Anda di halaman 1dari 8

JURNAL BERKALA EPIDEMIOLOGI

Volume 6 Nomor 2 (2018) 139-146


DOI: 10.20473/jbe.v6i2.2018. 139-146
p-ISSN: 2301-7171 ; e-ISSN: 2541-092X
Website: http://journal.unair.ac.id/index.php/JBE/
Email: jbepid@gmail.com

HUBUNGAN UMUR, TINGKAT PENDIDIKAN, DAN AKTIVITAS FISIK


SANTRIWATI HUSADA DENGAN ANEMIA
The Relationship of Age, Educational Background, and Physical Activity on Female Students with Anemia

Lukman Dwi Priyanto


FKM UA, lukman.dwi.p-2014@fkm.unair.ac.id
Alamat Korespondensi: Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga,
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

ARTICLE INFO ABSTRAK


Article History: Latar Belakang: Anemia merupakan penyebab terjadinya kecacatan
Received May, 5th, 2018 kedua tertinggi di dunia dan termasuk masalah kesehatan masyarakat
Revised form July, 13th, 2018 yang serius di seluruh dunia. Prevalensi anemia secara nasional yang
Accepted August, 29th, 2018 terjadi pada perempuan relatif lebih tinggi (23,90%) dibanding laki-
Published online August, 30th, 2018
laki (18,40%). Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
hubungan antara umur, tingkat pendidikan dan aktivitas fisik dengan
Kata Kunci:
umur;
kejadian anemia pada santriwati husada Poskestren Pondok Pesantren
tingkat pendidikan; X Surabaya. Metode: Jenis penelitian ini adalah observasional
aktivitas fisik; analitik dengan menggunakan rancang bangun cross sectional.
anemia; Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh santriwati husada
sebanyak 45 responden, sedangkan besar sampel 31 responden.
Keywords: Pemilihan sampel menggunakan teknik simple random sampling.
age; Pengambilan data menggunakan data primer yang diambil dari hasil
education level; strip test setiap responden. Teknik analisis pada penelitiaan ini
physical activity; menggunakan uji chi-square. Hasil: Penelitian ini menunjukkan
anemia;
kejadian anemia yaitu sebesar 83,90%. Proporsi pendidikan
responden yang berpendidikan Madrasah Tsanawiyah (MTs) dengan
kejadian anemia sebesar 90,90%. Proporsi aktivitas fisik responden
dalam kategori aktivitas fisik sedang dengan kejadian anemia sebesar
94,40%. Hasil uji chi square, faktor umur memiliki p = 0,26, tingkat
pendidikan memiliki p = 0,62 dan faktor aktivitas fisik memiliki p =
3,55. Kesimpulan: Tidak ada hubungan yang signifikan antara umur,
tingkat pendidikan dan aktivitas fisik dengan kejadian anemia pada
santriwati husada Poskestren Pondok Pesantren X Surabaya.

©2018 Jurnal Berkala Epidemiologi. Penerbit Universitas Airlangga.


Jurnal ini dapat diakses secara terbuka dan memiliki lisensi CC-BY-SA
(https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)
ABSTRACT
Background: Anemia has been claimed as the second most
contributing cause of disability, which is one of the global health
problems. The national prevalence of anemia in female was relatively
high (23,90%) compared to male (18,40%). Purpose: This study was
aimed to analyze the relationship between age, educational
background, and physical activity on anemia incident of a female
student in the Islamic Boarding School in Surabaya. Methods: This
study was analytic observational with a cross-sectional design. There
were 45 female students in the study population, while 31 of them
140 of 146 Lukman Dwi Priyanto / Jurnal Berkala Epidemiologi, 6 (2) 2018, 139-146

were selected as respondents through simple random sampling. Data


were obtained primarily from the stripe test of every respondent and
analyzed with the chi-square test. Results showed the prevalence of
anemia was 83,90%. The proportion of anemia in Islamic Junior
Highschool students was 90,90%. Meanwhile, the proportion of
moderate physical activity with anemia was 94,40%. Results: Based
on chi-square test, the age factor has p = 0,26, educational
background p = 0,62, and physical activity p = 3,55. Conclusion:
There was no significant correlation between age, educational
background, and physical activity with anemia in female students of
Islamic Boarding School in Surabaya.

©2018 Jurnal Berkala Epidemiologi. Published by Airlangga University.


This is an open access article under CC-BY-SA license
(https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)

PENDAHULUAN angka prevalensi anemia secara nasional pada


semua kelompok umur adalah 21,70%. Prevalensi
Anemia merupakan masalah kesehatan utama anemia pada perempuan relatif lebih tinggi
di masyarakat yang sering dijumpai di seluruh (23,90%) dibanding laki-laki (18,40%). Prevalensi
dunia, terutama di negara berkembang seperti anemia berdasarkan lokasi tempat tinggal, tinggal
Indonesia. Kelainan tersebut merupakan penyebab di pedesaan memiliki persentase lebih tinggi
disabilitas kronik yang berdampak besar terhadap (22,80%) dibandingkan tinggal di perkotaan
kondisi kesehatan, ekonomi, dan kesejahteraan (20,60%), sementara prevalensi anemia pada
sosial. Penduduk dunia yang mengalami anemia perempuan usia 15 tahun atau lebih adalah sebesar
berjumlah sekitar 30% atau 2,20 miliar orang 22,70%. Hasil penelitian Listiana (2016)
dengan sebagian besar diantaranya tinggal di menunjukkan bahwa prevalensi anemia defisiensi
daerah tropis. Prevalensi anemia secara global zat besi pada remaja putri di tahun pertama
sekitar 51% (Suryani, Hafiani, & Junita, 2015). menstruasi sebesar 27,50%, dengan rata-rata usia
Anemia merupakan penyebab kecacatan pertama kali mengalami menstruasi pada usia 13
kedua tertinggi didunia. Hal tersebut menjadikan tahun.
anemia sebagai masalah kesehatan masyarakat Penelitian Mairita, Arifin, & Fadilah (2018)
yang serius di seluruh dunia. Anemia bisa menjelaskan bahwa penyebab anemia dapat dibagi
menyerang siapapun, tak terkecuali remaja yang menjadi dua jenis. Penyebab yang pertama
masih berusia dini. Anemia lebih sering terjadi menjelaskan bahwa penyebab utama anemia
pada remaja perempuan dibandingkan dengan adalah berkurangnya kadar hemoglobin dalam
remaja laki-laki. Hal ini dikarenakan remaja putri darah atau terjadinya gangguan dalam
kehilangan zat besi (Fe) saat menstruasi sehingga pembentukan sel darah merah dalam tubuh.
membutuhkan lebih banyak asupan zat besi (Fe). Berkurangnya sel darah merah secara signifikan
Perilaku remaja putri yang mengkonsumsi dapat disebabkan oleh terjadinya perdarahan atau
makanan nabati lebih banyak mengakibatkan hancurnya sel darah merah yang berlebihan. Dua
asupan zat besi belum mencukupi kebutuhan zat kondisi yang dapat memengaruhi pembentukan
besi harian. Kebiasaan remaja putri yang ingin hemoglobin dalam darah, yaitu efek keganasan
tampil langsing menjadikan remaja tersebut yang tersebar seperti kanker, radiasi, obat-obatan
membatasi asupan makanan hariannya yang dan zat toksik, serta penyakit menahun yang
mengakibatkan remaja putri mudah terserang melibatkan gangguan pada ginjal dan hati, infeksi,
anemia (Triwinarni, Hartini, & Susilo, 2017). dan defisiensi hormon endokrin.
Kurang lebih terdapat 370 juta wanita di Wanita akan kehilangan darah akibat
berbagai negara berkembang menderita anemia menstruasi sepanjang usia produktif. Jumlah darah
defisiensi zat besi dengan 41% wanita tidak hamil. yang hilang selama 1 periode menstruasi antara
Prevalensi anemia di India menunjukkan angka 20-25 cc. Jumlah ini menunjukkan adanya
sebesar 45% remaja putri telah dilaporkan kehilangan zat besi sekitar 12,5-15 mg/bulan atau
mengalami anemia defisiensi zat besi. Prevalensi sekitar 0,4-0,5 mg dalam sehari (Sya’bani &
anemia di Indonesia masih cukup tinggi (Fakhidah Sumarmi, 2016).
& Putri, 2016). Kemenkes RI (2013) menunjukkan
141 of 8 Lukman Dwi Priyanto / Jurnal Berkala Epidemiologi, 6 (2) 2018, 139-146

Penelitian Simamora, Kartasurya, & Pradigdo mengontrol anemia pada ibu hamil adalah dengan
(2018) menyatakan bahwa terdapat tiga faktor memastikan kebu- tuhan zat besi pada remaja
yang melatarbelakangi kejadian anemia, yang terpenuhi. Gizi remaja adalah refleksi dari awal
pertama adalah penyebab langsung. Penyebab kekura ngan gizi anak usia dini (Mariana &
langsung dari anemia adalah kurangnya kadar zat Khafidhoh, 2013).
besi dalam darah dan kondisi tubuh yang terinfeksi Tujuan dalam penelitian ini adalah
penyakit. Kurangnya zat besi dalam tubuh menganalisis hubungan antara umur, tingkat
disebabkan karena kurangnya asupan makanan pendidikan dan aktivitas fisik santriwati husada
yang mengandung zat besi. Kecacingan dan dengan kejadian anemia pada santriwati husada
malaria merupakan penyakit infeksi yang dapat Poskestren Pondok Pesantren X Surabaya.
meningkatkan risiko anemia pada seseorang.
Penyebab kedua adalah penyebab tidak langsung, METODE
yaitu rendahnya perhatian keluarga, tingginya
aktivitas, dan kurang tepatnya pola distribusi Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
makanan dalam keluarga. Penyebab ketiga yaitu analitik dengan menggunakan metode cross
penyebab mendasar. Penyebab mendasar terdiri sectional. Populasi yang digunakan adalah
dari rendahnya pendidikan, pendapatan yang santriwati husada di Poskestren Pondok Pesantren
rendah, rendahnya status sosial dan sulitnya lokasi X Surabaya, sedangkan sampel penelitian
geografis tempat tinggal. sebanyak 31 orang berdasarkan rumus Slovin
Penelitian Simamora, Kartasurya, & Pradigdo (1990) dengan α = 0,10. Penelitian dilakukan pada
(2018) menambahkan bahwa tingkat pendidikan bulan November 2017. Variabel terikat dari
merupakan salah satu sebab mendasar yang dapat penelitian ini adalah kejadian anemia, sedangkan
mengakibatkan kejadian anemia. Hal tersebut variabel bebas adalah kelompok umur, tingkat
dikarenakan tingkat pendidikan memengaruhi pendidikan dan aktivitas fisik.
tingkat pengetahuan terhadap asupan gizi yang Kelompok umur dalam penelitian ini
harus dipenuhi dalam setiap harinya. Pemahaman dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu umur
yang baik terhadap asupan gizi yang cukup akan 13-14 tahun, umur 15-16 tahun dan umur 17-18
berdampak pada pola makan yang baik sehingga tahun. Tingkat pendidikan dalam penelitian ini
dapat mencegah kejadian anemia di masyarakat, dikategorikan menjadi 2 kelompok, yaitu
khususnya pada remaja putri sebagai kelompok Madrasah Tsanawiyah (MTs) dengan usia 13-15
rawan anemia. tahun dan Madrasah Aliyah (MA) dengan usia 16-
Usia remaja merupakan usia pertumbuhan 18 tahun. Tingkat aktivitas fisik diperoleh dari
anak-anak menuju proses kematangan manusia hasil kuesioner, melalui perhitungan menggunakan
dewasa. Pada usia remaja, terjadi perubahan pada International Physical Activity Questionnaire
fisik, biologis, dan psikologis seseorang dan terjadi (IPAQ) yang dikategorikan menjadi 2 yaitu
secara terus-menerus selama usia remaja. aktivitas fisik ringan (< 600 Mmet/hari) dan
Ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan aktivitas fisik sedang (≥ 600 Mmet/hari).
gizi berakibat pada terjadinya masalah gizi, baik IPAQ merupakan instrumen yang digunakan
gizi kurang maupun gizi lebih (Briawan, 2013). untuk memperoleh data aktivitas fisik yang
Masalah gizi yang terjadi pada usia remaja berhubungan dengan kesehatan dan dibandingkan
merupakan efek kelanjutan dari masalah gizi yang secara internasional. Penggunaan IPAQ pada
terjadi saat masih anak-anak. Masalah tersebut penelitian ini bertujuan menilai semua kegiatan
antara lain anemia defisiensi besi, kekurangan dan yang menggunakan energi dalam seminggu.
kelebihan berat badan. Kebiasaan makan yang Kelebihan kuesioner ini adalah aktivitas fisik yang
dilakukan semasa remaja akan memberikan digambarkan tidak hanya berolahraga namun juga
dampak terhadap kondisi kesehatan pada fase seluruh kegiatan yang dilakukan selama seminggu,
kehidupan selanjutnya. Remaja putri memerlukan baik kegiatan sehari-hari maupun kegiatan berat.
banyak asupan zat besi untuk mengganti zat besi Kuesioner ini dapat memperkecil bias peneliti
yang hilang bersama darah selama menstruasi karena dapat diisi sendiri oleh responden sehingga
berlangsung (Sya’bani & Sumarmi, 2016). pengaruh peneliti yang menyesuaikan aktivitas
Anemia gizi pada remaja putri merupakan fisik tidak terjadi pada penelitian ini (WHO,
atribut dalam terjadinya tingkat tinggi kematian 2002). Hasil kuesioner IPAQ didapatkan melalui
ibu, tingginya insiden bayi berat lahir rendah, pengisian kuesioner serta wawancara terstruktur
kematian prenatal tinggi dan akibatnya tingkat tentang riwayat kesehatan responden.
kesuburan yang tinggi. Hal penting dalam
142 of 146 Lukman Dwi Priyanto / Jurnal Berkala Epidemiologi, 6 (2) 2018, 139-146

Data anemia diperoleh dari pengukuran kadar aktivitas fisik sedang karena hampir seluruhnya
Hemoglobin (Hb) yang dilakukan melalui (94,40%) menderita anemia (Tabel 1).
pemeriksaan menggunakan strip test tanpa melihat
kondisi responden dalam keadaan menstruasi atau Hubungan Kelompok Umur dengan Status
tidak. Pemeriksaan dilakukan oleh peneliti dengan Anemia
mengambil sampel darah responden untuk Tabel 1 menunjukkan proporsi responden
diletakkan pada strip Hb, kemudian strip Hb yang menderita anemia paling tinggi pada
tersebut dimasukkan pada alat cek Hb. Kategori kelompok umur 17-18 tahun yaitu sebesar 88,90%.
anemia pada penelitian ini adalah anemia (< 12 Hasil uji chi square, diperoleh p sebesar 0,26
g/dl) dan tidak anemia (≥ 12 g/dl) sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho diterima
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
secara bivariat dan multivariat. Analisis bivariat yang signifikan antara kelompok umur dengan
dilakukan untuk dapat mengetahui distribusi pada kejadian anemia pada santriwati husada Poskestren
variabel dependen dengan independen dalam Pondok Pesantren X Surabaya.
bentuk tabulasi silang (crosstab) dengan
menggunakan aplikasi komputer, sedangkan Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Status
analisis multivariat digunakan untuk dapat Anemia
mengetahui hubungan antara variabel dependen Tabel 1 menunjukkan proporsi responden
dan variabel independen. Uji statistik pada yang menderita anemia paling tinggi pada
penelitian ini menggunakan uji chi square dengan santriwati MTs sebesar 90,90%. Hasil uji chi
α = 0,05. square menunjukkan p sebesar 0,62 sehingga
dapat disimpulkan bahwa Ho diterima yang
HASIL menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat pendidikan dengan
Karakteristik Responden kejadian anemia pada santriwati husada Poskestren
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pondok Pesantren X Surabaya.
persentase responden yang menderita anemia
sebesar 83,90% karena terdapat 26 dari 31 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status
responden yang menderita anemia. Proporsi Anemia
responden yang menderita anemia lebih besar pada Tabel 1 menunjukkan proporsi responden
kelompok umur 17-18 tahun, karena hampir yang menderita anemia paling tinggi pada
seluruhnya (88,90%) menderita anemia. Proporsi santriwati dengan aktivitas fisik sedang sebesar
responden yang menderita anemia lebih besar pada 94,40%. Hasil uji chi square menunjukkan p
siswa MTs, karena hampir seluruhnya (90,90%) . sebesar 3,55 sehingga dapat disimpulkan bahwa
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa Proporsi tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
responden yang menderita anemia lebih besar pada aktivitas fisik dengan kejadian anemia santriwati
husada Poskestren Pondok Pesantren X Surabaya.

Tabel 1
Karakteristik Responden berdasarkan Kelompok Umur, Tingkat Pendidikan dan Aktivitas Fisik Santriwati
Husada dengan Anemia
Anemia Tidak Anemia Total
Variabel p
n % n % n %
Kelompok Umur (tahun)
13-14 7 87,50 1 12,50 8 25,81
0,26
15-16 11 78,57 3 21,43 14 45,16
17-18 8 88,89 1 11,11 9 29,03
Pendidikan
Madrasah Tsanawiyah (MTs) 10 90,90 1 9,09 11 35,48 0,62
Madrasah Aliyah (MA) 16 80,00 4 20,00 20 64,52
Aktivitas Fisik
Ringan (< 600 Mmet/hari) 9 69,23 4 30,77 13 41,94 3,55
Sedang (≥ 600 Mmet/hari 17 94,44 1 5,56 18 58,06
Total 26 83,88 5 16,12 31 100,00
143 of 8 Lukman Dwi Priyanto / Jurnal Berkala Epidemiologi, 6 (2) 2018, 139-146

Contoh aktivitas fisik ringan adalah berjalan Kebutuhan remaja putri terhadap asupan zat
kaki, mengetik tugas, membersihkan kamar, besi lebih banyak dibandingkan dengan kelompok
membersihkan lingkungan, menyapu lantai, lainnya karena zat besi tersebut berguna dalam
mencuci baju atau piring dan belajar di asrama. proses regenerasi zat besi yang telah terbuang
Contoh aktivitas fisik sedang yaitu bersepeda, bersama darah menstruasi, di samping keperluan
menari, dan menaiki tangga, berlari kecil, dan untuk mendukung proses pertumbuhan serta
berjalan cepat. pematangan secara seksual. Status gizi remaja
putri merupakan kunci keberhasilan kelangsungan
PEMBAHASAN hidup mereka dan anak-anak yang dilahirkan pada
masa depan karena keadaan kesehatan, gizi, dan
Karakteristik Responden mental berpengaruh terhadap keadaan kehamilan
Penelitian ini menunjukkan hampir seluruh (Suryani, Hafiani, & Junita, 2015).
responden menderita anemia. Hal tersebut
kemungkinan disebabkan oleh remaja putri yang Hubungan Umur dengan Status Anemia
kehilangan darah setiap bulan karena mengalami Hasil penelitian menunjukkan bahwa
menstruasi. Remaja putri memerlukan asupan zat kelompok umur tidak terdapat hubungan yang
besi (Fe) yang banyak untuk dapat menggantikan signifikan terhadap kejadian anemia pada
zat besi yang terbuang bersama darah saat santriwati husada. Hasil penelitian tersebut sesuai
menstruasi berlangsung. Kebutuhan zat besi juga dengan penelitian Jaelani, Simanjuntak, &
digunakan untuk mendukung proses pertumbuhan Yuliantini (2015) bahwa umur tidak memiliki
dan perkembangan juga cukup besar sehingga hubungan dengan kejadian anemia. Umur
menuntut remaja putri untuk mengonsumsi asupan merupakan usia individu yang terhitung mulai saat
zat besi yang banyak. Penelitian ini mendapatkan dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup
fakta bahwa responden jarang mengkonsumsi umur maka tingkat daya tangkap dan pola pikir
makanan yang mengandung zat besi dalam porsi seseorang akan lebih matang dalam dalam berfikir
yang besar. sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian membaik. Ada beberapa faktor lain yang juga
Mairita, Arifin, & Fadilah (2018) yang memperaruhi kejadian anemia, yaitu faktor dasar
menyatakan bahwa terjadi peningkatan kebutuhan (sosial ekonomi, pengetahuan, pendidikan dan
gizi pada masa remaja. Kebutuhan nutrisi yang budaya) dan faktor langsung pola konsumsi tablet
meningkat pesat pada masa remaja didominasi Fe, penyakit infeksi dan perdarahan).
oleh kebutuhan asupan energi, protein, kalsium,
besi, dan seng. Asupan energi memengaruhi Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Status
pertumbuhan tubuh pada saat remaja dan dapat Anemia
menyebabkan seluruh unit fungsional remaja Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak
seperti derajat metabolisme, tampilan fisik, tingkat terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat
aktivitas, serta maturasi seksual akan mengalami pendidikan dengan kejadian anemia. Tingkat
gangguan apabila asupan tidak adekuat. Kelebihan pendidikan merupakan salah satu faktor yang
asupan pada remaja mengakibatkan peningkatan dapat memengaruhi daya untuk menyerap dan
berat badan. memahami pengetahuan yang didapatkan oleh
Briawan (2013) menyebutkan bahwa dampak seseorang. Semakin banyak dilakukan penyerapan
anemia pada remaja putri dalam jangka pendek informasi, maka semakin banyak pula pengetahuan
adalah menurunkan konsentrasi belajar, yang didapatkan, termasuk pengetahuan kesehatan
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan, (Christy, 2014). Kegiatan tersebut membuat
menurunkan kemampuan fisik dan aktivitas kerja, kebutuhan asupan zat besi semakin besar, namun
dan memberikan dampak negatif bagi sistem pada kenyataannya tidak ada penambahan asupan
saluran pencernaan, susunan saraf pusat, zat besi meskipun kegiatan bertambah. Tidak
kardiovaskular, dan imunitas. Dampak anemia bertambahnya asupan zat besi merupakan
jangka panjang bagi remaja putri adalah penyumbang kejadian anemia pada santriwati
meningkatnya risiko melahirkan bayi dalam husada Poskestren Pondok Pesantren X Surabaya.
kondisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) atau Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Risva
prematur, dan pendarahan sebelum dan saat & Rahfiludin (2016) yang menyatakan bahwa
melahirkan. Dampak anemia jangka panjang pendidikan merupakan faktor yang dapat
lainnya yaitu berisiko terjadinya abortus dan cacat memengaruhi status anemia seseorang. Tingkat
bawaan. pendidikan yang lebih tinggi memengaruhi
144 of 146 Lukman Dwi Priyanto / Jurnal Berkala Epidemiologi, 6 (2) 2018, 139-146

pengetahuan dan pemahanan informasi yang lebih terhadap status anemia positif santriwati husada.
baik mengenai gizi dibandingkan dengan Hasil dari penelitian ini sejalan dengan dua
seseorang yang memiliki pendidikan lebih rendah. penelitian lain yang menunjukkan bahwa tidak
Pengetahuan gizi dinilai penting untuk terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas
dipahami karena kecukupan status gizi adalah fisik dengan kadar hemoglobin (Kosasi et al.,
suatu aspek yang penting bagi kesehatan dan 2014; Moniaga et al., 2015) Aktivitas fisik yang
kesejahteraan seseorang. Seseorang akan cukup zat dapat memengaruhi kadar hemoglobin dalam
gizi apabila memakan makanan dengan kandungan darah adalah aktivitas fisik yang termasuk pada
zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh. kategori berat. Aktivitas fisik yang dilakukan
Penerapan ilmu gizi dalam kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan berbagai dampak negatif bagi
memberikan fakta-fakta dinilai penting dalam tubuh, seperti hematuria, hemolisis dan perdarahan
pemilihan asupan makanan sehingga penduduk pada gastroinstestinal sehingga berakibat pada
dapat belajar menggunakan pangan dengan baik rendahnya kadar zat besi dalam darah (Martini,
dengan tujuan perbaikan status gizi masyarakat 2015).
(Sya’bani & Sumarmi, 2016). Dampak aktivitas fisik yang dilakukan dapat
Tingkat pendidikan formal merupakan tolok diminimalisasi dengan konsumsi tablet tambah
ukur bagi seseorang untuk lebih mudah dalam darah secara rutin. Pemberian tablet tambah darah
memberikan persepsi, respon, atau tanggapan dapat menjaga kondisi santriwati husada tetap
mengenai berbagai hal yang berada disekitarnya. optimal dalam menerima pembelajaran di pondok
Tingkat pendidikan seseorang yang semakin pesantren. Pengonsumsian tablet tersebut
tinggi, memungkinkan seseorang memberikan bertujuan untuk menjaga kadar Hb dalam darah
persepsi atau respon yang semakin rasional pula tetap berada diatas batas aman agar tidak terjadi
apabila dibandingkan dengan mereka yang lebih anemia.
rendah dalam hal pendidikan formal. Tidak Beberapa penelitian lain tidak sejalan dengan
terdapatnya hubungan antara tingkat pendidikan penelitian ini. Panyuluh, Nugraha, & Riyanti
dengan kejadian anemia pada penelitian ini (2018) menyatakan bahwa kadar hemoglobin
menunjukkan bahwa kejadian anemia bukan hanya dalam darah sangat dipengaruhi oleh aktivitas fisik
berhubungan dengan tingkat pendidikan. Hal ini manusia. Olahraga yang dilakukan secara rutin
menunjukkan bahwa semua orang dengan apapun oleh seseorang akan berdampak pada peningkatan
tingkat pendidikannya memiliki peluang yang kadar hemoglobin seseorang. Kebutuhan jaringan
sama untuk menderita anemia (Kurniasih, S. A., atau sel pada O2 akan meningkat sehingga
Setiani, O., & Nugraheni, 2013). berdampak pada meningkatnya kadar Hb dalam
Tingkat pendidikan seseorang akan darah, namun adapula yang memiliki nilai Hb
memengaruhi pemilihan makanan sehari-hari, baik normal namun memiliki kesegaran jasmani yang
sikap maupun perilakunya. Pemilihan yang kurang karena terdapatnya faktor lain yang bisa
dilakukan seringkali berdampak pada asupan yang menentukan kesegaran jasmani seseorang selain
dikonsumsi setiap hari sehingga memengaruhi kadar Hb dalam darah. Penelitian Basith,
keadaan gizi individu yang bersangkutan, Agustina, & Diani (2017) juga menyatakan
termasuk status anemia. Remaja merupakan masa merupakan faktor yang dapat mengakibatkan
untuk mencari identitas diri. Modernisasi yang kejadian anemia, selain tingkat pendidikan.
terjadi dan teknologi yang semakin maju membuat Aktivitas fisik merupakan setiap pergerakan tubuh
remaja saat ini sangat mudah tergiur oleh akibat kontraksi otot rangka yang membutuhkan
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. kalori lebih besar daripada pengeluaran energi saat
Fenomena tersebut berakibat pada kurangnya istirahat.
pengetahuan baik untuk dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari, khususnya pengetahuan Keterbatasan Penelitian
mengenai gizi pada remaja. Kejadian ini Penelitian ini memiliki keterbatasan
memengaruhi terjadinya anemia karena berkaitan penelitian yaitu bias hasil pada sumber. Bias ini
dengan pemenuhan kebutuhan zat gizi, khususnya terjadi pada perbedaan kondisi responden saat
zat besi (Ngatu & Rochmawwati, 2015) diperiksa. Penelitian ini berfokus pada hubungan
antara umur, tingkat pendidikan, dan aktivitas fisik
Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status dengan kejadian anemia. Beberapa responden
Anemia mengalami menstruasi sedangkan yang lain tidak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas sehingga terjadi kemungkinan anemia disebabkan
fisik tidak menunjukkan hubungan yang signifikan karena responden kehilangan banyak darah karena
145 of 8 Lukman Dwi Priyanto / Jurnal Berkala Epidemiologi, 6 (2) 2018, 139-146

menstruasi. Anemia juga dapat disebabkan oleh Kosasi, L., Oenzil, F., & Yanis, A. (2014).
riwayat penyakit kronis atau adanya infeksi yang Hubungan aktivitas fisik terhadap kadar
mungkin diderita oleh responden, namun dalam hemoglobin pada mahasiswa anggota UKM
penelitian ini tidak diteliti. Pendekar Universitas Andalas. Jurnal
Kesehatan Andalas, 3(2), 178–181.
SIMPULAN Kurniasih, S. A., Setiani, O., & Nugraheni, S. A.
(2013). F. (2013). Faktor-faktor yang terkait
Tidak terdapat hubungan antara umur, tingkat paparan pestisida dan hubungannya dengan
pendidikan, dan aktivitas fisik dengan anemia pada kejadian anemia pada petani hortikultura di
santriwati husada Poskestren Pondok Pesantren X Desa Gombong Kecamatan Belik Kabupaten
Surabaya. Tingkat pendidikan responden dinilai Pemalang Jawa Tengah. Jurnal Kesehatan
cukup untuk dapat menerima informasi mengenai Lingkungan Indonesia, 12(2), 132–137.
anemia, namun kurangnya sosialisasi yang Listiana, A. (2016). Analisis faktor-faktor yang
dilakukan menjadi penghambat berlangsungnya berhubungan dengan kejadian Anemia gizi
upaya pencegahan anemia pada santriwati husada besi pada remaja putri di SMKN 1 Terbanggi
Poskestren Pondok Pesantren X. Aktivitas fisik Besar Lampung Tengah. Jurnal Kesehatan,
yang dilakukan responden mayoritas termasuk 7(3), 455–469.
kategori sedang, namun responden tidak Mairita, Arifin, S., & Fadilah, N. A. (2018).
menyadari bahwa aktivitas yang mereka lakukan Hubungan status gizi dan pola haid dengan
berdampak pada penurunan kadar Hb mereka kejadian anemia pada remaja. Berkala
karena tidak terdapat gejala serius saat beraktivitas Kesehatan Masyarakat Indonesia, 1(1), 1–5.
setiap hari Mariana, W., & Khafidhoh, N. (2013). Hubungan
status gizi dengan kejadian anemia pada
UCAPAN TERIMA KASIH remaja putri di SMK Swadaya wilayah kerja
Puskesmas Karangdoro Kota Semarang tahun
Ucapan terima kasih terutama ditujukan 2013. Jurnal Kebidanan, 2(4), 35–42.
kepada seluruh santriwati husada Poskestren Martini. (2015). Faktor-faktor yang berhubungan
Pondok Pesantren X Surabaya yang bersedia dengan kejadian Anemia pada remaja putri di
menjadi responden penelitian ini. Ucapan terima MAN 1 Metro. Jurnal Kesehatan Metro Sai
kasih juga disampaikan kepada pihak Pondok Wawai, 8(1), 1–7.
Pesantren X yang telah memberikan izin kepada Moniaga, Y. P., Assa, Y. A., & Kaligis, S. H. .
peneliti demi terlaksananya penelitian ini. (2015). Perbandingan kadar besi darah
sebelum dan sesudah aktivitas fisik intensitas
REFERENSI berat. Jurnal E-Bionedik (eBm), 3(2), 572–
575.
Basith, A., Agustina, R., & Diani, N. (2017). Ngatu, E. R., & Rochmawwati, L. (2015).
Faktor-faktor yang berhubungan dengan Hubungan pengetahuan tentang anemia pada
kejadian anemia pada remaja putri. Dunia remaja dengan pemenuhan kebutuhan zat
Keperawatan, 5(1), 1–10. besi pada siswi SMKN 4 Yogyakarta. Jurnal
Briawan, D. (2013). Anemia masalah gizi pada Kebidanan Indonesia, 6(1), 16–26.
remaja wanita. Jakarta: EGC. Panyuluh, D. C., Nugraha, P., & Riyanti, E.
Christy, M. Y. (2014). Faktor yang berhubungan (2018). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian dehidrasi diare pada balita di dengan perilaku penyebab anemia pada
wilayah kerja Puskesmas Kalijudan. Jurnal santriwati Pondok Pesantren Darul Ulum
Ber, 2(3), 297–308. Kabupaten Kendal. Jurnal Kesehatan
Fakhidah, L. N., & Putri, K. S. E. (2016). Faktor- Masyarakat, 6(April), 156–162.
faktor yang berhubungan dengan status Risva, T. C., & Rahfiludin, M. Z. (2016). Faktor-
hemoglobin pada remaja putri. Maternal, faktor yang berhubungan dengan kebiasaan
1(1), 60–66. konsumsi tablet tambah darah sebagai upaya
Jaelani, M., Simanjuntak, B. Y., & Yuliantini, E. pencegahan anemia pada remaja puteri (studi
(2015). Faktor risiko yang berhubungan pada mahasiswa tahun pertama di Fakultas
dengan kejadian Anemia pada remaja putri. Kesehatan Masyarakat Universitas
Jurnal Kesehatan, 8(3), 358–368. Diponegoro). Jurnal Kesehatan Masyarakat,
Kemenkes RI. (2013). Riset kesehatan dasar tahun 4(3), 243–250.
2013. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. Simamora, D., Kartasurya, M. I., & Pradigdo, S. F.
146 of 146 Lukman Dwi Priyanto / Jurnal Berkala Epidemiologi, 6 (2) 2018, 139-146

(2018). Hubungan asupan energi, makro dan


mikronutrien dengan tekanan darah pada
lanjut usia. Jurnal Kesehatan Masyarakat,
6(1), 426–435.
Slovin, M. . (1990). Sampling. New York: Simon
and Schuster Inc.
Suryani, D., Hafiani, R., & Junita, R. (2015).
Analisis pola makan dan anemia gizi besi
pada remaja putri Kota Bengkulu. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Andalas, 10(1), 11–
18.
Sya’bani, I. R. N., & Sumarmi, S. (2016).
Hubungan status gizi dengan kejadian
anemia pada santriwati di Pondok Pesantren
Darul Ulum Peterongan Jombang. Jurnal
Keperawatan Muhammadiyah, 1(1), 7–15.
Triwinarni, C., Hartini, T. N. S., & Susilo, J.
(2017). Hubungan status gizi dengan
kejadian anemia gizi besi (AGB) pada siswi
SMA di Kecamatan Pakem. Jurnal Nutrisia,
19(1), 61–67.
WHO. (2002). International physical activity
questionnaire: short last 7 days telephone
format for use with young and middle-aged
adults (15-69 years). Geneva: World Health
Organization.

Anda mungkin juga menyukai