Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENGANTAR ILMU USHUL FIQH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ushul Fiqh

Dosen Pengampu : Sadarela, M.Pd

KELOMPOK :
- Muhamad Haerudin
- Romdiah

PROGRAM STUDI

Pendidikan Agama Islam ( Tarbiyah )

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NIDA EL- ADABI

TAHUN AKADEMIK

2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Islam merupakan agama yang mampu mengatur kehidupan umat manusia


secara sempurna dalam semua segi kehidupan. Walaupun agama ini sudah melalui
sejarah panjang, sejak mulai diturunkannya oleh Allah swt. kepada nabi Muhammad
saw., lebih kurang dari 14 abad yang lalu, hal ini tidaklah menjadikan Islam kaku
dalam menghadapi sejarah yang dilaluinya, melainkan sebaliknya, mengakibatkan
Islam semakin “dewasa” untuk beraflikasi di tengah-tengah kehidupan umat manusia

Sebagai hamba Allah yang beriman, sudah selayaknya kita mengerti dan
melaksanakan apa yang Allah kehendaki, sekaligus menjauhi apa yang tidak diridhoi
Allah. Untuk mengetahui dan melaksanakan kehendak Allah kita harus mengetahui
hukum Islam yang telah ada. Namun, hukum Islam menghadapi tantangan lebih
serius, terutama pada abad kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk
menjawab berbagai permasalahan baru yang berhubungan dengan hukum Islam, para
ahli yang sudah tidak bisa lagi sepenuhnya mengandalkan ilmu tentang fiqih, hasil
ijtihad di masa lampau. Alasannya, karena ternyata warisan fiqih yang terdapat
dalam buku-buku klasik, bukan saja terbatas kemampuannya dalam menjangkau
masalah-masalah baru yang belum ada sebelumnya. Oleh karena itu, umat Islam
perlu mengadakan penyegaran kembali terhadap warisan fiqih. Dalam konteks ini,
ijtihad menjadi sebuah kemestian dan metode ijtihad mutlak harus dikuasai oleh
mereka yang akan melakukannya. Metode ijtihad itulah yang dikenal dengan ushul
fiqih.

Ilmu Ushul Fiqh adalah suatu ilmu yang menguraikan tentang metode yang
dipakai oleh para imam mujtahid dalam menggali dan menetapkan hukum syar’i dari
nashyaitudari Al Qur’an dan Sunnah Nabi. Kandungan Ushul Fiqh
menguraikan dasar-dasar serta metode penetapan hukum taklif yang bersifat
praktis yang menjadi pedoman bagi para faqih dan mujtahid untuk dapat beristinbat
(mengambil hukum) dengan tepat. Pertumbuhan Ushul Fiqh tidak lepas dari
perkembangan hukum islam sejak zaman Rasulullah SAW. Sampai pada
zaman t ersusunnya Ushul Fiqh sebagai salah satu bidang ilmu pada abad
ke-2 Hijriyah. Di zaman Rasulullah SAW. Menunggu turunnya wahyu yang
menjelaskan hukum kasus tersebut melalui sabda-Nya, yang kemudian
dikenal dengan hadist atau sunnah.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Dari Ushul Fiqh?


2. Apa Perbedaan Dari Fiqh dan Ilmu Ushul Fiqh?
3. Apa Saja Objek Ushul fiqh?
4. Apa Urgensi Mempelajari Ushul Fiqh?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui Pengertian Dari Ushul Fiqh.


2. Untuk Mengetahui Perbedaan Dari Fiqh dan Ilmu Ushul Fiqh.
3. Untuk Mengetahui Objek Ushul Fiqh.
4. Untuk Mengetahui Urgensi Mempelajari Ushul Fiqh.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Fiqh dan Ushul Fiqh
A. Fiqih
Fiqh (‫ )فقه‬secara bahasa artinya pemahaman yang benar tentang apa yang
diharapkan. Hadis berikut menggunakan kata fikih sesuai makna bahasanya
“Barangsiapa yang Allah kehendaki menjadi baik maka Allah faqihkan dia terhadap
agama. Aku hanyalah yang membagi-bagikan sedang Allah yang memberi. Dan
senantiasa umat ini akan tegak di atas perintah Allah, mereka tidak akan celaka
karena adanya orang-orang yang menyelisihi mereka hingga datang keputusan
Allah.”( HR Bukhari ).
Fiqh adalah mashdar dari bab ‫ ف ِقهَ يفقَه‬faqiha - yafqahu, yang berarti
"paham". faquha (dengan qaf berharakat dhammah) artinya fiqh menjadi sifat
alaminya. faqaha (dengan fathah) artinya lebih dulu paham dari yang lain. Secara
istilah, fikih artinya ‫“ معرفة باألحكام الشرعية العملية بأدلتها التفصيلية‬pengetahuan
tentang hukum-hukum syariat praktis berdasarkan dalil-dalil rincinya.” Yang
dimaksud ‫“ معرفة‬pengetahuan” mencakup ilmu pasti dan dugaan. Hukum-hukum
syariat ada yang diketahui secara pasti dari dalil yang meyakinkan dan ada yang
diketahui secara dugaan. Masalah-masalah ijtihad yang menjadi bahan perbedaan
pendapat di kalangan ulama adalah masalah dugaan karena jika diketahui secara
yakin, maka pasti tidak ada perbedaan pendapat.
B. Ushul Fiqh
Ushul Fiqih adalah kumpulan dari beberapa kaidah dan pembahasannya
digunakan untuk menetapkan hukum-hukum syara yang berhubungan dengan
perbuatan manusia. Pengertian Ushul Fiqih terdiri dari dua kata "ushul/ashl" dan
"fiqh". Kata ashl menurut kidah atau ketentuan yang berlaku dan fiqh ilmu tentang
hukum-hukum syara'.
Ushul fikih mempelajari kaidah-kaidah, teori-teori dan sumber-sumber secara
terperinci dalam rangka menghasilkan hukum Islam yang diambil dari sumber-
sumber tersebut. Mekanisme pengambilan hukum harus berdasarkan sumber-sumber
hukum yang telah dipaparkan ulama. Sumber-sumber hukum terbagi menjadi 2:
sumber primer dan sumber sekunder. Al- quran dan sunnah merupakan sumber
primer. Hukum-hukum yang diambil langsung dari Al-quran dan Sunnah sudah tidak
bertambah dan disebut sebagai syariah. Adapun sumber hukum sekunder
yaitu ijmak, qiyas, dan sumber hukum lain. Hukum-hukum yang diambil dari
sumber sekunder disebut fikih. Ijmak dan qiyas merupakan sumber hukum yang
disepakati oleh empat mazhab fikih: Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali. Sumber
hukum lain seperti kebiasaan masyarakat, perkataan sahabat, dan istihsan
diperselisihkan kevalidannya di antara mazhab-mazhab yang ada.
Tujuan ushul fiqih adalah menerapakan kaidah-kaidah dan pembahasannya
pada dalil-dalil yang detail untuk diambil hukum syara'nya. Sehingga, kaidah dan
pembahasannya dapat difahami dengan nash-nash syara' dan dengan hukum-hukum
yang dikandungnya, juga dapat diketahui sesuatu yang dapat memperjelas kesamaran
dari nash-nash tersebut dan nash mana yang dimenangkan ketika terjadi pertentangan
antara sebagian nash dengan yang lain.

2.2. Perbedaan Antara Fiqh dan Ilmu Ushul Fiqh


Sebagaimana dalam pembahasan tentang definisi Ushul Fiqh di atas, terdapat
perbedaan makna etimologi antara kata ‘ushul’ dan kata ‘fiqh’. Perbedaan lebih
konkrit dalam makna terminologinya dapat dipaparkan sebagai berikut :
a. Ilmu Ushul Fiqh merupakan dasar-dasar bagi usaha istinbath hukum, yakni
menggali hukum-hukum dari sumber-sumbernya. Oleh itu, setiap mujtahid wajib
mengetahui betul-betul ilmu Ushul Fiqh. Ini tak lain karena tujuan ilmu ini adalah
untuk mengimplementasikan kaedah-kaedah Ushul Fiqh terhadap dalil-dalil
terperinci yang mengandung hukum-hukum cabang di dalamnya. Dengan demikian,
kajian Ushul Fiqh sesungguhnya terfokus pada kompetensi orang-orang tertentu saja
kerana tidak semua orang dapat mengkaji serta mengimplementasikannya.Hal ini
berbeda dengan kajian ilmu fiqh.
Jika ilmu Ushul Fiqh mesti diketahui oleh seseorang mujtahid, maka ilmu
fiqh harus dipahami oleh mukallaf (orang-orang yang dikenakan beban hukum)
secara keseluruhan. Ini karena ilmu fiqh merupakan kajian tentang ketentuan hukum
bagi setiap perbuatan manusia. Dengan ketentuan hukum inilah beragam perdebatan
dan persengketaan di kalangan masyarakat dapat dielakkan.
b. Pembahasan Ushul Fiqh berkenaan dengan dalil-dalil syar‘i yang bersifat global
(‫)كلي‬. Ia bertujuan untuk membuat rumusan kaedah-kaedah yang mempunyai fungsi
memudahkan pemahaman terhadap hukum-hukum beserta sumber-sumber dalilnya
secara terperinci. Sebagai contohnya adalah beberapa kajian seperti berikut :
1) Kajian tentang kedudukan dan tingkatan dalil, baik dalil tersebut mempunyai taraf
qath’i (hanya mempunyai satu interpretasi) ataupun dhanni (multi-interpretasi).
2) Kajian tentang indikasi hukum lafadz perintah ( ‫ )األمر‬dan lafadz larangan (‫)النهي‬
baik dalam al-Qur’an ataupun al-Hadits.
Dalam kaitan ini kajian Ushul Fiqh menemukan rumusan bahwa lafadz
perintah menunjukkan hukum wajib sedangkan kata larangan menunjukkan hukum
haram sejauh tidak ada indikasi (‫ )قرينة‬yang menyatakan sebaliknya. Oleh itu, kajian
ini kemudiannya dapat melahirkan kaedah Ushul Fiqh sebagai berikut :
‫األ صل في األمر يد ل على الوجوب واألصل في النهي يد ل على التحريم‬
“Hukum asal daripada perintah adalah wajib sedangkan hukum asal daripada larangan
adalah haram”.
3) Kajian tentang lafadz-lafadz ‘am atau lafadz-lafadz khas baik dalam al-Qur’an
maupun al-Hadith. Kajian tentang hal ini kemudian melahirkan kaedah Ushul Fiqh:

‫العام يتناول جميع أفراده مالم يخصص‬


“Lafadz am itu meliputi semua unit-unit di bawahnya sejauh tidak dikhususkan
[ditakhsis] oleh lafadz lain”.
Sedangkan pembahasan dalam fiqh tidaklah demikian. Pembahasan ilmu fiqh
adalah berkaitan dengan perbuatan mukallaf. Apakah perbuatan mukallaf itu
dihukumi halal atau haram Apakah perbuatan mukallaf itu sah atau batal? Dalam
menentukan aspek hukum perbuatan mukallaf tersebut digunakan dalil-dalil
terperinci (‫ )تفصيلي‬berdasarkan pada kaedah-kaedah Ushul Fiqh yang bersifat umum

dan global (‫)إجمالي‬.


2.3. Objek Fiqh dan Ushul Fiqh
A. Objek Kajian Fiqih
Objek kajian Fikih adalah segala hal terkait perbuatan seseorang yang telah
mukalaf. Misalnya bagaimana ketentuan hukum seorang Mukalaf dalam muamalah
seperti jual beli, sewa menyewa, pegadaian, pembunuhan, tuduhan/menuduh orang
lain berzina, pencurian, wakaf, dan lain sebagainya. Termasuk juga ketentuan-
ketentuan Ibadah seperti shalat, puasa, haji dan zakatnya seorang mukalaf.
Tujuannya supaya ia mengerti tentang hukum dalam menjalankan segala perbuatan
ini.
Objek Ilmu Fiqih Ada 2 hal :

1. Ibadah

Yaitu Perbuatan Mukallaf yang berhubungan dengan Allah. Contohnya shalat,


puasa, haji, dan lain sebagainya.
2. Muamalah
Yaitu Perbuatan Mukallaf yang berhubungan dengan sesama manusia.
Contohnya jual beli, sewa menyewa, pegadaian, pembunuhan, tuduhan atau
menuduh orang lain berzina, pencurian, wakaf, dan lain sebagainya

Objek kajian Fiqih tentang Muamalah sangat luas. Hal ini karena hubungan
manusia dengan manusia lain mencakup banyak hal. Objek kajian Fiqih tidak luput
dari berbagai aspek ini. Misalnya Fiqh Ahwal as-Syakhsiyah (Hukum Keluarga),
Fiqh Muamalah (Hukum Transaksi), Fiqh Mawaris, Fiqh Munakahat, Fiqh Jinayah
(Hukum Kriminal), Fiqh Murafa’at (Hukum Acara), Fiqh Siyasah (Politik) dan
sebagainya. Ilmu Fiqih juga digunakan untuk mengetahui hukum-hukum seperti
sunah, haram, makruh dan lainnya. Teori Fiqih misalnya tentang kriteria
bagaimana shalat seorang mukalaf dianggap sah?. Hal ini juga dibahas dalam Ilmu
Fiqih tentang Syarat Sah dan Syarat Wajib Shalat.

B. Objek Kajian Ushul Fiqih

Objek Ushul Fiqih adalah dalil-dalil Syariat, baik dalil tentang akidah,
ibadah, muamalah, akhlak, maupun sanksi (hukum yang berkaitan dengan masalah
pelanggaran atau kejahatan). Ushul Fiqih mempelajari dalil Syari’at karena
berfungsi sebagai sarana untuk menganalisi hukum Syariat tersebut untuk
merumuskan hukum terhadap suatu peristiwa yang memerlukan kejelasan hukum.
Produk hukum yang telah jelas itulah yang kemudian dinamakan Fiqih.
Didalam Ilmu Ushul Fiqih kita mempelajari berbagai metode Ijtihad, seperti
Istihsan, Mashlahah Mursalah, Istishab, ‘Urf, Syar’u Man Qablana, Mazhab
Sahabi, dan Dzari’ah. Juga berbagi Metode Penetapan Hukum, seperti Maqasid
Sari’ah, Ta’arud dan Tarjih, atau melalui analisis kebahasaan, seperti Amr dan
Nahi, ‘Am dan Khas, Mutlaq dan Muqayyad, Mantuq dan Mafhum, Ta’wil, dan
sebagainya.
Berkembangnya masyarakat berkembang pula permasalahannya. Muncul
beragam peristiwa yang belum ada hukumnya. Misalnya bagaimana hukum
pernikahan dengan video call, hukum berjualan sebagai dropshipper, dan
sebagainya. Problem tersebut membutuhkan kejelasan hukum dengan dalil yang
jelas. Sebagai metodologi, Ilmu Ushul Fiqih berfungsi menjaga agama agar
terpelihara dari penyalahgunaan dalil, bahwa ada aturan dan kaidah yang harus
digunakan dan tidak serta merta asal mengambil dalil dari Qur’an maupun Sunnah.

2.4. Urgensi Mempelajari Fiqh dan Ushul Fiqh

A. Urgensi Ilmu Fiqh

Unsur utama yang menjadi pilar ajaran Islam adalah ilmu fiqih. Urgensitas
ilmu fiqih dalam Islam tidak dapat diragukan lagi. Ia adalah sistem kehidupan yang
memiliki kesempurnaan, keabadian dan sekian banyak keistimewaan. Ia
menghimpun dan merajut tali persatuan umat Islam. Ia menjadi sumber kehidupan
mereka. Umat Islam akan hidup selama hukum-hukum fiqih masih direalisasikan.
Mereka akan mati apabila pengamalan fiqih telah sirna dari muka bumi. Fiqih juga
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah kehidupan mereka dimanapun
mereka berada. Ia menjadi salah satu kebanggaan terbesar umat Islam.

1. Fiqih memiliki landasan wahyu dari Allah SWT

Karakter fiqih yang pertama adalah sumber yang jelas yaitu berasal dari
wahyu Ilahi dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga, setiap mujtahid yang
menelusuri (istimbath) hukum-hukum fiqih dibatasi dengan teks-teks Al-Qur'an dan
Sunnah, dalil-dalil yang menjadi cabangnya secara langsung, petunjuk-petunjuk
yang menjadi jiwa syariat, tujuan-tujuan umum syariat, kaidah-kaidah dan prinsip-
prinsip syariat yang bersifat universal. Sebab itu, fiqih lahir ke dunia dengan
pertumbuhan yang sempurna, struktur yang benar-benar kokoh, karena prinsip-
prinsip, kaidah-kaidah dan pokok-pokoknya telah sempurna dan ditanamkan pada
masa turunnya wahyu Rasulullah SAW.

2. Fiqih bersifat Universal

Karakter fiqih yang kedua adalah cakupannya terhadap semua tuntutan


kehidupan. Dalam hal ini fiqih menyentuh tiga aspek dalam kehidupan manusia,
yakni dalam hubungannya dengan Tuhan, hubungannya dengan dirinya sendiri, dan
hubungannya dengan sosial. Dari sini, fiqih memiliki dua fungsi, yaitu duniawi dan
ukhrawi, fungsi dalam agama dan negara punya sifat universal bagi seluruh umat
manusia dan abadi hingga akhir masa. Hukum-hukumnya ditopang oleh keempat
pilar yang menjadi unsur-unsurnya yaitu akidah, ibadah, akhlak dan keserasian
hubungan (Muamalah). Dengan penuh kesadaran dan perasaan bertanggung jawab
dalam mengamalkan fiqih, akan tercipta kedamaian, ketenangan, ketenteraman,
keimanan, kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusia.

3. Fiqih berkaitan dengan etika

Karakter fiqih yang ketiga adalah eksistensi hukum-hukumnya yang


bersinggungan dengan norma-norma etika. Bahkan fiqih berfungsi sebagai
penyempurna dan penopang terhadap etika. Hal ini berbeda dengan undang-undang
positif yang targetnya hanya bersifat personal yaitu upaya menjaga sistem dan
memelihara stabilitas keamanan sosial, meskipun tidak jarang dengan
mencampakkan sebagian prinsip-prinsip agama dan etika.

B. Urgensi Ushul Fiqh

Semua ulama sepakat bahwa ushul fiqh menduduki posisi yang sangat
penting dalam ilmu-ilmu syariah. Imam Asy-Syatibi (w.790 H), dalam Al-
Muwafaqat, mengatakan, mempelajari ilmu ushul fiqh merupakan sesuatu yang
dharuri (sangat penting dan mutlak diperlukan), karena melalui ilmu inilah dapat
diketahui kandungan dan maksud setiap (Al-quran dan hadits) sekaligus bagaimana
menerapkannya. Menurut Al-Amidy dalam kitab Al-Ihkam fi Ushulil Ahkam, Siapa
yang tidak menguasai ilmu ushul fiqh, maka diragukan ilmunya, karena tidak ada
cara untuk mengetahui hukum Allah kecuali dengan ilmu ushul Fiqh.

Senada dengan itu, Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa ilmu ushul fiqh
merupakan satu di antara tiga ilmu yang harus dikuasai setiap ulama mujtahid, dua
lainya adalah hadits dan bahasa Arab. Prof. Salam Madkur (Mesir), mengutip
pendapat Al-Razy yang mengatakan bahwa ilmu ushul fiqh adalah ilmu yang paling
penting yang mesti dimiliki setiap ulama mujtahid. Ulama ekonomi syariah
sesungguhnya (seharusnya) adalah adalah bagian dari ulama mujtahid, karena ulama
ekonom syariah harus berijtihad memecahkan berbagai persoalan ekonomi,
menjawab pertanyaan-pertanyaan boleh tidaknya berbagai transaksi bisnis modern,
halal haramnya bentuk bisnis tertentu. Memberikan solusi pemikiran ekonomi,
memikirkan akad-akad yang relevan bagi lembaga keuangan syariah. Memberikan
fatwa ekonomi syariah, jika diminta oleh masyarakat ekonomi syariah. Untuk
mengatasi semua itu, seorang ahli syariah (dewan syariah), harus menguasai ilmu
ushul fiqh secara mendalam karena ilmu ini diperlukan untuk berijitihad.

Sebagaimana penjelasan di atas, ilmu Ushul Fiqih berfungsi sebagai sebuah


metodologi dalam rangka memahami al Qur’an dan Sunnah dengan benar. Di
samping itu, Ilmu Ushul Fiqih sebagaimana ditegaskan oleh Abd al Karim an
Namlah merupakan ilmu yang juga berfungsi untuk meluruskan kekeliruan dalam
memahami nash-nash wahyu –al Qur’an dan Sunnah– sebagaimana ilmu manthiq
dan logika yang berfungsi meluruskan kekeliruan dalam memaparkan sebuah
argumentasi. Ini merupakan fungsi Ilmu Ushul Fiqih secara umum dalam bangunan
ajaran Islam.

Sedangkan secara mendetail, fungsi Ilmu Ushul Fiqih dapat dilihat secara
berbeda berdasarkan kapasitas pembalajarnya. Bagi mujtahid, maka Ushul Fiqih
berfungsi layaknya sebuah metodologi dan kumpulan kaedah-kaedah syar’i dalam
rangka melakukan ijtihad dan proses pemahaman yang argumentatif atas sumber-
sumber hukum Islam. Hal ini dimaksudkan untuk menjawab setiap problematika
kehidupan manusia berbasiskan wahyu.
Adapun bagi muqallid, maka dengan mempelajari ilmu Ushul Fiqih dapat
menghadirkan sebuah ketenangan jiwa ketika melaksanakan ijtihad dan produk
hukum yang dihasilkan mujtahid. Sebab sang muqallid bukan saja sekedar
mengetahui masalah ini hukumnya wajib atau sunnah, tetapi juga dapat mengetahui
latar belakang dan sebab-sebab kelahiran hukum tersebut.

Di samping itu, secara umum dengan mempelajari ilmu Ushul Fiqih selain
menambah pahala dalam mengamalkan produk ijtihad ulama, juga dapat berfungsi
dalam rangka membantah setiap syubhat dan tasykik atas hukum Islam yang
dilontarkan musuh-musuh Islam.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Fikih (bahasa Arab: ‫فقه‬, translit. fiqh) adalah salah satu bidang ilmu dalam
syariat Islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur
berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun
kehidupan manusia dengan Allah, Tuhannya. Ushul Fiqih adalah kumpulan dari
beberapa kaidah dan pembahasannya digunakan untuk menetapkan hukum-hukum
syara yang berhubungan dengan perbuatan manusia. Ushul fikih mempelajari
kaidah-kaidah, teori-teori dan sumber-sumber secara terperinci dalam rangka
menghasilkan hukum Islam yang diambil dari sumber-sumber tersebut. Mekanisme
pengambilan hukum harus berdasarkan sumber-sumber hukum yang telah
dipaparkan ulama.

.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih, Jakarta: Pustaka Amani, Cet 1, 2003.
Miftahul Arifin, Ushul Fiqh: Kaidah-Kaidah Penetapan Hukum Islam, Surabaya:
Citra Media, 1997.
Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam Ilmu Usul Fiqh, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, Cet 8, 2002.
Ali Jum’ah Muhammad, Ilmu Ushul al Fiqih wa ‘Alaqatuhu bi al Falsafah al
Islamiyyah, (Kairo: al Ma’had al ‘Alami li al Fikr al Islami,
1417/1996), cet. 1, hlm. 7.
Abdul Wahab Abu Sulaiman, Al Fikr al Ushuli, hlm. 71, Muhammad bin Hasan ats
Tsa’labi al Fasi (w. 1376), al Fikr as Sami fi Tarikh al Fiqih al
Islami,(Madinah: al Maktabah al ‘Ilmiyyah, 1396), cet. 1, vol. 1, hlm.
403.
https://www.rumahfiqih.com/z.php?id=96
https://id.wikipedia.org/wiki/Fikih
https://www.abusyuja.com/2019/11/urgensi-mempelajari-ilmu-fiqih-dalam-
kehidupan.html

Anda mungkin juga menyukai