Anda di halaman 1dari 12

TUGAS PERKEMBANGAN HUKUM PAJAK

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 480/B/PK/PJK/2013

DIREKTUR JENDERAL PAJAK VS PT. OOCL INDONESIA

Nama :

Bella Bretyaning Danaparamita

NIM :

031924253031

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2021
A. Latar Belakang / Kasus Posisi :
 Dalam Putusan Nomor 480/B/PK/PJK/2013 :
- Direktur Jenderal Pajak, beralamat di Jalan Jenderal Gatot Subroto No.40-42,
Jakarta 12190, dalam hal ini memberikan kuasa kepada :
1. Catur Rini Widosari, Direktur Keberatan dan Banding, Direktur Jenderal Pajak;
2. M. Ismiransyah M. Zain, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi,
Direktorat Keberatan dan Banding;
3. Yudi Asmara Jaka Lelana, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit
Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4. Sri Lestari Pujiastuti, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan
Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding, berdasarkan Surat Kuasa Khusus
Nomor SKU-170/PJ/2011, tanggal 23 Februari 2011.
Yang tersebut yakni sebagai Peninjauan Kembali dahulu atau Terbanding.
- PT OOCL INDONESIA, beralamat di Wisma 46 Kota BNI #2201 Lantai 22, Jalan
Jenderal Sudirman Kav.1 Jakarta 10220.
Yang tersebut yakni sebagai Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon
Banding.
 Bahwa pada tanggal 22 Juni 2007, Pemohon Banding mengajukan permohonan
keberatan atas koreksi terhadap Biaya Gaji dan Bonus sebesar Rp 2.639.087.740,00 dan
Koreksi terhadap Biaya Lain-Lain sebesar Rp 70.417.226,00 kepada KPP Tanah Abang
Tiga. Atas permohonan keberatan Pemohon Banding, Kepala Kantor Wilayah DJP
Jakarta Pusat menerbitkan Keputusan Terbanding Nomor KEP-
925/WPJ.06/BD.06/2008 tanggal 18 Juni 2008, yang menolak keberatan Pemohon
Banding dengan rincian sebagai berikut (dalam Rupiah) :

 Bahwa atas penerbitan Keputusan Terbanding Nomor KEP-925/WPJ.06/BD.06/2008


tanggal 18 Juni 2008 tersebut, Pemohon Banding mengajukan banding dengan alasan
sebagai Bahwa Surat keberatan Pemohon Banding atas SKPLB PPh Pasal 21 Nomor
00003/401/05/077/07 tanggal 26 Maret 2007 telah diterima oleh KPP Pratama Tanah
Abang Tiga pada tanggal 22 Juni 2007. Adapun Keputusan Terbanding Nomor KEP-
925/WPJ.06/BD.06/2008 tertanggal 18 Juni 2008 tentang Keberatan Pemohon Banding
atas SKPLB PPh Pasal 21 tersebut baru Pemohon Banding terima pada tanggal 25 Juli
2008;
 Bahwa Pemohon Banding berpendapat bahwa Keputusan Terbanding tersebut
diterbitkan lewat dari jangka waktu yang ditentukan menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku sehingga dengan demikian seharusnya surat keberatan
Pemohon Banding dianggap dikabulkan, dengan alasan sebagai berikut :
a. Pasal 26 (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana tetah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007 menyebutkan bahwa Direktur Jenderal Pajak dalam jangka
waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus
memberi keputusan atas keberatan yang diajukan ;
b. Selanjutnya, Pasal 26 (5) menyebutkan bahwa apabila jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi
suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan;
c. Karena keputusan Terbanding tersebut di atas diterima oleh Pemohon Banding
dalam jangka waktu lewat dari 12 (dua belas) bulan sebagaimana diatur dalam Pasal
26 (1) di atas (yaitu tanggal 25 Juli 2008), maka sesuai dengan ketentuan Pasal 26
(5) di atas, Pemohon Banding berpendapat bahwa seharusnya keberatan Pemohon
Banding telah dianggap dikabulkan dan Terbanding seharusnya menerbitkan
keputusan atas keberatan sesuai dengan perhitungan pajak terhutang menurut
Pemohon Banding seperti disampaikan di dalam surat keberatan;
 Bahwa Terbanding telah melakukan koreksi negatif terhadap biaya gaji sebesar
Rp2.639.087.740,00 dengan alasan bahwa biaya gaji sejumlah tersebut dibayarkan
kepada para pemegang saham. Dasar koreksi yang dilakukan pemeriksa adalah
penjelasan Pasal 4 Ayat (1) huruf g angka 12 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun
2000 tentang Pajak Penghasilan yaitu termasuk dalam pengertian dividen adalah
pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi dan tidak boleh dibebankan sebagai
biaya oleh perseroan yang bersangkutan, sehingga pihak Terbanding berpendapat atas
biaya gaji dan bonus yang diterima oleh para pemegang saham adalah dividen yang
merupakan objek PPh Pasal 23 dan bukan merupakan objek PPh Pasal 21;
 Bahwa pada Tahun 2005, Pemohon Banding tidak membagikan dividen kepada
pemegang saham. Dengan demikian, alasan penelaah keberatan menetapkan biaya gaji
dan bonus atas Aryvin Tjandra dan Husseyn Umar sebagai dividen berdasarkan
penjelasan Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2000 Pasal 4 Ayat (1) huruf g angka
12 sehingga biaya tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 21 namun merupakan
objek PPh Pasal 23 sangatlah tidak tepat;
 Bahwa Terbanding telah melakukan koreksi atas biaya lainnya sebesar Rp.
70.417.226,00 sebagai objek PPh Pasal 21. Namun demkian, Terbanding tidak
memberikan penjelasan atas dasar koreksi yang dilakukan tersebut;
 Bahwa Pemohon Banding mengajukan banding atas koreksi tersebut sebesar
Rp70.417.226,00 dikarenakan pihak Terbanding tidak memberikan alasan yang jelas
dasar koreksi atas biaya sejumlah tersebut

B. Permasalahan / Isu Hukum


Bagaimana proses penyelesaian sengketa Pajak Penghasilan Pasal 21 dalam Pengadilan
Pajak ?

C. Dasar / Aturan Hukum


 Undang-Undang No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan
 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum
Dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Diubah Dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2009

D. Analisis Kasus
Pajak adalah pungutan wajib dari rakyat untuk negara. Setiap sen uang pajak yang
dibayarkan rakyat akan masuk dalam pos pendapatan negara dari sektor pajak.
Penggunaannya untuk membiayai belanja pemerintah pusat maupun daerah demi
kesejahteraan masyarakat. Uang pajak digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk
kepentingan pribadi. Pajak merupakan salah satu sumber dana pemerintah untuk mendanai
pembangunan di pusat dan daerah, seperti membangun fasilitas umum, membiayai
anggaran kesehatan dan pendidikan, dan kegiatan produktif lain. Pemungutan pajak dapat
dipaksakan karena dilaksanakan berdasarkan undang-undang.1
Berdasarkan pengertian tersebut, maka pajak memiliki ciri-ciri sebagai berikut:2
1. Merupakan Kontribusi Wajib Warga Negara
Artinya setiap orang memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Namun hal tersebut
hanya berlaku untuk warga negara yang sudah memenuhi syarat subjektif dan syarat
objektif. Yaitu warga negara yang memiliki penghasilan melebihi Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP). PTKP yang berlaku saat ini adalah Rp54 juta setahun atau Rp4,5
juta per bulan. Itu artinya, jika Anda memiliki pendapatan lebih dari Rp4,5 juta sebulan
akan kena pajak. Sementara bila Anda adalah seorang pengusaha atau wirausaha
dengan omzet, tarif PPh Final 0,5% berlaku dari total peredaran bruto (omzet) sampai
dengan Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak (berdasarkan PP 23 Tahun 2018).
2. Pajak Bersifat Memaksa untuk Setiap Warga Negara
Jika seseorang sudah memenuhi syarat subjektif dan objektif, maka wajib
untuk membayar pajak. Dalam undang-undang pajak sudah dijelaskan, jika seseorang
dengan sengaja tidak membayar pajak yang seharusnya dibayarkan, maka ada ancaman
sanksi administratif maupun hukuman secara pidana.
3. Warga Negara Tidak Mendapat Imbalan Langsung
Pajak berbeda dengan retribusi. Contoh retribusi: ketika mendapat manfaat parkir,
maka harus membayar sejumlah uang, yaitu retribusi parkir, namun pajak tidak seperti
itu. Pajak merupakan salah satu sarana pemerataan pendapatan warga negara. Jadi
ketika membayar pajak dalam jumlah tertentu, Anda tidak langsung menerima manfaat
pajak yang dibayar. Yang akan Anda dapatkan, misalnya berupa perbaikan jalan raya
di daerah Anda, fasilitas kesehatan gratis bagi keluarga, beasiswa pendidikan bagi anak
Anda, dan lainnya.
4. Berdasarkan Undang-Undang
Artinya pajak diatur dalam undang-undang negara. Ada beberapa undang-undang yang
mengatur tentang mekanisme perhitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak.

1
Cermati, Pengertian Pajak, Fungsi, dan Jenis-Jenisnya, https://www.cermati.com/artikel/pengertian-
pajak-fungsi-dan-jenis-jenisnya, 26 Februari 2020 (diakses tanggal 04 Juni 2021)
2
Ibid.
Menurut Waluyo, pajak dapat dikelompokkan menurut golongan, sifat dan lembaga
pemungutnya, yakni adalah sebagai berikut:3
1. Menurut Golongannya
a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan
tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain (contohnya PPh dan
PBB);
b. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain (contohnya Pajak Pertambahan Nilai/ PPN).
2. Menurut Sifatnya
a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya
(orangnya) yaitu memperhatikan keadaan Wajib Pajak (contohnya Pajak
Penghasilan/ PPh);
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal dan menitikberatkan pada objeknya
dan lebih tidak memperhatikan subjeknya (contohnya Pajak Bumi dan Bangunan/
PBB, Pajak kendaraan, dan Pajak Penghasilan/ PPh).
3. Menurut Lembaga Pemungutnya
a. Pajak Pusat/ Pajak Negara, yaitu pajak yang berwenang melakukan pemungutan
adalah pemerintah pusat. Dalam pajak ini terdiri dari: Pajak Penghasilan (PPh),
Pajak Pertambahan Nilai (PPN, dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
(PPnBM), Bea Materai, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Sektor Perhutanan,
Perkebunan, dan Pertambangan;
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, dibagi menjadi
dua (UU No 28 Tahun 2009) yaitu:
- Pajak Provinsi, terdiri atas: pajak kendaraan bermotor, bea balik nama
kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air
permukaan dan pajak rokok;
- Pajak Kabupaten/Kota, terdiri atas: Pajak Hotel, Restoran, Hiburan, reklame,
penerangan jalan, mineral bukan logam dan batuan, parker, air tanah, sarang
burung wallet, PBB pedesaan dan perkotaan, dan bea perolehan hak atas tanah
dan bangunan (BPHTB).
Cara perhitungan pajak penghasilan pasal 21 sama dengan menghitung pajak
penghasilan umum. Tetapi pengurangan selain PTKP, juga termasuk di dalamnya biaya

3
Waluyo, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta, 2013, hlm. 6
jabatan, biaya pensiun dan iuran pensiun. Selain itu tarif yang digunakan juga bervariasi,
yakni :4
a. Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh, diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak dari:
- Pegawai tetap;
- Penerima pension berkala;
- Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah
kumulatif prnghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah; dan
- Bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan.
b. Perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur dan tidak teratur bagi pegawai tetap,
antara lain:
- Perhitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur Bagi Pegawai Tetap.
Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap, terlebih dahulu
dihitung seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama sebulan,
meliputi seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan pembayaran teratur lainnya,
termasuk uang lembur (overtime) dan pembayaran sejenisnya. Untuk perusahaan
yang masuk program BPJS Ketenagakerjaan, Premi Jaminan Kecelakaan Kerja
(JKK), Premi Jaminan Kematian (JK), Premi Jaminan Hari Tua (JHT), dan Premi
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang dibayar oleh perusahaan merupakan
penghasilan bagi pegawai. Selanjutnya dihitung jumlah penghasilan neto sebulan
yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto sebulan dengan biaya
jabatan, serta iuran pension dan iuran Jaminan Hari Tua yang dibayar sendiri oleh
pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan.
- Perhitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tidak Teratur Bagi Pegawai Tetap.
Apabila kepada pegawai tatap diberikan jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus,
premi, tunjangan hari raya, dan penghasilan lain semacam itu yang sifatnya tidak
tetap dan biasanya dibayarkan sekali setahun, maka PPh Pasal 21 dihitung dan
dipotong dengan cara sebagai berikut:
a. Dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan ditambah
dengan penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya;

4
Diaz Priantara, Perpajakan Indonesia (Pembahasan Lengkap & Terkini disertai CD Praktikum) Edisi 3, Mitra
Wacana Media, Jakarta, 2016, hlm. 84
b. Dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur tanpa tantiem, jasa produksi, dan
sebagainya;
c. Selisih antara PPh Pasal 21 menurut penghitungan huruf a dan b adalah PPh
Pasal 21 atas penghasilan teratur tanpa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.
Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 hanya menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT)
Masa PPh 21 yang diisi dengan benar, lengkap dan jelas di mana jumlah pajak penghasilan
harus sesuai dengan jumlah yang terutang di dalam Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah
disetor, kemudian SPT tersebut ditandatangani oleh Manajer Keuangan dengan
melampirkan SPT yang telah di cap dinas terkait dan SSP yang telah di cap oleh Bank yang
telah ditunjuk serta melampirkan daftar bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21.
Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo penyetoran pajak yang terutang untuk
masa pajak bagi masing-masing jenis pajak paling lambat tanggal 20 (dua puluh) hari
setelah akhir masa pajak.5
Dalam upaya mendapatkan dana untuk pembangunan, pemerintah sering mendapatkan
tuduhan karena ada beberapa orang merasa bahwa tidak seharusnya membayar pajak tetapi
dimintai uang pajak maka terjadilah sengketa pajak yang nantinya akan dilakukan di
pengadilan pajak demi mendapatkan jalan tengah antara seseorang atau pemerintah jika
yang menuduh dianggap salah maka akan dikenakan sanksi administratif dan jika
pemerintah maka mengganti rugi atas surat yang meminta uang pajak dibayarkan. Berbagai
macam bentuk sengketa yang ada saat ini yaitu:
1. Banding
Bagi seseorang yang akan mengajukan banding wajib menunjukan keaslian surat-surat
diantaranya seperti surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi surat
ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, surat
ketetapan pajak nihil, atau surat ketetapan pajak lebih bayar. Kadangkala terjadi selisih
perhitungan pajak yang terutang menurut wajib pajak dan pihak kantor pelayanan
pajak. Terhadap hal ini wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur
Jenderal Pajak. Keberatan diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal dikirim
surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak secara
tertulis. Keberatan diajukan dalam Bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah
pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi

5
Waluyo, Op.Cit., hlm. 79
menurut penghitungan wajib pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar
penghitungan
2. Gugatan
Proses keberatan seseorang dalam membayar pajak proses ini merupakan kelanjutan
dari proses keberatan kepada Dirjen Pajak, perkara gugatan merupakan perkara yang
diajukan wajib pajak atau penanggung pajak. Proses panjang yang terjadi saat
diadakannya pemutusan perkara dipengadilan. Seperti persidangan pada umumnya
pengadilan hanya memutuskan banding serta mengawasi pihak yang melakukan
banding tentang dana yang diperoleh saat mengikuti sidang. 6 Dalam proses membayar
pajak seseorang diwajibkan melunasi pajak yang dikenakan pada nya dan mau tidak
mau harus membayar serta jika ada pajak bulan -bulan sebelumnya yang belum
terbayarkan maka harus segera dibayarkan karena jika menunda lebih lama maka akan
dikenakan sanksi administratif dan bahkan pidana karena lalai dalam membayar pajak
serta ada unsur kesengajaan sudah tahu pajak belum dibayar tetapi sengaja menunda
pembayaran. Pada umumnya sengketa pajak terjadi karena adanya rasa tidak terima
karena harus membayar pajak namun perlu disadari pemerintah telah menetapkan
peraturan mengenai jumlah dan nilai pajak seseuai dengan barang tertentu tetapi
ketidakpedulian seseorang akan peraturan membuat keinginannya membeli banyak
produk atau barang meningkat tanpa memikirkan besar biaya pajak yang nantinya akan
dibayarkan.
Ada dua cara yang dapat diambil dalam upaya mendapatkan pemerataan penghasilan
yaitu melalui jalur gugatan yang dilakukan oleh wajib pajak kepada pemerintah dan
langsung mengadukan kepada Direktorat Jendral Pajak ke kantor pelayanan pajak. Tata
cara pemungutan pajak di Indonesia yaitu Self Assessment System, yaitu suatu sistem
perpajakan yang memberi kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban
dan hak perpajakannya yang kedua Official Assessment System, yaitu inisiatif untuk
memenuhi kewajiban perpajakan, ketiga sistem perpajakan dimana pihak ketiga mendapat
tugas dan kepercayaan untuk memotong atau memungut suatu persentase pajak tertentu,
terhadap jumlah pembayaran atau transaksi yang dilakukannya dengan penerima
pengahasilan, yaitu Wajib Pajak.

6
Paramitra E, Akibat Hukum Perjanjian Perkawinan Yang Tidak Disahkan oleh Pegawai Pencatat
Perkawinan, Jurnal Reporetorium, 2017
Adapun upaya yang dilakukan seseorang demi menyelesaikan permasalahan pajak
yaitu:7
1. Upaya Hukum Keberatan
Ketika wajib pajak memperoleh suatu Surat Ketetapan Pajak dan merasa tidak puas atas
ketetapan pajak dimaksud, maka Wajib Pajak dapat mengajukan upaya hukum dengan
nama keberatan. ketentuan Pasal 25 UU KUP, upaya hukum keberatan diajukan ke
Direktorat Jendral Pajak yaitu ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat dimana Wajib
Pajak terdaftar.
2. Upaya Hukum Banding
Dalam pelaksanaan undang-undang perpajakan dimungkinkan adanya upaya hukum
dengan nama banding apabila Wajib Pajak tetap merasa tidak puas atas keputusan
keberatan yang telah dikeluarkan oleh Direktur Jendral Pajak. Artinya, terhadap surat
keputusan keberatan yang diterbitkan akan menjadi dasar untuk diajukan upaya hukum
banding ke pengadilan. Pengadilan Pajak yang dimaksud dengan banding adalah upaya
hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung pajak terhadap suatu
keputusan yang dapat diajukan banding berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku. Apabila wajib pajak masih merasa belum puas atas keputusan
keberatan yang dikeluarkan fiskus, maka upaya hukum berikutnya dengan mengajukan
banding.
3. Upaya Hukum Gugatan
Selain upaya hukum banding yang dapat diajukan ke pengadilan pajak, Wajib Pajak
juga dapat mengajukan upaya hukum gugatan. Gugatan adalah upaya hukum yang
dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung pajak terhadap pelaksanaan
penagihan pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan gugatan berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Penyelesaian sengketanya dapat diawali dengan Upaya Keberatan yang diajukan ke
Direktorat Jendral Pajak yaitu ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat dimana Wajib
Pajak terdaftar. Apabila dalam hal Upaya Keberatan hasil dari Keputusan Keberatan tidak
memuaskan maka dapat mengajukan Banding ke Pengadilan Pajak. Selain Upaya Banding
wajib pajak juga dapat mengajukan Gugatan ke Pengadilan Pajak

7
Ni Made Ina Sulastini, dkk, “Penyelesaian Sengketa Pajak Penghasilan (Pph) Pasal 21 Melalui Pengadilan
Pajak”. Jurnal Konstruksi Hukum Vol. 2, No. 1, 2021, hlm. 183-184
E. Kesimpulan
Pajak Penghasilan Pasal 21 hanya dilaporkan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT)
Masa PPh 21 yang diisi dengan benar, lengkap dan jelas di mana jumlah pajak penghasilan
harus sesuai dengan jumlah yang terutang di dalam Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah
disetor. Terdapat dua macam sengketa yaitu Banding dan Gugatan, cara yang dapat diambil
dalam upaya mendapatkan pemerataan penghasilan yaitu melalui jalur gugatan yang
dilakukan oleh wajib pajak kepada pemerintah dan langsung mengadukan kepada
Direktorat Jendral Pajak ke kantor pelayanan pajak dengan diawali Upaya Keberatan
terdahulu.

F. Saran
Pajak adalah salah satu sumber penerimaan negara, oleh karena itu diharapkan untuk tetap
melakukan perhitungan yang baik sehingga penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21 tetap
sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan. Dan Pihak Fiskus (Pejabat Negara) harus lebih
banyak memberikan sosialisasi mengenai Pajak Penghasilan Pasal 21 kepada Wajib Pajak
khususnya yang bertindak sebagai pemotong atau pemungut pajak sehingga tidak terjadi
lagi kesalahan-kesalahan dalam perhitungan.
DAFTAR BACAAN

Cermati, Pengertian Pajak, Fungsi, dan Jenis-Jenisnya,


https://www.cermati.com/artikel/pengertian-pajak-fungsi-dan-jenis-jenisnya, 26 Februari
2020

Diaz Priantara, Perpajakan Indonesia (Pembahasan Lengkap & Terkini disertai CD


Praktikum) Edisi 3, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2016

Ni Made Ina Sulastini, dkk, Penyelesaian Sengketa Pajak Penghasilan (Pph) Pasal 21 Melalui
Pengadilan Pajak, Jurnal Konstruksi Hukum Vol. 2, No. 1, 2021

Paramitra E, Akibat Hukum Perjanjian Perkawinan Yang Tidak Disahkan oleh Pegawai
Pencatat Perkawinan, Jurnal Reporetorium, 2017

Waluyo, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta, 2013

Putusan Mahkamah Agung Nomor 480/B/Pk/Pjk/2013 Direktur Jenderal Pajak Vs Pt. Oocl
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai