Makalah Korupsi Dalam Pandangan Islam
Makalah Korupsi Dalam Pandangan Islam
DISUSUN OLEH :
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah yang berjudul “Pandangan Islam Terhadap Korupsi” ini disusun
dengan tujuan dapat digunakan sebagai referensi atau sebagai tambahan informasi
dan pengetahuan bagi pembaca.
Dalam kesempatan ini juga, penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah
ini.Terutama kepada Bapak Dr. Jenuri, S.Ag, M.Pd. selaku dosen mata kuliah
Seminar Pendidikan Agama Islam yang telah membimbing kami dalam menyusun
makalah ini.
Namun, mungkin dalam makalah ini terdapat kekurangan.Baik dari segi
penulisan, pembahasan, dan bahasa.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun sehingga ke depannya penulis bisa menjadi lebih baik
lagi.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bandung,
November 2017
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah....................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................1
C. Tujuan Penulisan................................................................................................2
D. Metode Penulisan...............................................................................................2
E. Sistematika Penulisan........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................3
A. Pengertian Korupsi..............................................................................................3
B. Macam-Macam Korupsi Menurut Islam.............................................................4
C. Hukuman Terhadap Koruptor Menurut Islam.....................................................8
D. Hukum Memanfaatkan Hasil Korupsi................................................................12
E. Bahaya Korupsi dalam Kehidupan......................................................................19
F. Cara Pemberantasan Korupsi Menurut Islam......................................................21
BAB III PENUTUP.............................................................................................................23
A. Kesimpulan........................................................................................................23
B. Saran..................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................24
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1
5. Bagaimana cara pemberantasan korupsi menurut Islam ?
C. Tujuan Penulisan
D. Metode Penulisan
E. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2
Berupa teori dan pemahaman konsep mengenai korupsi berdasarkan pandangan
Islam.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi
Secara etimologi, kata korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruption
atau corruptus yang berasal dari kata corrumpere, yaitu suatu kata latin yang lebih
tua. Dari bahasa latin itulah kemudian turun kepada bahasa Eropa seperti Inggris,
yaitu corruption, corrupt sedangkan dalam bahasa Belanda disebut sebagai
corruptie. Dari bahasa Belanda tersebut kemungkinan telah diserap ke dalam
bahasa Indonesia yaitu korupsi.
Kata corruptio atau corruptus berarti kerusakan atau kebobrokan
sementara corruption berarti perbuatan tidak baik, curang, dapat disuap, tidak
bermoral, menyimpang dari kesucian.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi secara harfiah
berarti: buruk, rusak, suka memakai barang (uang) yang dipercayakan padanya,
dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi). Adapun secara
terminologi, korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau
perusahaan) untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
Menurut Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah setiap
orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
3
menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara.
Sementara menurut Robert Klitgaard (dalam Fazzan, 2015, hlm.147)
Korupsi adalah “ tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah
jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi
(perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri) atau melanggar aturan-aturan
pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi ”.
Adapun menurut Islam,” korupsi lebih ditunjukkan sebagai tindakan
kriminal yang secara prinsip bertentangan dengan moral dan etika keagamaan,
karena itu tidak terdapat istilah yang tegas menyatakan istilah korupsi. Dengan
demikian, sanksi pidana atas tindak pidana korupsi adalah takzir,yaitu bentuk
hukuman yang diputuskan berdasarkan kebijakan lembaga yang berwenang dalam
suatu masyarakat ”(Sumarwoto,2014).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah
perbuatan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang untuk memperkaya atau
menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan dan
perekonomian negara.
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi akan arti kesucian, sehingga
sangatlah rasional jika memelihara keselamatan (kesucian) harta termasuk
menjadi tujuan pokok hukum (pidana) islam. Karena mengingat harta mempunyai
dua dimensi, yakni dimensi halal dan dimensi haram. Perilaku korupsi adalah
masuk pada dimensi haram Karena korupsi menghalalkan sesuatu yang haram,
dan korupsi merupakan wujud manusia yang tidak memanfaatkan keluasan dalam
memperoleh rezeki Allah SWT.
Islam membagi istilah korupsi kedalam beberapa dimensi.Yaitu ghulul
(penggelapan), risywah (suap), Ghasab (Mengambil Paksa Hak/Harta Orang
Lain), khianat (penghianatan), Al-Maksu (pungutan liar).
Dari apa yang telah dijelaskan diatas, korupsi dalam Islam digolongkan
sebagai suatu perbuatan yang tercela dan pelakunya dikualifikasi sebagai orang-
orang yang munafik, dzalim, fasik dan kafir, serta merupakan dosa besar yang
ancaman hukumanya (selain had dan ta’zir) adalah neraka jahannam.
4
B. Macam-Macam Korupsi Menurut Islam
Berdasarkan fiqih jinayah atau hukum pidana Islam, korupsi dibagi
menjadi beberapa macam, yaitu
Ghulul (Penggelapan)
Secara etimologis,kata ghulul berasal dari kata kerja ()غلل يغلل, yang dapat
diartikan dengan berkhianat dalam pembagian harta rampasan perang atau dalam
harta-harta lain.
Definisi ghulul secara terminologis dikemukakan oleh Rawas Qala’arji
dan Hamid Sadiq Qunaibi yang diartikan mengambil sesuatu dan
menyembunyikannya dalam hartanya. Akan tetapi, dalam pemikiran berikutnya
berkembang menjadi tindakan curang dan khianat terhadap harta-harta lain,
seperti tindakan penggelapan terhadap harta baitul mal, harta milik bersama kaum
muslim, harta bersama dalam suatu kerja bisnis, harta negara, dan lain-lain.
Kata ghulul terdapat di dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 161, Allah
SWT berfirman,
"Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang).
Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada
hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu …" [Ali
Imran:161].
5
Risywah (Penyuapan)
Risywah berasal dari bahasa Arab ( )رشا يرشوyang berarti upah, hadiah,
komisi, atau suap. Secara terminologi, risywah adalah suatu pemberian yang
diberikan seseorang kepada hakim, petugas atau pejabat tertentu dengan tujuan
yang diinginkan kedua belah pihak, baik pemberi maupun penerima.Dalam Al-
Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 188, Allah SWT berfirman,
َو ال َتْأُك ُلوا َأْم َو اَلُك ْم َبْيَنُك ْم ِباْلَباِط ِل َو ُتْد ُلوا ِبَها ِإَلى اْلُح َّك اِم ِلَتْأُك ُلوا
َفِر يًقا ِم ْن َأْم َو اِل الَّناِس ِباإلْثِم َو َأْنُتْم َتْع َلُم وَن.
"Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda
orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui."
عن أببى هريرة قال لعن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم الراشي والمرتشي فى
الحكم
“Bahwa laknat Allah akan ditimpakan kepada orang yang menyuap dan yang
disuap dalam masalah hukum”.(HR.Bukhari)
Jadi, Risywah merupakan bagian dari tindak pidana korupsi yang berkaitan
dengan suap menyuap kepada seseorang yang memiliki kekuasaan atau wewenang
agar tujuannya dapat tercapai atau memudahkan kepada tujuan dari orang yang
menyuapnya tersebut.
6
Ghasab berasal dari kata kerja ( )غصب يغصب غصباyang berarti mengambil
sesuatu secara paksa dan zalim. Secara istilah, ghasab dapat diartikan sebagai
upaya untuk menguasai hak orang lain secara permusuhan/terang-terangan.
Menurut Dr. Nurul irfan, MA, ghasab adalah mengambil harta atau
menguasai hak orang lain tanpa izin pemiliknya dengan unsur pemaksaan dan
terkadang dengan kekerasan serta dilakukan dengan cara terang-terangan. Karena
ada unsur terang-terangan, maka ghasab berbeda dengan pencurian dimana salah
satu unsurnya adalah pengambilan barang secara sembunyi-sembunyi.Dalam Al-
Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 29, Allah SWT berfirman,
َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا اَل َتْأُك ُلوا َأْم َو اَلُك ْم َبْيَنُك ْم ِباْلَباِط ِل ِإاَّل َأْن
َتُك وَن ِتَج اَر ًة َع ْن َتَر اٍض ِم ْنُك ْم ۚ َو اَل َتْقُتُلوا َأْنُفَس ُك ْم ۚ ِإَّن َهَّللا َك اَن ِبُك ْم
َر ِح يًم ا
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.
Dalam ayat tersebut secara tegas bahwa Allah SWT melarang memakan
harta antara satu dengan orang lain dengan cara batil, yang termasuk dalam
kategori memakan harta sesama dengan cara batil ini adalah perbuatan ghasab,
karena didalamnya terdapat unsur merugikan pihak lain atau tepatnya ghasab
termasuk melanggar Allah SWT dalam ayat ini . Berikut ini merupakan
karakteristik dari ghasab:
1. Karena ada batasan tanpa izin pemilik maka bila yang diambil berupa harta
titipan atau gadai jelas tidak termasuk perbuatan ghasab tetapi khianat.
2. Terdapat unsur pemaksaan atau kekerasan maka ghasab bisa mirip dengan
perampokan, namun dalam ghasab tidak terjadi tindak pembunuhan
3. Terdapat unsur terang-terangan maka ghasab jauh berbeda dengan pencurian
yang didalamnya terdapat unsur sembunyi-sembunyi.
7
4. Yang diambil bukan hanya harta, melainkan termasuk mengambil/menguasai
hak orang lain.
Khianat (Pengkhianatan)
Kata khianat berasal dari bahasa Arab ( )خ‘‘ان يخ‘‘ونyang artinya sikap
ingkarnya seseorang saat diberikan kepercayaan. Sementara al-Syaukani
mendefinisikan khianat yaitu seseorang yang diberi kepercayaan untuk
merawat/mengurus sesuatu barang dengan akad sewa menyewa dan titipan, tetapi
sesuatu itu diambil dan orang tersebut mengaku jika barang itu hilang atau dia
mengingkari barang sewaan tersebut ada padanya.Dalam Al-Qur’an Surah Al-
Anfal ayat 27, Allah SWT berfirman,
َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا اَل َتُخ وُنوا َهَّللا َو الَّرُسوَل َو َتُخ وُنوا َأَم اَن اِتُك ْم َو َأْنُتْم
َتْع َلُم وَن
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.”
Kata Al-Maksu " "المكسsecara etimologis berasal dari kata kerja "- مكس
"يمكسyang artinya memungut cukai, menurunkan harga dan menzalimi.
8
Secara istilah Al-Maksu dapat diartikan perbuatan yang berupa mengambil
apa yang bukan haknya dan memberikan kepada yang bukan haknya
pula.Perbuatan ini diidentikan kepada pungutan liar yang biasanya terjadi ketika
seseorang akan mengurus sesuatu yang kemudian dibebankan sejumlah bayaran
oleh pelaku pemungut liar dengan tanpa kerelaan dari orang yang dipungutnya
tersebut.
Apabila pungutan tersebut tidak dipenuhi oleh korbannya, maka urusan
orang tersebut akan dipersulit oleh pelaku pemungut liar tersebut.Sehingga dapat
dikatakan perbuatan pungutan liar merupakan perbuatan zalim karena
mempersulit orang lain.
Dalam sebuah hadis dinyatakan bahwa pelaku kezaliman akan rugi, karena
kebaikan-kebaikan selama hidup bisa jadi akan dipindahkan kepada pihak yang
teraniaya.Hadist dimaksud dikutip oleh Imam Nawawi dalam Riyadus Salihin
sebagai berikut :
9
Selain itu, Nabi Muhammad saw juga bersabda:
“Tidak akan masuk surga orang yang kerjanya melakukan pungutan liar.” (HR.
abu Dawud).
Apabila merujuk kepada sub bahasan sebelumnya, kata asal dari korupsi
(corrup), maka dapat berarti merusak (dalam bentuk kecurangan) atau menyuap,
penyelewengan atau penggelapan harta milik negara atau perusahan. Korupsi
ialah menyalahgunakan atau menggelapkan uang/harta kekayaan umum (negara,
rakyat atau orang banyak) untuk kepentingan pribadi. Praktik korupsi biasanya
dilakukan oleh pejabat yang memegang suatu jabatan pemerintah. Maka
berdasarkan dasar hukum di atas pandangan dan sikap Al-Quran terhadap korupsi
sangat tegas yaitu haram, karena termasuk dalam memakan harta sesama dengan
jalan bathil.
Banyak argumen mengapa korupsi dilarang keras dalam Islam. Selain
karena secara prinsip bertentangan dengan misi sosial Islam yang ingin
menegakkan keadilan sosial dan kemaslahatan semesta, korupsi juga dinilai
sebagai tindakan pengkhianatan dari amanat yang diterima dan pengrusakan yang
serius terhadap bangunan sistem yang akuntabel. Jadi korupsi secara hukum Islam
ditetapkan sebagai tindak pidana, karena termasuk bentuk tindakan al-ma’siyyah,
dan terbuka untuk dikriminalisasi. Berikut ini adalah hukuman yang diterima bagi
koruptor :
10
tentunya sesuai dengan ketentuan syariat bentuk sanksi tertentu yang efektif dan
sesuai dengan kondisi ruang dan waktu, di mana kejahatan tersebut dilakukan.
Oleh sebab itu, penentuan hukuman, baik jenis. bentuk, dan jumlahnya
didelegasikan syarak kepada hakim.
Dalam menentukan hukuman terhadap koruptor, seorang hakim harus
mengacu kepada tujuan syara' dalam menetapkan hukuman, kemaslahatan
masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan, dan situasi serta kondisi sang
koruptor, sehingga sang koruptor akan jera melakukan korupsi dan hukuman itu
juga bisa sebagai tindakan preventif bagi orang lain. Hukuman ta’zir dapat
diterapkan kepada pelaku korupsi. Korupsi dimasukan kedalam hukuman ta’zir
karena korupsi sama seperti hukum ghasab walaupun harta yang dihabiskan si
pelaku korupsi melebihi nishab harta yang dicuri yang hukumannya potong
tangan. Tidak bisa disamakan dengan hukuman terhadap pencuri yaitu potong
tangan, hal ini karena termasuk syubhat. Akan tetapi disamakan atau diqiyaskan
pada hukuman pencurian yang berupa pencuri mengembalian uang hasil curian.
Dalam jarimah korupsi ada tiga unsur yang dapat dijadikan pertimbangan bagi
hakim dalam menentukan besar hukuman :
Ketiga unsur ini telah jelas dilarang dalam syari’at Islam. Selanjutnya
tergantung kepada kebijaksanaan akal sehat, keyakinan dan rasa keadilan hakim
yang didasarkan pada rasa keadilan masyarakat untuk menentukan hukuman bagi
si pelaku korupsi. Meskipun seorang hakim diberi kebebasan untuk mengenakan
ta’zir, namun dalam menentukan hukuman, seorang hakim hendaknya
memperhatikan ketentuan umum pemberian sanksi dalam hukum pidana islam
yaitu :
1. Hukuman hanya dilimpahkan kepada orang yang berbuat jarimah, tidak boleh
orang yang tidak berbuat jahat dikenai hukuman.
2. Adanya kesengajaan, seseorang dihukum karena kejahatan apabila ada unsur
kesengajaan untuk berbuat jahat, tidak ada kesengajaan berarti karena
11
kelalaian, salah, lupa, atau keliru. Meskipun demikian karena kelalaian,salah,
lupa atau keliru tetap diberi hukuman, meskipun bukan hukuman karena
kejahatan, melainkan untuk kemaslahatan yang bersifat mendididik.
3. Hukuman hanya akan dijatuhkan apabila kejahatan tersebut secara meyakinkan
telah diperbuatnya.
4. Berhati-hati dalam menenetukan hukuman, membiarkan tidak dihukum dan
menyerahkannya kepada Allah apabila tidak cukup bukti.
Batas minimal hukuman ta’zir tidak dapat ditentukan, tapi intinya adalah
semua hukuman menyakitkan bagi manusia, bisa berupa perkataan, tindakan atau
perbuatan dan diasingkan. Kadang-kadang seseorang dihukum ta’zir dengan
memberinya nasehat atau teguran, menjelekakannya dan menghina-kannya.
Kadang-kadang seseorang dihukum ta’zir dengan mengusirnya dengan
meninggalkan negerinya sehingga ia bertaubat. Sebagaimana nabi pernah
mengusir tiga orang yang berpaling, mereka itu adalah Ka’ab bin Malik,Maroroh
bin Rabi’ dan Hilal bin Umaiyyah. Mereka berpaling dari Rasulullah pada perang
Tabuk. Maka nabi memerintahkan untuk mengasingkan mereka,kemudian nabi
memaafkan mereka setelah turun ayat-ayat al-Quran tentang diterimanya taubat
mereka. Dan kadang-kadang hukuman ta’zir berbentuk pemecatan dari dinas
militer bagi prajurit yang melarikan diri dari medan perang, karena melarikan diri
dari medan perang merupakan dosa besar. Begitu pula pejabat apabila melakukan
penyimpangan maka ia diasingkan.
Uraian tersebut menegaskan kepada kita bahwa hukuman jarimah ta’zir
sangat bervariasi mulai dari pemberian teguran sampai pada pemenjaraan dan
pengasingan. Mengaca pada pengalaman nabi dan para sahabat di atas
memberikan hukuman ta’zir kepada pelaku korupsi adalah dapat berupa pilihan
atau gabungan diantara berbagai jenis ‘uqubah berikut :
12
2. Pidana atas badan (al-‘uqubah al-badaniyyah), yaitu hukuman yang dikenakan
pada badan manusia, seperti hukuman mati, hukuman dera/jilid,dan hukuman
potong tangan.
3. Pidana atas harta (al-‘uqubah al-maliyah), yaitu hukuman yang dijatuhkan atas
harta kekayaan seseorang, seperti diyat, denda dan perampasan.
4. Pidana atas kemerdekaan, yaitu hukuman yang dijatuhkan kepadakemerdekaan
manusia, seperti hukuman pengasingan (al-hasb) atau penjara (al-sijn).
13
Namun, hingga kini belum ada realisasi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
menyatakan sepakat dengan hukuman mati bagi koruptor.
Jadi Islam telah melarang semua bentuk tindakan korupsi. Walaupun tidak
terdapat sanksi dalam bentuk nash qath’i mengenai hukuman bagi koruptor, bukan
berarti tidak adanya sanksi bagi pelaku korupsi.
"Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang).
Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada
hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu …" [Ali
Imran:161].
14
menunjukkan jika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terbebas dari tuduhan
tersebut.
Ibnu Katsir menambahkan, pernyataan dalam ayat tersebut merupakan
pensucian diri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari segala bentuk khianat
dalam penunaian amanah, pembagian rampasan perang, maupun dalam urusan
lainnya. Hal itu, karena berkhianat dalam urusan apapun merupakan perbuatan
dosa besar. Semua nabi Allah ma’shum (terjaga) dari perbuatan seperti itu. Ibnu
Katsir mengatakan,"Di dalamnya terdapat ancaman yang amat keras.” Selain itu,
perbuatan korupsi (ghulul) ini termasuk dalam kategori memakan harta manusia
dengan cara batil yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagai mana
dalam firman-Nya :
" Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang
lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui " [Al-
Baqarah :188].
Korupsi dikatakan haram karena dilihat dari berbagai aspek, berikut ini
adalah aspek-aspek yang menyebabkan korupsi itu haram hukumnya :
15
Perbuatan korupsi merupakan perbuatan curang dan penipuan yang secara
langsung merugikan keuangan negara (masyarakat). Allah SWT memberi
peringatan agar kecurangan dan penipuan itu dihindari, seperti pada firman-Nya,
2. Khianat
16
ٰٓـ
َي َأ ُّي َہ ا ٱَّل ِذ يَن َء اَم ُن وْا اَل َتُخ وُن وْا ٱلَّل َه َو ٱلَّر ُس وَل َو َتُخ وُن ٓو ْا َأ َم ٰـَن ٰـِت ُك ۡم َو َأ نُت ۡم
َت ۡع َل ُم وَن
َن ۡي َب ُت ۡم َّن َّل َه َي ۡأ ُم ُر ُك ۡم َأ ُتَؤ ُّد ْا َأۡل َم ٰـَن ٰـ َل ٰٓى َأ ۡه َه َو َذ َح َك
۞ م ن و ٱ ِت ِإ ِل ا ِإ ا ِإ ٱل
ٱلَّن ا َأ ن َت ۡح ُك ُم وْا ٱۡل َع ۡد
ِب ِس
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan [menyuruh kamu] apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil .” (QS. An-Nisa: 58).
3. Aniaya (Dzalim)
17
َف َو ۡي ٌ۬ل َّل َن َظَل ُم ْا ۡن َع َذ َيۡو َأ
اِب ٍم ِل يٍم و ِم ِّل ِذ ي
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang lalim yakni siksaan di hari yang pedih."
(QS. Az-Zukhruf: 65).
“Allah melaknat orang yang menyuap dan menerima suap.”(H.R. Ahmad dan
Hambali).
(a) Hadits riwayat Ahmad (#10739) dari Umar bin Khatab di mana Nabi bersabda:
18
“Sesungguhnya salah satu dari kalian akan meminta sesuatu padaku dan aku
mengabulkan permohonannya. Lalu dia keluar. Tidak ada perkara yang dia minta
itu kecuali neraka. Umar bertanya: Ya Rasulullah mengapa engkau memberinya?
Nabi menjawab: Mereka selalu datang untuk meminta padaku sedang Allah
melarangku untuk pelit.”
أنه ملا أتى أرض الحبشة أخذ بشيء فتعلق به فأعطى دينارين
وإن كان يطلب بما يدفعه وصوله إلى،الحق حرم عليه ذلك
“ Adapun orang yang menyuap apabila dia mengharap sesuatu atas apa
yang dia berikan agar diberi putusan yang tidak benar maka haram baginya hal
19
itu. Akan tetapi suap itu bertujuan agar dia bisa mendapatkan haknya maka hal
itu tidak haram.”
من قدر على دفع الظلم عن نفسه دون أن يدفع لم يحل له إعطاء فلس فما
،) ( ال يكلف هللا نفسا إال وسعها: وأما من عجز فاهلل تعالى يقول،فوقه في ذلك
(إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم ) رواه:والرسول صلى هللا عليه وسلم يقول
(رفع عن:مسلم وصار في حد اإلكراه وقد قال الرسول صلى هللا عليه وآله وسلم
وجاز للدافع أن, الواجب كانت هذه الهدية حراما على اآلخذ
يدفعها إليه
Syarat bolehnya memberi uang komitmen, komisi atau fee ada dua:
20
Menyuap untuk mendapatkan hak yang memang seharusnya diterima atau
untuk menolak kezaliman yang akan menimpa diri kita;
Tidak ada jalan lain untuk mencapai tujuan halal yang dimaksud selain dengan
menyuap.
Pendapat di atas disetujui antara lain oleh Ata' bin Rabah, Hasan Al-Basri,
Imam Nawawi, Ibnu Hazm Az-Dzahiri dan Ibnu Taimiyah seperti diuraikan di
atas.
Setelah kita mengetahui mengapa korupsi itu diharamkan, maka akan
dijelaskan mengenai memanfaatkan hasil dari korupsi. Memanfaatkan yaitu
memakan, mengeluarkannya untuk kepentingan ibadah, sosial. dan sebagainya.
Memanfaatkan harta kekayaan yang dihasilkan dari tindak pidana korupsi tidak
berbeda dengan memanfaatkan harta yang dihasilkan dengan cara-cara ilegal
lainnya, karena harta yang dihasilkan dari tindak korupsi sama dengan harta
rampasan, curian, hasil judi, dan sebagainya. Jika cara memperolehnya sama,
maka hukum memanfaatkan hasilnya pun sama.
Dalam hal ini ulama fikih sepakat bahwa memanfaatkan harta yang
diperoleh dengan cara-cara yang ilegal (terlarang) adalah haram, sebab pada
prinsipnya harta itu bukanlah milik yang sah, melainkan milik orang lain yang
diperoleh dengan cara yang terlarang.
Dasar yang menguatkan pendapat ulama fikih ini antara lain ialah firman Allah
SWT :
ۡأ
َو اَل َت ُك ُلٓو ْا َأۡم َو ٲَلُك م َبۡي َنُك م ِبٱۡل َبٰـ ِط ِل َو ُتۡد ُلوْا ِبَهآ ِإَلى ٱۡل ُح َّڪاِم
ِلَتۡأ ُڪ ُلوْا َفِريً۬ق ا ِّم ۡن َأۡم َو ٲِل ٱلَّناِس ِبٱِإۡل ۡث ِم َو َأنُتۡم َتۡع َلُم وَن
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan)
hartamu itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari pada
harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu
mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188).
21
Pada ayat ini terdapat larangan memakan harta orang lain yang diperoleh
dengan cara-cara yang batil, termasuk di dalamnya mencuri, menipu, dan korupsi.
Harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana korupsi dapat juga dianalogikan
dengan harta kekayaan yang diperoleh dengan cara riba, karena kedua bentuk
perbuatan itu sama-sama ilegal.
Jika memakan harta yang diperoleh secara riba itu diharamkan (QS. Ali
Imran: 130), maka memakan harta hasil korupsi pun menjadi haram. Disamping
itu ulama memakai kaidah fikih yang menunjukkan keharaman memanfaatkan
harta korupsi yaitu, "apa yang diharamkan mengambilnya, maka haram
memberikannya/memanfaatkannya”. Oleh karena itu, seperti yang ditegaskan oleh
Imam Ahmad bin Hanbal, selama suatu perbuatan dipandang haram, maka selama
itu pula diharamkan memanfaatkan hasilnya. Namun, jika perbuatan itu tidak lagi
dipandang haram, maka hasilnya boleh dimanfaatkan. Selama hasil perbuatan itu
diharamkan memanfaatkannya, selama itu pula pelakunya dituntut untuk
mengembalikannya kepada pemiliknya yang sah. Jika ulama fikih sepakat
mengharamkan pemanfaatan harta kekayaan yang diperoleh dengan cara korupsi,
maka mereka berbeda pendapat mengenai akibat hukum dari pemanfaatan hasil
korupsi tersebut.
Setelah mengetahui hal tersebut,kali ini menjelaskan hukum shalat dan haji
menggunakan hasil korupsi. Mazhab Syafi'i, Mazhab Maliki, dan Mazhab
Hanafi mengatakan bahwa shalat dengan menggunakan kain yang diperoleh
dengan cara yang batil (menipu/korupsi) adalah sah selama dilaksanakan sesuai
dengan syarat dan rukun yang ditetapkan. Meskipun demikian, mereka tetap
berpendapat bahwa memakainya adalah dosa, karena kain itu bukan miliknya
yang sah. Demikian juga pendapat mereka tentang haji dengan uang yang
diperoleh secara korupsi, hajinya tetap dianggap sah, meskipun ia berdosa
menggunakan uang tersebut. Menurut mereka, keabsahan suatu amalan hanya
ditentukan oleh terpenuhinya rukun dan syarat amalan dimaksud.
Sedangkan menurut Imam Ahmad bin Hanbal, shalat dengan
menggunakan kain hasil korupsi tidak sah, karena menutup aurat dengan bahan
yang suci adalah salah satu syarat sah shalat. Menutup aurat dengan kain yang
haram memakainya sama dengan shalat memakai pakaian bernajis. Lagi pula
22
shalat merupakan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Oleh karena
itu, tidak pantas dilakukan dengan menggunakan kain yang diperoleh dengan cara
yang dilarang Allah SWT. Menurut Imam Ahmad bin Hanbal, haji yang
dilakukan dengan uang hasil korupsi tidak sah. la memperkuat pendapatnya
dengan hadis yang menerangkan bahwa Allah SWT adalah baik, dan tidak
menerima kecuali yang baik (HR. At-Tabrani).Pada kesempatan lain Nabi
Muhammad saw. bersabda,
"Jika seseorang pergi naik haji dengan biaya dari harta yang halal, maka
ketika ia mulai membacakan talbiah datang seruan dari langit, 'Allah akan
menyambut dan menerima kedatanganmu dan semoga kamu akan bahagia.
Perbekalanmu halal, kendaraanmu juga halal, maka hajimu diterima dan tidak
dicampuri dosa.”
(HR.At-Tabrani).
(HR.At-Tabrani).
Atas dasar logika dan hadis tersebutlah Imam Ahmad bin
Hanbal mengambil kesimpulan tentang tidak sahnya ibadah dengan menggunakan
perlengkapan hasil korupsi.
Bidang Ekonomi
23
Korupsi merusak perkembangan ekonomi suatu bangsa. Pertama jika
dalam sebuah negara terjadi korupsi maka, investor akan sulit untuk
menginvestasikan kepada negara tersebut. Kedua bila terjadi korupsi di sekitar
pemerintahan maka sudah dipastikan pertumbuhan ekonominya tidak berjalan.
Bidang politik
Bidang Budaya
24
terhadap standart moral dan intelektual masyarakat. Ketika korupsi merajalela
maka tidak ada nilai utama ataukemulian dalam diri masyarakat sebagai makhluk
yang berbudaya.
Bidang Agama
25
Sistem penggajian yang layak.
“Barang siapa yang diserahi pekerjaan dalam keadaan tidak mempunyai rumah,
akan disediakan rumah, jika belum beristri hendaknya menikah, jika tidak
mempunyai pembantu hendaknya ia mengambil pelayan, jika tidak mempunyai
hewan tunggangan (kendaraan) hendaknya diberi. Dan barang siapa mengambil
selainnya, itulah kecurangan (ghalin)”.
Oleh karena itu, harus ada upaya pengkajian menyeluruh terhadap sistem
penggajian dan tunjangan di negeri ini.
Hadiah dan suap yang diberikan seseorang kepada aparat pemerintah pasti
mengandung maksud tertentu, karena buat apa memberi sesuatu bila tanpa
maksud di belakangnya, yakni bagaimana agar aparat itu bertindak
menguntungkan pemberi hadiah.
“Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap” (HR. Abu Dawud).
“Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap
yang diterima hakim adalah kufur” (HR Imam Ahmad).
Perhitungan kekayaan.
26
Orang yang melakukan korupsi, tentu jumlah kekayaannya akan
bertambah dengan cepat. Meski tidak selalu orang yang cepat kaya pasti karena
telah melakukan korupsi.
Teladan pemimpin.
Hukuman setimpal.
Pada dasarnya, orang akan takut menerima risiko yang akan mencelakakan
dirinya, termasuk bila ditetapkan hukuman setimpal kepada para koruptor.
Berfungsi sebagai pencegah (zawajir), hukuman setimpal atas koruptor
diharapkan membuat orang jera dan kapok melakukan korupsi. Dalam Islam,
koruptor dikenai hukuman ta’zir berupa tasyhir atau pewartaan (dulu dengan
diarak keliling kota, sekarang mungkin bisa ditayangkan di televisi seperti yang
pernah dilakukan), penyitaan harta dan hukuman kurungan, bahkan sampai
hukuman mati.
Pengawasan masyarakat.
27
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
Pendidikan anti korupsi ditanamkan sejak dini agar penyakit korupsi tidak
semakin meluas dan merugikan bangsa dan Negara. Pemerintah harus menindak
tegas pelaku tindakan korupsi agar pelaku tersebut jera dan tidak ada yang berani
untuk melakukan tindakan korupsi.
28
DAFTAR PUSTAKA
29