Anda di halaman 1dari 20

ANALISIS PELAKSAAN REKAM MEDIK ELEKTRONIK ( RME )

DI RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA PONDOK KOPI


Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Kesehatan

DOSEN PEMBIMBING
FAKRUDIN, SH, MH

DISUSUN OLEH :
DWI HASTUTI NIM 2720237153

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM AS – SYAFI’IYAH
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat meneyelesaiakan makalah
Hukum Kesehatan yang berjudul “Analisis Pelaksanaan RME di RS Islam Jakarta
Pondok Kopi”. Guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Kesehatan. Makalah ini
berisi tentang Analisis Pelaksanaan RME di RS Islam Jakarta Pondok Kopi “
Penulis ucapkan terimakasih kepada keluarga, teman, sahabat, dan pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Penulis juga mengucapkan banyak
terimakasih yang tulus dan ikhlas kepada Ibu Istiqomah, S.Kep.,M.Kep.,M.M yang
dengan penuh kesabaran dan senantiasa meluangkan waktu dalam memberikan
bimbingan, arahan, masukan, dan motivasi.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, walaupun
penulis telah berusaha semaksimal mungkin. Namun karena dorongan keluarga, teman-
teman dan bimbingan dari dosen-dosen sehingga tulisan ini dapat terwujud dengan
memberikan kebanggaan bagi penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
perkenankanlah penulis haturkan rasa hormat dan terima kasih yang tulus kepada pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membutuhkannya. Semoga Allah SWT selalu berkenan memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.
Jakarta , 22 Desember 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER

KATA PENGANTAR................................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penelitian................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN TEORI PPOK....................................................................... 3

2.1 Konsep Dasar....................................................................................... 3

2.1.1 Pengertian Dasar.......................................................................... 3

2.1.2 Etiologi......................................................................................... 4

2.1.3 Manisfestasi klinis....................................................................... 5

2.1.4 patofisiologi................................................................................. 6

2.1.5 Pemeriksaan penunjang............................................................... 7

2.1.6 Komplikasi................................................................................... 9

2.1.7 Penatalaksanaan Medis................................................................ 9

2.2 Konsep Dasar Keperawatan................................................................. 10

2.2.1 Pengkajian Keperawatan.............................................................. 10

2.2.2 Diagnosa Keperawatan dan Fokus Intervensi............................. 13

BAB III PEMBAHASAN KASUS DIC.................................................................. 16

3.1 Studi Kasus.......................................................................................... 16

3.2 Asuhan Keperawatan........................................................................... 16

BAB IV PENUTUP................................................................................................ 24

4.1 Kesimpulan.......................................................................................... 24

4.2 Saran.................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 26
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar


2.1.1 Pengertian Dasar
Rekam medis adalah keterangan baik yang tertulis maupun terekam
tentang identitas, anamnesa, penentuan fisik, laboratorium, diagnosa segala
pelayanan dan tindakan medik yang diberikan kepada pasien. Rekam medis
mempunyai pengertian sebagai suatu sistem penyelenggaraan rekam medis
mulai dari pencatatan selama pasien mendapatkan pelayanan medik,
dilanjutkan dengan penyelenggaraan penyimpanan serta pengeluaran berkas
rekam medis dari tempat penyimpanan untuk melayani permintaan atau
peminjamman oleh pasien atau untuk keperluan lainnya. Melihat kerumitan
dan kompleksitas pengelolaan rekam medis, maka sudah saatnya apabila setiap
rumah sakit modern saat ini mengganti pengelolaan rekam medis tradisional
( manual ) menjadi elektonik. Bahkan lebih dari itu dapat dibangun suatu
sistem rekam kesehatan elektronik ( RKE ) yang terintegritasi. Dengan rekam
medis elektronik ( RME ) maka diharapkan mampu meningkatkan
profesionalisme dan kinerja manajemen rumah sakit melalui tiga manfaat yaitu
manfaat umum, operasionaldan organisasi. Harus diakui bahwa perubahan dari
sistem manual ke RME tidaklah mudah, perlu sebuah upaya keras dalam
bentuk kampaye gerakkan keselamatan pasien. Bilamana harus dilakukan
dalam skala nasional.
Sebenernya rekam medis elektronik ( RME ) bukan merupakan wacana
baru bagi penyelenggara pelayanan kesehatan seperti rumah sakit. Beberapa
rumah sakit bahkan berani menyatakan telah mengimplementasikan RME
didalam manajemennya. Bagi rumah sakit yang belum memiliki RME
umumnya beragumentasi sudah berkeinginan untuk memiliki RME tetapi
masih terbentuk beberapa kendala organisasi seperti : biaya, budaya kerja,
teknis , dan sumber daya.

Pada dasarnya RME adalah penggunaan perangkat teknologi informasi


untuk mengumpulkan, menyimpan , pengelolahan, serta peng aksesan data
yang tersimpan pada rekam medis pasien di rumah sakit dalam suatu sistem
manajemen basis data yang menghimpun berbagai sumber data medis. Bahkan
beberapa rumah sakit modern telah menggabungkan RME dengan aplikasi
sistem informasi manajemen rumah sakit ( SIMRS ) yang merupakan aplikasi
individu yang tidak hanya berisi RME tetapi sudah ditambah dengan fitur –
fitur seperti administrasi, billing , dokumentasi keperawatan, pelaporan dan
dasboard score card.

RME juga dapat diartikan sebagai lingkungan aplikasi yang tersusun atas
penyimpanan data klinis, sistem pendukung keputusan klinis , standarisasi
istilah medis, entry data komputerisasi, serta dokumentasi medis dan farmasi.
RME juga bermanfaat bagi para medis untuk mendokumentasikan,
memonitor , dan mengelola pelayanan kesehatan yang diberikan pada pasien di
rumah sakit. Secara hukum data dalam RME merupakan rekaman legal dari
pelayanan yang telah diberikan pada pasien dan rumah sakit memiliki hak
untuk menyimpan data tersebut. Menjadi tidak legal, bila oknum di rumah
sakit menyalahgunakan data tersebut untuk kepentingan tertentu yang tidak
berhubungan dengan pelayanan kesehatan pasien.
Rekam Medis Elektronik ( RME ) berbeda dengan Rekam Kesehatan
Elektronik ( RKE ). RKE adalah kumpulan dari RME pasien yang ada di
masing – masing rumah sakit ( pusat pelayanan kesehatan ). RKE dapat
diakses dan dimiliki oleh pasien serta datanya bisa digunakan di pusat
pelayanan kesehatan lainnya untuk keperluan perawatan berikutnya. RKE baru
bisa terwujud jika sudah ada standarisasi format data RME pada masing –
masing rumah sakit sehingga data- data tersebut bisa diintegrasikan. Untuk
mewujudkan RKE dibutuhkan suatu sistem yang terintegrasi atau disepakati
bersama oleh masing- masing pusat pelayanan kesehatan pada suatu wilayah
tertentu atau bahkan yang lebih luas dari itu misalkan bersifat nasional.

2.1.2. Manfaat dari Pelaksanaan Rekam Medis Elektronik ( RME )


Mempertimbangkan berbagai keuntungan termasuk faktor cost and benefits dari
penerapan RME di rumah sakit ( pusat pelayanan kesehatan ), maka penulis melihat
paling ada tiga manfaat yang dapat diperoleh masing – masing adalah :

a. Manfaat umum

RME akan meningkatkan profesionalisme dan kinerja manajemen rumah sakit. Para
stakeholder seperti pasien akan menikmati kemudahan, kecepatan dan kenyamanan
pelayanan kesehatan. Bagi para dokter, RME kemungkinan diberlakukannya standar
praktek kedokteran yang baik dan benar. Sementara bagi pengelola rumah sakit,
RME menolong menghasilkan dokumentasi yang auditable dan accountable sehingga
mendukung koordinasi antar bagiab dalam rumah sakit. Di samping itu RME
membuat setiap unit akan bekerja sesuai fungsi, tanggung jawab dan wewenang
sendiri.

b. Manfaat Operasional

Manakala RME diimplementasikan paling tidak ada empat faktor operasional yang
akan dirasakan yaitu :

1. Faktor yang pertama adalah kecepatan penyelesaiian pekerjaan administrasi.


Ketika dengan sistem manual pengerjaan penelusuran berkas sampai dengan
pengembaliannya ke tempat yang seharusnya pastilah memakan waktu, terlebih
jika pasiennya cukup banyak. Kecepatan ini berdampak membuat efektifitas kerja
meningkat.

2. Yang kedua adalah faktor akurasi khususnya akurasi data, apabila dulu dengan
sistem manual orang harus mencek satu demi satu berkas, namun sekarang dengan
RME data pasien akan lebih tepat dan benar karena campur tangan manusia
sedikit, hal lain yang dapat dicegah adalah terjadinya duplikasi data untuk pasien
yang sama. Misalnya, pasien yang sama diregistrasi 2 kali pada waktu yang
berbeda, maka sistem akan menolaknya, RME akan memberikan peringatan jika
tindakan yang sama untuk pasien yang sama dicatat 2 kali, hal ini menjaga agar
data lebih akurat dan user lebih teliti.

3. Ketiga adalah faktor efisiensi, karena kecepatan dan akurasi data meningkat, maka
waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan administrasi
berkurang jauh, sehingga karyawan dapat lebih fokus pada pekerjaan administrasi
berkurang jauh, sehingga karyawan dapat lebih fokus pada pekerjaan utamanya.

4. Keempat adalah kemudahan pelaporan. Pekerjaan pelaporan adalah pekerjaan


yang menyita waktu namun sangat penting. Dengan adanya RME, proses
pelaporan tentang kodisi kesehatan pasien dapat disajikan hanya memakan waktu
dalam hitungan menit sehingga kita lebih konsentrasi untuk menganalisa laporan
tersebut.

c. Manfaat Organisasi

Karena SIMRS ini mensyaratkan kedisiplinan dala pemasukkan data, baik ketepatan
waktu maupun kebenaran data, maka budaya kerja sebelumnya menangguhkan hal-
hal seperti itu, menjadi berubah. Seringkali data RME diperlukan juga oleh unit
layanan lain. Misalnya resep obat yang tertulis di RME akan sangat dibutuhkan oleh
bagian obat, sementara semua tindakan yang dilakukan yang ada di RME juga
diperlukan oleh bagian keuangan untuk menghitung besarnya biaya pengobatan. Jadi
RME menciptakan koordinasi antar unit semakin meningkat. Seringkali orang
menyatakan bahwa dengan adanya komputerisasi biaya administrasi meningkat.
Padahal dalam jangka panjang yang terjadi adalah sebaliknya, jika dengan sistem
maual kita harus membuat laporan lebih dulu di atas kertas, baru kemudian dianalisa,
maka dengan RME analisa cukup dilakukan di layar komputer, dan jika sudak benar
baru datanya dicetak. Hal ini menjadi penghematan biaya yang cukup signifikan
dalam jangka panjang.

1.1.4. Tantangan Rekam Medis Elektonik ( RME )

Di indonesia penggunaan inovasi RME boleh dikatakan masih berjalan di tempat.


Beberapa alasan mengapa RME tidak berkembang cepat adalah :

a Banyak pihak yang mencurigai rekam medis elektronik tidak memiliki payung
hukum yang jelas, khususnya berkaitan dengan penjaminan agar data yang
tersimpan terlindungi terhadap unsur privacy, confidentiality maupun keamanan
informasi secara umum. Secara teknis, teknologi enkripsi termasuk berbagai
penanda biometrik ( misalnya sidik jari ) akan lebih protective melindungi data
daripada tandatangan biasa. Tetapi masalahnya bukan pada hal-hal teknis
melainkan pada aspek legalitas. Pertanyaan yang sering muncul adalah : sejauh
manakan rumah sakit mampu memberikan perlindungan terhadap keamanan data
pasien terhadap tangan – tangan manusia yang tidak bertanggung jawab dan
sejauh manakan keabsahan dokumen elektronik,dan bagaimana jika terjai
kesalahan dalam penulisan data medis. Semua pertayaan tersebut mengganggu
perkembangan RME. Untuk itu diperlukan regulasi dan legalitas yang jelas,
namun sayangnya pembuatan regulasi itu sendiri tidak dapat menandingi
kecepatan kemajuan teknologiinformasi.di berbagai negara rumah sakit hanya
mencetak rekam medis jika akan dijadikan bukti hukum.

b Tantangan berikutnya adalah alasan klasik sperti ketersediaan dana. Aspek


financial menjadi persoalan pentng karena rumah sakit harus menyiapkan
infrastrukstur teknologi informasi ( komputer , jaringan kabel maupun nir kabel,
listrik , sistem pengaman, konsultan , dan pelatihan ). Rumah sakit biasanya
memiliki anggaran terbatas , khususnya untuk teknologi informasi.
c RME tidak menjadi priorittas karena rumah sakit lebih mengutamakan sistem lain
seperti sistem penagihan elektronik, sistem akuntasi , sistem penggajian. Rumah
sakit beranggapan bahwa semua sistem itu lebih diutamakan karena dapat
menjamin manajemen keuangan rumah sakit dengan cepat, transparan, dan
bertanggung jawab. RME bisa di nomor duakan karena sistem pengelolaan
transaksi untuk fungsi pelayanan medis masih dapat dilakukan secara manual.
Tidak ada kasir rumah sakit yang menolak pendapat bahwa komputer mampu
memberikan pelayanan panagihan lebih cepat dan efektif dibanding sistem
manual. Sebaliknya beberapa banyak dokter dan perawat yang percaya bahwa
pekerjaan mereka akan menjadi lebih cepat, lebih mudah dan lebih aman dengan
adanya komputer.

1.1.5. Faktor Kontribusi Keberhasilan RME


1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang berkontribusi pada keberhasilan
sistem RME yang pertama mendukung hardware. Hasil wawancara menunjukkan
bahwa faktor dukungan hardware dan infrastruktur dengan pengadaan besar besaran
seperti leptop, komputer , tablet untuk fasilitas sistem RME.
2. Faktor kedua SDM muda – muda dan melek teknologi dimana SDM muda mudah
dibentuk, familiar menggunakan komputer, pemahaman tentang informasi teknologi
(IT) dan eranya IT sehingga resinstensi menjadi rendah
3. Faktor yang ketiga yaitu ketelitian penggunaan RME dimana penggunaan harus teliti
memasukkan kata kunci, memasukkan identitas pasien, ketelitian intruksi dokter.
4. Faktor yang keempat yaitu pelatihan dan dukungan teknis. Pada tahap awal RME
dikenalkan kepada para dokter lewat komite medis dan para user seperti perawat,
laborat, radiologi , gizi , farmasi, dimana setelah dipaparkan para user memberikan
evaluasi dan masukkan RME, selanjutnya untuk ujicoba, terdapat kekurangan perbaiki
sampai fix sistem RME.
5. Faktor yang kelima yaitu sumber daya keuangan yang memadai, dimana biaya awal
untuk pembuatan sistem RME hanya sebatas gaji karyawan IT karena sistem RME
dibuat dan dikembangkan sendiri tanpa menggunakan vendor sehingga RS tidak
mengeluarkan biaya untuk pembelian software RME, rumah sakit beli software
seharga 600 juta untuk billing sistem tahun 2008.
6. Faktor yang keenam yaitu partisipasi anggota organisasi, hasil wawancara
menunjukkan bahwa partisipasi penggunaan RME oleh pengguna atau user yaitu
dokter kemauan kuat dari dokter senior untuk menggunakan RME, perawat, farmasi,
ahli gizi, dalam menggunakan RME merupakan support untuk berjalannya sistem
RME dengan baik. Kontribusi penggunaan RME oleh pengguna seperti melakukan
pengisian atau dokumentasi pada RME dengan disiplin, sesuai dengan prosedur,
lengkap dan saling mengingatkan. Partisipasi yang lain keterlibatan staf dalam
modifikasi RME, seperti difarmasi untuk pengembangan elektronik prescribing,
sistem One Day Dose (OOD) dan pengembangan asuhan gizi. Sementara kontribusi
pengembangan RME oleh pengguna seperti aktif memberikan masukan – masukkan
pengembangan dan perbaikan sistem RME. Dukungan kelancaran komunikasi ke
pasien oleh pengguna seperti dokter mempelajari catatan pada RME sebelum visite,
membuat cacatan kecil data penunjang untuk kelancaran visite dan pengingat saat
dokumentasi pada RME.
7. Faktor yang ketujuh yaitu dorongan penggunaan RME oleh pimpinan, hasil
wawancara menunjukkan bahwa pada awal penggunaan RME ada unsur paksaan atau
wajib menggunakan RME, direktur memberikan dukungan dan melakukan supervisi
sampai ke jajaran dibawahnya para manajer memberikan dukungan pelaksanaan
penggunaan RME.

1.1.6. Hambatan Implementasi Sistem RME


Berikut merupakan hambatan dalam implementasi sistem RME yaitu :
1. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hambatan implementasi pada sistem RME
yaitu jam sibuk sistem RME sering eror. Hasil wawancara menunjukkan bahwa kalau
sistem RME banyak yang memakai jam- jam sibuk sistem jadi eror, lambat, data yang
diinput tidak tersimpan.
2. Sistem RME belum kompatibel dengan data penunjang dan farmasi, dimana data
laborat berada pada sistem yang lama, sistem informasi penunjang belum terkoneksi
dengan sistem RME, data penjualan, data penataan obat masih di sistem lama.
3. Keterlambatan memasukkan data, dimana sistem RME sifatnya real time sementara di
IGD harus menunggu tindakan pada pasien untuk mengisi di RME sudah close dari
sistemnya.
4. Awal penggunaan RME beban kerja nakes bertambah dimana dua kali kerja harus
back up yang hard file dan soft file, terasa sulit, lebih lama, antrian lama dan kecepatan
pelayanan dokter tidak diimbangi dengan kecepatan pelayanan resep.
5. Desain sistem yang belum sempurna, dimana pada sistem RME fasilitas gambar belum
ada, SBAR belum tervalidasi tanda tangan dokter, RME belum bisa menampilkan
jumlah resep, belum menampilkan jumlah dokter yang meresepkan, format
peresepasan tidak standar, belum bisa merumuskan diagnosa medis, belum warning
alergi.
6. Kehilangan akses data saat listrik mati, dimana data belum tersimpan ketika listrik
mati, dan menghambat pelayanan asuhan.
7. Kurangnya memiliki keterampilan komputer. Termasuk didalam hambatan ini yaitu
resistensi RME oleh dokter dan karyawan senior, dimana hasil wawancara
menunjukkan bahwa pada awal implementasi RME terjadi penolakkan oleh beberapa
dokter, resisten beberapa karyawan senior. Keterampilan mengetik pengguan kurang,
pada awal implementasi RME dokter tidak terbiasa mengetik dikomputer, mengubah
kebiasaan menulis menjadi mengetik. Kurangnya kemampuan dokter menyesuaikan
sistem RME dimana masih ada dokter yang belum mau menggunakan RME, dokter
bedah paling sulit menggunakan RME, masih ada dokter yang belum bisa pegang
komputer. Kelalaian penggunaan RME oleh pengguna dimana terjadi salah input data
pasien seperti salah memasukkan nama pasien, menuliskan data pasien di RME pasien
lain, catatan perkembangan pasien tidak diisi dan terlewatnya intruksi dokter.
8. Kurannya perangkat keras, termasuk dalam hambatan ini kesulitan akses data saat
visit, hal ini di karenakan komputer belum ada yang mobile untuk update informasi.
Kapasitas server kurang memadai dimana adanya kendala server down RME tidak bisa
di akses menjadikan pelayanan tertunda karena server hanya satu, belum adanya
manajemen Big data. Kecepatan koneksi internet kurang dimana pada awal
penggunaan RME kecepatan internet kurang menjadikan loading pada RME lama.
1.1.7. Kerahasiaan atau Keamanan RME
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada sistem RME di lengkapi dengan sistem
kerahasiaan atau keamanan rekam medik. Hasil wawancara menunjukkan bahwa pada
sistem kerahasian atau keamanan RME ada hak akses bagi setiap tenaga kesehatan, hak
akses hanya diberikan pada tenaga kesehatan yang mempunyai wewenang untuk
mengakses RME sesuai ketentuan dan dengan hak akses ini akan menjamin kerahasian
rekam medik pasien.Unsername dan password untuk menjaga kerahasiaan RME dimana
setiap petugas mempunyai username dan password untuk logi ke RME.
Untuk prosedur login pada RME dengan menggunakan username dan password,
sementara untuk logout secara otomatis setelah beberapa detik tidak digunakan dan
dibutuhlan kedisiplinan logout ketika RME tidak digunakan. Resiko keamanan RME
masih ada dimana tenaga kesehatan sudah disumpah terkait kerahasiaan pasien sementara
petugas EDP belum disumpah, dan proses asistensi dokter menjadikan hak akses
diketahui petugas lainnya.

1.1.8. Kelebihan dan Kekurangan Rekam Medik Eletronik ( RME )


Kelebihan Rekam Medik Elektronik yaitu :
1. Kepemilikkan RME tetap menjadi milik dokter atau sarana pelayanan kesehatan.
2. Isi rekam medik pasien dapat diberikan salinannya dalam bentuk elektronik atau
cetakkan untuk diberikan pada pasien
3. Tingkat kerahasiaan dan keamanan dokumen elektronik semakin tinggi dan aman.
Salah satu bentuk pengaman yang umum adalah RME dapat dilindungi dengan sandi
sehingga hanya orang tertentu yang dapat membuka berkas asli pasien.
4. Penyalinan dan pencetakkan RME juga dapat dibatasi, seperti yang telah dilakukan
pada berkas multimedia yang dilindungi hak cipta, sehingga orang tertentu yang telah
ditentukan yang dapat menyalin atau mencetaknya.
5. RME memiliki tingkat kemanan lebih tinggi dalam mencegah kehilangan atau
kerusakkan dokumen elektronik, karena dokumen elektonik jauh lebih mudah
dilakukan back-up di bandingkan dokumen konvensional.
6. Rekam medik elektronik dapat disimpan selama puluhan tahun dalam bentuk media
penyimpanan cakram padat ( CD/DVD) dengan tempat penyimpanan yang lebih
ringkas dari rekam medik konversional yang membutuhkan banyak tempat atau
perawatan khusus.
7. Kebutuhan penggunaan rekam medik untuk penelitian, pendidikan, perhitungan
statistik, pembayaran biaya pelayanan kesehatan lebih mudah dilakukan dengan RME
karena isi RME dapat dengan mudah diintegrasikan dengan program sistem informasi
rumah sakit atau klinik atau praktik tanpa mengabaikan aspek kerahasiaan. Hal ini
tidak mudah dilakukan dengan rekam medik konvensional.
8. RME memudahkan penelusuran dan pengiriman informasi dan membuat penyimpanan
lebih ringkas. Dengan demikian, data dapat ditampilkan dengan cepat sesuai
kebutuhan.
9. RME dapat menyimpan data dengan kapasitas yang besar, sehingga dokter dan staff
medik mengetahui rekam jejak dari kondisi pasien berupasa riwayat kesehatan
sebelumnya, tekanan darah, obat yang telah diminum dan tindakan sebelumnya
sehingga tindakan lenjutan dapat dilakukan dengan tepat dan berpotensi menghindari
medical error.
10. Undang -Undang ITE juga telah mengatur bahwa dokumen elektronik ( termasuk
RME) sah untuk digunakan sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum.
Kekurangan Rekam Medik Elektronik yaitu :
1. Membutuhkan investasi awal yang lebih besar daripada rekam medik kertas, untuk
perangkat keras, perangkat lunak dan biaya penunjang ( biaya listrik )
2. Waktu yang diperlukan oleh key person dan dokter untuk mempelajari sistem dan
merancang ulang alur kerja
3. Konversi rekam medik kertas ke rekam medik elekronik membutuhkan waktu, sumber
daya, tekad dan kepemimpinan.
4. Resiko kegagalan sistem komputer.
5. Masalah keterbatasan kemampuan penggunaan komputer dari penggunaannya.
6. Belum adanya standar ketetapan RME dari pemerintah.
7. Jaringan wifi yang tidak stabil mengakibatkan keterlambatan dalam pelayanan.
1.1.9. Undang – Undang Rekam Medik Elektronik ( RME )
Salah satu penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan kesehatan secara
global adalah penyelenggaraan rekam medis elektronik. Rekam medis elektronik
merupakan dokumen yang berisikan data identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien, yang dibuat dengan
menggunakan sistem elektronik. Sistem elektronik ini menjadi tempat penyimpanan
informasi elektronik berisi status kesehatan dan layanan kesehatan yang diperoleh pasien
sepanjang hidupnya. Penerapan rekam medis elektronik tentunya akan membantu tenaga
medis, tenaga kesehatan, dan tenaga pendukung atau penunjang kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan dalam mengelola data pasien untuk kebutuhan pelayanan kesehatan
sehingga akan meningkatkan mutu pelayanan dan menciptakan pelayanan yang
memperhatikan keselamatan pasien.
Selain itu data rekam medis wajib terintegrasi dengan Platform SATUSEHAT
yang merupakan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKN) yang diselenggarakan
Kementerian Kesehatan dengan tujuan untuk mengintegrasikan dan menstandarisasi
seluruh Sistem Informasi Kesehatan (SIK) sebagaimana diamanatkan dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Data yang terintegrasi dengan
Platform SATUSEHAT akan mempermudah pasien dan masyarakat mengakses data
kesehatan dirinya dari berbagai fasilitas pelayanan kesehatan melalui SATUSEHAT
mobile atau untuk tujuan rujukan, pelayanan kesehatan, surveilans kesehatan, dan
penyusunan kebijakan. Surat Edaran ini bertujuan agar seluruh fasilitas pelayanan
kesehatan menyelenggarakan rekam medis elektronik dan melakukan integrasi dengan
Platform SATUSEHAT sebagai upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
Mengingat ketentuan:

1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6820);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6887)
3. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2021 tentang Kementerian Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 83);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 156);
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis (Berita
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/1559/2022 tentang
Penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik Bidang Kesehatan dan Strategi
Transformasi Digital Kesehatan;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/133/2023 tentang Integrasi
Data Kesehatan Nasional melalui SATUSEHAT.
7. Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 829)
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/1559/2022 tentang
Penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik Bidang Kesehatan dan Strategi
Transformasi Digital Kesehatan;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/133/2023 tentang Integrasi
Data Kesehatan Nasional melalui SATUSEHAT.

Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ini disampaikan beberapa ketentuan penyelenggaraan
rekam medis elektronik sebagai berikut:

1. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan wajib menyelenggarakan rekam medis elektronik


sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Penyelenggaraan rekam medis sebagaimana dimaksud pada angka 1 meliputi:
a. rekam medis elektronik yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan,
fasilitas pelayanan kesehatan secara mandiri, atau penyelenggara sistem
elektronik melalui kerja sama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
b. pencatatan layanan luar gedung termasuk pelaksanaan imunisasi melalui Aplikasi
Sehat IndonesiaKu (ASIK) atau sistem informasi daerah sesuai modul yang
tersedia yang mengikuti standar dan terintegrasi ke dalam SATUSEHAT bagi
Puskesmas.
3. Menteri, gubernur, dan bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan rekam medis elektronik sesuai dengan kewenangan masing-
masing dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Dalam pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada angka 3,
Menteri melalui Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan mengenakan sanksi
administratif terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak menyelenggarakan
rekam medis elektronik sebagaimana dimaksud pada angka 1.
5. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada angka 4 berupa:
a. Teguran tertulis, bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang belum
menyelenggarakan rekam medis elektronik yang terintegrasi dengan Platform
SATUSEHAT sampai dengan tanggal 31 Desember 2023.
b. Rekomendasi penyesuaian status akreditasi, bagi fasilitas pelayanan kesehatan
yang:
1) telah menyelenggarakan rekam medis elektronik namun belum terintegrasi
dengan Platform SATUSEHAT sampai dengan 31 Maret 2024.
2) telah menyelenggarakan rekam medis elektronik yang terkoneksi dengan
Platform SATUSEHAT namun data kunjungan pasien kurang dari 50%
(lima puluh persen) terkirim ke Platform SATUSEHAT sampai dengan 31
Juli 2024.
3) telah menyelenggarakan rekam medis elektronik yang terkoneksi dengan
Platform SATUSEHAT dan data kunjungan pasien kurang dari 100%
masuk dalam Platform SATUSEHAT sampai dengan 31 Desember 2024.
4) belum melaksanakan pencatatan layanan luar gedung sebagaimana
dimaksud pada angka 2 huruf b sampai dengan tanggal 31 Desember 2024
5) telah menyelenggarakan rekam medis elektronik yang terkoneksi dengan
Platform SATUSEHAT dan data kunjungan pasien kurang dari 100% masuk
dalam Platform SATUSEHAT sampai dengan 31 Desember 2024.
6) belum melaksanakan pencatatan layanan luar gedung sebagaimana dimaksud
pada angka 2 huruf b sampai dengan tanggal 31 Desember 2023.
7) telah menyelenggarakan rekam medis elektronik yang terkoneksi dengan
Platform SATUSEHAT dan data kunjungan pasien kurang dari 100% masuk
dalam Platform SATUSEHAT sampai dengan 31 Desember 2024.
8) belum melaksanakan pencatatan layanan luar gedung sebagaimana dimaksud
pada angka 2 huruf b sampai dengan tanggal 31 Desember 2023.
c. Rekomendasi pencabutan status akreditasi, bagi fasilitas pelayanan kesehatan
yang tidak sama sekali melaksanakan ketentuan angka 2 huruf a dan huruf b
paling lambat 31 Juli 2024.
6. Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada angka 5, Menteri melalui
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan dapat meminta pengenaan sanksi berupa
pencabutan perizinan berusaha kepada lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB III
PENUTUP
20

DAFTAR PUSTAKA

https://rekamkesehatan.wordpress.com/2009/02/25/definisi-dan-isi-rekam-medis-
sesuai-permenkes-no-269menkesperiii2008/

Jurnal EKSIS Vol 02 No 01 Mei 2009; halaman 36-41

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2022 tentang


rekam medis

Jurnal Teknik Informatika dan Sistem Informasi Vol 8, No 1, Maret 20211, Hal. 430-
442

Jdih.kemkes.go.id

Anda mungkin juga menyukai