Tugas Kelompok Resume Hukum Ketenagakerjaan - Kelas 5a
Tugas Kelompok Resume Hukum Ketenagakerjaan - Kelas 5a
Anggota Kelompok :
1. Ariqh Erviana Putra 1910631010013
2. Dennisa Putri Saepullah 1910631010201
3. Evans Berpin Brahmana 1910631010101
4. Fannia Al Zahra 1910631010021
5. Muh dicky Randiansyah 1910631010247
6. Sebastian Johanes 1910631010270
7. Steven Farkas Siahaan 1910631010273
Fakultas Hukum
Universitas Singaperbangsa Karawang
2021
A. BAB 1
Istilah-Istilah
Istilah buruh yaitu sebutan untuk kelompok tenaga kerja yang sedang
memperjuangkan program organisasinya. Kata pekerja memiliki pengertian sangat luas,
yakni setiap orang yang melakukan pekerjaan, baik di dalam hubungan kerja maupun
swapekerja. Istilah pegawai adalah setiap orang yang bekerja pada pemerintahan, yakni
pegawai negeri (UU No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian). Istilah
tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Hukum ketenagakerjaan disebut hukum perburuhan, menurut Soepomo dalam
Manulang (1995:2) “Hukum perburuhan adalah himpunan peraturan-peraturan, baik
tertulis maupun tidak tertulis, yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang
bekerja pada orang lain dengan menerima upah.”
Sumber hukum ketenagakerjaan yaitu UU, adat dan kebiasaan, agama, keputusan
pejabat/badan pemerintah atau lembaga ketenagakerjaan, yurisprudensi, doktrin,
traktat, perjanjian kerja, peraturan perusahaan/perjanjian kerja bersama.
B. BAB 2
C. BAB 3
Bagi pekerja/buruh pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan awal hilangnya
mata pencaharian, berarti pekerja/buruh kehilangan pekerjaan dan penghasilan.
Mengingat fakta di lapangan bahwa mencari pekerjaan tidaklah mudah seperti yang
dibayangkan. Sehubungan dampak PHK sangat kompleks dan cenderung menimbulkan
perselisihan, maka mekanisme dan prosedur PHK diatur sedemikian rupa agar
pekerja/buruh tetap mendapatkan perlindungan yang layak-dan memperoleh hak-
haknya sesuai dengan ketentuan.
Beberapa dasar hukum pengaturan PHK :
1. UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2. UU No 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Kerja di
Perusahaan Swasta
3. Putusan MK RI Perkara No 012/PUU-I/2003 tanggal 28 Oktober 2004
atas Hak Uji Materiil UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
terhadap UUD RI Tahun 1945
4. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No
SE.907/Men.PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan Pemutusan
Hubungan Kerja Massal
5. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No
SE.13/Men/SJ-HK/I/2005 tentang Putusan Mahkamah Konstitusi RI atas
Hak Materiil UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap
UUD RI Tahun 1945
6. Surat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No
B.600/Men/Sj-Hk/VII/2005 perihal Uang Penggantian Perumahan serta
Pengobatan dan Perawatan.
Pekerja/buruh jangan mendorong atau memicu timbulnya suatu permasalahan
yang mengarah pada tindakan PHK oleh pengusaha. Pengusaha sendiri juga jangan
sampai mencari-cari kesalahan atau kelemahan pekerja/buruhnya, tetapi justru
melakukan upaya pembinaan secara sistematis, terarah, dan berkesinambungan dalam
meningkatkan motivasi dan prestasi kerja.
Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja menurut Halim (1990: 136) bahwa
“Pemutusan hubungan kerja adalah suatu langkah pengakhiran hubungan kerja antara
buruh dan majikan karena suatu hal tertentu”. Adapun Jenis Pemutusan Hubungan
Kerja menurut Mohd. Syaufii Syamsuddin (2014), berakhirnya hubungan kerja terbagi
menjadi lima macam yakni:
1. Berakhir demi Hukum
2. Keadaan yang Melekat pada Pribadi Pekerja
3. Berkenaan dengan Kelakuan Pekerja
4. Berkenaan dengan Tindakan Pengusaha
5. Berkenaan dengan Jalannya Perusahaan.
Pada awalnya dalam UU No 12 Tahun 1969 yang secara eksplisit diatur hanyalah
prosedur PHK oleh pengusaha, itu pun hanya sebatas PHK karena kesalahan berat.
Namun, kemudian dalam UU No 13 Tahun 2003 berkembang pengaturan prosedur
PHK oleh pekerja/buruh di samping juga adanya prosedur PHK secara umum. Berikut
akan diuraikan prosedur PHK menurut UU No 13 Tahun 2003 :
1. Prosedur PHK Secara Umum
2. Prosedur PHK Oleh Pengusaha
a. PHK karena kesalahan ringan
b. PHK karena kesalahan berat
3. Prosedur PHK oleh Pekerja/Buruh
a. PHK karena permintaan pengunduran diri
b. Prosedur PHK karena permohonan kepada pengadilan hubungan
industrial.
Penetapan Hak Pemutusan Hubungan Kerja, pengertian istilah terkait dengan
hak-hak PHK yang masih relevan tercantum pada Pasal 1 Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No Kep.150/Men/2000 (walaupun sekarang sudah tidak relevan lagi), yaitu :
1. Uang Pesangon
Yaitu pembayaran berupa uang dari pengusaha kepada pekerja
sebagai akibat adanya PHK
2. Uang Penghargaan Masa Kerja
Yaitu uang jasa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1964 sebagai penghargaan pengusaha kepada
pekerja yang dikaitkan dengan lamanya masa kerja
3. Ganti Kerugian
Yaitu pembayaran berupa uang dari pengusaha kepada pekerja
sebagai penggantian istirahat tahunan, istirahat panjang, biaya
perjalanan ke tempat di mana pekerja diterima bekerja, fasilitas
pengobatan, fasilitas perumahan, dan lain-lain yang di tetapkan oleh
P4D/P4P sebagai akibat adanya pengakhiran hubungan kerja.
D. BAB 4
Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan
pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidanv ketenagakerjaan (Pasal 1 angka
1 Permenakertrans Nomor PER.02/MEN/I/2011 tentang Pembinaan dan Koordinasi
Pengawasan Ketenagakerjaan). Pengawasan ketenagakerjaan merupakan unsur
penting dalam perlindungan tenaga kerja, sekaligus sebagai upaya penegakan hukum
ketenagakerjaan secara menyeluruh.
Ruang lingkup pengawasan ketenagakerjaan menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1948 meliputi:
1. Mengawasi berlakunya undang-undang dan peraturan
ketenagakerjaan pada khususnya.
2. Mengumpulkan bahan-bahan mengenai masalah
ketenagakerjaan guna penyempurnaan atau pembuatan undang-
undang ketenagakerjaan
3. Menjalankan pekerjaan lain sesuai undang-undang
Pegawai pengawas yang ditunjuk harus mempunyai kompetensi dan
independen. Hal ini berarti pegawai pengwas harus memiliki kecakapan dalam
melaksanakan tugasnya dan tidak terpengaruh pihak lain dalam setiap mengambil
keputusan.
Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh unit kerja tersendiri
pada instansi yabg bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di pemerintahan
pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Unit kerja pengawasan
ketenagakerjaan pada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota wajib menyampaikan
laporan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan kepada Menteri Tenaga Kerja.
Pengembangan pengawasan ketenagakerjaan ditempuh dengan
mdmperdayakan kelembagaan yang ada, selerti LKS Bipartit disetiap perusahaan.
Dalam hal ini peranan serikat kerja/buruh sangat lah strategis dalam membantu
pengawasan pelaksanaan ketentuan ketenagakerjaan di semua sektor. Disampingitu,
juga timbulnya LSM-LSM kiranya dapat didorong untuk melakukan kontrol secara
tidak langsung. Mereka dapat mengkritisi setiap peristiwa pelanggaran ketentuan
ketenagakerjaan yang merugikan pekerja/buruh atau masyarakat.
Program pelatihan juga perlu ditingkatkan, dengan sasaran tercipta nya
pemahaman dan kesadaran hukum bagi semua pelaku hubungan industrial. Dengan
kesadaran hukum berarti mereka tahu, kemudian mampu dan mau melaksanakan
ketentuan ketenagakerjaan secara benar dan konsekuen.
E. BAB 5
Perkembangan organisasi pekerja buruh di negeri kita diasaki sejak lahirnya
Serikat Pekerja Guru Belanda (Nederland Indische Onderwys Genootschap) pada
tahun 1976. Mulai saat itu para pekerja/buruh pribumi juga bertekad mendirikan
seriakt pekerja/serikat buruh sendiri tanpa warga negara asing. Mereka sudah
menysdari pentingnya perjuangan untuk memperbaiki nasib, seperti syarat dan
kondisi kerja, kesehatan dan keselamatan kerja, upah, dan jaminan sosial. Kesadaran
ini tumbuh karena dorongan pula dengan semakin berkembangnya industri barang dan
jasa pada masa itu.
Menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 bahwa;
“Serikat pekerja/serikat buruh ialah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk
pekerja/buruh, baik diperusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas,
terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan,
membela, serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh, seeta meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.”
Berdasarkan pengertian tersebut nyata bahwa tugas pengurus SP/SB sangat
berat, tetapi mulia. Oleh sebab itu, mereka diberikan jaminan, seperti yang diatur
dalam Pasal 25, 26, 27, 28, 29, dan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000
tentang Serikat Pejerja/Serikat Buruh.
Hak serikat pekerja/serikat buruh:
F. BAB 6
OTONOMI DAERAH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP BIDANG
KETENAGAKERJAAN