Anda di halaman 1dari 7

Anggota Kelompok 5

1. Yuda Ariwinarta
2. Suci Sudirman
3. Sintya Julianti
4. Vanila Rahima Yulia
5. Yuvi Hidayat
6. Zulfahmi

Kasus I
Bayangkan jika Anda adalah seorang guru matematika di kelas VII. Saat ini Anda hendak
menyampaikan materi mengenai matematika sosial yakni mencari nilai rata-rata (mean). Untuk
memudahkan peserta didik dalam memahami pembelajaran, Anda mencoba untuk membuat
urutan atau langkah-langkah yang perlu diikuti oleh peserta didik agar dapat mencari nilai
rata-rata pada sebuah soal. Anda meminta kepada peserta didik untuk mengerjakan soal yang
Anda berikan. Hasilnya, peserta didik mampu mengerjakan dengan benar, sesuai dengan langkah
yang telah Anda siapkan. Beberapa saat kemudian, Anda meminta kepada peserta didik untuk
mengulangi soal yang sama tanpa melihat urutan pengerjaan soal, dan peserta didik mampu
mengerjakannya dengan benar.

Pertanyaan:
1. Menurut Anda, apa yang membuat peserta didik mampu mengerjakan soal dengan baik
pada percobaan kedua (tanpa melihat urutan/langkah pengerjaan soal)?
Jawaban:
Dalam Menjawab pertanyaan ini kami akan mencoba untuk menganalisisnya dengan
Teori behaviorisme. Teori ini dipelopori oleh tokoh seperti Ivan Pavlov, John B. Watson, dan
B.F. Skinner, yang menekankan pada pembelajaran melalui perilaku yang dapat diamati dan
diukur. Menurut teori ini, pembelajaran terjadi melalui penguatan (reinforcement) yang
mengaitkan stimulus dengan respons.
Dalam konteks pengajaran matematika, hasil positif pada percobaan kedua peserta didik (tanpa
melihat urutan/langkah pengerjaan soal) bisa dijelaskan dengan prinsip-prinsip behaviorisme:
1. Penguatan Positif:
Pada percobaan pertama, peserta didik mungkin telah mendapatkan penguatan positif
dalam bentuk pujian atau pengakuan atas penyelesaian soal dengan benar. Ini dapat menjadi
stimulus yang memicu respons positif dan motivasi untuk memahami konsep lebih lanjut.
2. Penguatan Negatif:
Jika peserta didik mengalami kesulitan pada percobaan pertama, mereka mungkin
menerima penguatan negatif berupa koreksi atau umpan balik konstruktif. Hal ini dapat
membantu mereka memperbaiki kesalahan dan meningkatkan pemahaman.
3. Modeling:
Pengajaran yang mengikuti prinsip behaviorisme seringkali melibatkan "modeling" atau
contoh-contoh yang memperlihatkan langkah-langkah yang benar. Peserta didik mungkin telah
menangkap pola atau urutan dari contoh yang diberikan pada percobaan pertama, memungkinkan
mereka untuk mengaplikasikannya pada percobaan kedua.
4. Latihan:
Prinsip behaviorisme menekankan pentingnya latihan untuk memperkuat respons yang
diinginkan. Peserta didik yang telah melalui latihan pada percobaan pertama mungkin telah
menginternalisasi langkah-langkah dan konsep yang diajarkan, sehingga mampu
mengaplikasikannya pada percobaan kedua.
Sumber:
Skinner, B. F. (1954). The Science of Learning and the Art of Teaching. Harvard Educational
Review, 24(2), 86-97.

Pertanyaan:
2. Sebagai seorang calon guru, dalam kegiatan belajar yang seperti apa metode di atas dapat
diterapkan? Elaborasi jawaban Anda dengan menyertakan teori yang berkaitan.
Jawaban:
Dalam konteks pengajaran mencari nilai rata-rata pada mata pelajaran matematika sosial
di kelas VII, kita juga dapat mengaitkan pendekatan konstruktivisme dengan metode eksplorasi
dan diskusi. Mari jelaskan lebih lanjut:
1. Konstruktivisme:
Teori konstruktivisme berfokus pada pemahaman bahwa pembelajaran adalah suatu
proses konstruksi pengetahuan oleh individu. Peserta didik membangun pengetahuan mereka
sendiri melalui pengalaman, refleksi, dan interaksi dengan materi pembelajaran. Dalam hal ini,
guru dapat memandu peserta didik untuk menciptakan pemahaman mereka sendiri tentang cara
mencari nilai rata-rata melalui aktivitas refleksi dan diskusi.
2. Metode Eksplorasi:
Guru memberikan situasi masalah atau data set yang memerlukan pencarian nilai
rata-rata. Peserta didik diberi kebebasan untuk mengeksplorasi data, merumuskan pertanyaan,
dan mencoba mencari solusi tanpa panduan yang sangat terstruktur. Eksplorasi ini
memungkinkan peserta didik untuk aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan membangun
pengetahuan mereka sendiri tentang konsep mencari nilai rata-rata.
3. Diskusi Kelompok:
Setelah melakukan eksplorasi, peserta didik dapat berpartisipasi dalam diskusi kelompok.
Diskusi ini memungkinkan mereka untuk berbagi ide, mendengar perspektif teman-teman
mereka, dan memahami berbagai pendekatan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Diskusi
kelompok juga mempromosikan kerja sama dan konstruksi pengetahuan bersama.
4. Proyek Kelompok:
Guru dapat memberikan proyek kelompok yang melibatkan pengumpulan data dan
mencari nilai rata-rata dari data tersebut. Proyek ini memungkinkan peserta didik untuk
mengaplikasikan konsep yang telah mereka pelajari dalam situasi kontekstual yang lebih luas.
Proses kerja kelompok dapat memperkaya pemahaman mereka melalui interaksi sosial dan
kolaboratif.

Penerapan konstruktivisme dengan metode eksplorasi dan diskusi memberikan


penekanan pada kontribusi aktif peserta didik dalam membangun pemahaman mereka sendiri.
Guru berfungsi sebagai fasilitator yang membimbing proses pembelajaran dan merangsang
pemikiran kritis serta refleksi. Pendekatan ini memberikan arti dan konteks kepada konsep
mencari nilai rata-rata, membuat pembelajaran menjadi lebih relevan dan bermakna bagi peserta
didik.
Sumber:
Vygotsky, L. S. (1978). Mind in Society: The Development of Higher Psychological Processes.
Harvard University Press.
Brooks, J. G., & Brooks, M. G. (1999). In Search of Understanding: The Case for Constructivist
Classrooms. ASCD.
2. Kasus II

Rina adalah seorang guru di kelas 1 SD. Sebagian besar peserta didiknya belum bisa berhitung
dengan lancar. Rina sedang memikirkan cara yang sesuai untuk membantu setiap peserta didik
menyelesaikan tantang belajarnya.

Pertanyaan:
1. Menurut Anda, apa yang dapat Rina lakukan untuk membantu peserta didiknya sesuai
dengan tahapan perkembangan usia?
Jawaban:
Rina sebagai guru kelas 1 SD dapat mengadopsi pendekatan pembelajaran yang sesuai
dengan tahapan perkembangan usia peserta didiknya. Pada usia ini, anak-anak umumnya berada
dalam fase perkembangan pratemulai dan membutuhkan pengajaran yang bersifat konkret,
visual, dan bermain. Rina dapat menggunakan materi pembelajaran yang menarik dan berwarna,
serta memanfaatkan benda-benda nyata dalam kelas sebagai alat bantu untuk mengajarkan
konsep-konsep matematika dasar seperti penjumlahan dan pengurangan. Pemilihan permainan
edukatif yang melibatkan angka dan hitungan juga dapat menjadi sarana yang efektif untuk
meningkatkan keterampilan berhitung anak-anak pada tahap ini (NCTM, 2018).
Selain itu, Rina dapat merancang kegiatan pembelajaran yang menggabungkan unsur
keceriaan dan imajinasi, mengingat anak-anak pada usia ini cenderung belajar melalui
pengalaman menyenangkan. Pendekatan ini tidak hanya membantu meningkatkan minat belajar,
tetapi juga memperkuat koneksi emosional dengan matematika. Referensi dari National Council
of Teachers of Mathematics (NCTM) dapat memberikan panduan dan strategi yang sesuai
dengan perkembangan usia anak-anak dalam mengembangkan pemahaman matematika pada
tingkat awal sekolah dasar.
Sumber:
National Council of Teachers of Mathematics. (2018). "Principles to Actions: Ensuring
Mathematical Success for All." Reston, VA: NCTM.
Pertanyaan:
2. Mengapa Anda menyarankan hal tersebut? Elaborasi jawaban Anda dengan menyertakan
teori yang berkaitan.
Jawaban:
Sangat disarankan bagi Rina untuk mengadopsi pendekatan pembelajaran berbasis
konstruktivisme di kelas 1 SD, terutama mengenai pembelajaran matematika. Teori
konstruktivisme, yang diperkenalkan oleh Jean Piaget, menekankan bahwa pembelajaran terjadi
melalui konstruksi pengetahuan oleh peserta didik melalui interaksi aktif dengan materi
pembelajaran. Dalam konteks ini, Rina dapat menggunakan metode manipulatif atau
pembelajaran berbasis permainan untuk membantu peserta didik memahami konsep matematika
dasar, seperti berhitung. Alat pembelajaran yang konkret dan berinteraksi, seperti blok bangunan
atau manipulatif matematika, dapat membantu peserta didik memvisualisasikan dan merasakan
konsep-konsep matematika secara langsung.
Selain itu, sumber daya yang dapat membantu Rina dalam merancang pengalaman belajar
yang sesuai dengan teori konstruktivisme termasuk buku "Children's Mathematics: Cognitively
Guided Instruction" oleh Thomas P. Carpenter, Elizabeth Fennema, dan Megan L. Franke. Buku
ini memberikan panduan tentang cara mengembangkan pemahaman matematis anak-anak
melalui pendekatan yang memperhitungkan perkembangan kognitif mereka. Juga, buku
"Teaching with the Brain in Mind" karya Eric Jensen dapat memberikan wawasan tentang cara
memanfaatkan pemahaman neurologis dalam mendesain pembelajaran yang efektif, yang dapat
berguna dalam merancang strategi pembelajaran matematika yang sesuai dengan tahap
perkembangan kognitif anak-anak di kelas 1 SD. Dengan menggabungkan konsep
konstruktivisme dan pemahaman neurologis, Rina dapat menciptakan pengalaman belajar yang
memadai untuk membantu peserta didiknya mengembangkan keterampilan berhitung dengan
lancar.
3. Kasus III

Made adalah seorang guru yang mengajar di salah satu sekolah negeri wilayah Bali. Ia
mengampu mata pelajaran bahasa Indonesia. Ia hendak mengajarkan materi teks deskripsi pada
peserta didiknya. Pada buku cetak yang menjadi panduannya saat mengajar, terdapat beberapa
contoh teks deskripsi menceritakan tentang bangunan-bangunan pencakar langit yang ada di Ibu
Kota. Dengan memperhatikan latar belakang setiap peserta didiknya, Made pun mencoba untuk
memberikan contoh berbeda. Ia memberikan contoh teks deskripsi tentang pantai dan makanan
khas di Bali.

Pertanyaan:
1. Menurut Anda, apakah pertimbangan dan keputusan Made sudah sesuai? Mengapa
demikian?
Jawaban:
Keputusan Made untuk memberikan contoh teks deskripsi tentang pantai dan makanan
khas di Bali kepada peserta didiknya merupakan langkah yang tepat. Langkah ini menunjukkan
kepekaan dan kecermatan dalam merancang pembelajaran yang sesuai dengan latar belakang dan
konteks kehidupan siswa.
Pertanyaan:
Prinsip apa yang Made gunakan dalam kasus tersebut? Elaborasi jawaban Anda dengan
menyertakan teori yang berkaitan.
Jawaban:
Beberapa pertimbangan dan prinsip yang dapat diidentifikasi dalam keputusan Made adalah:
1. Konteks Lokal dan Kebudayaan:
Made mempertimbangkan konteks lokal dan kebudayaan siswanya, yang berada di
wilayah Bali. Prinsip ini berkaitan dengan kebermaknaan pembelajaran, di mana siswa lebih
mudah terlibat dan memahami materi yang relevan dengan pengalaman hidup mereka
sehari-hari.
2. Pembelajaran yang Relevan:
Dengan memberikan contoh teks deskripsi tentang pantai dan makanan khas di Bali,
Made menjadikan pembelajaran lebih relevan dan bermakna bagi siswanya. Prinsip
pembelajaran yang bermakna menekankan pentingnya hubungan antara materi pelajaran dengan
kehidupan nyata siswa.
3. Pemberdayaan Siswa:
Memberikan contoh berbeda yang sesuai dengan latar belakang siswa adalah bentuk
pemberdayaan siswa dalam proses pembelajaran. Made memberikan ruang bagi siswa untuk
merasakan keberagaman dan nilai-nilai lokal dalam pembelajaran, yang dapat meningkatkan
motivasi dan partisipasi mereka.

4. Teori Konstruktivisme:
Pendekatan Made mencerminkan prinsip konstruktivisme, di mana pembelajaran
dipahami sebagai konstruksi pengetahuan oleh siswa berdasarkan pengalaman dan pengetahuan
sebelumnya. Memberikan contoh yang relevan dengan lingkungan siswa adalah cara untuk
membangun pengetahuan baru.
5. Penghargaan terhadap Keanekaragaman:
Langkah Made menunjukkan penghargaan terhadap keanekaragaman budaya dan alam di
Indonesia. Ini sesuai dengan prinsip inklusivitas, yang mengakui keberagaman sebagai aset
dalam pembelajaran.
6. Motivasi dan Keterlibatan Siswa:
Memilih konten yang dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa, seperti pantai dan
makanan khas di Bali, dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa dalam proses
pembelajaran. Prinsip ini mendukung pembelajaran yang efektif.
Dengan demikian, keputusan Made mencerminkan pemahaman yang baik terhadap
karakteristik siswa dan prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif. Pendekatan ini memberikan
peluang bagi siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran dan memperoleh pemahaman yang
lebih mendalam tentang teks deskripsi melalui konteks yang dikenali dan relevan bagi mereka.

Anda mungkin juga menyukai