UU Pilkada Dalam Satu Naskah
UU Pilkada Dalam Satu Naskah
(Edisi Revisi)
Membaca peraturan perundang – undangan bukanlah sesuatu yang mudah, terutama bila peraturan tersebut
terpisah – pisah di dalam dokumen yang berbeda. Tantangan ini tampak dari 3 (Tiga) undang - undang yang
menjadi dasar hukum penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Walaupun ada ada
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati
dan Walikota, akan tetapi peraturan ini menjadi dasar hukum yang berkekuatan hukum tetap pasca
diterbitkannya Undang – undang nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang – undang nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang –
undang. Setelah itu, peraturan ini pun mengalami perubahan melalui Undang – undang nomor 8 tahun 2015,
hingga akhirnya diatur dalam Undang – undang nomor 10 tahun 2016.
Dokumen ini disusun untuk membantu pemahaman terhadap pengaturan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah di tingkat undang – undang. Dokumen ini tidak hendak untuk menggantikan pengaturan yang di
dalam undang – undangnya, oleh karena itu disandingkan pula undang – undang yang mengatur tentang
pemilihan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Hal ini diharapkan agar pembaca dapat merujuk
kepada dokumen resmi bilamana diperlukan.
Dokumen ini merupakan kompilasi, atau kodifikasi terhadap pengaturan tentang Pemilihan Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah. Untuk dapat memahaminya maka perlu diketahui bahwa :
Tulisan yang bewarna hitam menunjukkan pengaturannya di dalam Undang – undang nomor 1 tahun
2015;
Tulisan yang bewarna hijau menunjukkan pengaturannya di dalam Undang – undang nomor 8 tahun
2015; dan
Tulisan yang bewarna orange menunjukkan pengaturannya di dalam Undang – undang nomor 10
tahun 2016
Atas dasar itu, maka akan lebih baik jika dokumen ini dicetak berwarna untuk dapat melihat asal muasal
daripada pengaturannya. Bahkan akan lebih baik jika masing- masing dokumen, baik itu dokumen satu naskah
dan masing – masing undang – undangnya dapat dicetak dengan kertas berwarna yang berbeda untuk
memudahkan penggunaannya. Bukan itu saja, dokumen ini dapat dicetak dalam bentuk buku untuk
menghemat jumlah kertas yang akan digunakan
Sebagai bagian dari revisi, maka ada beberapa perubahan di edisi revisi kali ini. Perubahan – perubahan yang
terjadi seperti perbaikan terhadap substansi dari dokumen, memaksimalkan layout untuk memasimalkan
penggunaan kertas yang mungkin nantinya dilakukan, dan yang terakhir adalah menghapuskan informasi
permohonan atas masukan dan saran, yang tadinya terdapat pada setiap halaman.
Walaupun dokumen ini merupakan edisi revisi, maka masih tidak menutup kemungkinan adanya kesalahan
ataupun perubahan untuk yang lebih baik. Dengan dihapuskannya informasi permohonan atas masukan dan
saran yang terdapat pada setiap halaman, maka hal ini dapat dilakukan dengan menghubungi
purnomo.s.pringgodigdo@gmail.com.
Semoga dokumen ini dapat bermanfaat bagi kehidupan demokrasi di negara ini, khususnya bagi
penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Indonesia
Purnomo S. Pringgodigdo
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Bab I
Ketentuan Umum
Pasal 1
purnomo
Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini yang
dimaksud dengan:
1 Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil
Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di
wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati
dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara langsung dan demokratis.
2 Dihapus.
3 Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur adalah peserta Pemilihan yang diusulkan oleh
partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didaftarkan atau mendaftar di
Komisi Pemilihan Umum Provinsi.
4 Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota adalah
peserta Pemilihan yang diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau
perseorangan yang didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota.
5 Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga
negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk
memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan
negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6 Pemilih adalah penduduk yang berusia paling rendah 17 (tujuh belas) tahun atau
sudah/pernah kawin yang terdaftar dalam Pemilihan.
7 Komisi Pemilihan Umum yang selanjutnya disingkat KPU adalah lembaga penyelenggara
pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai
penyelenggara pemilihan umum yang diberikan tugas dan wewenang dalam
penyelenggaraan Pemilihan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
8 KPU Provinsi adalah lembaga penyelenggara pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang yang mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang diberikan
tugas menyelenggarakan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur berdasarkan ketentuan
yang diatur dalam Undang-Undang ini.
9 KPU Kabupaten/Kota adalah lembaga penyelenggara pemilihan umum sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum
yang diberikan tugas menyelenggarakan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota
dan Wakil Walikota berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
10 Badan Pengawas Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Bawaslu adalah lembaga
penyelenggara pemilihan umum yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilihan
umum di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang yang mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang diberikan
tugas dan wewenang dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilihan berdasarkan
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
===
Page 1 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
===
Page 2 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
24 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi yang selanjutnya disebut DPRD Provinsi atau
sebutan lainnya adalah lembaga perwakilan rakyat daerah di provinsi dan berkedudukan
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
25 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut DPRD
Kabupaten/Kota atau sebutan lainnya adalah lembaga perwakilan rakyat daerah di
kabupaten/kota sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
26 Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
27 Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
28 Hari adalah hari kalender.
purnomo
BAB II
ASAS DAN PRINSIP PELAKSANAAN
Bagian Kesatu
Asas
Pasal 2
Pemilihan dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil.
Purnomo
Bagian Kedua
Prinsip Pelaksanaan
Pasal 3
(1) Pemilihan dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali secara serentak di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Dihapus.
Purnomo
Pasal 4
Dihapus
Purnomo
Pasal 5
Purnomo
(1) Pemilihan diselenggarakan melalui 2 (dua) tahapan yaitu tahapan persiapan dan tahapan
penyelenggaraan.
(2) Tahapan persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a perencanaan program dan anggaran;
b penyusunan peraturan penyelenggaraan Pemilihan;
c perencanaan penyelenggaraan yang meliputi penetapan tata cara dan jadwal tahapan
pelaksanaan Pemilihan;
d pembentukan PPK, PPS, dan KPPS;
e pembentukan Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS;
===
Page 3 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
pasangan calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan calon Walikota dan
poe poe
Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan calon Walikota dan Calon Wakil
poe
Walikota;
e penelitian persyaratan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan
Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;
f penetapan pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan calon
poe poe
Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan calon Walikota dan Calon Wakil
poe
Walikota;
g pelaksanaan Kampanye;
h pelaksanaan pemungutan suara;
i penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara;
j penetapan calon terpilih;
k penyelesaian pelanggaran dan sengketa hasil Pemilihan; dan
l pengusulan pengesahan pengangkatan calon terpilih.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian tahapan persiapan dan penyelenggaraan Pemilihan
diatur dengan Peraturan KPU.
Purnomo
Pasal 6
Purnomo
(1) KPU Provinsi menyampaikan laporan kegiatan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur kepada DPRD Provinsi dan KPU dengan tembusan kepada
Presiden melalui Menteri.
(2) KPU Kabupaten/Kota menyampaikan laporan kegiatan setiap tahapan penyelenggaraan
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada
DPRD Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada KPU Provinsi dan Gubernur.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh KPU Provinsi diteruskan kepada KPU dan
oleh Gubernur diteruskan kepada Menteri.
Purn
omo
===
Page 4 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
BAB III
PERSYARATAN CALON
Pasal 7
Purnomo
(1) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri
dan dicalonkan sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon
Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
(2) Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon
Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
c berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat;
d dihapus;
e berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati
serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;
f mampu secara jasmani, rohani, dan bebas dari penyalahgunaan narkotika berdasarkan
hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim;
h tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap;
===
Page 5 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
i tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan Yang dimaksud dengan
dengan surat keterangan catatan kepolisian; “melakukan perbuatan
tercela” antara lain judi,
mabuk,
pemakai/pengedar
narkotika, dan berzina,
serta perbuatan
melanggar kesusilaan
lainnya.
===
Page 6 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Wakil Bupati,
Walikota, atau Wakil
Walikota.
r dihapus;
s menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan;
poe
dan
u berhenti dari jabatan pada badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah
sejak ditetapkan sebagai calon.
purnomo
BAB IV
PENYELENGGARA PEMILIHAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 8
Purnomo
(1) Penyelenggaraan Pemilihan menjadi tanggung jawab bersama KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota.
(2) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dilaksanakan oleh KPU Provinsi.
(3) Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota
dilaksanakan oleh KPU Kabupaten/Kota.
Purnomo
Bagian Kedua
Tugas, Wewenang, dan Kewajiban KPU
Pasal 9
Purnomo
Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilihan meliputi:
a menyusun dan menetapkan Peraturan KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan
Pemilihan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat, dan Pemerintah
dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat
b mengoordinasi dan memantau tahapan Pemilihan;
c melakukan evaluasi penyelenggaraan Pemilihan;
d menerima laporan hasil Pemilihan dari KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota;
e memfasilitasi pelaksanaan tugas KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam
melanjutkan tahapan pelaksanaan Pemilihan jika Provinsi, Kabupaten, dan Kota tidak
dapat melanjutkan tahapan Pemilihan secara berjenjang; dan
f melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh peraturan perundang-
undangan.
Purnomo
===
Page 7 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 10
Purnomo
KPU dalam penyelenggaraan Pemilihan wajib:
a memperlakukan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon
Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota secara adil dan setara;
b menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilihan kepada masyarakat;
KPU memegang tanggung jawab akhir atas penyelenggaraan Pemilihan oleh KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, dan petugas pemutakhiran data Pemilih.
purnomo
Bagian Ketiga
Tugas, Wewenang, dan Kewajiban KPU Provinsi
Pasal 11
Tugas dan wewenang KPU Provinsi dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur meliputi:
a merencanakan program dan anggaran;
b merencanakan dan menetapkan jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur;
c menyusun dan menetapkan tata kerja KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS,
dan KPPS dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dengan memperhatikan
pedoman dari KPU;
d menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan penyelenggaraan
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
e mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan
penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan pedoman dari KPU;
f menerima daftar Pemilih dari KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur;
g memutakhirkan data Pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan
diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data terakhir:
1 pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
2 pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden; dan
===
Page 8 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
3 Pemilihan,
serta menetapkannya sebagai daftar Pemilih;
h menetapkan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang telah memenuhi persyaratan;
i menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di
KPU Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi yang bersangkutan;
j membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara serta
wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilihan dan Bawaslu Provinsi;
k menerbitkan Keputusan KPU Provinsi untuk mengesahkan hasil Pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur dan mengumumkannya;
l mengumumkan pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih dan
poe
===
Page 9 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
===
Page 10 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
===
Page 11 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 14
Purnomo
KPU Kabupaten/Kota dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan Walikota dan
Wakil Walikota wajib:
a melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota dengan tepat waktu;
b memperlakukan peserta pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan Walikota
dan Wakil Walikota secara adil dan setara;
c menyampaikan semua informasi penyelenggaraan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada masyarakat;
d melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
e menyampaikan laporan pertanggungjawaban semua kegiatan penyelenggaraan
pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota
kepada Menteri melalui Gubernur dan kepada KPU melalui KPU Provinsi;
f mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan
penyusutannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g mengelola barang inventaris KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
h menyampaikan laporan periodik mengenai tahapan penyelenggaraan pemilihan Bupati
dan Wakil Bupati serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada Menteri melalui
Gubernur, kepada KPU dan KPU Provinsi serta menyampaikan tembusannya kepada
Bawaslu Provinsi;
i membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
j menyampaikan data hasil Pemilihan dari tiap TPS pada tingkat Kabupaten/Kota kepada
peserta Pemilihan paling lama 7 (tujuh) hari setelah rekapitulasi di Kabupaten/Kota;
k melaksanakan Keputusan DKPP; dan
l melaksanakan kewajiban lain yang diberikan KPU, KPU Provinsi dan/atau ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Purnomo
Bagian Keempat
PPK
Pasal 15
(1) Untuk menyelenggarakan Pemilihan di tingkat Kecamatan dibentuk PPK.
(2) PPK berkedudukan di ibu kota Kecamatan.
(3) PPK dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota paling lambat 6 (enam) bulan sebelum pemungutan
suara dan dibubarkan 2 (dua) bulan setelah pemungutan suara.
(4) Hak keuangan anggota PPK dihitung sesuai dengan waktu pelaksanaan tugasnya.
Purnomo
Pasal 16
(1) Anggota PPK sebanyak 5 (lima) orang yang memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang.
(1a) seleksi penerimaan anggota PPK dilaksanakan secara terbuka dengan memperhatikan
kompetensi, kapasitas, integritas, dan kemandirian calon anggota PPK
===
Page 12 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
===
Page 13 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Bagian Kelima
PPS
Pasal 18
Purnomo
(1) Untuk menyelenggarakan Pemilihan di Desa atau sebutan lain/Kelurahan dibentuk PPS.
(2) PPS berkedudukan di Desa atau sebutan lain/Kelurahan.
(3) PPS dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota 6 (enam) bulan sebelum pemungutan suara dan
dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah pemungutan suara.
(4) Hak keuangan anggota PPS dihitung sesuai dengan waktu pelaksanaan tugasnya.
Purnomo
Pasal 19
Purnomo
(1) Anggota PPS berjumlah 3 (tiga) orang.
(2) Seleksi penerimaan anggota PPS dilaksanakan secara terbuka dengan memperhatikan
kompetensi, kapasitas, integritas, dan kemandirian calon anggota PPS.
(3) Anggota PPS diangkat dan diberhentikan oleh KPU Kabupaten/Kota
purnomo
Pasal 20
Purnomo
Tugas, wewenang, dan kewajiban PPS meliputi:
a membantu KPU Kabupaten/Kota dan PPK dalam melakukan pemutakhiran data
Pemilih, Daftar Pemilih Sementara, daftar Pemilih hasil perbaikan, dan Daftar Pemilih
Tetap;
b membentuk KPPS;
c melakukan verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon Yang dimaksud dengan
perseorangan; “verifikasi dukungan
calon perseorangan”
adalah penelitian
mengenai keabsahan
surat pernyataan
dukungan, fotokopi
Kartu Tanda Penduduk
Elektronik, pembuktian
tidak adanya dukungan
ganda, tidak adanya
pendukung yang telah
meninggal dunia, tidak
adanya pendukung
yang sudah tidak lagi
menjadi penduduk di
wilayah yang
bersangkutan, atau
tidak adanya
===
Page 14 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
===
Page 15 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
===
Page 16 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Purnomo
Bagian Keenam
Pengawas Penyelenggaraan Pemilihan
Pasal 22A
Purnomo
(1) Pengawasan penyelenggaraan Pemilihan menjadi tanggung jawab bersama Bawaslu,
Bawaslu Provinsi, dan Panwas Kabupaten/Kota.
(2) Pengawasan penyelenggaraan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dilaksanakan oleh
Bawaslu Provinsi.
(3) Pengawasan penyelenggaraan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, serta pemilihan Walikota
dan Wakil Walikota dilaksanakan oleh Panwas Kabupaten/Kota.
Purnomo
Pasal 22B
Purnomo
Tugas dan wewenang Bawaslu dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilihan meliputi:
a menyusun dan menetapkan Peraturan Bawaslu dan pedoman teknis pengawasan untuk
setiap tahapan Pemilihan serta pedoman tata cara pemeriksaan, pemberian
rekomendasi, dan putusan atas keberatan setelah berkonsultasi dengan Dewan
Perwakilan Rakyat dan Pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat yang
keputusannya bersifat mengikat;
b menerima, memeriksa, dan memutus keberatan atas putusan Bawaslu Provinsi terkait
pemilihan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati, atau Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota terkait dengan Pemilihan yang
diajukan oleh pasangan calon dan/atau Partai Politik/gabungan Partai Politik terkait
poe
===
Page 17 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 22C
Bawaslu dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilihan wajib:
a memperlakukan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon
Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota secara adil dan setara;
b menyampaikan semua informasi pengawasan penyelenggaraan Pemilihan kepada
masyarakat;
c melaksanakan Keputusan DKPP; dan
d melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
purnomo
Pasal 22D
Bawaslu memegang tanggung jawab akhir atas pengawasan penyelenggaraan Pemilihan oleh
Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS.
Purnomo
Pasal 23
Purnomo
(1) Pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemilihan dilaksanakan oleh Bawaslu Provinsi,
Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS.
(2) Keanggotaan Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan
Pengawas TPS berasal dari kalangan profesional yang mempunyai kemampuan dalam
melakukan pengawasan dan tidak menjadi anggota Partai Politik.
(3) Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, dan Panwas Kecamatan masing-masing
beranggotakan 3 (tiga) orang.
(4) PPL berjumlah 1 (satu) orang setiap Desa atau sebutan lain/Kelurahan.
(5) Pengawas TPS berjumlah 1 (satu) orang setiap TPS.
Purnomo
Pasal 24
Purnomo
(1) Panwas Kabupaten/Kota dibentuk paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tahapan persiapan
penyelenggaraan Pemilihan dimulai dan dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah
seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilihan selesai.
(2) Panwas Kabupaten/Kota dibentuk dan ditetapkan oleh Bawaslu Provinsi.
(3) Penetapan anggota Panwas Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan setelah melalui seleksi oleh Bawaslu Provinsi.
Purnomo
Pasal 25
Purnomo
(1) Panwas Kecamatan dibentuk 1 (satu) bulan sebelum tahapan pertama penyelenggaraan
Pemilihan dimulai dan berakhir paling lambat 2 (dua) bulan setelah seluruh tahapan
penyelenggaraan Pemilihan selesai.
(2) Panwas Kecamatan untuk Pemilihan dibentuk oleh Panwas Kabupaten/Kota dan ditetapkan
dengan Keputusan Panwas Kabupaten/Kota.
Purnomo
===
Page 18 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 26
Purnomo
(1) PPL dibentuk 1 (satu) bulan sebelum tahapan pertama penyelenggaraan Pemilihan dimulai
dan dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah seluruh tahapan penyelenggaraan
Pemilihan selesai.
(2) Anggota PPL berjumlah 1 (satu) orang setiap Desa atau sebutan lain/Kelurahan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Anggota PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Panwas
Kecamatan.
Purnomo
Pasal 27
Purnomo
(1) Dalam melaksanakan tugas pengawasan, PPL dapat dibantu 1 (satu) orang Pengawas TPS di
masing-masing TPS berdasarkan usulan PPL kepada Panwas Kecamatan.
(2) Pengawas TPS dibentuk 23 (dua puluh tiga) hari sebelum hari pemungutan suara Pemilihan
dan dibubarkan 7 (tujuh) hari setelah hari pemungutan suara Pemilihan.
(3) Tugas dan wewenang Pengawas TPS:
a mengawasi persiapan pemungutan dan penghitungan suara;
b mengawasi pelaksanaan pemungutan suara;
c mengawasi persiapan penghitungan suara;
d mengawasi pelaksanaan penghitungan suara;
e menyampaikan keberatan dalam hal ditemukannya dugaan pelanggaran, kesalahan,
dan/atau penyimpangan administrasi pemungutan dan penghitungan suara; dan
f menerima salinan berita acara dan sertifikat pemungutan dan penghitungan suara.
(4) Kewajiban Pengawas TPS:
a menyampaikan laporan hasil pengawasan pemungutan dan penghitungan suara;
b menyampaikan laporan dugaan pelanggaran pidana pemilihan yang terjadi di TPS
kepada Panwas Kecamatan melalui PPL;
c menyampaikan dokumen hasil pemungutan dan penghitungan suara kepada PPL; dan
d melaksanakan kewajiban lain yang diperintahkan oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Purnomo
Pasal 28
Purnomo
(1) Tugas dan wewenang Bawaslu Provinsi adalah:
a mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di wilayah provinsi yang meliputi:
1 pemutakhiran data Pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan
Daftar Pemilih Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;
2 pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan
Gubernur dan Wakil Gubernur;
3 proses penetapan pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur;
poe
===
Page 19 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
5 pelaksanaan Kampanye;
6 pengadaan logistik Pemilihan dan pendistribusiannya;
7 pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil
Pemilihan;
8 pengawasan seluruh proses penghitungan suara di wilayah kerjanya;
9 proses rekapitulasi suara dari seluruh Kabupaten/Kota yang dilakukan oleh KPU
Provinsi;
10 pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilihan lanjutan, dan
Pemilihan susulan; dan
11 proses penetapan hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur;
b mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan
penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip yang disusun oleh Bawaslu Provinsi
dan lembaga kearsipan Provinsi berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bawaslu
dan Arsip Nasional Republik Indonesia;
c menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-
undangan mengenai Pemilihan;
d menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Provinsi untuk ditindaklanjuti;
e meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi
yang berwenang;
f menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk mengeluarkan
rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan oleh Penyelenggara
Pemilihan di tingkat Provinsi;
g mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi
kepada anggota KPU Provinsi, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU Provinsi yang
terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilihan yang sedang berlangsung;
h mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan; dan
i melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh peraturan perundang-
undangan.
(2) Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bawaslu
Provinsi dapat:
a memberikan rekomendasi kepada KPU untuk menonaktifkan sementara dan/atau
mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf f; dan
b memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan terhadap
tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilihan.
Purnomo
Pasal 29
Purnomo
Bawaslu Provinsi wajib:
a bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pengawas
pemilihan umum pada tingkatan di bawahnya;
===
Page 20 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 30
Tugas dan wewenang Panwas Kabupaten/Kota adalah:
a mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang meliputi:
1 pelaksanaan pengawasan rekrutmen PPK, PPS, dan KPPS;
2 pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan
Daftar Pemilih Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;
3 pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan;
4 proses dan penetapan calon;
5 pelaksanaan Kampanye;
6 perlengkapan Pemilihan dan pendistribusiannya;
7 pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilihan;
8 pelaksanaan pengawasan pendaftaran pemilih;
9 mengendalikan pengawasan seluruh proses penghitungan suara;
10 penyampaian surat suara dari tingkat TPS sampai ke PPK;
11 proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh KPU Provinsi, Kabupaten, dan Kota
dari seluruh Kecamatan;
12 pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilihan lanjutan, dan
Pemilihan susulan; dan
13 proses pelaksanaan penetapan hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta
Walikota dan Wakil Walikota.
b menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-
undangan mengenai Pemilihan;
c menyelesaikan temuan dan laporan pelanggaran Pemilihan dan sengketa Pemilihan
yang tidak mengandung unsur tindak pidana;
d menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
untuk ditindaklanjuti;
e meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi
yang berwenang;
===
Page 21 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
===
Page 22 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 33
Purnomo
Tugas dan wewenang Panwas Kecamatan dalam Pemilihan meliputi:
a mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di wilayah Kecamatan yang meliputi:
1 pemutakhiran data Pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan Daftar
Pemilih Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;
2 pelaksanaan Kampanye;
3 perlengkapan Pemilihan dan pendistribusiannya;
4 pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara hasil Pemilihan;
5 penyampaian surat suara dari TPS sampai ke PPK;
6 proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh PPK dari seluruh TPS; dan;
7 pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilihan lanjutan, dan
Pemilihan susulan;
b mengawasi penyerahan kotak suara tersegel dari PPK kepada KPU Kabupaten/Kota;
c menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilihan
yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilihan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
d menyampaikan temuan dan laporan kepada PPK untuk ditindaklanjuti;
e meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi
yang berwenang;
f mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan;
g memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan mengenai
tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilihan; dan
h melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh peraturan perundang-
undangan.
Purnomo
Pasal 34
Purnomo
Dalam Pemilihan, Panwas Kecamatan wajib:
a bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b menyampaikan laporan kepada Panwas Kabupaten/Kota berkaitan dengan adanya
dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan
Pemilihan di tingkat Kecamatan;
c menyampaikan laporan pengawasan atas tahapan penyelenggaraan Pemilihan di
wilayah kerjanya kepada Panwas Kabupaten/Kota;
d menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwas Kabupaten/Kota berkaitan dengan
adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPK yang mengakibatkan
terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilihan di tingkat Kecamatan; dan
e melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Purnomo
===
Page 23 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 35
Purnomo
Tugas dan wewenang PPL meliputi:
a mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di tingkat Desa atau sebutan
lain/Kelurahan yang meliputi:
1 pelaksanaan pemutakhiran data Pemilih berdasarkan data kependudukan dan
penetapan Daftar Pemilih Sementara, daftar Pemilih hasil perbaikan, dan Daftar
Pemilih Tetap;
2 pelaksanaan Kampanye;
3 perlengkapan Pemilihan dan pendistribusiannya;
4 pelaksanaan pemungutan suara dan proses penghitungan suara di setiap TPS;
5 pengumuman hasil penghitungan suara di setiap TPS;
6 pengumuman hasil penghitungan suara dari TPS yang ditempelkan di sekretariat
PPS;
7 penyampaian surat suara dari TPS sampai ke PPK; dan
8 pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilihan lanjutan, dan
Pemilihan susulan.
b menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilihan
yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilihan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c meneruskan temuan dan laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan
penyelenggaraan Pemilihan sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada instansi yang
berwenang;
d menyampaikan temuan dan laporan kepada PPS dan KPPS untuk ditindaklanjuti;
e memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan tentang
adanya tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilihan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
f mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan; dan
g melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh Panwas Kecamatan.
Purnomo
Pasal 36
Purnomo
Dalam Pemilihan, PPL wajib:
a bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b menyampaikan laporan kepada Panwas Kecamatan berkaitan dengan adanya dugaan
tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan di
tingkat Desa atau sebutan lain/Kelurahan;
c menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwas Kecamatan berkaitan dengan
adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPS dan KPPS yang mengakibatkan
terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilihan di tingkat Desa atau sebutan
lain/Kelurahan;
d menyampaikan laporan pengawasan atas tahapan penyelenggaraan Pemilihan di
wilayah kerjanya kepada Panwas Kecamatan; dan
e melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh Panwas Kecamatan.
===
Page 24 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
purnomo
BAB V
PENDAFTARAN BAKAL CALON
Pasal 37
Dihapus
BAB VI
UJI PUBLIK
Pasal 38
Dihapus
PurnomoBAB VII
PENDAFTARAN CALON GUBERNUR, CALON BUPATI, DAN CALON WALIKOTA
Pasal 39
Purnomo
Peserta Pemilihan adalah:
a Pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Pasangan calon Bupati dan
poe poe
Calon Wakil Bupati, serta Pasangan calon Walikota dan Calon Wakil Walikota yang
poe
Purnomo
Pasal 40
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan Yang dimaksud
pasangan poe calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan dengan “jumlah
paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan kursi” adalah
Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari perolehan kursi yang
akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota dihitung dari jumlah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan. kursi partai
politik/gabungan
partai politik.
(2) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam mengusulkan pasangan calon
poe
menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah
kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika hasil bagi
jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menghasilkan angka pecahan maka
perolehan dari jumlah kursi dihitung dengan pembulatan ke atas.
(3) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon
poe
menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari
akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya
berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(4) Partai Politik atau gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
mengusulkan 1 (satu) pasangan calon.
poe
===
Page 25 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(5) Perhitungan persentase dari jumlah kursi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
dikecualikan bagi kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua dan Dewan Perwakilan
Rakyat Papua Barat yang diangkat.
Purnomo
Pasal 40A
purnomo
(1) Partai Politik yang dapat mendaftarkan pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam
poe
Pasal 40 merupakan Partai Politik yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Dalam hal terjadi perselisihan kepengurusan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), kepengurusan Partai Politik tingkat Pusat yang dapat mendaftarkan pasangan calon
poe
merupakan kepengurusan Partai Politik tingkat Pusat yang sudah memperoleh putusan
Mahkamah Partai atau sebutan lain dan didaftarkan serta ditetapkan dengan keputusan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi
manusia.
(3) Jika masih terdapat perselisihan atas putusan Mahkamah Partai Yang dimaksud
atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), “putusan pengadilan
kepengurusan Partai Politik tingkat Pusat yang dapat mendaftarkan yang telah
pasangan poe calon merupakan kepengurusan yang sudah memperoleh
memperoleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan kekuatan hukum
hukum tetap dan didaftarkan serta ditetapkan dengan keputusan tetap” adalah
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang putusan pengadilan
hukum dan hak asasi manusia. tingkat pertama,
banding, dan kasasi
yang telah
memperoleh
kekuatan hukum
tetap.
(4) Putusan Mahkamah Partai atau sebutan lain atau putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau ayat (3)
wajib didaftarkan ke kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum dan hak asasi manusia paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak
terbentuknya kepengurusan yang baru dan wajib ditetapkan dengan keputusan menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya persyaratan.
(5) Dalam hal pendaftaran dan penetapan kepengurusan Partai Politik sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) belum selesai, sementara batas waktu pendaftaran pasangan calon di KPU
poe
Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota akan berakhir, kepengurusan Partai Politik yang berhak
mendaftarkan pasangan calon adalah kepengurusan Partai Politik yang tercantum dalam
poe
===
Page 26 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 41
Purnomo
(1) Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur jika memenuhi syarat dukungan jumlah penduduk yang mempunyai hak pilih dan
termuat dalam daftar pemilih tetap pada pemilihan umum atau Pemilihan sebelumnya yang
paling akhir di daerah bersangkutan, dengan ketentuan:
a provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai
dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa harus didukung paling sedikit 10% (sepuluh persen);
b provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari
2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa harus didukung
paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen);
c provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari
6.000.000 (enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus
didukung paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen);
d provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari
12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung paling sedikit 6,5% (enam setengah
persen); dan
e jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d
tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kabupaten/kota di Provinsi
dimaksud.
(2) Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati
serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota jika memenuhi syarat dukungan jumlah
penduduk yang mempunyai hak pilih dan termuat dalam daftar pemilih tetap di daerah
bersangkutan pada pemilihan umum atau Pemilihan sebelumnya yang paling akhir di
daerah bersangkutan, dengan ketentuan:
a kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap
sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa harus didukung paling sedikit
10% (sepuluh persen);
b kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap
lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu)
jiwa harus didukung paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen);
C kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap
lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa harus
didukung paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen);
d kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap
lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung paling sedikit 6,5% (enam setengah
persen); dan
e jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d
tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota
dimaksud.
(3) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuat dalam bentuk surat
dukungan yang disertai dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk Elektronik, kartu keluarga,
paspor, dan/atau identitas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diberikan kepada 1 (satu) pasangan
calon perseorangan.
poe
===
Page 27 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 42
(1) Pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur didaftarkan ke KPU Provinsi oleh
poe
Wakil Walikota didaftarkan ke KPU Kabupaten/Kota oleh Partai Politik, gabungan Partai
Politik, atau perseorangan.
(3) Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, dan Calon
Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
(4) Pendaftaran pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur oleh Partai Politik
poe
ditandatangani oleh ketua Partai Politik dan sekretaris Partai Politik tingkat Provinsi disertai
Surat Keputusan Pengurus Partai Politik tingkat Pusat tentang Persetujuan atas calon yang
diusulkan oleh Pengurus Partai Politik tingkat Provinsi.
(4a) Dalam hal pendaftaran pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
poe
dilaksanakan oleh pimpinan Partai Politik tingkat Provinsi, pendaftaran pasangan calon poe
yang telah disetujui Partai Politik tingkat Pusat, dapat dilaksanakan oleh pimpinan Partai
Politik tingkat Pusat.
(5) Pendaftaran pasangan calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan calon
poe poe
Walikota dan Calon Wakil Walikota oleh Partai Politik ditandatangani oleh ketua Partai
Politik dan sekretaris Partai Politik tingkat kabupaten/kota disertai Surat Keputusan
Pengurus Partai Politik tingkat Pusat tentang Persetujuan atas calon yang diusulkan oleh
Pengurus Partai Politik tingkat Provinsi.
(5a) Dalam hal pendaftaran pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak
poe
dilaksanakan oleh pimpinan Partai Politik tingkat Kabupaten/Kota, pendaftaran pasangan poe
calon yang telah disetujui Partai Politik tingkat Pusat, dapat dilaksanakan oleh pimpinan
Partai Politik tingkat Pusat.
(6) Pendaftaran pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan calon
poe poe
Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
poe
oleh gabungan Partai Politik ditandatangani oleh para ketua Partai Politik dan para
sekretaris Partai Politik di tingkat Provinsi atau para ketua Partai Politik dan para sekretaris
Partai Politik di tingkat kabupaten/kota disertai Surat Keputusan masing-masing Pengurus
Partai Politik tingkat Pusat tentang Persetujuan atas calon yang diusulkan oleh Pengurus
Partai Politik tingkat provinsi dan/atau Pengurus Parpol tingkat kabupaten/kota.
Purnomo
Pasal 43
purnomo
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang menarik calonnya dan/atau calonnya
dilarang mengundurkan diri terhitung sejak pendaftaran sebagai calon pada KPU Provinsi
atau KPU Kabupaten/Kota.
(2) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik menarik calonnya atau calonnya
mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik atau gabungan
Partai Politik yang mencalonkan tidak dapat mengusulkan calon pengganti.
(3) Calon perseorangan dilarang mengundurkan diri terhitung sejak pendaftaran sebagai calon
pada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
===
Page 28 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(4) Dalam hal calon perseorangan mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima
setelah pendaftaran pada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota, yang bersangkutan
dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar Rp.20.000.000.000,00 (dua puluh miliar
rupiah) untuk Calon Gubernur dan Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk
Calon Bupati atau Calon Walikota.
nomo
Pasal 44
Masa pendaftaran pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan calon
poe poe
Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan calon Walikota dan Calon Wakil Walikota paling
poe
lama 3 (tiga) hari terhitung sejak pengumuman pendaftaran pasangan calon Gubernur dan Calon
poe
Wakil Gubernur, pasangan calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan calon
poe poe
Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
poe
===
Page 29 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
===
Page 30 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 47
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun
pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta
Walikota dan Wakil Walikota.
(2) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik terbukti menerima imbalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang
bersangkutan dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang sama.
(3) Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang menerima imbalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus dibuktikan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
(4) Setiap orang atau lembaga dilarang memberi imbalan kepada Yang dimaksud
Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam bentuk apapun dengan “orang”
dalam proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati termasuk Calon
dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Gubernur, Calon
Wakil Gubernur,
Calon Bupati, Calon
Wakil Bupati, Calon
Walikota, atau Calon
Wakil Walikota.
(5) Dalam hal putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menyatakan
setiap orang atau lembaga terbukti memberi imbalan pada proses pencalonan Gubernur
dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota maka
penetapan sebagai calon, pasangan calon terpilih, atau sebagai Gubernur, Wakil
poe
dokumen syarat dukungan pencalonan untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
kepada KPU Provinsi dan untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan
Walikota dan Wakil Walikota kepada KPU Kabupaten/Kota untuk dilakukan verifikasi
administrasi dan dibantu oleh PPK dan PPS.
===
Page 31 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(2) Verifikasi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a mencocokkan dan meneliti berdasarkan nomor induk kependudukan, nama, jenis
kelamin, tempat dan tanggal lahir, dan alamat dengan mendasarkan pada Kartu
Tanda Penduduk Elektronik atau surat keterangan yang diterbitkan oleh dinas
kependudukan dan catatan sipil; dan
b berdasarkan Daftar Pemilih Tetap pemilu terakhir dan Daftar Penduduk Potensial
Pemilih Pemilihan dari Kementerian Dalam Negeri.
(3) Verifikasi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Yang dimaksud
dilakukan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dan dapat dengan “KPU Provinsi
berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil atau KPU
Provinsi atau Kabupaten/Kota. Kabupaten/Kota dan
dapat berkoordinasi
dengan Dinas
Kependudukan dan
Pencatatan Sipil
Provinsi atau
Kabupaten/Kota”
antara lain dengan
menggunakan sistem
dan aplikasi yang bisa
diperbantukan atau
dipinjamkan berupa
peralatan dan tenaga
teknis.
(2) KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dibantu oleh pasangan calon perseorangan atau
poe
tim yang diberikan kuasa oleh pasangan calon menyerahkan dokumen syarat dukungan
poe
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada PPS untuk dilakukan verifikasi faktual paling
lambat 28 (dua puluh delapan) Hari sebelum waktu pendaftaran pasangan calon
poe
dimulai.
(3) Verifikasi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan KPU Provinsi atau
KPU Kabupaten/Kota dan dapat berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Provinsi atau Kabupaten/Kota
(4) KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dibantu oleh pasangan calon perseorangan atau
poe
tim yang diberikan kuasa oleh pasangan calon menyerahkan dokumen syarat dukungan
poe
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada PPS untuk dilakukan verifikasi faktual paling
lambat 28 (dua puluh delapan) Hari sebelum waktu pendaftaran pasangan calonpoe
dimulai.
(5) Verifikasi faktual sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan paling lama 14 (empat
belas) Hari terhitung sejak dokumen syarat dukungan pasangan calon perseorangan
poe
diserahkan ke PPS.
(6) Verifikasi faktual sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dilakukan dengan
metode sensus dengan menemui langsung setiap pendukung calon.
===
Page 32 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(7) Verifikasi faktual sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), terhadap pendukung
calon yang tidak dapat ditemui pada saat verifikasi faktual, pasangan calon diberikan
poe
kesempatan untuk menghadirkan pendukung calon yang dimaksud di kantor PPS paling
lambat 3 (tiga) Hari terhitung sejak PPS tidak dapat menemui pendukung tersebut.
(8) Jika pasangan calon tidak dapat menghadirkan pendukung calon dalam verifikasi faktual
poe
sebagaimana dimaksud pada ayat (7), maka dukungan calon dinyatakan tidak memenuhi
syarat.
(9) Hasil verifikasi faktual berdasarkan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ayat (7),
dan ayat (8) tidak diumumkan.
(10) Hasil verifikasi dokumen syarat dukungan pasangan calon perseorangan sebagaimana
poe
dimaksud pada ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8) dituangkan dalam berita acara yang
selanjutnya diteruskan kepada PPK dan salinan hasil verifikasi disampaikan kepada
pasangan calon.
poe
(11) PPK melakukan verifikasi dan rekapitulasi jumlah dukungan pasangan calon untuk
poe
menghindari adanya seseorang yang memberikan dukungan kepada lebih dari 1 (satu)
pasangan calon dan adanya informasi manipulasi dukungan yang dilaksanakan paling
poe
ayat (11) dituangkan dalam berita acara yang selanjutnya diteruskan kepada KPU
Kabupaten/Kota dan salinan hasil verifikasi dan rekapitulasi disampaikan kepada pasangan
calon.
poe
(13) Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, dan
Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota, salinan hasil verifikasi dan rekapitulasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dipergunakan oleh pasangan calon perseorangan
poe
dukungan kepada lebih dari 1 (satu) pasangan calon dan adanya informasi manipulasi
poe
dan Calon Wakil Gubernur dan dapat melakukan klarifikasi kepada instansi yang berwenang
jika diperlukan, dan menerima masukan dari masyarakat terhadap keabsahan persyaratan
pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur.
poe
(2) Penelitian persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan paling lama 7
(tujuh) hari sejak penutupan pendaftaran pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil
poe
Gubernur.
(3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan secara tertulis kepada
Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau pasangan calon perseorangan paling lambat 2
poe
===
Page 33 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(4) Apabila hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (3) dinyatakan tidak memenuhi syarat,
Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau pasangan calon perseorangan diberi
poe
Politik atau gabungan Partai Politik berhalangan tetap sampai dengan tahap penelitian
kelengkapan persyaratan, Partai Politik atau gabungan Partai Politik diberi kesempatan
untuk mengajukan pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur pengganti paling
poe
lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU Provinsi
diterima.
(6) KPU Provinsi melakukan penelitian kelengkapan dan/atau perbaikan persyaratan
pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat
poe
(4) dan ayat (5) dan memberitahukan hasil penelitian kepada pimpinan Partai Politik atau
pimpinan gabungan Partai Politik paling lama 7 (tujuh) hari sejak kelengkapan persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima.
(7) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), menetapkan calon yang
diajukan tidak memenuhi syarat, Partai Politik atau gabungan Partai Politik tidak dapat
mengajukan pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur pengganti.
poe
(8) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menghasilkan pasangan poe
calon yang memenuhi persyaratan kurang dari 2 (dua) pasangan calon, tahapan
poe
Gubernur paling lama 3 (tiga) hari setelah penundaan tahapan sebagaimana dimaksud
pada ayat (8).
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penelitian persyaratan pasangan calon
poe
Bupati dan Calon Wakil Bupati atau pasangan calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
poe
dan dapat melakukan klarifikasi kepada instansi yang berwenang jika diperlukan, dan
menerima masukan dari masyarakat terhadap keabsahan persyaratan pasangan calon poe
Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
poe
(2) Penelitian persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan paling lama 7
(tujuh) hari sejak penutupan pendaftaran pasangan calon Bupati dan Calon Wakil Bupati
poe
(3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan secara tertulis kepada
Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau pasangan calon perseorangan paling lambat 2
poe
===
Page 34 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(5) Dalam hal pasangan calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan calon
poe poe
Walikota dan Calon Wakil Walikota diajukan oleh Partai Politik atau gabungan Partai
Politik berhalangan tetap sampai dengan tahap penelitian kelengkapan persyaratan, Partai
Politik atau gabungan Partai Politik diberi kesempatan untuk mengajukan pasangan poe
calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan calon Walikota dan Calon Wakil
poe
Walikota pengganti paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan hasil penelitian
persyaratan oleh KPU Kabupaten/Kota diterima.
(6) KPU Kabupaten/Kota melakukan penelitian tentang kelengkapan dan/atau perbaikan
persyaratan pasangan calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan calon
poe poe
Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dan
memberitahukan hasilnya kepada pimpinan Partai Politik atau pimpinan gabungan Partai
Politik paling lama 7 (tujuh) hari sejak kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) diterima.
(7) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), menetapkan pasangan poe
calon yang diajukan tidak memenuhi syarat, Partai Politik atau gabungan Partai Politik
tidak dapat mengajukan pengganti.
(8) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menghasilkan pasangan poe
calon yang memenuhi persyaratan kurang dari 2 (dua) pasangan calon, tahapan
poe
pelaksanaan pasangan calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan calon
poe poe
Walikota dan Calon Wakil Walikota pemilihan ditunda paling lama 10 (sepuluh) hari.
(9) KPU Kabupaten/Kota membuka kembali pendaftaran pasangan calon Bupati dan Calon
poe
Wakil Bupati serta pasangan calon Walikota dan Calon Wakil Walikota paling lama 3
poe
(tiga) hari setelah penundaan tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (8).
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penelitian persyaratan pasangan calon Bupati
poe
dan Calon Wakil Bupati serta pasangan calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
poe
calon dalam Berita Acara Penetapan pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur.
poe
(2) Berdasarkan Berita Acara Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Provinsi
menetapkan paling sedikit 2 (dua) pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur
poe
Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan pengundian nomor urut pasangan
calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur.
poe
(4) Pengundian nomor urut pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur
poe
dilaksanakan KPU Provinsi yang disaksikan oleh Partai Politik, gabungan Partai Politik, dan
pasangan calon perseorangan.
poe
(5) Nomor urut pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur bersifat tetap dan
poe
===
Page 35 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(6) Pasangan calon yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diumumkan
poe
(2) Berdasarkan Berita Acara Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU
Kabupaten/Kota menetapkan paling sedikit 2 (dua) pasangan calon Bupati dan Calon
poe
Wakil Bupati serta pasangan calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dengan Keputusan
poe
KPU Kabupaten/Kota.
(3) Pasangan calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan calon Walikota dan Calon
poe poe
Wakil Walikota yang telah ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dilakukan pengundian nomor urut pasangan calon Bupati dan Calon Wakil
poe
(4) Pengundian nomor urut pasangan calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan
poe poe
calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dilaksanakan KPU Kabupaten/Kota yang
disaksikan oleh Partai Politik, gabungan Partai Politik, dan pasangan calon perseorangan.
poe
(5) Nomor urut pasangan calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan calon
poe poe
Walikota dan Calon Wakil Walikota bersifat tetap dan sebagai dasar KPU Kabupaten/Kota
dalam pengadaan surat suara.
(6) Pasangan calon yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diumumkan
poe
pasangan calon dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai pasangan
poe
(2) Dalam hal Partai Politik dan gabungan Partai Politik menarik pasangan calonnya dan/atau poe
pasangan calon mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik
poe
atau gabungan Partai Politik yang mencalonkan tidak dapat mengusulkan pasangan calon poe
pengganti.
(3) Pasangan calon perseorangan dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan
poe
(4) Dalam hal pasangan calon perseorangan mengundurkan diri dari pasangan calon
poe poe
Gubernur dan Calon Wakil Gubernur setelah ditetapkan oleh KPU Provinsi atau pasangan poe
calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan calon Walikota dan Calon Wakil
poe
Walikota setelah ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota, pasangan calon dikenai sanksi
poe
administratif berupa denda sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) untuk
pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
poe
miliar rupiah) untuk pasangan calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan calon
poe poe
===
Page 36 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 54
Purnomo
(1) Dalam hal pasangan calon atau salah satu calon dari pasangan calon meninggal dunia
poe poe
dalam jangka waktu sejak penetapan pasangan calon sampai dengan hari pemungutan
poe
suara, Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mengusulkan pasangan calon atau
poe
salah satu calon dari pasangan calon pengganti paling lambat 30 (tiga puluh) Hari sebelum
poe
calon dari pasangan calon pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 7
poe
(tujuh) Hari terhitung sejak pasangan calon atau salah satu calon dari pasangan calon
poe poe
meninggal dunia.
(3) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota meneliti persyaratan administrasi pasangan calon poe
atau salah satu calon dari pasangan calon pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
poe
dan ayat (2) dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) Hari terhitung sejak tanggal
pengusulan.
(4) Dalam hal pasangan calon atau salah satu calon dari pasangan calon pengganti
poe poe
salah satu calon dari pasangan calon pengganti dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu)
poe
pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dinyatakan gugur dan tidak
dapat mengikuti Pemilihan.
(6) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik tidak mengusulkan salah satu calon dari
pasangan calon pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), salah satu
poe
calon yang tidak meninggal dunia, dinyatakan gugur dan tidak dapat mengikuti Pemilihan.
(7) Dalam hal salah satu calon dari pasangan calon meninggal dunia dalam jangka waktu 29
poe
(dua puluh sembilan) Hari sebelum hari pemungutan suara, Partai Politik atau gabungan
Partai Politik tidak dapat mengusulkan calon pengganti, dan salah satu calon dari pasangan
calon yang tidak meninggal dunia ditetapkan sebagai pasangan calon Pemilihan.
poe poe
(8) Dalam hal salah satu calon dari pasangan calon meninggal dunia sebagaimana dimaksud
poe
pada ayat (7), KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota wajib mengumumkan kepada
masyarakat.
Purnomo
Pasal 54A
Purnomo
(1) Dalam hal pasangan calon perseorangan meninggal dunia terhitung sejak ditetapkan
poe
sebagai pasangan calon sampai dengan hari pemungutan suara, pasangan calon
poe poe
sejak ditetapkan sebagai pasangan calon sampai dengan hari pemungutan suara, calon
poe
perseorangan dapat mengusulkan calon pengganti paling lambat 30 (tiga puluh) Hari
sebelum hari pemungutan suara untuk ditetapkan sebagai pasangan calon Pemilihan.
poe
===
Page 37 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(3) Dalam hal salah satu calon dari pasangan calon perseorangan meninggal dunia
poe
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota wajib
mengumumkan kepada masyarakat.
Purnomo
Pasal 54B
Purnomo
Ketentuan mengenai meninggalnya pasangan calon atau salah satu calon dari pasangan calon
poe poe
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dan Pasal 54A berlaku secara mutatis mutandis terhadap
pasangan calon atau salah satu calon dari pasangan calon dalam Pemilihan 1 (satu) pasangan
poe poe
calon.
poe
Purnomo
Pasal 54C
(1) Pemilihan 1 (satu) pasangan calon dilaksanakan dalam hal memenuhi kondisi:
poe
b terdapat lebih dari 1 (satu) pasangan calon yang mendaftar dan berdasarkan hasil
poe
penelitian hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon yang dinyatakan memenuhi syarat
poe
calon yang mendaftar berdasarkan hasil penelitian dinyatakan tidak memenuhi syarat
yang mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon; poe
c sejak penetapan pasangan calon sampai dengan saat dimulainya masa Kampanye
poe
terdapat pasangan calon yang berhalangan tetap, Partai Politik atau Gabungan Partai
poe
d sejak dimulainya masa Kampanye sampai dengan hari pemungutan suara terdapat
pasangan calon yang berhalangan tetap, Partai Politik atau Gabungan Partai Politik
poe
(2) Pemilihan 1 (satu) pasangan calon dilaksanakan dengan menggunakan surat suara yang
poe
memuat 2 (dua) kolom yang terdiri atas 1 (satu) kolom yang memuat foto pasangan calon poe
Pemilihan 1 (satu) pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54C, jika
poe
mendapatkan suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari suara sah.
===
Page 38 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(2) Jika perolehan suara pasangan calon kurang dari sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
poe
pasangan calon yang kalah dalam Pemilihan boleh mencalonkan lagi dalam Pemilihan
poe
berikutnya.
(3) Pemilihan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diulang kembali pada tahun
berikutnya atau dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam peraturan
perundang-undangan.
(4) Dalam hal belum ada pasangan calon terpilih terhadap hasil Pemilihan sebagaimana
poe
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Pemerintah menugaskan penjabat Gubernur, penjabat
Bupati, atau penjabat Walikota.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pemilihan 1 (satu) pasangan calon diatur
poe
===
Page 39 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Bagian Kedua
Penyusunan Daftar Pemilih
Pasal 58
Purnomo
(1) Daftar Pemilih Tetap pemilihan umum terakhir digunakan sebagai sumber pemutakhiran
data pemilihan dengan mempertimbangkan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan.
(2) Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal
dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota yang telah dikonsolidasikan,
diverifikasi, dan divalidasi oleh Menteri digunakan sebagai bahan penyusunan daftar
Pemilih untuk Pemilihan.
Purnomo
(3) Daftar pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) Yang dimaksud
oleh PPS dilakukan pemutakhiran berdasarkan perbaikan dari rukun dengan
tetangga, rukun warga, atau sebutan lain dan tambahan Pemilih “pemutakhiran”
yang telah memenuhi persyaratan sebagai Pemilih paling lambat 14 adalah menambah
(empat belas) Hari terhitung sejak diterimanya hasil konsolidasi, dan/atau mengurangi
verifikasi, dan validasi. calon pemilih sesuai
dengan kondisi nyata
di lapangan, bukan
untuk merubah
elemen data yang
bersumber dari DP4.
Purnomo
(4) Daftar Pemilih hasil pemutakhiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diserahkan kepada
PPK untuk dilakukan rekapitulasi daftar Pemilih tingkat PPK.
(5) Rekapitulasi daftar Pemilih hasil pemutakhiran sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diserahkan oleh PPK kepada KPU Kabupaten/Kota paling lambat 3 (tiga) Hari terhitung sejak
selesainya pemutakhiran untuk dilakukan rekapitulasi daftar Pemilih tingkat
kabupaten/kota, yang kemudian ditetapkan sebagai Daftar Pemilih Sementara.
(6) Daftar Pemilih Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diumumkan secara luas dan
melalui papan pengumuman rukun tetangga dan rukun warga atau sebutan lain oleh PPS
untuk mendapatkan masukan dan tanggapan dari masyarakat selama 10 (sepuluh) Hari.
(7) PPS memperbaiki Daftar Pemilih Sementara berdasarkan masukan dan tanggapan dari
masyarakat paling lama 5 (lima) Hari terhitung sejak masukan dan tanggapan dari
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berakhir.
(8) Daftar Pemilih Sementara yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
diserahkan kepada KPU Kabupaten/Kota untuk ditetapkan sebagai Daftar Pemilih Tetap dan
diumumkan oleh PPS paling lama 2 (dua) Hari terhitung sejak jangka waktu penyusunan
Daftar Pemilih Tetap berakhir.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemutakhiran data Pemilih diatur dengan
Peraturan KPU.
Purnomo
===
Page 40 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 59
Purnomo
Penduduk yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap diberi surat pemberitahuan sebagai
Pemilih oleh PPS.
Purnomo
Pasal 60
Purnomo
Daftar Pemilih Tetap harus ditetapkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal
pemungutan suara Pemilihan.
Purnomo
Pasal 61
Purnomo
(1) Dalam hal masih terdapat penduduk yang mempunyai hak pilih belum terdaftar dalam
daftar Pemilih tetap, yang bersangkutan dapat menggunakan hak pilihnya dengan
menunjukkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik.
(2) Penggunaan hak pilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan di
tempat pemungutan suara yang berada di rukun tetangga atau rukun warga atau sebutan
lain sesuai dengan alamat yang tertera dalam Kartu Tanda Penduduk Elektronik.
(3) Sebelum menggunakan hak pilihnya penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terlebih dahulu mendaftarkan diri pada KPPS setempat dan dicatat dalam Daftar Pemilih
Tambahan.
(4) Penggunaan hak pilih penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan 1 (satu)
jam sebelum selesainya pemungutan suara di TPS.
Purnomo
Pasal 62
Purnomo
(1) Pemilih yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 58 ayat (6) kemudian berpindah tempat tinggal atau karena ingin menggunakan hak
pilihnya di tempat lain, Pemilih yang bersangkutan harus melapor kepada PPS setempat.
(2) PPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencatat nama Pemilih dari daftar pemilih dan
memberikan surat keterangan pindah tempat memilih.
(3) Pemilih melaporkan kepindahannya kepada PPS di tempat Pemilihan yang baru.
purnomo
BAB XI
KAMPANYE
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 63
Purnomo
(1) Kampanye dilaksanakan sebagai wujud dari pendidikan politik masyarakat yang
dilaksanakan secara bertanggung jawab.
===
Page 41 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(2) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Partai Politik dan/atau
pasangan calon dan dapat difasilitasi oleh KPU Provinsi untuk Pemilihan Gubernur dan
poe
Wakil Gubernur dan KPU Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, serta
Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota.
(3) Jadwal pelaksanaan Kampanye ditetapkan oleh KPU Provinsi untuk Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur dan KPU Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta
Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota dengan memperhatikan usul dari pasangan calon.
poe
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Kampanye sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan KPU.
purnomo
Bagian Kedua
Materi Kampanye
Pasal 64
(1) Pasangan calon wajib menyampaikan visi dan misi yang disusun berdasarkan Rencana
poe
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi atau Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah Kabupaten/Kota secara lisan maupun tertulis kepada masyarakat.
(2) Pasangan calon berhak untuk mendapatkan informasi atau data dari Pemerintah Daerah
poe
(2b) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e dapat didanai dan
dilaksanakan oleh Partai Politik dan/atau pasangan calon.
poe
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan metode Kampanye diatur dengan Peraturan
KPU.
===
Page 42 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 66
(1) Media cetak dan media elektronik dapat menyampaikan tema, materi, dan iklan Kampanye.
(2) Pemerintah Daerah dapat memberikan kesempatan penggunaan fasilitas umum untuk
kegiatan Kampanye pada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(3) Semua yang hadir dalam pertemuan terbatas yang diadakan oleh pasangan calon hanya
poe
dibenarkan membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut pasangan calon poe
yang bersangkutan.
(4) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah untuk
menetapkan lokasi pemasangan alat peraga untuk keperluan Kampanye.
(5) Pemasangan alat peraga Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (4) oleh KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan mempertimbangkan etika, estetika,
kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(6) Pemasangan alat peraga Kampanye pada tempat yang menjadi milik perseorangan atau
badan swasta harus seizin pemilik tempat tersebut.
(7) Alat peraga Kampanye harus sudah dibersihkan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari
pemungutan suara.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara pemasangan alat peraga dan penyebaran bahan
Kampanye diatur dengan Peraturan KPU.
Bagian Keempat
Jadwal Kampanye
Pasal 67
(1) Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dilaksanakan 3 (tiga) hari setelah
penetapan pasangan calon peserta Pemilihan sampai dengan dimulainya masa tenang.
poe
(2) Masa tenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlangsung selama 3 (tiga) hari sebelum
hari pemungutan suara.
Pasal 68
(1) Debat publik/debat terbuka antarcalon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1)
huruf c dilaksanakan paling banyak 3 (tiga) kali oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(2) Debat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disiarkan secara langsung atau siarran tunda
melalui lembaga penyiaran publik.
(3) Moderator debat dipilih oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dari kalangan
profesional dan akademisi yang mempunyai integritas, jujur, simpatik, dan tidak memihak
kepada salah satu calon.
(4) Materi debat adalah visi, misi, dan program Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur,
Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dalam
rangka:
a meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
===
Page 43 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
b memajukan daerah;
c meningkatkan pelayanan kepada masyarakat;
d menyelesaikan persoalan daerah;
e menyerasikan pelaksanaan pembangunan daerah kabupaten/kota dan provinsi
dengan nasional; dan
f memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kebangsaan.
(5) Moderator dilarang memberikan komentar, penilaian, dan kesimpulan apapun terhadap
penyampaian materi debat dari setiap pasangan calon.
poe
Bagian Kelima
Larangan dalam Kampanye
Pasal 69
===
Page 44 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 70
Pasal 71
(1) Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, Yang dimaksud
anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dengan “pejabat
dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang negara” adalah yang
menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
poe sebagaimana diatur
dalam Undang-
Undang yang
mengatur mengenai
Aparatur Sipil Negara.
Yang dimaksud
dengan “pejabat
daerah” adalah yang
sebagaimana diatur
dalam Undang-
Undang yang
mengatur mengenai
Pemerintahan
Daerah.
===
Page 45 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(2) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Dalam hal terjadi
Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian kekosongan jabatan,
pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan poe maka Gubernur,
calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat Bupati, dan Walikota
persetujuan tertulis dari Menteri. menunjuk pejabat
pelaksana tugas.
Yang dimaksud
dengan
“penggantian” adalah
hanya dibatasi untuk
mutasi dalam jabatan.
(3) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota
dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam
poe
waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan
poe
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) berlaku juga untuk
penjabat Gubernur atau Penjabat Bupati/Walikota.
(5) Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau
Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi
atau KPU Kabupaten/Kota.
(6) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) yang bukan petahana
diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 72
(1) Pelanggaran atas ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf a sampai
dengan huruf h merupakan tindak pidana dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pelanggaran atas ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf i dan
huruf j, dikenai sanksi:
a peringatan tertulis walaupun belum menimbulkan gangguan; dan/atau
b penghentian kegiatan Kampanye di tempat terjadinya pelanggaran atau di seluruh
daerah Pemilihan setempat jika terjadi gangguan terhadap keamanan yang berpotensi
menyebar ke daerah lain.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi terhadap pelanggaran
larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan KPU.
===
Page 46 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 73
(1) Calon dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan dan/atau Yang tidak termasuk
memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi “memberikan uang
penyelenggara Pemilihan dan/atau Pemilih. atau materi lainnya”
meliputi pemberian
biaya makan minum
peserta kampanye,
biaya transpor peserta
kampanye, biaya
pengadaan bahan
kampanye pada
pertemuan terbatas
dan/atau pertemuan
tatap muka dan dialog,
dan hadiah lainnya
berdasarkan nilai
kewajaran dan
kemahalan suatu
daerah yang ditetapkan
dengan Peraturan KPU.
(2) Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan
sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
poe
(3) Tim Kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai
sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Selain Calon atau Pasangan calon, anggota Partai Politik, tim kampanye, dan relawan, atau
poe
pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan
atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia
baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk:
a mempengaruhi Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih;
b menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah;
dan
c mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.
(5) Pemberian sanksi administrasi terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak menggugurkan sanksi pidana.
Bagian Keenam
Dana Kampanye
Pasal 74
(1) Dana Kampanye pasangan poe calon yang diusulkan Partai Politik atau gabungan Partai Politik
dapat diperoleh dari:
===
Page 47 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
c. sumbangan pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi sumbangan perseorangan
dan/atau badan hukum swasta.
(2) Dana Kampanye pasangan calon perseorangan dapat diperoleh dari sumbangan pasangan
poe
calon, sumbangan pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi sumbangan perseorangan
poe
memiliki rekening khusus dana Kampanye atas nama pasangan calon dan didaftarkan
poe
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan wajib memiliki rekening khusus dana Kampanye
dan didaftarkan kepada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(5) Sumbangan dana Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan ayat (2) dari
perseorangan paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah) dan dari badan
hukum swasta paling banyak 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
(6) Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang mengusulkan Yang dimaksud
pasangan poecalon dan pasangan poe calon perseorangan dapat dengan “sumbangan
menerima dan/atau menyetujui sumbangan yang bukan dalam yang bukan dalam
bentuk uang secara langsung untuk kegiatan Kampanye yang jika bentuk uang” adalah
dikonversi berdasar harga pasar nilainya tidak melebihi sumbangan pemberian sebagai
dana Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (5). bantuan atau
sokongan yang
bersifat sukarela
dalam bentuk barang
atau kegiatan.
(7) Pemberi sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) harus
mencantumkan identitas yang jelas.
(8) Penggunaan dana Kampanye pasangan calon wajib dilaksanakan secara transparan dan
poe
Pasal 75
(1) Laporan sumbangan dana Kampanye dan pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
74 ayat (5) dan ayat (6), disampaikan oleh pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil
poe
Gubernur kepada KPU Provinsi dan pasangan calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta
poe
pasangan calon Walikota dan Calon Wakil Walikota kepada KPU Kabupaten/Kota dalam
poe
waktu 1 (satu) hari sebelum masa Kampanye dimulai dan 1 (satu) hari sesudah masa
Kampanye berakhir.
===
Page 48 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(2) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota wajib menyerahkan laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada kantor akuntan publik untuk diaudit paling lambat 2 (dua) hari setelah
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota menerima laporan dana Kampanye.
(3) Kantor akuntan publik wajib menyelesaikan audit paling lambat 15 (lima belas) hari
terhitung sejak laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dari KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota diterima.
(4) Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota paling lambat 3 (tiga) hari setelah KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
menerima laporan hasil audit dari kantor akuntan publik.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai sumbangan dan pengeluaran dana Kampanye pasangan poe
Pasal 76
(1) Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang mengusulkan pasangan calon dan
poe
pasangan calon perseorangan dilarang menerima sumbangan atau bantuan lain untuk
poe
ayat (1) tidak dibenarkan menggunakan dana tersebut dan wajib melaporkannya kepada
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa
Kampanye berakhir dan menyerahkan sumbangan tersebut kepada kas negara.
(3) Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang mengusulkan pasangan calon, yang
poe
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi berupa
pembatalan pasangan calon yang diusulkan.
poe
(4) Pasangan calon yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai
poe
(5) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan oleh KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota.
BAB XII
PERLENGKAPAN PEMILIHAN
Pasal 77
(1) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota bertanggung jawab dalam merencanakan dan
menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan
pemungutan suara.
===
Page 49 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(2) Sekretaris KPU Provinsi dan sekretaris KPU Kabupaten/Kota bertanggung jawab dalam
pelaksanaan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan pemungutan suara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Pasal 78
(3) Bentuk, ukuran, dan spesifikasi teknis perlengkapan pemungutan suara ditetapkan dengan
Keputusan KPU.
(4) Pengadaan perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
sampai dengan huruf f dilaksanakan oleh sekretariat KPU Provinsi dan sekretariat KPU
Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pengadaan perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g
dilaksanakan oleh KPPS bekerja sama dengan masyarakat.
===
Page 50 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(6) Perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai
dengan, huruf f harus sudah diterima KPPS paling lambat 1 (satu) hari sebelum hari/tanggal
pemungutan suara.
(7) Pendistribusian perlengkapan pemungutan suara dilakukan oleh sekretariat KPU Provinsi
dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota.
(8) Dalam pendistribusian dan pengamanan perlengkapan pemungutan suara, KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota dapat bekerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah,
Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Tentara Nasional Indonesia.
Pasal 79
(1) Surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf b memuat foto, nama,
dan nomor urut calon.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan KPU.
Pasal 80
(1) Jumlah surat suara yang dicetak sama dengan jumlah Pemilih tetap ditambah dengan 2,5%
(dua setengah persen) dari jumlah Pemilih tetap sebagai cadangan, yang ditetapkan dengan
Keputusan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(2) Selain menetapkan pencetakan surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota menetapkan besarnya jumlah surat suara untuk
pelaksanaan pemungutan suara ulang.
(3) Jumlah surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota sebanyak 2.000 (dua ribu) surat suara untuk pemungutan suara ulang
yang diberi tanda khusus.
Pasal 81
(1) Tambahan surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) digunakan sebagai
cadangan di setiap TPS untuk mengganti surat suara Pemilih yang keliru memilih pilihannya,
mengganti surat suara yang rusak, dan untuk Pemilih tambahan.
(2) Penggunaan tambahan surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan berita
acara.
Pasal 82
(1) Perusahaan pencetak surat suara dilarang mencetak surat suara lebih dari jumlah yang
ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dan harus menjaga kerahasiaan,
keamanan, serta keutuhan surat suara.
===
Page 51 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(2) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dapat meminta bantuan Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Tentara Nasional Indonesia untuk
mengamankan surat suara selama proses pencetakan berlangsung, penyimpanan, dan
pendistribusian ke tempat tujuan.
(3) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota memverifikasi jumlah surat suara yang telah dicetak,
jumlah yang sudah dikirim dan/atau jumlah yang masih tersimpan, dengan membuat berita
acara yang ditandatangani oleh pihak percetakan dan petugas KPU Provinsi atau petugas
KPU Kabupaten/Kota.
(4) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota mengawasi dan mengamankan desain, film separasi,
dan plat cetak yang digunakan untuk membuat surat suara, sebelum dan sesudah
digunakan serta menyegel dan menyimpannya.
(5) Dalam hal pencetakan surat suara melebihi yang dibutuhkan, dilakukan pemusnahan surat
suara oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan disaksikan oleh aparat Kepolisian
Negara Republik Indonesia setempat, Bawaslu Provinsi, dan/atau Panwas Kabupaten/Kota.
(6) Pemusnahan surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibuatkan berita acara.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pengamanan terhadap pencetakan,
penghitungan, penyimpanan, pengepakan, pendistribusian surat suara ke tempat tujuan,
dan pemusnahan surat suara diatur dengan Peraturan KPU.
Pasal 83
Pengawasan atas pelaksanaan tugas dan wewenang KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota serta
sekretariat KPU Provinsi dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota mengenai pengadaan dan
pendistribusian perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78
dilaksanakan oleh Bawaslu Provinsi dan Panwas Kabupaten/Kota serta Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia.
BAB XIII
PEMUNGUTAN SUARA
Pasal 84
(1) KPPS memberikan undangan kepada Pemilih untuk menggunakan hak pilihnya paling
lambat 3 (tiga) hari sebelum tanggal pemungutan suara.
(2) Pemungutan suara dilakukan dengan memberikan tanda melalui surat suara.
(3) Pemungutan suara dilakukan pada hari libur atau hari yang diliburkan.
(4) Hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara Pemilihan ditetapkan dengan Keputusan KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
Pasal 85
===
Page 52 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(2) Pemberian tanda satu kali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan
berdasarkan prinsip memudahkan Pemilih, akurasi dalam penghitungan suara, dan
efisiensi dalam penyelenggaraan Pemilihan.
(2a) Pemberian suara secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan
dengan mempertimbangkan kesiapan Pemerintah Daerah dari segi infrastruktur dan
kesiapan masyarakat berdasarkan prinsip efisiensi dan mudah.
(2b) Dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon yang mendaftar dan berdasarkan
poe
hasil penelitian pasangan calon tersebut dinyatakan memenuhi syarat, pemberian suara
poe
untuk Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mencoblos
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54C ayat (3).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian suara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan KPU.
Pasal 86
(1) Pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai halangan fisik lain pada saat
memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh petugas KPPS atau orang lain atas
permintaan Pemilih.
(2) Petugas KPPS atau orang lain yang membantu Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib merahasiakan pilihan Pemilih yang dibantunya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan kepada Pemilih sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan KPU.
Pasal 87
(1) Pemilih untuk setiap TPS paling banyak 800 (delapan ratus) orang.
(2) TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan lokasinya di tempat yang mudah
dijangkau.
(3) Jumlah, lokasi, bentuk, dan tata letak TPS ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota.
(4) Jumlah surat suara di setiap TPS sama dengan jumlah Pemilih yang tercantum di dalam
Daftar Pemilih Tetap ditambah dengan 2,5% (dua koma lima persen) dari Daftar Pemilih
Tetap sebagai cadangan.
(5) Penggunaan surat suara cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuatkan berita
acara.
Pasal 88
(1) Untuk keperluan pemungutan suara dalam Pemilihan disediakan kotak suara sebagai
tempat surat suara yang digunakan oleh Pemilih.
(2) Ketentuan mengenai jumlah, bahan, bentuk, ukuran, dan warna kotak suara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan KPU.
===
Page 53 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 89
(4) Saksi pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus menyerahkan mandat
poe
(5) Penanganan ketenteraman, ketertiban, dan keamanan di setiap TPS dilaksanakan oleh 2
(dua) orang petugas yang ditetapkan oleh PPS.
(6) Pengawasan pemungutan suara dilaksanakan oleh PPL dan Pengawas TPS.
(7) Pemantauan pemungutan suara dilaksanakan oleh pemantau Pemilihan yang telah
diakreditasi oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
Pasal 90
(1) Dalam rangka persiapan pemungutan suara, KPPS melakukan kegiatan yang meliputi:
a penyiapan TPS;
b pengumuman dengan menempelkan daftar Pemilih tetap, Daftar Pemilih Tambahan,
serta nama dan foto pasangan calon di TPS; dan
poe
c penyerahan salinan daftar Pemilih tetap dan daftar Pemilih tambahan kepada saksi
yang hadir dan Pengawas TPS.
(2) Dalam pelaksanaan pemungutan suara, KPPS melakukan kegiatan yang meliputi:
a pemeriksaan persiapan akhir pemungutan suara;
b rapat pemungutan suara;
c pengucapan sumpah atau janji anggota KPPS dan petugas ketenteraman, ketertiban,
dan keamanan TPS;
d penjelasan kepada Pemilih tentang tata cara pemungutan suara; dan
e pelaksanaan pemberian suara.
Pasal 91
===
Page 54 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(3) Kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibuatkan berita acara yang
ditandatangani oleh Ketua KPPS dan paling sedikit 2 (dua) anggota KPPS serta dapat
ditandatangani oleh saksi pasangan calon.
poe
Pasal 92
(1) Setelah melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91, KPPS memberikan
penjelasan mengenai tata cara pemungutan suara.
(2) Dalam memberikan suara, Pemilih diberi kesempatan oleh KPPS berdasarkan prinsip urutan
kehadiran Pemilih.
(3) Dalam hal surat suara yang diterima rusak atau terdapat kekeliruan dalam cara memberikan
suara, Pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPS.
(4) KPPS memberikan surat suara pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya 1
(satu) kali.
(5) Penentuan waktu pemungutan suara dimulai pukul 07.00 dan berakhir pada pukul 13.00
waktu setempat.
Pasal 93
(1) Pemilih yang telah memberikan suara di TPS diberi tanda khusus oleh KPPS.
(2) Ketentuan mengenai tanda khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan KPU.
Pasal 94
Pasal 95
===
Page 55 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(4) Dalam hal terdapat Pemilih tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPPS pada TPS
tersebut mencatat dan melaporkan kepada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota melalui
PPK.
Pasal 96
(1) Pemilih tidak boleh membubuhkan tulisan dan/atau catatan lain pada surat suara.
(2) Dalam hal surat suara terdapat tulisan dan/atau catatan lain maka surat suara dinyatakan
tidak sah.
Pasal 97
(1) Dalam hal terjadi pelanggaran ketenteraman, ketertiban, dan keamanan dalam pelaksanaan
pemungutan suara oleh anggota masyarakat atau pemantau Pemilihan, petugas
ketenteraman, ketertiban, dan keamanan melakukan penanganan sesuai prosedur yang
telah ditetapkan.
(2) Dalam hal anggota masyarakat dan/atau pemantau Pemilihan tidak mematuhi penanganan
yang dilakukan oleh petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan maka yang
bersangkutan diserahkan kepada petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
BAB XIV
PENGHITUNGAN SUARA
Bagian Kesatu
Penghitungan Suara di TPS
Pasal 98
(1) Penghitungan suara di TPS dilakukan oleh KPPS setelah pemungutan suara berakhir.
(2) Sebelum penghitungan suara dimulai, KPPS menghitung:
a jumlah Pemilih yang memberikan suara berdasarkan salinan daftar Pemilih tetap
untuk TPS;
b jumlah Pemilih dari TPS lain;
c jumlah Pemilih yang menggunakan dasar Kartu Tanda Penduduk Elektronik, kartu
keluarga, paspor, dan/atau identitas lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
d jumlah surat suara yang tidak terpakai; dan
e jumlah surat suara yang dikembalikan oleh Pemilih karena rusak atau keliru ditandai
(3) Dalam hal pemberian suara dilakukan dengan cara elektronik, penghitungan suara
dilakukan dengan cara manual dan/atau elektronik.
(4) Penggunaan surat suara cadangan wajib dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh
Ketua KPPS dan paling sedikit 2 (dua) orang anggota KPPS.
(5) Penghitungan suara dilakukan sampai dengan selesai di TPS oleh KPPS dan dihadiri oleh
saksi pasangan calon, pengawas TPS, pemantau, dan masyarakat.
poe
===
Page 56 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(6) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat dari pasangan calon yang
poe poe
panitia pengawas, pemantau, dan masyarakat yang hadir dapat menyaksikan secara jelas
proses penghitungan suara.
(8) Dalam hal terdapat proses penghitungan suara yang tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan
poe
pada ayat (8) dapat diterima, KPPS seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(10) Segera setelah selesai penghitungan suara di TPS, KPPS membuat berita acara dan
sertifikat hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS dan paling sedikit
2 (dua) orang anggota KPPS serta dapat ditandatangani oleh saksi pasangan calon. poe
(11) Dalam hal terdapat anggota KPPS dan saksi pasangan calon yang hadir, tetapi tidak
poe
bersedia menandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (10), berita acara dan
sertifikat hasil penghitungan suara pasangan calon ditandatangani oleh anggota KPPS
poe
(12) KPPS wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat hasil
penghitungan suara kepada saksi pasangan calon, PPL, PPS, PPK melalui PPS serta
poe
Pasal 99
PPS wajib mengumumkan salinan sertifikat hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 98 ayat (11) dari seluruh TPS di wilayah kerjanya dengan menempelkan salinan
tersebut di tempat umum selama 7 (tujuh) hari.
Bagian Kedua
Rekapitulasi Penghitungan Suara di PPS
Pasal 100
Dihapus
Pasal 101
Dihapus
Pasal 102
Dihapus
===
Page 57 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 103
Dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah pemungutan suara, PPS wajib menyerahkan kepada
PPK:
a surat suara pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan calon
poe poe
Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota
poe
Bagian Ketiga
Rekapitulasi Penghitungan Suara di PPK
Pasal 104
(1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari KPPS melalui
PPS, PPK membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara
untuk tingkat Kecamatan yang dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, Panwas
poe
pada ayat (3) dapat diterima, PPK seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara yang berasal dari seluruh
TPS dalam wilayah kerja kecamatan yang bersangkutan, PPK membuat berita acara dan
sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh Ketua dan
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota PPK serta dapat ditandatangani oleh saksi
pasangan calon.
poe
(6) Dalam hal ketua dan anggota PPK dan saksi pasangan calon yang hadir, tetapi tidak
poe
bersedia menandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (5), berita acara rekapitulasi
hasil penghitungan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara pasangan poe
calon ditandatangani oleh anggota PPK dan saksi pasangan calon yang hadir yang
poe
bersedia menandatangani.
(7) PPK wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi
hasil penghitungan suara di PPK kepada para pasangan calon atau saksi pasangan
poe poe
calon dan Panwas Kecamatan yang ditunjuk serta menempelkan 1 (satu) eksemplar
sertifikat hasil penghitungan suara pada papan pengumuman di PPK selama 7 ( tujuh) hari.
(8) PPK wajib menyerahkan berita acara pemungutan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil
penghitungan suara kepada KPU Kabupaten/Kota paling lambat 3 (tiga) hari setelah berita
acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara dari PPS diterima.
(9) Berita acara dan sertifikat rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) beserta
kelengkapannya dimasukkan dalam sampul khusus dan dimasukkan ke dalam kotak suara
yang disediakan yang pada bagian luar ditempel label atau disegel.
===
Page 58 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Bagian Ketiga
Rekapitulasi Penghitungan Suara di KPU Kabupaten/Kota
Pasal 105
(1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari PPK, KPU
Kabupaten/Kota membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah
suara untuk tingkat Kabupaten/Kota yang dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, poe
pada ayat (3) dapat diterima, KPU Kabupaten/Kota seketika itu juga mengadakan
pembetulan.
(5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua PPK dalam
wilayah kerja kabupaten/kota yang bersangkutan, KPU kabupaten/kota membuat berita
acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua
dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota KPU Kabupaten/Kota serta dapat
ditandatangani oleh saksi pasangan calon.
poe
(6) Dalam hal ketua dan anggota KPU Kabupaten/Kota dan saksi pasangan calon yang hadir
poe
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak bersedia menandatangani berita acara dan
sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara, berita acara rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
ditandatangani oleh anggota KPU Kabupaten/Kota dan saksi yang bersedia.
(7) KPU Kabupaten/Kota wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan
sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di KPU Kabupaten/Kota kepada pasangan poe
calon atau saksi pasangan calon dan Panwas Kabupaten/Kota dan menempelkan 1 (satu)
poe
terpilih dalam pleno KPU Kabupaten/Kota dalam waktu paling lama 1 (satu) hari.
(9) KPU Kabupaten/Kota mengumumkan penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara dan
penetapan pasangan calon terpilih dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.
poe
===
Page 59 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 106
(1) Dalam hal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, KPU Kabupaten/Kota wajib
menyerahkan berita acara pemungutan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara
kepada KPU Provinsi dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah berita acara dan
sertifikat hasil penghitungan suara dari KPPS melalui PPK diterima.
(2) Berita Acara dan sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta kelengkapannya
dimasukkan dalam sampul khusus dan selanjutnya dimasukkan dalam kotak suara yang
disediakan yang pada bagian luar ditempel label atau disegel.
(3) KPU Kabupaten/Kota wajib menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara.
(4) Penyerahan berita acara dan sertifikat beserta kelengkapannya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib diawasi oleh Bawaslu Provinsi.
Pasal 107
(1) Pasangan calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan calon Walikota dan Calon
poe poe
Wakil Walikota yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pasangan calon poe
Bupati dan Calon Wakil Bupati terpilih serta pasangan calon Walikota dan Calon Wakil
poe
Walikota terpilih.
(2) Dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta
poe
pasangan calon Walikota dan Calon Wakil Walikota peserta Pemilihan memperoleh suara
poe
lebih dari 50% (lima puluh persen) dari suara sah, ditetapkan sebagai pasangan calon
poe
Bupati dan Calon Wakil Bupati terpilih serta pasangan calon Walikota dan Calon Wakil
poe
Walikota terpilih.
Bagian Keempat
Rekapitulasi Penghitungan Suara di KPU Provinsi
Pasal 108
(1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari KPU
Kabupaten/Kota, KPU Provinsi membuat berita acara penerimaan dan melakukan
rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat Provinsi yang dapat dihadiri oleh saksi pasanganpoe
pada ayat (3) dapat diterima, KPU Provinsi seketika itu juga mengadakan pembetulan.
===
Page 60 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua KPU
Kabupaten/Kota, KPU Provinsi membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil
penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang
anggota KPU Provinsi serta dapat ditandatangani oleh saksi pasangan calon Gubernur dan
poe
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tetapi tidak bersedia menandatangani, berita acara
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur
poe
ditandatangani oleh anggota KPU Provinsi serta saksi pasangan calon yang hadir.
poe
(7) KPU Provinsi wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan suara di KPU Provinsi kepada para pasangan calon atau
poe
saksi pasangan calon dan Bawaslu Provinsi dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat
poe
hasil penghitungan suara pada tempat pengumuman di KPU Provinsi selama 7 (tujuh) hari.
(8) Setelah membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPU Provinsi menetapkan pasangan calon Gubernur
poe
dan Calon Wakil Gubernur terpilih dalam pleno KPU dalam waktu paling lama 1 (satu) hari.
(9) KPU Provinsi mengumumkan penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara dan
penetapan pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih dalam waktu
poe
Pasal 109
(1) Pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur yang memperoleh suara terbanyak
poe
ditetapkan sebagai pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih.
poe
(2) Dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur
poe
peserta Pemilihan memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari suara sah,
ditetapkan sebagai pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih.
poe
Bagian Kelima
Pengawasan dan Sanksi dalam Penghitungan Suara dan Rekapitulasi Penghitungan Suara
Pasal 110
(1) Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, dan PPL melakukan
pengawasan atas rekapitulasi penghitungan suara yang dilaksanakan oleh KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, PPK, dan KPPS.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kemungkinan adanya
pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan oleh anggota KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, PPK, dan KPPS dalam melakukan rekapitulasi penghitungan suara.
(3) Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup adanya pelanggaran, penyimpangan,
dan/atau kesalahan dalam rekapitulasi penghitungan suara, Bawaslu Provinsi, Panwas
Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, dan PPL melaporkan adanya pelanggaran,
penyimpangan, dan/atau kesalahan kepada petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
===
Page 61 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(4) Anggota KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS yang melakukan
pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dikenai tindakan hukum sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 111
(1) Mekanisme penghitungan dan rekapitulasi suara Pemilihan secara manual dan/atau
menggunakan sistem penghitungan suara secara elektronik diatur dengan Peraturan KPU.
(2) Peraturan KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setelah dikonsultasikan
dengan Pemerintah.
BAB XV
PEMUNGUTAN SUARA ULANG, PENGHITUNGAN SUARA ULANG, DAN REKAPITULASI HASIL
PENGHITUNGAN SUARA ULANG
Bagian Kesatu
Pemungutan Suara Ulang
Pasal 112
(1) Pemungutan suara di TPS dapat diulang jika terjadi gangguan keamanan yang
mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau penghitungan suara
tidak dapat dilakukan.
(2) Pemungutan suara di TPS dapat diulang jika dari hasil penelitian dan pemeriksaan Panwas
Kecamatan terbukti terdapat 1 (satu) atau lebih keadaan sebagai berikut:
a pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak
dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
b petugas KPPS meminta Pemilih memberi tanda khusus, menandatangani, atau menulis
nama atau alamatnya pada surat suara yang sudah digunakan;
c petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh Pemilih
sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah;
d lebih dari seorang Pemilih menggunakan hak pilih lebih dari satu kali, pada TPS yang
sama atau TPS yang berbeda; dan/atau
e lebih dari seorang Pemilih yang tidak terdaftar sebagai Pemilih, mendapat kesempatan
memberikan suara pada TPS.
Bagian Kedua
Penghitungan Suara Ulang dan Rekapitulasi Penghitungan Suara Ulang
Pasal 113
===
Page 62 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
b penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang terang atau yang kurang
mendapat penerangan cahaya;
c penghitungan suara dilakukan dengan suara yang kurang jelas;
d penghitungan suara dicatat dengan tulisan yang kurang jelas;
e saksi calon, PPL, dan masyarakat tidak dapat menyaksikan proses penghitungan suara
secara jelas;
f penghitungan suara dilakukan di tempat lain atau waktu lain dari yang telah
ditentukan; dan/atau
g terjadi ketidakkonsistenan dalam menentukan surat suara yang sah dan surat suara
yang tidak sah.
(3) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), saksi calon atau PPL dapat
mengusulkan penghitungan ulang surat suara di TPS yang bersangkutan.
(4) Dalam hal TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat melakukan penghitungan
suara ulang, saksi calon atau PPL dapat mengusulkan penghitungan ulang surat suara di
PPS.
(5) Penghitungan ulang surat suara di TPS atau PPS harus dilaksanakan dan selesai pada hari
yang sama dengan hari pemungutan suara.
Pasal 114
Dalam hal TPS atau PPS tidak dapat melakukan penghitungan suara ulang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 113 ayat (5), pelaksanaan penghitungan suara ulang dilakukan oleh panitia pemilihan
setingkat di atasnya paling lama 2 (dua) hari setelah hari pemungutan suara.
Pasal 115
Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPK, KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi
dapat diulang jika terjadi keadaan sebagai berikut:
a kerusuhan yang mengakibatkan rekapitulasi hasil penghitungan suara tidak dapat
dilanjutkan;
b rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan secara tertutup;
c rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang terang atau
kurang mendapatkan penerangan cahaya;
d rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan dengan suara yang kurang jelas;
e rekapitulasi hasil penghitungan suara dicatat dengan tulisan yang kurang jelas;
f saksi pasangan calon, pengawas penyelenggara Pemilihan, pemantau, dan masyarakat
poe
tidak dapat menyaksikan proses rekapitulasi hasil penghitungan suara secara jelas;
dan/atau
g rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan di tempat lain di luar tempat dan waktu
yang telah ditentukan.
Pasal 116
===
Page 63 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(1) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115, saksi pasangan calon
poe
Pasal 117
(1) Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara pada sertifikat hasil penghitungan suara dari
TPS dengan sertifikat hasil penghitungan suara yang diterima PPS dari TPS, saksi calon
tingkat Kecamatan dan saksi calon di TPS, Panwas Kecamatan, atau PPL maka PPS
melakukan penghitungan suara ulang untuk TPS yang bersangkutan.
(2) Penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan suara ulang di PPK sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lama 5 (lima) hari setelah hari/tanggal
pemungutan suara.
Pasal 118
Penghitungan suara ulang untuk TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (1) dilakukan
dengan cara membuka kotak suara yang hanya dilakukan di PPK.
Pasal 119
(1) Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara dalam sertifikat hasil penghitungan perolehan
suara Pemilihan dari TPS dengan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
Pemilihan yang diterima oleh PPK, KPU Kabupaten/Kota dan KPU Provinsi, saksi pasangan poe
calon tingkat kabupaten/kota dan saksi pasangan calon tingkat kecamatan, Panwas
poe
===
Page 64 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(3) Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara dalam sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara pemilihan gubernur dan wakil gubernur dari PPK dengan sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara yang diterima oleh KPU Provinsi, saksi
Peserta pemilihan gubernur dan wakil gubernur tingkat provinsi dan saksi Peserta pemilihan
gubernur dan wakil gubernur tingkat kecamatan, bawaslu provinsi, maka KPU Provinsi
melakukan pembetulan data melalui pengecekan dan/atau rekapitulasi ulang data yang
termuat dalam sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara untuk KPU
Provinsi yang bersangkutan.
BAB XVI
PEMILIHAN LANJUTAN DAN PEMILIHAN SUSULAN
Pasal 120
(1) Dalam hal sebagian atau seluruh wilayah Pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan,
bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan
penyelenggaraan Pemilihan tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan Pemilihan lanjutan.
(2) Pelaksanaan Pemilihan lanjutan dimulai dari tahap penyelenggaraan Pemilihan yang
terhenti.
Pasal 121
(1) Dalam hal di suatu wilayah Pemilihan terjadi bencana alam, kerusuhan, gangguan
keamanan, dan/atau gangguan lainnya yang mengakibatkan terganggunya seluruh tahapan
penyelenggaraan Pemilihan maka dilakukan Pemilihan susulan.
(2) Pelaksanaan Pemilihan susulan dilakukan untuk seluruh tahapan penyelenggaraan
Pemilihan.
Pasal 122
(1) Pemilihan lanjutan dan Pemilihan susulan dilaksanakan setelah penetapan penundaan
pelaksanaan Pemilihan diterbitkan.
(2) Penetapan penundaan pelaksanaan Pemilihan dilakukan oleh:
a KPU Kabupaten/Kota atas usul PPK dalam hal penundaan pelaksanaan Pemilihan
meliputi 1 (satu) atau beberapa desa atau sebutan lain/kelurahan;
b KPU Kabupaten/Kota atas usul PPK dalam hal penundaan pelaksanaan Pemilihan
meliputi 1 (satu) atau beberapa kecamatan; atau
c KPU Provinsi atas usul KPU Kabupaten/Kota dalam hal penundaan pelaksanaan
Pemilihan meliputi 1 (satu) atau beberapa kabupaten/kota.
(3) Dalam hal pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur tidak dapat dilaksanakan di 40% (empat
puluh persen) jumlah kabupaten/kota atau 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pemilih
terdaftar tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih, penetapan Pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur lanjutan atau Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur susulan
dilakukan oleh Menteri atas usul KPU Provinsi.
===
Page 65 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(4) Dalam hal pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota tidak dapat
dilaksanakan di 40% (empat puluh persen) jumlah Kecamatan atau 50% (lima puluh persen)
dari jumlah Pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih, penetapan
pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota lanjutan atau
pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota susulan dilakukan
oleh Gubernur atas usul KPU Kabupaten/Kota.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan waktu pelaksanaan Pemilihan lanjutan dan
Pemilihan susulan diatur dalam Peraturan KPU.
BAB XVII
PEMANTAU
Pasal 123
Pasal 124
(1) Lembaga pemantau Pemilihan wajib menyampaikan laporan hasil pemantauannya kepada
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah
pelantikan pasangan calon terpilih.
poe
===
Page 66 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(3) Lembaga pemantau Pemilihan yang tidak mematuhi kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan/atau tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 123 ayat (3), dicabut haknya sebagai pemantau Pemilihan.
Pasal 125
(1) Untuk menjadi pemantau Pemilihan, lembaga pemantau mendaftarkan kepada KPU
Provinsi untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan kepada KPU Kabupaten/Kota
untuk pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.
(2) Pendaftaran sebagai pemantau Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan mengisi formulir pendaftaran dengan menyerahkan kelengkapan administrasi yang
meliputi:
a profil organisasi lembaga pemantau;
b nama dan jumlah anggota pemantau;
c alokasi anggota pemantau Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur masing-masing di
provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan;
d alokasi anggota pemantau pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil
Walikota masing-masing di kabupaten/kota dan kecamatan;
e rencana dan jadwal kegiatan pemantauan serta daerah yang ingin dipantau;
f nama, alamat, dan pekerjaan pengurus lembaga pemantau;
g pas foto terbaru pengurus lembaga pemantau; dan
h sumber dana.
(3) KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota melakukan penelitian terhadap kelengkapan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123.
(4) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terpenuhi, KPU Provinsi
memberikan akreditasi kepada lembaga pemantau Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur.
(5) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terpenuhi, KPU
Kabupaten/Kota memberikan akreditasi kepada lembaga pemantau pemilihan Bupati dan
Wakil Bupati seta Walikota dan Wakil Walikota.
Pasal 126
===
Page 67 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 127
Pasal 128
===
Page 68 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 129
(1) Lembaga pemantau Pemilihan yang melanggar kewajiban dan larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 127 dan Pasal 128 dicabut status dan haknya sebagai pemantau
Pemilihan.
(2) Sebelum mencabut status dan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Provinsi atau
KPU Kabupaten/Kota wajib mendengarkan penjelasan lembaga pemantau Pemilihan.
(3) Pencabutan status dan hak lembaga pemantau Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan dengan Keputusan KPU Provinsi atau Keputusan KPU Kabupaten/Kota.
(4) Lembaga pemantau Pemilihan yang telah dicabut status dan haknya sebagai lembaga
pemantau Pemilihan dilarang menggunakan atribut lembaga pemantau Pemilihan dan
melakukan kegiatan yang ada hubungannya dengan pemantauan Pemilihan.
(5) Pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan yang bersifat tindak pidana dan/atau
perdata yang dilakukan oleh pemantau Pemilihan, dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 130
(1) Setiap anggota lembaga pemantau Pemilihan wajib memakai kartu tanda pengenal
pemantau Pemilihan dalam melaksanakan pemantauan Pemilihan.
(2) Kartu tanda pengenal pemantau Pemilihan diberikan oleh KPU Provinsi untuk Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur dan oleh KPU Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati dan
Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.
(3) Lembaga pemantau Pemilihan wajib menaati dan mematuhi semua ketentuan yang
berkenaan dengan Pemilihan serta memperhatikan kode etik pemantau Pemilihan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pemantauan Pemilihan diatur dalam
Peraturan KPU.
BAB XVIII
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN
Pasal 131
===
Page 69 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(3) Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
a tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu
pasangan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan calon Bupati dan
poe poe
Calon Wakil Bupati, serta pasangan calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;
poe
Pasal 132
(1) Pelaksana survei atau jajak pendapat dan pelaksana penghitungan cepat hasil Pemilihan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (2) wajib melaporkan status badan hukum
atau surat keterangan terdaftar, susunan kepengurusan, sumber dana, alat, dan metodologi
yang digunakan kepada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(2) KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota menetapkan lembaga yang dapat melaksanakan
survei atau jajak pendapat dan pelaksana penghitungan cepat hasil Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Pelaksana survei atau jajak pendapat dan Pelaksana penghitungan cepat hasil Pemilihan
dalam mengumumkan dan/atau menyebarluaskan hasilnya wajib memberitahukan bahwa
hasil penghitungan cepat yang dilakukannya bukan merupakan hasil resmi penyelenggara
Pemilihan.
(4) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penetapan lembaga yang dapat melaksanakan
survei atau jajak pendapat dan pelaksana penghitungan cepat hasil Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan KPU.
Pasal 133
Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (2) wajib mengikuti ketentuan
yang diatur oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
Pasal 133A
BAB XIX
PENANGANAN LAPORAN PELANGGARAN PEMILIHAN
Pasal 134
(1) Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS
menerima laporan pelanggaran Pemilihan pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan.
===
Page 70 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(2) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan
oleh:
a Pemilih;
b pemantau Pemilihan; atau
c peserta Pemilihan.
(3) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara
tertulis yang memuat paling sedikit:
a nama dan alamat pelapor;
b pihak terlapor;
c waktu dan tempat kejadian perkara; dan
d uraian kejadian
(4) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling
lama 7 (tujuh) hari sejak diketahui dan/atau ditemukannya pelanggaran Pemilihan.
(5) Dalam hal laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dikaji
dan terbukti kebenarannya, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas
Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS wajib menindaklanjuti laporan paling lama 3 (tiga) hari
setelah laporan diterima.
(6) Dalam hal diperlukan, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas
Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS dapat meminta keterangan tambahan dari pelapor
dalam waktu paling lama 2 (dua) hari.
Pasal 135
(1) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1) yang
merupakan:
a pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan diteruskan oleh Bawaslu kepada DKPP;
b pelanggaran administrasi Pemilihan diteruskan kepada KPU, KPU Provinsi, atau KPU
Kabupaten/Kota;
c sengketa Pemilihan diselesaikan oleh Bawaslu; dan
d tindak pidana Pemilihan ditindaklanjuti oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) Laporan tindak pidana Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diteruskan
kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat)
jam sejak diputuskan oleh Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, dan/atau Panwas
Kecamatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan laporan pelanggaran Pemilihan diatur dengan
Peraturan Bawaslu.
Pasal 135A
===
Page 71 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(6) Pasangan calon yang dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagaimana dimaksud
poe
pada ayat (5) dapat mengajukan upaya hukum ke Mahkamah Agung dalam jangka waktu
paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak keputusan KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota ditetapkan.
(7) Mahkamah Agung memutus upaya hukum pelanggaran administrasi Pemilihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas)
hari kerja terhitung sejak berkas perkara diterima oleh Mahkamah Agung.
(8) Dalam hal putusan Mahkamah Agung membatalkan keputusan KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (6), KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota wajib menetapkan kembali sebagai pasangan calon.
poe
===
Page 72 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
BAB XX
PELANGGARAN KODE ETIK, PELANGGARAN ADMINISTRASI, PENYELESAIAN SENGKETA, TINDAK
PIDANA PEMILIHAN, SENGKETA TATA USAHA NEGARA, DAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN
Bagian Kesatu
Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilihan
Pasal 136
Pasal 137
(1) Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136
diselesaikan oleh DKPP.
(2) Tata cara penyelesaian pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai penyelenggara pemilihan umum.
Bagian Kedua
Pelanggaran Administrasi
Pasal 138
Pelanggaran administrasi Pemilihan adalah pelanggaran yang meliputi tata cara, prosedur, dan
mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilihan dalam setiap tahapan
penyelenggaraan Pemilihan di luar tindak pidana Pemilihan dan pelanggaran kode etik
penyelenggara Pemilihan
Pasal 139
(1) Bawaslu Provinsi dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota membuat rekomendasi atas hasil
kajiannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (5) terkait pelanggaran administrasi
Pemilihan.
(2) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu
Provinsi dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota menyelesaikan pelanggaran administrasi
Pemilihan berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota
sesuai dengan tingkatannya.
===
Page 73 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 140
(1) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota memeriksa dan memutus pelanggaran
administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (2) paling lama 7 (tujuh) hari
sejak rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota diterima.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian pelanggaran administrasi Pemilihan
diatur dalam Peraturan KPU.
Pasal 141
Dalam hal KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, atau peserta Pemilihan tidak
menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau Panwas Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 139 ayat (2), Bawaslu Provinsi dan/atau Panwas Kabupaten/Kota
memberikan sanksi peringatan lisan atau peringatan tertulis.
Bagian Ketiga
Sengketa Antarpeserta Pemilihan dan Sengketa Antara Peserta dengan Penyelenggara Pemilihan
Pasal 142
Pasal 143
===
Page 74 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 144
(1) Putusan Bawaslu Provinsi dan Putusan Panwas Kabupaten/Kota mengenai penyelesaian
sengketa Pemilihan merupakan Putusan bersifat mengikat.
(2) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan Bawaslu
Provinsi dan/atau putusan Panwas Kabupaten/Kota mengenai penyelesaian sengketa
Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 3 (tiga) hari kerja.
(3) Seluruh proses pengambilan Putusan Bawaslu Provinsi dan Putusan Panwas
Kabupaten/Kota wajib dilakukan melalui proses yang terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian sengketa diatur dengan Peraturan
Bawaslu.
Bagian Keempat
Tindak Pidana Pemilihan
Paragraf 1
Umum
Pasal 145
Tindak pidana Pemilihan merupakan pelanggaran atau kejahatan terhadap ketentuan Pemilihan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Paragraf 2
Penyelesaian Tindak Pidana
Pasal 146
(1) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang tergabung dalam sentra penegakan
hukum terpadu dapat melakukan penyelidikan setelah adanya laporan pelanggaran
Pemilihan yang diterima oleh Bawaslu Provinsi maupun Panwas Kabupaten/Kota.
(2) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam
menjalankan tugas dapat melakukan penggeledahan, penyitaan, dan pengumpulan alat
bukti untuk kepentingan penyelidikan maupun penyidikan tanpa surat izin ketua pengadilan
negeri setempat.
(3) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia menyampaikan hasil penyidikan disertai
berkas perkara kepada penuntut umum paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung
sejak laporan diterima dari Bawaslu Provinsi maupun Panwas Kabupaten/Kota.
(4) Dalam hal hasil penyidikan belum lengkap, dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja
penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada Penyidik Kepolisian Negara
Republik Indonesia disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi.
===
Page 75 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(5) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja
terhitung sejak tanggal penerimaan berkas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus
sudah menyampaikan kembali berkas perkara tersebut kepada penuntut umum.
(6) Penuntut umum melimpahkan berkas perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada
Pengadilan Negeri paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak menerima berkas perkara
dari penyidik.
Pasal 147
(1) Pengadilan Negeri dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana
Pemilihan menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan
lain dalam Undang-Undang ini.
(2) Sidang pemeriksaan perkara tindak pidana Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh majelis khusus.
Pasal 148
(1) Pengadilan Negeri memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana Pemilihan
paling lama 7 (tujuh) hari setelah pelimpahan berkas perkara.
(2) Dalam hal putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan banding,
permohonan banding diajukan paling lama 3 (tiga) hari setelah putusan dibacakan.
(3) Pengadilan Negeri melimpahkan berkas perkara permohonan banding kepada Pengadilan
Tinggi paling lama 3 (tiga) hari setelah permohonan banding diterima.
(4) Pengadilan Tinggi memeriksa dan memutus perkara banding sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) paling lama 7 (tujuh) hari setelah permohonan banding diterima.
(5) Putusan Pengadilan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan putusan
terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain.
Pasal 149
(1) Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (1) dan ayat (4) harus
sudah disampaikan kepada penuntut umum paling lambat 3 (tiga) hari setelah putusan
dibacakan.
(2) Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 harus dilaksanakan paling
lambat 3 (tiga) hari setelah putusan diterima oleh jaksa.
Pasal 150
(1) Putusan pengadilan terhadap kasus tindak pidana Pemilihan yang menurut Undang-Undang
ini dapat mempengaruhi perolehan suara peserta Pemilihan harus sudah selesai paling lama
5 (lima) hari sebelum KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota menetapkan hasil
Pemilihan.
(2) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan pengadilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
===
Page 76 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(3) Salinan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah diterima KPU
Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan peserta Pemilihan pada hari putusan pengadilan
tersebut dibacakan.
Paragraf 3
Majelis Khusus Tindak Pidana
Pasal 151
(1) Majelis khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (2) terdiri atas hakim khusus
yang merupakan hakim karier pada Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi yang
ditetapkan secara khusus untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana
Pemilihan.
(2) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan Keputusan
Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia.
(3) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat telah
melaksanakan tugasnya sebagai hakim paling singkat 3 (tiga) tahun, kecuali dalam suatu
pengadilan tidak terdapat hakim yang masa kerjanya telah mencapai 3 (tiga) tahun.
(4) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama memeriksa, mengadili, dan
memutus tindak pidana Pemilihan dibebaskan dari tugasnya untuk memeriksa, mengadili,
dan memutus perkara lain.
(5) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menguasai pengetahuan tentang
Pemilihan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai hakim khusus diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung.
Paragraf 4
Sentra Penegakan Hukum Terpadu
Pasal 152
(1) Untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak pidana Pemilihan, Bawaslu
Provinsi, dan/atau Panwas Kabupaten/Kota, Kepolisian Daerah dan/atau Kepolisian Resor,
dan Kejaksaan Tinggi dan/atau Kejaksaan Negeri membentuk sentra penegakan hukum
terpadu.
(2) Sentra penegakan hukum terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melekat pada
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwas Kabupaten/Kota.
(3) Anggaran operasional sentra penegakan hukum terpadu dibebankan pada Anggaran
Bawaslu.
(4) Ketentuan mengenai sentra penegakan hukum terpadu diatur Yang dimaksud
dengan peraturan bersama antara Kepala Kepolisian Negara dengan “Peraturan
Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Ketua Bersama” adalah
Bawaslu. peraturan yang
dibuat Kepala
Kepolisian Negara
Republik Indonesia,
Kepala Kejaksaan
===
Page 77 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Agung Republik
Indonesia, dan Ketua
Bawaslu Republik
Indonesia paling
sedikit memuat
ketentuan mengenai
tata cara pengajuan
dan penanganan
laporan atau
keberatan, pola
hubungan, dan tata
kerja, dan
penempatan
personil.
(5) Peraturan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan setelah berkonsultasi
dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat
yang keputusannya bersifat mengikat.
Bagian Kelima
Sengketa Tata Usaha Negara
Pasal 153
(1) Sengketa tata usaha negara Pemilihan merupakan sengketa yang timbul dalam bidang tata
usaha negara Pemilihan antara Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati
dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dengan KPU
Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU
Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota.
(2) Peradilan Tata Usaha Negara dalam menerima, memeriksa, mengadili, dan memutus
sengketa Tata Usaha Negara Pemilihan menggunakan Hukum Acara Tata Usaha Negara,
kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
Paragraf 1
Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara
Pasal 154
(1) Peserta Pemilihan mengajukan keberatan terhadap keputusan KPU Provinsi atau
keputusan KPU Kabupaten/Kota kepada Bawaslu Provinsi dan/atau Panwas
Kabupaten/Kota dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak
keputusan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota ditetapkan.
(2) Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara Pemilihan ke Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara dilakukan setelah seluruh upaya administratif di Bawaslu Provinsi dan/atau
Panwas Kabupaten/Kota telah dilakukan.
===
Page 78 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(3) Dalam hal pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kurang lengkap,
penggugat dapat memperbaiki dan melengkapi gugatan dalam jangka waktu paling lama 3
(tiga) hari kerja terhitung sejak diterimanya gugatan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara.
(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) penggugat belum
menyempurnakan gugatan, hakim memberikan putusan bahwa gugatan tidak dapat
diterima.
(5) Terhadap putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dilakukan upaya
hukum.
(6) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memeriksa dan memutus gugatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja
terhitung sejak gugatan dinyatakan lengkap.
(7) Terhadap putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) hanya dapat dilakukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.
(8) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diajukan dalam jangka waktu
paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterbitkannya putusan.
(9) Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib memberikan putusan atas permohonan kasasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari
kerja terhitung sejak permohonan kasasi diterima.
(10) Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
bersifat final dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum peninjauan kembali.
(11) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atau putusan Mahkamah
Agung Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dalam jangka waktu paling
lama 7 (tujuh) Hari.
(12) KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara atau putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia mengenai
keputusan tentang penetapan pasangan calon peserta Pemilihan sepanjang tidak
poe
melewati tahapan paling lambat 30 (tiga puluh) Hari sebelum hari pemungutan suara.
Paragraf 2
Majelis Khusus Tata Usaha Negara
Pasal 155
(1) Dalam memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa tata usaha negara Pemilihan dibentuk
majelis khusus yang terdiri dari hakim khusus yang merupakan hakim karier di lingkungan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
(2) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan Keputusan
Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia.
(3) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hakim yang telah melaksanakan
tugasnya sebagai hakim minimal 3 (tiga) tahun, kecuali apabila dalam suatu pengadilan
tidak terdapat hakim yang masa kerjanya telah mencapai 3 (tiga) tahun.
(4) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama menangani sengketa tata usaha
negara Pemilihan dibebaskan dari tugasnya untuk memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara lain.
===
Page 79 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(5) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menguasai pengetahuan tentang
Pemilihan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai hakim khusus diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung.
Bagian Keenam
Perselisihan Hasil Pemilihan
Pasal 156
(1) Perselisihan hasil Pemilihan merupakan perselisihan antara KPU Provinsi dan/atau KPU
Kabupaten/Kota dan peserta Pemilihan mengenai penetapan perolehan suara hasil
Pemilihan.
(2) Perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah perselisihan penetapan perolehan suara yang signifikan dan dapat
mempengaruhi penetapan calon terpilih.
Pasal 157
(1) Perkara perselisihan hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus.
(2) Badan peradilan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk sebelum
pelaksanaan Pemilihan serentak nasional.
(3) Perkara perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil Pemilihan diperiksa dan
diadili oleh Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus.
(4) Peserta Pemilihan dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil
penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota kepada
Mahkamah Konstitusi.
(5) Peserta Pemilihan mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diumumkan
penetapan perolehan suara hasil Pemilihan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(6) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilengkapi alat/dokumen
bukti dan Keputusan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota tentang hasil rekapitulasi
penghitungan suara.
(7) Dalam hal pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kurang lengkap,
pemohon dapat memperbaiki dan melengkapi permohonan paling lama 3 (tiga) hari kerja
sejak diterimanya permohonan oleh Mahkamah Konstitusi.
(8) Mahkamah Konstitusi memutuskan perkara perselisihan sengketa hasil Pemilihan paling
lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan.
(9) Putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) bersifat final dan
mengikat.
(10) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan Mahkamah
Konstitusi.
===
Page 80 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 158
(1) Peserta pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dapat mengajukan permohonan
pembatalan penetapan hasil penghitungan suara dengan ketentuan:
a provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, pengajuan
perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar
2% (dua persen) dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang
ditetapkan oleh KPU Provinsi;
b provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000.000 (dua juta) sampai dengan
6.000.000 (enam juta), pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat
perbedaan paling banyak sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari total suara sah
hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Provinsi;
c provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6.000.000 (enam juta) sampai dengan
12.000.000 (dua belas juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika
terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1% (satu persen) dari total suara sah hasil
penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Provinsi; dan
d provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa,
pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling
banyak sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari total suara sah hasil penghitungan
suara tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Provinsi.
(2) Peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dapat
mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara
dengan ketentuan:
a kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 (dua ratus lima
puluh ribu) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat
perbedaan paling banyak sebesar 2% (dua persen) dari total suara sah hasil
penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota;
b kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh
ribu) jiwa sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa, pengajuan perselisihan
perolehan suara dilakukan apabila terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5%
(satu koma lima persen) dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang
ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota;
c kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) jiwa
sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara
dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1% (satu persen) dari total
suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir KPU Kabupaten/Kota; dan
d kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa,
pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling
banyak sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari total suara sah hasil penghitungan
suara tahap akhir KPU Kabupaten/Kota.
===
Page 81 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 159
Dihapus
BAB XXI
PENGESAHAN PENGANGKATAN DAN PELANTIKAN
Bagian Kesatu
Pengesahan Pengangkatan
Pasal 160
(1) Pengesahan pengangkatan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih
poe
dilakukan berdasarkan penetapan pasangan calon terpilih oleh KPU Provinsi yang
poe
dilakukan oleh Presiden dalam waktu paling lama 20 (dua puluh) hari terhitung sejak
tanggal usul dan berkas diterima secara lengkap.
(3) Pengesahan pengangkatan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati serta pasangan
poe poe
calon Walikota dan Wakil Walikota terpilih dilakukan berdasarkan penetapan pasangan poe
calon terpilih oleh KPU Kabupaten/Kota yang disampaikan oleh DPRD Kabupaten/Kota
kepada Menteri melalui Gubernur
(4) Pengesahan pengangkatan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati serta pasangan
poe poe
calon Walikota dan Wakil Walikota terpilih dilakukan oleh Menteri dalam waktu paling lama
20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal usul dan berkas diterima secara lengkap
Pasal 160A
(1) Dalam hal DPRD Provinsi tidak menyampaikan usulan pengesahan pengangkatan pasangan
calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih kepada Presiden melalui Menteri, dalam
poe
jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak KPU Provinsi menyampaikan penetapan pasangan poe
calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih kepada DPRD Provinsi, Presiden berdasarkan
usulan Menteri mengesahkan pengangkatan pasangan calon Gubernur dan Wakil
poe
Walikota terpilih kepada Menteri melalui Gubernur, dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja
sejak KPU Kabupaten/Kota menyampaikan penetapan pasangan calon Bupati dan Wakil
poe
Bupati serta pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota terpilih kepada DPRD
poe
Wakil Bupati serta pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota terpilih berdasarkan
poe
===
Page 82 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(4) Pengesahan pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya usulan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengesahan pengangkatan pasangan calon
poe
terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Bagian Kedua
Pelantikan
Pasal 161
(1) Gubernur dan Wakil Gubernur sebelum memangku jabatannya dilantik dengan
mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pejabat yang melantik
(2) Sumpah/janji Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
sebagai berikut:
"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai
Gubernur/Wakil Gubernur dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala
Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya, serta berbakti kepada
masyarakat, nusa, dan bangsa."
(3) Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sebelum memangku jabatannya
dilantik dengan mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pejabat yang melantik.
(4) Sumpah/janji Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) adalah sebagai berikut:
"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai
Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota dengan sebaik-baiknya dan seadil-
adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dan menjalankan segala Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya, serta
berbakti kepada masyarakat, nusa, dan bangsa."
Pasal 162
(1) Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 ayat (1) memegang
jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat
dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(2) Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 161 ayat (3) memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal
pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk 1
(satu) kali masa jabatan.
(3) Gubernur, Bupati, atau Walikota yang akan melakukan penggantian pejabat di lingkungan
Pemerintah Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
terhitung sejak tanggal pelantikan harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri.
===
Page 83 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 163
(1) Gubernur dan Wakil Gubernur dilantik oleh Presiden di ibu kota Pelaksanaan serah
negara. terima jabatan
Gubernur dilakukan
di ibu kota Provinsi.
(2) Dalam hal Presiden berhalangan, pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur dilakukan oleh
Wakil Presiden.
(3) Dalam hal Wakil Presiden berhalangan, pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur dilakukan
oleh Menteri.
(4) Dalam hal calon Gubernur terpilih meninggal dunia, berhalangan tetap, atau mengundurkan
diri, calon Wakil Gubernur terpilih tetap dilantik menjadi Wakil Gubernur meskipun tidak
secara berpasangan.
(5) Dalam hal calon wakil Gubernur terpilih meninggal dunia, berhalangan tetap, atau
mengundurkan diri, calon Gubernur terpilih tetap dilantik menjadi Gubernur meskipun tidak
secara berpasangan.
(6) Dalam hal calon Gubernur dan/atau Calon Wakil Gubernur terpilih ditetapkan menjadi
tersangka pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi Gubernur
dan/atau Wakil Gubernur.
(7) Dalam hal calon Gubernur dan/atau Calon Wakil Gubernur terpilih ditetapkan menjadi
terdakwa pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi Gubernur
dan/atau Wakil Gubernur dan saat itu juga diberhentikan sementara sebagai Gubernur
dan/atau Wakil Gubernur.
(8) Dalam hal calon Gubernur dan/atau Calon Wakil Gubernur terpilih ditetapkan menjadi
terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi Gubernur dan/atau Wakil
Gubernur dan saat itu juga diberhentikan sebagai Gubernur dan/atau Wakil Gubernur.
Pasal 164
(1) Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dilantik Pelaksanaan serah
oleh Gubernur di ibu kota Provinsi yang bersangkutan. terima jabatan
Bupati/Walikota
dilakukan di ibu kota
Kabupaten/Kota.
(2) Dalam hal Gubernur berhalangan, pelantikan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan
Wakil Walikota dilakukan oleh Wakil Gubernur.
(3) Dalam hal Gubernur dan/atau Wakil Gubernur tidak dapat melaksanakan sebagaimana
dimaksud pada ketentuan ayat (1) dan ayat (2), Menteri mengambil alih kewenangan
Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
(4) Dalam hal calon Bupati dan Calon Walikota terpilih meninggal dunia, berhalangan tetap,
atau mengundurkan diri, calon wakil Bupati dan Calon wakil Walikota terpilih tetap dilantik
menjadi Wakil Bupati dan Wakil Walikota meskipun tidak secara berpasangan.
===
Page 84 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(5) Dalam hal calon Wakil Bupati, dan Calon Wakil Walikota terpilih meninggal dunia,
berhalangan tetap, atau mengundurkan diri, calon Bupati dan Calon Walikota terpilih tetap
dilantik menjadi Bupati, dan Walikota meskipun tidak secara berpasangan.
(6) Dalam hal calon Bupati/Walikota dan/atau calon Wakil Bupati/Wakil Walikota terpilih
ditetapkan menjadi tersangka pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik
menjadi Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota.
(7) Dalam hal calon Bupati/Walikota dan/atau calon Wakil Bupati/Wakil Walikota terpilih
ditetapkan menjadi terdakwa pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik
menjadi Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota, kemudian saat itu juga
diberhentikan sementara sebagai Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota.
(8) Dalam hal calon Bupati/Walikota dan/atau calon Wakil Bupati/Wakil Walikota terpilih
ditetapkan menjadi terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi
Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota, kemudian saat itu juga
diberhentikan sebagai Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota.
Pasal 164A
(1) Pelantikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163 dan Pasal 164 dilaksanakan secara
serentak.
(2) Pelantikan secara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada akhir
masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan
Wakil Walikota periode sebelumnya yang paling akhir.
(3) Dalam hal terdapat 1 (satu) pasangan Bupati dan Wakil Bupati terpilih atau Walikota dan
Wakil Walikota terpilih yang tertunda dan tidak ikut pada pelantikan serentak sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Gubernur dapat melakukan pelantikan di Ibu kota Kabupaten/Kota
yang bersangkutan.
(4) Dalam hal lebih dari 1 (satu) provinsi yang terdapat 1 (satu) pasangan Bupati dan Wakil
Bupati terpilih atau Walikota dan Wakil Walikota terpilih yang tertunda dan tidak ikut pada
pelantikan serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri dapat melakukan
pelantikan secara bersamaan di Ibu kota Negara.
Pasal 164B
Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan dapat melantik Bupati dan Wakil Bupati
serta Walikota dan Wakil Walikota secara serentak.
Pasal 165
Ketentuan mengenai jadwal dan tata cara pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota diatur dengan Peraturan Presiden.
===
Page 85 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
BAB XXII
PENDANAAN
Pasal 166
(1) Pendanaan kegiatan Pemilihan dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dan
dapat didukung oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Dihapus.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan kegiatan Pemilihan yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB XXIII
PENGISIAN WAKIL GUBERNUR, WAKIL BUPATI, DAN WAKIL WALIKOTA
Pasal 167
Dihapus
Pasal 168
Dihapu
s
Pasal 169
Dihapus
Pasal 170
Dihapus
Pasal 171
Dihapus
Pasal 172
Dihapus
Pasal 173
(1) Dalam hal Gubernur, Bupati, dan Walikota berhenti karena: Yang dimaksud
a meninggal dunia; dengan “berhenti”
b permintaan sendiri; atau adalah yang
sebagaimana diatur
c diberhentikan; dalam Undang-
maka Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota Undang yang
menggantikan Gubernur, Bupati, dan Walikota. mengatur mengenai
Pemerintahan
Daerah.
===
Page 86 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(3) Dalam hal DPRD Provinsi tidak menyampaikan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak Gubernur berhenti, Presiden
berdasarkan usulan Menteri mengesahkan pengangkatan Wakil Gubernur sebagai Gubernur
berdasarkan:
a surat kematian;
b surat pernyataan pengunduran diri dari Gubernur; atau
c keputusan pemberhentian.
(4) DPRD Kabupaten/Kota menyampaikan usulan pengangkatan dan Usulan yang
pengesahan Wakil Bupati/Wakil Walikota menjadi Bupati/Walikota disampaikan DPRD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri melalui Kabupaten/Kota
Gubernur untuk diangkat dan disahkan sebagai Bupati/Walikota. kepada Menteri
melalui Gubernur
merupakan calon
Bupati/Walikota yang
diumumkan dalam
rapat paripurna DPRD
Kabupaten/Kota.
(5) Dalam hal DPRD Kabupaten/Kota tidak menyampaikan usulan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak Bupati/Walikota berhenti,
Gubernur menyampaikan usulan kepada Menteri dan Menteri berdasarkan usulan
Gubernur mengangkat dan mengesahkan Wakil Bupati/Wakil Walikota sebagai
Bupati/Walikota.
(6) Dalam hal Gubernur tidak menyampaikan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dalam waktu 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya usulan dari DPRD
Kabupaten/Kota kepada Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri
berdasarkan usulan DPRD Kabupaten/Kota mengangkat dan mengesahkan Wakil
Bupati/Wakil Walikota sebagai Bupati/Walikota.
(7) Dalam hal Gubernur dan DPRD Kabupaten/Kota tidak menyampaikan usulan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), Menteri mengesahkan pengangkatan Wakil
Bupati/Wakil Walikota menjadi Bupati/Walikota berdasarkan:
a surat kematian;
b surat pernyataan pengunduran diri dari Bupati/Walikota; atau
c keputusan pemberhentian.
===
Page 87 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(8) Ketentuan mengenai tata cara pengisian Gubernur, Bupati, dan Walikota diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 174
(1) Dalam hal Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan
Wakil Walikota secara bersama-sama tidak dapat menjalankan tugas karena alasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1), dilakukan pengisian jabatan melalui
mekanisme pemilihan oleh DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota.
(2) Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung yang masih Yang dimaksud
memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengusulkan 2 dengan “Partai Politik
(dua) pasangan calon kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
poe atau gabungan Partai
untuk dipilih. Politik pengusung
mengusulkan 2 (dua)
pasangan calon”
poe
(4) Dalam hal Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan
Wakil Walikota yang berasal dari perseorangan secara bersama-sama tidak dapat
menjalankan tugas karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1),
dilakukan pengisian jabatan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD Provinsi atau DPRD
Kabupaten/Kota, yang calonnya diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik
yang memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah paling sedikit 20% (dua puluh
persen) dari jumlah kursi.
===
Page 88 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(5) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melakukan proses pemilihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) berdasarkan perolehan suara terbanyak.
(6) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyampaikan hasil pemilihan kepada Presiden melalui
Menteri untuk Gubernur dan Wakil Gubernur dan kepada Menteri melalui Gubernur untuk
Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.
(7) Dalam hal sisa masa jabatan kurang dari 18 (delapan belas) bulan, Presiden menetapkan
penjabat Gubernur dan Menteri menetapkan penjabat Bupati/Walikota.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengisian jabatan melalui Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat
(6) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 175
Dihapus
Pasal 176
(1) Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berhenti karena meninggal
dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan
Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD Provinsi atau DPRD
Kabupaten/Kota berdasarkan usulan dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik
pengusung.
(2) Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung mengusulkan Yang dimaksud
2 (dua) orang calon Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil dengan “gabungan
Walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melalui Partai Politik
Gubernur, Bupati, atau Walikota, untuk dipilih dalam rapat pengusung
paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. mengusulkan 2 (dua)
orang” adalah calon
Wakil Gubernur,
Wakil Bupati, dan
Wakil Walikota yang
diusulkan gabungan
Partai Politik
berjumlah 2 (dua)
orang calon.
(3) Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berasal dari calon
perseorangan berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan,
pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme
pemilihan masing-masing oleh DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan
usulan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
(4) Pengisian kekosongan jabatan Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan
jika sisa masa jabatannya lebih dari 18 (delapan belas) bulan terhitung sejak kosongnya
jabatan tersebut.
===
Page 89 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan dan pengangkatan calon Wakil
Gubernur, calon Wakil Bupati, dan calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XXIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 177
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri
atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan
denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua
belas juta rupiah).
Pasal 177A
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data
dan daftar pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda
paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00
(tujuh puluh dua juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penyelenggara
Pemilihan dan/atau saksi pasangan calon dipidana dengan pidana yang sama
poe
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana
maksimumnya.
Pasal 177B
Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU Kabupaten/Kota, dan anggota KPU Provinsi yang dengan
sengaja melakukan perbuatan melawan hukum tidak melakukan verifikasi dan rekapitulasi
terhadap data dan daftar pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan
denda paling sedikit Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) dan paling banyak
Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Pasal 178
Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
===
Page 90 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 178A
Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja melakukan perbuatan melawan
hukum mengaku dirinya sebagai orang lain untuk menggunakan hak pilih, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan
denda paling sedikit Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) dan paling banyak
Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Pasal 178B
Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja melakukan perbuatan melawan
hukum memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 108 (seratus delapan) bulan dan
denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp108.000.000,00 (seratus delapan juta rupiah).
Pasal 178C
(1) Setiap orang yang tidak berhak memilih yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara
memberikan suaranya 1 (satu) kali atau lebih pada 1 (satu) TPS atau lebih dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh
dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan
paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja menyuruh orang yang tidak berhak memilih memberikan
suaranya 1 (satu) kali atau lebih pada 1 (satu) TPS atau lebih dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 144 (seratus empat puluh
empat) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan
paling banyak Rp144.000.000,00 (seratus empat puluh empat juta rupiah).
(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh penyelenggara
Pemilihan dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana maksimumnya.
Pasal 178D
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menggagalkan
pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan
paling lama 108 (seratus delapan) bulan dan denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
===
Page 91 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 178E
(1) Setiap orang yang dengan sengaja memberi keterangan tidak benar, mengubah, merusak,
menghilangkan hasil pemungutan dan/atau hasil penghitungan suara, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 48 (empat puluh delapan) bulan dan paling lama 144 (seratus
empat puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan
juta rupiah) dan paling banyak Rp144.000.000,00 (seratus empat puluh empat juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penyelenggara
Pemilihan dan/atau saksi pasangan calon dipidana dengan pidana yang sama
poe
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana
maksimumnya.
Pasal 178F
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menggagalkan pleno
penghitungan suara tahap akhir yang dilakukan di KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota
pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan
paling lama 144 (seratus empat puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pasal 178G
Setiap orang yang dengan sengaja pada waktu pemungutan suara mendampingi seorang pemilih
yang bukan pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai halangan fisik lain, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 178H
Setiap orang yang membantu pemilih untuk menggunakan hak pilih dengan sengaja
memberitahukan pilihan pemilih kepada orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam
juta rupiah).
===
Page 92 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 179
Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan surat yang menurut suatu aturan dalam Undang-
Undang ini diperlukan untuk menjalankan suatu perbuatan dengan maksud untuk digunakan
sendiri atau orang lain sebagai seolah-olah surat sah atau tidak dipalsukan, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua)
bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Pasal 180
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menghilangkan
hak seseorang menjadi Calon Gubernur/Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati/Calon Wakil
Bupati, dan Calon Walikota/Calon Wakil Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda
paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2) Setiap orang yang karena jabatannya dengan sengaja melakukan perbuatan melawan
hukum menghilangkan hak seseorang menjadi Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil
Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota atau meloloskan calon dan/atau pasangan calon
poe
yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 45,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama
96 (sembilan puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh
enam juta rupiah) dan paling banyak Rp96.000.000,00 (sembilan puluh enam juta rupiah).
Pasal 181
Setiap orang yang dengan sengaja dan mengetahui bahwa suatu surat adalah tidak sah atau
dipalsukan, menggunakannya, atau menyuruh orang lain menggunakannya sebagai surat sah,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72
(tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah)
dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Pasal 182
Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekuasaan yang ada padanya saat
pendaftaran pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam
Pemilihan menurut Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua
belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00
(dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
===
Page 93 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 182A
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menggunakan
kekerasan, ancaman kekerasan, dan menghalang-halangi seseorang yang akan melakukan haknya
untuk memilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan
paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp24.000.000,00 (dua puluh
empat juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Pasal 182B
Seorang majikan atau atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk
memberikan suaranya, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan
diancam dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 72
(tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)
dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Pasal 183
Setiap orang yang melakukan kekerasan terkait dengan penetapan hasil Pemilihan menurut
Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan
paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 184
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan
surat palsu seolah-olah sebagai surat yang sah tentang suatu hal yang diperlukan bagi persyaratan
untuk menjadi Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon
Walikota, dan Calon Wakil Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh
enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00
(tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Pasal 185
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan
identitas diri palsu untuk mendukung pasangan calon perseorangan menjadi calon Gubernur
poe
dan calon Wakil Gubernur, calon Bupati dan calon Wakil Bupati, dan calon Walikota dan calon
Wakil Walikota dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling
lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)
dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
===
Page 94 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 185A
(1) Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan daftar dukungan terhadap calon
perseorangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua)
bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling
banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penyelenggara
Pemilihan dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan
ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana maksimumnya.
Pasal 185B
Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU Kabupaten/Kota, anggota KPU Provinsi, dan/atau petugas
yang diberikan kewenangan melakukan verifikasi dan rekapitulasi yang dengan sengaja melakukan
perbuatan melawan hukum tidak melakukan verifikasi dan rekapitulasi terhadap dukungan calon
perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling
sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh
puluh dua juta rupiah).
Pasal 186
(1) Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU Kabupaten/Kota, dan anggota KPU Provinsi yang
dengan sengaja memalsukan daftar dukungan terhadap calon perseorangan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga
puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh
puluh dua juta rupiah).
(2) Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU Kabupaten/Kota, dan anggota KPU Provinsi yang
dengan sengaja tidak melakukan verifikasi dan rekapitulasi terhadap calon perseorangan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda
paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
===
Page 95 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 186A
(1) Ketua dan sekretaris Partai Politik tingkat Provinsi dan/atau tingkat Kabupaten/Kota yang
mendaftarkan pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (4), ayat (5),
poe
dan ayat (6) yang tidak didasarkan pada surat keputusan pengurus Partai Politik tingkat
Pusat tentang Persetujuan atas calon yang diusulkan oleh pengurus Partai Politik tingkat
Provinsi dan/atau pengurus Partai Politik tingkat Kabupaten/Kota, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua)
bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling
banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2) Penyelenggara Pemilihan yang menetapkan pasangan calon yang didaftarkan sebagai
poe
peserta Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana yang sama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana
maksimumnya.
Pasal 187
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Kampanye di luar jadwal waktu yang telah
ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk masing-masing calon,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari atau paling lama 3 (tiga)
bulan dan/atau denda paling sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) atau paling banyak
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan Kampanye
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, atau huruf
f dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 18 (delapan
belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000.00 (enam ratus ribu rupiah) atau
paling banyak Rp6.000.000.00 (enam juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan Kampanye
Pemilihan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf g, huruf h, huruf i,
atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6
(enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) atau paling
banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(4) Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya
Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6
(enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu ruplah) atau
paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
(5) Setiap orang yang memberi atau menerima dana Kampanye melebihi batas yang ditentukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (5), dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 4 (empat) bulan atau paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
===
Page 96 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(6) Setiap orang yang dengan sengaja menerima atau memberi dana Kampanye dari atau
kepada pihak yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) dan/atau tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 4 (empat) bulan atau paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(7) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar dalam laporan
dana Kampanye sebagaimana diwajibkan oleh Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 2 (dua) bulan atau paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau paling banyak Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah).
(8) Calon yang menerima sumbangan dana Kampanye dan tidak melaporkan kepada KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dan/atau tidak menyetorkan ke kas negara, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 48 (empat puluh
delapan) bulan dan denda sebanyak 3 (tiga) kali dari jumlah sumbangan yang diterima.
Pasal 187A
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau
memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik
secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak
menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara
menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana
dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga
puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
milyar rupiah).
(2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan
melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 187B
Anggota Partai Politik atau anggota gabungan Partai Politik yang dengan sengaja melakukan
perbuatan melawan hukum menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36
(tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah).
===
Page 97 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 187C
Setiap orang atau lembaga yang terbukti dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum
memberi imbalan pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota maka penetapan sebagai calon, pasangan calon
poe
terpilih, atau sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota atau Wakil
Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (5), dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan pidana penjara paling lama 60 (enam puluh) bulan dan
denda paling sedikit Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pasal 187D
Pasal 188
Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah
yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau
denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00
(enam juta rupiah).
Pasal 189
Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan
Calon Wakil Walikota yang dengan sengaja melibatkan pejabat badan usaha milik negara, pejabat
badan usaha milik daerah, Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia,
anggota Tentara Nasional Indonesia, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah serta perangkat
desa atau sebutan lain/perangkat kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1),
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Pasal 190
Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) atau Pasal 162 ayat (3), dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam
juta rupiah).
===
Page 98 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 190A
Pasal 191
(1) Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota,
dan Calon Wakil Walikota yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah penetapan
pasangan calon sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara, dipidana dengan pidana
poe
penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan
dan denda paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan paling
banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
(2) Pimpinan Partai Politik atau gabungan pimpinan Partai Politik yang dengan sengaja menarik
pasangan calonnya dan/atau pasangan calon perseorangan yang dengan sengaja
poe poe
mengundurkan diri setelah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sampai
dengan pelaksanaan pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24
(dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit
Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00
(lima puluh miliar rupiah).
Pasal 192
Dihapus
Pasal 193
(1) Dalam hal KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tidak menetapkan pemungutan dan/atau
penghitungan suara ulang di TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 dan Pasal 113
berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi atau Panwas Kabupaten/Kota tanpa alasan yang
dibenarkan berdasarkan Undang-Undang ini, anggota KPU Provinsi dan anggota KPU
Kabupaten/Kota dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan
dan paling lama 144 (seratus empat puluh empat) bulan dan denda paling sedikit
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp144.000.000,00
(seratus empat puluh empat juta rupiah).
===
Page 99 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(2) Dalam hal KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tidak menetapkan pemilihan lanjutan
dan/atau pemilihan susulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 dan Pasal 121
berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi atau Panwas Kabupaten/Kota tanpa alasan yang
dibenarkan berdasarkan Undang-Undang ini, anggota KPU Provinsi dan anggota KPU
Kabupaten/Kota dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan
dan paling lama 144 (seratus empat puluh empat) bulan dan denda paling sedikit
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp144.000.000,00
(seratus empat puluh empat juta rupiah).
(3) Ketua dan anggota KPPS, ketua dan anggota PPK, ketua dan anggota KPU Kabupaten/Kota,
atau ketua dan anggota KPU Provinsi yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan
hukum tidak membuat dan/atau menandatangani berita acara perolehan pasangan calon poe
Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta
poe
pasangan calon Walikota dan Calon Wakil Walikota, dipidana dengan pidana penjara
poe
paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling
sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam
puluh juta rupiah).
(4) Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak melaksanakan ketetapan KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di TPS, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 60 (enam puluh)
bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak
Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(5) Setiap KPPS yang dengan sengaja tidak memberikan salinan 1 (satu) eksemplar berita acara
pemungutan dan penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara pada
saksi calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur, calon Bupati dan calon Wakil Bupati, serta
calon Walikota dan calon Wakil Walikota, PPL, PPS dan PPK melalui PPS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 98 ayat (12) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua
belas) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh
juta rupiah).
(6) Setiap KPPS yang tidak menjaga, mengamankan keutuhan kotak suara, dan menyerahkan
kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara, dan sertifikat
hasil penghitungan suara kepada PPK pada Hari yang sama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 huruf q, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan
paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas
juta rupiah) dan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(7) Setiap PPS yang tidak mengumumkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah
kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling
sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam
puluh juta rupiah).
===
Page 100 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 193A
(1) Ketua dan/atau anggota KPU Provinsi yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan
paling lama 144 (seratus empat puluh empat) bulan dan denda paling sedikit
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp144.000.000,00 (seratus
empat puluh empat juta rupiah).
(2) Ketua dan/atau anggota KPU Kabupaten/Kota yang melanggar kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas)
bulan dan paling lama 144 (seratus empat puluh empat) bulan dan denda paling sedikit
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp144.000.000,00 (seratus
empat puluh empat juta rupiah).
Pasal 193B
(1) Ketua dan/atau anggota Bawaslu Provinsi yang melanggar kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas)
bulan dan paling lama 144 (seratus empat puluh empat) bulan dan denda paling sedikit
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp144.000.000,00 (seratus
empat puluh empat juta rupiah).
(2) Ketua dan/atau anggota Panwas Kabupaten/Kota yang melanggar kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas)
bulan dan paling lama 144 (seratus empat puluh empat) bulan dan denda paling sedikit
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp144.000.000,00 (seratus
empat puluh empat juta rupiah).
Pasal 194
Panwas Kecamatan yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda
paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh
empat juta rupiah).
Pasal 195
Setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi
penghitungan suara hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta
Walikota dan Wakil Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 60 (enam puluh)
bulan dan paling lama 120 (seratus dua puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp2.500.000.000,00
(dua miliar lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
===
Page 101 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 196
Dihapus
Pasal 197
(1) Dalam hal KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tidak menetapkan perolehan hasil
Pemilihan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, anggota KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan
dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp240.000.000,00 (dua
ratus empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah).
(2) Dihapus
Pasal 198
Ketua dan anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang tidak melaksanakan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150
ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24
(dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan
paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 198A
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindak kekerasan atau menghalang-halangi
Penyelenggara Pemilihan dalam melaksanakan tugasnya, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat
juta rupiah).
BAB XXV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 199
Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku juga bagi penyelenggaraan Pemilihan di Provinsi
Aceh, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi
Papua, dan Provinsi Papua Barat, sepanjang tidak diatur lain dalam Undang-Undang tersendiri.
===
Page 102 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
BAB XXVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 200
(1) Pendanaan kegiatan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati, serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota yang dilaksanakan pada tahun 2015
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(2) Dalam hal kegiatan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati, serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota yang dilaksanakan pada tahun 2015
dan dilanjutkan pada tahun 2016, pendanaannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2016.
(3) Bagi daerah yang sedang melaksanakan tahapan Pemilihan, tahapan Pemilihan yang sedang
berjalan menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 200A
(1) Seleksi Penerimaan PPK dan PPS yang telah dilaksanakan sebelum berlakunya Undang-
Undang ini, tetap berlaku dan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun harus
menyesuaikan dengan Pasal 16 dan Pasal 19 Undang-Undang ini.
(2) Pengawasan terhadap tahapan rekrutmen PPK, PPS, dan KPPS yang telah dilaksanakan
sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap berlaku dan dalam jangka waktu paling lama
1 (satu) tahun harus menyesuaikan dengan Pasal 30 huruf a angka 1 Undang-Undang ini.
(3) Surat keterangan sementara dari kepala dinas yang menyelenggarakan urusan
kependudukan dan catatan sipil di kabupaten/kota setempat, baik sebagai syarat dukungan
calon perseorangan maupun sebagai syarat terdaftar sebagai pemilih dapat dipergunakan
paling lambat sampai dengan bulan Desember 2018.
(4) Syarat dukungan calon perseorangan maupun sebagai syarat terdaftar sebagai pemilih
menggunakan Kartu Tanda Penduduk Elektronik terhitung sejak bulan Januari 2019.
(5) Pelantikan pasangan calon terpilih hasil Pemilihan tahun 2017 dan tahun 2018 dapat
poe
Pasal 201
(1) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang masa jabatannya berakhir pada
tahun 2015 dan bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun 2016 dilaksanakan pada
tanggal dan bulan yang sama pada bulan Desember tahun 2015.
(2) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang masa jabatannya berakhir pada
bulan Juli sampai dengan bulan Desember tahun 2016 dan yang masa jabatannya berakhir
pada tahun 2017 dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang sama pada bulan Februari
tahun 2017.
===
Page 103 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
(3) Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil
Walikota hasil Pemilihan tahun 2017 menjabat sampai dengan tahun 2022.
(4) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang masa jabatannya berakhir pada
tahun 2018 dan tahun 2019 dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang sama pada bulan
Juni tahun 2018.
(5) Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil
Walikota hasil Pemilihan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023.
(6) Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta
Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2015 dilaksanakan pada bulan
September tahun 2020.
(7) Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil
Walikota hasil Pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan tahun 2024.
(8) Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024.
(9) Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Penjabat Gubernur,
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil penjabat Bupati, dan
Walikota yang berakhir masa jabatannya tahun 2022 penjabat Walikota
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan yang berakhir masa masa jabatannya 1
jabatannya pada tahun 2023 sebagaimana dimaksud pada ayat (satu) tahun dan
(5), diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat dapat diperpanjang 1
Walikota sampai dengan terpilihnya Gubernur dan Wakil (satu) tahun berikut
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil dengan orang yang
Walikota melalui Pemilihan serentak nasional pada tahun 2024. sama/berbeda.
(10) Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal
dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 202
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang
tidak sampai satu periode akibat ketentuan Pasal 201 diberi kompensasi uang sebesar gaji pokok
dikalikan jumlah bulan yang tersisa serta mendapatkan hak pensiun untuk satu periode.
===
Page 104 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 203
(1) Dalam hal terjadi kekosongan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang diangkat berdasarkan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Wakil Gubernur,
Wakil Bupati, dan Wakil Walikota menggantikan Gubernur, Bupati, dan Walikota sampai
dengan berakhir masa jabatannya.
(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota yang
diangkat berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, mekanisme pengisiannya dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 204
Pada saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan
perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-
undangan mengenai penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang ini.
BAB XXVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 205
Pada saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 243, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun Nomor 5586) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 205A
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan yang
merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5656), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
dalam Undang-Undang ini.
===
Page 105 of 106
Materi
Undang – undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang
nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang
(Dalam Satu Naskah)
==================================================================================
Pasal 205B
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan yang
merupakan peraturan pelaksanaan dari:
a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5678); dan
b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656);
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-
Undang ini.
Pasal 205C
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 3 (tiga) bulan
terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 206
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
===
Page 106 of 106
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2015
TENTANG
Mengingat: . . .
-2-
Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22 ayat (2) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
MEMUTUSKAN:
Pasal 1
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5588) ditetapkan menjadi Undang-Undang dan
melampirkannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
Undang-Undang ini.
Pasal 2
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
-3-
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 2 Februari 2015
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Februari 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
I. UMUM
2. Undang-Undang . . .
-2-
Dalam . . .
-3-
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
PERATURAN PEMERINTAH
PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2014
TENTANG
PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA
Mengingat . . .
-2-
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini
yang dimaksud dengan:
1. Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang
selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan
kedaulatan rakyat di Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk
memilih Gubernur, Bupati, dan Walikota secara langsung
dan demokratis.
2. Uji Publik adalah pengujian kompetensi dan integritas
yang dilaksanakan secara terbuka oleh panitia yang
bersifat mandiri yang dibentuk oleh Komisi Pemilihan
Umum Provinsi atau Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten/Kota, yang hasilnya tidak menggugurkan
pencalonan.
3. Calon Gubernur adalah peserta pemilihan yang diusulkan
oleh partai politik, gabungan partai politik, atau
perseorangan yang mendaftar atau didaftarkan di Komisi
Pemilihan Umum Provinsi.
4. Calon . . .
-3-
13. Panitia . . .
-4-
22. Pemerintahan . . .
-5-
BAB II
ASAS DAN PRINSIP PELAKSANAAN
Bagian Kesatu
Asas
Pasal 2
Pemilihan dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Bagian . . .
-6-
Bagian Kedua
Prinsip Pelaksanaan
Pasal 3
(1) Pemilihan dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali secara
serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
(2) Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota yang
dapat mengikuti Pemilihan harus mengikuti proses Uji
Publik.
Pasal 4
(1) DPRD Provinsi memberitahukan secara tertulis kepada
Gubernur dan KPU Provinsi mengenai berakhirnya
masa jabatan Gubernur dalam waktu paling lambat
6 (enam) bulan sebelum masa jabatan Gubernur berakhir.
(2) DPRD Kabupaten/Kota memberitahukan secara tertulis
kepada Bupati/Walikota dan KPU Kabupaten/Kota
mengenai berakhirnya masa jabatan Bupati/Walikota
dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sebelum masa
jabatan Bupati/Walikota berakhir.
Pasal 5
(1) Pemilihan diselenggarakan melalui 2 (dua) tahapan yaitu
tahapan persiapan dan tahapan penyelenggaraan.
(2) Tahapan persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. perencanaan program dan anggaran;
b. penyusunan peraturan penyelenggaraan Pemilihan;
c. perencanaan penyelenggaraan yang meliputi
penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan
Pemilihan;
d. pembentukan PPK, PPS, dan KPPS;
e. pembentukan . . .
-7-
Pasal 6
(1) KPU Provinsi menyampaikan laporan kegiatan setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur kepada
DPRD Provinsi dan KPU dengan tembusan kepada
Presiden melalui Menteri.
(2) KPU . . .
-8-
BAB III
PERSYARATAN CALON
Pasal 7
Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur,
Calon Bupati, dan Calon Walikota adalah yang memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
c. berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat
atas atau sederajat;
d. telah mengikuti Uji Publik;
e. berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon
Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon
Bupati dan Calon Walikota;
f. mampu secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil
pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter;
g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
h. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
i. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
j. menyerahkan daftar kekayaan pribadi;
k. tidak . . .
-9-
BAB IV
PENYELENGGARA PEMILIHAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 8
(1) Penyelenggaraan Pemilihan menjadi tanggung jawab
bersama KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
(2) Pemilihan . . .
- 10 -
Bagian Kedua
Tugas, Wewenang, dan Kewajiban KPU
Pasal 9
Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilihan
meliputi:
a. menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap
tahapan Pemilihan setelah berkonsultasi dengan Dewan
Perwakilan Rakyat dan Pemerintah;
b. mengkoordinasi dan memantau tahapan Pemilihan;
c. melakukan evaluasi penyelenggaraan Pemilihan;
d. menerima laporan hasil Pemilihan dari KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota;
e. memfasilitasi pelaksanaan tugas KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota dalam melanjutkan tahapan
pelaksanaan Pemilihan jika Provinsi, Kabupaten, dan
Kota tidak dapat melanjutkan tahapan Pemilihan secara
berjenjang; dan
f. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 10
KPU dalam penyelenggaraan Pemilihan wajib:
a. memperlakukan Calon Gubernur, Calon Bupati, dan
Calon Walikota secara adil dan setara;
b. menyampaikan semua informasi penyelenggaraan
Pemilihan kepada masyarakat;
c. melaksanakan Keputusan DKPP; dan
d. melaksanakan . . .
- 11 -
Bagian Ketiga
Tugas, Wewenang, dan Kewajiban KPU Provinsi
Pasal 11
Tugas dan wewenang KPU Provinsi dalam Pemilihan
Gubernur meliputi:
a. merencanakan program dan anggaran;
b. merencanakan dan menetapkan jadwal Pemilihan
Gubernur;
c. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilihan
Gubernur dengan memperhatikan pedoman dari KPU;
d. menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan
mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan
Pemilihan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dengan memperhatikan pedoman
dari KPU;
f. menerima daftar pemilih dari KPU Kabupaten/Kota dalam
penyelenggaraan Pemilihan Gubernur;
g. memutakhirkan data Pemilih berdasarkan data
kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah dengan memperhatikan data terakhir:
1. pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan DPRD;
2. pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden; dan
3. Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota,
dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
h. menetapkan . . .
- 12 -
t. menyampaikan . . .
- 13 -
Pasal 12
Dalam pelaksanaakan Pemilihan Gubernur, KPU Provinsi
wajib:
a. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan
Gubernur dengan tepat waktu;
b. memperlakukan peserta Pemilihan Calon Gubernur secara
adil dan setara;
c. menyampaikan semua informasi penyelenggaraan
Pemilihan Gubernur kepada masyarakat;
d. melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. menyampaikan laporan pertanggungjawaban semua
kegiatan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur kepada
KPU dan Menteri;
f. mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta
melaksanakan penyusutannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
g. menyampaikan laporan periodik mengenai tahapan
penyelenggaraan Pemilihan Gubernur kepada KPU dan
Menteri dengan tembusan kepada Bawaslu;
h. membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU
Provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
i. menyediakan dan menyampaikan data hasil Pemilihan
Gubernur di tingkat Provinsi;
j. melaksanakan Keputusan DKPP; dan
k. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan KPU
dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 13 . . .
- 14 -
Pasal 13
Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam Pemilihan
Bupati dan Walikota meliputi:
a. merencanakan program dan anggaran;
b. merencanakan dan menetapkan jadwal Pemilihan Bupati
dan Walikota;
c. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU
Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilihan
Bupati dan Walikota dengan memperhatikan pedoman dari
KPU dan/atau KPU Provinsi;
d. menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Walikota
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilihan
Gubernur serta Pemilihan Bupati dan Walikota dalam
wilayah kerjanya;
f. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan
mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan
Pemilihan Bupati dan Walikota sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan
pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi;
g. menerima daftar pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan
Pemilihan Bupati dan Walikota;
h. memutakhirkan data Pemilih berdasarkan data
kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah dengan memperhatikan data terakhir:
1. pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan DPRD;
2. pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden; dan
3. Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota,
dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
i. menerima daftar pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan
Pemilihan Gubernur dan menyampaikannya kepada KPU
Provinsi;
j. menetapkan . . .
- 15 -
t. melakukan . . .
- 16 -
Pasal 14
KPU Kabupaten/Kota dalam Pemilihan Bupati dan Walikota
wajib:
a. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan
Bupati dan Walikota dengan tepat waktu;
b. memperlakukan peserta Pemilihan Calon Bupati dan
Walikota secara adil dan setara;
c. menyampaikan semua informasi penyelenggaraan
Pemilihan Bupati dan Walikota kepada masyarakat;
d. melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. menyampaikan laporan pertanggungjawaban semua
kegiatan penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Walikota
kepada Menteri melalui Gubernur dan kepada KPU melalui
KPU Provinsi;
f. mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta
melaksanakan penyusutannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
g. mengelola barang inventaris KPU Kabupaten/Kota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
h. menyampaikan laporan periodik mengenai tahapan
penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Walikota kepada
Menteri melalui Gubernur, kepada KPU dan KPU Provinsi
serta menyampaikan tembusannya kepada Bawaslu
Provinsi;
i. membuat . . .
- 17 -
Bagian Keempat
PPK
Pasal 15
(1) Untuk menyelenggarakan Pemilihan di tingkat Kecamatan
dibentuk PPK.
(2) PPK berkedudukan di ibu kota Kecamatan.
(3) PPK dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota paling lambat
6 (enam) bulan sebelum pemungutan suara dan
dibubarkan 2 (dua) bulan setelah pemungutan suara.
(4) Hak keuangan anggota PPK dihitung sesuai dengan waktu
pelaksanaan tugasnya.
Pasal 16
(1) Anggota PPK sebanyak 5 (lima) orang yang memenuhi
syarat berdasarkan Undang-Undang.
(2) Anggota PPK diangkat dan diberhentikan oleh KPU
Kabupaten/Kota.
(3) Komposisi keanggotaan PPK memperhatikan keterwakilan
perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen).
(4) Dalam menjalankan tugasnya, PPK dibantu oleh
sekretariat yang dipimpin oleh Sekretaris dari Pegawai
Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan.
(5) PPK . . .
- 18 -
Pasal 17
Tugas, wewenang, dan kewajiban PPK meliputi:
a. membantu KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam
melakukan pemutakhiran data pemilih, Daftar Pemilih
Sementara, dan Daftar Pemilih Tetap;
b. membantu KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam
menyelenggarakan Pemilihan;
c. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan
di tingkat Kecamatan yang telah ditetapkan oleh KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota;
d. menerima dan menyampaikan daftar pemilih kepada KPU
Kabupaten/Kota;
e. mengumpulkan hasil penghitungan suara dari seluruh
PPS di wilayah kerjanya;
f. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara
sebagaimana dimaksud pada huruf e dalam rapat yang
dihadiri oleh saksi peserta Pemilihan dan Panwas
kecamatan;
g. mengumumkan hasil rekapitulasi sebagaimana dimaksud
pada huruf f;
h. menyerahkan hasil rekapitulasi suara sebagaimana
dimaksud pada huruf f kepada seluruh peserta Pemilihan;
i. membuat berita acara penghitungan suara serta membuat
sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya
kepada saksi peserta Pemilihan, Panwas Kecamatan, dan
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota;
j. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang
disampaikan oleh Panwas Kecamatan;
k. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan
penyelenggaraan Pemilihan di wilayah kerjanya;
l. melakukan . . .
- 19 -
Bagian Kelima
PPS
Pasal 18
(1) Untuk menyelenggarakan Pemilihan di Desa atau sebutan
lain/Kelurahan dibentuk PPS.
(2) PPS berkedudukan di Desa atau sebutan lain/Kelurahan.
(3) PPS dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota 6 (enam) bulan
sebelum pemungutan suara dan dibubarkan paling
lambat 2 (dua) bulan setelah pemungutan suara.
(4) Hak keuangan anggota PPS dihitung sesuai dengan waktu
pelaksanaan tugasnya.
Pasal 19
(1) Anggota PPS berjumlah 3 (tiga) orang yang diangkat sesuai
dengan persyaratan dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai penyelenggara pemilihan
umum.
(2) Anggota PPS diangkat oleh KPU Kabupaten/Kota atas usul
bersama Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dan Badan
Permusyawaratan Desa atau sebutan lain/Dewan
Kelurahan.
Pasal 20 . . .
- 20 -
Pasal 20
Tugas, wewenang, dan kewajiban PPS meliputi:
a. membantu KPU Kabupaten/Kota dan PPK dalam
melakukan pemutakhiran data Pemilih, Daftar Pemilih
Sementara, daftar pemilih hasil perbaikan, dan Daftar
Pemilih Tetap;
b. membentuk KPPS;
c. melakukan verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon
perseorangan;
d. mengangkat petugas pemutakhiran data pemilih;
e. mengumumkan daftar pemilih;
f. menerima masukan dari masyarakat tentang Daftar
Pemilih Sementara;
g. melakukan perbaikan dan mengumumkan hasil perbaikan
Daftar Pemilih Sementara;
h. menetapkan hasil perbaikan Daftar Pemilih Sementara
sebagaimana dimaksud pada huruf g untuk menjadi
Daftar Pemilih Tetap;
i. mengumumkan Daftar Pemilih Tetap sebagaimana
dimaksud pada huruf h dan melaporkan kepada KPU
Kabupaten/Kota melalui PPK;
j. menyampaikan daftar Pemilih kepada PPK;
k. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan
di tingkat Desa atau sebutan lain/Kelurahan yang telah
ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota dan PPK;
l. mengumpulkan hasil penghitungan suara dari seluruh
TPS di wilayah kerjanya;
m. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara
sebagaimana dimaksud pada huruf l dalam rapat yang
harus dihadiri oleh saksi peserta Pemilihan dan PPL;
n. mengumumkan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari
seluruh TPS di wilayah kerjanya;
o. menyerahkan rekapitulasi hasil penghitungan suara
sebgaimana dimaksud pada huruf m kepada seluruh
peserta Pemilihan;
p. membuat . . .
- 21 -
Pasal 21
(1) Anggota KPPS berjumlah 7 (tujuh) orang yang berasal dari
anggota masyarakat di sekitar TPS yang memenuhi syarat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Anggota KPPS diangkat dan diberhentikan oleh PPS atas
nama Ketua KPU Kabupaten/Kota.
(3) Pengangkatan dan pemberhentian anggota KPPS wajib
dilaporkan kepada KPU Kabupaten/Kota.
(4) Susunan keanggotaan KPPS terdiri atas seorang ketua
merangkap anggota dan anggota.
Pasal 22 . . .
- 22 -
Pasal 22
Tugas, wewenang, dan kewajiban KPPS meliputi:
a. mengumumkan dan menempelkan Daftar Pemilih Tetap di
TPS;
b. menyerahkan Daftar Pemilih Tetap kepada saksi peserta
Pemilihan yang hadir dan PPL;
c. melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara di
TPS;
d. mengumumkan hasil penghitungan suara di TPS;
e. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang
disampaikan oleh saksi, PPL, peserta Pemilihan, dan
masyarakat pada hari pemungutan suara;
f. menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah
penghitungan suara dan setelah kotak suara disegel;
g. membuat berita acara pemungutan dan penghitungan
suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan
wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilihan,
PPL, dan PPK melalui PPS;
h. menyerahkan hasil penghitungan suara kepada PPS dan
PPL;
i. menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara
dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK
melalui PPS pada hari yang sama;
j. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang
diberikan oleh KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan PPS sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
k. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Bagian . . .
- 23 -
Bagian Keenam
Pengawas Penyelenggaraan Pemilihan
Pasal 23
(1) Pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemilihan
dilaksanakan oleh Bawaslu Provinsi, Panwas
Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas
TPS.
(2) Keanggotaan Bawaslu Provinsi, Panwas
Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas
TPS berasal dari kalangan profesional yang mempunyai
kemampuan dalam melakukan pengawasan dan tidak
menjadi anggota Partai Politik.
(3) Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, dan Panwas
Kecamatan masing-masing beranggotakan 3 (tiga) orang.
(4) PPL berjumlah 1 (satu) orang setiap Desa atau sebutan
lain/Kelurahan.
(5) Pengawas TPS berjumlah 1 (satu) orang setiap TPS.
Pasal 24
(1) Panwas Kabupaten/Kota dibentuk paling lambat
1 (satu) bulan sebelum tahapan persiapan
penyelenggaraan Pemilihan dimulai dan dibubarkan paling
lambat 2 (dua) bulan setelah seluruh tahapan
penyelenggaraan Pemilihan selesai.
(2) Panwas Kabupaten/Kota dibentuk dan ditetapkan oleh
Bawaslu Provinsi.
(3) Penetapan anggota Panwas Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah melalui seleksi
oleh Bawaslu Provinsi.
Pasal 25 . . .
- 24 -
Pasal 25
(1) Panwas Kecamatan dibentuk 1 (satu) bulan sebelum
tahapan pertama penyelenggaraan Pemilihan dimulai dan
berakhir paling lambat 2 (dua) bulan setelah seluruh
tahapan penyelenggaraan Pemilihan selesai.
(2) Panwas Kecamatan untuk Pemilihan dibentuk oleh
Panwas Kabupaten/Kota dan ditetapkan dengan
Keputusan Panwas Kabupaten/Kota.
Pasal 26
(1) PPL dibentuk 1 (satu) bulan sebelum tahapan pertama
penyelenggaraan Pemilihan dimulai dan dibubarkan paling
lambat 2 (dua) bulan setelah seluruh tahapan
penyelenggaraan Pemilihan selesai.
(2) Anggota PPL berjumlah 1 (satu) orang setiap Desa atau
sebutan lain/Kelurahan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Anggota PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan Keputusan Panwas Kecamatan.
Pasal 27
(1) Dalam melaksanakan tugas pengawasan, PPL dapat
dibantu 1 (satu) orang Pengawas TPS di masing-masing
TPS berdasarkan usulan PPL kepada Panwas Kecamatan.
(2) Pengawas TPS dibentuk 23 (dua puluh tiga) hari sebelum
hari pemungutan suara Pemilihan dan dibubarkan
7 (tujuh) hari setelah hari pemungutan suara Pemilihan.
Pasal 28
(1) Tugas dan wewenang Bawaslu Provinsi adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di
wilayah provinsi yang meliputi:
1. pemutakhiran data pemilih berdasarkan data
kependudukan dan penetapan Daftar Pemilih
Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;
2. pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan
tata cara pencalonan Gubernur;
3. proses . . .
- 25 -
h. mengawasi . . .
- 26 -
Pasal 29
Bawaslu Provinsi wajib:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya;
b. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan tugas pengawas pemilihan umum pada
tingkatan di bawahnya;
c. menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan
dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan
peraturan perundang-undangan mengenai Pemilihan;
d. menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Bawaslu
sesuai dengan tahapan Pemilihan secara periodik
dan/atau berdasarkan kebutuhan;
e. menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu
berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang
dilakukan oleh KPU Provinsi yang mengakibatkan
terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilihan di
tingkat Provinsi; dan
f. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 30 . . .
- 27 -
Pasal 30
Tugas dan wewenang Panwas Kabupaten/Kota adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang
meliputi:
1. pemutakhiran data pemilih berdasarkan data
kependudukan dan penetapan Daftar Pemilih
Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;
2. pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan
tata cara pencalonan;
3. proses dan penetapan calon;
4. pelaksanaan Kampanye;
5. perlengkapan Pemilihan dan pendistribusiannya;
6. pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan
suara hasil Pemilihan;
7. mengendalikan pengawasan seluruh proses
penghitungan suara;
8. penyampaian surat suara dari tingkat TPS sampai ke
PPK;
9. proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh KPU
Provinsi, Kabupaten, dan Kota dari seluruh
Kecamatan; dan
10. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara
ulang, Pemilihan lanjutan, dan Pemilihan susulan;
b. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap
pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai
Pemilihan;
c. menyelesaikan temuan dan laporan sengketa
penyelenggaraan Pemilihan yang tidak mengandung unsur
tindak pidana;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti;
e. meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi
kewenangannya kepada instansi yang berwenang;
f. menyampaikan . . .
- 28 -
Pasal 31
Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28, Bawaslu Provinsi berwenang:
a. memberikan rekomendasi kepada KPU dan KPU Provinsi
untuk menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan
sanksi administratif atas pelanggaran sebagaimana
dimaksud pada Pasal 28 huruf g dan Pasal 30 huruf g;
b. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas
temuan dan laporan terhadap tindakan yang mengandung
unsur tindak pidana Pemilihan.
Pasal 32
Dalam Pemilihan Bupati dan Walikota, Panwas
Kabupaten/Kota wajib:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya;
b. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan tugas Panwas pada tingkatan di bawahnya;
c. menerima . . .
- 29 -
Pasal 33
Tugas dan wewenang Panwas Kecamatan dalam Pemilihan
meliputi:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di wilayah
Kecamatan yang meliputi:
1. pemutakhiran data Pemilih berdasarkan data
kependudukan dan penetapan Daftar Pemilih Sementara
dan Daftar Pemilih Tetap;
2. pelaksanaan Kampanye;
3. perlengkapan Pemilihan dan pendistribusiannya;
4. pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara hasil
Pemilihan;
5. penyampaian surat suara dari TPS sampai ke PPK;
6. proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh PPK dari
seluruh TPS; dan;
7. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara
ulang, Pemilihan lanjutan, dan Pemilihan susulan;
b. mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota;
c. menerima . . .
- 30 -
Pasal 34
Dalam Pemilihan, Panwas Kecamatan wajib:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya;
b. menyampaikan laporan kepada Panwas Kabupaten/Kota
berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan
Pemilihan di tingkat Kecamatan;
c. menyampaikan laporan pengawasan atas tahapan
penyelenggaraan Pemilihan di wilayah kerjanya kepada
Panwas Kabupaten/Kota;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwas
Kabupaten/Kota berkaitan dengan adanya dugaan
pelanggaran yang dilakukan oleh PPK yang mengakibatkan
terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilihan di
tingkat Kecamatan; dan
e. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan.
Pasal 35 . . .
- 31 -
Pasal 35
Tugas dan wewenang PPL meliputi:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di tingkat
Desa atau sebutan lain/Kelurahan yang meliputi:
1. pelaksanaan pemutakhiran data Pemilih berdasarkan
data kependudukan dan penetapan Daftar Pemilih
Sementara, daftar Pemilih hasil perbaikan, dan Daftar
Pemilih Tetap;
2. pelaksanaan Kampanye;
3. perlengkapan Pemilihan dan pendistribusiannya;
4. pelaksanaan pemungutan suara dan proses
penghitungan suara di setiap TPS;
5. pengumuman hasil penghitungan suara di setiap TPS;
6. pengumuman hasil penghitungan suara dari TPS yang
ditempelkan di sekretariat PPS;
7. penyampaian surat suara dari TPS sampai ke PPK; dan
8. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara
ulang, Pemilihan lanjutan, dan Pemilihan susulan.
b. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan
penyelenggaraan Pemilihan yang dilakukan oleh
penyelenggara Pemilihan sebagaimana dimaksud pada
huruf a;
c. meneruskan temuan dan laporan dugaan pelanggaran
terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada huruf b kepada instansi yang berwenang;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada PPS dan KPPS
untuk ditindaklanjuti;
e. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas
temuan dan laporan tentang adanya tindakan yang
mengandung unsur tindak pidana Pemilihan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan
Pemilihan; dan
g. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan
oleh Panwas Kecamatan.
Pasal 36 . . .
- 32 -
Pasal 36
Dalam Pemilihan, PPL wajib:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya;
b. menyampaikan laporan kepada Panwas Kecamatan
berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan
Pemilihan di tingkat Desa atau sebutan lain/Kelurahan;
c. menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwas
Kecamatan berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran
yang dilakukan oleh PPS dan KPPS yang mengakibatkan
terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilihan di
tingkat Desa atau sebutan lain/Kelurahan;
d. menyampaikan laporan pengawasan atas tahapan
penyelenggaraan Pemilihan di wilayah kerjanya kepada
Panwas Kecamatan; dan
e. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh Panwas
Kecamatan.
BAB V
PENDAFTARAN BAKAL CALON
Pasal 37
(1) KPU Provinsi mengumumkan masa pendaftaran bakal
Calon Gubernur bagi warga negara Indonesia yang
berminat menjadi bakal Calon Gubernur yang diusulkan
Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau perseorangan.
(2) KPU Kabupaten/Kota mengumumkan masa pendaftaran
bakal Calon Bupati dan Walikota bagi warga negara
Indonesia yang berminat menjadi bakal Calon Bupati dan
Calon Walikota yang diusulkan Partai Politik, gabungan
Partai Politik, atau perseorangan.
(3) Pendaftaran bakal Calon Gubernur, bakal Calon Bupati,
dan bakal Calon Walikota dilaksanakan 6 (enam) bulan
sebelum pembukaan pendaftaran Calon Gubernur, Calon
Bupati, dan Calon Walikota.
(4) KPU . . .
- 33 -
BAB VI
UJI PUBLIK
Pasal 38
(1) Warga negara Indonesia yang mendaftar sebagai bakal
Calon Gubernur, bakal Calon Bupati, dan bakal Calon
Walikota yang diusulkan oleh Partai Politik, gabungan
Partai Politik, atau perseorangan wajib mengikuti Uji
Publik.
(2) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat
mengusulkan lebih dari 1 (satu) bakal Calon Gubernur,
bakal Calon Bupati, dan bakal Calon Walikota untuk
dilakukan Uji Publik.
(3) Uji Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan oleh panitia Uji Publik.
(4) Panitia Uji Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
beranggotakan 5 (lima) orang yang terdiri atas 2 (dua)
orang berasal dari unsur akademisi, 2 (dua) orang berasal
dari tokoh masyarakat, dan 1 (satu) orang anggota KPU
Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(5) Uji Publik dilaksanakan secara terbuka paling lambat
3 (tiga) bulan sebelum pendaftaran Calon Gubernur, Calon
Bupati, dan Calon Walikota.
(6) Bakal Calon Gubernur, bakal Calon Bupati, dan bakal
Calon Walikota yang mengikuti Uji Publik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memperoleh surat keterangan telah
mengikuti Uji Publik dari panitia Uji Publik.
BAB VII . . .
- 34 -
BAB VII
PENDAFTARAN CALON GUBERNUR, CALON BUPATI,
DAN CALON WALIKOTA
Pasal 39
Peserta Pemilihan adalah:
a. Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota yang
diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik;
dan/atau
b. calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang.
Pasal 40
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat
mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan
perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari
jumlah kursi DPRD atau 25% (dua puluh lima persen) dari
akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum
anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
(2) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik
dalam mengusulkan pasangan calon menggunakan
ketentuan memperoleh paling sedikit 20% (dua puluh
persen) dari jumlah kursi DPRD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), jika hasil bagi jumlah kursi DPRD
menghasilkan angka pecahan maka perolehan dari jumlah
kursi dihitung dengan pembulatan ke atas.
(3) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik
mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan
memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen)
dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku
untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di DPRD.
(4) Partai Politik atau gabungan Partai Politik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dapat mengusulkan
1 (satu) calon, dan calon tersebut tidak dapat diusulkan
lagi oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik lainnya.
Pasal 41 . . .
- 35 -
Pasal 41
(1) Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon
Gubernur jika memenuhi syarat dukungan dengan
ketentuan:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan
2.000.000 (dua juta) jiwa harus didukung paling sedikit
6,5% (enam setengah persen);
b. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari
2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan
6.000.000 (enam juta) jiwa harus didukung paling
sedikit 5% (lima persen);
c. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari
6.000.000 (enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000
(dua belas juta) jiwa harus didukung paling sedikit 4%
(empat persen);
d. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari
12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung paling
sedikit 3% (tiga persen); dan
e. jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
huruf b, huruf c dan huruf d tersebar di lebih dari
50% (lima puluh persen) jumlah Kabupaten/Kota di
Provinsi dimaksud.
(2) Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon
Bupati dan Calon Walikota, jika memenuhi syarat
dukungan dengan ketentuan:
a. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai
dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa harus
didukung paling sedikit 6,5% (enam koma lima persen);
b. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih dari
250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan
500.000 (lima ratus ribu) jiwa harus didukung paling
sedikit 5% (lima persen);
c. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih dari
500.000 (lima ratus ribu) sampai. dengan
1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung paling sedikit
4% (empat persen);
d. Kabupaten . . .
- 36 -
Pasal 42
(1) Calon Gubernur didaftarkan ke KPU Provinsi oleh Partai
Politik, gabungan Partai Politik, atau perseorangan.
(2) Calon Bupati dan Calon Walikota didaftarkan ke KPU
Kabupaten/Kota oleh Partai Politik, gabungan Partai
Politik, atau perseorangan.
(3) Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7.
(4) Pendaftaran Calon Gubernur oleh Partai Politik
ditandatangani oleh ketua Partai Politik dan sekretaris
Partai Politik tingkat Provinsi.
(5) Pendaftaran Calon Bupati dan Calon Walikota oleh Partai
Politik ditandatangani oleh ketua Partai Politik dan
sekretaris Partai Politik tingkat Kabupaten/Kota.
(6) Pendaftaran Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon
Walikota oleh gabungan Partai Politik ditandatangani oleh
para ketua Partai Politik dan para sekretaris Partai Politik
di tingkat Provinsi atau para ketua Partai Politik dan para
sekretaris Partai Politik di tingkat Kabupaten/Kota.
(7) Pendaftaran . . .
- 37 -
Pasal 43
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang
menarik calonnya dan/atau calonnya dilarang
mengundurkan diri terhitung sejak pendaftaran sebagai
calon pada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(2) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik
menarik calonnya atau calonnya mengundurkan diri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik atau
gabungan Partai Politik yang mencalonkan tidak dapat
mengusulkan calon pengganti.
(3) Calon perseorangan dilarang mengundurkan diri terhitung
sejak pendaftaran sebagai calon pada KPU Provinsi atau
KPU Kabupaten/Kota.
(4) Dalam hal calon perseorangan mengundurkan diri dengan
alasan yang tidak dapat diterima setelah pendaftaran pada
KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota, yang
bersangkutan dikenai sanksi administratif berupa denda
sebesar Rp.20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah)
untuk Calon Gubernur dan Rp.10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) untuk Calon Bupati atau Calon
Walikota.
Pasal 44
Masa pendaftaran Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon
Walikota paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak
pengumuman pendaftaran Calon Gubernur, Calon Bupati,
dan Calon Walikota.
Pasal 45
(1) Pendaftaran Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon
Walikota disertai dengan penyampaian kelengkapan
dokumen persyaratan.
(2) Dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. surat pernyataan, yang dibuat dan ditandatangani oleh
calon . . .
- 38 -
h. daftar . . .
- 39 -
Pasal 46
Calon perseorangan pada saat mendaftar wajib menyerahkan:
a. surat pencalonan yang ditandatangani oleh yang
bersangkutan;
b. berkas dukungan dalam bentuk pernyataan dukungan
yang dilampiri dengan identitas diri berupa fotokopi Kartu
Tanda Penduduk Elektronik atau surat keterangan tanda
penduduk; dan
c. dokumen persyaratan administrasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45.
Pasal 47 . . .
- 40 -
Pasal 47
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang
menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses
pencalonan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
(2) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik
terbukti menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang
bersangkutan dilarang mengajukan calon pada periode
berikutnya di daerah yang sama.
(3) Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang menerima
imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
dibuktikan dengan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
(4) Setiap orang atau lembaga dilarang memberi imbalan
kepada Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam
bentuk apapun dalam proses pencalonan Gubernur,
Bupati, dan Walikota.
(5) Dalam hal putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap menyatakan setiap orang atau
lembaga terbukti memberi imbalan pada proses
pencalonan Gubernur, Bupati, atau Walikota maka
penetapan sebagai calon, calon terpilih, atau sebagai
Gubernur, Bupati, atau Walikota dibatalkan.
BAB VIII
VERIFIKASI DUKUNGAN CALON DAN PENELITIAN
KELENGKAPAN PERSYARATAN CALON
Bagian Kesatu
Verifikasi dan Rekapitulasi Dukungan Calon Perseorangan
Pasal 48
(1) Verifikasi dukungan calon perseorangan untuk Pemilihan
Gubernur dilakukan oleh KPU Provinsi dan untuk
Pemilihan Bupati dan Pemilihan Walikota dilakukan oleh
KPU Kabupaten/Kota yang dibantu oleh PPK dan PPS.
(2) Calon . . .
- 41 -
Bagian . . .
- 42 -
Bagian Kedua
Penelitian Kelengkapan Persyaratan Calon
Pasal 49
(1) KPU Provinsi meneliti kelengkapan persyaratan
administrasi Calon Gubernur dan dapat melakukan
klarifikasi kepada instansi yang berwenang jika
diperlukan, dan menerima masukan dari masyarakat
terhadap keabsahan persyaratan Calon Gubernur.
(2) Penelitian persyaratan administrasi sebagaimana
dimaksud ayat (1) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari
sejak penutupan pendaftaran Calon Gubernur.
(3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberitahukan secara tertulis kepada Partai Politik,
gabungan Partai Politik, atau calon perseorangan paling
lambat 2 (dua) hari setelah penelitian selesai.
(4) Apabila hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (3)
dinyatakan tidak memenuhi syarat, Partai Politik,
gabungan Partai Politik, atau calon perseorangan diberi
kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki
persyaratan pencalonan paling lama 3 (tiga) hari sejak
pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU
Provinsi.
(5) Dalam hal Calon Gubernur yang diajukan Partai Politik
atau gabungan Partai Politik berhalangan tetap sampai
dengan tahap penelitian kelengkapan persyaratan,
Partai Politik atau gabungan Partai Politik diberi
kesempatan untuk mengajukan Calon Gubernur
pengganti paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan
hasil penelitian persyaratan oleh KPU Provinsi diterima.
(6) KPU Provinsi melakukan penelitian kelengkapan
dan/atau perbaikan persyaratan Calon Gubernur
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dan
memberitahukan hasil penelitian kepada pimpinan Partai
Politik atau pimpinan gabungan Partai Politik paling lama
7 (tujuh) hari sejak kelengkapan persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima.
(7) Dalam . . .
- 43 -
Pasal 50
(1) KPU Kabupaten/Kota meneliti kelengkapan persyaratan
administrasi Calon Bupati atau Calon Walikota dan dapat
melakukan klarifikasi kepada instansi yang berwenang
jika diperlukan, dan menerima masukan dari masyarakat
terhadap keabsahan persyaratan Calon Bupati dan Calon
Walikota.
(2) Penelitian persyaratan administrasi sebagaimana
dimaksud ayat (1) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari
sejak penutupan pendaftaran Calon Bupati dan Calon
Walikota.
(3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberitahukan secara tertulis kepada Partai Politik,
gabungan Partai Politik, atau calon perseorangan paling
lambat 2 (dua) hari setelah penelitian selesai.
(4) Apabila hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (3)
dinyatakan tidak memenuhi syarat, Partai Politik,
gabungan Partai Politik, atau calon perseorangan diberi
kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki
persyaratan pencalonannya paling lama 3 (tiga) hari sejak
pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU
Kabupaten/Kota diterima.
(5) Dalam . . .
- 44 -
BAB IX . . .
- 45 -
BAB IX
PENETAPAN CALON
Pasal 51
(1) KPU Provinsi menuangkan hasil penelitian syarat
administrasi dan penetapan calon dalam Berita Acara
Penetapan Calon Gubernur.
(2) Berdasarkan Berita Acara Penetapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), KPU Provinsi menetapkan paling
sedikit 2 (dua) Calon Gubernur dengan Keputusan KPU
Provinsi.
(3) Calon Gubernur yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan
pengundian nomor urut Calon Gubernur.
(4) Pengundian nomor urut Calon Gubernur dilaksanakan KPU
Provinsi yang disaksikan oleh Partai Politik, gabungan Partai
Politik, dan calon perseorangan.
(5) Nomor urut Calon Gubernur bersifat tetap dan sebagai
dasar KPU Provinsi dalam pengadaan surat suara.
(6) Calon yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diumumkan secara terbuka paling lambat 1 (satu)
hari sejak tanggal penetapan.
Pasal 52
(1) KPU Kabupaten/Kota menuangkan hasil penelitian syarat
administrasi dan penetapan calon dalam Berita Acara
Penetapan Calon Bupati dan Calon Walikota.
(2) Berdasarkan Berita Acara Penetapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), KPU Kabupaten/Kota menetapkan
paling sedikit 2 (dua) Calon Bupati dan Calon Walikota
dengan Keputusan KPU Kabupaten/Kota.
(3) Calon Bupati, dan Calon Walikota yang telah ditetapkan
oleh KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dilakukan pengundian nomor urut Calon Bupati
dan Calon Walikota.
(4) Pengundian . . .
- 46 -
Pasal 53
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang
menarik calonnya dan/atau calonnya dilarang
mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai
calon oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(2) Dalam hal Partai Politik dan gabungan Partai Politik
menarik calonnya dan/atau calonnya mengundurkan diri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik atau
gabungan Partai Politik yang mencalonkan tidak dapat
mengusulkan calon pengganti.
(3) Calon perseorangan dilarang mengundurkan diri terhitung
sejak ditetapkan sebagai calon oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota.
(4) Apabila calon perseorangan mengundurkan diri dari Calon
Gubernur setelah ditetapkan oleh KPU Provinsi atau Calon
Bupati dan Calon Walikota setelah ditetapkan oleh KPU
Kabupaten/Kota, calon dikenai sanksi administratif
berupa denda sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh
miliar rupiah) untuk Calon Gubernur dan
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk Calon
Bupati dan Calon Walikota.
Pasal 54
(1) Dalam hal calon berhalangan tetap sejak penetapan calon
sampai pada saat dimulainya hari Kampanye, Partai Politik
atau gabungan Partai Politik yang calonnya berhalangan
tetap dapat mengusulkan calon pengganti paling lama
3 (tiga) hari terhitung sejak calon berhalangan tetap.
(2) KPU . . .
- 47 -
Pasal 55
(1) Dalam hal salah satu calon yang perolehan suaranya
terbesar pertama dan terbesar kedua berhalangan tetap
setelah pemungutan suara putaran pertama sampai
dimulainya hari pemungutan suara putaran kedua,
tahapan pelaksanaan Pemilihan ditunda paling lama
14 (empat belas) hari.
(2) Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang calonnya
berhalangan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengusulkan calon pengganti paling lambat 3 (tiga) hari
sejak calon berhalangan tetap.
(3) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota melakukan
penelitian persyaratan administrasi terhadap calon
pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
menetapkannya paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak
pendaftaran calon pengganti.
(4) Dalam . . .
- 48 -
BAB X
HAK MEMILIH DAN PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH
Bagian Kesatu
Hak Memilih
Pasal 56
(1) Warga negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara
sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah
kawin, mempunyai hak memilih.
(2) Warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didaftar 1 (satu) kali oleh penyelenggara.
(3) Jika Pemilih mempunyai lebih dari 1 (satu) tempat tinggal,
Pemilih tersebut harus memilih salah satu tempat
tinggalnya yang dicantumkan dalam daftar pemilih
berdasarkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik dan/atau
surat keterangan domisili dari Kepala Desa atau sebutan
lain/ Lurah.
Pasal 57
(1) Untuk dapat menggunakan hak memilih, warga negara
Indonesia harus terdaftar sebagai Pemilih.
(2) Dalam hal warga negara Indonesia tidak terdaftar sebagai
Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemilih
menunjukkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau
surat keterangan penduduk pada saat pemungutan
suara.
(3) Untuk . . .
- 49 -
Bagian Kedua
Penyusunan Daftar Pemilih
Pasal 58
(1) Daftar penduduk potensial pemilih dari Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil dan daftar pemilih pada
saat pelaksanaan pemilihan umum terakhir di daerah,
digunakan sebagai bahan penyusunan daftar Pemilih
untuk Pemilihan.
(2) Daftar Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh
PPS dilakukan pemutakhiran berdasarkan perbaikan dari
RT/RW atau sebutan lain dan tambahan Pemilih yang
telah memenuhi persyaratan sebagai Pemilih.
(3) Daftar Pemilih hasil pemutakhiran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebagai Daftar Pemilih
Sementara.
(4) Daftar Pemilih Sementara sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diumumkan secara luas dan melalui papan
pengumuman RT/RW atau sebutan lain oleh PPS, untuk
mendapatkan masukan dan tanggapan dari masyarakat
selama 10 (sepuluh) hari.
(5) PPS . . .
- 50 -
Pasal 59
(1) Penduduk yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih
Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (6)
diberikan surat pemberitahuan sebagai Pemilih oleh PPS.
(2) Penduduk yang mempunyai hak pilih dan belum terdaftar
dalam Daftar Pemilih Tetap dapat mendaftarkan diri
sebagai Pemilih kepada PPS untuk dicatat dalam Daftar
Pemilih Tambahan.
(3) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak
pengumuman Daftar Pemilih Sementara.
(4) Pemilih tambahan yang sudah didaftar sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), diberikan surat pemberitahuan
sebagai Pemilih oleh PPS.
Pasal 60
Daftar Pemilih Tetap harus ditetapkan paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sebelum tanggal pemungutan suara Pemilihan.
Pasal 61 . . .
- 51 -
Pasal 61
(1) Dalam hal masih terdapat penduduk yang mempunyai
hak pilih belum terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap,
yang bersangkutan dapat menggunakan hak pilihnya
dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik
atau surat keterangan penduduk.
(2) Penggunaan hak pilih sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya dapat digunakan di tempat pemungutan
suara yang berada di RT/RW atau sebutan lain sesuai
dengan alamat yang tertera dalam Kartu Tanda
Penduduk Elektronik atau surat keterangan penduduk.
(3) Sebelum menggunakan hak pilihnya penduduk
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu
mendaftarkan diri pada KPPS setempat dan dicatat dalam
Daftar Pemilih Tambahan.
(4) Penggunaan hak pilih penduduk sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilakukan 1 (satu) jam sebelum selesainya
pemungutan suara di TPS.
Pasal 62
(1) Pemilih yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (6) kemudian
berpindah tempat tinggal atau karena ingin
menggunakan hak pilihnya di tempat lain, Pemilih yang
bersangkutan harus melapor kepada PPS setempat.
(2) PPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencatat nama
Pemilih dari daftar pemilih dan memberikan surat
keterangan pindah tempat memilih.
(3) Pemilih melaporkan kepindahannya kepada PPS di
tempat Pemilihan yang baru.
BAB XI . . .
- 52 -
BAB XI
KAMPANYE
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 63
(1) Kampanye dilaksanakan sebagai wujud dari pendidikan
politik masyarakat yang dilaksanakan secara
bertanggung jawab.
(2) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh KPU Provinsi untuk Pemilihan
Gubernur dan KPU Kabupaten/Kota untuk Pemilihan
Bupati dan Pemilihan Walikota.
(3) Jadwal pelaksanaan Kampanye ditetapkan oleh KPU
Provinsi untuk Pemilihan Gubernur dan KPU
Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati dan Pemilihan
Walikota dengan memperhatikan usul dari calon.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan KPU.
Bagian Kedua
Materi Kampanye
Pasal 64
(1) Calon wajib menyampaikan visi dan misi yang disusun
berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah Provinsi atau Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah Kabupaten/Kota secara lisan maupun
tertulis kepada masyarakat.
(2) Calon berhak untuk mendapatkan informasi atau data
dari Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Penyampaian . . .
- 53 -
Bagian Ketiga
Metode Kampanye
Pasal 65
(1) Kampanye dapat dilaksanakan melalui:
a. pertemuan terbatas;
b. pertemuan tatap muka dan dialog;
c. debat publik/debat terbuka antarcalon;
d. penyebaran bahan Kampanye kepada umum;
e. pemasangan alat peraga;
f. iklan media massa cetak dan media massa elektronik;
dan/atau
g. kegiatan lain yang tidak melanggar larangan
Kampanye dan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
huruf d, huruf e dan huruf f difasilitasi oleh KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota yang didanai APBN.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan metode
Kampanye diatur dengan Peraturan KPU.
Pasal 66
(1) Media cetak dan media elektronik dapat menyampaikan
tema, materi, dan iklan Kampanye.
(2) Pemerintah Daerah dapat memberikan kesempatan
penggunaan fasilitas umum untuk kegiatan Kampanye
pada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(3) Semua yang hadir dalam pertemuan terbatas yang
diadakan oleh calon hanya dibenarkan membawa atau
menggunakan tanda gambar dan/atau atribut calon yang
bersangkutan.
(4) KPU . . .
- 54 -
Bagian Keempat
Jadwal Kampanye
Pasal 67
(1) Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1)
dilaksanakan 3 (tiga) hari setelah penetapan calon peserta
Pemilihan sampai dengan dimulainya masa tenang.
(2) Masa tenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlangsung selama 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan
suara.
Pasal 68
(1) Debat publik/debat terbuka antarcalon sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf c dilaksanakan
paling banyak 3 (tiga) kali oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota.
(2) Debat . . .
- 55 -
Bagian Kelima
Larangan dalam Kampanye
Pasal 69
Dalam Kampanye dilarang:
a. mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, Calon
Gubernur, Calon Bupati, Calon Walikota, dan/atau Partai
Politik;
c. melakukan Kampanye berupa menghasut, memfitnah,
mengadu domba Partai Politik, perseorangan, dan/atau
kelompok masyarakat;
d. menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau
menganjurkan penggunaan kekerasan kepada
perseorangan, kelompok masyarakat dan/atau Partai
Politik;
e. mengganggu . . .
- 56 -
Pasal 70
(1) Dalam Kampanye, calon dilarang melibatkan:
a. pejabat badan usaha milik negara/badan usaha milik
daerah;
b. aparatur sipil Negara, anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional
Indonesia; dan
c. Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dan perangkat
Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan.
(2) Gubernur, Bupati, Walikota, dan pejabat negara lainnya
dapat ikut dalam Kampanye dengan mengajukan izin cuti
Kampanye sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang
menjadi Calon Gubernur, Calon Bupati, Calon Walikota
dalam melaksanakan Kampanye tidak menggunakan
fasilitas yang terkait dengan jabatannya.
Pasal 71 . . .
- 57 -
Pasal 71
(1) Pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan Kepala
Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat
keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu calon selama masa Kampanye.
(2) Petahana dilarang melakukan penggantian pejabat
6 (enam) bulan sebelum masa jabatannya berakhir.
(3) Petahana dilarang menggunakan program dan kegiatan
Pemerintahan Daerah untuk kegiatan Pemilihan 6 (enam)
bulan sebelum masa jabatannya berakhir.
(4) Dalam hal petahana melakukan hal sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana dikenai
sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau
KPU Kabupaten/Kota.
Pasal 72
(1) Pelanggaran atas ketentuan larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 huruf a sampai dengan huruf h
merupakan tindak pidana dan dikenai sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pelanggaran atas ketentuan larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 huruf i dan huruf j, dikenai
sanksi:
a. peringatan tertulis walaupun belum menimbulkan
gangguan; dan/atau
b. penghentian kegiatan Kampanye di tempat terjadinya
pelanggaran atau di seluruh daerah Pemilihan
setempat jika terjadi gangguan terhadap keamanan
yang berpotensi menyebar ke daerah lain.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
sanksi terhadap pelanggaran larangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan KPU.
Pasal 73
(1) Calon dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan
dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk
mempengaruhi Pemilih.
(2) Calon . . .
- 58 -
Bagian Keenam
Dana Kampanye
Pasal 74
(1) Dana Kampanye Calon yang diusulkan Partai Politik atau
gabungan Partai Politik dapat diperoleh dari:
a. sumbangan Partai Politik dan/atau gabungan Partai
Politik yang mengusulkan Calon; dan/atau
b. sumbangan pihak lain yang tidak mengikat yang
meliputi sumbangan perseorangan dan/atau badan
hukum swasta.
(2) Dana Kampanye calon perseorangan dapat diperoleh dari
sumbangan pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi
sumbangan perseorangan dan/atau badan hukum swasta.
(3) Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang
mengusulkan Calon wajib memiliki rekening khusus dana
Kampanye atas nama Calon dan didaftarkan kepada KPU
Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(4) Calon perseorangan bertindak sebagai penerima
sumbangan dana Kampanye sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan wajib memiliki rekening khusus dana
Kampanye dan didaftarkan kepada KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota.
(5) Sumbangan . . .
- 59 -
Pasal 75
(1) Laporan sumbangan dana Kampanye dan pengeluaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (5) dan
ayat (6), disampaikan oleh Calon Gubernur kepada KPU
Provinsi dan Calon Bupati/Calon Walikota kepada KPU
Kabupaten/Kota dalam waktu 1 (satu) hari sebelum masa
Kampanye dimulai dan 1 (satu) hari sesudah masa
Kampanye berakhir.
(2) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota wajib
menyerahkan laporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) kepada kantor akuntan publik untuk diaudit
paling lambat 2 (dua) hari setelah KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota menerima laporan dana Kampanye.
(3) Kantor akuntan publik wajib menyelesaikan audit paling
lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dari KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota diterima.
(4) Hasil . . .
- 60 -
Pasal 76
(1) Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang
mengusulkan calon dan calon perseorangan dilarang
menerima sumbangan atau bantuan lain untuk Kampanye
yang berasal dari:
a. negara asing, lembaga swasta asing, lembaga swadaya
masyarakat asing dan warga negara asing;
b. penyumbang atau pemberi bantuan yang tidak jelas
identitasnya;
c. Pemerintah dan Pemerintah Daerah; dan
d. badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah,
dan badan usaha milik desa atau sebutan lain.
(2) Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang
mengusulkan calon dan calon perseorangan yang
menerima sumbangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak dibenarkan menggunakan dana tersebut dan
wajib melaporkannya kepada KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota paling lambat 14 (empat belas) hari
setelah masa Kampanye berakhir dan menyerahkan
sumbangan tersebut kepada kas negara.
(3) Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang
mengusulkan calon, yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi
berupa pembatalan calon yang diusulkan.
(4) Calon yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenai sanksi berupa pembatalan sebagai
calon.
(5) Pembatalan . . .
- 61 -
BAB XII
PERLENGKAPAN PEMILIHAN
Pasal 77
(1) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota bertanggung
jawab dalam merencanakan dan menetapkan standar
serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian
perlengkapan pemungutan suara.
(2) Sekretaris KPU Provinsi dan sekretaris KPU
Kabupaten/Kota bertanggung jawab dalam pelaksanaan
pengadaan dan pendistribusian perlengkapan pemungutan
suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 78
(1) Jenis perlengkapan pemungutan suara terdiri atas:
a. kotak suara;
b. surat suara;
c. tinta;
d. bilik pemungutan suara;
e. segel;
f. alat untuk memberi tanda pilihan; dan
g. TPS.
(2) Selain perlengkapan pemungutan suara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), untuk menjaga keamanan,
kerahasiaan, dan kelancaran pelaksanaan pemungutan
suara dan penghitungan suara, diperlukan dukungan
perlengkapan lainnya.
(3) Bentuk, ukuran, dan spesifikasi teknis perlengkapan
pemungutan suara ditetapkan dengan Keputusan KPU.
(4) Pengadaan . . .
- 62 -
Pasal 79
(1) Surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78
ayat (1) huruf b memuat foto, nama, dan nomor urut
calon.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat suara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan KPU.
Pasal 80
(1) Jumlah surat suara yang dicetak sama dengan jumlah
Pemilih tetap ditambah dengan 2,5% (dua setengah persen)
dari jumlah Pemilih tetap sebagai cadangan, yang
ditetapkan dengan Keputusan KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota.
(2) Selain . . .
- 63 -
Pasal 81
(1) Tambahan surat suara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 80 ayat (1) digunakan sebagai cadangan di setiap
TPS untuk mengganti surat suara Pemilih yang keliru
memilih pilihannya, mengganti surat suara yang rusak,
dan untuk Pemilih tambahan.
(2) Penggunaan tambahan surat suara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibuatkan berita acara.
Pasal 82
(1) Perusahaan pencetak surat suara dilarang mencetak surat
suara lebih dari jumlah yang ditetapkan oleh KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota dan harus menjaga
kerahasiaan, keamanan, serta keutuhan surat suara.
(2) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dapat meminta
bantuan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dan Tentara Nasional
Indonesia untuk mengamankan surat suara selama proses
pencetakan berlangsung, penyimpanan, dan
pendistribusian ke tempat tujuan.
(3) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota memverifikasi
jumlah surat suara yang telah dicetak, jumlah yang sudah
dikirim dan/atau jumlah yang masih tersimpan, dengan
membuat berita acara yang ditandatangani oleh pihak
percetakan dan petugas KPU Provinsi atau petugas KPU
Kabupaten/Kota.
(4) KPU . . .
- 64 -
Pasal 83
Pengawasan atas pelaksanaan tugas dan wewenang KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota serta sekretariat KPU
Provinsi dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota mengenai
pengadaan dan pendistribusian perlengkapan pemungutan
suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dilaksanakan
oleh Bawaslu Provinsi dan Panwas Kabupaten/Kota serta
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
BAB XIII
PEMUNGUTAN SUARA
Pasal 84
(1) KPPS memberikan undangan kepada Pemilih untuk
menggunakan hak pilihnya paling lambat 3 (tiga) hari
sebelum tanggal pemungutan suara.
(2) Pemungutan suara dilakukan dengan memberikan tanda
melalui surat suara.
(3) Pemungutan . . .
- 65 -
Pasal 85
(1) Pemberian suara untuk Pemilihan dapat dilakukan
dengan cara:
a. memberi tanda satu kali pada surat suara; atau
b. memberi suara melalui peralatan Pemilihan suara
secara elektronik.
(2) Pemberian tanda satu kali sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dilakukan berdasarkan prinsip
memudahkan Pemilih, akurasi dalam penghitungan suara,
dan efisiensi dalam penyelenggaraan Pemilihan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian
suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan KPU.
Pasal 86
(1) Pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai
halangan fisik lain pada saat memberikan suaranya di
TPS dapat dibantu oleh petugas KPPS atau orang lain
atas permintaan Pemilih.
(2) Petugas KPPS atau orang lain yang membantu Pemilih
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
merahasiakan pilihan Pemilih yang dibantunya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan
kepada Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dengan Peraturan KPU.
Pasal 87
(1) Pemilih untuk setiap TPS paling banyak 800 (delapan
ratus) orang.
(2) TPS . . .
- 66 -
Pasal 88
(1) Untuk keperluan pemungutan suara dalam Pemilihan
disediakan kotak suara sebagai tempat surat suara yang
digunakan oleh Pemilih.
(2) Ketentuan mengenai jumlah, bahan, bentuk, ukuran, dan
warna kotak suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan KPU.
Pasal 89
(1) Pelaksanaan pemungutan suara di TPS dipimpin oleh
KPPS.
(2) Pemberian suara dilaksanakan oleh Pemilih.
(3) Pelaksanaan pemungutan suara disaksikan oleh saksi
calon.
(4) Saksi calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
menyerahkan mandat tertulis dari calon.
(5) Penanganan ketenteraman, ketertiban, dan keamanan di
setiap TPS dilaksanakan oleh 2 (dua) orang petugas yang
ditetapkan oleh PPS.
(6) Pengawasan pemungutan suara dilaksanakan oleh PPL
dan Pengawas TPS.
(7) Pemantauan . . .
- 67 -
Pasal 90
(1) Dalam rangka persiapan pemungutan suara, KPPS
melakukan kegiatan yang meliputi:
a. penyiapan TPS;
b. pengumuman dengan menempelkan Daftar Pemilih
Tetap, Daftar Pemilih Tambahan, serta nama dan foto
Calon di TPS; dan
c. penyerahan salinan Daftar Pemilih Tetap dan Daftar
Pemilih Tambahan kepada saksi yang hadir dan
Pengawas TPS.
(2) Dalam pelaksanaan pemungutan suara, KPPS melakukan
kegiatan yang meliputi:
a. pemeriksaan persiapan akhir pemungutan suara;
b. rapat pemungutan suara;
c. pengucapan sumpah atau janji anggota KPPS dan
petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan TPS;
d. penjelasan kepada Pemilih tentang tata cara
pemungutan suara; dan
e. pelaksanaan pemberian suara.
Pasal 91
(1) Sebelum melaksanakan pemungutan suara, KPPS:
a. membuka kotak suara;
b. mengeluarkan seluruh isi kotak suara;
c. mengidentifikasi jenis dokumen dan peralatan;
d. menghitung jumlah setiap jenis dokumen dan peralatan;
e. memeriksa keadaan seluruh surat suara; dan
f. menandatangani surat suara yang akan digunakan oleh
Pemilih.
(2) Kegiatan . . .
- 68 -
Pasal 92
(1) Setelah melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 91, KPPS memberikan penjelasan mengenai
tata cara pemungutan suara.
(2) Dalam memberikan suara, Pemilih diberi kesempatan
oleh KPPS berdasarkan prinsip urutan kehadiran
Pemilih.
(3) Dalam hal surat suara yang diterima rusak atau terdapat
kekeliruan dalam cara memberikan suara, Pemilih dapat
meminta surat suara pengganti kepada KPPS.
(4) KPPS memberikan surat suara pengganti sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) hanya 1 (satu) kali.
(5) Penentuan waktu pemungutan suara dimulai
pukul 07.00 dan berakhir pada pukul 13.00 waktu
setempat.
Pasal 93
(1) Pemilih yang telah memberikan suara di TPS diberi
tanda khusus oleh KPPS.
(2) Ketentuan mengenai tanda khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan KPU.
Pasal 94
Surat suara untuk Pemilihan dinyatakan sah jika:
a. surat suara ditandatangani oleh Ketua KPPS; dan
b. pemberian tanda satu kali pada nomor urut, foto, atau
nama salah satu Calon Gubernur, Calon Bupati, dan
Calon Walikota dalam surat suara.
Pasal 95 . . .
- 69 -
Pasal 95
(1) Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS
meliputi:
a. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap pada TPS
yang bersangkutan; dan
b. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tambahan.
(2) Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menggunakan haknya untuk memilih di TPS lain dengan
menunjukkan surat pemberitahuan dari PPS untuk
memberikan suara di TPS lain.
(3) Dalam hal Pemilih tidak terdaftar dalam daftar Pemilih
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemilih dapat
menggunakan haknya untuk memilih di TPS sesuai
domisili dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk
Elektronik atau surat keterangan penduduk.
(4) Dalam hal terdapat Pemilih tambahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), KPPS pada TPS tersebut mencatat
dan melaporkan kepada KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota melalui PPK.
Pasal 96
(1) Pemilih tidak boleh membubuhkan tulisan dan/atau
catatan lain pada surat suara.
(2) Dalam hal surat suara terdapat tulisan dan/atau catatan
lain maka surat suara dinyatakan tidak sah.
Pasal 97
(1) Dalam hal terjadi pelanggaran ketenteraman, ketertiban,
dan keamanan dalam pelaksanaan pemungutan suara
oleh anggota masyarakat atau pemantau Pemilihan,
petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan
melakukan penanganan sesuai prosedur yang telah
ditetapkan.
(2) Dalam hal anggota masyarakat dan/atau pemantau
Pemilihan tidak mematuhi penanganan yang dilakukan
oleh petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan
maka yang bersangkutan diserahkan kepada petugas
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
BAB XIV . . .
- 70 -
BAB XIV
PENGHITUNGAN SUARA
Bagian Kesatu
Penghitungan Suara di TPS
Pasal 98
(1) Penghitungan suara di TPS dilakukan oleh KPPS setelah
pemungutan suara berakhir.
(2) Sebelum penghitungan suara dimulai, KPPS
menghitung:
a. jumlah Pemilih yang memberikan suara berdasarkan
salinan Daftar Pemilih Tetap untuk TPS;
b. jumlah Pemilih dari TPS lain;
c. jumlah Pemilih yang menggunakan dasar Kartu Tanda
Penduduk Elektronik dan/atau surat keterangan
penduduk;
d. jumlah surat suara yang tidak terpakai; dan
e. jumlah surat suara yang dikembalikan oleh Pemilih
karena rusak atau keliru ditandai.
(3) Dalam hal pemberian suara dilakukan dengan cara
elektronik, penghitungan suara dilakukan dengan cara
manual dan/atau elektronik.
(4) Penggunaan surat suara cadangan wajib dibuatkan
berita acara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS dan
paling sedikit 2 (dua) orang anggota KPPS.
(5) Penghitungan suara dilakukan sampai dengan selesai di
TPS oleh KPPS dan dihadiri oleh saksi calon, pengawas
TPS, pemantau, dan masyarakat.
(6) Saksi calon harus membawa surat mandat dari calon
yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada Ketua
KPPS.
(7) Penghitungan suara dilakukan dengan cara yang
memungkinkan saksi calon, panitia pengawas,
pemantau, dan masyarakat yang hadir dapat
menyaksikan secara jelas proses penghitungan suara.
(8) Dalam . . .
- 71 -
Pasal 99
PPS wajib mengumumkan salinan sertifikat hasil
penghitungan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98
ayat (11) dari seluruh TPS di wilayah kerjanya dengan
menempelkan salinan tersebut di tempat umum selama
7 (tujuh) hari.
Bagian Kedua
Rekapitulasi Penghitungan Suara di PPS
Pasal 100
(1) PPS membuat berita acara penerimaan hasil penghitungan
perolehan suara calon peserta Pemilihan dari KPPS.
(2) PPS melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
suara calon peserta Pemilihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dalam rapat yang dihadiri saksi calon, PPL,
pemantau, dan masyarakat.
(3) Rekapitulasi . . .
- 72 -
Pasal 101
(1) PPL wajib menyampaikan laporan atas dugaan
pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam
pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
suara Calon Gubernur, Calon Bupati, atau Calon Walikota
kepada PPS.
(2) PPS wajib langsung menindaklanjuti laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) pada hari pelaksanaan
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara calon
peserta Pemilihan.
Pasal 102 . . .
- 73 -
Pasal 102
(1) Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPS
dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi
hasil penghitungan perolehan suara calon Peserta
Pemilihan dengan menggunakan format yang diatur dalam
Peraturan KPU.
(2) Berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara calon peserta Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh seluruh
anggota PPS dan saksi calon yang hadir yang bersedia
menandatangani.
Pasal 103
(1) Dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah pemungutan
suara, PPS wajib menyerahkan kepada PPK:
a. surat suara Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon
Walikota dari TPS dalam kotak suara tersegel;
b. berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
suara; dan
c. sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
suara calon peserta Pemilihan di tingkat PPS.
(2) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri
berita acara pemungutan suara dan sertifikat hasil
penghitungan perolehan suara dari PPS.
Bagian Ketiga
Rekapitulasi Penghitungan Suara di PPK
Pasal 104
(1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil
penghitungan suara dari PPS, PPK membuat berita acara
penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara
untuk tingkat Kecamatan yang dapat dihadiri oleh saksi
calon, Panwas Kecamatan, pemantau, dan masyarakat.
(2) Saksi . . .
- 74 -
(10) Penyerahan . . .
- 75 -
Bagian Ketiga
Rekapitulasi Penghitungan Suara di KPU Kabupaten/Kota
Pasal 105
(1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil
penghitungan suara dari PPK, KPU Kabupaten/Kota
membuat berita acara penerimaan dan melakukan
rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat Kabupaten/Kota
yang dapat dihadiri oleh saksi calon, Panwas
Kabupaten/Kota, pemantau, dan masyarakat.
(2) Saksi calon harus membawa surat mandat dari calon
yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada KPU
Kabupaten/Kota.
(3) Dalam hal rekapitulasi jumlah suara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, saksi calon yang hadir
dapat mengajukan keberatan kepada KPU
Kabupaten/Kota.
(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi calon
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima,
KPU Kabupaten/Kota seketika itu juga mengadakan
pembetulan.
(5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil
penghitungan suara dari semua PPK dalam wilayah kerja
Kabupaten/Kota yang bersangkutan, KPU
Kabupaten/Kota membuat berita acara dan sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan suara yang
ditandatangani oleh Ketua KPU Kabupaten/Kota dan
paling sedikit 2 (dua) orang anggota KPU
Kabupaten/Kota serta saksi calon yang hadir yang
bersedia menandatangani.
(6) KPU . . .
- 76 -
Pasal 106
(1) Dalam hal Pemilihan Gubernur, KPU Kabupaten/Kota
wajib menyerahkan berita acara pemungutan suara dan
sertifikat hasil penghitungan suara kepada KPU Provinsi
dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah berita
acara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari KPPS
melalui PPK diterima.
(2) Berita Acara dan sertifikat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) beserta kelengkapannya dimasukkan dalam
sampul khusus dan selanjutnya dimasukkan dalam kotak
suara yang disediakan yang pada bagian luar ditempel
label atau disegel.
(3) KPU Kabupaten/Kota wajib menjaga dan mengamankan
keutuhan kotak suara.
(4) Penyerahan berita acara dan sertifikat beserta
kelengkapannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib diawasi oleh Bawaslu Provinsi.
Pasal 107 . . .
- 77 -
Pasal 107
(1) Calon Bupati dan Calon Walikota yang memperoleh suara
lebih dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah suara sah
ditetapkan sebagai Calon Bupati terpilih dan Calon
Walikota terpilih.
(2) Dalam hal tidak ada Calon Bupati dan Calon Walikota
yang memperoleh suara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), diadakan Pemilihan Bupati dan Pemilihan
Walikota putaran kedua yang diikuti oleh calon yang
memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua pada
putaran pertama.
(3) Calon Bupati dan Calon Walikota yang memperoleh suara
lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara sah
pada putaran kedua ditetapkan sebagai Bupati terpilih dan
Walikota terpilih.
Bagian Keempat
Rekapitulasi Penghitungan Suara di KPU Provinsi
Pasal 108
(1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil
penghitungan suara dari KPU Kabupaten/Kota, KPU
Provinsi membuat berita acara penerimaan dan
melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat
Provinsi yang dapat dihadiri oleh saksi calon, Bawaslu
Provinsi, pemantau, dan masyarakat.
(2) Saksi calon harus membawa surat mandat dari calon
yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada KPU
Provinsi.
(3) Dalam hal penghitungan suara oleh KPU Provinsi tidak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, saksi calon yang hadir dapat mengajukan
keberatan kepada KPU Provinsi.
(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi calon
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima,
KPU Provinsi seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(5) Setelah . . .
- 78 -
Pasal 109
(1) Calon Gubernur yang memperoleh suara lebih dari
30% (tiga puluh persen) dari jumlah suara sah ditetapkan
sebagai Gubernur terpilih.
(2) Dalam hal tidak ada Calon Gubernur yang memperoleh
suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diadakan
Pemilihan Gubernur putaran kedua yang diikuti oleh calon
yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua
pada putaran pertama.
(3) Calon Gubernur yang memperoleh suara lebih dari
50% (lima puluh persen) dari jumlah suara sah pada
putaran kedua ditetapkan sebagai Gubernur terpilih.
Bagian . . .
- 79 -
Bagian Kelima
Pengawasan dan Sanksi dalam Penghitungan Suara dan
Rekapitulasi Penghitungan Suara
Pasal 110
(1) Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas
Kecamatan, dan PPL melakukan pengawasan atas
rekapitulasi penghitungan suara yang dilaksanakan oleh
KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan KPPS.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap kemungkinan adanya pelanggaran,
penyimpangan, dan/atau kesalahan oleh anggota KPU
Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan KPPS dalam
melakukan rekapitulasi penghitungan suara.
(3) Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup adanya
pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam
rekapitulasi penghitungan suara, Bawaslu Provinsi,
Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, dan PPL
melaporkan adanya pelanggaran, penyimpangan,
dan/atau kesalahan kepada petugas Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
(4) Anggota KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS,
dan KPPS yang melakukan pelanggaran, penyimpangan,
dan/atau kesalahan dikenai tindakan hukum sesuai
dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 111
(1) Mekanisme penghitungan dan rekapitulasi suara
Pemilihan secara manual dan/atau menggunakan sistem
penghitungan suara secara elektronik diatur dengan
Peraturan KPU.
(2) Peraturan KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan setelah dikonsultasikan dengan Pemerintah.
BAB XV . . .
- 80 -
BAB XV
PEMUNGUTAN SUARA ULANG, PENGHITUNGAN
SUARA ULANG, DAN REKAPITULASI HASIL PENGHITUNGAN
SUARA ULANG
Bagian Kesatu
Pemungutan Suara Ulang
Pasal 112
(1) Pemungutan suara di TPS dapat diulang jika terjadi
gangguan keamanan yang mengakibatkan hasil
pemungutan suara tidak dapat digunakan atau
penghitungan suara tidak dapat dilakukan.
(2) Pemungutan suara di TPS dapat diulang jika dari hasil
penelitian dan pemeriksaan Panwas Kecamatan terbukti
terdapat 1 (satu) atau lebih keadaan sebagai berikut:
a. pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan
dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata
cara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan;
b. petugas KPPS meminta Pemilih memberi tanda
khusus, menandatangani, atau menulis nama atau
alamatnya pada surat suara yang sudah digunakan;
c. petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang
sudah digunakan oleh Pemilih sehingga surat suara
tersebut menjadi tidak sah;
d. lebih dari seorang Pemilih menggunakan hak pilih lebih
dari satu kali, pada TPS yang sama atau TPS yang
berbeda; dan/atau
e. lebih dari seorang Pemilih yang tidak terdaftar sebagai
Pemilih, mendapat kesempatan memberikan suara pada
TPS.
Bagian . . .
- 81 -
Bagian Kedua
Penghitungan Suara Ulang dan
Rekapitulasi Penghitungan Suara Ulang
Pasal 113
(1) Penghitungan suara ulang meliputi:
a. penghitungan ulang surat suara di TPS; atau
b. penghitungan ulang surat suara di PPS.
(2) Penghitungan ulang suara di TPS dilakukan seketika itu
juga jika:
a. penghitungan suara dilakukan secara tertutup;
b. penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang
terang atau yang kurang mendapat penerangan
cahaya;
c. penghitungan suara dilakukan dengan suara yang
kurang jelas;
d. penghitungan suara dicatat dengan tulisan yang
kurang jelas;
e. saksi calon, PPL, dan masyarakat tidak dapat
menyaksikan proses penghitungan suara secara jelas;
f. penghitungan suara dilakukan di tempat lain atau
waktu lain dari yang telah ditentukan; dan/atau
g. terjadi ketidakkonsistenan dalam menentukan surat
suara yang sah dan surat suara yang tidak sah.
(3) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), saksi calon atau PPL dapat mengusulkan
penghitungan ulang surat suara di TPS yang
bersangkutan.
(4) Dalam hal TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
dapat melakukan penghitungan suara ulang, saksi calon
atau PPL dapat mengusulkan penghitungan ulang surat
suara di PPS.
(5) Penghitungan ulang surat suara di TPS atau PPS harus
dilaksanakan dan selesai pada hari yang sama dengan hari
pemungutan suara.
Pasal 114 . . .
- 82 -
Pasal 114
Dalam hal TPS atau PPS tidak dapat melakukan penghitungan
suara ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (5),
pelaksanaan penghitungan suara ulang dilakukan oleh panitia
pemilihan setingkat di atasnya paling lama 2 (dua) hari setelah
hari pemungutan suara.
Pasal 115
Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPS, PPK,
KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi dapat diulang jika
terjadi keadaan sebagai berikut:
a. kerusuhan yang mengakibatkan rekapitulasi hasil
penghitungan suara tidak dapat dilanjutkan;
b. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan secara
tertutup;
c. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan di tempat
yang kurang terang atau kurang mendapatkan penerangan
cahaya;
d. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan dengan
suara yang kurang jelas;
e. rekapitulasi hasil penghitungan suara dicatat dengan
tulisan yang kurang jelas;
f. saksi calon, pengawas penyelenggara Pemilihan, pemantau,
dan masyarakat tidak dapat menyaksikan proses
rekapitulasi hasil penghitungan suara secara jelas;
dan/atau
g. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan di tempat
lain di luar tempat dan waktu yang telah ditentukan.
Pasal 116
(1) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 115, saksi calon dan pengawas penyelenggara
Pemilihan dapat mengusulkan untuk dilaksanakan
rekapitulasi hasil penghitungan suara ulang di PPS, PPK,
KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi yang
bersangkutan.
(2) Rekapitulasi . . .
- 83 -
Pasal 117
(1) Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara pada sertifikat
hasil penghitungan suara dari TPS dengan sertifikat hasil
penghitungan suara yang diterima PPS dari TPS, saksi
calon tingkat Kecamatan dan saksi calon di TPS, Panwas
Kecamatan, atau PPL maka PPS melakukan penghitungan
suara ulang untuk TPS yang bersangkutan.
(2) Penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan suara
ulang di PPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan paling lama 4 (empat) hari setelah tanggal
pemungutan suara.
Pasal 118
Penghitungan suara ulang untuk TPS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 117 ayat (1) dilakukan dengan cara membuka
kotak suara yang hanya dilakukan di PPS.
Pasal 119
(1) Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara dalam
sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
pemilihan Gubernur dari PPS dengan sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara yang
diterima oleh PPK, KPU Kabupaten/Kota, saksi calon
tingkat Kabupaten/Kota, dan saksi calon tingkat
Kecamatan, Panwas Kabupaten/Kota, atau Panwas
Kecamatan, maka KPU Kabupaten/Kota melakukan
pembetulan data melalui pengecekan dan/atau
rekapitulasi ulang data yang termuat dalam sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan suara untuk PPS yang
bersangkutan.
(2) Dalam . . .
- 84 -
BAB XVI
PEMILIHAN LANJUTAN DAN PEMILIHAN SUSULAN
Pasal 120
(1) Dalam hal sebagian atau seluruh wilayah Pemilihan
terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam,
atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian
tahapan penyelenggaraan Pemilihan tidak dapat
dilaksanakan maka dilakukan Pemilihan lanjutan.
(2) Pelaksanaan Pemilihan lanjutan dimulai dari tahap
penyelenggaraan Pemilihan yang terhenti.
Pasal 121 . . .
- 85 -
Pasal 121
(1) Dalam hal di suatu wilayah Pemilihan terjadi bencana
alam, kerusuhan, gangguan keamanan, dan/atau
gangguan lainnya yang mengakibatkan terganggunya
seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilihan maka
dilakukan Pemilihan susulan.
(2) Pelaksanaan Pemilihan susulan dilakukan untuk seluruh
tahapan penyelenggaraan Pemilihan.
Pasal 122
(1) Pemilihan lanjutan dan Pemilihan susulan dilaksanakan
setelah penetapan penundaan pelaksanaan Pemilihan
diterbitkan.
(2) Penetapan penundaan pelaksanaan Pemilihan dilakukan
oleh:
a. KPU Kabupaten/Kota atas usul PPK dalam hal
penundaan pelaksanaan Pemilihan meliputi 1 (satu)
atau beberapa Desa atau sebutan lain/Kelurahan;
b. KPU Kabupaten/Kota atas usul PPK dalam hal
penundaan pelaksanaan Pemilihan meliputi 1 (satu)
atau beberapa Kecamatan; atau
c. KPU Provinsi atas usul KPU Kabupaten/Kota dalam hal
penundaan pelaksanaan Pemilihan meliputi 1 (satu)
atau beberapa Kabupaten/Kota.
(3) Dalam hal pemilihan Gubernur tidak dapat dilaksanakan
di 40% (empat puluh persen) jumlah Kabupaten/Kota atau
50% (lima puluh persen) dari jumlah Pemilih terdaftar tidak
dapat menggunakan haknya untuk memilih, penetapan
Pemilihan Gubernur lanjutan atau Pemilihan Gubernur
susulan dilakukan oleh Menteri atas usul KPU Provinsi.
(4) Dalam hal pemilihan Bupati dan Walikota tidak dapat
dilaksanakan di 40% (empat puluh persen) jumlah
Kecamatan atau 50% (lima puluh persen) dari jumlah
pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan haknya untuk
memilih, penetapan Pemilihan Bupati/Walikota lanjutan
atau Bupati dan Walikota susulan dilakukan oleh
Gubernur atas usul KPU Kabupaten/Kota.
(5) Ketentuan . . .
- 86 -
BAB XVII
PEMANTAU
Pasal 123
(1) Pelaksanaan Pemilihan dapat dipantau oleh pemantau
Pemilihan.
(2) Pemantau Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. organisasi kemasyarakatan pemantau Pemilihan dalam
negeri yang terdaftar di Pemerintah; dan
b. lembaga pemantau Pemilihan asing.
(3) Lembaga pemantau Pemilihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan yang meliputi:
a. bersifat independen;
b. mempunyai sumber dana yang jelas; dan
c. terdaftar dan memperoleh akreditasi dari KPU Provinsi
atau KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan cakupan
wilayah pemantauannya.
(4) Selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), pemantau Pemilihan asing juga
harus memenuhi persyaratan khusus:
a. mempunyai kompetensi dan pengalaman sebagai
pemantau pemilihan di negara lain yang dibuktikan
dengan surat pernyataan dari organisasi pemantau
yang bersangkutan atau dari pemerintah negara lain
tempat yang bersangkutan pernah melakukan
pemantauan;
b. memperoleh visa untuk menjadi pemantau pemilihan
dari Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri; dan
c. memenuhi tata cara melakukan pemantauan yang
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(5) Lembaga . . .
- 87 -
Pasal 124
(1) Lembaga pemantau Pemilihan wajib menyampaikan
laporan hasil pemantauannya kepada KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota dalam waktu paling lambat
7 (tujuh) hari setelah pelantikan Gubernur, Bupati, dan
Walikota terpilih.
(2) Lembaga pemantau Pemilihan wajib mematuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Lembaga pemantau Pemilihan yang tidak mematuhi
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau
tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 123 ayat (3), dicabut haknya sebagai
pemantau Pemilihan.
Pasal 125
(1) Untuk menjadi pemantau Pemilihan, lembaga pemantau
mendaftarkan kepada KPU Provinsi untuk Pemilihan
Gubernur dan kepada KPU Kabupaten/Kota untuk
Pemilihan Bupati dan Walikota.
(2) Pendaftaran sebagai pemantau Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengisi formulir
pendaftaran dengan menyerahkan kelengkapan
administrasi yang meliputi:
a. profil organisasi lembaga pemantau;
b. nama dan jumlah anggota pemantau;
c. alokasi anggota pemantau Pemilihan Gubernur masing-
masing di Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Kecamatan;
d. alokasi anggota pemantau pemilihan Bupati dan
Walikota masing-masing di Kabupaten/Kota dan
Kecamatan;
e. rencana . . .
- 88 -
Pasal 126
Lembaga pemantau Pemilihan mempunyai hak:
a. mendapatkan akses di wilayah Pemilihan;
b. mendapatkan perlindungan hukum dan keamanan;
c. mengamati dan mengumpulkan informasi jalannya proses
pelaksanaan Pemilihan dari tahap awal sampai tahap
akhir;
d. berada di lingkungan TPS pada hari pemungutan suara
dan memantau jalannya proses pemungutan dan
penghitungan suara;
e. mendapat akses informasi dari KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota; dan
f. menggunakan perlengkapan untuk mendokumentasikan
kegiatan pemantauan sepanjang berkaitan dengan
pelaksanaan Pemilihan.
Pasal 127 . . .
- 89 -
Pasal 127
Lembaga pemantau Pemilihan wajib:
a. mematuhi kode etik pemantau Pemilihan yang diterbitkan
oleh KPU;
b. mematuhi permintaan untuk meninggalkan atau tidak
memasuki daerah atau tempat tertentu atau untuk
meninggalkan TPS atau tempat penghitungan suara dengan
alasan keamanan;
c. menanggung sendiri semua biaya selama kegiatan
pemantauan berlangsung;
d. menyampaikan hasil pemantauan mengenai pemungutan
dan penghitungan suara kepada KPU Provinsi dan/atau
KPU Kabupaten/Kota, serta pengawas penyelenggara
Pemilihan sebelum pengumuman hasil pemungutan suara;
e. menghormati peranan, kedudukan, dan wewenang
penyelenggara Pemilihan serta menunjukkan sikap hormat
dan sopan kepada penyelenggara Pemilihan dan kepada
Pemilih; dan
f. melaksanakan perannya sebagai pemantau secara tidak
berpihak dan obyektif.
Pasal 128
Lembaga pemantau Pemilihan dilarang:
a. melakukan kegiatan yang mengganggu proses
pelaksanaan Pemilihan;
b. mempengaruhi Pemilih dalam menggunakan haknya
untuk memilih;
c. mencampuri pelaksanaan tugas dan wewenang
penyelenggara Pemilihan;
d. memihak kepada peserta Pemilihan tertentu;
e. menggunakan seragam, warna, atau atribut lain yang
memberikan kesan mendukung atau menolak peserta
Pemilihan;
f. menerima atau memberikan hadiah, imbalan, atau fasilitas
apapun dari atau kepada peserta Pemilihan;
g. mencampuri . . .
- 90 -
Pasal 129
(1) Lembaga pemantau Pemilihan yang melanggar kewajiban
dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 dan
Pasal 128 dicabut status dan haknya sebagai pemantau
Pemilihan.
(2) Sebelum mencabut status dan hak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota
wajib mendengarkan penjelasan lembaga pemantau
Pemilihan.
(3) Pencabutan status dan hak lembaga pemantau Pemilihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan KPU Provinsi atau Keputusan KPU
Kabupaten/Kota.
(4) Lembaga pemantau Pemilihan yang telah dicabut status
dan haknya sebagai lembaga pemantau Pemilihan dilarang
menggunakan atribut lembaga pemantau Pemilihan dan
melakukan kegiatan yang ada hubungannya dengan
pemantauan Pemilihan.
(5) Pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan yang
bersifat tindak pidana dan/atau perdata yang dilakukan
oleh pemantau Pemilihan, dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 130 . . .
- 91 -
Pasal 130
(1) Setiap anggota lembaga pemantau Pemilihan wajib
memakai kartu tanda pengenal pemantau Pemilihan
dalam melaksanakan pemantauan Pemilihan.
(2) Kartu tanda pengenal pemantau Pemilihan diberikan oleh
KPU Provinsi untuk Pemilihan Gubernur dan oleh KPU
Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati dan Walikota.
(3) Lembaga pemantau Pemilihan wajib menaati dan
mematuhi semua ketentuan yang berkenaan dengan
Pemilihan serta memperhatikan kode etik pemantau
Pemilihan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
pemantauan Pemilihan diatur dalam Peraturan KPU.
BAB XVIII
PARTISIPASI MASYARAKAT
DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN
Pasal 131
(1) Untuk mendukung kelancaran penyelenggaraan Pemilihan
dapat melibatkan partisipasi masyarakat.
(2) Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk pengawasan pada
setiap tahapan Pemilihan, sosialisasi Pemilihan,
pendidikan politik bagi Pemilih, survei atau jajak pendapat
tentang Pemilihan, dan penghitungan cepat hasil
Pemilihan.
(3) Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
a. tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan
atau merugikan salah satu Calon Gubernur, Calon
Bupati, dan Calon Walikota;
b. tidak mengganggu proses penyelenggaraan tahapan
Pemilihan;
c. bertujuan . . .
- 92 -
Pasal 132
(1) Pelaksana survei atau jajak pendapat dan pelaksana
penghitungan cepat hasil Pemilihan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 131 ayat (2) wajib melaporkan
status badan hukum atau surat keterangan terdaftar,
susunan kepengurusan, sumber dana, alat, dan
metodologi yang digunakan kepada KPU Provinsi atau
KPU Kabupaten/Kota.
(2) KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota menetapkan
lembaga yang dapat melaksanakan survei atau jajak
pendapat dan pelaksana penghitungan cepat hasil
Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pelaksana survei atau jajak pendapat dan Pelaksana
penghitungan cepat hasil Pemilihan dalam mengumumkan
dan/atau menyebarluaskan hasilnya wajib
memberitahukan bahwa hasil penghitungan cepat yang
dilakukannya bukan merupakan hasil resmi
penyelenggara Pemilihan.
(4) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penetapan
lembaga yang dapat melaksanakan survei atau jajak
pendapat dan pelaksana penghitungan cepat hasil
Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dalam Peraturan KPU.
Pasal 133
Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 131 ayat (2) wajib mengikuti ketentuan yang diatur oleh
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
BAB XIX . . .
- 93 -
BAB XIX
PENANGANAN LAPORAN PELANGGARAN PEMILIHAN
Pasal 134
(1) Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas
Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS menerima laporan
pelanggaran Pemilihan pada setiap tahapan
penyelenggaraan Pemilihan.
(2) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat disampaikan oleh:
a. Pemilih;
b. pemantau Pemilihan; atau
c. peserta Pemilihan.
(3) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) disampaikan secara tertulis yang memuat
paling sedikit:
a. nama dan alamat pelapor;
b. pihak terlapor;
c. waktu dan tempat kejadian perkara; dan
d. uraian kejadian.
(4) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari sejak
diketahui dan/atau ditemukannya pelanggaran Pemilihan.
(5) Dalam hal laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) telah dikaji dan terbukti
kebenarannya, Bawaslu Provinsi, Panwas
Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas
TPS wajib menindaklanjuti laporan paling lama
3 (tiga) hari setelah laporan diterima.
(6) Dalam hal diperlukan, Bawaslu Provinsi, Panwas
Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas
TPS dapat meminta keterangan tambahan dari pelapor
dalam waktu paling lama 2 (dua) hari.
Pasal 135 . . .
- 94 -
Pasal 135
(1) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 134 ayat (1) yang merupakan:
a. pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan
diteruskan oleh Bawaslu kepada DKPP;
b. pelanggaran administrasi Pemilihan diteruskan kepada
KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota;
c. sengketa Pemilihan diselesaikan oleh Bawaslu; dan
d. tindak pidana Pemilihan ditindaklanjuti oleh Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
(2) Laporan tindak pidana Pemilihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d diteruskan kepada Kepolisian Negara
Republik Indonesia paling lama 1 x 24 (satu kali dua
puluh empat) jam sejak diputuskan oleh Bawaslu Provinsi,
Panwas Kabupaten/Kota, dan/atau Panwas Kecamatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan laporan
pelanggaran Pemilihan diatur dengan Peraturan Bawaslu.
BAB XX
PELANGGARAN KODE ETIK, PELANGGARAN ADMINISTRASI,
PENYELESAIAN SENGKETA, TINDAK PIDANA PEMILIHAN,
SENGKETA TATA USAHA NEGARA, DAN PERSELISIHAN
HASIL PEMILIHAN
Bagian Kesatu
Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilihan
Pasal 136
Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan adalah
pelanggaran terhadap etika penyelenggara Pemilihan yang
berpedoman pada sumpah dan/atau janji sebelum
menjalankan tugas sebagai penyelenggara Pemilihan.
Pasal 137 . . .
- 95 -
Pasal 137
(1) Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 diselesaikan oleh
DKPP.
(2) Tata cara penyelesaian pelanggaran kode etik
penyelenggara Pemilihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai penyelenggara pemilihan
umum.
Bagian Kedua
Pelanggaran Administrasi
Pasal 138
Pelanggaran administrasi Pemilihan meliputi pelanggaran
terhadap tata cara yang berkaitan dengan administrasi
pelaksanaan Pemilihan dalam setiap tahapan Pemilihan.
Pasal 139
(1) Bawaslu Provinsi dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota
membuat rekomendasi atas hasil kajiannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 134 ayat (5) terkait pelanggaran
administrasi Pemilihan.
(2) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib
menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau
Panwaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(3) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota
menyelesaikan pelanggaran administrasi Pemilihan
berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau
Panwaslu Kabupaten/Kota sesuai dengan tingkatannya.
Pasal 140
(1) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota memeriksa
dan memutus pelanggaran administrasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 139 ayat (2) paling lama 7 (tujuh)
hari sejak rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau
Panwaslu Kabupaten/Kota diterima.
(2) Ketentuan . . .
- 96 -
Pasal 141
Dalam hal KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS,
atau peserta Pemilihan tidak menindaklanjuti rekomendasi
Bawaslu Provinsi dan/atau Panwas Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (2), Bawaslu
Provinsi dan/atau Panwas Kabupaten/Kota memberikan
sanksi peringatan lisan atau peringatan tertulis.
Bagian Ketiga
Sengketa Antarpeserta Pemilihan dan
Sengketa Antara Peserta dengan Penyelenggara Pemilihan
Pasal 142
Sengketa Pemilihan terdiri atas:
a. sengketa antarpeserta Pemilihan; dan
b. sengketa antara Peserta Pemilihan dengan penyelenggara
Pemilihan.
Pasal 143
(1) Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota
berwenang menyelesaikan sengketa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 142.
(2) Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota
memeriksa dan memutus sengketa Pemilihan paling lama
12 (dua belas) hari sejak diterimanya laporan atau temuan.
(3) Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota
melakukan penyelesaian sengketa melalui tahapan:
a. menerima dan mengkaji laporan atau temuan; dan
b. mempertemukan pihak yang bersengketa untuk
mencapai kesepakatan melalui musyawarah dan
mufakat.
Pasal 144 . . .
- 97 -
Pasal 144
(1) Keputusan Bawaslu Provinsi dan Keputusan Panwaslu
Kabupaten/Kota mengenai penyelesaian sengketa
Pemilihan merupakan keputusan terakhir dan mengikat.
(2) Seluruh proses pengambilan Keputusan Bawaslu Provinsi
dan Keputusan Panwaslu Kabupaten/Kota wajib
dilakukan melalui proses yang transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian
sengketa diatur dengan Peraturan Bawaslu.
Bagian Keempat
Tindak Pidana Pemilihan
Paragraf 1
Umum
Pasal 145
Tindak pidana Pemilihan merupakan pelanggaran atau
kejahatan terhadap ketentuan Pemilihan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
Paragraf 2
Penyelesaian Tindak Pidana
Pasal 146
(1) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia
menyampaikan hasil penyidikannya disertai berkas
perkara kepada penuntut umum paling lama 14 (empat
belas) hari sejak laporan diterima.
(2) Dalam . . .
- 98 -
Pasal 147
(1) Pengadilan Negeri dalam memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara tindak pidana Pemilihan menggunakan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
(2) Sidang pemeriksaan perkara tindak pidana Pemilihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
majelis khusus.
Pasal 148
(1) Pengadilan Negeri memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara tindak pidana Pemilihan paling lama 7 (tujuh)
hari setelah pelimpahan berkas perkara.
(2) Dalam hal putusan pengadilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan banding, permohonan banding
diajukan paling lama 3 (tiga) hari setelah putusan
dibacakan.
(3) Pengadilan Negeri melimpahkan berkas perkara
permohonan banding kepada Pengadilan Tinggi paling
lama 3 (tiga) hari setelah permohonan banding diterima.
(4) Pengadilan . . .
- 99 -
Pasal 149
(1) Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 148 ayat (1) dan ayat (4) harus sudah disampaikan
kepada penuntut umum paling lambat 3 (tiga) hari
setelah putusan dibacakan.
(2) Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 148 harus dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) hari
setelah putusan diterima oleh jaksa.
Pasal 150
(1) Putusan pengadilan terhadap kasus tindak pidana
Pemilihan yang menurut Undang-Undang ini dapat
mempengaruhi perolehan suara peserta Pemilihan harus
sudah selesai paling lama 5 (lima) hari sebelum KPU
Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota menetapkan
hasil Pemilihan.
(2) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib
menindaklanjuti putusan pengadilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Salinan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus sudah diterima KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, dan peserta Pemilihan pada hari
putusan pengadilan tersebut dibacakan.
Paragraf 3 . . .
- 100 -
Paragraf 3
Majelis Khusus Tindak Pidana
Pasal 151
(1) Majelis khusus sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 147 ayat (2) terdiri atas hakim khusus yang
merupakan hakim karier pada Pengadilan Negeri dan
Pengadilan Tinggi yang ditetapkan secara khusus untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak
pidana Pemilihan.
(2) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah
Agung Republik Indonesia.
(3) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi syarat telah melaksanakan tugasnya
sebagai hakim paling singkat 3 (tiga) tahun, kecuali
dalam suatu pengadilan tidak terdapat hakim yang
masa kerjanya telah mencapai 3 (tiga) tahun.
(4) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
selama memeriksa, mengadili, dan memutus tindak
pidana Pemilihan dibebaskan dari tugasnya untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara lain.
(5) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus menguasai pengetahuan tentang Pemilihan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai hakim khusus diatur
dengan Peraturan Mahkamah Agung.
Paragraf 4
Sentra Penegakan Hukum Terpadu
Pasal 152
(1) Untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan
tindak pidana Pemilihan, Bawaslu Provinsi, dan/atau
Panwas Kabupaten/Kota, Kepolisian Daerah dan/atau
Kepolisian Resor, dan Kejaksaan Tinggi dan/atau
Kejaksaan Negeri membentuk sentra penegakan hukum
terpadu.
(2) Ketentuan . . .
- 101 -
Bagian Kelima
Sengketa Tata Usaha Negara
Pasal 153
Sengketa tata usaha negara Pemilihan merupakan sengketa
yang timbul dalam bidang tata usaha negara Pemilihan antara
Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota dengan
KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota sebagai akibat
dikeluarkannya Keputusan KPU Provinsi dan/atau KPU
Kabupaten/Kota.
Paragraf 1
Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara
Pasal 154
(1) Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara
Pemilihan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
dilakukan setelah seluruh upaya administratif di Bawaslu
Provinsi dan/atau Panwas Kabupaten/Kota telah
dilakukan.
(2) Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara
Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
paling lama 3 (tiga) hari setelah dikeluarkannya
Keputusan Bawaslu Provinsi dan/atau Panwas
Kabupaten/Kota.
(3) Dalam hal pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kurang lengkap, penggugat dapat
memperbaiki dan melengkapi gugatan paling lama 3 (tiga)
hari sejak diterimanya gugatan oleh Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara.
(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) penggugat belum menyempurnakan gugatan,
hakim memberikan putusan bahwa gugatan tidak dapat
diterima.
(5) Terhadap . . .
- 102 -
Paragraf 2
Majelis Khusus Tata Usaha Negara
Pasal 155
(1) Dalam memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa
tata usaha negara Pemilihan dibentuk majelis khusus
yang terdiri dari hakim khusus yang merupakan hakim
karier di lingkungan Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara dan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
(2) Hakim . . .
- 103 -
Bagian Keenam
Perselisihan Hasil Pemilihan
Pasal 156
(1) Perselisihan hasil Pemilihan adalah perselisihan antara
KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota dan
peserta Pemilihan mengenai penetapan perolehan suara
hasil Pemilihan.
(2) Perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perselisihan
penetapan perolehan suara yang signifikan dan dapat
mempengaruhi penetapan calon untuk maju ke putaran
berikutnya atau penetapan calon terpilih.
Pasal 157
(1) Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara
hasil Pemilihan, peserta Pemilihan dapat mengajukan
permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan
perolehan suara oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota kepada Pengadilan Tinggi yang ditunjuk
oleh Mahkamah Agung.
(2) Peserta . . .
- 104 -
Pasal 158 . . .
- 105 -
Pasal 158
(1) Peserta pemilihan Gubernur dapat mengajukan
permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan
suara dengan ketentuan:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan
2.000.000 (dua juta) jiwa, pengajuan perselisihan
perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan
paling banyak sebesar 2% (dua persen) dari
penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh
KPU Provinsi;
b. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari
2.000.000 (dua juta) sampai dengan 6.000.000 (enam
juta), pengajuan perselisihan perolehan suara
dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak
sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari penetapan
hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU
Provinsi;
c. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari
6.000.000 (enam juta) sampai dengan
12.000.000 (dua belas juta) jiwa, pengajuan
perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat
perbedaan paling banyak sebesar 1% (satu persen)
dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara
oleh KPU Provinsi; dan
d. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari
12.000.000 (dua belas juta) jiwa, pengajuan
perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat
perbedaan paling banyak sebesar 0,5% (nol koma
lima persen) dari penetapan hasil penghitungan
perolehan suara oleh KPU Provinsi.
(2) Peserta Pemilihan Bupati dan Walikota dapat
mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil
penghitungan perolehan suara dengan ketentuan:
a. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai
dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa,
pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika
terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2% (dua
persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan
suara oleh KPU Kabupaten/Kota;
b. Kabupaten . . .
- 106 -
Pasal 159
(1) Penyelesaian sengketa hasil Pemilihan ditangani oleh
hakim adhoc di Pengadilan Tinggi yang ditetapkan oleh
Mahkamah Agung.
(2) Mahkamah Agung menetapkan 4 (empat) Pengadilan
Tinggi yang menangani sengketa hasil Pemilihan yang
tersebar di seluruh Indonesia.
(3) Mahkamah Agung menetapkan hakim adhoc dan masa
tugas hakim adhoc untuk penyelesaian sengketa
Pemilihan.
(4) Hakim adhoc memutuskan sengketa Pemilihan paling
lama 14 (empat belas) hari sejak perkara diregister.
(5) Pihak yang tidak menerima putusan Pengadilan Tinggi
sebagai mana dimaksud pada ayat (4) dapat mengajukan
keberatan ke Mahkamah Agung paling lama 3 (tiga) hari
sejak putusan Pengadilan Tinggi dibacakan.
(6) Mahkamah . . .
- 107 -
BAB XXI
PENGESAHAN PENGANGKATAN DAN PELANTIKAN
Bagian Kesatu
Pengesahan Pengangkatan
Pasal 160
(1) Pengesahan pengangkatan Gubernur terpilih dilakukan
berdasarkan penetapan calon terpilih oleh KPU Provinsi
yang disampaikan oleh DPRD Provinsi kepada Presiden
melalui Menteri.
(2) Pengesahan pengangkatan calon Gubernur terpilih
dilakukan oleh Presiden dalam waktu paling lama 14
(empat belas) hari terhitung sejak tanggal usul dan berkas
diterima secara lengkap.
(3) Pengesahan pengangkatan Bupati dan Walikota terpilih
dilakukan berdasarkan penetapan calon terpilih oleh KPU
Kabupaten/Kota yang disampaikan oleh DPRD
Kabupaten/Kota kepada Menteri melalui Gubernur.
(4) Pengesahan pengangkatan Bupati dan Walikota terpilih
dilakukan oleh Menteri dalam waktu paling lama 14
(empat belas) hari terhitung sejak tanggal usul dan berkas
diterima secara lengkap.
Bagian Kedua
Pelantikan
Pasal 161
(1) Gubernur sebelum memangku jabatannya dilantik
dengan mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh
pejabat yang melantik.
(2) Sumpah . . .
- 108 -
Pasal 162
(1) Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161
ayat (1) memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung
sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih
kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk
1 (satu) kali masa jabatan.
(2) Bupati dan Walikota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 161 ayat (3) memegang jabatan selama
5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang
sama hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(3) Gubernur, Bupati, atau Walikota dilarang melakukan
penggantian pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah
Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam jangka waktu
6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal pelantikan.
Pasal 163 . . .
- 109 -
Pasal 163
(1) Gubernur dilantik oleh Presiden di ibu kota negara.
(2) Dalam hal Presiden berhalangan, pelantikan Gubernur
dilakukan oleh Wakil Presiden.
(3) Dalam hal Wakil Presiden berhalangan, pelantikan
Gubernur dilakukan oleh Menteri.
Pasal 164
(1) Bupati dan Walikota dilantik oleh Gubernur di ibu kota
Provinsi yang bersangkutan.
(2) Dalam hal Gubernur berhalangan, pelantikan Bupati dan
Walikota dilakukan oleh Wakil Gubernur.
(3) Dalam hal Gubernur dan/atau Wakil Gubernur tidak
dapat melaksanakan sebagaimana dimaksud pada
ketentuan ayat (1) dan ayat (2), Menteri mengambil alih
kewenangan Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
Pasal 165
Ketentuan mengenai tata cara pelantikan Gubernur, Bupati,
dan Walikota diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB XXII
PENDANAAN
Pasal 166
Pendanaan kegiatan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan dapat didukung melalui Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB XXIII . . .
- 110 -
BAB XXIII
PENGISIAN WAKIL GUBERNUR, WAKIL BUPATI,
DAN WAKIL WALIKOTA
Pasal 167
(1) Gubernur, Bupati, dan Walikota dibantu oleh Wakil
Gubernur, Wakil Bupati dan Wakil Walikota.
(2) Wakil Gubernur, Wakil Bupati dan Wakil Walikota
menjalankan tugas membantu Gubernur, Bupati, dan
Walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai pemerintahan daerah.
Pasal 168
(1) Penentuan jumlah Wakil Gubernur berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan
1.000.000 (satu juta) jiwa tidak memiliki Wakil
Gubernur;
b. Provinsi dengan jumlah penduduk di atas
1.000.000 (satu juta) jiwa sampai dengan
3.000.000 (tiga juta) jiwa memiliki 1 (satu) Wakil
Gubernur;
c. Provinsi dengan jumlah penduduk di atas
3.000.000 (tiga juta) sampai dengan
10.000.000 (sepuluh juta) jiwa dapat memiliki
2 (dua) Wakil Gubernur;
d. Provinsi dengan jumlah penduduk di atas
10.000.000 (sepuluh juta) dapat memiliki 3 (tiga) Wakil
Gubernur.
(2) Penentuan jumlah Wakil Bupati/Wakil Walikota berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai
dengan 100.000 (seratus ribu) jiwa tidak memiliki Wakil
Bupati/Wakil Walikota;
b. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk di atas
100.000 (seratus ribu) jiwa sampai dengan 250.000 (dua
ratus lima puluh ribu) jiwa memiliki 1 (satu) Wakil
Bupati/Wakil Walikota;
c. Kabupaten . . .
- 111 -
Pasal 169
Persyaratan calon Wakil Gubernur, calon Wakil Bupati, dan
calon Wakil Walikota adalah sebagai berikut:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
c. berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat
atas atau sederajat;
d. mempunyai kecakapan dan pengalaman pekerjaan yang
cukup di bidang pelayanan publik;
e. calon Wakil Gubernur, calon Wakil Bupati, dan calon
Wakil Walikota yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil
dengan golongan kepangkatan paling rendah IV/c untuk
calon Wakil Gubernur, dan golongan kepangkatan paling
rendah IV/b untuk calon Wakil Bupati/calon Wakil
Walikota dan pernah atau sedang menduduki jabatan
eselon II/a untuk calon Wakil Gubernur dan eselon II/b
untuk calon Wakil Bupati dan calon Wakil Walikota;
f. berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon
Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk
calon Wakil Bupati/calon Wakil Walikota;
g. mampu secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil
pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter
daerah;
h. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau
lebih;
i. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap;
j. menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia
untuk diumumkan;
k. tidak . . .
- 112 -
Pasal 170
(1) Pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil
Walikota dilaksanakan paling lambat 1 (satu) bulan setelah
pelantikan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
(2) Masa jabatan Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil
Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir
bersamaan dengan masa jabatan Gubernur, Bupati, dan
Walikota.
(3) Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari Pegawai
Negeri Sipil atau nonpegawai negeri sipil.
Pasal 171
(1) Gubernur, Bupati, dan Walikota wajib mengusulkan Calon
Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dalam
waktu paling lambat 15 (lima belas) hari setelah pelantikan
Gubernur, Bupati, dan Walikota.
(2) Wakil Gubernur diangkat oleh Presiden berdasarkan
usulan Gubernur melalui Menteri.
(3) Wakil . . .
- 113 -
Pasal 172
(1) Wakil Gubernur dilantik oleh Gubernur.
(2) Wakil Bupati dilantik oleh Bupati dan Wakil Walikota
dilantik oleh Walikota.
(3) Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil
Walikota tidak dilantik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2), Wakil Gubernur dilantik oleh Menteri
dan Wakil Bupati/Wakil Walikota dilantik oleh Gubernur.
(4) Dalam hal Wakil Bupati dan Wakil Walikota tidak dilantik
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Wakil Bupati dan
Wakil Walikota dilantik oleh Menteri.
Pasal 173
(1) Dalam hal Gubernur, Bupati, dan Walikota berhalangan
tetap, Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota
tidak serta merta menggantikan Gubernur, Bupati, dan
Walikota.
(2) Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjalankan tugas
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai pemerintahan daerah.
Pasal 174 . . .
- 114 -
Pasal 174
(1) Apabila Gubernur berhenti atau diberhentikan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dan sisa masa jabatan kurang dari
18 (delapan belas) bulan, Presiden menetapkan penjabat
Gubernur atas usul Menteri sampai dengan berakhirnya
masa jabatan Gubernur.
(2) Apabila sisa masa jabatan Gubernur berhenti atau
diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dan sisa masa jabatan
lebih dari 18 (delapan belas) bulan maka dilakukan
Pemilihan Gubernur melalui DPRD Provinsi.
(3) Gubernur hasil Pemilihan melalui DPRD Provinsi
meneruskan sisa masa jabatan Gubernur yang berhenti
atau yang diberhentikan.
(4) Apabila Gubernur berhenti atau diberhentikan berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap dicalonkan dari fraksi atau gabungan fraksi,
fraksi atau gabungan fraksi yang mengusung Gubernur
yang berhenti atau yang diberhentikan mengusulkan 2
(dua) orang Calon Gubernur kepada DPRD Provinsi untuk
dipilih.
(5) Apabila Gubernur berhenti atau diberhentikan berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap berasal dari perseorangan, fraksi atau
gabungan fraksi yang memiliki kursi di DPRD Provinsi
paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi
atau memiliki paling sedikit 25% (dua puluh lima persen)
dari suara sah mengusulkan 2 (dua) orang Calon Gubernur
kepada DPRD Provinsi untuk dipilih.
(6) Presiden mengesahkan pengangkatan Calon Gubernur
terpilih sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 160 ayat (1) dan ayat (2).
(7) Ketentuan mengenai tata cara pemilihan Gubernur oleh
DPRD Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan
ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 175 . . .
- 115 -
Pasal 175
(1) Apabila Bupati/Walikota berhenti atau diberhentikan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dan sisa masa jabatan kurang dari
18 (delapan belas) bulan, Menteri menetapkan penjabat
Bupati/Walikota sampai dengan berakhirnya masa jabatan
Bupati/Walikota atas usul Gubernur sebagai wakil
Pemerintah.
(2) Apabila sisa masa jabatan Bupati/Walikota berhenti atau
diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dan sisa masa jabatan
lebih dari 18 (delapan belas) bulan maka dilakukan
Pemilihan Bupati/Walikota melalui DPRD Kabupaten/Kota.
(3) Bupati/Walikota hasil Pemilihan melalui DPRD
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meneruskan sisa
masa jabatan Bupati/Walikota yang berhenti atau yang
diberhentikan.
(4) Apabila Bupati/Walikota berhenti atau diberhentikan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dicalonkan dari fraksi atau
gabungan fraksi maka fraksi atau gabungan fraksi yang
mengusung Bupati/Walikota yang berhenti atau yang
diberhentikan mengusulkan 2 (dua) orang calon
Bupati/Walikota kepada DPRD Kabupaten/Kota untuk
dipilih.
(5) Apabila Bupati/Walikota berhenti atau diberhentikan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap berasal dari perseorangan, fraksi
atau gabungan fraksi yang memiliki kursi di DPRD
Kabupaten/Kota paling sedikit 20% (dua puluh
persen) dari jumlah kursi atau memiliki paling sedikit
25% (dua puluh lima persen) dari suara sah mengusulkan
2 (dua) orang Calon Bupati/Walikota kepada DPRD
Kabupaten/Kota untuk dipilih.
(6) Menteri mengesahkan pengangkatan Calon
Bupati/Walikota terpilih sesuai ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 160 ayat (3) dan ayat (4).
(7) Ketentuan . . .
- 116 -
Pasal 176
(1) Apabila Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota
berhenti atau diberhentikan, dapat dilakukan pengisian
Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota paling
lama 1 (satu) bulan setelah yang bersangkutan
berhalangan tetap.
(2) Apabila Wakil Gubernur berhenti atau diberhentikan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, Gubernur mengusulkan calon
Wakil Gubernur yang memenuhi persyaratan kepada
Presiden melalui Menteri untuk diangkat sesuai ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 171.
(3) Apabila Wakil Bupati dan Wakil Walikota berhenti atau
diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, Bupati/Walikota
mengusulkan calon Wakil Bupati/Wakil Walikota yang
memenuhi persyaratan kepada Menteri melalui Gubernur
sebagai wakil Pemerintah untuk diangkat sesuai ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 172.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan dan
pengangkatan calon Wakil Gubernur, calon Wakil Bupati,
dan calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XXIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 177
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan
yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain
tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar
pemilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda
paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling
banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 178 . . .
- 117 -
Pasal 178
Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain
kehilangan hak pilihnya, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan dan denda paling sedikit
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 179
Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan surat yang
menurut suatu aturan dalam Undang-Undang ini diperlukan
untuk menjalankan suatu perbuatan dengan maksud untuk
digunakan sendiri atau orang lain sebagai seolah-olah surat
sah atau tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama
72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling
banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Pasal 180
(1) Setiap orang yang dengan sengaja secara melawan hukum
menghilangkan hak seseorang menjadi Calon Gubernur,
Calon Bupati, dan Calon Walikota, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan
paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling
sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan
paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta
rupiah).
(2) Setiap orang yang karena jabatannya dengan sengaja
secara melawan hukum menghilangkan hak seseorang
menjadi Gubernur, Bupati, dan Walikota, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 48 (empat puluh
delapan) bulan dan paling lama 96 (sembilan puluh enam)
bulan dan denda paling sedikit Rp48.000.000,00 (empat
puluh delapan juta rupiah) dan paling banyak
Rp96.000.000,00 (sembilan puluh enam juta rupiah).
Pasal 181 . . .
- 118 -
Pasal 181
Setiap orang yang dengan sengaja dan mengetahui bahwa
suatu surat adalah tidak sah atau dipalsukan,
menggunakannya, atau menyuruh orang lain
menggunakannya sebagai surat sah, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling
lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling
banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Pasal 182
Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman
kekuasaan yang ada padanya saat pendaftaran pemilih
menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai
pemilih dalam Pemilihan menurut Undang-Undang ini,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas)
bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda
paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan
paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 183
Setiap orang yang melakukan kekerasan terkait dengan
penetapan hasil Pemilihan menurut Undang-Undang ini,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas)
bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda
paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan
paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 184
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan
yang tidak benar atau menggunakan surat palsu seolah-olah
sebagai surat yang sah tentang suatu hal yang diperlukan
bagi persyaratan untuk menjadi Calon Gubernur, Calon
Bupati, dan Calon Walikota, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama
72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling
banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Pasal 185 . . .
- 119 -
Pasal 185
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan
yang tidak benar atau menggunakan identitas diri palsu
untuk mendukung bakal Calon perseorangan Gubernur, bakal
Calon perseorangan Bupati, dan bakal Calon perseorangan
Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam)
bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas
juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh
enam juta rupiah).
Pasal 186
(1) Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU Kabupaten/Kota,
dan anggota KPU Provinsi yang dengan sengaja
memalsukan daftar dukungan terhadap calon
perseorangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga
puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua)
bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga
puluh enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2) Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU Kabupaten/Kota,
dan anggota KPU Provinsi yang dengan sengaja tidak
melakukan verifikasi dan rekapitulasi terhadap calon
perseorangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga
puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh
dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga
puluh enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Pasal 187
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Kampanye
di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk masing-masing
calon, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
15 (lima belas) hari atau paling lama 3 (tiga) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu
rupiah) atau paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah).
(2) Setiap . . .
- 120 -
(7) Setiap . . .
- 121 -
Pasal 188
Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan
Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan
atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling
banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Pasal 189
Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota yang
dengan sengaja melibatkan pejabat badan usaha milik negara,
pejabat badan usaha milik daerah, Aparatur Sipil Negara,
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, anggota
Tentara Nasional Indonesia, dan Kepala Desa atau sebutan
lain/Lurah serta perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat
Kelurahan sebagaimana dimaksud Pasal 70 ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau
paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Pasal 190 . . .
- 122 -
Pasal 190
Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) atau
Pasal 162 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu
rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta
rupiah).
Pasal 191
(1) Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota yang
dengan sengaja mengundurkan diri setelah penetapan
Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota
sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran
pertama, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam
puluh) bulan dan denda paling sedikit
Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan
paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah).
(2) Pimpinan Partai Politik atau gabungan pimpinan Partai
Politik yang dengan sengaja menarik calonnya dan/atau
calon yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota sampai dengan pelaksanaan pemungutan
suara putaran pertama, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling
lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit
Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan
paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah).
Pasal 192
(1) Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota yang
dengan sengaja mengundurkan diri setelah pemungutan
suara putaran pertama sampai dengan pelaksanaan
pemungutan suara putaran kedua, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan
dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda
paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus
miliar rupiah).
(2) Pimpinan . . .
- 123 -
Pasal 193
(1) Dalam hal KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tidak
menetapkan pemungutan suara ulang di TPS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 112 tanpa alasan yang dibenarkan
berdasarkan Undang-Undang ini, anggota KPU Provinsi
dan anggota KPU Kabupaten/Kota dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling
lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
(2) Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak
membuat dan/atau menandatangani berita acara
perolehan suara Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon
Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam)
bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas
juta rupiah).
(3) Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak
melaksanakan ketetapan KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pemungutan suara
ulang di TPS, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan
dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah)
dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah).
(4) Setiap . . .
- 124 -
Pasal 194
Panwas Kecamatan yang tidak mengawasi penyerahan kotak
suara tersegel kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling
sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 195 . . .
- 125 -
Pasal 195
Setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu,
atau mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 60 (enam puluh) bulan dan
paling lama 120 (seratus dua puluh) bulan dan denda paling
sedikit Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 196
Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak membuat
dan/atau menandatangani berita acara perolehan suara
Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan
dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling
sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 197
(1) Dalam hal KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tidak
menetapkan perolehan hasil Pemilihan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini, anggota KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan
paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling
sedikit Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus
juta rupiah).
(2) Setiap orang atau lembaga yang mengumumkan hasil
penghitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan suara,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat
6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan
dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan
belas juta rupiah).
Pasal 198 . . .
- 126 -
Pasal 198
Ketua dan anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
yang tidak melaksanakan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 150 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama
24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
BAB XXV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 199
Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku juga bagi
penyelenggaraan Pemilihan di Provinsi Aceh, Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat,
sepanjang tidak diatur lain dalam Undang-Undang tersendiri.
BAB XXVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 200
(1) Pendanaan kegiatan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota yang dilaksanakan pada tahun 2015
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
(2) Bagi daerah yang sedang melaksanakan tahapan
Pemilihan, tahapan Pemilihan yang sedang
berjalan menyesuaikan dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini.
Pasal 201 . . .
- 127 -
Pasal 201
(1) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota yang masa jabatannya berakhir
pada tahun 2015 dilaksanakan di hari dan bulan yang
sama pada tahun 2015.
(2) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota yang masa jabatannya berakhir
pada tahun 2016, tahun 2017 dan tahun 2018
dilaksanakan di hari dan bulan yang sama pada
tahun 2018, dengan masa jabatan Gubernur, Bupati, dan
Walikota sampai dengan tahun 2020.
(3) Dalam hal Pemilihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak dapat diselenggarakan karena tidak
terdapat calon yang mendaftar maka diangkat penjabat
Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota
sampai terpilihnya Gubernur, Bupati, dan Walikota pada
tahun 2020.
(4) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan yang masa
jabatannya berakhir pada tahun 2019 dilaksanakan di
hari dan bulan yang sama pada tahun 2020.
(5) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dilaksanakan pada hari dan bulan
yang sama pada tahun 2020.
(6) Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, Bupati,
dan Walikota yang berakhir masa jabatan tahun 2016
dan tahun 2017 diangkat penjabat Gubernur, penjabat
Bupati, dan penjabat Walikota sampai dengan terpilihnya
Gubernur, Bupati, dan Walikota yang definitif pada
tahun 2018.
(7) Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, Bupati,
dan Walikota yang berakhir masa jabatan tahun 2019,
diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan
penjabat Walikota sampai dengan terpilihnya Gubernur,
Bupati, dan Walikota yang definitif pada tahun 2020.
Pasal 202 . . .
- 128 -
Pasal 202
(1) Gubernur, Bupati, dan Walikota yang dilantik pada
tahun 2018 dengan masa jabatan sampai dengan
tahun 2020 maka masa jabatan tersebut tidak dihitung
satu periode.
(2) Gubernur, Bupati, dan Walikota yang dilantik pada
tahun 2018 dengan masa jabatan sampai dengan
tahun 2020 diberikan hak pensiun sebagai mantan
Gubernur, Bupati, dan Walikota satu periode.
(3) Daerah yang Gubernur, Bupati, dan Walikota berakhir
masa jabatannya tahun 2016, tahun 2017 dan
tahun 2018, karena sesuatu hal yang mengakibatkan
tidak terselesaikannya tahapan pemilihan pada Desember
tahun 2018 maka untuk mengisi kekosongan jabatan
Gubernur, Bupati, dan Walikota diangkat penjabat
Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota sampai
dengan tahun 2020.
(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota yang berakhir masa
jabatannya pada tahun 2018 dan masa jabatannya kurang
dari 5 (lima) tahun dikarenakan pelaksanaan Pemilihan
serentak maka diberikan kompensasi uang sebesar gaji
pokok dikalikan jumlah bulan yang tersisa serta
mendapatkan hak pensiun untuk satu periode.
Pasal 203
(1) Dalam hal terjadi kekosongan Gubernur, Bupati, dan
Walikota yang diangkat berdasarkan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota
menggantikan Gubernur, Bupati, dan Walikota sampai
dengan berakhir masa jabatannya.
(2) Dalam . . .
- 129 -
Pasal 204
Pada saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan
yang merupakan peraturan pelaksanaan dari peraturan
perundang-undangan mengenai penyelenggaraan pemilihan
kepala daerah dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.
BAB XXVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 205
Pada saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 243,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
Nomor 5586) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 206
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
- 130 -
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Oktober 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Oktober 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
I. UMUM
2. Undang-Undang . . .
-2-
II. PASAL . . .
-3-
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “melakukan perbuatan tercela”
antara lain, judi, mabuk, pemakai/pengedar narkoba, dan
berzina serta perbuatan yang melanggar kesusilaan lainnya.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k . . .
-4-
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Yang dimaksud dengan “tidak memiliki konflik kepentingan”
adalah antara lain, tidak memiliki ikatan perkawinan atau
garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke atas, ke bawah,
ke samping dengan petahana kecuali telah melewati jeda
1 (satu) kali masa jabatan.
Huruf r
Cukup jelas.
Huruf s
Cukup jelas.
Huruf t
Cukup jelas.
Huruf u
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14 . . .
-5-
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28 . . .
-6-
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42 . . .
-7-
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “orang” termasuk Calon Gubernur,
Calon Bupati, atau Calon Walikota.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53 . . .
-8-
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Penetapan calon oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
yang memperoleh suara terbanyak di bawah calon yang
memperoleh suara terbanyak kedua dilakukan dengan
memperhatikan urutan perolehan suara terbanyak.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “surat keterangan penduduk”,
antara lain, paspor atau Surat Izin Mengemudi (SIM).
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61 . . .
-9-
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Ketentuan dalam huruf ini dikenal dengan istilah Kampanye
hitam atau black campaign.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i . . .
- 10 -
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pengisian jabatan hanya dapat dilakukan untuk mengisi
kekosongan jabatan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
- 11 -
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “perlengkapan lainnya” meliputi
sampul kertas, tanda pengenal KPPS, tanda pengenal
petugas keamanan TPS, tanda pengenal saksi, karet
pengikat surat suara, lem/perekat, kantong plastik,
ballpoint, gembok, spidol, formulir untuk berita acara dan
sertifikat, stiker nomor kotak suara, tali pengikat alat
pemberi tanda pilihan, dan alat bantu tuna netra.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86 . . .
- 12 -
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100 . . .
- 13 -
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Cukup jelas.
Pasal 103
Cukup jelas.
Pasal 104
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Cukup jelas.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Cukup jelas.
Pasal 109
Cukup jelas.
Pasal 110
Cukup jelas.
Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114 . . .
- 14 -
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Cukup jelas.
Pasal 121
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Cukup jelas.
Pasal 126
Cukup jelas.
Pasal 127
Cukup jelas.
Pasal 128 . . .
- 15 -
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Sosialisasi Pemilihan dan pendidikan politik bagi pemilih
dilakukan dalam bentuk seminar, lokakarya, pelatihan,
simulasi, dan bentuk kegiatan lainnya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133
Cukup jelas.
Pasal 134
Cukup jelas.
Pasal 135
Cukup jelas.
Pasal 136
Cukup jelas.
Pasal 137
Cukup jelas.
Pasal 138
Cukup jelas.
Pasal 139
Cukup jelas.
Pasal 140 . . .
- 16 -
Pasal 140
Cukup jelas.
Pasal 141
Cukup jelas.
Pasal 142
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “sengketa antara Peserta Pemilihan
dengan penyelenggara Pemilihan” antara lain, sengketa yang
diakibatkan keluarnya Keputusan KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota.
Pasal 143
Cukup jelas.
Pasal 144
Cukup jelas.
Pasal 145
Cukup jelas.
Pasal 146
Cukup jelas.
Pasal 147
Cukup jelas.
Pasal 148
Cukup jelas.
Pasal 149
Cukup jelas.
Pasal 150
Cukup jelas.
Pasal 151
Cukup jelas.
Pasal 152 . . .
- 17 -
Pasal 152
Cukup jelas.
Pasal 153
Cukup jelas.
Pasal 154
Cukup jelas.
Pasal 155
Cukup jelas.
Pasal 156
Cukup jelas.
Pasal 157
Cukup jelas.
Pasal 158
Cukup jelas.
Pasal 159
Cukup jelas.
Pasal 160
Cukup jelas.
Pasal 161
Cukup jelas.
Pasal 162
Cukup jelas.
Pasal 163
Ayat (1)
Serah terima jabatan Gubernur dilakukan di ibu kota
provinsi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 164 . . .
- 18 -
Pasal 164
Ayat (1)
Serah terima jabatan Bupati/Walikota dilakukan di ibu kota
Kabupaten/Kota.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 165
Cukup jelas.
Pasal 166
Pendanaan untuk seluruh kegiatan Pemilihan dibebankan pada
APBN, kecuali kegiatan kampanye yang berupa pertemuan
terbatas dan pertemuan tatap muka dan dialog.
Dukungan dana melalui APBD antara lain berupa kegiatan
sosialisasi, pengamanan, distribusi logistik dan lain-lain.
Pasal 167
Cukup jelas.
Pasal 168
Cukup jelas.
Pasal 169
Cukup jelas.
Pasal 170
Cukup jelas.
Pasal 171
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g . . .
- 19 -
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Yang dimaksud dengan “tidak memiliki konflik kepentingan”
adalah tidak memiliki ikatan perkawinan atau garis
keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke atas, ke bawah dan ke
samping dengan Gubernur, Bupati dan Walikota.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Pasal 172
Cukup jelas.
Pasal 173
Cukup jelas.
Pasal 174
Cukup jelas.
Pasal 175
Cukup jelas.
Pasal 176
Cukup jelas.
Pasal 177
Cukup jelas.
Pasal 178 . . .
- 20 -
Pasal 178
Cukup jelas.
Pasal 179
Cukup jelas.
Pasal 180
Cukup jelas.
Pasal 181
Cukup jelas.
Pasal 182
Cukup jelas.
Pasal 183
Cukup jelas.
Pasal 184
Cukup jelas.
Pasal 185
Cukup jelas.
Pasal 186
Cukup jelas.
Pasal 187
Cukup jelas.
Pasal 188
Cukup jelas.
Pasal 189
Cukup jelas.
Pasal 190
Cukup jelas.
Pasal 191
Cukup jelas.
Pasl 192 . . .
- 21 -
Pasal 192
Cukup jelas.
Pasal 193
Cukup jelas.
Pasal 194
Cukup jelas.
Pasal 195
Cukup jelas.
Pasal 196
Cukup jelas.
Pasal 197
Cukup jelas.
Pasal 198
Cukup jelas.
Pasal 199
Cukup jelas.
Pasal 200
Cukup jelas.
Pasal 201
Cukup jelas.
Pasal 202
Cukup jelas.
Pasal 203
Cukup jelas.
Pasal 204
Cukup jelas.
Pasal 205
Cukup jelas.
Pasal 206 . . .
- 22 -
Pasal 206
Cukup jelas.
Mengingat . . .
-2-
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (4), Pasal 20, Pasal 21, dan 22D ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan
Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 5656);
MEMUTUSKAN:
Pasal I
1. Ketentuan . . .
-3-
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang
selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan
kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan
kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan
Wakil Walikota secara langsung dan demokratis.
2. Dihapus.
3. Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur adalah
peserta Pemilihan yang diusulkan oleh partai politik,
gabungan partai politik, atau perseorangan yang
didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum
Provinsi.
4. Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, Calon Walikota
dan Calon Wakil Walikota adalah peserta Pemilihan yang
diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik,
atau perseorangan yang didaftarkan atau mendaftar
di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota.
5. Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan
dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara
sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita
untuk memperjuangkan dan membela kepentingan
politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Pemilih adalah penduduk yang berusia paling rendah
17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin yang
terdaftar dalam Pemilihan.
7. Komisi . . .
-4-
12. Panitia . . .
-5-
20. Pengawas . . .
-6-
2. Ketentuan . . .
-7-
6. Ketentuan . . .
-9-
n. belum . . .
- 10 -
8. Ketentuan . . .
- 11 -
e. mengoordinasikan . . .
- 12 -
o. mengenakan . . .
- 13 -
d. melaporkan . . .
- 14 -
d. menyusun . . .
- 15 -
l. membuat . . .
- 16 -
13. Ketentuan . . .
- 17 -
j. menyampaikan . . .
- 18 -
m. Dihapus . . .
- 19 -
m. Dihapus.
n. Dihapus.
o. Dihapus.
p. Dihapus.
q. menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah
penghitungan suara dan setelah kotak suara disegel;
r. meneruskan kotak suara dari setiap TPS kepada PPK pada
hari yang sama setelah terkumpulnya kotak suara dari
setiap TPS dan tidak memiliki kewenangan membuka
kotak suara yang sudah disegel oleh KPPS;
s. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang
disampaikan oleh PPL;
t. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan
penyelenggaraan Pemilihan di wilayah kerjanya;
u. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan
dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang PPS
kepada masyarakat;
v. membantu PPK dalam menyelenggarakan Pemilihan,
kecuali dalam hal penghitungan suara;
w. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang
diberikan oleh KPU Kabupaten/Kota, dan PPK sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
x. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 22B . . .
- 20 -
Pasal 22B
Tugas dan wewenang Bawaslu dalam pengawasan
penyelenggaraan Pemilihan meliputi:
a. menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk
setiap tahapan pengawasan penyelenggaraan Pemilihan
setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat
dan Pemerintah;
b. mengoordinasikan dan memantau tahapan pengawasan
penyelenggaraan Pemilihan;
c. melakukan evaluasi pengawasan penyelenggaraan
Pemilihan;
d. menerima laporan hasil pengawasan penyelenggaraan
Pemilihan dari Bawaslu Provinsi dan Bawaslu
Kabupaten/Kota;
e. memfasilitasi pelaksanaan tugas Bawaslu Provinsi dan
Panwas Kabupaten/Kota dalam melanjutkan tahapan
pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan Pemilihan
jika Provinsi, Kabupaten, dan Kota tidak dapat
melanjutkan tahapan pelaksanaan pengawasan
penyelenggaraan Pemilihan secara berjenjang; dan
f. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 22C
Bawaslu dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilihan
wajib:
a. memperlakukan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta
Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota secara adil dan
setara;
b. menyampaikan semua informasi pengawasan
penyelenggaraan Pemilihan kepada masyarakat;
c. melaksanakan Keputusan DKPP; dan
d. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 22D . . .
- 21 -
Pasal 22D
Bawaslu memegang tanggung jawab akhir atas pengawasan
penyelenggaraan Pemilihan oleh Bawaslu Provinsi, Panwas
Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas
TPS.
17. Ketentuan . . .
- 22 -
c. menerima . . .
- 23 -
22. Ketentuan . . .
- 24 -
(4) Partai . . .
- 25 -
b. Kabupaten . . .
- 26 -
(3) Calon . . .
- 27 -
26. Ketentuan . . .
- 28 -
d. surat . . .
- 29 -
k. surat . . .
- 30 -
(5) Dalam . . .
- 31 -
(5) PPK . . .
- 32 -
(3) Hasil . . .
- 33 -
(9) KPU . . .
- 34 -
(5) Dalam . . .
- 35 -
(5) Dalam hal pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati
serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
diajukan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik
berhalangan tetap sampai dengan tahap penelitian
kelengkapan persyaratan, Partai Politik atau gabungan
Partai Politik diberi kesempatan untuk mengajukan
pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta
pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
pengganti paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan
hasil penelitian persyaratan oleh KPU Kabupaten/Kota
diterima.
(6) KPU Kabupaten/Kota melakukan penelitian tentang
kelengkapan dan/atau perbaikan persyaratan pasangan
Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan
Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dan memberitahukan
hasilnya kepada pimpinan Partai Politik atau pimpinan
gabungan Partai Politik paling lama 7 (tujuh) hari sejak
kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) diterima.
(7) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada
ayat (6), menetapkan pasangan calon yang diajukan tidak
memenuhi syarat, Partai Politik atau gabungan Partai
Politik tidak dapat mengajukan pengganti.
(8) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) menghasilkan pasangan calon yang memenuhi
persyaratan kurang dari 2 (dua) pasangan calon, tahapan
pelaksanaan pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil
Walikota pemilihan ditunda paling lama 10 (sepuluh) hari.
(9) KPU Kabupaten/Kota membuka kembali pendaftaran
pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta
pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota paling
lama 3 (tiga) hari setelah penundaan tahapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (8).
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penelitian
persyaratan pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil
Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan KPU.
32. Ketentuan . . .
- 36 -
(2) Berdasarkan . . .
- 37 -
(3) Pasangan . . .
- 38 -
(5) Dalam . . .
- 39 -
38. Ketentuan . . .
- 40 -
(7) Daftar . . .
- 41 -
39. Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 59 diubah, sehingga
Pasal 59 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 59
(1) Penduduk yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih
Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (7)
diberi surat pemberitahuan sebagai Pemilih oleh PPS.
(2) Penduduk yang mempunyai hak pilih dan belum
terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap dapat
mendaftarkan diri sebagai Pemilih kepada PPS untuk
dicatat dalam Daftar Pemilih Tetap Tambahan.
(3) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak
pengumuman Daftar Pemilih Tetap.
(4) Pemilih tambahan yang sudah didaftar sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diberi surat pemberitahuan
sebagai Pemilih oleh PPS.
40. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 61 diubah, sehingga
Pasal 61 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 61
(1) Dalam hal masih terdapat penduduk yang mempunyai
hak pilih belum terdaftar dalam daftar Pemilih tetap,
yang bersangkutan dapat menggunakan hak pilihnya
dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk
Elektronik, kartu keluarga, paspor, dan/atau identitas
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Penggunaan . . .
- 42 -
42. Ketentuan . . .
- 43 -
43. Ketentuan ayat (1) huruf c dan ayat (2) Pasal 65 diubah,
sehingga Pasal 65 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 65
(1) Kampanye dapat dilaksanakan melalui:
a. pertemuan terbatas;
b. pertemuan tatap muka dan dialog;
c. debat publik/debat terbuka antarpasangan calon;
d. penyebaran bahan Kampanye kepada umum;
e. pemasangan alat peraga;
f. iklan media massa cetak dan media massa elektronik;
dan/atau
g. kegiatan lain yang tidak melanggar larangan
Kampanye dan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
huruf d, huruf e dan huruf f difasilitasi oleh KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota yang didanai APBD.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan metode
Kampanye diatur dengan Peraturan KPU.
44. Ketentuan . . .
- 44 -
(2) Masa . . .
- 45 -
47. Ketentuan . . .
- 46 -
b. aparatur . . .
- 47 -
a. sumbangan . . .
- 48 -
51. Ketentuan . . .
- 49 -
51. Ketentuan ayat (1) dan ayat (5) Pasal 75 diubah, sehingga
Pasal 75 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 75
(1) Laporan sumbangan dana Kampanye dan pengeluaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (5) dan
ayat (6), disampaikan oleh pasangan Calon Gubernur dan
Calon Wakil Gubernur kepada KPU Provinsi dan pasangan
Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan
Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota kepada KPU
Kabupaten/Kota dalam waktu 1 (satu) hari sebelum masa
Kampanye dimulai dan 1 (satu) hari sesudah masa
Kampanye berakhir.
(2) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota wajib
menyerahkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) kepada kantor akuntan publik untuk diaudit paling
lambat 2 (dua) hari setelah KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota menerima laporan dana Kampanye.
(3) Kantor akuntan publik wajib menyelesaikan audit paling
lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dari KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota diterima.
(4) Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diumumkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
paling lambat 3 (tiga) hari setelah KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota menerima laporan hasil audit dari kantor
akuntan publik.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai sumbangan dan
pengeluaran dana Kampanye pasangan calon diatur
dengan Peraturan KPU.
b. penyumbang . . .
- 50 -
(5) Penggunaan . . .
- 51 -
54. Ketentuan ayat (3) dan ayat (4) Pasal 89 diubah, sehingga
Pasal 89 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 89
(1) Pelaksanaan pemungutan suara di TPS dipimpin oleh
KPPS.
(2) Pemberian suara dilaksanakan oleh Pemilih.
(3) Pelaksanaan pemungutan suara disaksikan oleh saksi
pasangan calon.
(4) Saksi pasangan calon sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) harus menyerahkan mandat tertulis dari
pasangan calon.
(5) Penanganan ketenteraman, ketertiban, dan keamanan di
setiap TPS dilaksanakan oleh 2 (dua) orang petugas yang
ditetapkan oleh PPS.
(6) Pengawasan pemungutan suara dilaksanakan oleh PPL
dan Pengawas TPS.
(7) Pemantauan pemungutan suara dilaksanakan oleh
pemantau Pemilihan yang telah diakreditasi oleh KPU
Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
58. Ketentuan . . .
- 53 -
d. jumlah . . .
- 54 -
(12) KPPS . . .
- 55 -
(4) Dalam . . .
- 56 -
(11) Penyerahan . . .
- 57 -
(6) Dalam . . .
- 58 -
66. Ketentuan ayat (1) Pasal 106 diubah, sehingga Pasal 106
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 106
(1) Dalam hal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, KPU
Kabupaten/Kota wajib menyerahkan berita acara
pemungutan suara dan sertifikat hasil penghitungan
suara kepada KPU Provinsi dalam waktu paling lambat
3 (tiga) hari setelah berita acara dan sertifikat hasil
penghitungan suara dari KPPS melalui PPK diterima.
(2) Berita Acara dan sertifikat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) beserta kelengkapannya dimasukkan dalam
sampul khusus dan selanjutnya dimasukkan dalam kotak
suara yang disediakan yang pada bagian luar ditempel
label atau disegel.
(3) KPU . . .
- 59 -
(4) Dalam . . .
- 60 -
69. Ketentuan . . .
- 61 -
71. Ketentuan . . .
- 62 -
72. Ketentuan ayat (2) Pasal 117 diubah, sehingga Pasal 117
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 117
(1) Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara pada
sertifikat hasil penghitungan suara dari TPS dengan
sertifikat hasil penghitungan suara yang diterima PPK
dari TPS, saksi pasangan calon tingkat Kecamatan dan
saksi calon di TPS, Panwas Kecamatan, atau PPL maka
PPK melakukan penghitungan suara ulang untuk TPS
yang bersangkutan.
(2) Penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan suara
ulang di PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan paling lama 5 (lima) hari setelah
hari/tanggal pemungutan suara.
74. Ketentuan . . .
- 63 -
75. Ketentuan . . .
- 64 -
76. Ketentuan . . .
- 65 -
76. Ketentuan ayat (1) Pasal 124 diubah, sehingga Pasal 124
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 124
(1) Lembaga pemantau Pemilihan wajib menyampaikan
laporan hasil pemantauannya kepada KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota dalam waktu paling lambat
7 (tujuh) hari setelah pelantikan pasangan Calon
terpilih.
(2) Lembaga pemantau Pemilihan wajib mematuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Lembaga pemantau Pemilihan yang tidak mematuhi
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan/atau tidak lagi memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (3),
dicabut haknya sebagai pemantau Pemilihan.
e. rencana . . .
- 66 -
e. menghormati . . .
- 67 -
79. Ketentuan ayat (2) Pasal 130 diubah, sehingga Pasal 130
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 130
(1) Setiap anggota lembaga pemantau Pemilihan wajib
memakai kartu tanda pengenal pemantau Pemilihan
dalam melaksanakan pemantauan Pemilihan.
(2) Kartu tanda pengenal pemantau Pemilihan diberikan
oleh KPU Provinsi untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur dan oleh KPU Kabupaten/Kota untuk
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan
Wakil Walikota.
(3) Lembaga pemantau Pemilihan wajib menaati dan
mematuhi semua ketentuan yang berkenaan dengan
Pemilihan serta memperhatikan kode etik pemantau
Pemilihan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
pemantauan Pemilihan diatur dalam Peraturan KPU.
(3) Partisipasi . . .
- 68 -
81. Ketentuan ayat (5) dan ayat (6) Pasal 134 diubah, sehingga
Pasal 134 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 134
(1) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota,
Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS
menerima laporan pelanggaran Pemilihan pada setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilihan.
(2) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan oleh:
a. Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih
pada Pemilihan setempat;
b. pemantau Pemilihan; atau
c. peserta Pemilihan.
(3) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara tertulis
yang memuat paling sedikit:
a. nama dan alamat pelapor;
b. pihak terlapor;
c. waktu dan tempat kejadian perkara; dan
d. uraian kejadian.
(4) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lama
7 (tujuh) hari sejak diketahui dan/atau ditemukannya
pelanggaran Pemilihan.
(5) Dalam . . .
- 69 -
(2) Badan . . .
- 70 -
a. Provinsi . . .
- 71 -
c. Kabupaten . . .
- 72 -
(4) Pengesahan . . .
- 73 -
88. Di antara Pasal 160 dan Pasal 161 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni Pasal 160A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 160A
(1) Dalam hal DPRD Provinsi tidak menyampaikan
pengesahan pengangkatan pasangan calon Gubernur
dan Wakil Gubernur terpilih, Presiden melalui Menteri
dapat melakukan pengesahan pengangkatan pasangan
calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih
berdasarkan usulan KPU Provinsi melalui KPU.
(2) Dalam hal DPRD Kabupaten/Kota tidak menyampaikan
pengesahan pengangkatan pasangan calon Bupati dan
Wakil Bupati serta pasangan calon Walikota dan Wakil
Walikota terpilih, Menteri melalui Gubernur sebagai
wakil Pemerintah dapat melakukan pengesahan
pengangkatan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati
serta pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota
terpilih berdasarkan usulan KPU Kabupaten/Kota
melalui KPU Provinsi.
(3) Pengesahan pengangkatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dalam waktu paling lama
20 (dua puluh) hari sejak diterimanya usulan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengesahan
pengangkatan pasangan calon terpilih sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Sumpah . . .
- 74 -
(3) Gubernur . . .
- 75 -
94. Ketentuan . . .
- 76 -
(2) DPRD . . .
- 77 -
(4) Dewan . . .
- 78 -
(3) Ketentuan . . .
- 79 -
107. Ketentuan . . .
- 80 -
109. Ketentuan . . .
- 81 -
110. Ketentuan ayat (2) Pasal 193 diubah, sehingga Pasal 193
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 193
(1) Dalam hal KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
tidak menetapkan pemungutan suara ulang di TPS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 tanpa alasan
yang dibenarkan berdasarkan Undang-Undang ini,
anggota KPU Provinsi dan anggota KPU Kabupaten/Kota
dipidana dengan pidana penjara paling singkat
6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam
juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua
puluh empat juta rupiah).
(2) Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak
membuat dan/atau menandatangani berita acara
perolehan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil
Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga
puluh enam) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(3) Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak
melaksanakan ketetapan KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pemungutan
suara ulang di TPS, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua
belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(4) Setiap . . .
- 82 -
112. Ketentuan . . .
- 83 -
113. Ketentuan Pasal 197 ayat (2) dihapus, sehingga Pasal 197
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 197
(1) Dalam hal KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
tidak menetapkan perolehan hasil Pemilihan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini,
anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
dipidana dengan pidana penjara paling singkat
24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama
60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit
Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam
ratus juta rupiah).
(2) Dihapus.
(2) Dalam . . .
- 84 -
(4) Pemungutan . . .
- 85 -
116. Ketentuan . . .
- 86 -
117. Di antara Pasal 205 dan Pasal 206 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni Pasal 205A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 205A
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua
Peraturan Perundang-undangan yang merupakan
peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656),
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang
ini.
Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
- 87 -
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 18 Maret 2015
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Maret 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
I. UMUM
Ketentuan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa Gubernur, Bupati, dan
Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi,
kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Untuk mewujudkan
amanah tersebut telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, Walikota. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
tersebut telah ditetapkan menjadi undang-undang berdasarkan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, Walikota Menjadi Undang-Undang.
Ketentuan di dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2014 yang telah ditetapkan menjadi Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2015 dirasakan masih terdapat beberapa
inkonsistensi dan menyisakan sejumlah kendala apabila dilaksanakan,
sehingga perlu disempurnakan. Beberapa penyempurnaan tersebut,
antara lain:
a. Penyelenggara Pemilihan
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013 menyatakan
bahwa Mahkamah Konstitusi tidak mempunyai kewenangan untuk
menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah. Putusan
ini mengindikasikan bahwa pemilihan kepala daerah bukan
merupakan rezim pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22E UUD 1945. Sebagai konsekuensinya, maka komisi
pemilihan umum yang diatur di dalam Pasal 22E tidak berwenang
menyelenggarakan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Untuk . . .
-2-
f. Persyaratan . . .
-3-
f. Persyaratan Calon
Penyempurnaan persyaratan calon di dalam Undang-Undang ini
bertujuan agar lebih tercipta kualitas gubernur dan wakil gubernur,
bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota yang
memiliki kompetensi, integritas, dan kapabilitas serta memenuhi
unsur akseptabilitas.
g. Pemungutan suara secara serentak
Konsepsi pemungutan suara serentak menuju pemungutan suara
serentak secara nasional yang diatur di dalam Perppu perlu
disempurnakan mengingat akan terjadi pemotongan periode masa
jabatan yang sangat lama dan masa jabatan penjabat menjadi terlalu
lama. Undang-Undang ini memformulasikan ulang tahapan menuju
pemilu serentak nasional tersebut dengan mempertimbangkan
pemotongan periode masa jabatan yang tidak terlalu lama dan masa
jabatan penjabat yang tidak terlalu lama; kesiapan penyelenggara
pemilihan; serta dengan memperhatikan pelaksanaan Pemilu
Presiden dan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD secara serentak
pada tahun 2019.
Selain hal-hal tersebut, Undang-Undang ini juga menyempurnakan
beberapa ketentuan teknis lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan
Pemilihan.
Pasal I
Angka 1
Pasal 1
Cukup jelas.
Angka 2
Pasal 3
Cukup jelas.
Angka 3
Pasal 4
Dihapus.
Angka 4
Pasal 5
Cukup jelas.
Angka 5 . . .
-4-
Angka 5
Pasal 6
Cukup jelas.
Angka 6
Pasal 7
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Dihapus.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Persyaratan ini tidak berlaku bagi seseorang yang
telah selesai menjalankan pidananya, terhitung
5 (lima) tahun sebelum yang bersangkutan
ditetapkan sebagai bakal calon dalam pemilihan
jabatan publik yang dipilih (elected official) dan yang
bersangkutan mengemukakan secara jujur dan
terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan
pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku
kejahatan berulang-ulang. Orang yang dipidana
penjara karena alasan politik dikecualikan dari
ketentuan ini.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Dihapus.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k . . .
-5-
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah
penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat
Walikota mengundurkan diri untuk mencalonkan
diri menjadi Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Huruf r
Yang dimaksud dengan “tidak memiliki konflik
kepentingan dengan petahana” adalah tidak
memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan
dan/atau garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus
ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana
yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik,
ipar, anak, menantu kecuali telah melewati jeda
1 (satu) kali masa jabatan.
Huruf s
Cukup jelas.
Huruf t
Cukup jelas.
Huruf u
Cukup jelas.
Angka 7
Pasal 8
Cukup jelas.
Angka 8 . . .
-6-
Angka 8
Pasal 10
Cukup jelas.
Angka 9
Pasal 10A
Cukup jelas.
Angka 10
Pasal 11
Cukup jelas.
Angka 11
Pasal 12
Cukup jelas.
Angka 12
Pasal 13
Cukup jelas.
Angka 13
Pasal 14
Cukup jelas.
Angka 14
Pasal 20
Cukup jelas.
Angka 15
Pasal 22A
Cukup jelas.
Pasal 22B
Cukup jelas.
Pasal 22C
Cukup jelas.
Pasal 22D
Cukup jelas.
Angka 16 . . .
-7-
Angka 16
Pasal 27
Cukup jelas.
Angka 17
Pasal 28
Cukup jelas.
Angka 18
BAB V Dihapus.
Angka 19
Pasal 37
Dihapus.
Angka 20
BAB VI Dihapus.
Angka 21
Pasal 38
Dihapus.
Angka 22
Pasal 39
Cukup jelas.
Angka 23
Pasal 40
Cukup jelas.
Angka 24
Pasal 41
Cukup jelas.
Angka 25
Pasal 42
Cukup jelas.
Angka 26
Pasal 44
Cukup jelas.
Angka 27 . . .
-8-
Angka 27
Pasal 45
Cukup jelas.
Angka 28
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “orang” termasuk Calon
Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati,
Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, atau Calon Wakil
Walikota.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Angka 29
Pasal 48
Cukup jelas.
Angka 30
Pasal 49
Cukup jelas.
Angka 31
Pasal 50
Cukup jelas.
Angka 32
Pasal 51
Cukup jelas.
Angka 33 . . .
-9-
Angka 33
Pasal 52
Cukup jelas.
Angka 34
Pasal 53
Cukup jelas.
Angka 35
Pasal 54
Cukup jelas.
Angka 36
Pasal 55
Dihapus.
Angka 37
Pasal 57
Cukup jelas.
Angka 38
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pemutakhiran data pemilih adalah menambah
dan/atau mengurangi calon pemilih sesuai dengan
kondisi nyata di lapangan, bukan untuk merubah
elemen data yang bersumber dari DP4.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8) . . .
- 10 -
Ayat (8)
Cukup jelas.
Angka 39
Pasal 59
Cukup jelas.
Angka 40
Pasal 61
Cukup jelas.
Angka 41
Pasal 63
Cukup jelas.
Angka 42
Pasal 64
Cukup jelas.
Angka 43
Pasal 65
Cukup jelas.
Angka 44
Pasal 66
Cukup jelas.
Angka 45
Pasal 67
Cukup jelas.
Angka 46
Pasal 68
Cukup jelas.
Angka 47
Pasal 69
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c . . .
- 11 -
Huruf c
Ketentuan dalam huruf ini dikenal dengan istilah
Kampanye hitam atau black campaign.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Angka 48
Pasal 70
Cukup jelas.
Angka 49
Pasal 71
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam hal terjadi kekosongan jabatan, maka
Gubernur, Bupati, dan Walikota menunjuk pejabat
pelaksana tugas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 50 . . .
- 12 -
Angka 50
Pasal 74
Cukup jelas.
Angka 51
Pasal 75
Cukup jelas.
Angka 52
Pasal 76
Cukup jelas.
Angka 53
Pasal 87
Cukup jelas.
Angka 54
Pasal 89
Cukup jelas.
Angka 55
Pasal 90
Cukup jelas.
Angka 56
Pasal 91
Cukup jelas.
Angka 57
Pasal 94
Cukup jelas.
Angka 58
Pasal 95
Cukup jelas.
Angka 59
Pasal 98
Cukup jelas.
Angka 60 . . .
- 13 -
Angka 60
Pasal 100
Dihapus.
Angka 61
Pasal 101
Dihapus.
Angka 62
Pasal 102
Dihapus.
Angka 63
Pasal 103
Cukup jelas.
Angka 64
Pasal 104
Cukup jelas.
Angka 65
Pasal 105
Cukup jelas.
Angka 66
Pasal 106
Cukup jelas.
Angka 67
Pasal 107
Cukup jelas.
Angka 68
Pasal 108
Cukup jelas.
Angka 69
Pasal 109
Cukup jelas.
Angka 70 . . .
- 14 -
Angka 70
Pasal 115
Cukup jelas.
Angka 71
Pasal 116
Cukup jelas.
Angka 72
Pasal 117
Cukup jelas.
Angka 73
Pasal 118
Cukup jelas.
Angka 74
Pasal 119
Cukup jelas.
Angka 75
Pasal 122
Cukup jelas.
Angka 76
Pasal 124
Cukup jelas.
Angka 77
Pasal 125
Cukup jelas.
Angka 78
Pasal 127
Cukup jelas.
Angka 79
Pasal 130
Cukup jelas.
Angka 80 . . .
- 15 -
Angka 80
Pasal 131
Cukup jelas.
Angka 81
Pasal 134
Cukup jelas.
Angka 82
Pasal 138
Cukup jelas.
Angka 83
Pasal 142
Cukup jelas.
Angka 84
Pasal 157
Cukup jelas.
Angka 85
Pasal 158
Cukup jelas.
Angka 86
Pasal 159
Dihapus.
Angka 87
Pasal 160
Cukup jelas.
Angka 88
Pasal 160A
Cukup jelas.
Angka 89
Pasal 161
Cukup jelas.
Angka 90 . . .
- 16 -
Angka 90
Pasal 162
Cukup jelas.
Angka 91
Pasal 163
Ayat (1)
Serah terima jabatan Gubernur dilakukan di ibu
kota provinsi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 92
Pasal 164
Ayat (1)
Serah terima jabatan Bupati/Walikota dilakukan
di ibu kota Kabupaten/Kota.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 93
Pasal 165
Cukup jelas.
Angka 94
Pasal 166
Cukup jelas.
Angka 95
Pasal 167
Dihapus.
Angka 96
Pasal 168
Dihapus. Angka 97 . . .
- 17 -
Angka 97
Pasal 169
Dihapus.
Angka 98
Pasal 170
Dihapus.
Angka 99
Pasal 171
Dihapus.
Angka 100
Pasal 172
Dihapus.
Angka 101
Pasal 173
Cukup jelas.
Angka 102
Pasal 174
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dua pasangan calon yang diusulkan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dalam hal keduanya
berhenti atau diberhentikan secara bersamaan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7) . . .
- 18 -
Ayat (7)
Cukup jelas.
Angka 103
Pasal 175
Dihapus.
Angka 104
Pasal 176
Cukup jelas.
Angka 105
Pasal 184
Cukup jelas.
Angka 106
Pasal 185
Cukup jelas.
Angka 107
Pasal 189
Cukup jelas.
Angka 108
Pasal 191
Cukup jelas.
Angka 109
Pasal 192
Dihapus.
Angka 110
Pasal 193
Cukup jelas.
Angka 111
Pasal 195
Cukup jelas.
Angka 112 . . .
- 19 -
Angka 112
Pasal 196
Cukup jelas.
Angka 113
Pasal 197
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dihapus.
Angka 114
Pasal 200
Cukup jelas.
Angka 115
Pasal 201
Cukup jelas.
Angka 116
Pasal 202
Cukup jelas.
Angka 117
Pasal 205A
Cukup jelas.
Pasal II
Cukup jelas.
Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 18 ayat (4), dan Pasal 20, Pasal 21,
Pasal 22D ayat (2), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D
ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678);
MEMUTUSKAN:
Pasal I . . .
-3-
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Lampiran Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5656) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5678) diubah sebagai berikut:
Pasal 7
(1) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan
yang sama untuk mencalonkan diri dan dicalonkan
sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur,
Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon
Walikota dan Calon Wakil Walikota.
(2) Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon
Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota
dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan
tingkat atas atau sederajat;
d. dihapus;
e. berusia . . .
-4-
p. berhenti . . .
-5-
Pasal 9
Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan
Pemilihan meliputi:
a. menyusun dan menetapkan Peraturan KPU dan
pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilihan
setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan
Rakyat, dan Pemerintah dalam forum rapat dengar
pendapat yang keputusannya bersifat mengikat;
b. mengoordinasi dan memantau tahapan Pemilihan;
c. melakukan evaluasi penyelenggaraan Pemilihan;
d. menerima laporan hasil Pemilihan dari KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota;
e. memfasilitasi pelaksanaan tugas KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota dalam melanjutkan tahapan
pelaksanaan Pemilihan jika Provinsi, Kabupaten, dan
Kota tidak dapat melanjutkan tahapan Pemilihan
secara berjenjang; dan
f. melaksanakan . . .
-6-
Pasal 10
KPU dalam penyelenggaraan Pemilihan wajib:
a. memperlakukan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati,
serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
secara adil dan setara;
b. menyampaikan semua informasi penyelenggaraan
Pemilihan kepada masyarakat;
b1. melaksanakan dengan segera rekomendasi dan/atau
putusan Bawaslu mengenai sanksi administrasi
Pemilihan;
c. melaksanakan Keputusan DKPP; dan
d. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
(1) Anggota PPK sebanyak 5 (lima) orang yang memenuhi
syarat berdasarkan Undang-Undang.
(1a) seleksi penerimaan anggota PPK dilaksanakan secara
terbuka dengan memperhatikan kompetensi,
kapasitas, integritas, dan kemandirian calon anggota
PPK.
(2) Anggota PPK diangkat dan diberhentikan oleh KPU
Kabupaten/Kota.
(3) Komposisi keanggotaan PPK memperhatikan
keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga
puluh persen).
(4) Dalam . . .
-7-
Pasal 19
(1) Anggota PPS berjumlah 3 (tiga) orang.
(2) Seleksi penerimaan anggota PPS dilaksanakan
secara terbuka dengan memperhatikan kompetensi,
kapasitas, integritas, dan kemandirian calon anggota
PPS.
(3) Anggota PPS diangkat dan diberhentikan oleh KPU
Kabupaten/Kota.
(2) Anggota . . .
-8-
f. memfasilitasi . . .
-9-
Pasal 30
Tugas dan wewenang Panwas Kabupaten/Kota adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan
yang meliputi:
9. mengendalikan . . .
- 10 -
h. mengawasi . . .
- 11 -
Pasal 33
Tugas dan wewenang Panwas Kecamatan dalam
Pemilihan meliputi:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di
wilayah Kecamatan yang meliputi:
1. pemutakhiran data Pemilih berdasarkan data
kependudukan dan penetapan Daftar Pemilih
Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;
2. pelaksanaan Kampanye;
3. perlengkapan Pemilihan dan
pendistribusiannya;
4. pelaksanaan pemungutan dan penghitungan
suara hasil Pemilihan;
5. penyampaian surat suara dari TPS sampai ke
PPK;
6. proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh
PPK dari seluruh TPS; dan
7. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan
suara ulang, Pemilihan lanjutan, dan Pemilihan
susulan.
b. mengawasi penyerahan kotak suara tersegel dari
PPK kepada KPU Kabupaten/Kota;
c. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap
tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang dilakukan
oleh penyelenggara Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada huruf a;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada PPK
untuk ditindaklanjuti;
e. meneruskan temuan dan laporan yang bukan
menjadi kewenangannya kepada instansi yang
berwenang;
f. mengawasi pelaksanaan sosialisasi
penyelenggaraan Pemilihan;
g. memberikan . . .
- 12 -
Pasal 40
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat
mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi
persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua
puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen)
dari akumulasi perolehan suara sah dalam
pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah di daerah yang bersangkutan.
(2) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai
Politik dalam mengusulkan pasangan calon
menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit
20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), jika hasil bagi jumlah kursi Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah menghasilkan angka
pecahan maka perolehan dari jumlah kursi dihitung
dengan pembulatan ke atas.
(3) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai
Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan
ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua
puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara
sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik
yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
(4) Partai Politik atau gabungan Partai Politik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
mengusulkan 1 (satu) pasangan calon.
(5) Perhitungan persentase dari jumlah kursi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
dikecualikan bagi kursi anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua
Barat yang diangkat.
12. Di antara . . .
- 13 -
(5) Dalam . . .
- 14 -
Pasal 41
(1) Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai
Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur jika
memenuhi syarat dukungan jumlah penduduk yang
mempunyai hak pilih dan termuat dalam daftar
pemilih tetap pada pemilihan umum atau Pemilihan
sebelumnya yang paling akhir di daerah
bersangkutan, dengan ketentuan:
a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat
pada daftar pemilih tetap sampai dengan
2.000.000 (dua juta) jiwa harus didukung paling
sedikit 10% (sepuluh persen);
b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat
pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000
(dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam
juta) jiwa harus didukung paling sedikit 8,5%
(delapan setengah persen);
c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat
pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000
(enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua
belas juta) jiwa harus didukung paling sedikit
7,5% (tujuh setengah persen);
d. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat
pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000
(dua belas juta) jiwa harus didukung paling
sedikit 6,5% (enam setengah persen); dan
e. jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d tersebar
di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah
kabupaten/kota di Provinsi dimaksud.
(2) Calon . . .
- 15 -
14. Di antara ayat (4) dan ayat (5) Pasal 42 disisipkan 1 (satu)
ayat, yakni ayat (4a) dan di antara ayat (5) dan ayat (6)
disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (5a), sehingga Pasal
42 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 42
(1) Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur didaftarkan ke KPU Provinsi oleh Partai
Politik, gabungan Partai Politik, atau perseorangan.
(2) Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati
serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil
Walikota didaftarkan ke KPU Kabupaten/Kota oleh
Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau
perseorangan.
(3) Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon
Bupati dan Calon Wakil Bupati, dan Calon
Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7.
(4) Pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon
Wakil Gubernur oleh Partai Politik ditandatangani
oleh ketua Partai Politik dan sekretaris Partai
Politik tingkat Provinsi disertai Surat Keputusan
Pengurus Partai Politik tingkat Pusat tentang
Persetujuan atas calon yang diusulkan oleh
Pengurus Partai Politik tingkat Provinsi.
(4a) Dalam hal pendaftaran pasangan calon
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
dilaksanakan oleh pimpinan Partai Politik tingkat
Provinsi, pendaftaran pasangan calon yang telah
disetujui Partai Politik tingkat Pusat, dapat
dilaksanakan oleh pimpinan Partai Politik tingkat
Pusat.
(5) Pedaftaran . . .
- 17 -
Pasal 45
(1) Pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon
Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon
Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan
Calon Wakil Walikota disertai dengan penyampaian
kelengkapan dokumen persyaratan.
(2) Dokumen . . .
- 18 -
4. tidak . . .
- 19 -
3. Kartu . . .
- 20 -
Pasal 48
(1) Pasangan calon atau tim yang diberikan kuasa oleh
pasangan calon menyerahkan dokumen syarat
dukungan pencalonan untuk Pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur kepada KPU Provinsi dan untuk
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan
Walikota dan Wakil Walikota kepada KPU
Kabupaten/Kota untuk dilakukan verifikasi
administrasi dan dibantu oleh PPK dan PPS.
(2) Verifikasi administrasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan:
a. mencocokkan dan meneliti berdasarkan nomor
induk kependudukan, nama, jenis kelamin,
tempat dan tanggal lahir, dan alamat dengan
mendasarkan pada Kartu Tanda Penduduk
Elektronik atau surat keterangan yang
diterbitkan oleh dinas kependudukan dan catatan
sipil; dan
b. berdasarkan . . .
- 21 -
Pasal 54
(1) Dalam hal pasangan calon atau salah satu calon
dari pasangan calon meninggal dunia dalam jangka
waktu sejak penetapan pasangan calon sampai
dengan hari pemungutan suara, Partai Politik atau
gabungan Partai Politik dapat mengusulkan
pasangan calon atau salah satu calon dari pasangan
calon pengganti paling lambat 30 (tiga puluh) Hari
sebelum hari pemungutan suara.
(2) Partai . . .
- 23 -
(8) Dalam . . .
- 24 -
Pasal 54A
(1) Dalam hal pasangan calon perseorangan meninggal
dunia terhitung sejak ditetapkan sebagai pasangan
calon sampai dengan hari pemungutan suara,
pasangan calon dinyatakan gugur serta tidak dapat
mengikuti Pemilihan.
(2) Dalam hal salah satu calon dari pasangan calon
perseorangan meninggal dunia terhitung sejak
ditetapkan sebagai pasangan calon sampai dengan
hari pemungutan suara, calon perseorangan dapat
mengusulkan calon pengganti paling lambat 30 (tiga
puluh) Hari sebelum hari pemungutan suara untuk
ditetapkan sebagai pasangan calon Pemilihan.
(3) Dalam hal salah satu calon dari pasangan calon
perseorangan meninggal dunia sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota wajib mengumumkan kepada
masyarakat.
Pasal 54B
Ketentuan mengenai meninggalnya pasangan calon atau
salah satu calon dari pasangan calon sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54 dan Pasal 54A berlaku secara
mutatis mutandis terhadap pasangan calon atau salah
satu calon dari pasangan calon dalam Pemilihan 1 (satu)
pasangan calon.
Pasal 54C
(1) Pemilihan 1 (satu) pasangan calon dilaksanakan
dalam hal memenuhi kondisi:
a. setelah . . .
- 25 -
Pasal 54D
(1) KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota
menetapkan pasangan calon terpilih pada Pemilihan
1 (satu) pasangan calon sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 54C, jika mendapatkan suara lebih dari
50% (lima puluh persen) dari suara sah.
(2) Jika perolehan suara pasangan calon kurang dari
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pasangan
calon yang kalah dalam Pemilihan boleh
mencalonkan lagi dalam Pemilihan berikutnya.
(3) Pemilihan berikutnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), diulang kembali pada tahun berikutnya
atau dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang
dimuat dalam peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal belum ada pasangan calon terpilih
terhadap hasil Pemilihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3), Pemerintah menugaskan
penjabat Gubernur, penjabat Bupati, atau penjabat
Walikota.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pemilihan
1 (satu) pasangan calon diatur dengan Peraturan
KPU.
Pasal 57
(1) Untuk dapat menggunakan hak memilih, warga
negara Indonesia harus terdaftar sebagai Pemilih.
(2) Dalam hal warga negara Indonesia tidak terdaftar
sebagai Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), pada saat pemungutan suara menunjukkan
Kartu Tanda Penduduk Elektronik.
(3) Untuk dapat didaftar sebagai Pemilih, warga negara
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi syarat:
a. tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya;
dan/atau
b. tidak . . .
- 27 -
22. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 61 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 61
(1) Dalam hal masih terdapat penduduk yang
mempunyai hak pilih belum terdaftar dalam daftar
Pemilih tetap, yang bersangkutan dapat
menggunakan hak pilihnya dengan menunjukkan
Kartu Tanda Penduduk Elektronik.
(2) Penggunaan hak pilih sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya dapat digunakan di tempat
pemungutan suara yang berada di rukun tetangga
atau rukun warga atau sebutan lain sesuai dengan
alamat yang tertera dalam Kartu Tanda Penduduk
Elektronik.
(3) Sebelum . . .
- 29 -
24. Di antara ayat (2) dan ayat (3) Pasal 65 disisipkan 2 (dua)
ayat, yakni ayat (2a) dan ayat (2b) yang berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 65
(1) Kampanye dapat dilaksanakan melalui:
a. pertemuan terbatas;
b. pertemuan tatap muka dan dialog;
c. debat publik/debat terbuka antarpasangan
calon;
d. penyebaran bahan Kampanye kepada umum;
e. pemasangan . . .
- 30 -
25. Ketentuan ayat (2) dan ayat (4) Pasal 68 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 68
(1) Debat publik/debat terbuka antar calon
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1)
huruf c dilaksanakan paling banyak 3 (tiga) kali oleh
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(2) Debat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disiarkan secara langsung atau siaran tunda melalui
lembaga penyiaran publik.
(3) Moderator debat dipilih oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota dari kalangan profesional dan
akademisi yang mempunyai integritas, jujur,
simpatik, dan tidak memihak kepada salah satu
calon.
(4) Materi debat adalah visi, misi, dan program Calon
Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati
dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan
Calon Wakil Walikota dalam rangka:
a. meningkatkan . . .
- 31 -
b. dilarang . . .
- 32 -
Pasal 71
(1) Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur
sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa
atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat
keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan
atau merugikan salah satu pasangan calon.
(2) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil
Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang
melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan
sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai
dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat
persetujuan tertulis dari Menteri.
(3) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil
Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang
menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan
yang menguntungkan atau merugikan salah satu
pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di
daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum
tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan
penetapan pasangan calon terpilih.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sampai dengan ayat (3) berlaku juga untuk penjabat
Gubernur atau Penjabat Bupati/Walikota.
(5) Dalam . . .
- 33 -
Pasal 73
(1) Calon dan/atau tim Kampanye dilarang
menjanjikan dan/atau memberikan uang atau
materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara
Pemilihan dan/atau Pemilih.
(2) Calon yang terbukti melakukan pelanggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan
putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi
administrasi pembatalan sebagai pasangan calon
oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(3) Tim Kampanye yang terbukti melakukan
pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi
pidana sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Selain Calon atau Pasangan Calon, anggota Partai
Politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain
juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan
melawan hukum menjanjikan atau memberikan
uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada
warga negara Indonesia baik secara langsung
ataupun tidak langsung untuk:
a. mempengaruhi Pemilih untuk tidak
menggunakan hak pilih;
b. menggunakan . . .
- 34 -
30. Di antara ayat (2) dan ayat (3) Pasal 85 disisipkan 2 (dua)
ayat, yakni ayat (2a) dan ayat (2b) sehingga Pasal 85
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 85
(1) Pemberian suara untuk Pemilihan dapat dilakukan
dengan cara:
a. memberi tanda satu kali pada surat suara; atau
b. memberi suara melalui peralatan Pemilihan
suara secara elektronik.
(2) Pemberian tanda satu kali sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dilakukan berdasarkan prinsip
memudahkan Pemilih, akurasi dalam penghitungan
suara, dan efisiensi dalam penyelenggaraan
Pemilihan.
(2a) Pemberian suara secara elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan
mempertimbangkan kesiapan Pemerintah Daerah
dari segi infrastruktur dan kesiapan masyarakat
berdasarkan prinsip efisiensi dan mudah.
(2b) Dalam . . .
- 36 -
Pasal 107
(1) Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta
pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan
sebagai pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati terpilih serta pasangan Calon Walikota dan
Calon Wakil Walikota terpilih.
(2) Dalam hal terdapat jumlah perolehan suara yang
sama untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota,
pasangan calon yang memperoleh dukungan Pemilih
yang lebih merata penyebarannya di seluruh
kecamatan di kabupaten/kota tersebut ditetapkan
sebagai pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon
Wakil Walikota terpilih.
(3) Dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan Calon
Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon
Walikota dan Calon Wakil Walikota peserta
Pemilihan memperoleh suara lebih dari 50% (lima
puluh persen) dari suara sah, ditetapkan sebagai
pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati
terpilih serta pasangan Calon Walikota dan Calon
Wakil Walikota terpilih.
32. Ketentuan . . .
- 37 -
(2) Bawaslu . . .
- 38 -
35. Ketentuan . . .
- 39 -
Pasal 144
(1) Putusan Bawaslu Provinsi dan Putusan Panwas
Kabupaten/Kota mengenai penyelesaian sengketa
Pemilihan merupakan Putusan bersifat mengikat.
(2) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib
menindaklanjuti putusan Bawaslu Provinsi dan/atau
putusan Panwas Kabupaten/Kota mengenai
penyelesaian sengketa Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling lambat 3 (tiga) hari
kerja.
(3) Seluruh proses pengambilan Putusan Bawaslu
Provinsi dan Putusan Panwas Kabupaten/Kota wajib
dilakukan melalui proses yang terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penyelesaian sengketa diatur dengan Peraturan
Bawaslu.
Pasal 146
(1) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
tergabung dalam sentra penegakan hukum terpadu
dapat melakukan penyelidikan setelah adanya
laporan pelanggaran Pemilihan yang diterima oleh
Bawaslu Provinsi maupun Panwas Kabupaten/Kota.
(2) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam
menjalankan tugas dapat melakukan penggeledahan,
penyitaan, dan pengumpulan alat bukti untuk
kepentingan penyelidikan maupun penyidikan tanpa
surat izin ketua pengadilan negeri setempat.
(3) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia
menyampaikan hasil penyidikan disertai berkas
perkara kepada penuntut umum paling lama 14
(empat belas) hari kerja terhitung sejak laporan
diterima dari Bawaslu Provinsi maupun Panwas
Kabupaten/Kota.
(4) Dalam . . .
- 40 -
Pasal 152
(1) Untuk menyamakan pemahaman dan pola
penanganan tindak pidana Pemilihan, Bawaslu
Provinsi, dan/atau Panwas Kabupaten/Kota,
Kepolisian Daerah dan/atau Kepolisian Resor, dan
Kejaksaan Tinggi dan/atau Kejaksaan Negeri
membentuk sentra penegakan hukum terpadu.
(2) Sentra penegakan hukum terpadu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) melekat pada Bawaslu,
Bawaslu Provinsi, dan Panwas Kabupaten/Kota.
(3) Anggaran operasional sentra penegakan hukum
terpadu dibebankan pada Anggaran Bawaslu.
(4) Ketentuan mengenai sentra penegakan hukum
terpadu diatur dengan peraturan bersama antara
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jaksa
Agung Republik Indonesia, dan Ketua Bawaslu.
(5) Peraturan bersama sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) ditetapkan setelah berkonsultasi dengan
Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah dalam
forum rapat dengar pendapat yang keputusannya
bersifat mengikat.
38. Ketentuan . . .
- 41 -
Pasal 153
(1) Sengketa tata usaha negara Pemilihan merupakan
sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha
negara Pemilihan antara Calon Gubernur dan Calon
Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil
Walikota dengan KPU Provinsi dan/atau KPU
Kabupaten/Kota sebagai akibat dikeluarkannya
Keputusan KPU Provinsi dan/atau KPU
Kabupaten/Kota.
(2) Peradilan Tata Usaha Negara dalam menerima,
memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa Tata
Usaha Negara Pemilihan menggunakan Hukum
Acara Tata Usaha Negara, kecuali ditentukan lain
dalam Undang-Undang ini.
Pasal 154
(1) Peserta Pemilihan mengajukan keberatan terhadap
keputusan KPU Provinsi atau keputusan KPU
Kabupaten/Kota kepada Bawaslu Provinsi dan/atau
Panwas Kabupaten/Kota dalam jangka waktu paling
lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak keputusan
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota ditetapkan.
(2) Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara
Pemilihan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
dilakukan setelah seluruh upaya administratif di
Bawaslu Provinsi dan/atau Panwas Kabupaten/Kota
telah dilakukan.
(3) Dalam hal pengajuan gugatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) kurang lengkap, penggugat
dapat memperbaiki dan melengkapi gugatan dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung
sejak diterimanya gugatan oleh Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara.
(4) Apabila . . .
- 42 -
Pasal 156
(1) Perselisihan hasil Pemilihan merupakan perselisihan
antara KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota
dan peserta Pemilihan mengenai penetapan
perolehan suara hasil Pemilihan.
(2) Perselisihan penetapan perolehan suara hasil
Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah perselisihan penetapan perolehan suara yang
signifikan dan dapat mempengaruhi penetapan calon
terpilih.
Pasal 157
(1) Perkara perselisihan hasil Pemilihan diperiksa dan
diadili oleh badan peradilan khusus.
(2) Badan peradilan khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibentuk sebelum pelaksanaan
Pemilihan serentak nasional.
(3) Perkara perselisihan penetapan perolehan suara
tahap akhir hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh
Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan
peradilan khusus.
(4) Peserta Pemilihan dapat mengajukan permohonan
pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan
suara oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota
kepada Mahkamah Konstitusi.
(5) Peserta Pemilihan mengajukan permohonan kepada
Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung
sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil
Pemilihan oleh KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota.
(6) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) dilengkapi alat/dokumen bukti dan
Keputusan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota
tentang hasil rekapitulasi penghitungan suara.
(7) Dalam . . .
- 44 -
Pasal 158
(1) Peserta pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
dapat mengajukan permohonan pembatalan
penetapan hasil penghitungan suara dengan
ketentuan:
a. provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan
2.000.000 (dua juta) jiwa, pengajuan perselisihan
perolehan suara dilakukan jika terdapat
perbedaan paling banyak sebesar 2% (dua persen)
dari total suara sah hasil penghitungan suara
tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Provinsi;
b. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari
2.000.000 (dua juta) sampai dengan 6.000.000
(enam juta), pengajuan perselisihan perolehan
suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling
banyak sebesar 1,5% (satu koma lima persen)
dari total suara sah hasil penghitungan suara
tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Provinsi;
c. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari
6.000.000 (enam juta) sampai dengan 12.000.000
(dua belas juta) jiwa, pengajuan perselisihan
perolehan suara dilakukan jika terdapat
perbedaan paling banyak sebesar 1% (satu
persen) dari total suara sah hasil penghitungan
suara tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU
Provinsi; dan
d. provinsi . . .
- 45 -
43. Ketentuan . . .
- 46 -
44. Ketentuan Pasal 162 ayat (3) diubah sehingga Pasal 162
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 162
(1) Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 161 ayat (1) memegang
jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal
pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali
dalam jabatan yang sama hanya untuk 1 (satu) kali
masa jabatan.
(2) Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan
Wakil Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal
161 ayat (3) memegang jabatan selama 5 (lima)
tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan
yang sama hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(3) Gubernur, Bupati, atau Walikota yang akan
melakukan penggantian pejabat di lingkungan
Pemerintah Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota,
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak
tanggal pelantikan harus mendapatkan persetujuan
tertulis dari Menteri.
(4) Dalam . . .
- 48 -
Pasal 164
(1) Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil
Walikota dilantik oleh Gubernur di ibu kota Provinsi
yang bersangkutan.
(2) Dalam hal Gubernur berhalangan, pelantikan Bupati
dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota
dilakukan oleh Wakil Gubernur.
(3) Dalam . . .
- 49 -
47. Di antara . . .
- 50 -
Pasal 164A
(1) Pelantikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163
dan Pasal 164 dilaksanakan secara serentak.
(2) Pelantikan secara serentak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan pada akhir masa
jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota
periode sebelumnya yang paling akhir.
(3) Dalam hal terdapat 1 (satu) pasangan Bupati dan
Wakil Bupati terpilih atau Walikota dan Wakil
Walikota terpilih yang tertunda dan tidak ikut pada
pelantikan serentak sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Gubernur dapat melakukan pelantikan di
Ibu kota Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
(4) Dalam hal lebih dari 1 (satu) provinsi yang terdapat
1 (satu) pasangan Bupati dan Wakil Bupati terpilih
atau Walikota dan Wakil Walikota terpilih yang
tertunda dan tidak ikut pada pelantikan serentak
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri dapat
melakukan pelantikan secara bersamaan di Ibu
kota Negara.
Pasal 164B
Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan
dapat melantik Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota
dan Wakil Walikota secara serentak.
Pasal 165
Ketentuan mengenai jadwal dan tata cara pelantikan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,
serta Walikota dan Wakil Walikota diatur dengan
Peraturan Presiden.
49. Ketentuan . . .
- 51 -
b. surat . . .
- 52 -
51. Ketentuan . . .
- 53 -
(6) Dewan . . .
- 54 -
Pasal 177A
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan
perbuatan melawan hukum memalsukan data dan
daftar pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal
58, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
12 (dua belas) bulan dan paling lama 72 (tujuh
puluh dua) bulan dan denda paling sedikit
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling
banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta
rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh penyelenggara
Pemilihan dan/atau saksi pasangan calon dipidana
dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman
pidana maksimumnya.
Pasal 177B
Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU Kabupaten/Kota,
dan anggota KPU Provinsi yang dengan sengaja
melakukan perbuatan melawan hukum tidak melakukan
verifikasi dan rekapitulasi terhadap data dan daftar
pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh
empat) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan
dan denda paling sedikit Rp24.000.000,00 (dua puluh
empat juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00
(tujuh puluh dua juta rupiah).
54. Di antara . . .
- 56 -
Pasal 178A
Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan
sengaja melakukan perbuatan melawan hukum mengaku
dirinya sebagai orang lain untuk menggunakan hak pilih,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua
puluh empat) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua)
bulan dan denda paling sedikit Rp24.000.000,00 (dua
puluh empat juta rupiah) dan paling banyak
Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Pasal 178B
Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan
sengaja melakukan perbuatan melawan hukum
memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau
lebih TPS, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 108 (seratus
delapan) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00
(tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp108.000.000,00 (seratus delapan juta rupiah).
Pasal 178C
(1) Setiap orang yang tidak berhak memilih yang
dengan sengaja pada saat pemungutan suara
memberikan suaranya 1 (satu) kali atau lebih pada 1
(satu) TPS atau lebih dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan
dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan
denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh
enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja menyuruh orang
yang tidak berhak memilih memberikan suaranya 1
(satu) kali atau lebih pada 1 (satu) TPS atau lebih
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36
(tiga puluh enam) bulan dan paling lama 144
(seratus empat puluh empat) bulan dan denda
paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam
juta rupiah) dan paling banyak Rp144.000.000,00
(seratus empat puluh empat juta rupiah).
(3) Dalam . . .
- 57 -
Pasal 178D
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan
melawan hukum menggagalkan pemungutan suara
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga
puluh enam) bulan dan paling lama 108 (seratus
delapan) bulan dan denda paling sedikit
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 178E
(1) Setiap orang yang dengan sengaja memberi
keterangan tidak benar, mengubah, merusak,
menghilangkan hasil pemungutan dan/atau hasil
penghitungan suara, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 48 (empat puluh delapan)
bulan dan paling lama 144 (seratus empat puluh
empat) bulan dan denda paling sedikit
Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah)
dan paling banyak Rp144.000.000,00 (seratus empat
puluh empat juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh penyelenggara
Pemilihan dan/atau saksi pasangan calon dipidana
dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman
pidana maksimumnya.
Pasal 178F
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan
melawan hukum menggagalkan pleno penghitungan
suara tahap akhir yang dilakukan di KPU Provinsi atau
KPU Kabupaten/Kota pemungutan suara dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh
enam) bulan dan paling lama 144 (seratus empat puluh
empat) bulan dan denda paling sedikit Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pasal 178G . . .
- 58 -
Pasal 178G
Setiap orang yang dengan sengaja pada waktu
pemungutan suara mendampingi seorang pemilih yang
bukan pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang
mempunyai halangan fisik lain, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling
lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling
sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan
paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta
rupiah).
Pasal 178H
Setiap orang yang membantu pemilih untuk
menggunakan hak pilih dengan sengaja memberitahukan
pilihan pemilih kepada orang lain, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan
paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling
sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan
paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta
rupiah).
55. Ketentuan Pasal 180 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 180
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan
perbuatan melawan hukum menghilangkan hak
seseorang menjadi Calon Gubernur/Calon Wakil
Gubernur, Calon Bupati/Calon Wakil Bupati, dan
Calon Walikota/Calon Wakil Walikota, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh
enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua)
bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga
puluh enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2) Setiap orang yang karena jabatannya dengan sengaja
melakukan perbuatan melawan hukum
menghilangkan hak seseorang menjadi
Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati,
dan Walikota/Wakil Walikota atau meloloskan calon
dan/atau pasangan calon yang tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
dan Pasal 45, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama
96 (sembilan puluh enam) bulan dan denda paling
sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp96.000.000,00
(sembilan puluh enam juta rupiah).
56. Di antara . . .
- 59 -
Pasal 185B
Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU
Kabupaten/Kota, anggota KPU Provinsi, dan/atau
petugas yang diberikan kewenangan melakukan
verifikasi dan rekapitulasi yang dengan sengaja
melakukan perbuatan melawan hukum tidak
melakukan verifikasi dan rekapitulasi terhadap
dukungan calon perseorangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72
(tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan
paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta
rupiah).
Pasal 186A
(1) Ketua dan sekretaris Partai Politik tingkat Provinsi
dan/atau tingkat Kabupaten/Kota yang
mendaftarkan pasangan calon sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (4), ayat (5), dan
ayat (6) yang tidak didasarkan pada surat
keputusan pengurus Partai Politik tingkat Pusat
tentang Persetujuan atas calon yang diusulkan oleh
pengurus Partai Politik tingkat Provinsi dan/atau
pengurus Partai Politik tingkat Kabupaten/Kota,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36
(tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh
puluh dua) bulan dan denda paling sedikit
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan
paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua
juta rupiah).
(2) Penyelenggara Pemilihan yang menetapkan
pasangan calon yang didaftarkan sebagai peserta
Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga)
dari ancaman pidana maksimumnya.
59. Di antara . . .
- 61 -
Pasal 187A
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan
perbuatan melawan hukum menjanjikan atau
memberikan uang atau materi lainnya sebagai
imbalan kepada warga negara Indonesia baik
secara langsung ataupun tidak langsung untuk
mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan
hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara
tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih
calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu
sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4)
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36
(tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh
puluh dua) bulan dan denda paling sedikit
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah).
(2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang
dengan sengaja melakukan perbuatan melawan
hukum menerima pemberian atau janji
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 187B
Anggota Partai Politik atau anggota gabungan Partai
Politik yang dengan sengaja melakukan perbuatan
melawan hukum menerima imbalan dalam bentuk
apapun pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan
Wakil Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat
36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh
puluh dua) bulan dan denda paling sedikit
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pasal 187C . . .
- 62 -
Pasal 187C
Setiap orang atau lembaga yang terbukti dengan sengaja
melakukan perbuatan melawan hukum memberi
imbalan pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan
Wakil Walikota maka penetapan sebagai calon,
pasangan calon terpilih, atau sebagai Gubernur, Wakil
Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota atau Wakil
Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47
ayat (5), dipidana dengan pidana penjara paling singkat
24 (dua puluh empat) bulan dan pidana penjara paling
lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pasal 187D
Pengurus lembaga pemantau Pemilihan yang melanggar
ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 128, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72
(tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan
paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta
rupiah).
Pasal 190A
Penyelenggara Pemilihan, atau perusahaan yang dengan
sengaja melakukan perbuatan melawan hukum
merubah jumlah surat suara yang dicetak sama dengan
jumlah Pemilih tetap ditambah dengan 2,5% (dua
setengah persen) dari jumlah Pemilih tetap sebagai
cadangan, yang ditetapkan dengan Keputusan KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam)
bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan
denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh
milyar lima ratus juta rupiah).
61. Ketentuan . . .
- 63 -
62. Di antara . . .
- 65 -
Pasal 193A
(1) Ketua dan/atau anggota KPU Provinsi yang
melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 144
(seratus empat puluh empat) bulan dan denda paling
sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan
paling banyak Rp144.000.000,00 (seratus empat
puluh empat juta rupiah).
(2) Ketua dan/atau anggota KPU Kabupaten/Kota yang
melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 144
(seratus empat puluh empat) bulan dan denda paling
sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan
paling banyak Rp144.000.000,00 (seratus empat
puluh empat juta rupiah).
Pasal 193B
(1) Ketua dan/atau anggota Bawaslu Provinsi yang
melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 144
(seratus empat puluh empat) bulan dan denda paling
sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan
paling banyak Rp144.000.000,00 (seratus empat
puluh empat juta rupiah).
(2) Ketua dan/atau anggota Panwas Kabupaten/Kota
yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama
144 (seratus empat puluh empat) bulan dan denda
paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah) dan paling banyak Rp144.000.000,00
(seratus empat puluh empat juta rupiah).
63. Ketentuan . . .
- 66 -
Pasal 198A
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindak
kekerasan atau menghalang-halangi Penyelenggara
Pemilihan dalam melaksanakan tugasnya, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas)
bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan
denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh
empat juta rupiah).
Pasal 200A
(1) Seleksi Penerimaan PPK dan PPS yang telah
dilaksanakan sebelum berlakunya Undang-Undang
ini, tetap berlaku dan dalam jangka waktu paling
lama 1 (satu) tahun harus menyesuaikan dengan
Pasal 16 dan Pasal 19 Undang-Undang ini.
(2) Pengawasan terhadap tahapan rekrutmen PPK, PPS,
dan KPPS yang telah dilaksanakan sebelum
berlakunya Undang-Undang ini tetap berlaku dan
dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
harus menyesuaikan dengan Pasal 30 huruf a
angka 1 Undang-Undang ini.
(3) Surat keterangan sementara dari kepala dinas yang
menyelenggarakan urusan kependudukan dan
catatan sipil di kabupaten/kota setempat, baik
sebagai syarat dukungan calon perseorangan
maupun sebagai syarat terdaftar sebagai pemilih
dapat dipergunakan paling lambat sampai dengan
bulan Desember 2018.
(4) Syarat . . .
- 67 -
Pasal 201
(1) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang
masa jabatannya berakhir pada tahun 2015 dan
bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun
2016 dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang
sama pada bulan Desember tahun 2015.
(2) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang
masa jabatannya berakhir pada bulan Juli sampai
dengan bulan Desember tahun 2016 dan yang masa
jabatannya berakhir pada tahun 2017 dilaksanakan
pada tanggal dan bulan yang sama pada bulan
Februari tahun 2017.
(3) Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil
Pemilihan tahun 2017 menjabat sampai dengan
tahun 2022.
(4) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang
masa jabatannya berakhir pada tahun 2018 dan
tahun 2019 dilaksanakan pada tanggal dan bulan
yang sama pada bulan Juni tahun 2018.
(5) Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil
Pemilihan tahun 2018 menjabat sampai dengan
tahun 2023.
(6) Pemungutan . . .
- 68 -
67. Di antara . . .
- 69 -
Pasal 205B
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua
Peraturan Perundang-undangan yang merupakan
peraturan pelaksanaan dari:
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678);
dan
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656);
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang
ini.
Pasal 205C
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus
ditetapkan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak
Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
- 70 -
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 1 Juli 2016
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Juli 2016
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
TENTANG
I. UMUM
3) Persyaratan . . .
-2-
Pasal I
Angka 1
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Dihapus.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “mantan terpidana”
adalah orang yang sudah tidak ada hubungan
baik teknis (pidana) maupun administratif
dengan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi
manusia, kecuali mantan terpidana bandar
narkoba dan terpidana kejahatan seksual
terhadap anak.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “melakukan perbuatan
tercela” antara lain judi, mabuk,
pemakai/pengedar narkotika, dan berzina, serta
perbuatan melanggar kesusilaan lainnya.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k . . .
-4-
Huruf k
Yang dimaksud dengan “merugikan keuangan
negara” adalah kekurangan uang, surat
berharga, dan barang, yang nyata dan pasti
jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan
hukum baik sengaja maupun lalai.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah
penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan
penjabat Walikota mengundurkan diri untuk
mencalonkan diri menjadi Gubernur, Wakil
Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, atau
Wakil Walikota.
Huruf r
Dihapus.
Huruf s
Cukup jelas.
Huruf t
Cukup jelas.
Huruf u
Cukup jelas.
Angka 2
Pasal 9
Cukup jelas.
Angka 3
Pasal 10
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf b1 . . .
-5-
Huruf b1
Yang dimaksud dengan “segera” yakni tidak
melampaui tahapan berikutnya.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Angka 4
Pasal 16
Cukup jelas.
Angka 5
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “Anggota PPS” adalah orang
yang diangkat, berasal, dan berdomisili di wilayah
kelurahan/desa setempat.
Angka 6
Pasal 20
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “verifikasi dukungan calon
perseorangan” adalah penelitian mengenai keabsahan
surat pernyataan dukungan, fotokopi Kartu Tanda
Penduduk Elektronik, pembuktian tidak adanya
dukungan ganda, tidak adanya pendukung yang telah
meninggal dunia, tidak adanya pendukung yang
sudah tidak lagi menjadi penduduk di wilayah yang
bersangkutan, atau tidak adanya pendukung yang
tidak mempunyai hak pilih.
Yang dimaksud dengan “rekapitulasi dukungan calon
perseorangan” adalah pembuatan rincian nama-nama
pendukung calon perseorangan berdasarkan hasil
verifikasi yang ditandatangani oleh ketua dan anggota
PPS serta diketahui oleh kepala kelurahan/kepala
desa atau sebutan lain.
Huruf d . . .
-6-
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Dihapus.
Huruf n
Dihapus.
Huruf o
Dihapus.
Huruf p
Dihapus.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas.
Huruf s
Cukup jelas.
Huruf t
Cukup jelas.
Huruf u
Cukup jelas.
Huruf v
Cukup jelas.
Huruf w
Cukup jelas.
Huruf x
Cukup jelas.
Angka 7 . . .
-7-
Angka 7
Pasal 21
Cukup jelas.
Angka 8
Pasal 22B
Cukup jelas.
Angka 9
Pasal 30
Cukup jelas.
Angka 10
Pasal 33
Cukup jelas.
Angka 11
Pasal 40
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “jumlah kursi” adalah
perolehan kursi yang dihitung dari jumlah kursi Partai
Politik/gabungan Partai Politik.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Angka 12
Pasal 40A
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud “putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap” adalah putusan
pengadilan tingkat pertama, banding, dan kasasi yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Ayat (4) . . .
-8-
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Angka 13
Pasal 41
Cukup jelas.
Angka 14
Pasal 42
Cukup jelas.
Angka 15
Pasal 45
Cukup jelas.
Angka 16
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota dan dapat berkoordinasi dengan
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi
atau Kabupaten/Kota” antara lain dengan
menggunakan sistem dan aplikasi yang bisa
diperbantukan atau dipinjamkan berupa peralatan
dan tenaga teknis.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10) . . .
-9-
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.
Ayat (12)
Cukup jelas.
Ayat (13)
Cukup jelas.
Ayat (14)
Cukup jelas.
Ayat (15)
Cukup jelas.
Angka 17
Pasal 54
Cukup jelas.
Angka 18
Pasal 54A
Cukup jelas.
Pasal 54B
Cukup jelas.
Pasal 54C
Cukup jelas.
Pasal 54D
Cukup jelas.
Angka 19
Pasal 57
Cukup jelas.
Angka 20
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “pemutakhiran” adalah
menambah dan/atau mengurangi calon pemilih sesuai
dengan kondisi nyata di lapangan, bukan untuk
merubah elemen data yang bersumber dari DP4.
Ayat (4) . . .
- 10 -
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Angka 21
Pasal 59
Cukup jelas.
Angka 22
Pasal 61
Cukup jelas
Angka 23
Pasal 63
Cukup jelas.
Angka 24
Pasal 65
Cukup jelas.
Angka 25
Pasal 68
Cukup jelas.
Angka 26
Pasal 70
Cukup jelas.
Angka 27
Pasal 71
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pejabat negara” adalah yang
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai Aparatur Sipil Negara.
Yang . . .
- 11 -
Angka 28
Pasal 73
Ayat (1)
Yang tidak termasuk “memberikan uang atau materi
lainnya” meliputi pemberian biaya makan minum
peserta kampanye, biaya transpor peserta kampanye,
biaya pengadaan bahan kampanye pada pertemuan
terbatas dan/atau pertemuan tatap muka dan dialog,
dan hadiah lainnya berdasarkan nilai kewajaran dan
kemahalan suatu daerah yang ditetapkan dengan
Peraturan KPU.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Angka 29
Pasal 74
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
- 12 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “sumbangan yang bukan
dalam bentuk uang” adalah pemberian sebagai
bantuan atau sokongan yang bersifat sukarela dalam
bentuk barang atau kegiatan.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Angka 30
Pasal 85
Cukup jelas.
Angka 31
Pasal 107
Cukup jelas.
Angka 32
Pasal 109
Cukup jelas.
Angka 33
Pasal 133A
Cukup jelas.
Angka 34
Pasal 135A
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “terstruktur” adalah
kecurangan yang dilakukan oleh aparat struktural,
baik aparat pemerintah maupun penyelenggara
Pemilihan secara kolektif atau secara bersama-sama.
Yang . . .
- 13 -
Angka 35
Pasal 144
Cukup jelas.
Angka 36
Pasal 146
Cukup jelas.
Angka 37
Pasal 152
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) . . .
- 14 -
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “Peraturan Bersama” adalah
peraturan yang dibuat Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia, Kepala Kejaksaan Agung Republik
Indonesia, dan Ketua Bawaslu Republik Indonesia
paling sedikit memuat ketentuan mengenai tata cara
pengajuan dan penanganan laporan atau keberatan,
pola hubungan, dan tata kerja, dan penempatan
personil.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Angka 38
Pasal 153
Cukup jelas.
Angka 39
Pasal 154
Cukup jelas.
Angka 40
Pasal 156
Cukup jelas.
Angka 41
Pasal 157
Cukup jelas.
Angka 42
Pasal 158
Cukup jelas.
Angka 43
Pasal 160A
Cukup jelas.
Angka 44
Pasal 162
Cukup jelas.
Angka 45
Pasal 163
Ayat (1)
Pelaksanaan serah terima jabatan Gubernur
dilakukan di ibu kota Provinsi.
Ayat (2) . . .
- 15 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Angka 46
Pasal 164
Ayat (1)
Pelaksanaan serah terima jabatan Bupati/Walikota
dilakukan di ibu kota Kabupaten/Kota.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Angka 47
Pasal 164A
Cukup jelas.
Pasal 164B
Cukup jelas.
Angka 48
Pasal 165
Cukup jelas.
Angka 49 . . .
- 16 -
Angka 49
Pasal 166
Cukup jelas.
Angka 50
Pasal 173
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “berhenti” adalah yang
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai Pemerintahan Daerah.
Ayat (2)
Usulan yang disampaikan DPRD Provinsi kepada
Presiden melalui Menteri merupakan calon Gubernur
yang diumumkan dalam rapat paripurna DPRD
Provinsi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Usulan yang disampaikan DPRD Kabupaten/Kota
kepada Menteri melalui Gubernur merupakan calon
Bupati/Walikota yang diumumkan dalam rapat
paripurna DPRD Kabupaten/Kota.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Angka 51
Pasal 174
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “Partai Politik atau gabungan
Partai Politik pengusung mengusulkan 2 (dua)
pasangan calon” adalah Partai Politik atau gabungan
Partai Politik pengusung yang masih memiliki kursi di
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada saat dilakukan
pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil
Walikota melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Ayat (3) . . .
- 17 -
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Angka 52
Pasal 176
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “gabungan Partai Politik
pengusung mengusulkan 2 (dua) orang” adalah calon
Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota
yang diusulkan gabungan Partai Politik berjumlah 2
(dua) orang calon.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Angka 53
Pasal 177A
Cukup jelas.
Pasal 177B
Cukup jelas.
Angka 54
Pasal 178A
Cukup jelas.
Pasal 178B
Cukup jelas.
Pasal 178C . . .
- 18 -
Pasal 178C
Cukup jelas.
Pasal 178D
Cukup jelas.
Pasal 178E
Cukup jelas.
Pasal 178F
Cukup jelas.
Pasal 178G
Cukup jelas.
Pasal 178H
Cukup jelas.
Angka 55
Pasal 180
Cukup jelas.
Angka 56
Pasal 182A
Cukup jelas.
Pasal 182B
Cukup jelas.
Angka 57
Pasal 185A
Cukup jelas.
Pasal 185B
Cukup jelas.
Angka 58
Pasal 186A
Cukup jelas.
Angka 59
Pasal 187A
Cukup jelas.
Pasal 187B . . .
- 19 -
Pasal 187B
Cukup jelas.
Pasal 187C
Cukup jelas.
Pasal 187D
Cukup jelas.
Angka 60
Pasal 190A
Cukup jelas.
Angka 61
Pasal 193
Cukup jelas.
Angka 62
Pasal 193A
Cukup jelas.
Pasal 193B
Cukup jelas.
Angka 63
Pasal 196
Dihapus.
Angka 64
Pasal 198A
Cukup jelas.
Angka 65
Pasal 200A
Cukup jelas.
Angka 66
Pasal 201
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) . . .
- 20 -
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat
Walikota masa jabatannya 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang 1 (satu) tahun berikut dengan orang
yang sama/berbeda.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.
Ayat (12)
Cukup jelas.
Angka 67
Pasal 205B
Cukup jelas.
Pasal 205C
Cukup jelas.
Pasal II
Cukup jelas.
Education
Employment History
Researcher :
Issue Support
ROADMAP KPK 2007 – 2011 Indonesia Corruption Watch (ICW) and Partnership for Government Reform
(PGR)
Research on “ Information Access on Indonesia Institute for Independent Judiciary (LeIP) – Partnership for
Criminal Justice Process” Government Reform (PGR)
Exercising SK KMA 144 Indonesia Institute for Independent Judiciary (LeIP) – US Embassy
The Supreme Court Blue Print II – Indonesia Institute for Independent Judiciary (LeIP) – National Legal Reform
Civil Society Version Program (NLRP)
Consultant :
Program Support
Drafting Guidance Book’s For Research Good Governance in the Judiciary– European Union
and Development, Education and
Training Law and Judiciary on
Indonesian Supreme Court
Establishing Desk Info LeIP (Indonesian Institute for Independent Judiciary) – Millennium Challenge
Corporation Threshold Program for Indonesia Control of Corruption Project
(MCC – ICCP)
Developing Complaint Mechanism in LeIP - Millennium Challenge Corporation Threshold Program for Indonesia
Indonesia Supreme Court Control of Corruption Project (MCC – ICCP)
Drafting the MoU between the The Asia Foundation (TAF)
Supreme Court and the Judicial
Commission
Trainer :
Subject Support
Human Rights Mechanism in KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan)
ASEAN Asian Forum for Human Rights and Development (FORUM ASIA)
Supreme Court Decree LeIP (Indonesian Institute for Independent Judiciary) – Millennium Challenge
076/2009 on Public Complaint Corporation Threshold Program for Indonesia Control of Corruption Project
Mechanism (MCC – ICCP USAID)
LeIP (Indonesian Institute for Independent Judiciary) –Indonesia Control of
Corruption Project (ICCP USAID)
Indonesian Institute for Independent Judiciary (LeIP) – The Asia Foundation
(TAF)
2
Lobbyer :
Issue Coalition
Anti-Corruption Court Bill Indonesia Institue for Independent Judiciary (LeIP), National
Consortium for Legal Reform (KRHN), Jakarta Legal Aid Foundation
(LBH Jakarta), Indonesia Legal Aid Foundation (YLBHI), Indonesia
Corruption Watch (ICW)
Administration Criminal Code Indonesia Institue for Independent Judiciary (LeIP), the Indonesian
Legal Resources Center (ILRC), Jakarta Legal Aid Foundation (LBH
Jakarta),, Rainbow Flow (Arus Pelangi)
Publication