Anda di halaman 1dari 16

WHO Recommendation

(https://www.who.int/teams/nutrition-and-food-safety/food-and-nutrition-actions-in-health-systems/
ten-steps-to-successful-breastfeeding)

WHO dan UNICEF meluncurkan Baby-friendly Hospital Initiative (BFHI) pada tahun 1991 untuk
membantu memotivasi fasilitas yang menyediakan layanan bersalin dan bayi baru lahir di seluruh dunia
untuk menerapkan Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui. Sepuluh Langkah tersebut
merangkum paket kebijakan dan prosedur yang harus diterapkan oleh fasilitas yang menyediakan
layanan persalinan dan bayi baru lahir untuk mendukung pemberian ASI. Pada tahun 2018, WHO
merevisi Sepuluh Langkah berdasarkan pedoman tahun 2017 tentang perlindungan, promosi, dan
dukungan menyusui di fasilitas yang menyediakan layanan bersalin dan bayi baru lahir.

WHO telah meminta semua fasilitas yang menyediakan layanan bersalin dan bayi baru lahir di seluruh
dunia untuk menerapkan Sepuluh Langkah. Panduan implementasi untuk BFHI berfokus pada
pengintegrasian program di seluruh sistem layanan kesehatan untuk memfasilitasi cakupan universal
dan memastikan keberlanjutan dari waktu ke waktu. Panduan ini menguraikan sembilan tanggung jawab
nasional utama untuk meningkatkan implementasi Sepuluh Langkah.

Prosedur manajemen yang penting:


1a. Mematuhi sepenuhnya International Code of Marketing of Breast-milk Substitutes dan resolusi
World Health Assembly yang relevan.
1b. Memiliki kebijakan pemberian makanan bayi tertulis yang secara rutin dikomunikasikan kepada staf
dan orang tua.
1c. Menetapkan sistem pemantauan dan manajemen data yang berkelanjutan.
2. Memastikan bahwa staf memiliki pengetahuan, kompetensi, dan keterampilan yang memadai untuk
mendukung pemberian ASI.

Praktik klinis utama:


3. Diskusikan pentingnya dan manajemen menyusui dengan ibu hamil dan keluarganya.
4. Memfasilitasi kontak kulit ke kulit secara langsung dan tanpa gangguan serta mendukung ibu untuk
memulai menyusui sesegera mungkin setelah melahirkan.
5. Mendukung ibu untuk memulai dan mempertahankan pemberian ASI serta mengatasi kesulitan-
kesulitan yang umum terjadi.
6. Jangan berikan makanan atau cairan apa pun selain ASI kepada bayi baru lahir yang disusui, kecuali
jika diindikasikan secara medis.
7. Memungkinkan ibu dan bayinya untuk tetap bersama dan melakukan rawat gabung selama 24 jam
sehari.
8. Dukung ibu untuk mengenali dan merespons isyarat bayi untuk menyusu.
9. Memberikan konseling kepada ibu tentang penggunaan dan risiko pemberian botol susu, dot, dan
empeng.
10. Mengkoordinasikan pemulangan sehingga orang tua dan bayi memiliki akses tepat waktu untuk
mendapatkan dukungan dan perawatan yang berkelanjutan.

Terdapat bukti kuat bahwa penerapan Sepuluh Langkah secara signifikan meningkatkan angka
menyusui. Sebuah tinjauan sistematis terhadap 58 penelitian tentang perawatan ibu dan bayi baru lahir
yang diterbitkan pada tahun 2016 menunjukkan dengan jelas bahwa kepatuhan terhadap Sepuluh
Langkah berdampak pada inisiasi menyusu dini segera setelah kelahiran, pemberian ASI eksklusif, dan
total durasi menyusui.
CDC Recommendation
(https://www.dietaryguidelines.gov/sites/default/files/2020-12/
Dietary_Guidelines_for_Americans_2020-2025.pdf#page=65)

Rekomendasi Utama:
● Selama sekitar 6 bulan pertama kehidupannya, berikan ASI secara eksklusif pada bayi. Lanjutkan
memberikan ASI kepada bayi setidaknya sampai tahun pertama kehidupannya, dan lebih lama lagi
jika diinginkan. Berikan bayi susu formula yang diperkaya zat besi selama tahun pertama
kehidupannya ketika ASI tidak tersedia.
● Berikan bayi suplemen vitamin D segera setelah lahir.
● Pada usia sekitar 6 bulan, perkenalkan bayi dengan makanan pendamping ASI yang padat nutrisi.
● Perkenalkan bayi pada makanan yang berpotensi menyebabkan alergi bersama dengan makanan
pendamping lainnya.
● Doronglah bayi dan balita untuk mengonsumsi berbagai makanan dari semua kelompok makanan.
Sertakan makanan yang kaya akan zat besi dan seng, terutama untuk bayi yang diberi ASI.
● Hindari makanan dan minuman dengan tambahan gula.
● Batasi makanan dan minuman yang mengandung natrium tinggi.
● Saat bayi disapih dari ASI atau susu formula, beralihlah ke pola makan yang sehat.

Penerapan Rekomendasi Utama


Berikan ASI pada Bayi Selama 6 Bulan Pertama, Jika Memungkinkan
Pemberian ASI eksklusif adalah salah satu cara terbaik untuk memulai bayi di jalur nutrisi sehat seumur
hidup. Pemberian ASI eksklusif, umumnya disebut sebagai ASI eksklusif, mengacu pada bayi yang hanya
mengonsumsi ASI, dan tidak dikombinasikan dengan susu formula dan/atau makanan atau minuman
pendamping (termasuk air), kecuali untuk obat-obatan atau suplementasi vitamin dan mineral.

ASI dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bayi selama 6 bulan pertama kehidupannya, kecuali vitamin D
dan zat besi. Selain nutrisi, ASI juga mengandung zat bioaktif dan sifat imunologis yang mendukung
kesehatan dan pertumbuhan dan perkembangan bayi.

Data di Amerika Serikat menunjukkan bahwa sekitar 84 persen bayi yang lahir pada tahun 2017 di mana
pun diberi ASI, dengan hanya 25 persen yang diberi ASI secara eksklusif hingga usia 6 bulan, dan 35
persen yang tetap diberi ASI pada usia 12 bulan. Hampir seperempat bayi diberi susu formula setelah
usia 12 bulan, dengan sekitar 15 persen balita diberi susu formula pada usia 18 bulan.

Keluarga mungkin memiliki sejumlah alasan untuk tidak memberikan ASI kepada bayi. Misalnya, sebuah
keluarga mungkin memilih untuk tidak menyusui, seorang anak mungkin diadopsi, atau ibu mungkin
tidak dapat memproduksi ASI secara penuh atau mungkin tidak dapat memompa dan menyimpan ASI
dengan aman karena tekanan keluarga atau tempat kerja. Jika ASI tidak tersedia, bayi harus diberi susu
formula komersial yang diperkaya zat besi (yaitu berlabel "mengandung zat besi") yang diatur oleh U.S.
Food and Drug Administration (FDA), yang didasarkan pada standar yang menjamin kandungan nutrisi
dan keamanan. Susu formula bayi dirancang untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi dan tidak
diperlukan di atas usia 12 bulan. Penting untuk melakukan tindakan pencegahan untuk memastikan
bahwa ASI perah dan susu formula bayi yang telah disiapkan ditangani dan disimpan dengan aman.

Susu formula bayi buatan sendiri dan susu formula yang diimpor secara tidak benar dan ilegal ke
Amerika Serikat tanpa tinjauan dan pengawasan FDA yang diwajibkan tidak boleh digunakan. Susu balita
atau susu formula balita tidak boleh diberikan kepada bayi, karena tidak dirancang untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi bayi.

Penanganan dan Penyimpanan ASI dan Susu Formula yang Tepat


● Cuci tangan dengan bersih sebelum memerah ASI atau mempersiapkan pemberian ASI atau susu
formula.
● Jika memerah ASI, pastikan bagian pompa dibersihkan secara menyeluruh sebelum digunakan.
● Jika menyiapkan susu formula bubuk, gunakan sumber air yang aman dan ikuti petunjuk pada label.
● Dinginkan ASI yang baru diperah dalam waktu 4 jam hingga 4 hari. ASI yang sebelumnya dibekukan
dan dicairkan harus digunakan dalam waktu 24 jam. ASI yang telah dicairkan tidak boleh dibekukan
kembali. Dinginkan susu formula yang sudah disiapkan hingga 24 jam.
● Jangan gunakan microwave untuk menghangatkan ASI atau susu formula. Hangatkan dengan aman
dengan meletakkan wadah ASI atau susu formula yang tertutup rapat di dalam mangkuk berisi air
hangat atau di bawah air keran yang hangat dan mengalir.
● Setelah diberikan kepada bayi, gunakan atau buang sisa makanan dengan cepat (dalam waktu 2
jam untuk ASI atau 1 jam untuk susu formula).
● Cuci bersih semua peralatan makan bayi, seperti botol dan dot. Pertimbangkan untuk
membersihkan peralatan makan untuk bayi di bawah usia 3 bulan, bayi yang lahir prematur, atau
bayi dengan sistem kekebalan tubuh yang terganggu.

More information on storing and handling human milk is available at cdc.gov/


breastfeeding/recommendations/handling_breastmilk.htm.

More information on storing and preparing powdered infant formula is available at cdc.gov/
nutrition/downloads/prepare-store-powered-infant-formula-508.pdf.

Additional information on how to clean, sanitize, and store infant feeding items is available at
cdc.gov/healthywater/hygiene/healthychildcare/infantfeeding/ cleansanitize.html.
Feeding and Swallowing Disorder in Infancy, Assessment and Management
(Feeding and swallowing disorders in infancy_ assessment and -- Wolf, Lynn S; Glass, Robin P -- 1992 --
Tucson, Ariz._ Therapy Skill Builders -- 9780127845678 -- 4e3b9eccbf51e78d8e123f43ecdc47d7 --
Anna’s Archive.pdf)

Chapter 8
Breast-Feeding

World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa menyusui adalah bagian penting dari proses
reproduksi, menyusui merupakan cara alami dan ideal untuk memberi nutrisi pada bayi, serta sebagai
dasar biologis dan emosional yang unik untuk perkembangan bayi. ASI dikenal sebagai makanan “ideal”
untuk bayi, yang tercipta khusus untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi yang unik dan terus berubah.
ASI paling mudah dicerna, melindungi bayi dari infeksi, dan meminimalkan respons alergi. Selain itu,
proses menyusui meningkatkan ikatan antara ibu dan bayi, yang berperan penting penting dalam
keberlangsungan perawatan bayi.

Sayangnya, proses menyusui dapat terganggu oleh kondisi yang dialami bayi, seperti penyakit dan rawat
inap di rumah sakit atau karena kurangnya keberhasilan menyusu pada bayi sehat. Masalah pemberian
nutrisi menjadi fokus bagi ahli nutrisi pada bayi, sehingga sangat penting untuk dapat memahami proses
menyusui secara detail. Hal ini akan memungkinkan ahli nutrisi untuk membantu pemberian ASI, serta
membantu dalam diagnosis dan perbaikan masalah pemberian ASI.

Fisiologi menyusui
Agar pemberian ASI efektif, pemberian ASI harus terkontrol dalam jumlah yang tepat dan pada interval
yang sesuai. Pembentukan dan pemeliharaan sistem tersebut ditentukan oleh beberapa faktor.
Pertama, struktur anatomi dari jaringan payudara ibu, termasuk perkembangan alveoli, saluran susu,
dan puting susu harus adekuat. Struktur anatomi tersebut sebagai sistem penyimpanan, saluran
pengeluaran, dan pelengkap pra-ekstraksi (a storage system, exit channels, and a prehensile
appendage). Kedua, sekresi ASI dimulai dan dipertahankan. Ketiga, ASI harus dikeluarkan atau didorong
dari alveoli ke puting. Terakhir, harus ada reseptor pada ASI yang memberikan rangsangan
berkelanjutan untuk sekresi dan pengeluaran ASI lebih lanjut.

Struktur anatomis
Secara anatomis, payudara merupakan organ eksokrin yang termodifikasi, yang terbentuk dari jaringan
kelenjar dan dikelilingi oleh jaringan lemak. Alveoli, terdiri dari sel sekretori, sebagai tempat
diproduksinya ASI yang kemudian berubah menjadi saluran yang lebih besar secara progresif menjadi
duktus laktiferus, yang memiliki dua fungsi yaitu sebagai saluran keluar dan tempat ASI terkumpul.
Saluran tersebut akan menyatu dan keluar melalui puting susu. Area pada sekeliling puting susu disebut
sebagai areola. Kedua struktur tersebut memiliki struktur erektil yang memfasilitasi pelekatan mulut
bayi pada puting susu ibu.

Produksi ASI
ASI adalah produk sekresi dari jaringan payudara. ASI diproduksi oleh sel-sel sekretori dari alveoli setelah
distimulasi oleh kadar prolaktin yang tinggi; sebagai respon yang dihasilkan oleh hipotalamus. Kadar
prolaktin meningkat setelah bayi lahir dan terstimulasi saat bayi menyusu. Kondisi ini memainkan peran
yang penting pada respon persediaan dan kebutuhan ASI, sehingga dapat tersedia jumlah ASI yang
cukup untuk kebutuhan bayi.

Pengeluaran ASI
ASI tidak mengalir secara pasif dari alveoli ke puting. Pengaktifan kelenjar hipofisis posterior, yang juga
dimediasi oleh hipotalamus, menyebabkan pelepasan oksitosin. Hal ini merangsang kontraksi sel
mioepitel yang mengelilingi alveoli, di mana ASI dikeluarkan ke dalam saluran dan tersedia untuk bayi.
Respons ini disebut sebagai let-down reflex atau refleks pengeluaran ASI. Refleks ini dapat terjadi
beberapa kali pada masing-masing payudara selama menyusui. Setelah refleks tersebut muncul,
pengeluaran ASI secara ritmis terus berlanjut tanpa terputus hingga proses menyusu berakhir. Refleks
ini memiliki fungsi kunci dalam keberhasilan menyusui. Jika ASI diproduksi tetapi tidak dikeluarkan,
produksi ASI selanjutnya akan berkurang.

Stimulasi yang paling efisien untuk memicu refleks tersebut adalah dengan mengisap payudara. Peran
relatif rangsangan taktil dan tekanan dalam memunculkan refleks pengeluaran ASI selama mengisap
belum jelas, meskipun hal ini sedang diteliti. Kondisi emosional juga memiliki pengaruh terhadap
pengeluaran ASI, sehingga dapat dipicu oleh tangisan bayi atau pikiran tentang bayi, rasa sakit, stres,
dan penderitaan mental.

Respon Mengisap selama Menyusu


Peran bayi dalam proses menyusui juga sama pentingnya. Seperti yang baru saja dijelaskan, isapan bayi
sangat penting untuk memberikan rangsangan yang tepat untuk produksi dan pengeluaran ASI. Bayi juga
menciptakan wadah untuk ASI dan membantu mengeluarkannya. Perkembangan dan mekanisme
mengisap dijelaskan pada Chapter 1, meskipun karena alasan teknis, sebagian besar penelitian meneliti
pemberian susu melalui botol. Namun, beberapa penelitian secara khusus berfokus pada respons
mengisap selama menyusui.

Mekanisme Mengisap
Mekanisme mengisap selama menyusui pada awalnya dijelaskan oleh Ardran dkk pada tahun 1958
dengan menggunakan film sineradiografi. Penelitian yang sama terhadap pemberian botol susu
memberikan sebuah perbandingan. Peneliti menemukan bahwa ketika bayi mengisap payudara ke
dalam mulut, puting dan areola sebuah memanjang. Elevasi dari rahang dan lidah menekan puting,
dengan tekanan yang dimulai dari tonjolan gusi dan berlanjut ke belakang sepanjang langit-langit mulut.
puting kemudian memendek dan menjadi lebih tebal, rahang turun, dan proses ini terulang kembali.

Studi baru yang menggunakan pencitraan real-time ultrasound telah memberikan deskripsi yang serupa
namun lebih mendalam. Telah diamati bahwa tepi lateral lidah ‘melingkari” puting susu, membentuk
alur tengah (a central groove). Puting susu memanjang hingga dua kali ukuran normalnya selama proses
mengisap, ditekan hingga setengah dari tingginya antara lidah dan lelangit mulut, dan mempertahankan
dimensinya lebarnya (lihat gambar 7-1, halaman 403). Masih menjadi pertanyaan kontroversial apakah
lidah bergerak terutama pada gerakan peristaltik anterior-posterior, atau seperti piston atas-bawah
yang berhubungan dengan mandibula dan hyoid.
Banyak spesialis laktasi yang menggambarkan perbedaan gerakan lidah saat menyusui dengan payudara
dan botol susu, meskipun tidak dapat membuktikan teori ini. “Kebingungan puting susu” atau “Nipple
confusion” yang digambarkan sebagai kesulitan beralih antara botol dan payudara, umumnya dikaitkan
dengan perbedaan gerakan lidah. Namun, meninjau kembali penelitian yang menggunakan teknik
pencitraan, perbedaan gerakan mulut antara menyusui dengan payudara dan botol susu kurang jelas.
Dalam penelitian perintis oleh Ardran, Kemp, dan Lind, tidak ada perbedaan yang dicatat dalam gerakan
lidah antara menyusui dengan botol. Weber menggambarkan gerakan lidah yang menggulung dan
peristaltik pada payudara dan piston seperti meremas botol. Smith melaporkan bahwa gerakan lidah
serupa pada payudara dan dot botol standar, tetapi mencatat bahwa gerakan lidah yang berbeda
digunakan pada dot Nuk®.

Beberapa bayi diamati mengalami kesulitan untuk berganti dot dengan desain yang berbeda, sehingga
fenomena “kebingungan puting susu” mungkin tidak terbatas pada perbedaan antara puting susu botol
dan payudara. Pengamatan ini menunjukkan bahwa kualitas taktil dan proprioseptif dari suatu objek
dapat memengaruhi gerakan dan penerimaan mulut bayi. Ada kemungkinan bahwa perbedaan motorik
utama antara mengisap dari payudara dan dari botol adalah dalam hal memulai mengisap. Namun, area
ini belum sepenuhnya dipelajari. Sementara dot botol yang kaku dimasukkan ke dalam mulut yang
terbuka sebagian dan diletakkan di lidah, mulut harus dibuka lebar untuk menerima payudara dan bayi
harus secara aktif menariknya ke dalam untuk membentuk dot. Selain itu, perbedaan mekanisme
mengisap pada payudara dan botol juga dapat disebabkan oleh variasi laju aliran ASI dari ibu yang
berbeda dan jenis dot yang berbeda.

Peran isapan tekanan negatif dan kompresi tekanan positif pada puting susu dalam proses menyusui
telah diteliti. Terlihat bayi menggunakan isapan untuk menarik puting ke dalam mulut dan
mempertahankannya di sana. Tekanan positif lidah terhadap puting dan areola, ditambah dengan
pengeluaran ASI oleh refleks pengeluaran ASI, mengeluarkan ASI. Lawrence merasa bahwa isapan
memfasilitasi pengisian ulang sinus dan saluran. Di sisi lain, Smith dkk., mengamati bahwa pengeluaran
ASI terjadi lebih lambat dari kompresi puting maksimal, bersamaan dengan depresi rahang dan lidah,
dan menyarankan bahwa tekanan negatif mungkin memainkan peran yang lebih besar dalam
mengeluarkan ASI. Pada kenyataannya, kemungkinan besar kompresi dan hisapan berperan; karena ASI
dapat dikeluarkan secara ketat dengan kompresi seperti dengan ekspresi manual (tangan) atau semata-
mata dengan hisapan yang dihasilkan oleh pompa ASI mekanis.

Pola Isapan dan Aliran ASI


Kecepatan dan pola isapan pada payudara telah dipelajari. Walaupun ada perbedaan antara isapan
nutritif (nutritive sucking) pada botol dan isapan non-nutritif (non-nutritive sucking) (NS = 1
isapan/detik, NNS = 2 isapan/detik), variasi yang berkelanjutan tampak pada menyusui (melalui
payudara). Kecepatan isapan (dalam proses mengisap) tinggi pada 3 menit pertama (sama halnya
dengan NNS) sampai refleks let-down muncul. Kemudian kecepatan isapan melambat (sama halnya
dengan NS pada botol susu), lalu kecepatan akan meningkat kembali selama minum. Hubungan linear
antara aliran ASI dan kecepatan mengisap membantu menjelaskan observasi ini: kecepatan isapan tinggi
sebelum let-down reflex dan saat awal aliran ASI; kecepatan isapan lambat dan diikuti let-down reflex
saat aliran ASI tinggi; kemudian meningkat berbarengan dengan aliran ASI yang menurun mendekati
akhir minum. Pola ini dapat terulang kembali saat ibu memiliki lebih dari 1 let-down reflex.

Lucas dkk melaporkan bahwa sekitar 50% ASI diambil dari payudara selama 2 menit pertama isapan
produktif, dengan 80-90% diambil dalam 4 menit pertama. Aliran ASi tinggi pada awal menyusi dan
menurun secara bertahap. Volume ASI dilaporkan sejumlah 0.14 ml/isapan pada awal menyusui, dan
hanya 0.01 ml/isapan pada akhir menyusui, dan mendukung konsep dari makin tinggi aliran ASI dan
banyaknya jumlah isapan pada awal menyusui. Selain itu, pada awal menyusui semburan ASI lebih
panjang durasinya, dengan jeda yang sedikit dan jarang. Seiring dengan berjalannya progres menyusui,
semburan ASI menjadi lebih pendek dan memiliki jeda yang panjang dan sering. Persentase waktu yang
lebih kecil yang dihabiskan untuk mengisap saat pemberian minum berlangsung juga akan berkontribusi
pada penurunan asupan di akhir pemberian makan. Woolridge dkk. melaporkan bahwa untuk setiap
pasangan ibu-bayi, terdapat karakteristik kecepatan transfer ASI. Hal ini ditentukan oleh kecepatan
pengeluaran ASI oleh ibu dan laju kebutuhan ASI oleh bayi.

Durasi mengisap pada payudara juga tidak selalu berhubungan dengan asupan. Meskipun bayi dapat
menghabiskan waktu yang sama untuk mengisap di setiap payudara, beberapa bayi secara konsisten
minum lebih sedikit ASI dari payudara kedua. Rasa kenyang mungkin berperan, namun ketersediaan ASI
tidak; asupan akan lebih sedikit pada payudara kedua bahkan ketika persediaan ASI yang tersisa
melimpah. Bayi tampaknya memiliki tingkat pengaturan diri yang tinggi terkait asupan ASI. Dalam
penelitian DARLING, jumlah ASI yang tidak diminum (sisa ASI) tidak berbeda secara signifikan antara bayi
dengan asupan “rendah” dan “rata-rata” pada usia 3 bulan. Dengan demikian, bayi dengan asupan yang
lebih rendah menyisakan susu yang tidak dikonsumsi sama banyaknya dengan bayi dengan asupan yang
lebih tinggi.

Butte dan koleganya juga melaporkan bahwa asupan ASI harian tidak berkorelasi secara signifikan
dengan durasi menyusu atau jumlah menyusu per hari. Tampak bayi yang menyusu dapat menghabiskan
sebagian besar waktunya di payudara untuk melakukan isapan non-nutrisi atau bergizi minimal. Peran
NNS pada payudara ini dalam mempertahankan pasokan ASI ibu atau dalam memfasilitasi kesejahteraan
bayi masih belum memiliki penjelasan yang mendalam. Selain itu, hanya sedikit yang diketahui tentang
perubahan tekanan mengisap selama proses menyusui dan bagaimana hal tersebut berhubungan
dengan aliran ASI.

Beberapa perubahan maturasional dalam durasi waktu mengisap di payudara telah dijelaskan. Selama
empat bulan pertama, durasi dan jumlah menyusui menurun, namun total asupan tetap konstan. Oleh
karena itu, setiap kali menyusu, bayi harus lebih efisien untuk mendapatkan volume yang lebih besar
dalam waktu yang lebih singkat. Penjelasan yang mungkin termasuk pengosongan payudara yang lebih
efektif, refleks pelepasan yang lebih cepat, dan berkurangnya kebutuhan untuk mengisap yang tidak
bergizi.

Menyusui dan Bayi Rawat Inap


Terdapat beberapa kondisi yang menyebabkan ASI menjadi kontraindikasi. Sebaliknya, terdapat
beberapa kondisi medis yang justru menghambat perjalanan penyakit atau membantu pemulihan. Akan
tetapi, pada beberapa kondisi, pemberian ASI tidak dapat dilakukan. Alasan yang sering mendasari
kondisi ini adalah rawat inap di rumah sakit dan penggunaan ventilator mekanik, koordinasi mengisap
dan menelan yang tidak adekuat untuk dapat minum sendiri, dan intoleransi minum. Kondisi lain yang
berhubungan dengan kemampuan makan secara oral, menyusui mungkin bukan kontraindikasi,
melainkan potensi keberhasilannya kecil. Kelainan pada oral atau mulut anak (sumbing bibir dan
lelangit, dsb), kelainan neurologis (hipoksia sekunder atau perdarahan intrakranial), dan kelainan
motorik (cranial nerve palsy).

Satu dari keputusan pertama yang dihadapkan pada orang tua saat bayi rawat inap di rumah sakit yaitu
apakah dapat menyediakan ASI untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi. Keputusan ini terkadang dibuat
saat bayi tidak mendapatkan nutrisi secara enteral. Status kesehatan bayi secara keseluruhan membuat
ibu kewalahan, dan pertimbangan nutrisi mungkin bukan menjadi prioritas utama. Selain itu, sumber
daya untuk membahas manfaat potensial dari pemberian ASI mungkin terbatas.

Meskipun ASI memberikan banyak manfaat bagi bayi yang sehat, manfaat ini mungkin menjadi lebih
penting bagi bayi yang dirawat di rumah sakit. Secara khusus, ASI dapat memberikan perlindungan
terhadap infeksi bagi bayi yang terpapar dengan banyak organisme di lingkungan rumah sakit.
Kemudahan pencernaan ASI dapat meningkatkan toleransi makan pada bayi dengan saluran pencernaan
yang belum matang atau sedang sakit. Berkurangnya insiden gangguan pencernaan pada bayi yang
menerima ASI adalah manfaat lainnya. Sebagian besar kualitas ASI yang bermanfaat dipertahankan
selama penyimpanan sambil menunggu kesiapan bayi untuk menyusu. Memberikan kualitas ASI yang
istimewa kepada bayi yang mengalami gangguan juga dapat memberikan perasaan puas dan
penghargaan bagi ibu.

Kelayakan dan Efek Menyusui Bayi Prematur


Banyak yang berpendapat bahwa menyusui melalui payudara terlalu menegangkan bagi bayi prematur
yang baru mulai menyusu secara oral. Sering kali dirasakan bahwa menyusui melalui payudara
membutuhkan lebih banyak “kerja” dan dengan demikian lebih banyak energi daripada pemberian susu
melalui botol, yang berpotensi membahayakan kenaikan berat badan yang lemah pada bayi-bayi ini.
Oleh karena itu, perkembangan yang umum terjadi adalah transisi dari pemberian ASI ke pemberian
susu melalui botol. Kemudian, jika diinginkan, pemberian ASI diperkenalkan setelah pemberian susu
melalui botol terbentuk dan terjadi tanpa kesulitan.

Pemberian susu botol memiliki beberapa keuntungan bagi staf medis yang merawat bayi prematur di
rumah sakit. Utamanya, asupan yang tepat mudah diukur, dan mudah dilakukan tanpa kehadiran ibu.
Namun, mengikuti urutan yang mewajibkan pemberian susu botol yang efektif sebelum menyusui,
secara tidak sengaja dapat merusak potensi bayi untuk menyusui dengan sukses. Menyusui melalui
payudara mungkin tidak diperkenalkan sampai mendekati waktu pulang dari rumah sakit, sehingga
hanya menyisakan sedikit waktu bagi ibu dan bayi untuk berlatih di lingkungan ruang rawat bayi yang
mendukung di mana perawat berpengalaman tersedia untuk memandu proses ini. Selain itu, bayi telah
terampil mendapatkan makanan dari botol dan mungkin tidak memiliki kesabaran atau fleksibilitas
untuk menyesuaikan diri dengan perbedaan dalam menyusu. Perbedaan-perbedaan ini terutama
mencakup perlunya melekat dan menarik puting payudara ke dalam mulut dan mempertahankan isapan
non-nutritif sembari menunggu refleks pelepasan (let-down reflex). Gerakan lidah yang berbeda
diperlukan atau tidak selama mengisap masih menjadi pertanyaan yang kontroversial.

Meier dkk telah melakukan penelitian yang dirancang untuk mengevaluasi kemampuan bayi prematur
untuk menyusu, serta dampak fisiologis dari pemberian ASI secara dini. Merangkum temuan ini,
pemberian ASI berhasil dimulai pada bayi dengan usia kehamilan 32½ minggu dan berat badan 1.220
gram. Meskipun usia kehamilan dan kematangan dirasakan berperan dalam kesiapan untuk menyusui,
kenyataannya tidak dengan berat badan. Namun, semua bayi yang diteliti menunjukkan koordinasi
mengisap dan menelan sebelum memulai pemberian makanan oral. Setiap bayi memiliki setidaknya satu
botol sebelum dimasukkan ke payudara, meskipun beberapa telah diberikan susu botol selama sembilan
hari. Lamanya waktu pemberian susu botol sebelum pengenalan payudara tampaknya terkait dengan
kemudahan dalam membangun keterampilan menyusui. Meskipun bayi yang minum botol sesekali
selama tiga hingga empat hari memiliki sedikit masalah dalam memulai menyusui, transisi ke ASI
tampaknya lebih sulit bagi bayi yang minum botol secara eksklusif untuk waktu yang lebih lama.
Menariknya, setelah pemberian ASI dimulai, pemberian susu botol secara teratur tampaknya tidak
mengganggu kemampuan bayi untuk mempertahankan kemampuan menyusui. Pengamatan ini dapat
bervariasi pada setiap pasangan ibu dan bayi.

Dalam penelitian ini, karakteristik mengisap bervariasi antara payudara dan botol. Semua bayi
membutuhkan bantuan berulang kali untuk melekat pada payudara selama beberapa kali menyusu.
Selama masa awal menyusui, pola semburan-jeda yang lebih jelas terlihat pada payudara bila
dibandingkan dengan botol, dengan bayi menunjukkan mondar-mandir mengisap semburan dan jeda
pada payudara. Seiring bertambahnya usia, bayi menunjukkan pola semburan-jeda yang lebih lama dan
lebih halus pada payudara dan botol. Meskipun selama menyusui, bayi tidak menunjukkan tanda-tanda
kesusahan (yaitu, bradikardia, takikardia, perubahan warna, atau tersedak), sementara pemberian susu
botol, episode bersendawa, tersedak, dan bradikardia dicatat. Waktu menyusui rata-rata berkisar antara
9 hingga 19 menit pada botol dan 16 hingga 31 menit pada payudara. Hal ini disebabkan oleh isapan
nutrisi yang konsisten pada botol, dengan isapan non-nutrisi dan peningkatan interaksi ibu-bayi yang
diselingi dengan pemberian ASI.

Dalam hal pengukuran fisiologis, Meier dkk. menemukan bahwa pola PO transkutan (tcPO2) sangat
berbeda antara pemberian susu botol dan ASI. Selama menyusui, fluktuasi minimal terlihat di atas dan di
bawah nilai dasar, bahkan selama semburan isapan. Selama pemberian susu botol, tcPO2 turun selama
periode mengisap, meningkat ke nilai awal saat penghisapan berhenti, mendatar selama istirahat yang
lama seperti bersendawa, dan secara bertahap menurun selama 10 menit setelah pemberian susu
selesai.

Temuan ini, meskipun hanya menggambarkan sejumlah kecil bayi prematur, menunjukkan bahwa
pemberian ASI dapat dilakukan pada bayi prematur muda yang menunjukkan kesiapan menyusu.
Menyusui tampaknya tidak menyebabkan stres fisiologis tambahan, dan pada kenyataannya dapat
menyebabkan stres fisiologis yang lebih sedikit daripada pemberian susu botol. Pada kelompok usia ini,
koordinasi mengisap, menelan, dan bernapas mungkin lebih berhasil dilakukan pada payudara
dibandingkan dengan botol. Spekulasi mengenai mekanisme yang mendasari pengamatan ini berfokus
pada dua faktor: gangguan ventilasi dan aliran ASI. Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa
beberapa tetes tcPO2 selama pemberian susu melalui botol, dan ini dirasakan sebagai observasi yang
mencerminkan interupsi dari ventilasi selama menelan.

Mathew telah mempelajari pola ventilasi selama pemberian susu melalui botol maupun langsung dari
payudara. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pola ventilasi tetap lebih dekat dengan nilai awal
selama pemberian susu melalui payudara dibandingkan dengan pemberian susu melalui botol.
Meskipun penelitiannya menggunakan ibu pada tahap awal laktasi (saat ketersediaan ASI
dipertanyakan) membatasi perbandingan, namun ia berspekulasi bahwa perbedaan pola ventilasi pada
payudara mungkin bertanggung jawab atas perubahan terbatas pada tcPO2 yang dilaporkan oleh rekan-
rekan Meieran. Mathew mengaitkan perbedaan pola ventilasi yang ditemukannya antara payudara dan
botol dengan perbedaan dalam pengiriman susu dan laju aliran. Lebih sedikit aliran per isapan pada
payudara, yang menyebabkan berkurangnya laju menelan, dapat meminimalkan desaturasi oksigen yang
berhubungan dengan menyusui dengan meningkatkan waktu yang tersedia untuk bernapas.

Meskipun Mathew menyatakan bahwa perbedaan yang ditemukannya mungkin akan hilang ketika
laktasi sudah berjalan dengan baik, penelitian Meier menunjukkan bahwa hal ini tidak terjadi. Ia juga
berspekulasi bahwa bayi mungkin dapat memodifikasi tekanan isapan dan/atau aliran ASI pada
payudara untuk memfasilitasi pemberian ASI yang teratur dengan cara yang tidak dapat dilakukan
dengan botol. Penelitian lebih lanjut jelas diperlukan untuk memperkuat pemahaman kita tentang
keterkaitan antara metode pemberian ASI dan respons fisiologis pada bayi cukup bulan dan bayi
prematur. Penelitian ini, bagaimanapun, harus mendorong penyedia layanan kesehatan untuk mencoba
menyusui pada tahap awal memulai pemberian makanan oral, bahkan pada bayi prematur yang lebih
muda.

Transisi menuju menyusu dari payudara


Seperti yang dikatakan Lawrence, "Risiko bayi prematur yang kelaparan saat beradaptasi untuk menyusu
pada payudara adalah nyata. Oleh karena itu, proses ini harus dilakukan dengan hati-hati dan penuh
pertimbangan untuk mencapai tiga tujuan: (1) menjaga nutrisi dan pertumbuhan bayi, (2)
mengembangkan keterampilan bayi untuk mendapatkan ASI dari payudara, dan (3)
mempertahankan/membangun pasokan ASI ibu sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi.
Perkembangan yang mungkin terjadi, bersama dengan berbagai pertimbangan untuk penerapannya,
disajikan di bawah ini. Rincian lebih lanjut mengenai beberapa aspek dari proses ini dapat ditemukan di
tempat lain. Tidak ada "resep untuk sukses" dalam proses ini; proses ini harus disesuaikan dengan
masing-masing pasangan ibu-bayi. Karakteristik bayi prematur yang dapat mengganggu proses ini,
seperti keadaan, perilaku, dan postur tubuh (lihat Chapter 3 dan 6) harus dipertimbangkan, bersama
dengan potensi kesulitan oral yang telah dibahas sebelumnya.

1. Isapan non-nutritif (NNS): Penggunaan selang makan merupakan metode yang umum
digunakan untuk memberikan nutrisi pada bayi yang belum memiliki kemampuan makan secara
oral yang matang. NNS tampak sebagai tatalaksana pada pencernaan, membantu dalam kontrol
keadaan, dan meningkatkan berat badan, transisi lebih awal ke pemberian makanan oral, dan
pemulangan lebih awal ke rumah sakit.
Jika NNS memungkinkan, pasangan ibu-bayi yang berencana untuk menyusui harus memulai
NNS pada payudara. Hal ini dapat dilakukan dengan cara ibu mempersiapkan dan
mengosongkan payudaranya. Memulai proses transisi dengan MS pada payudara memiliki
beberapa keuntungan. Pertama, hal ini memungkinkan bayi untuk mulai mempraktekkan
mekanisme menyusui pada usia yang lebih dini. Secara khusus, bayi dapat mengembangkan
keterampilan dalam pelekatan pada payudara. Lingkungan selama latihan ini juga dapat
mengurangi stres bagi ibu dan bayi. Ibu tidak perlu khawatir tentang keberhasilan menyusui dan
hanya memperhatikan proses mengisap. Bayi tidak perlu terlalu lapar dan dengan demikian
mungkin lebih sabar dalam mempelajari keterampilan baru ini, dan mungkin akan merasa puas
hanya dengan aktivitas mengisap. NNS pada payudara dapat dilakukan bersamaan dengan
pemberian ASI atau pada waktu lain ketika kondisi bayi sesuai. Jika perlu, sebagian dari makanan
gavage dapat diberikan sebelum meletakkan bayi ke payudara untuk mengurangi rasa lapar.
Bahkan setelah pemberian susu botol telah dimulai, NNS pada payudara dapat menjadi metode
yang bermanfaat untuk memulai transisi ke payudara.

2. Memulai pemberian makanan melalui mulut: Seperti yang telah dibahas secara rinci pada
bagian sebelumnya, ketika bayi tampak siap untuk pemberian makanan melalui mulut, pada
umumnya tidak ada kontraindikasi untuk memulai pemberian ASI. Pengenalan payudara dan
botol secara bersamaan telah berhasil, dengan penggunaan kedua metode tersebut secara terus
menerus tampaknya tidak mengganggu keberhasilan menyusui.
Banyak dokter khawatir bahwa “kebingungan puting” akan berkembang ketika bayi minum susu
melalui payudara maupun botol. Namun, tampaknya bingung puting akan lebih menjadi
masalah ketika pemberian susu melalui botol menjadi satu-satunya metode dalam pemberian
nutrisi bayi selama lebih dari 1 minggu sebelum bayi mulai menyusu langsung dari payudara. Di
sisi lain, jika bayi mengalami kesulitan mempertahankan stabilitas fisiologis pada botol,
pemberian susu botol dapat dihentikan, dan pemberian ASI dilanjutkan, sambil menunggu
pematangan lebih lanjut.
Pengukuran asupan juga menjadi pertimbangan selama menyusui. Meier dkk menganjurkan
untuk tidak menghentikan sesi menyusui berdasarkan aturan yang dipaksakan, tetapi
melanjutkannya selama ibu dan bayi merasa nyaman. Di rumah sakit, anggota staf keperawatan
dapat memantau perubahan klinis dan fisiologis dan membantu ibu menentukan apakah faktor-
faktor ini harus mengarah pada penghentian pemberian ASI. Pemberian ASI dini dapat dibatasi
pada satu payudara. Penimbangan berat badan setiap hari disarankan untuk memantau
pertumbuhan bayi. Jika metode pemantauan asupan ini tidak dapat diterima, bayi dapat
ditimbang sebelum dan sesudah menyusui. Penggunaan timbangan elektronik khusus yang
melakukan beberapa kali pembacaan secara berurutan dan memberikan nilai rata-rata akan
diperlukan untuk mendapatkan pengukuran yang dapat diandalkan.
Suasana dan tingkat dukungan untuk ibu selama upaya awal menyusui harus dipertimbangkan
dengan cermat. Suasana yang privat dan santai akan memudahkan respons ibu dan bayi.
Bantuan harus tersedia pada tingkat yang dibutuhkan dan diinginkan oleh ibu.

3. Mempertahankan pasokan ASI: Meskipun meletakkan bayi pada payudara akan memberikan
stimulasi tambahan untuk produksi ASI, namun pengosongan yang sempurna juga harus dijaga.
Oleh karena itu, pada fase awal transisi ke pemberian ASI, ibu harus memompa setelah setiap
sesi menyusui. Selain memberikan pengosongan lengkap yang akan merangsang pemeliharaan
suplai ASI, memompa dapat membantu ibu menentukan perkiraan asupan tanpa menimbang
bayi setiap kali menyusui. Pemompaan pasca menyusui harus dihentikan secara bertahap hingga
bayi menyusu sepenuhnya melalui payudara.

4. Nutrisi tambahan: Proses beralih ke pemberian ASI secara total dapat memakan waktu
beberapa minggu hingga beberapa bulan. Selama masa ini, bayi akan membutuhkan makanan
tambahan. Botol tambahan dapat diberikan pada waktu makan tertentu, dengan jumlah
makanan yang diketahui. Sebuah metode yang disebut "triple timing" dapat digunakan.
Pertama, ibu menyusui bayinya. Selanjutnya, bayi diberi ASI yang telah diperah sebelumnya
melalui botol. Terakhir, ibu memompa untuk memerah ASI dalam jumlah maksimal untuk
pemberian tersebut sehingga dapat digunakan pada pemberian berikutnya. Pemberian susu
formula sebagai pelengkap untuk melengkapi pemberian ASI harus dihindari karena dapat
menyebabkan kegagalan laktasi.2 Penggunaan alat bantu berupa selang makanan (lihat halaman
432) juga dapat membantu untuk memastikan kecukupan nutrisi selama masa transisi ini. Pada
beberapa kasus, pemberian makanan gavage dapat dilanjutkan hingga proses menyusui benar-
benar berjalan dengan baik.

5. Transisi ke rumah: Berada di rumah bersama bayi akan memudahkan pemberian ASI, karena ibu
dan bayi memiliki akses yang konstan satu sama lain. Keberhasilan mungkin tergantung pada
jumlah pengalaman menyusui yang dimiliki ibu dan bayi di rumah sakit dan pengetahuan ibu
tentang apa yang diharapkan selama proses transisi. Menyusui secara rutin selama beberapa
hari pertama disarankan untuk membantu proses transisi ini. Karena beberapa masalah atau
pertanyaan seputar menyusui mungkin terjadi, maka sumber kontak tindak lanjut harus dibuat.
Sebuah studi oleh Howard menghubungkan keberhasilan yang dirasakan sendiri dalam
menyusui bayi pra-dewasa dengan faktor-faktor seperti motivasi yang lebih tinggi dan lebih
sedikit kesulitan menyusui. Kurangnya keberhasilan terkait dengan masalah ibu dengan suplai
ASI, kekecewaan, dan pemompaan, serta kesulitan membuat bayi mengisap payudara.
Menetapkan keberhasilan menyusui sebelum keluar dari rumah sakit tentu saja merupakan cara
terbaik untuk memastikan keberhasilan di rumah. Selain itu, keberhasilan yang lebih besar
dalam menyusui bayi prematur dapat dicapai dengan menyediakan lebih banyak sumber daya
untuk membantu ibu yang mengalami kesulitan menyusui setelah keluar dari rumah sakit.

Bayi Rawat Inap dengan Masalah Kesehatan Lain


Bayi yang di rawat inap dengan beberapa masalah kesehatan mungkin memiliki masalah untuk
memulai menyusu pada payudara. Hal ini mungkin ditemukan pada bayi dengan Down
Syndrome, atau bayi dengan kelainan neurologis akibat asfiksia atau perdarahan intrakranial,
dan pada bayi dengan kelainan wajah-mulut. Beberapa bayi cenderung memiliki masalah makan
secara umum yang berhubungan dengan kelainan karakteristik mulut-wajah. Evaluasi dari
keseluruhan kemampuan makan akan dibahas pada Chapter 3. Hubungan antara masalah oral
secara spesifik dengan proses menyusu pada payudara telah dijelaskan pada awal bab ini.
Materi pelatihan orang tua disediakan dalam gambaran beberapa teknik yang berhubungan
dengan menyusui, dengan kondisi medis yang dimiliki. Jumlah dukungan dan pelatihan pada ibu
yang dilakukan selama inisiasi menyusui, ketika muncul masalah yang cukup besar terjadi,
tampaknya berhubungan dengan kesuksesan menyusui.

Bayi lain akan memiliki kemampuan oromotor yang adekuat namun limitasi medis dapat
mempengaruhi proses menyusui. Banyak informasi yang ditampilkan pada bab ini berhubungan
dengan bayi preterm yang mungkin dapat digunakan pada bayi yang memiliki limitasi endurance
akibat kelainan jantung kongenital dan masalah lain yang serupa. Ketika bayi memiliki masalah
makan yang berkepanjangan dan penggunaan susu formula khusus yang sering, penggunaan
selang makan dapat dipertimbangkan. Informasi mengenai transisi menyusu pada payudara
dapat digunakan pada bayi dengan masalah kesehatan lain. Menyusu dari payudara pada anak
dengan kelainan oral seperti sumbing bibir dan lelangit dibahas terpisah pada Chapter 6.

Sikap dan Keputusan terhadap Menyusui

Sayangnya, ada kalanya para profesional medis terbagi dalam dua kubu yang berbeda mengenai
masalah menyusui: kubu yang mendukung pemberian ASI dengan mengesampingkan pilihan
lain, dan kubu yang tidak melihat adanya alasan untuk mendorong pemberian ASI, terutama jika
ada kondisi yang mempersulit. Ketika pesan-pesan tersebut tidak sesuai dengan sikap,
keinginan, atau pengalaman orang tua, kebingungan, dan/atau rasa bersalah dapat terjadi. Oleh
karena itu, dalam memberikan konseling kepada orang tua mengenai pemberian ASI, harus
dicari keseimbangan antara dukungan yang antusias terhadap pemberian ASI dengan harapan
yang realistis.

Meskipun menyusui memberikan banyak manfaat potensial bagi ibu dan anak, tidak semua ibu
ingin menyusui. Apapun alasannya, harus diterima tanpa menghakimi. Selain itu, harus diakui
bahwa menyusui tidak selalu berhasil, bahkan pada bayi cukup bulan yang sehat. Kasus-kasus ini
harus segera diidentifikasi dan ditangani dengan baik untuk memastikan bahwa ibu tidak merasa
bahwa ibu dan bayinya “gagal” dalam upaya ini. Di sisi lain, ketika bayi sakit atau prematur dan
ibu telah merencanakan untuk menyusui, adalah suatu ketidakadilan untuk mengesampingkan
rencananya. Banyak ibu dari bayi yang sakit atau prematur memutuskan untuk setidaknya
memberikan ASI kepada bayinya. Ini adalah kontribusi yang hanya dapat dilakukan oleh ibu dan
dia harus didukung sepenuhnya bahkan jika ini adalah satu-satunya komponen dari pengalaman
menyusui yang dia miliki dengan bayinya.
Ketika bayi sakit atau menyusui tidak sepenuhnya berhasil, membuat keputusan mengenai
pemberian ASI menjadi proses yang sulit. Ketika para ibu dan keluarga berjuang untuk membuat
keputusan yang tepat dalam situasi yang penuh tekanan ini, ibu dan keluarga berhak
mendapatkan informasi yang menyeluruh dan tidak bias mengenai pilihan menyusui serta
manfaat dan keterbatasan menyusui dalam situasi ini. Selain itu, juga berhak mendapatkan
dukungan dan dorongan untuk menyusui secara penuh jika memungkinkan. Hal ini mencakup:

Pilihan-pilihan untuk menyusui: Sebagian besar orang tua beranggapan bahwa menyusui
berarti secara eksklusif meletakkan bayi ke payudara untuk mendapatkan nutrisi. Bergantung
pada keadaan bayi, memompa untuk mendapatkan ASI yang akan diberikan melalui rute
alternatif harus disajikan sebagai pilihan. Ketersediaan alat bantu selang makanan sebagai
metode utama atau tambahan dalam pemberian ASI juga dapat direkomendasikan. Masing-
masing dari hal tersebut harus dianggap sebagai metode “menyusui”. Orang tua harus
menyadari bahwa meskipun penghentian laktasi mungkin sulit untuk dibatalkan, begitu ibu telah
mengembangkan persediaan ASI, rencana menyusui atau pemberian ASI (termasuk memompa
atau menggunakan alat tabung susu) selalu dapat diubah jika tidak memenuhi kebutuhan orang
tua atau bayi.

Manfaat nutrisi: Hal ini harus dibahas sesuai dengan kebutuhan bayi. Manfaat ASI akan sangat
relevan untuk beberapa bayi. Bayi lainnya tumbuh normal dan tidak mengalami komplikasi
tambahan dari susu formula komersial.

Pertimbangan emosional: Meskipun banyak manfaat emosional yang dikaitkan dengan


menyusui, kadang-kadang manfaat ini mungkin lebih besar daripada kesulitan seputar
menyusui. Ketika menyusu pada payudara tidak memungkinkan untuk segera dilakukan, atau
tidak berjalan dengan baik, manfaat emosional akan tertunda. Para ibu harus selalu diyakinkan
bahwa ada banyak cara untuk membangun ikatan emosional yang kuat dengan bayi, bahkan jika
tidak berhasil atau memilih untuk tidak menyusui bayi langsung pada payudara. Memberikan
ASI perah dapat menjadi salah satu pilihan, meskipun ada banyak pilihan lain yang tidak
berhubungan dengan menyusui, termasuk kehadiran fisik ibu, menyentuh, menggendong,
mengajak bicara, dan mengayun-ayunkan bayi.

Perlu juga diakui bahwa menyusui mungkin sulit dilakukan pada beberapa bayi, dan ini bukan
"kesalahan" ibu. Selama proses menyusui pada bayi yang mengalami kesulitan, ibu mungkin
merasa seperti berada di roller coaster emosional yang bergantung pada keberhasilan setiap
menyusui. Hal ini dapat menambah tekanan yang signifikan pada hubungan ibu-bayi yang
sedang berkembang. Selain itu, ibu dari bayi yang sakit mungkin khawatir akan hasil akhir dari
bayi dan ragu untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang membutuhkan investasi emosional.

Manfaat dan keterbatasan praktis: Orang tua harus menyadari bahwa ketika pemberian ASI
sudah mapan dan berjalan dengan lancar, hal tersebut merupakan metode yang mudah dan
nyaman untuk memberi bayi nutrisi. ASI selalu tersedia, tanpa perlu persiapan. Namun, bahkan
ketika bekerja dengan lancar, hal ini membutuhkan komitmen dari ibu untuk hadir dan tersedia
pada waktu menyusui.

Untuk bayi yang dirawat di rumah sakit atau bayi yang mengalami kesulitan untuk menyusu,
komitmen waktu dan energi mungkin jauh lebih besar. Memompa harus dilakukan dengan
komitmen untuk menjaga pasokan ASI. Hal ini sering kali merupakan tambahan dari kunjungan
ke rumah sakit. Memompa mungkin diperlukan bahkan ketika bayi menyusu pada payudara,
sehingga meningkatkan waktu yang dihabiskan untuk kegiatan menyusui. Jika menggunakan alat
bantu selang makanan, alat tersebut harus dibersihkan dan dipasang setiap kali selesai
menyusui.

Setelah keluarga diberikan informasi yang dijelaskan di atas, keluarga harus mempertimbangkan dua
pertanyaan: metode pemberian makanan apa yang terbaik untuk bayi secara nutrisi dan emosional? dan
metode pemberian makanan apa yang terbaik untuk ibu secara emosional dan praktis? Terkadang
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut mungkin tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hanya
keluarga yang dapat menentukan bobot relatif yang diberikan pada kebutuhan ibu dan bayi. Keluarga
berhak mendapatkan dorongan yang sehat atas kemampuannya untuk membuat keputusan yang tepat,
ketika keluarga diberikan informasi yang memadai. Keluarga juga berhak mendapatkan dukungan
profesional untuk keputusan apa pun yang dibuat. Hal ini termasuk dukungan emosional dan juga
bantuan teknis dari orang yang terlatih atau berpengalaman dalam menangani masalah pemberian ASI.
Ketika ada hambatan dalam keberhasilan menyusui, seorang ibu yang memutuskan untuk tetap
menyusui harus diyakinkan bahwa jika pada akhirnya tidak berhasil, berapapun tingkat pemberian ASI
yang dapat ia capai dengan bayinya akan bermanfaat bagi bayi. Kemampuan atau ketidakmampuan ibu
untuk memberikan nutrisi yang lengkap melalui payudara tidak dapat dianggap sebagai cerminan dari
kemampuan ibu untuk menjadi “ibu” bagi bayinya.

Pengambilan keputusan dalam kondisi seperti ini sering kali sulit dilakukan. Memberikan informasi dan
dukungan yang memadai akan memungkinkan proses tersebut berjalan tanpa menambah stres pada
keluarga, baik selama proses pengambilan keputusan maupun di kemudian hari karena merasa kurang
mendapatkan informasi yang cukup untuk mengambil keputusan yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai