Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

PANDANGAN ISLAM TERHADAP KORUPSI

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah


Islam Disiplin Ilmu yang diampu oleh
Prof. Dr. Ir. H. Muhamad Haddin, MT

DISUSUN OLEH :

ZAENAL NUR ARIFIN


NIM. 20202300076

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
2023
ABSTRAK

Korupsi merupakan kejahatan luar biasa karena dampak negatifnya yang


menyentuh sendi-sendi kehidupan masyarakat luas. Masyarakat yang menjadi
korban fenomena tindak korupsi, akan mati secara perlahan-lahan tapi pasti.
Kejahatan ini memiliki potensi yang luar biasa untuk menciptakan kesengsaraan,
kemelaratan, dan penderitaan orang banyak, terutama kalangan masyarakat bawah
yang tidak memiliki akses ekonomi dan mereka dapat memperoleh hak-haknya
hanya apabila diberi oleh negara. Korupsi merupakan istilah modern yang tidak
ditemukan padanannya dalam kepustakaan hukum Islam. Tapi dengan mengenali
unsur-unsur yang terkandung di dalamnya maka istilah ini dalam hukum pidana
Islam berhubungan erat dengan pencurian (sariqah), penyuapan (risywah),
penggelapan harta (ghulûl), dan perampokan (hirâbah) dengan sanksi hukum
yang berbeda-beda . Korupsi terjadi karena beberapa faktor di antaranya karena
pola hidup materialistik konsumtif, sistem politik, kepemimpinan yang lemah,
pendidikan agama dan etika yang minim, sistem sosial, dan hukum yang
menyuburkan perilaku koruptif. Untuk memberantas korupsi ini dapat dilakukan
cara represif melalui jalur penal dan upaya preventif melalui jalur non penal.

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah yang berjudul “Pandangan Islam Terhadap Korupsi” ini disusun
dengan tujuan dapat digunakan sebagai referensi atau sebagai tambahan informasi
dan pengetahuan bagi pembaca.
Dalam kesempatan ini juga, penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah
ini.Terutama kepada Bapak Dr. Jenuri, S.Ag, M.Pd. selaku dosen mata kuliah
Seminar Pendidikan Agama Islam yang telah membimbing kami dalam menyusun
makalah ini.
Namun, mungkin dalam makalah ini terdapat kekurangan.Baik dari segi
penulisan, pembahasan, dan bahasa.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun sehingga ke depannya penulis bisa menjadi lebih baik
lagi.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bandung,
November 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah....................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................1
C. Tujuan Penulisan................................................................................................2
D. Metode Penulisan...............................................................................................2
E. Sistematika Penulisan........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................3
A. Pengertian Korupsi..............................................................................................3
B. Macam-Macam Korupsi Menurut Islam.............................................................4
C. Hukuman Terhadap Koruptor Menurut Islam.....................................................8
D. Hukum Memanfaatkan Hasil Korupsi................................................................12
E. Bahaya Korupsi dalam Kehidupan......................................................................19
F. Cara Pemberantasan Korupsi Menurut Islam......................................................21
BAB III PENUTUP.............................................................................................................23
A. Kesimpulan........................................................................................................23
B. Saran..................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................24

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dari tahun ke tahun, kasus korupsi di Indonesia terus meningkat.Sebagai


negara yang mayoritas masyarakatnya menganut Agama Islam, hal ini tentu
sangat ironis karena jelas Agama Islam mengharamkan korupsi dan mengajarkan
bila seseorang diberi suatu wewenang maka dia harus menjalankan wewenang
tersebut dengan sifat amanah dan jujur.
Memang tindakan korupsi tidak mengenal agama, maksudnya apapun
agamanya bila seseorang sudah memiliki niat untuk melakukan korupsi maka
tetap tindakan korupsi tersebut akan terjadi.
Akan tetapi, setidaknya jika seseorang tersebut sudah mengamalkan
ajaran-ajaran Agama Islam dalam kehidupan sehari-harinya maka niat untuk
melakukan tindakan korupsi dapat dihindari.
Dengan demikian, dapat dikatakan penerapan nilai-nilai agama dalam
kehidupan sehari-hari serta sosialisasi mengenai tindakan korupsi dan bahayanya
dapat menjadi salah satu cara untuk mencegah tindakan korupsi bahkan
mengurangi tindakan korupsi.
Oleh karena itu, penulis dalam makalah ini akan membahas mengenai
korupsi mulai dari pengertian, macam-macam korupsi, bahaya korupsi serta
hukum korupsi menurut Islam.

B. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini, masalah-masalah yang akan dibahas adalah

1. Apa yang dimaksud dengan korupsi ?


2. Bagaimana macam-macam korupsi menurut Islam ?
3. Bagaimana hukuman terhadap koruptor serta hukum memanfaatkan hasil
korupsi menurut Islam ?
4. Apa bahaya korupsi dalam kehidupan ?

1
5. Bagaimana cara pemberantasan korupsi menurut Islam ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah

1. Mengetahui pengertian dari korupsi.


2. Mengetahui macam-macam korupsi menurut Islam.
3. Mengetahui hukuman terhadap koruptor dan hukum memanfaatkan hasil
korupsi menurut Islam.
4. Mengetahui bahaya korupsi dalam kehidupan.
5. Mengetahui cara pemberantasan korupsi menurut Islam.

D. Metode Penulisan

Dalam penyusunan makalah ini, penulis memperoleh data dan sumber


materi yang diperlukan berdasarkan kegiatan studi literature atau studi
kepustakaan, yaitu data dan sumber materi yang dihimpun diperoleh dari hasil
membaca dan mempelajari buku-buku sumber dan juga melakukan kegiatan
browsing secara online yang relevan sesuai dengan tema yang dibahas dalam
laporan ini.

E. Sistematika Penulisan

Dalam penyajiannya sebagai makalah Seminar Pendidikan Agama Islam,


dibahas dan dijelaskan dengan sistematika penulisan seperti berikut ini :

BAB I PENDAHULUAN

Mengenai latar belakang,rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan


dan sistematika penulisan.

BAB II PEMBAHASAN

2
Berupa teori dan pemahaman konsep mengenai korupsi berdasarkan pandangan
Islam.

BAB III PENUTUP

Berisi kesimpulan dan saran-saran dari pembahasan materi.

DAFTAR PUSTAKA

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi

Secara etimologi, kata korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruption
atau corruptus yang berasal dari kata corrumpere, yaitu suatu kata latin yang lebih
tua. Dari bahasa latin itulah kemudian turun kepada bahasa Eropa seperti Inggris,
yaitu corruption, corrupt sedangkan dalam bahasa Belanda disebut sebagai
corruptie. Dari bahasa Belanda tersebut kemungkinan telah diserap ke dalam
bahasa Indonesia yaitu korupsi.
Kata corruptio atau corruptus berarti kerusakan atau kebobrokan
sementara corruption berarti perbuatan tidak baik, curang, dapat disuap, tidak
bermoral, menyimpang dari kesucian.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi secara harfiah
berarti: buruk, rusak, suka memakai barang (uang) yang dipercayakan padanya,
dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi). Adapun secara
terminologi, korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau
perusahaan) untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
Menurut Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah setiap
orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,

3
menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara.
Sementara menurut Robert Klitgaard (dalam Fazzan, 2015, hlm.147)
Korupsi adalah “ tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah
jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi
(perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri) atau melanggar aturan-aturan
pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi ”.
Adapun menurut Islam,” korupsi lebih ditunjukkan sebagai tindakan
kriminal yang secara prinsip bertentangan dengan moral dan etika keagamaan,
karena itu tidak terdapat istilah yang tegas menyatakan istilah korupsi. Dengan
demikian, sanksi pidana atas tindak pidana korupsi adalah takzir,yaitu bentuk
hukuman yang diputuskan berdasarkan kebijakan lembaga yang berwenang dalam
suatu masyarakat ”(Sumarwoto,2014).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah
perbuatan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang untuk memperkaya atau
menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan dan
perekonomian negara.
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi akan arti kesucian, sehingga
sangatlah rasional jika memelihara keselamatan (kesucian) harta termasuk
menjadi tujuan pokok hukum (pidana) islam. Karena mengingat harta mempunyai
dua dimensi, yakni dimensi halal dan dimensi haram. Perilaku korupsi adalah
masuk pada dimensi haram Karena korupsi menghalalkan sesuatu yang haram,
dan korupsi merupakan wujud manusia yang tidak memanfaatkan keluasan dalam
memperoleh rezeki Allah SWT.
Islam membagi istilah korupsi kedalam beberapa dimensi.Yaitu ghulul
(penggelapan), risywah (suap), Ghasab (Mengambil Paksa Hak/Harta Orang
Lain), khianat (penghianatan), Al-Maksu (pungutan liar).
Dari apa yang telah dijelaskan diatas, korupsi dalam Islam digolongkan
sebagai suatu perbuatan yang tercela dan pelakunya dikualifikasi sebagai orang-
orang yang munafik, dzalim, fasik dan kafir, serta merupakan dosa besar yang
ancaman hukumanya (selain had dan ta’zir) adalah neraka jahannam.

4
B. Macam-Macam Korupsi Menurut Islam
Berdasarkan fiqih jinayah atau hukum pidana Islam, korupsi dibagi
menjadi beberapa macam, yaitu

 Ghulul (Penggelapan)

Secara etimologis,kata ghulul berasal dari kata kerja (‫)غلل يغلل‬, yang dapat
diartikan dengan berkhianat dalam pembagian harta rampasan perang atau dalam
harta-harta lain.
Definisi ghulul secara terminologis dikemukakan oleh Rawas Qala’arji
dan Hamid Sadiq Qunaibi yang diartikan mengambil sesuatu dan
menyembunyikannya dalam hartanya. Akan tetapi, dalam pemikiran berikutnya
berkembang menjadi tindakan curang dan khianat terhadap harta-harta lain,
seperti tindakan penggelapan terhadap harta baitul mal, harta milik bersama kaum
muslim, harta bersama dalam suatu kerja bisnis, harta negara, dan lain-lain.
Kata ghulul terdapat di dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 161, Allah
SWT berfirman,

‫َو َم ا َك اَن ِل َن َأ ْن َي ُغ َّل ۚ َو َم ْن َي ْغ ُل ْل َي ْأ ِت َم ا َغ َّل َيْو َم اْل ِق َي اَم ِة ۚ ُث َّم‬


‫ِب‬ ‫ِب ٍّي‬
‫ُت َو َّف ٰى‬

"Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang).
Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada
hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu …" [Ali
Imran:161].

Jadi, Ghulul merupakan perbuatan menggelapkan kas negara atau baitul


mal yang pada awalnya dalam literatur sejarah Islam menyebutnya dengan
mencuri harta rampasan perang atau menyembunyikan sebagiannya untuk dimiliki
sebelum menyampaikannya ke tempat pembagian.

5
 Risywah (Penyuapan)

Risywah berasal dari bahasa Arab (‫ )رشا يرشو‬yang berarti upah, hadiah,
komisi, atau suap. Secara terminologi, risywah adalah suatu pemberian yang
diberikan seseorang kepada hakim, petugas atau pejabat tertentu dengan tujuan
yang diinginkan kedua belah pihak, baik pemberi maupun penerima.Dalam Al-
Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 188, Allah SWT berfirman,

‫َو ال َتْأُك ُلوا َأْم َو اَلُك ْم َبْيَنُك ْم ِباْلَباِط ِل َو ُتْد ُلوا ِبَها ِإَلى اْلُح َّك اِم ِلَتْأُك ُلوا‬
‫ َفِر يًقا ِم ْن َأْم َو اِل الَّناِس ِباإلْثِم َو َأْنُتْم َتْع َلُم وَن‬.
"Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda
orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui."

Selain itu, Terdapat sebuah hadis yang menerangkan tentang pelarangan


perbuatan risywah ini:

‫عن أببى هريرة قال لعن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم الراشي والمرتشي فى‬
‫الحكم‬

“Bahwa laknat Allah akan ditimpakan kepada orang yang menyuap dan yang
disuap dalam masalah hukum”.(HR.Bukhari)

Jadi, Risywah merupakan bagian dari tindak pidana korupsi yang berkaitan
dengan suap menyuap kepada seseorang yang memiliki kekuasaan atau wewenang
agar tujuannya dapat tercapai atau memudahkan kepada tujuan dari orang yang
menyuapnya tersebut.

 Ghasab (Mengambil Paksa Hak/Harta Orang Lain)

6
Ghasab berasal dari kata kerja (‫ )غصب يغصب غصبا‬yang berarti mengambil
sesuatu secara paksa dan zalim. Secara istilah, ghasab dapat diartikan sebagai
upaya untuk menguasai hak orang lain secara permusuhan/terang-terangan.
Menurut Dr. Nurul irfan, MA, ghasab adalah mengambil harta atau
menguasai hak orang lain tanpa izin pemiliknya dengan unsur pemaksaan dan
terkadang dengan kekerasan serta dilakukan dengan cara terang-terangan. Karena
ada unsur terang-terangan, maka ghasab berbeda dengan pencurian dimana salah
satu unsurnya adalah pengambilan barang secara sembunyi-sembunyi.Dalam Al-
Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 29, Allah SWT berfirman,

‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا اَل َتْأُك ُلوا َأْم َو اَلُك ْم َبْيَنُك ْم ِباْلَباِط ِل ِإاَّل َأْن‬
‫َتُك وَن ِتَج اَر ًة َع ْن َتَر اٍض ِم ْنُك ْم ۚ َو اَل َتْقُتُلوا َأْنُفَس ُك ْم ۚ ِإَّن َهَّللا َك اَن ِبُك ْم‬
‫َر ِح يًم ا‬
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.

Dalam ayat tersebut secara tegas bahwa Allah SWT melarang memakan
harta antara satu dengan orang lain dengan cara batil, yang termasuk dalam
kategori memakan harta sesama dengan cara batil ini adalah perbuatan ghasab,
karena didalamnya terdapat unsur merugikan pihak lain atau tepatnya ghasab
termasuk melanggar Allah SWT dalam ayat ini . Berikut ini merupakan
karakteristik dari ghasab:

1. Karena ada batasan tanpa izin pemilik maka bila yang diambil berupa harta
titipan atau gadai jelas tidak termasuk perbuatan ghasab tetapi khianat.
2. Terdapat unsur pemaksaan atau kekerasan maka ghasab bisa mirip dengan
perampokan, namun dalam ghasab tidak terjadi tindak pembunuhan
3. Terdapat unsur terang-terangan maka ghasab jauh berbeda dengan pencurian
yang didalamnya terdapat unsur sembunyi-sembunyi.

7
4. Yang diambil bukan hanya harta, melainkan termasuk mengambil/menguasai
hak orang lain.

 Khianat (Pengkhianatan)

Kata khianat berasal dari bahasa Arab (‫ )خ‘‘ان يخ‘‘ون‬yang artinya sikap
ingkarnya seseorang saat diberikan kepercayaan. Sementara al-Syaukani
mendefinisikan khianat yaitu seseorang yang diberi kepercayaan untuk
merawat/mengurus sesuatu barang dengan akad sewa menyewa dan titipan, tetapi
sesuatu itu diambil dan orang tersebut mengaku jika barang itu hilang atau dia
mengingkari barang sewaan tersebut ada padanya.Dalam Al-Qur’an Surah Al-
Anfal ayat 27, Allah SWT berfirman,

‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا اَل َتُخ وُنوا َهَّللا َو الَّرُسوَل َو َتُخ وُنوا َأَم اَن اِتُك ْم َو َأْنُتْم‬
‫َتْع َلُم وَن‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.”

Mayoritas ulama Syafi’iyyah lebih cenderung mengkategorikan korupsi


sebagai tindak pengkhianatan, karena pelakunya adalah orang yang dipercayakan
untuk mengelola harta kas negara.

 Al-Maksu (Pungutan Liar)

Kata Al-Maksu "‫ "المكس‬secara etimologis berasal dari kata kerja "- ‫مكس‬
‫ "يمكس‬yang artinya memungut cukai, menurunkan harga dan menzalimi.

8
Secara istilah Al-Maksu dapat diartikan perbuatan yang berupa mengambil
apa yang bukan haknya dan memberikan kepada yang bukan haknya
pula.Perbuatan ini diidentikan kepada pungutan liar yang biasanya terjadi ketika
seseorang akan mengurus sesuatu yang kemudian dibebankan sejumlah bayaran
oleh pelaku pemungut liar dengan tanpa kerelaan dari orang yang dipungutnya
tersebut.
Apabila pungutan tersebut tidak dipenuhi oleh korbannya, maka urusan
orang tersebut akan dipersulit oleh pelaku pemungut liar tersebut.Sehingga dapat
dikatakan perbuatan pungutan liar merupakan perbuatan zalim karena
mempersulit orang lain.
Dalam sebuah hadis dinyatakan bahwa pelaku kezaliman akan rugi, karena
kebaikan-kebaikan selama hidup bisa jadi akan dipindahkan kepada pihak yang
teraniaya.Hadist dimaksud dikutip oleh Imam Nawawi dalam Riyadus Salihin
sebagai berikut :

‫ أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال‬:‫عن أبي هريرة‬


‫( من كانت عنده مظلمة ألخيه فليتحلله منها فإنه ليس ثم دينار‬
‫وال درهم من قبل أن يؤخذ ألخيه من حسناته فإن لم يكن له‬
}‫حسنات أخذ من سيئات أخيه فطرحت عليه ) {رواه البخارى‬
Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi SAW bersabda, ”barang siapa pernah
melakukan kezaliman terhadap saudaranya dan merugikan harga dirinya atau
hal-hal lainnya, maka hendaknya segera minta dihalalkan (diselesaikan) saat ini,
sebelum datang sebuah masa yang mana dinar dan dirham tidak berharga (laku)
lagi. Sebab (kelak di akhirat) jika pihak yang berbuat zalim itu mempunyai amal-
amal salih akan diambil (dipotong) sesuai dengan seberapa banyak kezaliman
yang pernah dilakukannya terhadap saudaranya. Tetapi jika ternyata pihak yang
berbuat zalim tidak memiliki kebaikan maka dosa-dosa saudaranya (yang
dizalimi) itu akan dibebankan kepada pihak yang berbuat zalim” (HR. al-
Bukhari).

9
Selain itu, Nabi Muhammad saw juga bersabda:

“Tidak akan masuk surga orang yang kerjanya melakukan pungutan liar.” (HR.
abu Dawud).

C. Hukuman Terhadap Koruptor dalam Islam

Apabila merujuk kepada sub bahasan sebelumnya, kata asal dari korupsi
(corrup), maka dapat berarti merusak (dalam bentuk kecurangan) atau menyuap,
penyelewengan atau penggelapan harta milik negara atau perusahan. Korupsi
ialah menyalahgunakan atau menggelapkan uang/harta kekayaan umum (negara,
rakyat atau orang banyak) untuk kepentingan pribadi. Praktik korupsi biasanya
dilakukan oleh pejabat yang memegang suatu jabatan pemerintah. Maka
berdasarkan dasar hukum di atas pandangan dan sikap Al-Quran terhadap korupsi
sangat tegas yaitu haram, karena termasuk dalam memakan harta sesama dengan
jalan bathil.
Banyak argumen mengapa korupsi dilarang keras dalam Islam. Selain
karena secara prinsip bertentangan dengan misi sosial Islam yang ingin
menegakkan keadilan sosial dan kemaslahatan semesta, korupsi juga dinilai
sebagai tindakan pengkhianatan dari amanat yang diterima dan pengrusakan yang
serius terhadap bangunan sistem yang akuntabel. Jadi korupsi secara hukum Islam
ditetapkan sebagai tindak pidana, karena termasuk bentuk tindakan al-ma’siyyah,
dan terbuka untuk dikriminalisasi. Berikut ini adalah hukuman yang diterima bagi
koruptor :

 Sanksi yang diterapkan bervariasi sesuai dengan tingkat kejahatannya.

Mulai dari sanksi material, penjara, pemecatan jabatan, cambuk,


pembekuan hak-hak tertentu sampai hukuman mati. Hukuman bervariasi karena
tidak adanya nash qath’i yang berkaitan dengan tindak kejahatan yang satu ini,
artinya sanksi syariat yang mengatur hal ini bukanlah merupakan paket jadi dari
Allah swt. yang siap pakai. Sanksi dalam perkara ini termasuk sanksi ta’zir, di
mana seorang hakim (imam/ pemimpin) diberi otoritas penuh untuk memilih

10
tentunya sesuai dengan ketentuan syariat bentuk sanksi tertentu yang efektif dan
sesuai dengan kondisi ruang dan waktu, di mana kejahatan tersebut dilakukan.
Oleh sebab itu, penentuan hukuman, baik jenis. bentuk, dan jumlahnya
didelegasikan syarak kepada hakim.
Dalam menentukan hukuman terhadap koruptor, seorang hakim harus
mengacu kepada tujuan syara' dalam menetapkan hukuman, kemaslahatan
masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan, dan situasi serta kondisi sang
koruptor, sehingga sang koruptor akan jera melakukan korupsi dan hukuman itu
juga bisa sebagai tindakan preventif bagi orang lain. Hukuman ta’zir dapat
diterapkan kepada pelaku korupsi. Korupsi dimasukan kedalam hukuman ta’zir
karena korupsi sama seperti hukum ghasab walaupun harta yang dihabiskan si
pelaku korupsi melebihi nishab harta yang dicuri yang hukumannya potong
tangan. Tidak bisa disamakan dengan hukuman terhadap pencuri yaitu potong
tangan, hal ini karena termasuk syubhat. Akan tetapi disamakan atau diqiyaskan
pada hukuman pencurian yang berupa pencuri mengembalian uang hasil curian.
Dalam jarimah korupsi ada tiga unsur yang dapat dijadikan pertimbangan bagi
hakim dalam menentukan besar hukuman :

1. Perampasan harta orang lain.


2. Pengkhianatan atau penyalahgunaan wewenang
3. Kerjasama, atau kongkalingkong dalam kejahatan.

Ketiga unsur ini telah jelas dilarang dalam syari’at Islam. Selanjutnya
tergantung kepada kebijaksanaan akal sehat, keyakinan dan rasa keadilan hakim
yang didasarkan pada rasa keadilan masyarakat untuk menentukan hukuman bagi
si pelaku korupsi. Meskipun seorang hakim diberi kebebasan untuk mengenakan
ta’zir, namun dalam menentukan hukuman, seorang hakim hendaknya
memperhatikan ketentuan umum pemberian sanksi dalam hukum pidana islam
yaitu :

1. Hukuman hanya dilimpahkan kepada orang yang berbuat jarimah, tidak boleh
orang yang tidak berbuat jahat dikenai hukuman.
2. Adanya kesengajaan, seseorang dihukum karena kejahatan apabila ada unsur
kesengajaan untuk berbuat jahat, tidak ada kesengajaan berarti karena

11
kelalaian, salah, lupa, atau keliru. Meskipun demikian karena kelalaian,salah,
lupa atau keliru tetap diberi hukuman, meskipun bukan hukuman karena
kejahatan, melainkan untuk kemaslahatan yang bersifat mendididik.
3. Hukuman hanya akan dijatuhkan apabila kejahatan tersebut secara meyakinkan
telah diperbuatnya.
4. Berhati-hati dalam menenetukan hukuman, membiarkan tidak dihukum dan
menyerahkannya kepada Allah apabila tidak cukup bukti.

Batas minimal hukuman ta’zir tidak dapat ditentukan, tapi intinya adalah
semua hukuman menyakitkan bagi manusia, bisa berupa perkataan, tindakan atau
perbuatan dan diasingkan. Kadang-kadang seseorang dihukum ta’zir dengan
memberinya nasehat atau teguran, menjelekakannya dan menghina-kannya.
Kadang-kadang seseorang dihukum ta’zir dengan mengusirnya dengan
meninggalkan negerinya sehingga ia bertaubat. Sebagaimana nabi pernah
mengusir tiga orang yang berpaling, mereka itu adalah Ka’ab bin Malik,Maroroh
bin Rabi’ dan Hilal bin Umaiyyah. Mereka berpaling dari Rasulullah pada perang
Tabuk. Maka nabi memerintahkan untuk mengasingkan mereka,kemudian nabi
memaafkan mereka setelah turun ayat-ayat al-Quran tentang diterimanya taubat
mereka. Dan kadang-kadang hukuman ta’zir berbentuk pemecatan dari dinas
militer bagi prajurit yang melarikan diri dari medan perang, karena melarikan diri
dari medan perang merupakan dosa besar. Begitu pula pejabat apabila melakukan
penyimpangan maka ia diasingkan.
Uraian tersebut menegaskan kepada kita bahwa hukuman jarimah ta’zir
sangat bervariasi mulai dari pemberian teguran sampai pada pemenjaraan dan
pengasingan. Mengaca pada pengalaman nabi dan para sahabat di atas
memberikan hukuman ta’zir kepada pelaku korupsi adalah dapat berupa pilihan
atau gabungan diantara berbagai jenis ‘uqubah berikut :

1. Pidana atas jiwa (al-uqubah al-nafsiyah), yaitu hukuman yang berkaitan


dengan kejiwaan seseorang, seperti peringatan dan ancaman.

12
2. Pidana atas badan (al-‘uqubah al-badaniyyah), yaitu hukuman yang dikenakan
pada badan manusia, seperti hukuman mati, hukuman dera/jilid,dan hukuman
potong tangan.
3. Pidana atas harta (al-‘uqubah al-maliyah), yaitu hukuman yang dijatuhkan atas
harta kekayaan seseorang, seperti diyat, denda dan perampasan.
4. Pidana atas kemerdekaan, yaitu hukuman yang dijatuhkan kepadakemerdekaan
manusia, seperti hukuman pengasingan (al-hasb) atau penjara (al-sijn).

 Pemberian hukuman yang mendatangkan efek jera.

Hukuman bagi koruptor di Indonesia selama ini tak mendatangkan efek


jera.Oleh karena itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) merekomendasikan agar
pelaku korupsi dihukum mati. Selain mendorong pemberlakuan hukuman paling
berat itu, MUI juga mengusulkan agar terpidana korupsi dihukum kerja sosial.
MUI mendorong majelis hakim pengadilan tipikor menjatuhkan hukuman seberat-
beratnya kepada koruptor kakap, bahkan hukuman mati. MUI juga
merekomendasikan kerja sosial, selain pidana penjara. Mereka juga harus
membersihkan fasilitas publik, seperti pasar, terminal, lapangan, panti asuhan, dan
sebagainya untuk memberi efek jera dan mencegah masyarakat agar tidak
mengikuti jejak para koruptor. Masyarakat menilai selama ini para koruptor tetap
bisa hidup nyaman di tahanan, karena bisa membeli fasilitas dari oknum-oknum di
penjara, sehingga tidak ada efek jera. MUI telah mendorong agar majelis hakim
konsisten menetapkan putusan untuk menyita seluruh harta hasil korupsi.

 Usulan pemberian hukuman mati bagi koruptor

Sebelum ini, usulan hukuman mati bagi koruptor di Indonesia sebenarnya


telah disampaikan sejumlah lembaga dan aktivis antikorupsi. Para pelaku korupsi
cenderung tidak punya rasa malu lagi, bahkan tak jarang mencalonkan diri untuk
meraih jabatan di pemerintahan. Rekomendasi itu kemudian disampaikan kepada
Susilo Bambang Yudhoyono yang dulu masih menjabat sebagai Presiden RI.

13
Namun, hingga kini belum ada realisasi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
menyatakan sepakat dengan hukuman mati bagi koruptor.
Jadi Islam telah melarang semua bentuk tindakan korupsi. Walaupun tidak
terdapat sanksi dalam bentuk nash qath’i mengenai hukuman bagi koruptor, bukan
berarti tidak adanya sanksi bagi pelaku korupsi.

D. Hukum Memanfaatkan Hasil Korupsi

Di dalam Kitabullah, di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa


Ta'ala :

‫َو َم ا َك اَن ِل َن َأ ْن َي ُغ َّل ۚ َو َم ْن َي ْغ ُل ْل َي ْأ ِت َم ا َغ َّل َيْو َم اْل ِق َي اَم ِة ۚ ُث َّم‬


‫ِب‬ ‫ِب ٍّي‬
‫ُت َو َّف ٰى‬

"Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang).
Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada
hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu …" [Ali
Imran:161].

Dalam ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta'ala mengeluarkan pernyataan


bahwa, semua nabi Allah terbebas dari sifat khianat, di antaranya dalam urusan
rampasan perang. Menurut penjelasan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, ayat ini
diturunkan pada saat (setelah) perang Badar, orang-orang kehilangan sepotong
kain tebal hasil rampasan perang. Lalu sebagian mereka, yakni kaum munafik
mengatakan, bahwa mungkin Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah
mengambilnya. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan ayat ini untuk

14
menunjukkan jika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terbebas dari tuduhan
tersebut.
Ibnu Katsir menambahkan, pernyataan dalam ayat tersebut merupakan
pensucian diri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari segala bentuk khianat
dalam penunaian amanah, pembagian rampasan perang, maupun dalam urusan
lainnya. Hal itu, karena berkhianat dalam urusan apapun merupakan perbuatan
dosa besar. Semua nabi Allah ma’shum (terjaga) dari perbuatan seperti itu. Ibnu
Katsir mengatakan,"Di dalamnya terdapat ancaman yang amat keras.” Selain itu,
perbuatan korupsi (ghulul) ini termasuk dalam kategori memakan harta manusia
dengan cara batil yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagai mana
dalam firman-Nya :

‫َت ْأ ُك ُل‬ ‫َو ُت ْد ُل َه َل ْل ُح َّك‬ ‫َب‬ ‫َو َت ْأ ُك ُل َأ ْم َو َل ُك ْم َب ْي َن ُك ْم ْل‬


‫وا‬ ‫وا ِب ا ِإ ى ا اِم ِل‬ ‫ِب ا اِط ِل‬ ‫ال وا ا‬
‫َف يقًا ْن َأ ْم َو ا الَّن ا ا ْث َو َأ ْنُت ْم َت ْع َل ُم وَن‬
‫ِل ِس ِب ِأْل ِم‬ ‫ِر ِم‬

" Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang
lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui " [Al-
Baqarah :188].

Korupsi dikatakan haram karena dilihat dari berbagai aspek, berikut ini
adalah aspek-aspek yang menyebabkan korupsi itu haram hukumnya :

1. Curang dan Penipuan

15
Perbuatan korupsi merupakan perbuatan curang dan penipuan yang secara
langsung merugikan keuangan negara (masyarakat). Allah SWT memberi
peringatan agar kecurangan dan penipuan itu dihindari, seperti pada firman-Nya,

‫َو َم ا َك اَن ِل َن َأ ن َي ُغ َّل ۚ‌ َو َم ن َي ۡغ ُل ۡل َي ۡأ ِت َم ا َغ َّل َيۡو َم ٱۡل ِق َي ٰـَم ِة ۚ‌ ُث َّم‬


‫ِب‬ ‫ِب ٍّى‬
‫ُت َو َّف ٰى ُڪ ُّل َنۡف ٍ۬س َّم ا َك َس َب ۡت َو ُه ۡم اَل ُي ۡظَل ُم وَن‬

"Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan rampasan perang.


Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan harta rampasan perang itu, maka
pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu;
kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan
dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.” (QS. Ali
Imran:161).

Nabi Muhammad SAW. telah menetapkan suatu peraturan bahwa setiap


kembali dari peperangan, semua harta rampasan baik yang kecil maupun yang
besar jumlahnya harus dilaporkan dan dikumpulkan di hadapan pimpinan perang
kemudian Rasulullah saw. membaginya sesuai dengan ketentuan bahwa 1/5 dari
harta rampasan itu untuk Allah SWT, Rasul, kerabat Rasul, anak yatim, orang
miskin, dan ibnu sabil, sedangkan siasanya (4/5 lagi) diberikan kepada mereka
yang berperang. (QS. Al-Anfal: 41).

2. Khianat

Berkhianat terhadap amanat adalah perbuatan terlarang dan berdosa seperti


ditegaskan Allah SWT dalam Alquran,

16
‫ٰٓـ‬
‫َي َأ ُّي َہ ا ٱَّل ِذ يَن َء اَم ُن وْا اَل َتُخ وُن وْا ٱلَّل َه َو ٱلَّر ُس وَل َو َتُخ وُن ٓو ْا َأ َم ٰـَن ٰـِت ُك ۡم َو َأ نُت ۡم‬

‫َت ۡع َل ُم وَن‬

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah


dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-
amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui” (QS. Al-
Anfal:27).

Pada ayat lain Allah SWT memerintahkan untuk memelihara dan


menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya,

‫َن‬ ‫ۡي‬ ‫َب‬ ‫ُت‬ ‫ۡم‬ ‫َّن َّل َه َي ۡأ ُم ُر ُك ۡم َأ ُتَؤ ُّد ْا َأۡل َم ٰـَن ٰـ َل ٰٓى َأ ۡه َه َو َذ َح َك‬
۞ ‫م‬ ‫ن و ٱ ِت ِإ ِل ا ِإ ا‬ ‫ِإ ٱل‬
‫ٱلَّن ا َأ ن َت ۡح ُك ُم وْا ٱۡل َع ۡد‬
‫ِب‬ ‫ِس‬
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan [menyuruh kamu] apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil .” (QS. An-Nisa: 58).

Kedua ayat ini mengandung pengertian bahwa mengkhianati amanat


seperti perbuatan korupsi bagi pejabat adalah terlarang lagi haram.

3. Aniaya (Dzalim)

Perbuatan korupsi untuk memperkaya diri dari harta negara adalah


perbuatan lalim (aniaya), karena kekayaan negara adalah harta yang dipungut dari
masyarakat termasuk masyakarat yang miskin dan buta huruf yang mereka
peroleh dengan susah payah. Oleh karena itu, amatlah lalim seorang pejabat yang
memperkaya dirinya dari harta masyarakat tersebut, sehinga Allah SWT
memasukkan mereka ke dalam golongan yang celaka besar, sebagaimana dalam
firman-Nya,

17
‫َف َو ۡي ٌ۬ل َّل َن َظَل ُم ْا ۡن َع َذ َيۡو َأ‬
‫اِب ٍم ِل يٍم‬ ‫و ِم‬ ‫ِّل ِذ ي‬
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang lalim yakni siksaan di hari yang pedih."
(QS. Az-Zukhruf: 65).

4. Suap dan Gratifikasi.

Termasuk ke dalam kategori korupsi, perbuatan memberikan fasilitas


negara kepada seseorang karena ia menerima suap dari yang menginginkan
fasilitas tersebut. Perbuatan ini oleh Nabi Muhammad saw.disebut laknat seperti
dalam sabdanya,

“Allah melaknat orang yang menyuap dan menerima suap.”(H.R. Ahmad dan
Hambali).

Ulama membolehkan perbuatan suap dalam situasi darurat dalam situasi


pabila penyuap tidak bisa mendapatkan haknya kecuali dengan menyuap. Dalam
situasi ini, maka yang berdosa adalah yang menerima suap. Bukan penyuap. Dalil
dasar yang dipakai adalah :

(a) Hadits riwayat Ahmad (#10739) dari Umar bin Khatab di mana Nabi bersabda:

‫َف ْخ‬ ‫َّن َأ َح َد ُه ْم َل َي ْس َأ ُل َمْلْس َأ َل َة َف ُأ‬


‫ْع ِط يَه ا ِإ َّي اُه َي ُر ُج ِب َه ا‬ ‫ِن ي ا‬ ‫ِإ‬
‫ َف َم‬، ‫ َي ا َر ُس وَل الَّل‬: ‫ َق اَل ُع َم ُر‬، ‫ َو َم ا َي َل ُه ْم ال َن اٌر‬، ‫ُم َت َأ ُط َه ا‬
‫ِه ِل‬ ‫ِإ‬ ‫ِه‬ ‫ِّب‬
‫ُه‬ ‫َو َي ْأ َب َّل‬ ‫ُت ْع ْم َق َل َّن ُه ْم َي ْأ َبْو َن َأ ْن َي ْس َأ ُل‬
‫ ى ال ِل ي‬، ‫وِن ي‬ ‫ِإ ال‬ ‫ ِإ‬: ‫ِط يِه ؟ ا‬
‫اْل ُب ْخ َل‬

18
“Sesungguhnya salah satu dari kalian akan meminta sesuatu padaku dan aku
mengabulkan permohonannya. Lalu dia keluar. Tidak ada perkara yang dia minta
itu kecuali neraka. Umar bertanya: Ya Rasulullah mengapa engkau memberinya?
Nabi menjawab: Mereka selalu datang untuk meminta padaku sedang Allah
melarangku untuk pelit.”

(b) Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud

‫أنه ملا أتى أرض الحبشة أخذ بشيء فتعلق به فأعطى دينارين‬

‫حتى خلي سبيله‬

“Saat Ibnu Mas'ud datang ke negara Habasyah, ia mengambil sesuatu


dan menggantungnya. Lalu dia memberikan dua dinar sampai orang itu
memberinya jalan.”

(c) Imam Nawawi dalam Al-Majmuk menyatakan

‫فأما الراشي فإن كان يطلب بما دفعه أن يحكم بغير‬

‫ وإن كان يطلب بما يدفعه وصوله إلى‬،‫الحق حرم عليه ذلك‬

‫حقه لم يحرم عليه ذلك‬

“ Adapun orang yang menyuap apabila dia mengharap sesuatu atas apa
yang dia berikan agar diberi putusan yang tidak benar maka haram baginya hal

19
itu. Akan tetapi suap itu bertujuan agar dia bisa mendapatkan haknya maka hal
itu tidak haram.”

(d) Ibnu Hazm Adz-Dzahiri dalam Al-Mahalli menyatakan

‫من قدر على دفع الظلم عن نفسه دون أن يدفع لم يحل له إعطاء فلس فما‬

،) ‫( ال يكلف هللا نفسا إال وسعها‬:‫ وأما من عجز فاهلل تعالى يقول‬،‫فوقه في ذلك‬

‫(إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم ) رواه‬:‫والرسول صلى هللا عليه وسلم يقول‬

‫ (رفع عن‬:‫مسلم وصار في حد اإلكراه وقد قال الرسول صلى هللا عليه وآله وسلم‬

)‫أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه‬.


“ Barang siapa yang mampu menolak kezaliman dari dirinya tanpa harus
menyuap, maka memberi sesen uang atau lebih itu haram baginya. Adapun orang
yang tidak mampu menolak kezaliman, maka Allah berfirman "Allah tidak
memaksa seseorang kecuali menurut kemampuannya."

(e) Ibnu Taimiyah. yang menyatakan:

‫فأما إذا أهدى له هدية ليكف ظلمه عنه أو ليعطيه حقه‬

‫ وجاز للدافع أن‬, ‫الواجب كانت هذه الهدية حراما على اآلخذ‬

‫يدفعها إليه‬

“ Apabila penyuap memberi hadiah agar supaya yang disuap tidak


berlaku zalim, atau supaya yang disuap mendapatkan haknya, maka hadiah ini
haram bagi yang disuap dan boleh (halal) bagi penyuap untuk memberikan
hadiah itu.”

Syarat bolehnya memberi uang komitmen, komisi atau fee ada dua:

20
 Menyuap untuk mendapatkan hak yang memang seharusnya diterima atau
untuk menolak kezaliman yang akan menimpa diri kita;
 Tidak ada jalan lain untuk mencapai tujuan halal yang dimaksud selain dengan
menyuap.

Pendapat di atas disetujui antara lain oleh Ata' bin Rabah, Hasan Al-Basri,
Imam Nawawi, Ibnu Hazm Az-Dzahiri dan Ibnu Taimiyah seperti diuraikan di
atas.
Setelah kita mengetahui mengapa korupsi itu diharamkan, maka akan
dijelaskan mengenai memanfaatkan hasil dari korupsi. Memanfaatkan yaitu
memakan, mengeluarkannya untuk kepentingan ibadah, sosial. dan sebagainya.
Memanfaatkan harta kekayaan yang dihasilkan dari tindak pidana korupsi tidak
berbeda dengan memanfaatkan harta yang dihasilkan dengan cara-cara ilegal
lainnya, karena harta yang dihasilkan dari tindak korupsi sama dengan harta
rampasan, curian, hasil judi, dan sebagainya. Jika cara memperolehnya sama,
maka hukum memanfaatkan hasilnya pun sama.
Dalam hal ini ulama fikih sepakat bahwa memanfaatkan harta yang
diperoleh dengan cara-cara yang ilegal (terlarang) adalah haram, sebab pada
prinsipnya harta itu bukanlah milik yang sah, melainkan milik orang lain yang
diperoleh dengan cara yang terlarang.

Dasar yang menguatkan pendapat ulama fikih ini antara lain ialah firman Allah
SWT :

‫ۡأ‬
‫َو اَل َت ُك ُلٓو ْا َأۡم َو ٲَلُك م َبۡي َنُك م ِبٱۡل َبٰـ ِط ِل َو ُتۡد ُلوْا ِبَهآ ِإَلى ٱۡل ُح َّڪاِم‬
‫ِلَتۡأ ُڪ ُلوْا َفِريً۬ق ا ِّم ۡن َأۡم َو ٲِل ٱلَّناِس ِبٱِإۡل ۡث ِم َو َأنُتۡم َتۡع َلُم وَن‬
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan)
hartamu itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari pada
harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu
mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188).

21
Pada ayat ini terdapat larangan memakan harta orang lain yang diperoleh
dengan cara-cara yang batil, termasuk di dalamnya mencuri, menipu, dan korupsi.
Harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana korupsi dapat juga dianalogikan
dengan harta kekayaan yang diperoleh dengan cara riba, karena kedua bentuk
perbuatan itu sama-sama ilegal.
Jika memakan harta yang diperoleh secara riba itu diharamkan (QS. Ali
Imran: 130), maka memakan harta hasil korupsi pun menjadi haram. Disamping
itu ulama memakai kaidah fikih yang menunjukkan keharaman memanfaatkan
harta korupsi yaitu, "apa yang diharamkan mengambilnya, maka haram
memberikannya/memanfaatkannya”. Oleh karena itu, seperti yang ditegaskan oleh
Imam Ahmad bin Hanbal, selama suatu perbuatan dipandang haram, maka selama
itu pula diharamkan memanfaatkan hasilnya. Namun, jika perbuatan itu tidak lagi
dipandang haram, maka hasilnya boleh dimanfaatkan. Selama hasil perbuatan itu
diharamkan memanfaatkannya, selama itu pula pelakunya dituntut untuk
mengembalikannya kepada pemiliknya yang sah. Jika ulama fikih sepakat
mengharamkan pemanfaatan harta kekayaan yang diperoleh dengan cara korupsi,
maka mereka berbeda pendapat mengenai akibat hukum dari pemanfaatan hasil
korupsi tersebut.
Setelah mengetahui hal tersebut,kali ini menjelaskan hukum shalat dan haji
menggunakan hasil korupsi. Mazhab Syafi'i, Mazhab Maliki, dan Mazhab
Hanafi mengatakan bahwa shalat dengan menggunakan kain yang diperoleh
dengan cara yang batil (menipu/korupsi) adalah sah selama dilaksanakan sesuai
dengan syarat dan rukun yang ditetapkan. Meskipun demikian, mereka tetap
berpendapat bahwa memakainya adalah dosa, karena kain itu bukan miliknya
yang sah. Demikian juga pendapat mereka tentang haji dengan uang yang
diperoleh secara korupsi, hajinya tetap dianggap sah, meskipun ia berdosa
menggunakan uang tersebut. Menurut mereka, keabsahan suatu amalan hanya
ditentukan oleh terpenuhinya rukun dan syarat amalan dimaksud.
Sedangkan menurut Imam Ahmad bin Hanbal, shalat dengan
menggunakan kain hasil korupsi tidak sah, karena menutup aurat dengan bahan
yang suci adalah salah satu syarat sah shalat. Menutup aurat dengan kain yang
haram memakainya sama dengan shalat memakai pakaian bernajis. Lagi pula

22
shalat merupakan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Oleh karena
itu, tidak pantas dilakukan dengan menggunakan kain yang diperoleh dengan cara
yang dilarang Allah SWT. Menurut Imam Ahmad bin Hanbal, haji yang
dilakukan dengan uang hasil korupsi tidak sah. la memperkuat pendapatnya
dengan hadis yang menerangkan bahwa Allah SWT adalah baik, dan tidak
menerima kecuali yang baik (HR. At-Tabrani).Pada kesempatan lain Nabi
Muhammad saw. bersabda,

"Jika seseorang pergi naik haji dengan biaya dari harta yang halal, maka
ketika ia mulai membacakan talbiah datang seruan dari langit, 'Allah akan
menyambut dan menerima kedatanganmu dan semoga kamu akan bahagia.
Perbekalanmu halal, kendaraanmu juga halal, maka hajimu diterima dan tidak
dicampuri dosa.”

(HR.At-Tabrani).

“Sebaliknya bila pergi dengan harta yang haram, lalu ia mengucapkan


talbiah maka datang seruan dari langit, 'Tidak diterima kunjunganmu dan kamu
tidak berbahagia. Perbekalanmu haram, belanjamu dari yang haram, maka
hajimu berdosa, jauh dari pahala (tidak diterima).”

(HR.At-Tabrani).
Atas dasar logika dan hadis tersebutlah Imam Ahmad bin
Hanbal mengambil kesimpulan tentang tidak sahnya ibadah dengan menggunakan
perlengkapan hasil korupsi.

E. Bahaya Korupsi dalam Kehidupan

Sudah jelas bahwa korupsi memiliki dampak yang sangat berbahaya


kepada keseharian kita semua. Berikut ini bahaya dari korupsi bila ditinjau dari
beberapa aspek tertentu yang ada pada kehidupan.

 Bidang Ekonomi

23
Korupsi merusak perkembangan ekonomi suatu bangsa. Pertama jika
dalam sebuah negara terjadi korupsi maka, investor akan sulit untuk
menginvestasikan kepada negara tersebut. Kedua bila terjadi korupsi di sekitar
pemerintahan maka sudah dipastikan pertumbuhan ekonominya tidak berjalan.

 Bidang politik

Simpelnya politik dekat dengan kekuasaan. Bila suatu kekuasaan terbukti


adanya korupsi maka pemerintah dan penguasa tersebut akan buruk di mata
masyarakat. Hasilnya masyarakat tidak akan patuh dengan pemerintahan tersebut.
Di samping itu, korupsi akan memicu terjadinya instabilitas sosial politik dan
integrasi sosial, karena terjadi pertentangan antara penguasa dan rakyat. Bahkan
dalam banyak kasus, hal ini menyebabkan jatuhnya kekuasaan pemerintahan
secaratidak terhormat.

 Bidang Keamanan dan Ketahanan

Korupsi juga menyebabkan tidak efisiennya tingkat keamanan dan


ketahanannasional. Penganguran di mana-mana yang menyebabkan makin
banyaknya angka kriminalitas, kualitas pelayanan yang sangat jelek, dan hanya
orang berpunya saja yang akan mendapatkan pelayanan yang baik karena mampu
menyuap. Keadaan ini dapatmenyebabkan meluasnya keresahan sosial,
ketidaksetaraan sosial dan selanjutnyamungkin kemarahan sosial.

 Bidang Budaya

Ada suatu pendapat yang mengatakan bila korupsi di Indonesia merupakan


contoh dari bekas jaman Belanda dulu (VOC). Itu merupakan sebuah contoh bila
korupsi telah menjadi budaya buruk di Indonesia. Korupsi juga membahayakan

24
terhadap standart moral dan intelektual masyarakat. Ketika korupsi merajalela
maka tidak ada nilai utama ataukemulian dalam diri masyarakat sebagai makhluk
yang berbudaya.

 Bidang Agama

Korupsi menimbulkan kekacauan di bidang Agama. Bantuan-bantuan


yang diberikan oleh para dermawan kepada mustahik tidak tersalurkan dengan
baik.Misalnya Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang mengurangi atau tidak
memberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.Akibatnya angka
kemiskinan semakin tinggi dan makin banyaknya orang-orang yang menderita
kelaparan.

F. Cara Pemberantasan Korupsi Menurut Islam

Korupsi membawa dampak pada kesenjangan ekonomi akibat


memburuknya distribusi kekayaan. Bila sekarang kesenjangan kaya dan miskin
sudah demikian menganga, maka korupsi makin melebarkan kesenjangan itu
karena uang terdistribusi secara tidak sehat (tidak mengikuti kaedah-kaedah
ekonomi sebagaimana mestinya).
Koruptor makin kaya, yang miskin makin miskin. Akibat lainnya, karena
uang gampang diperoleh, sikap konsumtif menjadi muncul.Tidak ada dorongan ke
pola produktif, sehingga timbul inefisiensi dalam pemanfaatan sumber daya
ekonomi.
Melihat permasalahan tersebut diatas sesungguhnya telah ada niat cukup
besar untuk mengatasi korupsi. Namun penanganan korupsi tidak dilakukan
secara komprehensif, setengah hati, dan tidak sungguh-sungguh. Ini terlihat dari
tak adanya keteladanan dari pemimpin dan sedikit atau rendahnya pengungkapan
kejahatan korupsi sementara masyarakat tahu bahwa korupsi terjadi di mana-
mana.Berikut ini merupakan cara pemberantasan korupsi menurut Islam :

25
 Sistem penggajian yang layak.

Aparat pemerintah harus bekerja dengan sebaik-baiknya. Dan itu sulit


berjalan dengan baik bila gaji mereka tidak mencukupi. Para birokrat tetaplah
manusia biasa. Rasul dalam hadis riwayat Abu Dawud berkata,

“Barang siapa yang diserahi pekerjaan dalam keadaan tidak mempunyai rumah,
akan disediakan rumah, jika belum beristri hendaknya menikah, jika tidak
mempunyai pembantu hendaknya ia mengambil pelayan, jika tidak mempunyai
hewan tunggangan (kendaraan) hendaknya diberi. Dan barang siapa mengambil
selainnya, itulah kecurangan (ghalin)”.

Oleh karena itu, harus ada upaya pengkajian menyeluruh terhadap sistem
penggajian dan tunjangan di negeri ini.

 Larangan menerima suap dan hadiah.

Hadiah dan suap yang diberikan seseorang kepada aparat pemerintah pasti
mengandung maksud tertentu, karena buat apa memberi sesuatu bila tanpa
maksud di belakangnya, yakni bagaimana agar aparat itu bertindak
menguntungkan pemberi hadiah.

Tentang suap Rasulullah berkata,

“Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap” (HR. Abu Dawud).

Tentang hadiah kepada aparat pemerintah, Rasul berkata,

“Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap
yang diterima hakim adalah kufur” (HR Imam Ahmad).

 Perhitungan kekayaan.

26
Orang yang melakukan korupsi, tentu jumlah kekayaannya akan
bertambah dengan cepat. Meski tidak selalu orang yang cepat kaya pasti karena
telah melakukan korupsi.

 Teladan pemimpin.

Pemberantasan korupsi hanya akan berhasil bila para pemimpin, terlebih


pemimpin tertinggi, dalam sebuah negara bersih dari korupsi. Dengan takwa,
seorang pemimpin melaksanakan tugasnya dengan penuh amanah.

 Hukuman setimpal.

Pada dasarnya, orang akan takut menerima risiko yang akan mencelakakan
dirinya, termasuk bila ditetapkan hukuman setimpal kepada para koruptor.
Berfungsi sebagai pencegah (zawajir), hukuman setimpal atas koruptor
diharapkan membuat orang jera dan kapok melakukan korupsi. Dalam Islam,
koruptor dikenai hukuman ta’zir berupa tasyhir atau pewartaan (dulu dengan
diarak keliling kota, sekarang mungkin bisa ditayangkan di televisi seperti yang
pernah dilakukan), penyitaan harta dan hukuman kurungan, bahkan sampai
hukuman mati.

 Pengawasan masyarakat.

Masyarakat dapat berperan menyuburkan atau menghilangkan korupsi.


Demi menumbuhkan keberanian rakyat mengoreksi aparat, khalifah Umar di awal
pemerintahannya menyatakan,“Apabila kalian melihatku menyimpang dari jalan
Islam, maka luruskan aku walaupun dengan pedang”.

27
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Korupsi adalah perbuatan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang


untuk memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat
merugikan keuangan dan perekonomian negara. Islam membagi istilah korupsi
kedalam beberapa dimensi.Yaitu ghulul (penggelapan), risywah (suap), Ghasab
(Mengambil Paksa Hak/Harta Orang Lain), khianat (penghianatan), Al-Maksu
(pungutan liar).
Sanksi yang dapat diterima oleh pelaku yaitu seperti sanksi yang
diterapkan bervariasi sesuai dengan tingkat kejahatannya (Ta’zir), pemberian
hukuman yang mendatangkan efek jera,dan hukuman mati. Bahaya dari korupsi
bila ditinjau dari beberapa aspek tertentu yang ada pada kehidupan contohnya
dalam bidang ekonomi yaitu bila terjadi korupsi di sekitar pemerintahan maka
sudah dipastikan pertumbuhan ekonominya tidak berjalan, dalam bidang politik
yaitu bila kekuasaan terbukti adanya korupsi maka pemerintah dan penguasa
tersebut akan buruk di mata masyarakat, dalam bidang keamanan dan ketahanan
contohnya penganguran di mana-mana yang menyebabkan makin banyaknya
angka kriminalitas. Cara pemberantasan korupsi menurut islam yaitu sistem
penggajian yang layak, larangan menerima suap dan hadiah, perhitungan
kekayaan, teladan pemimpin, hukuman setimpal, dan pengawasan masyarakat.

B. Saran

Pendidikan anti korupsi ditanamkan sejak dini agar penyakit korupsi tidak
semakin meluas dan merugikan bangsa dan Negara. Pemerintah harus menindak
tegas pelaku tindakan korupsi agar pelaku tersebut jera dan tidak ada yang berani
untuk melakukan tindakan korupsi.

28
DAFTAR PUSTAKA

Fazzan.(2015). Korupsi Di Indonesia Dalam Perspektif Hukum Pidana Islam.


Jurnal Ilmiah Islam Futura, 14 (2), hlm. 146-165.
Komisi Pemberantasan Korupsi.(2006). Memahami Untuk Membasmi : Buku
Panduan Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi.Jakarta: KPK.
Lestari, A.(2012). Tindak Pidana Korupsi ditinjau dari Fiqih Jinayah dan Hukum
Positif Indonesia.[Online].Diakses dari
https://aforadeles.wordpress.com/2012/03/27/tindak-pidana-korupsi-
ditinjau-dari-fiqh-jinayah-dan-hukum-positif-indonesia/ .[Dikutip 10
November 2017]
Rajib, La. (2013). Korupsi Menurut Hukum Islam. [Online]. Diakses dari
http://rajibrena.blogspot.co.id/2013/06/makalah-korupsi-menurut-
hukum-islam.htm. [Dikutip 10 November 2017]
Saepudin. (2010). Korupsi dalam Pandangan Islam.[Online]. Diakses dari
https://saepudinonline.wordpress.com/2010/12/18/korupsi-dalam-
pandangan-islam/ [Dikutip 11 November 2017]
Sumarwoto.(2014). Status Hukum Bagi Koruptor Perspektif Hukum Islam.
[Online].Diakses dari
http://ejournal.unsa.ac.id/index.php/prosedingunsa/article/view/75.
[Dikutip 10 November 2017]

29

Anda mungkin juga menyukai