampilan adegan-adegan yang mengabaikan segi-segi keselamatan?

Cukup jelas tanpa penjelasan lebih lanjut.

24. Ada/tidak tulisan yang menyatakan “selama persediaan masih ada” dan kata-

kata lain yang bermakna sama?

Cukup jelas tanpa penjelasan lebih lanjut.

25. Ada/tidak penggunaan huruf dibawah 5,5 point (tidak terbaca)?

Yang dimaksud dengan tidak terbaca adalah huruf yang disamarkan, jika

huruf besar tetapi berwarna sama dengan latar belakang dan tidak terbaca

jelas, maka dapat dikategorikan sebagai tidak terbaca.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi : Iklan di media cetak majalah anak Bobo yang berkaitan

dengan produk yang memiliki segmentasi pasar anak-

anak. Dengan periode waktu antara tahun 2000 sampai

dengan tahun 2010

2. Populasi sasaran : Semua iklan di majalah anak Bobo yang berkaitan dengan

produk yang memiliki segmentasi pasar anak-anak.

Dengan periode waktu antara tahun 2000 sampai dengan

tahun 2010

3. Sampel : Sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan dari

populasi (Sensus)

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

E. Unit Analisis

Unit sampling

Semua iklan produk anak-anak dimedia cetak khususnya majalah Bobo,

yang berkaitan dengan produk yang ditujukan untuk anak-anak. Dengan periode

waktu antara tahun 2000 sampai dengan tahun 2010.

Unit pencatatan

Semua pelanggaran terhadap kode etik yang tertuang dalam Etika Pariwara

Indonesia (EPI) yang diterbitkan oleh Dewan Periklanan Indonesia (DPI)

Unit konteks

Kitab Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia (TKTCPI) yang

selanjutnya disepakati untuk disebut sebagai Etika Pariwara Indonesia (EPI)

diterbitkan oleh Dewan Periklanan Indonesia (DPI). Yang mengatur tentang

produk iklan yang ditujukan kepada anak-anak.

F. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan guna penarikan kesimpulan,

dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap isi iklan-iklan dari produk

anak-anak yang dimuat dalam majalah BOBO. Dengan periode waktu antara

tahun 2000 sampai dengan tahun 2010. Teknik pengumpulan data dilakukan

menggunakan coding manual dan coding sheet.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

G. Reliabilitas Data

Untuk memenuhi syarat obyektivitas, hasil penghitungan dari proses

pengukuran unit analisis perlu diuji kembali. Adapun rumus yang dipakai dalam

penghitungan tingkat keterpercayaan intercoder pada penelitian ini menggunakan

intercoder reliability dari Holsti (Bulaeng, 2004) sebagai berikut :

Reliabilitas Antar-Coder = _2M

N1 + N2

Keterangan:

CR : Coefisien Reliability

M : hasil koding yang sama dari dua orang koder

N : jumlah objek yang dikategori

Menurut Lasswell dalam Flournoy (1989), pemberian angka yang

menunjukkan kesamaan antara pelaksana koding sebaiknya berkisar antara 70 - 80

persen, dengan demikian proses koding dapat diterima sebagai keterpercayaan.

H. Analisis Data

Untuk menjawab permasalahan dan tujuan penelitian khususnya yang

berkenaan dengan pelanggaran terhadap Etika Periklanan Indonesia digunakan

teknik analisis isi. Dalam hal ini pemrosesan data yang didapat dari proses

pengamatan akan dimasukkan ke dalam tabel frekuensi dan selanjutnya dianalisis

menurut frekuensi pemunculan yang kemudian diinterpretasi. Analisa dilakukan

untuk mengetahui :

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1. Mengetahui iklan versi apa saja yang diiklankan di majalah Bobo pada kurun

waktu 1 Januari 2000 sampai dengan 31 Desember 2010.

2. Mengetahui apakah ada iklan yang melanggar Etika Pariwara Indonesia.

3. Mengetahui apakah ada penurunan angka yang signifikan atas pelanggaran

terhadap Etika Pariwara Indonesia (EPI).

4. Mengetahui sikap apa yang diambil oleh para pelaku periklanan berkenaan

dengan disahkannya penyempurnaan Etika Pariwara Indonesia (EPI) pada

tahun 2005.

5. Mengetahui pedoman etika apa yang cenderung untuk dilanggar.

6. Mengetahui kategori produk apa yang dominan melanggar Etika Pariwara

Indonesia (EPI).

commit to

Anda mungkin juga menyukai