Anda di halaman 1dari 11

RESUME HUKUM KETENAGAKERJAAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Hukum Ketenagakerjaan


Dosen Pengampu Rohendra Fathammubina, S.H; M.H

Anggota Kelompok :
1. Ariqh Erviana Putra 1910631010013
2. Dennisa Putri Saepullah 1910631010201
3. Evans Berpin Brahmana 1910631010101
4. Fannia Al Zahra 1910631010021
5. Muh dicky Randiansyah 1910631010247
6. Sebastian Johanes 1910631010270
7. Steven Farkas Siahaan 1910631010273

Fakultas Hukum
Universitas Singaperbangsa Karawang
2021
A. BAB 1

Istilah-Istilah
Istilah buruh yaitu sebutan untuk kelompok tenaga kerja yang sedang
memperjuangkan program organisasinya. Kata pekerja memiliki pengertian sangat luas,
yakni setiap orang yang melakukan pekerjaan, baik di dalam hubungan kerja maupun
swapekerja. Istilah pegawai adalah setiap orang yang bekerja pada pemerintahan, yakni
pegawai negeri (UU No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian). Istilah
tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Hukum ketenagakerjaan disebut hukum perburuhan, menurut Soepomo dalam
Manulang (1995:2) “Hukum perburuhan adalah himpunan peraturan-peraturan, baik
tertulis maupun tidak tertulis, yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang
bekerja pada orang lain dengan menerima upah.”

Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan Dalam Sistem Hukum Indonesia


Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan memiliki keterkaitan dengan Aspek hukum
perdata, Aspek hukum tata usaha negara, dan aspek hukum pidana. Hal ini sangat
bergantung pada yang terkait di dalamnya. Contoh:
1. Jika terkait dengan perjanjian kerja termasuk di dalamnya hak-hak dan kewajiban
yang telah di sepakati Bersama dan hanya melibatkan para pihak saja, maka hal
tersebut menyangkut aspek hukum perdata
2. Jika terkait dengan perizinan bidang ketenagakerjaan, penetapan upah minimum,
pengesahan peraturan perusahaan, pendaftaran perjanjian kerja Bersama, pendaftaran
serikat pekerja/ serikat buruh, dan sebagainya maka hal tersebut menyangkut aspek
hukum tata usaha negara; dan
3. Jika terkait dengan pelanggaran Undang-Undang ketenagakerjaan, maka hal tersebut
menyangkut aspek hukum pidana.

Dalam beberapa literatur asing, hukum ketenagakerjaan termasuk dalam sistem


hukum bisnis, di dalamnya termasuk hukum kontrak, hukum perusahaan, jaminan
sosial, pajak, asuransi, dan lain-lain.
Asas, Tujuan, Dan Sifat Hukum Ketenagakerjaan
Asas ketenagakerjaan berdasarkan Pasal 2 UU No. 13 Tahun 2003 menyatakan
bahwa “Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila dan UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.” selanjutnya pada Pasal 3 UU No. 13 Tahun 2003
menegaskan bahwa “Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas
keterpaduan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah.”

Tujuan Hukum Ketenagakerjaan


Menurut Manulang (1995: 2) bahwa tujuan hukum Ketenagakerjaan ialah:
1. Untuk mencapai/melaksanakan keadilan social dalam bidang ketenagakerjaan
2. Untuk melindungi tenaga kerja terhadap
Berdasarkan ketentuan pasal 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 bahwa
pembangunan ketenagakerjaan bertujuan:
1. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi
2. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai
dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah
3. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan dan
4. Meningkat kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya
Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan
manusiawi, memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan
kesejahteraan.
Sifat Hukum Ketenagakerjaan
Sifat ketenagakerjaan dibagi menjadi 2, pertama hukum bersifat
imperatif/dwingenrecht (hukum memaksa) artinya hukum yang harus ditaati secara
mutlak, tidak boleh dilanggar. Kedua, hukum bersifat
fakultatif/regelendrecht/aanvullendrecht (hukum yang mengatur/melengkapi).\

Lingkup Dan Pengaturan Operasional Hukum Ketenagakerjaan


Operasional Hukum Ketenagakerjaan secara sistematik dan pengelompokan
peraturan perundang-undangan (Oesman, 19978: 50) Terbagi menjadi Tiga kelompok
yaitu:
1. Masa Sebelum Bekerja (Pre- Employment)
2. Masa Selama Bekerja (During Employment)
3. Masa Setelah Bekerja (Post-Employment

Sumber hukum ketenagakerjaan yaitu UU, adat dan kebiasaan, agama, keputusan
pejabat/badan pemerintah atau lembaga ketenagakerjaan, yurisprudensi, doktrin,
traktat, perjanjian kerja, peraturan perusahaan/perjanjian kerja bersama.

B. BAB 2

Penempatan tenaga kerja merupakan titik berat upaya penanganan masalah


ketenagakerjaan. Prinsip penempatan tenaga kerja bahwa setiap tenaga kerja
mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan atau pindah
pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri (Pasal
31 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Asas-asas penempatan tenaga
kerja berdasarkan Pasal 32 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
yaitu terbuka, bebas, objektif, adil dan setara tanpa diskriminasi.
Pasal 32 ayat (1) UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mempunyai
asas-asas sebagai berikut :
1.Terbuka
2.Bebas
3.Objektif
4.Adil dan Setara Tanpa Diskriminasi

Menurut ketentuan pasal 33 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan


bahwa ruang lingkup penempatan tenaga kerja meliputi:
1.Penempatan tenaga kerja di dalam negeri, dan
2.Penempatan tenaga kerja di luar negeri.

Antar Kerja Lokal (AKAL) adalah antarkerja antar-kota Departemen Tenaga


Kerja dalam satu wilayah kerja kantor Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja
(Pasal 1 huruf e Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep. 203/Men/1999). Antar
Kerja Antar Daerah (AKAD) adalah antarkerja antar-kantor Wilayah Departemen
Tenaga Kerja dalam wilayah Republik Indonesia (Pasal 1 huruf f Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep,203/Men/1999).
Antar Kerja Antar Negara (AKAN) adalah suatu mekanisme pengerahan tenaga
kerja Indonesia ke luar negeri untuk melakukan kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya
dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja. Penempatan Tenaga Kerja
Asing adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah
Indonesia (Pasal 1 angka 13 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).
Ketentuan Pasal 34 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengamanatkan
bahwa ketentuan mengenai penempatan tenaga kerja di luar negeri diatur dengan
undang-undang sehingga diterbitkan UU No 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

C. BAB 3
Bagi pekerja/buruh pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan awal hilangnya
mata pencaharian, berarti pekerja/buruh kehilangan pekerjaan dan penghasilan.
Mengingat fakta di lapangan bahwa mencari pekerjaan tidaklah mudah seperti yang
dibayangkan. Sehubungan dampak PHK sangat kompleks dan cenderung menimbulkan
perselisihan, maka mekanisme dan prosedur PHK diatur sedemikian rupa agar
pekerja/buruh tetap mendapatkan perlindungan yang layak-dan memperoleh hak-
haknya sesuai dengan ketentuan.
Beberapa dasar hukum pengaturan PHK :
1. UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2. UU No 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Kerja di
Perusahaan Swasta
3. Putusan MK RI Perkara No 012/PUU-I/2003 tanggal 28 Oktober 2004
atas Hak Uji Materiil UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
terhadap UUD RI Tahun 1945
4. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No
SE.907/Men.PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan Pemutusan
Hubungan Kerja Massal
5. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No
SE.13/Men/SJ-HK/I/2005 tentang Putusan Mahkamah Konstitusi RI atas
Hak Materiil UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap
UUD RI Tahun 1945
6. Surat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No
B.600/Men/Sj-Hk/VII/2005 perihal Uang Penggantian Perumahan serta
Pengobatan dan Perawatan.
Pekerja/buruh jangan mendorong atau memicu timbulnya suatu permasalahan
yang mengarah pada tindakan PHK oleh pengusaha. Pengusaha sendiri juga jangan
sampai mencari-cari kesalahan atau kelemahan pekerja/buruhnya, tetapi justru
melakukan upaya pembinaan secara sistematis, terarah, dan berkesinambungan dalam
meningkatkan motivasi dan prestasi kerja.
Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja menurut Halim (1990: 136) bahwa
“Pemutusan hubungan kerja adalah suatu langkah pengakhiran hubungan kerja antara
buruh dan majikan karena suatu hal tertentu”. Adapun Jenis Pemutusan Hubungan
Kerja menurut Mohd. Syaufii Syamsuddin (2014), berakhirnya hubungan kerja terbagi
menjadi lima macam yakni:
1. Berakhir demi Hukum
2. Keadaan yang Melekat pada Pribadi Pekerja
3. Berkenaan dengan Kelakuan Pekerja
4. Berkenaan dengan Tindakan Pengusaha
5. Berkenaan dengan Jalannya Perusahaan.
Pada awalnya dalam UU No 12 Tahun 1969 yang secara eksplisit diatur hanyalah
prosedur PHK oleh pengusaha, itu pun hanya sebatas PHK karena kesalahan berat.
Namun, kemudian dalam UU No 13 Tahun 2003 berkembang pengaturan prosedur
PHK oleh pekerja/buruh di samping juga adanya prosedur PHK secara umum. Berikut
akan diuraikan prosedur PHK menurut UU No 13 Tahun 2003 :
1. Prosedur PHK Secara Umum
2. Prosedur PHK Oleh Pengusaha
a. PHK karena kesalahan ringan
b. PHK karena kesalahan berat
3. Prosedur PHK oleh Pekerja/Buruh
a. PHK karena permintaan pengunduran diri
b. Prosedur PHK karena permohonan kepada pengadilan hubungan
industrial.
Penetapan Hak Pemutusan Hubungan Kerja, pengertian istilah terkait dengan
hak-hak PHK yang masih relevan tercantum pada Pasal 1 Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No Kep.150/Men/2000 (walaupun sekarang sudah tidak relevan lagi), yaitu :
1. Uang Pesangon
Yaitu pembayaran berupa uang dari pengusaha kepada pekerja
sebagai akibat adanya PHK
2. Uang Penghargaan Masa Kerja
Yaitu uang jasa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1964 sebagai penghargaan pengusaha kepada
pekerja yang dikaitkan dengan lamanya masa kerja
3. Ganti Kerugian
Yaitu pembayaran berupa uang dari pengusaha kepada pekerja
sebagai penggantian istirahat tahunan, istirahat panjang, biaya
perjalanan ke tempat di mana pekerja diterima bekerja, fasilitas
pengobatan, fasilitas perumahan, dan lain-lain yang di tetapkan oleh
P4D/P4P sebagai akibat adanya pengakhiran hubungan kerja.

D. BAB 4
Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan
pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidanv ketenagakerjaan (Pasal 1 angka
1 Permenakertrans Nomor PER.02/MEN/I/2011 tentang Pembinaan dan Koordinasi
Pengawasan Ketenagakerjaan). Pengawasan ketenagakerjaan merupakan unsur
penting dalam perlindungan tenaga kerja, sekaligus sebagai upaya penegakan hukum
ketenagakerjaan secara menyeluruh.
Ruang lingkup pengawasan ketenagakerjaan menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1948 meliputi:
1. Mengawasi berlakunya undang-undang dan peraturan
ketenagakerjaan pada khususnya.
2. Mengumpulkan bahan-bahan mengenai masalah
ketenagakerjaan guna penyempurnaan atau pembuatan undang-
undang ketenagakerjaan
3. Menjalankan pekerjaan lain sesuai undang-undang
Pegawai pengawas yang ditunjuk harus mempunyai kompetensi dan
independen. Hal ini berarti pegawai pengwas harus memiliki kecakapan dalam
melaksanakan tugasnya dan tidak terpengaruh pihak lain dalam setiap mengambil
keputusan.
Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh unit kerja tersendiri
pada instansi yabg bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di pemerintahan
pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Unit kerja pengawasan
ketenagakerjaan pada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota wajib menyampaikan
laporan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan kepada Menteri Tenaga Kerja.
Pengembangan pengawasan ketenagakerjaan ditempuh dengan
mdmperdayakan kelembagaan yang ada, selerti LKS Bipartit disetiap perusahaan.
Dalam hal ini peranan serikat kerja/buruh sangat lah strategis dalam membantu
pengawasan pelaksanaan ketentuan ketenagakerjaan di semua sektor. Disampingitu,
juga timbulnya LSM-LSM kiranya dapat didorong untuk melakukan kontrol secara
tidak langsung. Mereka dapat mengkritisi setiap peristiwa pelanggaran ketentuan
ketenagakerjaan yang merugikan pekerja/buruh atau masyarakat.
Program pelatihan juga perlu ditingkatkan, dengan sasaran tercipta nya
pemahaman dan kesadaran hukum bagi semua pelaku hubungan industrial. Dengan
kesadaran hukum berarti mereka tahu, kemudian mampu dan mau melaksanakan
ketentuan ketenagakerjaan secara benar dan konsekuen.

E. BAB 5
Perkembangan organisasi pekerja buruh di negeri kita diasaki sejak lahirnya
Serikat Pekerja Guru Belanda (Nederland Indische Onderwys Genootschap) pada
tahun 1976. Mulai saat itu para pekerja/buruh pribumi juga bertekad mendirikan
seriakt pekerja/serikat buruh sendiri tanpa warga negara asing. Mereka sudah
menysdari pentingnya perjuangan untuk memperbaiki nasib, seperti syarat dan
kondisi kerja, kesehatan dan keselamatan kerja, upah, dan jaminan sosial. Kesadaran
ini tumbuh karena dorongan pula dengan semakin berkembangnya industri barang dan
jasa pada masa itu.
Menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 bahwa;
“Serikat pekerja/serikat buruh ialah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk
pekerja/buruh, baik diperusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas,
terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan,
membela, serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh, seeta meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.”
Berdasarkan pengertian tersebut nyata bahwa tugas pengurus SP/SB sangat
berat, tetapi mulia. Oleh sebab itu, mereka diberikan jaminan, seperti yang diatur
dalam Pasal 25, 26, 27, 28, 29, dan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000
tentang Serikat Pejerja/Serikat Buruh.
Hak serikat pekerja/serikat buruh:

 Membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha


 Mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial
 Membentuklemabga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha
peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh
 Melakukan kegiatan lainnya dibidang ketenagakerjaan yang tidak
bertentangan dengan undang-undang
 Dapat berafiliasi dan atau bekerja sama dengan SP/SB internasional atau
organisasi internasional lainnya.
Kewajiban serikat pekerja/serikat buruh:

 Melindungi dan membela anggkta dari pelanggaran hak-hak dan


memperjuangkan kepentingannya.
 Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya.
 Mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada anggota sesuai
AD/ART
Khusus mengenai pelaksanaan hak SP/SB harus dilakukan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 21 tahun 2000.)

F. BAB 6
OTONOMI DAERAH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP BIDANG
KETENAGAKERJAAN

 PEMERINTAH, PEMERINTAH PROVINSI, PEMERINTAH KOTA/KABUPATEN


DALAM BIDANG KETENAGAKERJAAN
Dalam membahas kewenangan harus mendasar pada UU No. 32 tahun 2004
yang telah diubah oleh uu no 12 tahun 2008 yang berikut peraturan turun pembagian
atara urusan pemerintahan daerah Dan pusat serta peraturan pemerintah no 20 tahun
2001
1. Berdasar uu no 32 tahun 2004 terakhir diybag dengan uu no 12
tahun 2008 Kewenangan pemerintah pusat terkait deng yustisi
di nana pemerintah buat produk hukum dengan undang-undang
atauoun eoratiran pemerintah berkaitan di bidang
ketenagakerjaan Kewenangan pemerintah PROVINSI
pelayanan bidang ketenagakerjaan
2. Berdasarkan Peraturan pemerintah No 38 tahun 2007
Diatur lebih terperinci Dan sekaligus memcakup urusan pemerintah daerah
kaburpaten/ kota

 PERATURAN DAERAH TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN HIERARKI


PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pemberdayaan rakyat adalah fokus utama dalam otonomi daerah, DPRD sebagai
reperesntasi rajyat dalam merumuskan perda harus cermat, sangat tidak tepat jika
otonomi daerah diartikatlb “mengatur daerah semaunya”. Satu Hal yang harus
dicermati kedukukan persa tentan ketenagakerjaan di daerah itu sebagai produk
hukum menjadi satu kesatuan sistem dalan hierarki perundang undangan di Negara
Kita besar semangat untuk mengatur daerah sendiri tanpa memerhatika. Tatana. Dan
sjstem hukum yang velaku maka akan timbul persoalan dari Hal tersebut
G. BAB 7

1. PENTINGNYA PENEGAKAN HUKUM KETENAGAKERJAAN


Penegakan hukum merupakan bagian penting dalam sistem hukum (legal system),
di mana hal ini perlu dilakukan dengan berbagai upaya pembinaan secara sistematis
dan berkelanjutan. Sebuah ironi ketika hukum (baca = undang-undang) dibuat dengan
suatu pengorbanan tenaga dan biaya yang amat besar, tetapi sia-sia karena tidak dapat
ditegakkan. Hukum akhirnya hanya menjadi barang mati yang tidak dapat berbuat
apa-apa bagi masyarakat. Kemudian, apakah hukum ketenagakerjaan kita sekarang ini
sudah memenuhi kaidah-kaidah di atas? Apabila ya, satu masalah fundamental dalam
upaya penegakan hukum teratasi. Langkah selanjutnya adalah bagaimana pelaksanaan
penegakan hukum di lapangan. Namun, apabila belum atau tidak, berarti masalah
penegakan hukumnya akan lebih rumit lagi karena di depan masih ada beberapa
masalah lain yang harus diatasi, yakni integritas aparat penegak hukum, sarana dan
prasarana penegakan hukum, serta kesadaran masyarakat terhadap penegakan hukum
itu sendiri.substansi penegakan hukum itu sangat bergantung pada faktor manusianya.
Apabila produk hukum kita sudah baik dan memenuhi ketiga kaidah di atas serta
sarana prasarananya menunjang, tetapi mental aparat penegak hukum kita masih
rapuh dan kesadaran masyarakat sangat rendah, tentu berakibat menjadikan hukum
tidak dapat berlaku efektif. Ternyata, indikasi penyebabnya, antara lain, adanya aparat
penegak hukum (= oknum?) yang menjual hukum dan masyarakat (yang berduit)
senang membeli hukum. Inilah yang menjadikan hukum kita mandul karena
semuanya hanya diatur berdasarkan materi. Oleh sebab itu, sudah menjadi kewajiban
kita semua untuk berperan aktif dalam memperbaiki dan melaksanakan agar hukum
kita benar-benar bisa ditegakkan menjadi supremasi hukum, sebagaimana halnya
hukum ketenagakerjaan.

A. ASPEK HUKUM PERDATA

Sebagaimana diketahui bahwa hubungan kerja antara pekerja/buruh dan


pengusaha merupakan wilayah hukum perdata karena hubungan kerja itu menyangkut
hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain dalam masyarakat yang
menitikberatkan pada kepentingan perseorangan (pribadi). Dengan adanya hubungan
hukum yang mendasarkan pada ke pentingan perseorangan tersebut tidak menutup
kemungkinan timbul benturan kepentingan yang dapat merugikan satu pihak dengan
pihak lainnya, yakni antara pihak pengusaha dan pihak pekerja/buruh, dan se
baliknya.Untuk itu dalam sistem ketenagakerjaan kita diberikan peluang penegakan
hukum secara perdata melalui upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial di
luar pengadilan dan melalui pengadilan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 136
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Prosedur
penyelesaian perselisihan hubungan industrial telah diatur dengan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, berikut
peraturan pelaksanaannya, yang operasionalnya efektif berlaku sejak tanggal 1 April
2006. Penyelesaian di luar pengadilan ditempuh melalui prosedur bipartit, konsiliasi ,
arbitrase, atau mediasi (periksa Pasal 3–54 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial)

2. Penyelesaian Melalui Pengadilan


Yang dimaksud dengan penyelesaian melalui pengadilan adalah pengadilan
hubungan industrial sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun
2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Namun demikian, tidak
menutup kemungkinan jika terjadi masalah ketenagakerjaan selain keempat jenis
perselisihan hubungan industrial yang ada, hlah satu atau para pihak dapat menuntut
secara perdata melalui pengdilan negeri. Contoh masalah ketenagakerjaan termasuk
ingkar janji Manprestasi ) atau perbuatan melawan hukum. Permasalahannya para
pihak tinggal mempertimbangkan, upaya mana yang paling efektif ditempuh
Penyelesaian perselisihan melalui pengadilan hubungan industrial pada Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2004 diatur dalam Pasal 81–Pasal 115.

B. Aspek Hukum Administrasi


Lingkup aspek Hukum Administrasi
Bahwa hukum ketenagakerjaan memiliki keterkaitan erat dengan hukum
administrasi, di mana pemerintah memiliki peran sebagai regulator terbukti dengan
adanya beberapa peraturan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan, baik dalam
bentuk undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang, peraturan
pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri, maupun peraturan daerah. Dalam
aspek hukum administrasi peran pemerintah-termasuk pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota–dalam praktik wujudnya, antara lain:
a. Menetapkan peraturan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan;
b. Memberikan perizinan usaha;
c. Memberikan jasa pelayanan ketenagakerjaan, seperti: Pelayanan penempatan
tenaga kerja dan perluasan kerja; Pelayanan pelatihan dan produktivitas tenaga kerja;
Pelayanan hubungan industrial dan persyaratan kerja; serta Pelayanan pengawasan
dan norma kerja.
d. Menetapkan upah minimum.
C. ASPEK HUKUM PIDANA
Pengertian Tindak Pidana
Istilah tindak pidana atau dalam bahasa Belanda disebut dengan strafbaar feit
atau delict. Pengertian tindak pidana menurut Halim (1984: 31) adalah suatu
perbuatan atau tindakan yang terlarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-
undang (pidana). Sedangkan menurut Moeljatno (1969: 9) dalam Prodjohamidjojo
(1997: 16) adalah perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam
dengan pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Dalam hukum pidana terdapat asas nullum delictum nulla poena sine previa
lege poenali, yaitu suatu perbuatan (pidana) hanya dapat dihukum jika sebelum
perbuatan tersebut dilakukan telah ada undang-undang/peraturan hukum lainnya yang
melarang dilakukannya perbuatan tersebut/sejenisnya dan mengancamnya pula
dengan pidana atau hukuman terhadap pelakunya

Anda mungkin juga menyukai